SEMANTIK BAHASA INDONESIA. Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEMANTIK BAHASA INDONESIA. Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A"

Transkripsi

1 diktat kuliah SEMANTIK BAHASA INDONESIA Khusus Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Bahasa Daerah FKIP Universitas Muhammadiyah Jember FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2012

2 diktat kuliah SEMANTIK BAHASA INDONESIA Khusus Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Bahasa Daerah FKIP Universitas Muhammadiyah Jember FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2012

3 HALAMAN PENGESAHAN Diktat dengan materi pokok Semantik Bahasa Indonesia yang ditulis oleh: 1. Nama Lengkap : 2. NPK/NBM : / - 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Tempat, Tanggal Lahir : Jember, 10 Januari Golongan Pangkat : - 6. Jabatan Fungsional : - 7. Jabatan Struktural : Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia 8. Fakultas : KIP/ Pendidikan Bahasa Indonesia 9. Alamat Rumah : Jl. Sumatera XV/40 Jember 10. Alamat Kantor : Jl. Karimata No. 49 Jember Diktat mata kuliah Semantik Bahasa Indonesia ini telah diperiksa dan diteliti oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember. Diktat tersebut layak dan sah digunakan dalam kegiatan pembelajaran di lingkungan Universitas Muhammadiyah Jember khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Jember, 08 Oktober 2012 Mengetahui, Dekan, Penyusun, Drs. Moch. Zaki Hasan, M.Si Astri Widyaruli A., S.S., M.A NIDN NIDN

4 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta nikmat Nya. Penulis sangat berbahagia dapat menyelesaikan diktat kuliah sederhana ini. Diktat kuliah ini berjudul Semantik Bahasa Indonesia. Diktat ini khusus untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Bahasa Daerah FKIP UNMUH Jember, sebagai panduan dalam mengikuti perkuliahan mata kuliah Semantik Bahasa Indonesia. Diktat ini terdiri dari sepuluh bab, yaitu: (a) bab I: Pengenalan Semantik, (b) bab II: Hakikat Makna, (c) bab III: Ragam Makna, (d) bab IV: Makna, (e) bab V: Relasi Makna, (f) bab VI: Perubahan Makna, (g) bab VII: Medan Makna dan Komponen Makna, (h) bab VIII: Majas, (i) bab IX: Peribahasa, (j) bab X: Kosakata Dasar. Diktat ini ditulis sederhana, baik materi, sistematika, kedalaman, maupun keluasannya. Karena itu, penulis berharap agar mahasiswa mengembangkan materi yang ada di dalamnya dengan membaca atau menelaah literature lain yang berhubungan. Penulis lebih menekankan pada materi buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia milik Abdul Chaer, karena dirasakan lebih mudah untuk dipahami. Sesuai dengan fungsinya, diktat ini diharapkan benar-benar dapat memandu mahasiswa memahami program pembelajaran pada mata kuliah Semantik Bahasa Indonesia. Mengingat kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan di dalam diktat ini, penulis berharap ada koreksi, kritik, dan saran dari mahasiswa atau pembaca diktat ini. Penulis berharap semoga diktat ini bermanfaat. Terima kasih.

5 Jember, 08 Oktober 2012 Penulis PENILAIAN TERHADAP DIKTAT 1. IDENTITAS a. Nama : b. Judul Diktat : Semantik Bahasa Indonesia c. Mata Kuliah : Semantik Bahasa Indonesia d. Kelas Program : V / Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Bahasa Daerah e. Semester : Ganjil f. Tahun Pelajaran : PEMBERI NILAI a. Nama : Yerry Mijianti, M.Pd b. Jabatan : Kaprodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Bahasa Daerah c. Alamat : Jl. S. Parman X/69 Jember d. Tanggal : 08 Oktober KOMPONEN PENILAIAN NO KOMPONEN PENILAIAN A TOPOGRAFI / TAMPILAN 1 Cover depan 2 Cover belakang / kulit buku 3 Tipografi / penampilan buku SKALA NILAI B BAGIAN AWAL 1 Halaman Judul 2 Informasi publikasi 3 Halaman persembahan 4 Kata Pengantar 5 Daftar Isi 6 Kata Sambutan 7 Lain-lain C BAGIAN ISI 1 Sistematika Unit / Bab 2 Judul bab / pelajaran / unit

6 a. Tema b. Informasi tentang KD dan indicator / tujuan c. Subbab / Judul Materi d. Uraian Materi e. Latihan / Tugas f. Uji Kompetensi / Ujian Blok g. Cakupan dan pengembangan materi h. Teknik penyajian materi i. Penggunaan bahasa j. Ilustrasi pendukung k. Keragaman uji kompetensi l. Soal-soal uji kompetensi m. Kegrafikan n. Ukuran buku / kertas o. Variasi / Ukuran huruf dan bentuk huruf p. Tata letak (numeralisasi) q. Penomoran / numeralisasi r. Kerapian Pengetikan D BAGIAN AKHIR 1 Daftar Pustaka 2 Indeks 3 Glosarium 4 Lain-lain JUMLAH NILAI KELEBIHAN : Isi materi telah sesuai dengan deskripsi mata kuliah. -KEKURANGAN : Problematika makna bahasa Indonesia dan pemecahannya belum muncul secara terfokus. Jember, 08 Oktober 2012

7 Yerry Mijianti, M.Pd DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i SILABUS PEMBELAJARAN.. ii HALAMAN PENGESAHAN. iii KATA PENGANTAR iv PENILAIAN TERHADAP DIKTAT v DAFTAR ISI... vi BAB I. PENGENALAN SEMANTIK Semantik dan Semiotika Kedudukan Semantik dalam Semiotika Ruang Lingkup Semantik Objek Semantik. 7 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI BAB II. HAKIKAT MAKNA Hakikat Makna Batasan Makna Penamaan dan Pendefinisian.. 14 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 16 BAB III. RAGAM MAKNA Hakikat Ragam Makna Berdasarkan Jenis Semantiknya Berdasarkan Ada Tidaknya Referen Pada Sebuah Kata atau Leksem Berdasarkan Nilai Rasa Berdasarkan Ketepatan Makna Berdasarkan Ada atau Tidaknya Hubungan Makna Berdasarkan Bisa atau Tidaknya Diramalkan atau Ditelusuri Makna Kias

8 3.2 Pendapat Lain Mengenai Penjenisan Makna 24 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 25 BAB IV. MAKNA Sinonim Antonim Hiponim dan Hipernim.. 31 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 33 BAB V. RELASI MAKNA Denotatif dan Konotatif Polisemi Homonim, Homofon, Homograf Redudansi Ambiguitas.. 39 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 40 BAB VI. PERUBAHAN MAKNA Faktor dan Penyebab Perubahan Makna Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi Perkembangan Sosial dan Budaya Perbedaan Bidang Pemakaian Adanya Asosiasi Pertukaran Tanggapan Indera Perbedaan Tanggapan Adanya Penyingkatan Proses Gramatikal Pengembangan Istilah Jenis Perubahan Makna Meluas Menyempit Perubahan Total Penghalusan (Ufemia) Pengasaran.. 46 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 47 BAB VII. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA Medan Makna Komponen Makna.. 50

9 7.3 Kesesuaian Struktur dan Semantik 54 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 56 BAB VIII. MAJAS Ragam Majas Segi Nonbahasa Segi Bahasa Majas Perbandingan Majas Perumpamaan (Simile) Majas Kiasan Majas Penginsanan Personifikasi Majas Sindiran Majas Antitesis Majas Pertentangan Majas Hiperbola Majas Litotes Majas Ironi Majas Oksimoron Majas Paronomosia Majas Paralipsis Majas Zeugma dan Silepsis Majas Pertautan Majas Metonimia Majas Sinekdoke Majas Alusi Majas Eufemisme Majas Elipsis Majas Inversi Majas Gradasi Majas Perulangan Majas Aliterasi Majas Antaraklasis Majas Kiasmus Majas Repetisi. 65 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 65 BAB IX. PERIBAHASA Pepatah Perumpamaan Ungkapan 67 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 67 BAB X. KOSAKATA DASAR Istilah Kekerabatan 69

10 10.2 Nama-Nama Bagian Tubuh Benda-Benda Universal 72 LATIHAN PEMAHAMAN MATERI. 73 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENGENALAN SEMANTIK 1.1 Semantik dan Semiotika Kata semantic berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). Semantik pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2). Seperti halnya tataran analisis bahasa lainnya, analisis semantik sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Pengalaman menunjukkan bahwa tiap bahasa memiliki caranya sendiri-sendiri dalam pembentukan makna tiap katanya. Kata bahasa Indonesia ikan misalnya menunjuk sejenis binatang yang hidup di air. Tetapi iwak dalam bahasa Jawa, kecuali mengandung makna ikan juga berarti daging yang dipergunakan untuk lauk. Bahkan semua jenis lauk pauk seperti tahu atau kerupuk juga sering disebut iwak. Lyons (1977) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda. Berkaitan dengan ilmu tanda, maka dalam subbab ini akan dibicarakan tentang: (a) pertandaan, dan (b) simbol, ikon, indeks, dan simton (gejala). (a) Pertandaan

11 Ogden dan Richard (1923:23) membedakan simbol sebagai tanda yang digunakan orang untuk komunikasi dengan orang lain, sedangkan Piercce (1960:104) juga membicarakan simbol sebagai bagian atau subklas dari tanda, dan Miller juga sependapat dengan Pierce. Namun, Morris mengatakan bahwa sebuah simbol adalah sebuah tanda yang bertindak sebagai pengganti beberapa tanda yang lain dengan persesuaian. Selanjutnya, Buhler mengatakan bahwa semua tanda bukan berarti simbol. Dia mengatakan ujaran sebagai suatu gejala dari apa yang ada dalam pikiran pembaca. Simbol diartikan sebuah sinyal bagi pendengar. Whilst Cherry (1957:7) memakai tanda untuk rangkaian fisik yang digunakan dalam komunikasi dan menggunakan simbol untuk keagamaan, kebudayaan yang hanya dapat diartikan dalam konteks sejarah tertentu. Tanda mempunyai dua aspek, yaitu penanda (signife, signifiant) dan pertanda (signified, signifie). Penanda adalah bentuk formal tanda itu, yang dalam bahasa berupa satuan bunyi atau huruf dalam bahasa tulis, sedangkan pertanda (signified) adalah artinya, yaitu apa yang ditandai oleh penandanya itu. Ogden dan Richards juga mengilustrasikan signifikasi secara umum sebagai suatu hubungan segitiga yang dianalisis ke dalam hubungan dua bagian dasar dan suatu derivatif. Kemudian, oleh penulis semantik mempresentasikan dengan suatu alat diagram berbentuk segitiga. B A.. C Kita gunakan tanda A sebagai kata atau tanda, B sebagai konsep atau makna, dan C sebagai signifikatum atau referen. Tanda A misalkan kita memiliki konsep kata rumah, tanda B yaitu makna dari rumah yaitu dapat berarti sebuah bangunan yang digunakan oleh manusia sebagai tempat tinggal dalam waktu lama. Tanda C berarti bentuk rumah, dapat dikonsepkan yaitu bangunan yang memiliki jendela, pintu, atap, dinding, dan sebagainya.

12 Semantik menitikberatkan pada tanda B yaitu makna yang tentu saja memperhatikan rujukan atau acuan dan bentuk atau lambang. Rujukan boleh saja konkret, boleh juga abstrak. Lambang yang acuannya rumah bersifat konkret, oleh karena itu maknanya mudah dijabarkan, sedangkan lambang berupa demokrasi, iman, likuidasi, nuansa, zat, acuannya bersifat abstrak, oleh karena itu maknanya sulit dirinci. (b) Simbol, Ikon, dan Indeks Definisi simbol didasarkan atas kearbriterian hubungan antara tanda dan signifikasinya. Sausure menyebut bahwa kearbriteran tanda linguistik ini merupakan salah satu prinsip yang paling mendasar dan sebagian besar para ahli bahasa mengikutinya. Simbol adalah tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan adanya hubungan alamiah; hubungan arbriter (semau-maunya) berdasarkan konvensi. Misalnya, kata ibu (penanda) menandai orang yang melahirkan kita, dalam bahasa Inggris mother, dalam bahasa Perancis ia mere, dan sebagainya. Sebagian besar tanda bahasa merupakan simbol. Hubungan antara penanda dan pertanda bersifat konvensional, yaitu artinya ditentukan oleh konvensi atau kesepakatan. Arti dari istilah arbriter dapat dijelaskan secara umum dengan suatu contoh: dalam bahasa Inggris kata tree (pohon) dalam bahasa Jerman baum, bahasa Perancis arbre. Tiap kata-kata itu dianggap mempunyai signifikasi yang sama, kata itu digunakan untuk mengacu pada objek yang sama. Ketiga kata tersebut sangat berbeda dalam bentuknya dan tidak ada satu kata pun yang secara natural menandakan pohon, baik tulisan maupun ucapannya tidak mewakili ciri dari bendanya. Sebaliknya kata cuckoo dalam bahasa Inggris, kuckuc bahasa Jerman, coucou dalam bahasa Perancis, dalam ucapannya secara natural menunjukkan karakteristik spesies burung, bentuk itu disebut anamatope. Sausurre menyatakan bahwa kearbriteran tanda linguistik dan anamatope hanya bagian kecil bentuk kata dari sistem bahasa. Istilah Pierce untuk non-arbriter adalah ikon. Ikon adalah suatu tanda yang memiliki karakter berarti. Simbol adalah suatu tanda yang akan hilang karakter

13 tandanya, jika tidak diinterpretasikan. Dalam teorinya, Pierce terdapat pengaruh mental yang dihasilkan oleh tanda dalam segitiga signifikasi. Kearbritertan simbol kontras dengan ikonik. Ikon adalah tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan ada hubungan yang bersifat alamiah, yaitu penanda sama dengan petandanya, misalnya gambar, potret, atau patung. Gambar rumah (penanda) sama dengan rumah yang sesungguhnya (Djoko Pradopo, 1998:1). Menurut Sudaryanto (1993:11;1996:10), ikon yang merupakan tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan ada hubungan yang bersifat alamiah tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ikon yang menonjolkan aspek kualitas dan ikon yang menonjolkan aspek kuantitas. Kata ikonik yang menonjolkan aspek kualitas, contohnya dalam bahasa Jawa, bunyi c e c a k yang bermakna cecak, tekek yang bermakna tokek, sedangkan kata ikonik yang menonjolkan aspek kuantitas, seperti dalam bahasa Jawa kata ditutupi jelas memiliki jumlah makna yang lebih banyak daripada kata ditutup. Hal itu mengisyaratkan bahwa kata yang lebih panjang ternyata menyatakan makna yang lebih banyak pula. Indeks adalah suatu tanda yang akan kehilangan karakternya bila objeknya berpindah, tetapi tanda itu tidak akan kehilangan karakternya, bila tidak terinterpretasikan. Pierce menyatakan dalam ilustrasinya bahwa suatu bentuk yang di dalamnya terdapat inti. Selanjutnya, Abercombie memakai istilah indicate yang berarti tanda yang mengungkapkan karakter penulis atau pembicara, sedangkan indexical itu adanya hubungan antara A dan C. Misalnya, ketika kita mengatakan asap berarti ada api, dan kata-kata kotor menunjukkan orang mabuk, sehingga asap dan kata-kata kotor itu termasuk indeks. Ciri indeks berhubungan dengan anggota kelompok sosial tertentu, misalnya umur, jenis kelamin. Indeks adalah tanda yang penanda dan pertandanya menunjukan adanya hubungan alamiah yang bersifat kausalitas, misalnya asap menandai api, mendung menandai kalau di langit ada mendung sebagai petanda kalau ada hujan. Dalam indeks tercakup istilah simton (gejala). Penggunaan istilah simton (gejala) ini dapat diamati yang berhubungan dengan arti yang di dalamnya digunakan dalam ilmu kedokteran, seperti pernyataan dalam bidang kesehatan, misalnya penderitaan radang pada pangkal tenggorokan. Selanjutnya, beberapa informasi

14 memberikan tanda yang berupa gejala bagi penerima bahwa pembicara berada dalam pernyataan tertentu. Apakah itu pernyataan sebuah pernyataan emosional (ketakutan, kemarahan, dorongan seksual), atau pernyataan kegembiraan atau apa pun akan dideskripsikan sebagai gejala dari pernyataan itu. Di dalam banyak kasus tidak semua pendapat, pernyataan yang merupakan suatu gejala dapat dimengerti atau dapat diterima. Buhler berpendapat bahwa setiap ungkapan adalah sebuah gejala bagi penerima dari apa yang pengirim pikirkan. Contoh lain simton (gejala), misalnya suhu panas orang sakit tidak menunjukkan penyakit tertentu. Suhu panas itu hanya menunjukkan bahwa orang itu sakit, tetapi apakah sakit malaria, tifus, atau influenza belum jelas. Sebab semua penyakit mesti diikuti oleh suhu panas badan. 1.2 Kedudukan Semantik dalam Semiotika Unsur bahasa yang disebut kata yang sering didengar atau dibaca disebut lambang (symbol). Lambang dalam semiotik biasa disebut tanda (sign). Oleh karena lambang memiliki beban yang disebut makna dan makna merupakan objek semantik, sedangkan lambang itu sendiri disebut tanda dalam semiotik, maka ada alasan untuk membicarakan kedudukan semantik dalam semiotik. Sebuah ambulans yang meluncur di jalan raya yang membunyikan sirine dengan lampu merah berputar-putar, menandakan ada orang celaka yang dilarikan ke rumah sakit. Tafsiran tanda ini berbeda jika sirine itu berasal dari mobil polisi yang melaju di depan rombongan pembesar, karena sirine itu menandakan bahwa ada pembesar yang lewat, maka pengguna jalan harap menepi. Sirine yang disertai lampu merah berputar-putar berbeda tafsirannya jika hal itu berasal dari mobil pemadam kebakaran. Orang yang melihat langit mendung pasti menafsirkan dalam waktu tidak lama akan turun hujan, karena itu sekurang-kurangnya ia akan membawa payung jika akan bepergian. Orang yang melihat air sungai keruh akan menafsirkan di hulu telah turun hujan, dan jika mendengar ayam jantan berkokok bersahut-sahutan pada waktu malam itu menandakan bahwa fajar telah tiba.

15 Jika seseorang bertemu dengan seorang anggota TNI, ia sudah dapat memastikan pangkat anggota TNI tersebut dengan cara melihat tanda pangkat yang terdapat di lengan baju atau yang terdapat di bahu. Jika di pundak terlihat bintang melekat di logam berwarna kuning menandakan bahwa anggota TNI itu sudah perwira tinggi. Rupanya lambang bintang menandakan sesuatu sudah pada taraf tinggi, ingat saja hotel bintang 1, hotel bintang 5, dan seterusnya. Pada masyarakat luas, apa yang dipaparkan di depan diganti dengan lambang, apakah kata atau kalimat, dan pada keadaan tertentu lambang-lambang ini dikembalikan lagi kepada tanda-tanda yang secara konvensional dipahami maknanya dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 1.3 Ruang Lingkup Semantik Objek semantik adalah makna. Telah diketahui pula bahwa suatu ilmu memiliki lingkupan yang menjadi kajiannya. Lingkupan kajian inilah yang biasanya digunakan sebagai kriteria untuk menentukan, apakah suatu ilmu dapat disebut ilmu pengetahuan atau tidak. Hal yang sama berlaku pula dalam semantik. Semantik sebagai subdisiplin linguistik melingkupi kajian yang dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. 1. Apakah pengertian semantik? 2. Apakah objek pembahasan semantik? 3. Berapa jeniskah semantik itu? 4. Bagaimanakah kedudukan semantik dalam semiotik? 5. Bagaimanakah hubungan semantik dengan disiplin ilmu yang lain? 6. Oleh karena semantik berobjekan makna, apakah pengertian makna? 7. Manakah jenis-jenis makna? 8. Bagaimanakah perubahan (yang meliputi penggantian, perluasan, pembatasan, pergeseran makna)? 9. Pada tingkat mana pembahasan makna itu? 10. Bagaimanakah hubungan makna dalam gaya bahasa, peribahasa, dan ungkapan?

16 11. Hal-hal apa yang tersangkut dalam soal makna? Misalnya yang berhubungan dengan antonim, hiponim, homonim, polisemi, sinonim, dan medan makna? 12. Bagaimanakah caranya menganalisis makna? 13. Bagaimanakah makna menampakkan diri dalam bentuk kata dengan segala persoalannya? 14. Bagaimanakah makna yang muncul akibat kata diujarkan dalam bentuk yang lebih besar? Dengan menelaah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dapatlah ditentukan dari mana dan di mana persoalan semantik itu dibahas. Tentu saja semantik yang dibahas bersifat umum. Jika semantik itu membahas semantik bahasa tertentu, maka dapat saja orang mengatakan semantik bahasa Jawa, semantik bahasa Jerman, semantik bahasa Perancis, semantik bahasa Sangir (Mansoer Pateda, 2010: 21-22). 1.4 Objek Semantik Penjelasan gambar di atas:

17 Jika objek kajian semantiknya adalah makna-makna gramatikal, maka jenis semantik ini disebut Semantik Gramatikal. Jenis semantik ini mengkaji satuan-satuan gramatikal yang terdiri atas sintaksis dan morfologi. Konteks morfologi: Kata sepatu akan memiliki makna yang berbeda setelah mengalami proses morfologis, misalnya dengan afiksasi menjadi bersepatu. Konteks sintaksis: - Di kebun binatang ada enam ekor beruang. - Hanya orang yang beruang yang dapat membeli rumah itu. Perbedaan makna beruang pada kalimat pertama dan kedua itu terjadi karena adanya perbedaan konteks kalimat yang dimasuki kata-kata tersebut. - Pada fonologi tidak ada semantiknya, atau dengan kata lain fonologi tidak termasuk dalam jenis-jenis semantik karena fonologi hanya mampu membedakan makna kata dengan perbedaan bunyi. Jika objek kajian semantiknya leksikon (kosa kata) dari suatu bahasa, maka jenis semantiknya dinamakan Semantik Leksikal. Kajian semantik leksikal ini adalah makna utuh yang terdapat pada masing-masing leksikon tanpa terpengaruh proses apapun (proses morfologi maupun sintaksis). Dikatakan Semantik Wacana kalau objek kajiannya adalah wacana. Tugas jenis semantik ini adalah mengkaji makna wacana. Pemaknaan suatu wacana tidak terlepas dari pola berpikir yang runtut dan logis. Jika semantik dilihat dari tataran linguistik akan terlihat sebagai berikut. Wacana makna wacana Sintaksis makna gramatikal

18 Morfologi Morfofonologi Fonologi Semantik makna leksikal mempengaruhi perubahan makna satuannya membedakan makna objeknya makna Berdasarkan skema ini terdapat titik-titik (.) di antara semantik dan satuan yang lain. Maksudnya tidak ada kaitan antara acuan, lambang, dan makna. Kalau kita perhatikan sebuah bentuk, apakah kata frase, klausa, atau kalimat sebenarnya terdiri dari dua lapis, yakni lapis bentuk dan lapis makna. Untuk membedakannya diambil bentuk misalnya: Meja Meja tulis Meja tulis kepunyaan ayah Meja tulis kepunyaan ayah dan sekarang sudah rusak. Setiap bentuk dari urutan di atas (kecuali bentuk pertama), pasti kita ketahui maknanya. Dengan demikian, ada makna yang muncul pada tataran morfologi, di sini bentuk meja dan meja tulis, dan ada yang muncul pada tataran sintaksis, di sini bentuk meja tulis kepunyaan ayah, meja tulis kepunyaan ayah dan sekarang sudah rusak. LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 1. Bahasa itu bersifat arbitrer. Coba jelaskan dan beri contoh! 2. Jelaskan mengenai pertandaan, indeks, ikon dan lambang! 3. Sebutkan manfaat yang dapat diberikan oleh linguistik kepada seseorang: a. Guru bahasa b. Penyusun kamus

19 c. Penerjemah d. Kritikus Sastra e. Orang awam 4. Bagaimana pendapat anda terhadap seorang guru bahasa yang tidak mengenal linguistik? Jelaskan! 5. Apakah hubungan antara lambang dan yang dilambangkan selalu bersifat satu lawan satu? Coba jelaskan! BAB II HAKIKAT MAKNA 2.1 Hakikat Makna Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain daripada konsep atau makna dari sesuatu tandabunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tandalinguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata, yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam diktat ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.

20 Tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1). (1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya. Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Kita dapat melihat contoh lain, yaitu: seorang setelah memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji. (2). Rapormu bagus sekali, Nak! Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud menegur atau mungkin mengejek anaknya itu. Namun, harus dapat dibedakan antara semantik dan pragmatik, karena kedua ilmu tersebut sama-sama mengkaji tentang makna. Namun, pragmatik lebih mengkaji makna dalam sebuah ujaran dalam konteks. Untuk membedakannya, berikut ini ada beberapa poin yang mudah untuk diingat dan dapat dengan jelas membedakan semantik dengan pragmatik. Perbedaan kajian makna dalam semantik dengan pragmatik: 1) Pragmatik mengkaji makna di luar jangkauan semantik.

21 Contoh: Di sebuah ruang kelas, Dewi duduk di deretan kursi belakang. Lalu, ia berkata kepada gurunya, Pak, maaf saya mau ke belakang. Kata yang dicetak miring itu belakang secara semantik berarti lawan dari depan, berarti kalau dikaji secara semantik, Dewi hendak ke belakang. Akan tetapi, kalau kita lihat konteksnya, Dewi sudah duduk di deretan paling belakang. Tentu saja tidak mungkin makna belakang yang diartikan secara semantik yang dimaksud Dewi. Jika kita kaji dengan menggunakan pragmatik, di mana dalam pragmatik ini dilibatkan yang namanya konteks. Konteksnya apa? Konteksnya yaitu keadaan Dewi yang sudah duduk di belakang, sehingga tidak mungkin ia minta izin untuk ke belakang lagi (kita gunakan logika). Biasanya, orang minta izin ke belakang untuk keperluan sesuatu, seperti pergi ke toilet atau tempat lainnya. Jadi, makna kata belakang dalam kalimat di atas tidak dapat dijelaskan secara semantik, hanya bisa dijelaskan secara pragmatik. Maka dari itulah dinyatakan bahwa kajian makna pragmatik berada di luar jangkauan semantik. 2) Sifat kajian dalam semantik adalah diadic relation (hubungan dua arah), hanya melibatkan bentuk dan makna. Sifat kajian dalam pragmatik adalah triadic relation (hubungan tiga arah), yaitu melibatkan bentuk, makna, dan konteks. 3) Semantik merupakan bidang yang bersifat bebas konteks (independent context), sedangkan pragmatik bersifat terikat dengan konteks (dependent context). Hal ini dapat dijelaskan pada contoh soal poin ke-1. Pada contoh tersebut, ketika makna kata belakang dikaji secara semantik, ia tidak memperhatikan konteksnya bagaimana (independent context), ia hanya dikaji berdasarkan makna yang terdapat dalam kamus. Namun, ketika kata belakang dikaji dengan pragmatik, konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana keadaan si pembicara, kapan, di mana, dan apa tujuannya ini sangat diperhatikan, sehingga maksud si pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya. 4) Salah satu objek kajian semantik adalah kalimat, sehingga semantik ini sering disebut makna kalimat. Dalam pragmatik, objek kajiannya adalah tuturan (utterance) atau maksud.

22 5) Semantik diatur oleh kaidah kebahasaan (tatabahasa), sedangkan pragmatik dikendalikan oleh prinsip komunikasi. Jadi, kajian makna dalam semantik lebih objektif daripada pragmatik, karena hanya memperhatikan makna tersebut sesuai dengan makna yang terdapat dalam leksemnya. Kajian makna pragmatik dapat dikatakan lebih subjektif, karena mengandung konteks atau memperhatikan konteks. Setiap orang pasti mempunyai makna sendiri sesuai dengan konteks yang dipandangnya. Selain itu, pragmatik juga dimotivasi oleh tujuan komunikasi. Selain itu, pemaknaan semantik itu ketat, karena terpaku pada makna kata secara leksikal (tanpa konteks), sedangkan pemaknaan pragmatik lebih lentur karena tidak mutlak bermakna itu. 6) Semantik bersifat konvensional, sedangkan pragmatik bersifat nonkonvensional. Dikatakan konvensional karena diatur oleh tatabahasa atau menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. 7) Semantik bersifat formal (dengan memfokuskan bentuk: fonem, morfem, kata, klausa, kalimat), sedangkan pragmatik bersifat fungsional. 8) Semantik bersifat ideasional, maksudnya yaitu makna yang ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide, karena belum dipergunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan pragmatik bersifat interpersonal, maksudnya yaitu makna yang dikaji dapat dipahami/ditafsirkan oleh orang banyak, tidak lagi bersifat individu, karena sudah menggunakan konteks. 9) Representasi (bentuk logika) semantik suatu kalimat berbeda dengan interpretasi pragmatiknya. Contoh: Kawan, habis makan-makan kita minum-minum yuk - Dikaji dari semantik, kata minum-minum berarti melakukan kegiatan minum air berulang-ulang, tidak cukup sekali minum. - Dikaji dari segi pragmatik, kata minum-minum berarti meminum minuman keras (alkohol). 2.2 Batasan Makna

23 Telah disinggung bahwa inti persoalan yang dikaji di dalam semantik ialah makna. Lyons (1968:400) mengatakan Semantiks may be defined, initially and provisionally, as the study of meaning - ilmu yang mengkaji makna. Telah diketahui bahwa jika seseorang memperkatakan sesuatu, terdapat tiga hal yang oleh Ulmann (1972:57) diusulkan istilah: name, sense, dan thing. Soal makna terdapat dalam sense. Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian, itulah yang disebut makna. Stevenson (Shipley, 1962:261) berpendapat bahwa jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang berarti ia memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut, yakni suatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pula. Dengan mengetahui makna kata, baik pembicara, pendengar, penulis, maupun pembaca yang menggunakan, mendengar atau membaca lambang-lambang berdasarkan sistem bahasa tertentu, percaya tentang apa yang dibicarakan, didengar atau dibaca. Orang dapat melihat kamus jika ia ingin mengetahui makna sesuatu kata, namun dalam kehidupan sehari-hari orang tidak selamanya membuka kamus kalau ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan juga orang tidak harus membuka kamus kalau ingin berkomunikasi. Kata, urutan kata, makna kata dan kaidah bahasa pendukungnya telah ada di dalam otaknya yang sewaktu-waktu muncul kalau diperlukan. Pengetahuan tentang bahasa sendiri seperti itu, disebut kompetensi (competence). Kompetensi itu sendiri menurut Chomsky (lihat Herriot, 1970:57) merupakan suatu potensi yang tidak terbatas, sedang penampilan (performance) terbatas pada faktor-faktor fisik dan temporal. Memang sulit memberikan batasan tentang makna. Tiap linguis memberikan batasan makna sesuai dengan bidang ilmu yang merupakan keahliannya. Itu tidak mengherankan karena kata dan kalimat yang mengandung makna adalah milik pemakai bahasa, dikarenakan pemakai bahasa bersifat

24 dinamis yang terkadang memperluas makna suatu kata ketika ia berkomunikasi sehingga makna kata dapat saja berubah. 2.3 Penamaan dan Pendefinisian Dalam kehidupan sehari-hari, mudah bagi kita menghubungkan nama dengan benda yang kita maksudkan. Dengan kata lain, untuk nama benda tidak susah untuk kita menghayati. Misalnya, kalau orang mengatakan kursi, pasti kita tahu apa yang dimaksudkan dengan kata kursi. Kita boleh menunjuk salah satu benda yang terdapat di sekitar kita yang namanya kursi, meskipun wujudnya berbeda-beda. Penamaan dalam semantik ini ada 8 penyebab yaitu: 1. Peniruan bunyi; contohnya tokek disebut demikian karena bunyi hewan tersebut adalah tokek-tokek. Penamaan sesuatu berdasarkan peniruan bunyinya disebut Onomatope. 2. Penyebutan bagian; contoh Ibu membeli empat ekor ayam, yang dimaksud kalimat tersebut pastilah bukan hanya ekor ayamnya saja yang dibeli ibu, tetapi ayam secara keseluruhan. 3. Penyebutan sifat khas; contoh si kerdil karena anak tersebut tetap berbadan kecil, tidak tumbuh menjadi besar. 4. Penemu dan pembuat; contoh Aqua dan kodak, kalau kita mau membeli air minum dalam kemasan, pasti kita akan berkata, Pak, beli Aqua satu botol. Padahal di toko tersebut tidak ada air minum kemasan bermerek Aqua. Demikian juga dengan Kodak yang merupakan nama merek sebuah kamera. 5. Tempat asal; contoh kata magnet berasal dari nama tempat Magnesia, nama burung kenari diambil dari asal burung itu berada yaitu Pulau Kenari di Afrika, ikan sarden berasal dari Pulau Sardinia di Italia. Ada juga nama piagam atau perjanjian-perjanjian besar seperti Piagam Jakarta karena

25 tempatnya di Jakarta, Perjanjian Linggarjati karena pelaksanaan perjanjian tersebut di Linggarjati. 6. Bahan; contoh nama karung goni karena bahan karung tersebut dari goni, dan bambu runcing karena benda tersebut terbuat dari bambu dan ujungnya runcing. 7. Keserupaan; perhatikan contoh kaki, kaki gunung, kaki kursi, dan kaki meja, hal yang sama dari empat contoh tersebut adalah letaknya, di mana letak kaki selalu ada di bawah. Contoh lain misalnya kepala, kepala masinis, kepala sekolah, dan kepala surat, hal yang sama pada kata-kata tersebut yaitu letaknya, di mana letak kepala selalu berada di atas, kepala surat selalu diletakkan di bagian atas. 8. Pemendekan; contoh UPI menjadi nama sebuah universitas negeri di Bandung, padahal namanya bukan UPI, tetapi Universitas Pendidikan Indonesia. Contoh lain yaitu cireng yang menjadi nama sebuah makanan ringan, cireng merupakan kependekan dari aci digoreng. Penamaan perlu dibedakan dengan pendefinisian, juga dengan istilah. Definisi atau istilah berisi pembatasan tentang suatu fakta, peristiwa, benda, proses, misalnya kita ingin memberikan batasan terhadap istilah morfologi. Kata kursi bukanlah istilah. Kita dapat mengatakan bahwa kursi adalah seluruh realisasi benda yang disebut kursi. Seandainya ada seseorang yang membawa kepada kita sebuah tangan kursi, maka tangan kursi tersebut tidak dapat disebut kursi. Jadi, dengan menyebut kursi, kita telah memberikan pembatasan terhadap suatu benda, fakta, peristiwa, atau kejadian, baik pembatasan yang dilihat dari unsur-unsurnya maupun pembatasan yang dilihat dari benda-benda lain yang ada di sekeliling kita. Seandainya nama tersebut berisi kata atau gabungan kata yang cermat dan mengungkapkan suatu makna, konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang ilmu tertentu, maka nama tersebut disebut istilah. Jika nama tersebut telah dimaknakan dengan keterangan singkat dan jelas, dan dalam bidang ilmu tertentu, maka nama tersebut dikatakan definisi. Dengan demikian, terkadang suatu nama

26 dapat berfungsi sebagai istilah. Istilah-istilah itu menjadi jelas apabila diberikan definisinya, demikian pula nama. LATIHAN PEMAHAMAN MATERI 1. Coba anda jelaskan beberapa konsep leksem dan kata! Beri contoh! 2. Apakah setiap kata mempunyai referen? Jelaskan! Jelaskan pula bagaimana hubungan antara kata meja dengan kata meja yang digunakan dalam frase meja hijau dan meja panas! 3. Kalimat Ibu memasak sayur dan Sayur dimasak Ibu sama maknanya. Benarkah pernyataan tersebut dilihat dari segi semantik?jelaskan! 4. Carilah dan jelaskan contoh penggunaan makna dalam semantik dan pragmatik dalam lingkungan sehari-hari! BAB III RAGAM MAKNA 3.1 Hakikat Ragam Makna Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacammacam bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut Abdul Chaer dalam buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, dibagi menjadi tujuh jenis makna, diantaranya: 1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal. 2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial. 3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. 4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.

27 5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. 6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa. 7. Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias. Terdapat berbagai macam istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Pateda (1986), secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna idesional, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech (1976) membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu makna konseptual, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna tematik Berdasarkan Jenis Semantiknya Penjenisan ini membedakan antara makna leksikal dan gramatikal. Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturukan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Contohnya; kata tikus, makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing atau dalam kalimat Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus. Kata tikus pada kedua kalimat tersebut jelas merujuk kepada binatang tikus bukan yang lain. Tetapi dalam kalimat Yang menjadi tikus di gudang kami

28 ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia, yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang konsep seperti yang dilambangkan itu. Makna leksikal suatu kata sudah jelas bagi seorang bahasawan tanpa kehadiran kata itu dalam suatu konteks kalimat (Abdul Chaer, 1989:60-61). Selain itu, terdapat pula satuan bahasa yang baru dapat diidentifikasi setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain. Makna yang demikian disebut makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter-, pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik melahirkan makna dapat, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal tidak sengaja. Sebuah imbuhan, seperti awalan ter- di atas baru memiliki makna atau kemungkinan makna apabila sudah berproses dengan kata lain. Sedangkan kepastian maknanya baru diperoleh setelah berada dalam konteks kalimat atau satuan sintaksis lain Berdasarkan Ada Tidaknya Referen Pada Sebuah Kata atau Leksem Pengklasifikasian ini berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu, terbagi atas makna referensial dan nonreferensial. Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), maka referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat bahasa, seperti terlihat di dalam kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya memiliki referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut meja dan kursi. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

29 Kata kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen, maka banyak orang menyatakan kata-kata tersebut tidak mempunyai makna. Lalu, karena hanya memiliki fungsi atau tugas, maka dinamailah kata-kata tersebut dengan nama kata fungsi atau kata tugas. Sebenarnya, kata-kata ini juga mempunyai makna ; hanya tidak mempunyai referen. Hal ini jelas dari nama yang diberikan semantik, yaitu kata yang bermakna nonreferensial. Mempunyai makna, tetapi tidak memiliki referen Berdasarkan Nilai Rasa Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya nilai rasa (istilah dari Slamet Mulyana, 1964) pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif. Makna denotatif, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna denotatif sering disebut sebagai makna sebenarnya. Umpamanya kata perempuan dan wanita, kedua kata ini mempunyai makna denotatif yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki, begitu juga kata gadis dan perawan; kata istri dan bini. Kata gadis dan perawan memiliki makna denotatif yang sama, yaitu wanita yang belum bersuami atau belum pernah bersetubuh ; sedangkan kata istri dan bini memiliki makna denotatif yang sama, yaitu wanita yang mempunyai suami. Walaupun kata perempuan dan wanita mempunyai makna denotatif yang sama tetapi dewasa ini kedua kata itu mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Jadi, kata perempuan memiliki nilai rasa yang lebih rendah dari kata wanita. Ini terbukti dari tidak digunakannya kata perempuan itu dalam berbagai nama organisasi atau lembaga. Organisasi atau

30 lembaga itu selalu menggunakan kata wanita, misalnya dharma wanita, gedung wanita, menteri urusan peranan wanita, dan Ikatan Wanita Pengusaha. Makna denotatif sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat. Makna konotatif disebut sebagai makna tambahan. Makna konotatif sebuah kata dapat berbeda dari suatu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Umpamanya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama Islam, memiliki konotatif negative karena binatang tersebut menurut hukum Islam adalah haram dan najis. Sebaliknya di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan Islam. Seperti di pulau Bali atau pedalaman Irian Jaya, kata babi tidak berkonotatif negative. Kata laki dan bini dalam masyarakat Melayu Jakarta tidak berkonotatif negative, tetapi dalam masyarakat intelek Indonesia dianggap berkonotatif negative. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotatif negative karena berarti cerewet, tetapi sekarang konotatifnya positif. Dalam perkembangan selanjutnya ada juga katakata yang telah dianggap bernilai halus (seperti kata tunanetra untuk pengganti buta) lama-lama dirasakan tidak halus lagi, maka diganti lagi dengan kata lain diganti dengan kata cacat netra. Misalnya kata tunanetra itu yang kini diganti dengan kata cacat netra Berdasarkan Ketepatan Makna Pembedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum dari secara khusus. Makna kata baru menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Jika lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya kata tahanan. Apa makna kata tahanan? mungkin saja yang dimaksud dengan tahanan itu adalah orang yang ditahan, tetapi bisa juga hasil perbuatan menahan, atau mungkin makna yang lainnya lagi. Begitu juga dengan kata air. Apa yang dimaksud dengan air itu? Apakah air yang berada di sumur? di gelas? Atau di bak

31 mandi? Atau yang turun dari langit? kemungkinan-kemungkinan itu bisa terjadi karena kata air itu lepas dari konteks kalimatnya. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal tersebut dikarenakan istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan dan keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna istilah itu sudah pasti. Misalnya, kata tahanan di atas. Sebagai kata, makna kata tahanan masih bersifat umum, tetapi sebagai istilah misalnya istilah dalam bidang hukum makna tahanan itu sudah pasti, yaitu orang yang ditahan sehubungan dengan suatu perkara. Istilah yang sudah menjadi unsur leksikal bahasa umum itu adalah disebut istilah umum. Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Di luar bidang istilah sebenarnya dikenal juga adanya pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus atau makna yang lebih terbatas. Kata dengan makna umum mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya, dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas daripada kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya dan kolosal dengan kata besar itu secara bebas Berdasarkan Ada atau Tidaknya Hubungan Makna Pembedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain. Secara garis besar Leech (1976) membedakan makna atas makna konseptual dan makna asosiatif dalam makna asosiatif termasuk makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi, dan kolokatif. Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna

32 referensial, makna leksikal, dan makna denotative. Sedangkan, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna berani, atau juga dengan golongan komunis ; kata cenderawasih berasosiasi dengan makna indah. Makna asosiasi ini berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berarti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa, maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga makna konotatif. Di samping itu, termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif (Leech 1976). Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Maka, dibedakanlah makna kata guru, dosen, pengajar, dan instruktur. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara tertulis. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase (ko = sama, bersama; lokasi = tempat). Kata laju, deras, kencang, cepat, dan lancar yang mempunyai makna yang sama, tetapi pasti mempunyai kolokasi yang berbeda. Kita bisa mengatakan hujan deras dan berlari dengan cepat; namun tidak bisa sebaliknya * hujan cepat dan * berlari dengan deras Berdasarkan Bisa atau Tidaknya Diramalkan atau Ditelusuri Penjenisan ini terdiri atas makna idiomatikal dan peribahasa. Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Untuk mengetahui makna idiom sebuah kata (frase atau kalimat) haruslah melalui kamus. Terdapat istilah idiom, ungkapan, dan metafora. Idiom dilihat dari segi makna, yaitu menyimpangnya makna idiom ini dari makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Ungkapan dilihat dari

33 segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat. Sedangkan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dari yang lain, misalnya matahari dikatakan atau diperbandingkan sebagai raja siang, bulan sebagai putri malam adalah termasuk idiom. Ungkapan sebagai masalah ekspresi dalam pertuturan akan bertambah dan berkurang sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat pemakai bahasa tersebut dan kreativitas penutur bahasa tersebut dalam menggunakan bahasanya. Misalnya, tebal muka, duduk perut, ke belakang, tamu yang tidak diundang, dan sebagainya. Kata mulut gua, tangan kursi, dan kepala kantor merupakan metafora karena digunakan secara metaforis (ada yang diperbandingkan). Dapat juga disebut sebagai ungkapan, tetapi bukan idiom, karena kata mulut pada mulut gua, tangan pada tangan kursi, dan kepala pada kepala kantor masih berada dalam lingkungan poliseminya. Sedangkan, kata gua, kursi dan kepala kantor pada frasefrase tersebut masih tetap bermakna leksikal. Makna peribahasa masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Misalnya, dua orang yang selalu bertengkar dikatakan dalam bentuk peribahasa Bagai anjing dengan kucing. Peribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka sering juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata-kata seperti, bagai, bak, laksana dan umpama sering digunakan dalam peribahasa Makna Kias Bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA Ragam Makna/Jenis Makna Berdasarkan jenis semantiknya Makna leksikal Makna gramatikal Berdasarkan ada tidaknya referen suatu kata Makna referensial Makna nonreferensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Tempat Pemakaman Umum di Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian sejenis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto, Kabupaten Banyumas dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Konsep Penamaan Rumah Makan di Daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas, tahun 2010 oleh Danang Eko Prasetyo. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya antara lain tentang analisis makna kata Ruh oleh Uswatun Hasanah (990704023),

Lebih terperinci

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK 7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. SEMANTIK Pengantar Linguistik Umum 3 November 2014 APAKAH SEMANTIK ITU? 1 2 Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden & Richards (1923), makna tanda bahasa dapat dilihat dari

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebudayaan Widhagdo (1988 : 21) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupan. Semuanya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II LANDASSAN TEORI

BAB II LANDASSAN TEORI 6 BAB II LANDASSAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Semantik Nama-Nama Hotel di Kawasan Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas. Karya Wilantika Apriliani Tahun 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Makna Bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan sehari-hari manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015. Untuk membedakan penelitian sekarang dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan BAB II KAJIAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang Berjudul Kajian Semantik Nama Diri Anak SD Negeri (Kelas Satu) di Eks Kota Administrasi Puwokerto Kabupaten Banyumas oleh Chandra Devani

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi Modul ke: 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis BAHASA INDONESIA Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM Program Studi Akuntansi Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata-kata

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi. Modul ke: BAHASA INDONESIA UMB Penulisan Kata (Diksi) Fakultas Psikologi Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Definisi Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau diksi adalah

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia UMB. Pilihan Kata (Diksi) Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem

Bahasa Indonesia UMB. Pilihan Kata (Diksi) Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem Bahasa Indonesia UMB Modul ke: Pilihan Kata (Diksi) Fakultas Ilmu Komunikasi Kundari, S.Pd, M.Pd. Program Studi Sistem Komunikasi www.mercubuana.ac.id Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat memahami dan

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Makna dan Semantik. Modul 1 PENDAHULUAN

Makna dan Semantik. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Makna dan Semantik Abdul Chaer Liliana Muliastuti D PENDAHULUAN alam kehidupan kita sehari-hari kita sering mendengar dan juga menggunakan kata makna, (yang lazim disinonimkan dengan kata arti)

Lebih terperinci

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN 2.1 Gaya Bahasa 2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana

Lebih terperinci

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (bisa fonologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra juga merupakan wujud dari kebudayaan suatu bangsa dan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. untuk memahami hal-hal lain. Jadi, konsep dari penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. untuk memahami hal-hal lain. Jadi, konsep dari penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Materi Bahan Ajar Semantik "Konsep Umum Makna" Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori ( ) 2. Rizki Amaliah ( )

Materi Bahan Ajar Semantik Konsep Umum Makna Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori ( ) 2. Rizki Amaliah ( ) Materi Bahan Ajar Semantik "Konsep Umum Makna" Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori (102074958) 2. Rizki Amaliah (102074213) 3. Arum Lestari (102074228) 4. Inta Mustika C. (102074229) UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42 5.1 KESIMPULAN... 42 5.2 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa, apalagi dalam kehidupan masyarakat. Peranan bahasa dalam hidup bermasyarakat sangat

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB 7 TATARAN LINGUISTIK : SEMANTIK

BAB 7 TATARAN LINGUISTIK : SEMANTIK BAB 7 TATARAN LINGUISTIK : SEMANTIK Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran yang bangun-membangun ini, makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.penamaan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana atau alat komunikasi yang sangat menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat penting sebagai sarana ilmu dan budaya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN 2016 Sakrim Surel: sakrim.madura@yahoo.com ABSTRAK Pembuktian

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

Hakikat Bahasa. Definisi Bahasa. Uraian dari Definisi Bahasa 23/10/2014. Bahasa sebagai sebuah

Hakikat Bahasa. Definisi Bahasa. Uraian dari Definisi Bahasa 23/10/2014. Bahasa sebagai sebuah Hakikat Bahasa Pengantar Linguistik Umum 22 Oktober 2014 APAKAH BAHASA ITU? Definisi Bahasa Uraian dari Definisi Bahasa Sistem tanda yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa terdiri atas bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu merupakan getaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa yang memakai dan memiliki bahasa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Linguistik merupakan dasar dalam mempelajari keahlian berbahasa, atau biasa disebut dengan ilmu bahasa. Linguistik berasal dari kata Latin Lingua yang artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang BAB II KAJIAN TEORI A. Semantik Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara. Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci