BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM NASIONAL"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM NASIONAL Jaminan dan perlindungan terhadap HAM dalam peraturan hukum acara dalam rangkaian proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada pembatasan- pembatasan HAM seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan penghukuman, yang pada hakekatnya adalah pembatasan pembatasan HAM. 1 Meskipun rumusan pasal pasal secara jelas merupakan rumusan HAM untuk tersangka atau terdakwa, Implementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam. Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. Artinya dengan adanya Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan menghormati HAM. Di samping asas persamaan kedudukan di 1 Erni Widhayati, Hak hak Tersangka / Terdakwa di dalam, hlm 34

2 hadapan hukum (equality before the law) menjadi element pokok dari konsepsi HAM, juga dikenal element lainnya, yaitu asas peradilan yang adil (fair trial) dan yang menjadi inti dari fair trial ini secara sederhana dapat dijelaskan bahwa peradilan yang adil adalah seluruh tahapan proses pengadilan dalam rangka penegakan HAM, termasuk hak asasi tersangka atau terdakwa berdasarkan etika (moral), akal sehat (rasional) dan hati nurani yang bersih yang berpegang teguh kepada integritas. 2 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peradilan yang adil (fair trial) yang tetap mengedepankan persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) menjadi prasyarat mutlak dalam rangka melindungi hak asasi tersangka atau terdakwa. a. Di dalam hukum pidana kita mengenal istilah tersangka atau terdakwa, istilah tersebut terdapat di dalam hukum acara pidana yang termuat di dalam kitab hukum acara pidana atau disebut, ini yang menjadi buku pedoman bagi aparat penegak hukum dalam beracara dari tingkat Penangkapan, penahanan, sampai Proses Persidangan. Disini juga diatur tahap-tahap penyidikan dan penyelidikan, siapa saja yang berhak untuk melakukan penyidikan dan 2 Pengertian integritas dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran

3 peyelidikan dan berapa lama tersangka dan terdakwa dapat ditahan sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Hak atas kemerdekaan diri seperti bebas dari penangkapan atau penahanan sewenang wenang dan otoritas mana yang berwenang untuk menahan dan menangkap atau mencabut kemerdekaan diri setiap orang. Mengenai penangkapan dan penahanan yang sewenang - wenang, tersangka dan terdakwa memiliki hak untuk mengajukan permintaan pemeriksaan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang telah dilakukan, seperti dalam Pasal 79. Selain tersangka dan terdakwa juga berhak atas penasehat hukum selama persidangan dan memperoleh pengacara secara gratis dan juga memperoleh akses untuk bertemu dan dikunjungi keluarga. Untuk mengingat arti dari pada tersangka atau terdakwa, perlu diperhatikan kembali pengertian yang dirumuskan pada pasal 1 butir 14 dan 15 yang menjelaskan : Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana Terdakwa adalah seorang tersagka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan

4 Dari penjelasan diatas, baik tersangka maupun terdakwa adalah orang yang diduga melakukan tindak pidana sesuai dengan bukti dan keadaan yang nyata atau fakta, oleh karena itu orang tersebut : 3 Harus diselidiki, disidik dan iperiksa oleh penyidik Harus dituntut dan diperiksa di muka sidang pengadilan oleh penuntut umum dan hakim Jika perlu terhadap tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan benda sesuai dengan cara yang ditentukan undang- undang Akan tetapi seorang tersangka atau terdakwa sering dianggap apriori sebagai orang jahat dan dapat diperlakukan sebagai objek pemerasan, penganiayaan dan pembalasan dendam yang dalam kedudukannya sebagai tersangka atau terdakwa yang ditanggali hak asasi dan harkat martabat kemanusiaannya yang melihat tersangka atau terdakwa tidak lebih daripada objek pemeriksaan yang dapat diperlakukan sesuka hati oleh aparat penegak hukum. Hukum nasional kita (baca : ) telah meletakkan landasan prinsip legalitas dan pendekatan pemeriksaan dalam semua tingkat dengan sistem akuisator. menempatkan tersangka dan terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan sebagai manusia yang mempunyai hak asasi dan harkat martabat, sebagai perisai untuk 3 M. Yahya Harahap, S. H, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan Penyidikan dan Penuntutan edisi kedua. hlm 330

5 membela dan mempertahankan hak asasi dan harkat martabat kemanusiaan tersangka atau terdakwa, di dalam diatur pada bab VI yaitu : 1. Hak tersangka atau terdakwa segera mendapat pemeriksaan Prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dipertegas dalam pasal 50, yang memberi hak yang sah menurut hukum dan undang- undang kepada tersangka atau terdakwa : Berhak segera diperiksa oleh penyidik Berhak segera diajukan ke sidang pengadilan Berhak segera diadili dan mendapat putusan pengadilan 2. Hak untuk melakukan pembelaan Untuk kepentingan mempersiapkan hak pembelaan tersangka atau terdakwa termuat dalam pasal 51 57, yaitu : Berhak diberitahukan dengan jelas dan dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya Hak pemberitahuan dilakukan pada waktu pemeriksaan mulai dilakukan kepada tersangka atau terdakwa Terdakwa juga berhak untuk diberitahukan dengan jelas dan bahasa yang dapat dimengerti tentang apa yang didakwakan kepadanya Berhak memberi keterangan dengan bebas dalam segala tingkat pemeriksaan, mulai dari tingkat pemeriksaan, penyidikan dan pemeriksaan sidang pengadilan.

6 Berhak mendapat juru bicara Berhak mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan dan dalam setiap waktu yang diperlukan Berhak secara bebas memilih penasehat hukum Ketentuan pasal 55 ini menimbulkan cacat dalam praktek penegakan hukum, karena kebebasan dan hak memilih penasehat hukum pasti menimbulkan praktek diskriminatif Dalam tindak pidana tertentu, hak mendapattkan bantuan hukum berubah sifatnya menjadi wajib Sifat wajib mendapatkan bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan diatur dalam pasal 56 : Jika sangkaan atau dakwaan yang disangkakan atau didakwakan diancam dengan tindak pidana hukuman mati, hukuman 15 tahun atau lebih. Kewajiban bagi pejabat yang bersangkutan menunjuk penasehat hukum bagi tersangka atau terdakwa, di gantungkan pada dua keadaan yaitu tersangka atau terdakwa tidak mampu menyediakan sendiri penasehat hukum dan ancaman hukuman pidana yang bersangkutan atau didakwakan 15 tahun atau lebih. Penasehat hukum yang ditunjuk pejabat memberi bantuan hukum adalah cuma cuma.

7 3. Hak tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan Undang undang memberi hak yang melindungi tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan, yaitu : 4 a. Berhak menghubungi penasehat hukum b. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk kepentingan kesehatan c. Tersangka atau terdakwa berhak untuk diberitahukan penahanannya kepada : Keluarganya Kepada orang yang serumah dengannya Orang lain yang dibutuhkan bantuannya Terhadap orang yang hendak memberi bantuan hukum atau jaminan bagi pengguhan penahanannya d. Selama tersangka berada dalam penahanan berhak : Menghubungi pihak keluarga Mendapat kunjungan dari pihak keluarga e. Berhak secara langsung atau perantara penasehat hukum melakukan hubungan : Menghubungi dan menerima sanak keluarganya Baik hal itu untu kepentingan perkaranya atau untuk kepentingan kelurga maupun kepentingan pekerjaan 4 Ibid hlm

8 f. berhak atas surat menyurat hak ini diatur dalam pasal 62, yang memberi hak sepenuhnya kepada tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan mengirim dan menerima surat dari penasehat hukumnya serta dari sanak keluarganya g. berhak atas kebebasan rahasia surat : tidak boleh diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim,atau pejabat rumah tahanan negara kecuali cukup alasan untuk menduga bahwa surat menyurat tersebut disalahgunakan. h. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan. 4. Hak terdakwa di muka persidangan pengadilan Selain hak yang diberikan dalam tingkat proses penyidikan dan penuntutan, juga memberikan hak kepada terdakwa selama proses pemeriksaan persidangan pengadilan. a. Berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum b. Berhak mengusahakan dan mengajukan saksi atau ahli yang menguntungkan bagi terdakwa atau a de charge ditafsirkansecara konsisiten dari ketentuan pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), serta pasal 160 ayat (1) huruf e

9 c. Terdakwa tidak boleh dibebani kewajiban pembuktian dalam pemeriksaan yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum 5. Hak terdakwa memanfaatkan upaya hukum Undang -undang memberi kemungkinan bagi terdakwa yang dijatuhi hukuman untuk menolak atau tidak menerima putusan yang dijatuhkan pengadilan. Ketidakpuasaan atas putusan, memberi kesempatan bagi terdakwa : 5 Berhak memanfaatkan upaya hukum biasa, berupa permintaan pemeriksaan tingkat banding kepada pengadilan tinggi atau permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung Berhak memanfaatkan upaya hukum luar biasa, berupa permintaan pemeriksaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 6. Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi memberi hak kepada tersangka untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi, apabila : 6 Penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan dilakukan tanpa alasan hukum yang sah 5 Ibid hlm Ibid hlm 338

10 Putusan pengadilan menyatakan terdakwa bebas karena tindak pidana yang didakwakan kepadanya bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran Selain mengatur semua mengenai tersangka atau terdakwa dan aparat penegak hukum yang paling penting adalah apa yang menjadi hak tersangka atau terdakwa, seperti apa hak tersebut telah diuraikan diatas, dan hak tesebut harus disesuaikah dengan intrumen hak asasi manusia. b. Di luar UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Di dalam UU HAM juga melindungi hak tersangka atau terdakwa yang dimuat di dalam pasal 18 ayat (1) yang berbunyi Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jamina hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (praduga tak bersalah)

11 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman memuat beberapa pasal yang secara tidak langsung turut melindungi hak tersangka atau terdakwa yang terdapat di dalam pasal : a. Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. (equality before the law) b. Pasal 6 Ayat (2) : Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. (praduga tak bersalah) c. Pasal 9 ayat (1) : Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.

12 2. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL a. KOMPENDIUM PBB Bila dilihat dari isi Kompendium yang yang terdiri dari 4 bagian pokok, maka penulis hanya akan mengambil bagian yang langsung mengacu pada standar perlindungan bagi tersangka atau terdakwa yaitu pada Bagian I yang mengatur mengenai Orang dalam tahanan, non-penahanan sanksi, peradilan anak dan keadilan restoratif, yaitu : Standar Minimum Peraturan bagi Perlakuan terhadap Narapidana Sebagai prinsip dasar dari bagian standar minimum peraturan terhadap narapidana, Kompendium menghendaki agar perlakuan terhadap narapidana tidak boleh diskriminatif dan bagi setiap orang yang ditahan atau dipenjara akan didata dan para tahanan masing-masing akan menerima: Informasi mengenai identitasnya; Alasan komitmennya dan untuk itu kewenangan; Hari dan jam masuk dan rilis.

13 Di dalam tahanan harus danya pemisahan kategori yang akan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, catatan kriminal, alasan penahanan dan kebutuhan pengobatan, selain itu di dalam Kompendium yang mengatur standar minimum perlakuan terhadap narpidana, para narapidana akan mendapatkan fasilitas yang memadai seperti : Ruang sel tahanan kamar yang individu dan memenuhi semua persyaratan kesehatan Tersediannya kamar mandi yang memadai untuk kebersihan umum Untuk menunjang kebersihan pribadi harus disediakannya fasilias untuk perawatan seperti rambut dan jenggot untuk bercukur secara teratur, disediakan pakaian yang cocok untuk iklim dan sesuai dengan standar lokal atau nasional, diberikan tempat tidur terpisah dan harus sering diganti untuk memastikannya kebersihannya. Untuk memenuhi standar perlindungan narapidana Pemerintah harus menyediakan setiap tahanan makanan dari nilai gizi yang memadai untuk kesehatan dan kekuatan, serta Air minum harus tersedia untuk setiap tahanan setiap kali dia membutuhkannya dan bagi tahanan yang tidak digunakan dalam pekerjaan luar harus memiliki setidaknya satu jam latihan yang cocok di udara terbuka setiap hari jika cuaca memungkinkan, di dalam tahanan juga harus tersedia pelayanan medis yaitu layanan yang memenuhi syarat medis dan petugas yang harus memiliki beberapa pengetahuan psikiatri.

14 Tubuh Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang Setiap bawah Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan Prinsip-prinsip ini berlaku untuk perlindungan semua orang dalam segala bentuk penahanan atau pemenjaraan yang terdiri dari Prinsip 1 Prinsip 38 yang akan diuraikan sebagai berikut : Setiap tahanan harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati martabat manusia berdasarkan ketentuan hukum dan hanya pejabat yang berwenang yang dapat melakukan penangkapan atau pemenjaraan yang tunduk pada kendali otorias pengadilan tanpa adanya diskriminasi, atas dasar perbedaan ras, bahasa, warna, jenis kelamin, agama, pendapat politik, nasional etnis ataupun status sosial yang mana prinsip ini harus diterapkan kepada semua orang yang berada di dalam wilayah setiap negara dan tidak akan dianggap sutau diskriminasi bila memberikan status khusus kepada perempuan hamil, ibu menyusui, anak anak dan remaja perempuan untuk melindungi hak haknya, di dalam tahanan tidak dibenarkannya suatu tindakan penyiksaan, perlakuan kejam dan tidak manusiawi dan untuk melindungi hak tersangka atau terdakwa negara harus memberikan sangsi dan tidak memihak terhadap setiap tindakan yang bertentangan dengan pelanggaran hak, dan apabila terjadi atau diduga akan terjadinya pelanggaran terhadap prinsip ini para pejabat harus melaporkannya kepada yang berwenang, dalam prosedur penangkapan siapapun orang yang ditangkap harus segera diberitahukan tentang

15 biaya terhadap dirinya pada saat pengkapan dan alasan pengkapan terhadap dirinya, selain itu orang yang berada di dalam tahanan diberikan hak : 1. Melalukan pembelaan terhadap dirinya atau dibantu oleh penasehat hukum seperti yang ditentukan oleh hukum dan dalam hal tersebut harus adanya catatan mengenai : a. Alasan penangkapan b. Tempat dimana orang tersebut ditangkap c. Identitas petugas penegak hukum yang melakukan pengkapan d. Informasi yang tepat mengenai tempat penahanan kemudian catatan tersebut harus disampaikan kepada orang yang ditahan atau penasehat hukumnya begitu juga saat dimulainya pemenjaraan atau penahanan atas penagkapan seseorang wajib diberikan penjelasan dan informasi atas hak hak terhadap dirinya yang dapat dimanfaatkannya. 2. Mendapatkan penerjemah bahasa dengan segera apabila orang yang ditangkap tidak dapat memahami atau berbicara bahasa yang digunakan. 3. Memberitahu atau meminta pihak yang berwenang untuk memberitahukan anggota keluarganya atau orang lain jika orang yang ditahan atau dipenjarakan dipindahkan kepenjara lain dimana ia berada dalam tahanan dan apabila tahanan adalah orang asing ia wajib diberitahukan tentang haknya untuk berkomunikasi

16 dengan cara yang sesuai dengan konsuler atau misi diplomatik dari negara asalnya sesuai dengan hukum internasional dengan wakil internasional yang kompeten dan jika orang yang ditahan dan apabila terjadi penundaan pemberitahuan dalam prinsip ini harus dalam jangka waktu yang wajar sesuai kebutuhan penyelidikan selain itu orang yang ditahan berhak mendapatkan bantuan dari penasehat hukum dan diberitahukan tentang hak haknya serta diberikan fasilitas yang memadai setelah pengkapannya. 4. Memiliki penasehat hukum yang diberikan oleh hukum jika ia tidak memiliki penasehat hukum pilihannya sendiri atau dikarenakan tidak mampu membayar. 5. Untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan kuasa hukumnya dengan waktu dan fasilitas yang memadai di dalam tahanan dalam kerahasiaan penuh atau tanpa sensor dengan kuasa hukumnya saat melakukan wawancara dan komunikasi antara orang yang ditahan dengan penasehat hukumnya dapat dijadikan bukti. 6. Untuk dikunjungi oleh anggota keluarga dan harus diberikan cukup kesempatan untuk berkomunikasi dengan dunia luar, dengan wajar sesuai peraturan yang sah dan jika dimungkinkan orang yang ditahan dapat meminta tempat penahanan yang cukup dekat dengan tempat biasanya ia tinggal

17 7. Untuk tidak dipaksa mengaku atau mengambil keuntungan dari situasi yang memberatkan diri orang yang ditahan untuk bersaksi melawan orang lain dan juga tidak diperkenankan untuk digunakan sebagai eksperimen medis atau ilmiah yang dapat merugikan kesehatannya tanpa atau dengan persetujuannya, dalam setiap melakukan intrograsi terhadap orang yang ditahan durasi dari setiap intrograsi harus dicatat beserta identitas petugas yang melakukan introgasi maupun orang yang hadir seperti yang ditentukan oleh hukum dengan memberikan akses ke informasi terhadap orang yang ditahan, apabila orang yang ditahan sakit perlu dilakukan pemeriksaan medis yang layak serta perawatan dan pengobatan medis kepada tahanan harus disediakan secara gratis dalam menjalani pemeriksaan medis, nama dokter dan hasil pemeriksaan tersebut harus diberi catantan. 8. Untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia, dari sumbersumber publik dan jumlah yang wajar dari pendidikan, kebudayaan dan informasi, sesuai dengan kondisi yang wajar untuk menjamin keamanan dan ketertiban di tempat penahanan atau penjara. 9. Untuk berkomunikasi secara bebas dan dalam kerahasiaan penuh dengan orang yang mengunjungi tempat-tempat penahanan atau penjara. Dan untuk mengawasi ketaatan yang ketat dari hukum dan peraturan, tempat penahanan harus dikunjungi secara teratur

18 oleh orang-orang berkualitas dan berpengalaman ditunjuk dan bertanggung jawab kepada otoritas, di dalam tahanan juga diterapkannya berbagai jenis tindakan disipliner terhadap prilaku orang yang ditahan yang melakukan pelanggaran disiplin yang mana hukuman tersebut ditentukan oleh peraturan sah yang telah dibuat Untuk mengambil proses menurut hukum domestik sebelum adanya keabsahan penahanan untuk memperoleh pembebasan namun apabila terjadi kasus penyiksaan yang kejam dan tidak manusiawi orang yang ditahan berhak membuat permintaan atau keluhan atas pengobatannya kepada pihak yang bertanggung jawab dan apabila selama dalam penahanan terjadi hilangnya orang yang ditahan atau kematian wajib dilakukan penyelidikan oleh peradilan atas penyebab hal tersebut yang mana timbulnya suatu kelalaian atau kerusakan karena suatu tindakan harus diberikan kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh hukum domestic dan untuk menuntut kompensasi atau ganti rugi harus diberikan prosedur dan informasi yang disediakan oleh hukum dalam negeri. Seperti yang kita ketahui mengenai asas equality before the law, orang yang ditahan diduga atau dituduh melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah dan harus

19 diperlakukan seperti itu sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuknya dengan prosedur penangkapan dan penahanan, tahanan harus segera dibawa ke peradilan yang disediakan oleh hukum setelah penangkapannya tanpa penundaan atas keabsahan perlu tidaknya penahanan, orang yang ditahan berdasarkan tuduhan pidana berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan. Prosedur untuk pelaksaan yang efektif dari Standar Minimum Aturan untuk Perlakuan terhadap narapidana Untuk memenuhi standar minimum perlakuan terhadap narapidana ada beberapa prosedur yang harus diterapkan, antara lain : Bagi semua negara yang belum memenuhi standar minimum aturan untuk perlakuan terhadap narapidana harus mengadopsi peraturan ini untuk adaptasi terhadap hukum dan budaya tanpa penyimpangan tujuan dalam aplikasi dan eksekusi sistem peradilan pidana harus tersedia untuk semua orang yang bersangkutan terutama untuk penegak hukum dan personil pemasyarakatan. Tentang pendaftaran masuk dan selama mereka dalam tahanan harus tersedia sebagaimana yang terdapat di dalam peraturan

20 nasional maupun peraturan lain yang mana Negara harus memberikan informasi sejauh mana pelaksanaan dan kemajuan yang dibuat dengan memperhatikan penerapan Peraturan Minimum Standar beserta faktor dan kesulitannya jika ada dan apa yang mempengaruhi pelaksanaannya kepada Sekretaris Jenderal PBB setiap lima tahun, dengan menanggapi Kuesioner Sekretaris Jenderal dan untuk mempermudah penerapan prosedur, Negara harus memberikan Sekretaris Jenderal : (a) Salinan atau abstrak dari semua peraturan hukum dan tindakan administratif tentang penerapan Aturan Standar Minimum untuk orang di bawah penahanan dan ke tempat-tempat dan program penahanan (b) Setiap data statistik yang tersedia dan bahan deskriptif pada program pengobatan, tenaga dan jumlah orang dalam segala bentuk penahanan (c) Setiap informasi lain yang relevan mengenai pelaksanaan dari Peraturan, serta informasi tentang kemungkinan kesulitan dalam aplikasi mereka. Sekretaris Jenderal juga harus menyebarkan Peraturan Standar Minimum dengan menerapkan prosedur ini agar tersedia bagi semua Negara dan antar pemerintah dan non-pemerintah organisasi yang bersangkutan, untuk memastikan sirkulasi terluas yang telah

21 menerapkan prosedur beserta laporan tentang pelaksanaan Peraturan, termasuk ringkasan analisis survei periodik, laporan Komite Pencegahan Kejahatan dan Pengendalian, laporan dipersiapkan untuk Amerika dan harus ada referensi seluas mungkin dari penggunaan teks peraturan di semua program yang relevan, termasuk kegiatan kerja sama teknis dan hal ini harus dipastikan oleh sekretaris jendral. Sebagai bagian dari kerjasama teknis dan program pembangunan PBB harus: (a) Memberi bantuan kepada Pemerintah atas permintaan mereka, dalam mendirikan dan memperkuat komprehensif dan sistem pemasyarakatan yang manusiawi; (b) Meminta layanan dari para ahli dan penasihat regional dan interregional pada pencegahan kejahatan dan peradilan pidana; (c) Menggalakkan seminar nasional dan regional dan pertemuan lain pada tingkat profesional dan non-profesional untuk memajukan penyebaran Standar Minimum Aturan dan prosedur pelaksanaan ini; (d) Memperkuat dukungan substantif untuk riset regional dan pelatihan lembaga dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana yang berkaitan dengan PBB. Selain itu Komite Pencegahan Kejahatan dan Pengendalian wajib membantu Jenderal Majelis, Dewan Ekonomi dan Sosial dan setiap Serikat Bangsa lainnya,badan hak asasi manusia, sebagaimana

22 mestinya, dengan rekomendasi yang berkaitan dengan laporan komisi penyelidikan ad hoc, sehubungan dengan masalah yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaan dari Peraturan Standar Minimum dan tidak ada dalam prosedur pelaksanaan ini dapat dianggap sebagai menghalangi resor di bawah hukum internasional atau ditetapkan oleh badan-badan PBB lainnya. Prinsip Dasar untuk Perlakuan terhadap Narapidana Dalam memeperlakukan narapidana, harus berpedoman dalam prinsip dasar yang berupa : Semua tahanan harus diperlakukan dengan hormat karena martabat mereka dan nilai sebagai manusia. Tidak akan ada diskriminasi atas dasar ras, bahasa, warna, jenis kelamin, agama, pendapat politik atau lainnya, asal nasional atau sosial, kepemilikan, kelahiran atau status lainnya. Untuk menghormati keyakinan agama dan ajaran budaya dari kelompok mana tahanan dalam kondisi lokal. Tanggung jawab penjara atas penahanan tahanan dan untuk perlindungan masyarakat terhadap kejahatan harus dibuat sesuai dengan Negara sosial lainnya tujuan dan tanggung jawab mendasar untuk mempromosikan kesejahteraan dan perkembangan semua anggota masyarakat.

23 Kecuali untuk keterbatasan yang terbukti, semua tahanan akan mempertahankan hak asasi manusia dan fundamental kebebasan yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Semua tahanan memiliki hak untuk ambil bagian dalam kegiatan budaya dan pendidikan yang bertujuan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia. Upaya yang ditujukan kepada penghapusan sel isolasi sebagai hukuman, atau pembatasan penggunaannya. Ketentuan ini dibuat memungkinkan tahanan untuk melakukan pekerjaan yang akan memfasilitasi reintegrasi mereka ke dalam negara pasar tenaga kerja dan mengizinkan mereka untuk berkontribusi pada keuangan mereka sendiri dukungan dan untuk keluarga mereka. Tahanan harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang tersedia di negara ini tanpa diskriminasi atas dasar situasi hukum mereka. Dengan partisipasi dan bantuan dari masyarakat dan lembaga sosial, dan dengan memperhatikan kepentingan korban, kondisi yang menguntungkan harus dibuat untuk reintegrasi mantan tahanan ke dalam masyarakat di bawah kondisi terbaik yang memungkinkan. Prinsip-prinsip di atas harus diterapkan tidak memihak.

24 b. Di luar Kompendium DUHAM Penegakan HAM dalam upaya melindungi hak tersangka atau terdakwa dimuat di dalam beberapa pasal yang terdapat di dalam DUHAM, antara lain : a. Pasal 2 DUHAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. b. Pasal 7 DUHAM menegasakan Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini. (equality before the law) c. Pasal 10 DUHAM menjelaskan Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya. (hak atas peradilan yang fair, independent dan tidak memihak dan hak atas peradilan yang terbuka untuk umum)

25 d. Pasal 11 ayat (1) DUHAM menyatakan Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya. (praduga tak bersalah) ICCPR Dapat diketahui bahwa ICCPR sebagai konvensi internasional yang kini menjadi hukum positif di indonesia memiliki bayak persamaan dengan, ada beberapa ketentuan hak tersangka maupun terdakwa di atur di dalam ICCPR yang telah diakomodasi di dalam, hak hak tersebut antara lain : 1. Hak hak dasar yang harus dihormati Untuk menghormati standar non diskriminasi dapat dikaji dalam artikel 3 dan 26 ICCPR 2. Hak untuk hidup dan bebas dari penyiksaan atau tindakan pemidanaan yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan yang lain : a. Hak untuk hidup Perampasan terhadap hak untuk hidup merupakan pengingkaran utama dari martabat kemanusiaan

26 b. Penyiksaan Walaupun larangan penyiksaan dilarang dalam berbagai instrument internasional dan hukum nasional namun dalam praktek masih sering terjadi maka hal ini diatur di dalam artikel 6, 7 dan 10 ICCPR. 3. Hak atas kebebasan dan hak hak terpidana Penangkapan dan penahanan secara abrtrair merupakan pelanggaran berat terhadap martabat kemanusiaan, mereka yang sejatinya merupakan orang- orang yang menjadi korban penagkapan sewengwenang termasuk perlakuan yang tidak manusiawi di penjara dan hal ini di kaji dalam artikel 9 dan 11 ICCPR. 4. Hak atas fair trial Memberikan jaminan terselenggaranya peradilan yang jujur terhadap semua orang yang dituduh melakukan tindak pidana, landasan fair trial ini terdapat dalam artikel 14 dan 15 ICCPR yang menegaskan eksistensi hak seseorang atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh pengadilan. Dari hak hak diatas yang terdapat di dalam ICCPR, bila diuraikan lebih rinci mengenai hak hak tersangka atau terdakwa, yaitu : a. Pasal 14 ICCPR Ayat (1) : Hak atas peradilan yang fair, independent dan tidak memihak

27 Hak atas peradilan yang terbuka untuk umum Hak persamaan kedudukan di hadapan hukum Ayat (2) : Hak atas presumption of innocence Ayat (3) : Hak untuk diberitahukan tentang sangkaan atau dakwaan terhadapnya (huruf a) Hak untuk menunjuk penasehat hukum dan hak atas waktu cukup untuk mempersiapkan pembelaan (huruf b) Hak untuk diadili seepatnya (huruf c) Hak untuk membela diri secara langsung atau lewat penasehat atas biaya sendiri atau biaya negara (huruf d) Hak untuk diadili dengan kehadirannya (huruf d) Hak untuk menguji pernyataan saksi a de chage di hadapan sidang (huruf d) Hak untuk menghadirkan saksi a de chage di hadapan sidang (huruf e) Hak untuk meminta penerjemah (huruf f) Hak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya atau mengaku bersalah (huruf g) Ayat (5) : Hak atas upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi Ayat (6) : Hak untuk ganti rugi apabila terjadi kesalahan penerapan peradilan

28 Ayat (7) : Hak untuk tidak diadili atas perbuatan yang substansi materinya sama b. Pasal 15 ICCPR Ayat (1) : Hak atas keringanan hukuman manakala terjadi perubahan peraturan yang meringankan Ayat (2) : Hak atas non retro aktif Konvensi Anti Penyiksaan Adanya Konvensi anti penyiksaan adalah untuk melindungi tersangka atau terdakwa dari adanya penyiksaan ataupun dugaan penyiksaan yang dimuat di dalam pasal 1 yang berbunyi Untuk tujuan Konvensi ini, penyiksaan adalah setiap perbuatan dengan mana sakit parah atau penderitaan, apakah fisik atau mental, sengaja ditimpakan pada seseorang untuk tujuan seperti memperoleh darinya atau dari orang ketiga informasi atau pengakuan, menghukumnya atas suatu perbuatan dia atau orang ketiga yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan, atau mengintimidasi atau memaksa dia atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi dalam bentuk apapun, ketika rasa sakit atau penderitaan yang ditimbulkan oleh atau atas hasutan atau dengan persetujuan atau

29 persetujuan dari orang resmi atau umum lainnya yang bertindak dalam kapasitas resmi. Ini tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat atau yang terkait dengan sanksi hukum. B. ANALISIS Pada bagian ini Penulis mencoba melakukan analisis perbandingan antara pengaturan hak-hak tersangka/terdakwa di dalam Kompendium dengan di dalam hukum nasional Indonesia. Analisis terutama akan dilakukan dengan berpijak pada kategorisasi hak-hak tersangka/terdakwa dalam konteks pengaturan baik oleh Kompendium maupun hukum nasional. Apabila diperbandingkan, pengaturan hak-hak tersangka atau terdakwa dalam Kompendium dan hukum nasional bisa dikategorikan menjadi 3 jenis. Pertama, ada hak-hak tersangka atau terdakwa yang sama-sama diatur dalam Kompendium maupun dalam hukum nasional. Kedua, ada pula hak-hak yang hanya diatur dalam Kompendium, tetapi tidak diatur dalam hukum nasional. Ketiga, ada hak-hak yang diatur dalam hukum nasional, namun tidak diatur dalam kompendium. Ketiga kategori tersebut ditampilkan dalam tabel-tabel di bawah ini.

30 Tabel Perbandingan Perlindungan Hak hak Tersangka atau Terdakwa dilihat dari Kompendium dan Hukum Nasional No. Substansi Hak Kompendium Hukum Nasional Keterangan 1. Hak untuk tidak didiskriminasi Prinsip 5 Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Asas equality before the law (persamaan dimuka hukum) 2. Hak untuk diperlakukan secara manusiawi Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Prinsip 6 Pasal 33 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Hak untuk bebas dari penyiksaan 3. Hak untuk diberitahukan alasan penangkapan 4. Hak untuk memilih penasehat hukum 5. Hak untuk diberi informasi dan penjelasan mengenai hak haknya Prinsip 10 Prinsip 11 Prinsip 13 Pasal 59 Pasal 55 Tidak ada 6. Hak untuk memperoleh Prinsip 14 Pasal 53 ayat (1)

31 penerjemah bahasa atau juru bicara 7. Hak untuk meminta memberitahukan keluarganya mengenai tempat ia ditahan Prinsip 16 huruf (a) Pasal Hak untuk berkomunikasi dengan cara yang sesuai dengan konsuler atau misi diplomatik dari Negara asalnya Prinsip 16 huruf (b) Pasal 57 ayat (2) Berlaku bagi orang asing 9. Hak untuk mendapatkan bantuan dari penasehat hukum dan fasilitas yang memadai Prinsip 17 ayat (1) Pasal Hak untuk mendapatkan penasehat hukum secara cuma- cuma Prinsip 17 ayat (2) Pasal Hak untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan penasehat hukumnya Prinsip 18 ayat (1) Pasal 57 ayat (1) 12. Hak untuk diberikan waktu yang memadai dan fasilitas untuk berkonsultasi dengan penasehat hukumnya Prinsip 18 ayat (2) Tidak ada

32 13. Hak untuk dikunjungi oleh kuasa hukumnya dalam kerahasiaan penuh Prinsip 18 ayat (3) Pasal 19 UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat Memberikan hak kepada orang yang ditahan untuk melakukan komunikasi dengan kuasa hukum tanpa di mata matai dan terjaga kerahasiaan dari isi pembicaraannya. 14. Hak untuk dikunjungi anggota keluarga dan harus diberikan cukup kesempatan untuk berkomunikasi dengan dunia luar Prinsip 19 Pasal 60 Pasal 61 Sesuai dengan peraturah yang sah 15. Hak untuk meminta ditahan di tempat penahanan yang dekat dengan tempat tinggalnya Prinsip 20 Tidak ada Dalam peraturan tertulis tidak ada namun dalam prakteknya hak ini memungkinkan untuk diperoleh 16. Hak untuk tidak tunduk pada intrograsi dengan menggunakan ancaman Prinsip 21 ayat (2) Pasal 52 Bebas memberikan keterangan 17. Hak untuk menolak dijadikan eksperimen medis Prinsip 22 Tidak ada 18. Hak untuk mendapatkan Prinsip 24 Pasal 28 H Di dalam hukum nasional tidak ada

33 perawatan dan pengobatan medis secara gratis 19. Hak untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia seperti pendidikan, kebudayaan dan informasi UUD 1945 Prinsip 28 Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi publik pengaturan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan pengobatan medis secara gratis tetapi bisa mengacu pada peraturan khusus yang ada di dalam UUD 1945 secara umum bagi warga negara indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Di dalam pasal 4 UU No. 14 tahun 2008 menyebutkan semua orang berhak memperoleh informasi publik, maka tersangka atau terdakwa pun mempunyai hak tersebut sebagai warga negara sesuai ketentuan undang- undang 20. Hak untuk berkomunikasi secara bebas dan rahasia dengan orang yang mengunjungi tempat penahanan atau penjara Prinsip 29 ayat (2) Tidak ada

34 21. Hak untuk didengar sebelum tindakan disipliner diambil Prinsip 30 ayat (2) Tidak ada Untuk orang yang di tahan atau dipenjarakan selama dalam penahanan 22. Hak untuk menantang keabsahan penahanannya untuk memperoleh pembebasannya 23. Hak untuk membuat permintaan atau keluhan tentang pengobatannya kepada pihak yang bertanggung jawab Prinsip 32 Pasal 67 Hak ini bisa digunakan dengan pemanfaatan upaya hukum baik itu upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa Prinsip 33 Tidak ada Bila keluhan kesehatan akibat kasus penyiksaan kejam dan tidak manusiawi 24. Hak untuk dianggap tidak bersalah sampai ada bukti atas kesalahannya Prinsip 36 ayat (1) Pasal 6 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman Menganut asas praduga tak bersalah Pasal 18 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM 25. Hak untuk segera dihadapkan kemuka sidang pengadilan 26. Hak untuk diadili secepatnya Prinsip 37 Pasal 50 ayat (2) Prinsip 38 Pasal 50 ayat (3)

35 27. Hak atas Non retr aktif Tidak ada Pasal 28 huruf (i) UUD Hak segera mendapatkan pemeriksaan 29. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan 30. Hak mengirim dan menerima surat kepada atau dari penasehat hukum dan keluargannya 31. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan 32. Hak diadiili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum 33. Hak mengusahakan dan mengajukan saksi atau ahli yang menguntungkan baginya 34. Hak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi Tidak ada Pasal 50 ayat (1) Tidak ada Pasal 58 Tidak ada Pasal 62 Tidak ada Pasal 63 Tidak ada Pasal 64 Tidak ada Pasal 65 Tidak ada Pasal 68 Sumber : diolah dari berbagai dokumen atau instrumen hokum

36 a. Tabel Kategori I : Hak tersangka atau terdakwa yang sama sama dijamin di dalam Kompendium dan Hukum nasional No. Substansi Hak Kompendium Hukum Nasional Penjelasan 1. Hak untuk tidak didiskriminasi Prinsip 5 Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Hak ini berlaku dan diterapkan kepada semua orang tanpa membedakan ras, bahasa, warna, jenis kelamin, agama dan status sosial Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman 2. Hak untuk diperlakukan secara manusiawi 3. Hak untuk diberitahukan alasan penagkapan Prinsip 6 Pasal 33 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Prinsip 10 Pasal 59 Hak tidak dikenai penyiksaan atau perlakuan kejam (bebas dari penyiksaan) Hak untuk diberitahukan alasan penangkapan berlaku bagi siapapun yang ditangkap dan wajib memberitahukan tentang

37 4. Hak untuk memilih penasehat hukumnya 5. Hak untuk memperoleh penerjemah bahasa atau juru bicara Prinsip 11 Pasal 55 Prinsip 14 Pasal 53 ayat (1) penahanannya kepada keluarganya Orang yang ditahan mempunyai hak untuk membela diri dengan memilih sendiri penasehat hukumnya Tersangaka atau terdakwa berhak mendapat bantuan juru bicara apabila tidak cukup memahami bahasa yang digunakan 6. Hak untuk meminta memberitahukan keluarganya mengenai tempat ia ditahan Prinsip 16 huruf (a) Pasal 59 Orang yang ditahan berhak memberitahukan keluarganya mengenai tempat ia ditahan dimaksudkan agar dapat meminta bantuan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penagguhannya 7. Hak untuk berkomunikasi dengan cara yang sesuai dengan konsuler atau misi diplomatik dari negara asalnya Prinsip 16 huruf (b) Pasal 57 ayat (2) Bagi tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing juga berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dengan cara yang sesuai dengan konsuler dan

38 misi diplomatik 8. Hak untuk mendapatkan bantuan dari penasehat hukum dan fasilitas yang memadai Prinsip 17 ayat (1) Pasal 54 Orang yang ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum guna untuk kepentingan pembelaannya pada setiap tingkat pemeriksaan 9. Hak untuk mendapatkan penasehat hukum secara cuma - cuma Prinsip 17 ayat (2) Pasal 56 Bila orang yang ditahan tidak mempunyai pilihan penasehat hukumnya maka ia berhak untuk mendapatkan penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan akan memberikan bantuannya secara cuma - cuma 10. Hak untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan penasehat hukumnya prinsip 18 ayat (1) Pasal 57 ayat (1) 11. Hak untuk dikunjungi oleh kuasa hukumnya dalam kerahasiaan penuh Prinsip 18 ayat (3) Pasal 19 UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dan berhak atas kerahasiaan penuh 12. Hak untuk dikunjungi anggota keluarga dan kesempatan cukup untuk berkomunikasi Prinsip 19 Pasal 60 Pasal 61

39 dengan dunia luar 13. Hak untuk tidak tunduk pada intrograsi dengan menggunakan ancaman Prinsip 21 ayat (2) Pasal 52 Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk memberikan keterangan secara bebas dan tidak memaksa untuk mengaku dengan menggunakan ancaman ataupun kekerasan 14. Hak untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan medis secara gratis Prinsip 24 Pasal 28 H UUD 1945 Tahanan ditawarkan Pemeriksaan medis beserta perawatan dan pengobatan bila diperlukan dan diberikan secara gratis Dalam Pasal 28 H UUD 1945, hanya menyebutkan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan hal ini ditujukan untuk warga negara dan tidak khusus mengacu terhadap tersangka atau terdakwa (namun tidak ada penekanan apakah diberikan secara gratis atau tidak)

40 15. Hak untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia Prinsip 28 Pasal 4 ayat (1) dan (2) Orang yang ditahan berhak mendapatkan pendidikan beserta informasi publik dan kebudayaan dengan kondisi yang wajar 16. Hak untuk menentang keabsahan penahanan untuk memperoleh pembebasannya Prinsip 32 Pasal 67 Di dalam pasal 4 UU No. 14 tahun 2008 menyebutkan semua orang berhak memperoleh informasi publik, maka tersangka atau terdakwa pun mempunyai hak tsb sebagai warga negara sesuai ketentuan undangundang Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk memanfaatkan upaya hukum biasa (banding dan kasasi) atau upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) dengan proses yang sederhana, cepat dan tanpa biaya 17. Hak untuk dianggap tidak bersalah sampai ada bukti atas kesalahannya Prinsip 36 ayat (1) Pasal 6 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Hak ini berpedoman kepada asas praduga tak bersalah

41 18. Hak untuk segera dihadapkan kemuka sidang pengadilan 19. Hak untuk diadili secepatnya Pasal 18 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Prinsip 37 Pasal 50 ayat (2) Prinsip 38 Pasal 50 ayat (3) Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk segera dihadapkan kemuka sidang pengadilan dengan maksud tidak berlama- lama di dalam tahanan Dimaksudkan agar segera diadili dalam jangka waktu yang wajar dan tidak ditunda terus menerus Sumber : diolah dari berbagai dokumen atau instrumen hukum. Untuk hak-hak yang diatur baik dalam Kompendium maupun dalam hukum nasional, tidak dapat dikatakan bahwa pengaturan keduanya identik. Ada hak-hak tertentu yang meskipun diatur dalam Kompendium maupun dalam hukum nasional ternyata memiliki keluasan pengaturan yang berbeda. Hak-hak tersebut diuraikan di bawah ini:

42 1. Hak tersangka atau terdakwa untuk meminta memberitahukan keluarganya mengenai tempat ia ditahan Kompendium prinsip 16 huruf (a) hanya memberikan hak untuk memberitahukan keluarga tersangka atau terdakwa tentang penahanannya sedangkan di dalam pasal 59 hak untuk memberitahukan keluarga tentang penahanan tersangka atau terdakwa dilihat sebagai suatu kewajiban oleh pejabat yang berwenang karena wajib memberitahukan penahanan tersangka tidak hanya kepada keluarga tetapi juga kepada orang lain yang serumah dengan tersangka atau orang yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka. 2. Hak untuk mendapatkan bantuan dari penasehat hukum dan fasilitas yang memadai Kompendium prinsip 17 ayat (1) selain memberikan hak untuk mendapatkan bantuan dari penasehat hukum, tersangka atau terdakwa akan diberitahu tentang haknya oleh pejabat yang berwenang serta diberikan fasilitas yang memadai sedangkan pasal 54 hanya memberikan hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum tanpa mengatur tentang memberitahukan tentang hak tersangka atau terdakwa dan memberikan fasilitas yang memadai kepada tersangka atau terdakwa.

43 3. Hak untuk mendapatkan penasehat hukum secara cuma cuma Kompendium prinsip 17 ayat (2) memberikan hak untuk memiliki penasihat hukum yang diberikan kepadanya jika ia tidak memiliki penasihat hukum pilihan sendiri karena tidak mampu membayar penasehat hukum sedangkan pasal 56 mengatur lebih rinci mengenai tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati atau pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum wajib diberikan penasehat hukum yang bantuannya secara cuma cuma. 4. Hak untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan medis secara gratis Di dalam Kompendium prinsip 24 adanya penawaran pemeriksaan medis beserta perawatan dan pengobatan bila diperlukan dan diberikan secara gratis kepada tersangka atau terdakwa sedangkan di dalam hukum nasional tidak ada pengaturan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan pengobatan medis secara gratis tetapi bisa mengacu pada peraturan khusus yang ada di dalam pasal 28 H UUD 1945 secara umum bagi warga negara indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

44 5. Hak untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia Di dalam kompendium prinsip 28 memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia dari sumber-sumber publik dalam jumlah yang wajar dari pendidikan, kebudayaan dan informasi sesuai dengan kondisi yang wajar sedangkan di dalam hukum nasional yang terdapat pada pasal 4 UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik menyebutkan semua orang berhak memperoleh informasi publik, maka tersangka atau terdakwa pun mempunyai hak tersebutb sebagai warga negara sesuai ketentuan undang- undang. 6. Hak untuk dikunjungi oleh kuasa hukumnya dalam kerahasiaan penuh Prinsip 18 ayat (3) di dalam Kompendium menegaskan orang yang ditahan mempunyai hak untuk berkonsultasi dan berkomunikasi, tanpa penundaan atau sensor dan dalam kerahasiaan penuh, dengan kuasa hukumnya sedangkan pasal

45 19 ayat (1) dan (2) UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat menjelaskan bahwa Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya dan Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien serta perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat yang membedakan antara pengaturan di dalam kompendium dan UU No 19 tahun 2003 tentang Advokat ialah kompendium menerapkan hak dikunjungi kuasa hukum dalam kerahasiaan penuh dimiliki oleh orang yang ditahan dalam hal ini tersangka atau terdakwa sedangan pasal 19 UU Advokat memberikan hak atas kerahasian yang diketahui dari klien ( tersangka atau terdakwa) lebih bersifat menjadi hak dari kuasa hukum bukan hak dari tersangka atau terdakwa walaupun demikian UU advokat secara tidak langsung telah melindungi hak tersangka atau terdakwa untuk dikunjungi kuasa hukumnya dalam kerahasian penuh. b. Tabel Kategori II : Hak tersangka atau terdakwa yang dijamin di dalam Kompendium tetapi tidak dijamin di dalam Hukum nasional No. Substansi Hak Kompendium Hukum Nasional Penjelasan 1. Hak untuk diberi informasi dan penjelasan mengenai Prinsip 13 Tidak ada Pada saat penagkapan, penahanan atau

46 hak haknya pemenjaraan orang tersebut berhak diberitahukan mengenai hak haknya agar dapat dimanfaatkan 2. Hak untuk diberikan waktu yang memadai dan fasilitas untuk berkonsultasi dengan penasehat hukumnya Prinsip 18 ayat (2) Tidak ada Yang dimaksud waktu yang memadai adalah waktu yang cukup untuk dapat berkonsultasi dengan kuasa hukumnya tanpa harus terburuburu dan fasilitas yang dimaksud disini adalah ruangan yang layak dipergunakan untuk berkonsultasi. 3. Hak untuk meminta di tahan di tempat penahanan yang dekat dengan tempat tinggalnya 4. Hak untuk menolak dijadikan eksperimen medis Prinsip 20 Tidak ada Di dalam substansi hak ini tidak nyata tertulis dalam peraturan perundangan hukum nasional akan tetapi dalam prakteknya hak ini ada Prinsip 22 Tidak ada Orang yang ditahan mempunyai hak untuk menolak dijadikan ekperimen terhadap dirinya bila hal itu bisa merusak kesehatannya baik itu ekperimen medis ataupun ilmiah.

47 5. Hak untuk didengar sebelum tindakan disipliner diambil Prinsip 30 ayat (2) Tidak ada Untuk orang yang di tahan atau dipenjarakan selama dalam penahanan menimbulkan terjadinya pelanggaran disiplin 6. Hak untuk membuat permintaan atau keluhan tentang pengobatan kepada pihak yang bertanggung jawab apabila mengalami penyiksaan Prinsip 33 Tidak ada Tersangka atau terdakwa berhak membuat keluhan bila keluhan kesehatan tersebut akibat kasus penyiksaan kejam dan tidak manusiawi Sumber : diolah dari berbagai dokumen atau instrumen hukum Berdasarkan tabel diatas adanya substansi hak tersangka atau terdakwa yang hanya diatur di dalam Kompendium saja namun ada substansi hak tersangka atau terdakwa yang di dalam hukum nasional substansi hak ini tidak nyata tertulis dalam peraturan perundangan hukum nasional akan tetapi dalam prakteknya hak ini ada yaitu Hak untuk meminta di tahan di tempat penahanan yang dekat dengan tempat tinggalnya.

48 c. Tabel Kategori III : Hak tersangka atau terdakwa yang tidak dijamin di dalam Kompendium tetapi di jamin di dalam Hukum nasional No. Substansi Hak Kompendium Hukum Nasional Penjelasan 1. Hak segera mendapatkan pemeriksaan 2. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan 3. Hak mengirim dan menerima surat kepada atau dari penasehat hukum dan keluarganya 4. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan Tidak ada Pasal 50 ayat (1) Tidak ada Pasal 58 Tidak ada Pasal 62 Tidak ada Pasal 63 Apabila tersangka atau terdakwa sakit maka mempunyai hak untuk dikunjungi dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatannya Tersangka atau terdakwa mempunyai hak dalam hal surat menyurat yang tidak harus diperiksa oleh penyidik kecuali terdapat cukup alasan surat menyurat tersebut disalahgunakan Tersangka atau terdakwa di berikan hak untuk mendapatkan ketenanganan rohaninya dengan

49 5. Hak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum 6. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau ahli yang menguntungkan baginya 7. Hak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi Tidak ada Pasal 64 Tidak ada Pasal 65 Tidak ada Pasal 68 menerima kunjungan rohaniawan Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk diadili di sidang yang terbuka untuk umum dengan maksud agar dapat di lihatnya proses persidangan oleh keluarganya Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk mendapatkan keuntungan yang dapat meringankan atau membebaskannya dari hukuman dengan memanfaatkan haknya untuk mengajukan saksi a de charge Tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan ganti rugi atau rehabilitasi terhadap dirinya apabila terjadi kesalahan dalam penangkapan, penyidikan, penyelidikan maupun dalam

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, bersumber pada asas

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, bersumber pada asas BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, bersumber pada asas praduga tak bersalah maka jelas dan sewajarnya bila tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak semakin berkurang, walaupun usaha untuk mengurangi sudah dilakukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk menekan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights. Pada saat ini hak-hak asasi

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Tentang Tersangka 1. Pengertian Tersangka Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG Lembar Fakta No. 26 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia Tak seorang pun bisa ditangkap, ditahan, dan diasingkan secara sewenang-wenang. Deklarasi Universal

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA Sapto Budoyo* Abstrak. Prinsip-prinsip dasar yang melandasi eksistensi bantuan hukum di Indonesia secara yuridis konstitusional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Hak atas kemerdekaan, keamanan dan juga hak untuk memperoleh keadilan merupakan hak asasi bagi setiap orang sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK-HAK TERDAKWA DALAM PERADILAN IN ABSENTIA TINDAK PIDANA TERORISME DITINJAU DARI FIQH AL-MURA>FA A>T DAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2003 A. Analisis Perlindungan Hak-Hak

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud 15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP Oleh : Supriyadi W. Eddyono ICJR Pada prinsipnya, segala bentuk tindakan atau upaya paksa yang mencabut atau membatasi kebebasan merupakan tindakan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci