Hakim bersifat menunggu. Hakim Pasif. Sifat terbukanya persidangan. Asas-asas Hukum Acara Perdata. Mendengar kedua belah pihak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hakim bersifat menunggu. Hakim Pasif. Sifat terbukanya persidangan. Asas-asas Hukum Acara Perdata. Mendengar kedua belah pihak"

Transkripsi

1 HUKUM ACARA PERDATA DISAMPAIKAN OLEH JOHANIS TANAK, MH KASUBDIT BANKUM PERDATA DIREKTORAT PERDATA PADA JAM DATUN KEJAKSAAN AGUNG RI

2 Sumber Hukum Acara Perdata Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) diatur dlm S.1848 No. 16, S.1941 No. 44 & Reglement Buitengewesten (Rbg) diatur dlm S.1927 No. 227, berlaku berdasarkan Ps. 5 ayat 1 UU Dar. 1 Tahun Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering Rv) atau Reglemen hukum acara perdata untuk golongan Eropa (S No. 52, 1849 No. 63. Reglement opde Rechterlijke Organisatie in het beleid der Justitie in Indonesie (RO) S.1847 no. 23. BW buku IV dan selebihnya tersebar dlm Burgerijk Wetboek (BW), Wetboek van Kophandel (WvK) dan Peraturan Kepailitan. UU No. 4 Tahun 2004 & UU No. 5 Tahun Hukum acara perdata yg mengatur banding untuk daerah Jawa n Madura diatur dalam UU No. 20/1947, untuk luar Jawa n Madura diatur dlm ps Rbg

3 ASAS ASAS HUKUM ACARA PERDATA Hakim bersifat menunggu Hakim Pasif Sifat terbukanya persidangan Asas-asas Hukum Acara Perdata Mendengar kedua belah pihak Putusan harus disertai alasan alasan Beracara dikenakan biaya Tidak ada keharusan mewakilkan

4 Kekuasaan Kehakiman Bebas dari campur tangan pihak pihak di luar kekuasaan kehakiman Badan peradilan negara Asas obyektivitas Kekuasaan Kehakiman Lingkungan peradilan MA Puncak Peradilan Pemeriksaan dalam dua tingkat Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Susunan persidangan Asas sederhana, cepat dan beaya ringan Hak menguji tidak dikenal Peninjauan kembali Tugas hakim perdata dlm lingkungan peradilan umum Pejabat-pejabat pada pengadilan

5 Asas Obyektivitas Asas ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah menjadi UU No. 4 Tahun 2004 Dalam memeriksan dan menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan tidak memihak. Untuk menjamin asas ini bagi pihak yg diadili dpt mengajukan keberatan yg disertai alasan-alasan thdp hakim yg mengadili perkaranya (hak ingkar vide Ps. 28 ayat 1 UU No. 14/1970). Alasannya al. hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda.

6 Dasar & Cara Mengajukan Tuntutan Hak Hk acara perdata diatur dalam HIR untuk Jawa n Madura; Rbg untuk luar Jawa n Madura. Titel IX HIR (titel IV Rbg mengatur tentang pemeriksaan perkara perdata yang meliputi : Pemeriksaan di persidangan (ps HIR; Rbg); Bukti (ps HIR; titel V Rbg ps ); Musyawarah dan putusan hakim (ps HIR; Rbg); Banding (ps Rbg, untuk Jawa n Madura berlaku UU No. 20/1947); Melaksanakan putusan hakim (ps HIR; Rbg); Beberapa hal mengadili perkara yang istimewa (ps HIR; Rbg) dan Tentang izin untuk menggugat dengan Cuma-Cuma (ps HIR; Rbg). Diantara pasal-pasal tersebut, ada yang sudah tidak berlaku. Ada beberapa lembaga hukum yang tidak terdapat dalam HIR & Rbg tetapi diperlukan dlm praktek agar dapat melaksanakan hukum materiil (BW). Dlm hal demikian Rv dpt diberlakukan.

7 Tuntutan hak bertujuan untuk memberikan perlindungan hak dan untuk mencegah eigenrichting. Tuntutan hak yg mengandung sengketa disebut Gugatan Syarat untuk mengajukan tuntutan hak al. harus ada kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum. Mahkamah Agung dalam putusannya tgl. 7 Juli 1971 no. 294 K/Sip1971 mensyaratkan bhw. gugatan hrs diajukan oleh orang yg mempunyai hubungan hukum. Gugatan dpt diajukan scr tertulis (ps. 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1 Rbg) maupun scr lisan (ps. 120 HIR, 144 ayat 1 Rbg).

8 Hal-Hal yang Harus Dimuat Dalam Surat Gugatan HIR n Rbg hanya mengatur ttg cara mengajukan Gugatan, ttp tdk mengatur mengenai persyaratan mengenai isi Gugatan/yg hrs dimuat dlm gugatan. Kekurangan tsb diatasi dengan ketentuan ps. 119 HIR (ps 143 Rbg) yg memberi wewenang kpd Ketua Pengadilan Negeri untuk memberi nasehat n bantuan kpd pihak Penggugat dlm mengajukan Gugatan. Persyaratan mengenai isi gugatan diatur dlm ps. 8 no. 3 Rv yg mengharuskan gugatan pd pokoknya memuat : 1) Identitas para pihak; 2) dalil-dalil konrit ttg adanya hubungan hk yg mrp dasar serta alasan-alasan tuntutan (fundamentum petendi); 3) tuntutan (petitum).

9 Identitas para pihak meliputi, ciri-ciri penggut n tergugat, seperti nama, t4 tinggal, jenis kelamin, status nikah dll. Fundamentum petendi atau dasar tuntutan, memuat dua hal, 1) bagian yang mengurai tentang kejadia-kejadian kejadian atau peristiwa-peristiwa dan 2) bagian yang menguraikan tentang hukum. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara/kasus posisi; Uraian tentang hukum ialah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. yang dimuat disini bukanlah pasal dari peraturan perundang- undangan tetapi hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di persidangan yang memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu. Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Maret 1972 No. 547K/Sip/1971, al menyebutkan bahwa perumusan kejadian materiil secara singkat sudah memenuhi syarat.

10 Petitum atau tuntutan, yaitu apa yang diminta oleh Penggugat atau diharapkanagar diputus oleh hakim. Oleh karena itu Penggugat harus merumuskan dengan jelas dan tegas vide ps. 8 Rv. Mahkamah Agung dalam Putusannya tgl 16 Desember 1970 No. 492K/Sip/1970, al. mengatakan bahwa Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurnadapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. Selain tutntutan pokok, yaitu tuntutan yang diminta, masi ada tutuntan tambahan, yaitu : (1) Tuntutan agar Tergugat membayar ganti rugi (vide ps. 181 ayat 1 & 3 HIR, 192 ayat 1 & 4 Rbg); (2) Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan lebih dulu (uitvoerbaar bij vooraad) vide ps. 128 ayat 1 & ps. 180 ayat 1 HIR, ps. 152 ayat 1 & 191 ayat 1 Rbg, ps. 84 ayat 2 & 346 Rv; (3) Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila

11 tuntutan yang dimintakan oleh Pengguat berupa pembayaran sejumlah uang tertentu (ps BW) berdasarkan S.1848 no. 22 besarnya bunga berjumlah 6 %); (4) Tuntutan agar Tergugat membayar uang paksa (astrinte, dwangsom). Apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang, mk dapat ditentukan bahwa pihak yang dikalahkan dihukum untuk membayar uang paksan selama ia tidak memenuhi isi putusan, vide ps. 606 a & b Rv (5) Tuntutan akan nafkah bagi isteri atau pembagian harta UU No. 1 Thn 1974.

12 PIHAK PIHAK DALAM PERKARA Pihak Penggugat Sengketa Perdata Para pihak ini dapat Pihak Tergugat bertindak sebagai pihak materiil maupun formil Wali atau Pengampu dpt bertindak sebagai pihak dalam persidangan di pengadilan atas nama sendiri tetapi untuk kepentingan orang lain yang diwakilinya karena mereka mempunya kepentingan secara langsung (vide ps. 383, 446, 452, 403,405 BW).

13 Pada asasnya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau membelanya, berwenang untuk bertindak selaku pihak, baik selaku Penggugat maupun selaku Tergugat (legitima persona standi in judicio). Penggugat maupun Tergugat dapat memberikan kuasa kpd pihak lain untuk diwakili tetapi harus disertai Surat Kuasa (Ps. 123 ayat 1 HIR; Ps. 147 Rbg).

14 PENGGABUNGAN TUNTUTAN KUMULASI SUBYEKTIF KUMULASI OBYEKTIF

15 Dalam perkara Perdata, tidak menutup kemungkinan penggugat atau tergugat lebih dari satu orang, hal ini disebut kumulasi subyektif,, (ps. 4, 81, 107 Rv; 127 HIR; 157 Rbg; 1283, 1284 BW; 18 WvK). Terhadap komulasi subyektif ini, tergugat dpt mengajukan keberatan dgn alasan tidak menghendaki dirinya digabungkan dgn tergugat lain, tetapi ada juga yang menghendaki kumulasi subyektif krn ada pihak lain yg harus diikutkan dlm sengketa tsb (exceptio plurium litis consortium). Penggugat mengajukan lebih dari satu tuntutan dlm satu perkara, hal ini disebut Kumulasi Obyektif Baik komulasi subyektif maupun kumulasi obyektif, pada dasarnya merupakan penggabungan (kumulasi) dalam tuntutan hak. Hal tsb dpt dijadikan alasan untuk mengajukan eksepsi.

16 Ada tiga hal yang tidak dibolehkan dlm kumulasi obyektif : 1. Kalau untuk suatu tuntutan (gugatan) tetentu diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian), maka kedua tuntutan itu tidak boleh digabung dalam satu gugatan. 2. Dalam hal hakim tidak berwenang (secara relatif) untuk memeriksa salah satu tuntutan yg diajukan bersama-sama dlm satu gugatan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-sama dlm satu gugatan. 3. Tuntutan ttg bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dgn tuntutan eigendom dlm gugatan (ps. 103 Rv).

17 Intervensi intervensi Menyertai (Voeging) Menengahi (Tussencomst) Garantie/penanggung (vrijwaring) Intervensi diatur dalam pasal Rv Prosedur acara; intervennient mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri melawan penggugat dan tergugat yang sedang bersengketa. Dengan Penetapan, Hakim akan mengabulkan atau menolak. Bila dikabulkan maka pemohon ditarik Sebagai pihak ketiga dalam sengketa yang sedang berlangsung. Bentuk acara vrijwaring terjadi apabila pihak ketiga ditarik sebagai pihak dalam suatu Sengketa yg sedang berlangsung (ps Rv).

18 Wewenang Hakim Mutlak (absolut) Wewenang Pasal 134 HIR. Nisbi (relatif) Pasal 118 HIR, Ps. 142 Rbg.)

19 Upaya Untuk Menjamin Hak Upaya menjamin hak ini dimaksudkan agar dapat menjamin dilaksanakannya putusan. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penyitaan sebelum perkara diputus, ini berarti barang- barang disimpan (diconserveer) untuk menjamin tidak dialihkan atau dijual karena itu penyitaan ini disebut sita conservatoir atau sita jaminan (Ps. 197 ayat 9, 199 HIR; 212, 214 Rbg). Sita jaminan ini ada dua macam : 1. Sita jaminan terhadap barang milik sendiri. 2. Sita jaminan terhadap milik debitur.

20 Sita Jaminan Sita Jaminanan Sita Jaminanan Terhadap Miliknya Sendiri Sita Conservatoir Ps. 197 ayat 9 HIR Ps. 212, 214 Rbg Sita Revindicatoir Ps. 226 HIR; 260 Rbg Sita Marital Ps j Rv Barang Bergerak Ps. 227 jo. 197 HIR Ps. 261 jo. 208 Rbg. Barang Tidak Bergerak Ps. 227, 197, 198, 199 HIR; Ps. 261, 208, 214 Rbg. Sita conservatoir thdp kreditur Sita gadai Sita conservatoir atas barang barang debitur yg tdk mempunyai t4 tinggal yg dikenal di Indonesia Sita conservatoir atas pesawat terbang

21 Yang dapat disita secara revindicatoir adalah barang bergerak, termasuk hak reklame. Yang dapat mengajukan sita revindicatoir adalah pemilik barang bergerak yg barangnya dikuasai orang lain (ps ayat 2, 1751 BW). Hak Reklame yaitu hak penjual barang bergerak untuk meminta kembali barangnya apabila tidak dibayar (ps BW). Penyitaan harus melalui permohonan dan penyitaan dilakukan oleh Panitera Pengadilan. Terhadap sita revindicatoir harus dinyatakan sah dan berharga agar mempunyai kekuatan/titel eksekutorial. Sedangkan Sita Marital tidak perlu karena hanya bersifat menyimpan. Akibat hukum dari sita revindicatoir adalah bahwa pemohon atau penyita tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkan.

22 Penyitaan terhadap barang bergerak, dibiarkan tetap pada tersita atau pada pengadilan untuk disimpannya dan dijaga serta dilarang menjual atau mengalihkannya (ps. 197 ayat 9 HIR, 212 Rbg). Penyitaan ini dapat dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan atas permintaan kreditur atau penggugat (ps. 227 ayat 1 HIR, 261 ayat 1 Rbg), namun dalam praktek pengajuannyanya disampaikan kpd majelis hakim yg memeriksa perkara tersebut.

23 Pengajuan Gugatan Gugatan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri beserta salinannya, tetapi hrs memenuhi syarat bea materai (ps. 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg). Salinan gugatan disampaikan kepada tergugat beserta surat panggilan dari Pengadilan Negeri (ps. 121 ayat 2 HIR, 145 ayat 2 Rbg). Perkara dpt diputus secara contradictoir atau diluar hadirnya salah satu pihak yg berperkara, dalam hal ini pokok perkara tetap diperiksa. Bila penggugat tidak hadir pada hari sidang dan telah dipanggil secara patut, maka gugatan penggugat dinyatakan gugur (ps. 124 HIR, 148 Rbg),dlm hal ini pokok perkara tidak diperiksa.

24 Gugatan tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) bilamana gugatan tidak berdasar hukum, dimana peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Dalam hal ini penggugat masi dpt mengajukan gugatan lagi. Gugatan ditolak jika gugatan tidak beralasan, yaitu apabila tidak diajukan peristiwa yang membenarkan tutuntan. Dalam hal ini tidak terbuka untuk mengajukan gugatan (ne bis in idem). Bila dalam putusan verstek penggugat dikalahkan, penggugat dapat mengajukan banding (ps. 8 ayat 1 UU No. 20/1947, 200 Rbg) Bila dalam putusan verstek tergugat kalah, maka tergugat dapat mengajukan perlawanan (verset) kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut (ps. 125 ayat 3 HIR, 149 ayat 3 Rbg).

25 Bila dalam perlawanan Pelawan tidak hadir, maka untuk yg kedua kalinya perkara tersebut diputus verstek dgn demikian tuntutan perlawanan tidak diterima (niet ontvankelij verklaard/no, vide ps. 129 ayat 6 HIR, 153 ayat 6 Rbg).

26 Perdamaian Pada hari sidang pertama, Hakim harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak (Ps. 130 HIR; 154 Rbg). Bila mana ada kesepakatandamai diantara mereka, maka hakim menjatuhkan putusan (acte van vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka. Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

27 Pengaruh Daluarsa terhadap Tuntutan Hak Seperti halnya dalam perikatan, dapat lahir atau hapus karena lampaunya waktu (daluarsa), demikian halnya dengan tuntutan hak. Hak yang diberikan berdasarkan peraturan perundang- undangan diberi untuk waktu tertentu. Hak tersebut hapus dengan sendirinya setelah lewat waktu yang ditentukan (ps BW). Ps BW, semua tuntutan hak, baik yg bersifat kebendaan maupun perorangan, hapus setelah lampau waktu 30 tahun. Pasal 1963 menenrukan bahwa lampaunya waktu menyebabkan seseorang memperoleh sesuatu hak. Selain Pasal 1963, perhatikan pasal 1968, 1971, 1974 dan 1975 BW.

28 Putusan MA RI, 17 Juli 1955, H 1956 no. 1 2, hal. 88, antara lain menyebutkan bahwa Seseorang pemberi gadai barang perhiasan emas yang tidak datang pada panggilan untuk menghadiri pembagian harta warisan almarhum pemegang gadai dan kemudian berdiam selama 7 tahun, dianggap melepaskan haknya untuk barang yang digadaikan.

29 Pengecualia dalam Daluarsa Putusan MA RI, 22 Desember 1971 No. 802 K/Sip/1971, Yurisprudensi Jawa Barat , 1972, hal. 76, antara lain menyebutkan bahwa Sekalipun penggugat telah membiarkan suatu keadaan selama 25 tahun lebih, akan tetapi karena hukum adat tidak mengenal daluarsa, maka gugatan penggugat masih tetap dapat diterima dan diperiksa serta diputuskan seperti biasa.

30 Materi Jawaban HIR tidak mengatur mengenai materi apa yg harus dimuat dalam jawaban. Dalam putusan Raad Justisi Jakarta tgl. 1 April 1938, antara lain disebutkan bahwa sudah selayaknya jika jawaban tergugat disertai dengan lasan-alasan alasan karena dengan demikian akan lebih jelas duduk perkaranya. Tidak cukup kalau tergugat hanya sekedar menyangkal gugatannya, tetapi harus disertai alasan apa sebabnya ia menyangkal dan bila tidak cukup beralasan dapat dikesampingkan oleh hakim. (vide). Ps. 13 Rv mensyaratkan agar bantahan tergugat disertai alasan-alasan (met redenen omkleed).

31 Pada hakekatnya jawaban tergugat dapat memuat mengenai Tangkisan (exceptief verweer) dan Sangkalan (verweer ten principale). Pasal 136 HIR (ps. 162 Rbg) menyebutkan bahwa jawaban berupa tangkisan (eksepsi), kecuali tangkisan tentang tidak berkuasanya hakim, tidak boleh dimajukan dan dipertimbangkan terpisah, tetapi diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Eksepsi tentang kompetensi diatur dalam ps. 125 ayat 2, HIR; 149 ayat 2, Rbg).

32 Pada umumnya yang diartikan dengan eksepsi ialah suatu sanggahan atau bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak mengenai pokok perkara. Sangkalan adalah sanggahan yang berhubungan dengan pokok perkara.

33 Gugat Balik (Gugat Rekonvensi) Gugat rekonvensi ini diatur dalam pasal 132 a dan 132 b HIR atau ps. 157, 158 Rbg. Gugat balik dalam perkara perdata dapat terjadi apabila tergugat dalam suatu perkara perdata yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan (tergugata konvensi), menggugat kembali kepada pihak penggugat. Dalam hal demikian, maka kedudukan tergugat awal (konvensi) akan menjadi Penggugat Rekonvensi dan penggugat awal (konvensi) menjadi Tergugat Rekonvensi.

34 Gugatan dalam rekonvensi diajukan bersama sama dengan jawaban dalam konvensi. Demikian halnya dengan tuntutannya. Gugat rekonvensi tidak dapat dilakukan dalam hal: - Penggugat dalam konvensi bertindak dalam kedudukannya tertentu bukan selaku pribadi sedangkan gugat rekonvensi adalah mengenai pribadi penggugat rekonvensi. - Bila pengadilan yang memeriksa gugat konvensi tidak berwenang memeriksa gugat rekonvensi. - Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan.

35 Proses Persidangan Acara Pemeriksaan Gugatan Persidangan Jawab menjawab Pembuktian Eksepsi/Jawaban Replik Duplik Konklusi/Kesimpulan Putusan

36 Pada hari sidang yang telah ditetapkan, ketua Majelis Hakim yang didampingi panitera membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum (vide ps. 17 ayat 1 dan 2 UU No. 14/1970). Apabila Putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum, maka putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan dengan demikian mengakibatkan batalnya putusan (vide ps. 18 UU No. 14/1970), tetapi bila dalam berita acara disebutkan sidang dinyatakan terbuka untuk umum, maka putusan tetap sah.

37 Pembatasan terhadap asas terbukanya persidangan untuk umum dapat dilakukan apabila undang-undang menentukan lain atau berdasarkan alasan-alasan penting menurut hakim dan dimuat dalam berita acara sidang (vide ps. 17 ayat 1 UU No. 14/1970; ps. 29 RO). Sidang ditunda apabila hanya satu pihak yang hadir, hal ini dilakukan untuk memenuhi asas audi et alteram partem, karena keterangan satu pihak saja bukanlah merupakan keterangan Eines Mannes Rade, ist keines Mannes Rade, man soll sie horen beide.

38 Bila dalam pemeriksaan pertama kedua pihak yang berperkara hadir, maka hakim harus mengusahakan mendamaikan kedua belah pihak (vide ps. 130 HIR; ps. 154 Rbg). Putusan perdamaian (acte van vergelijk) dijatuhkan apabila mereka berhasil berdamai dan menghukum kedua pihak untuk memenuhi isi perdamain yang yang telah dicapai. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat dimintakan banding (ps. 130 ayat 3 HIR; ps. 154 ayat 3 Rbg). Bila perdamaian tidak berhasil, hal tersebut dimuat dalam berita acara sidang dan pemeriksaan dilanjutkan (ps. 131 ayat 1 HIR; 154ayat 1 Rbg).

39 Rv menganut sistem, hakim adalah pasif. Sedangkan HIR menganut sistem, hakim aktif. Dalam hal ini hakim berwenang memberi nasehat kepada kedua belah pihak serta menunjukan upaya hukum (ps. 132 HIR;156 Rbg). Selain itu hakim wajib mencari keterangan-keterangan yang bertentangan satu sama lain untuk menetapkan pokok sengketa. Bilamana perdamaian tidak tercapai, maka sidang dilanjutkan dengan acara pembacaan gugatan. Tergugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan/jawaban atas gugatan, hal ini dapat dijawab secara lisan maupun tertulis (ps. 121 ayat 2 HIR; 145 ayat 2 Rbg).

40 Bilamana tergugat memandang perlu, maka tergugat dapat mengajukan eksepsi sebelum memberikan jawaban atau diajukan bersamaan dengan jawaban. declinetoir Eksepsi Prosesuil Materiil disqualifictoir dilatoir peremptoir

41 Eksepsi prosesuil adalah tangkisan yang bersifat mengelak yang menuju pada tuntutan tidak diterimanya gugatan berdasarkan alasan-alasan di luar pokok perkara; meliputi : - eksepsi deklaratoir seperti eksepsi tentang tidak berkuasanya hakim, eksepsi bahwa gugatan batal dan; - eksepsi disqualificatoir seperti, eksepsi perkara telah diputus dan pihak penggugat tidak berkapasita. Eksepsi materiil merupakan bantahan lainnya yang didasarkan ketentuan hukum materiil; meliputi : - eksepsi dilatoir seperti tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan karena penggugat memberi penundaan pembayaran. - eksepsi peremptoir yang sudah mengenai pokok perkara seperti eksekusi karena lampaunya waktu (kadaluarsa) atau karena tergugat dibebaskan dari membayar.

42 Penggugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan terhadap eksepsi/jawaban tergugat, biasa disebut replik. Terakhir tergugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan atas replik penggugat, biasa disebut duplik Hukum pembuktian positif diatur dalam HIR dan Rbg serta BW. Selain itu masi diatur juga dalam Rv.

43 Pembuktian Dengan berakhirnya proses jawab menjawab, maka acara selanjutnya adalah pembuktian. Dalam pemeriksaan Pembuktian, para pihak diberi kesempatan untuk membuktikan dalil- dalil yang telah disampaikan dan kesempatan pertama diberikan kepada Pengugat, setelah itu Tergugat.

44 Hukum pembuktian terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materiil/hukum pembuktian materiil dan formil/hukum pembuktian formil. Hukum pembuktian materiil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan serta ketentuan pembuktiannya. Hukum pembuktian formil mengatur tentang caranya mengadakan pembuktian.

45 Yang harus dibuktikan dalam persidangan adalah peristiwa hukum yang penting/relevant bagi hukum agar diperoleh suatu kebenaran, misalnya yang harus dibuktikan adalah adanya perjanjian hutang piutang antara penggugat dan tergugat. Selain peristiwa hukum, dalam hukum pembuktian, hak pun harus dibuktikan karena dari ps. 163 HIR; 283 Rbg dan 1865 BW, disebutkan bahwa siapa mengaku mempunyai hak harus membuktikannya. Kebanaran yang dicari oleh hakim dalam perkara perdata adalah kebenaran formil.

46 Mencari kebenaran formil berarti hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Hal ini relevant dengan ketentuan ps. 178 ayat 3 HIR; ps. 189 ayat 3 Rbg dan ps. 50 ayat 3 Rv yang melarang hakim untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau akan meluluskan lebih dari yang dituntut. Dalam perkara perdata, pihak yang berkepentingan cq. Penggugat dan Tergugat yang berkepentingan yang wajib membuktikan peristiwa yang disengketakan dan atau mengajukan alat-alat bukti.

47 Ps. 163 HIR; 283 Rbg dan 1865 BW, pada pokoknya menyebutkan bahwa Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu. Suatu bukti dinilai lengkap atau sempurna, apabila hakim berpendapat bahwabukti yang telah diajukan/peristiwa yang harus dibuktikan itu harus dianggap sudah pasti atau benar. Teori pembuktian: 1. Pemuktian bebas, menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepadanya

48 2. Pembuktian negatif, menurut teori ini harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat yang bersifat negatif, yaitu bahwa ketentuan ini harus membatasi pada larangan kepada hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. Jadi hakim dilarang dengan pengecualian (ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW). 3. Pembuktian positif, teori ini menghendaki adanya perintah kepada hakim. Di sini hakim diwajibkan tetapi dengan syarat (ps. 165 HIR, 285 Hbg, 1870 BW). Pendapat umum menghendaki adanya pembuktian bebas, hal ini dimaksudkan agar dapat memberi kelonggaran bagi hakim dalam mencari kebenaran.

49 BebanPembuktian Hakim yang memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan alat-alat buktinya. Asas beban pembuktian ini diatur dalam ps. 163 HIR, 283 Rbg, 1865 BW) yang berbunyi: Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu. Selain ketenuan tersebut, ada beberapa ketentuan khusus, yaitu ps. 533 BW, ps. 535 BW, ps BW.

50 Alat Bukti Alat-alat alat bukti dalam acara perdata adalah alat bukti tertulis/surat, pembuktian dengan saksi, persangkaan- persangkaan, pengakuan dan sumpah (ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW). Alat bukti tertulis/surat, yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isishati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Alat bukti surat dibagi menjadi akta dan bukan akta. Akta terdiri dari, akta otentik (ps. 165 HIR, 285 Rbg, 1868 BW) dan akta di bawah tangan (S 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura, luar Jawa dan Madura diatur dalam ps Rbg, ps Bw).

51 Alat Bukti Saksi Alat bukti ini diatur dalam ps , HIR, ps Rbg, 1895 dan BW. Alat Bukti Persangkaan Alat bukti ini diatur dalam ps. 164 HIR, ps 284 Rbg, 1866 BW. Alat Bukti Pengakuan Alat bukti ini diatur dalam ps 174, 175, 176 HIR, 311, 312, 313 Rbg, BW. Alat Bukti Sumpah Alat Bukti Sumpah diatur dalam ps , 158, 177 HIR, , 185, 314 Rbg, BW.

52 Pemeriksaan Setempat Kesimpulan Putusan Upaya Hukum Biasa Eksekusi Perlawanan Terhadap Penetapan Eksekusi Upaya Hukum Luar Biasa

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Andrie Irawan, SH., MH TAHAP ADMINISTRATIF (PERKARA PERDATA) PENGGUGAT Mendaftarkan Gugatan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH ACARA PERDATA

ISTILAH-ISTILAH ACARA PERDATA ISTILAH Eingenricting Gugatan Permohonan Peradilan Volunter Peradilan Contentieus Hakim bersifat menunggu Iudex ne procedat ex officio Hakim pasif secundum allegat iudicare ISTILAH-ISTILAH ACARA PERDATA

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU

PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU 1. Pemeriksaan Perkara a. Pengajuan gugatan b. Penetapan hari sidang dan pemanggilan c. Persidangan pertama : gugatan gugur verstek perdamaian d. Pembacaan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA (HAPerd)

HUKUM ACARA PERDATA (HAPerd) HUKUM ACARA PERDATA (HAPerd) PEMBAHASAN 1.Pengertian Pembuktian 2.Tujuan Pembuktian 3.Hukum Pembuktian 4.Beban Pembuktian 5.Alat-alat Bukti HIKMAH HARI INI ISTIGFAR menenangkan hati, menambah rizki, meredam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

PRAKTEK IV: SURAT GUGATAN. Andrie Irawan, SH., MH Lembar Dyahayu Werdiningsih, SH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogayakarta

PRAKTEK IV: SURAT GUGATAN. Andrie Irawan, SH., MH Lembar Dyahayu Werdiningsih, SH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogayakarta PRAKTEK IV: SURAT GUGATAN Andrie Irawan, SH., MH Lembar Dyahayu Werdiningsih, SH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogayakarta Gugatan (1) Gugatan pada prinsipnya didefinisikan merupakan tuntutan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DISUSUN OLEH : MOHAMMAD FANDRIAN HADISTIANTO Definisi Hukum Acara Hukum acara adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan atau

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA MATERI UAS

HUKUM ACARA PERDATA MATERI UAS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET HUKUM ACARA PERDATA MATERI UAS MEDIASI DI PENGADILAN Baca PERMA Nomor 1 Tahun 2016! Tidak diatur dlm HIR atau RBg PENCABUTAN DAN PERUBAHAN GUGATAN PERUBAHAN GUGATAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM 57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di

Lebih terperinci

I. HUKUM ACARA PERDATA

I. HUKUM ACARA PERDATA I. HUKUM ACARA PERDATA A. Pendahuluan Dalam pokok bahasan I (pertama) ini terdapat beberapa sub-sub pokok bahasan yaitu tentang pengertian Hukum Acara Perdata, Sumber-sumber Hukum Acara Perdata, asas-asas

Lebih terperinci

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan KESIMPULAN Kesimpulan yg dibuat oleh para pihak ttg jalannya persidangan sebelum dijatuhkan Putusan. Kesimpulan bersifat Fakultatif, artinya boleh diajukan, boleh tidak Sebaiknya dimasukan point yg menguntungkan

Lebih terperinci

Latihan Soal Ujian Advokat Perdata

Latihan Soal Ujian Advokat Perdata 1. Tata cara pengajuan gugatan tertulis dalam: a. Pasal 118 HIR/142 RBg b. Pasal 122 HIR/ 144 RBg c. Pasal 123 HIR/ 142 RBg d. Pasal 118 HIR/ 143 RBg 2. Pengajuan Gugatan yang lebih dari seorang Tergugat

Lebih terperinci

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan Pembuktian merupakan bagian dari tahapan pemeriksaan perkara dalam persidangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN JAWABAN GUGATAN BALIK (REKONVENSI) JALANNYA PERSIDANGAN

PEMBAHASAN JAWABAN GUGATAN BALIK (REKONVENSI) JALANNYA PERSIDANGAN PERSIDANGAN 2 PEMBAHASAN JAWABAN GUGATAN BALIK (REKONVENSI) JALANNYA PERSIDANGAN HIKMAH HARI INI Ilmu itu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim)

Lebih terperinci

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) MAHKAMAH AGUNG Jl. Lapangan Banteng Timur No. 1 JAKARTA Jakarta, 1 Desember 1975 No Lampiran : 2 (dua) : MA./Pemb./1021/1/75 Hakim

Lebih terperinci

D I S Q U A L I F I C A T O I R

D I S Q U A L I F I C A T O I R D I S Q U A L I F I C A T O I R Eksepsiyang menyatakanpenggugattidak memilikikapasitas/kedudukansebagai Penggugatdalamperkaraini. D I L A T O I R Eksepsi yang bertujuan untuk menunda diajukan gugatan,

Lebih terperinci

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* Abstrak Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA

PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 Sub Pokok Bahasan: 1. Istlah dan Pengertan Hukum Acara Perdata 2. Sumber Hukum Acara Perdata 3. Ruang Lingkup Hukum Acara Perdata 4. Asas-Asas

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

II. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

II. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA II. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA A. Pendahuluan Pokok bahasan II ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang cara mengajukan dan membuat gugatan; tindakan-tindakan yang mendahului pemeriksaan; tindakan

Lebih terperinci

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004)

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004) Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

REPLIK DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DITUJUKAN PD MAJELIS HAKIM TIDAK PERLU DITULIS RINCIAN

REPLIK DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DITUJUKAN PD MAJELIS HAKIM TIDAK PERLU DITULIS RINCIAN REPLIK DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DITUJUKAN PD MAJELIS HAKIM TIDAK PERLU DITULIS RINCIAN IDENTITAS TUJUAN UNTUK MEMBANTAH/MENANGGAPI EKSEPSI, JAWABAN, REKONPENSI DAN MENGUATKAN DALIL GUGATAN DUPLIK DIAJUKAN

Lebih terperinci

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Oleh : DRS. H.MUHTADIN,S.H 1 ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA BERACARA HARUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Heri Hartanto - Hukum Acara Peradilan Agama FH-UNS

Heri Hartanto - Hukum Acara Peradilan Agama FH-UNS INTERVENSI Masuknya pihak ke-3 dalam perkara yang sedang diperiksa di Pengadilan. Ada 3 jenis Intervensi : Tussenkomst (menengahi) Voeging (menyertai) Vrijwaring (ditarik sbg penjamin) Bentuk Intervensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

JAWABAN Sebuah Jawaban harus disertai dengan alasan-alasan:

JAWABAN Sebuah Jawaban harus disertai dengan alasan-alasan: JAWABAN Sebuah Jawaban harus disertai dengan alasan-alasan: 1. Dalam pokok perkara 2. Posita Pada hakekatnya kami menolak semua dalil-dalil penggugat kecuali secara tegas kami akui kebenarannya...dst.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) di INDONESIA Oleh : Wasis Priyanto Ditulis saat Bertugas di PN Sukadana Kab Lampung Timur Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

SITA. Hukum Acara Perdata - FH UNS

SITA. Hukum Acara Perdata - FH UNS SITA Pengertian Tindakan penjagaan paksa berdasarkan perintah pengadilan/hakim untuk menempatkan harta kekayaan milik penggugat dan/atau tergugat kedalam penjagaan untuk menjamin dipenuhinya tuntutan hak.

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 9 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Acara Perdata OLEH : M. BATTLESON SH MH DESKRIPSI : Hukum Acara Perdata mengatur prosedur penyelesaian

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN. PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.Mks) Rezki Erawati. S Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh: M. Guntur Hamzah gunturfile@gmail.com SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) DI INDONESIA Masa Penjajahan dan Pendudukan Masa Kemerdekaan 1 Masa

Lebih terperinci

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Alat bukti adalah segala sesuatu yang oleh undang- undang ditetapkan dapat dipakai membuktikan sesuatu.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas

PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi

Lebih terperinci

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam: A. Pendahuluan 1. Dasar Hukum a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam: Pasal 162 177 HIR; Pasal 282 314 RBg; Pasal 1885 1945 BW; Pasal 74 76, 87 88 UU No 7 Thn 1989 jo UU No. 50 Thn

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm

P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

Heri Hartanto - FH UNS

Heri Hartanto - FH UNS 1 Kekuasaan Kehakiman Psl 13 UU 14/1970 Jo. UU 4/2004 ttg Kekuasaan Kehakiman : memungkinkan di bentuk peradilan khusus di dalam peradilan Umum. Psl 8 UU 2/1986 Jo. UU 8/2004 ttg Peradilan Umum : Di dlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan yang harus dipenuhi. Kebutuhan dan kepentingan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan yang harus dipenuhi. Kebutuhan dan kepentingan tersebut dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sejak awal lahirnya adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Setiap manusia mempunyai kebutuhan dan

Lebih terperinci

PENGAJUAN GUGATAN by Fauzul. FH UPN JATIM 22 Maret 2013

PENGAJUAN GUGATAN by Fauzul. FH UPN JATIM 22 Maret 2013 PENGAJUAN GUGATAN by Fauzul FH UPN JATIM 22 Maret 2013 Free Powerpoint Templates Page 1 PEMBAHASAN PENGERTIAN GUGATAN PENGGABUNGAN GUGATAN KOMPETENSI ABSOLUT DAN RELATIF UPAYA MENJAMIN HAK Free Powerpoint

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor: 0718/Pdt.G/2014/PA. Pas

P U T U S A N Nomor: 0718/Pdt.G/2014/PA. Pas P U T U S A N Nomor: 0718/Pdt.G/2014/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) A. Analisis Terhadap Deskripsi Dissenting Opinion Dalam Putusan Perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang ilmu hukum adalah hukum perdata yaitu serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan

Lebih terperinci

KLINIS HUKUM BIDANG PERDATA (ACARA PERDATA ) BAGIAN I MUHAMMAD NUH, SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara BAB I PENDAHULUAN

KLINIS HUKUM BIDANG PERDATA (ACARA PERDATA ) BAGIAN I MUHAMMAD NUH, SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara BAB I PENDAHULUAN KLINIS HUKUM BIDANG PERDATA (ACARA PERDATA ) BAGIAN I MUHAMMAD NUH, SH Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara BAB I PENDAHULUAN Orang tidak mungkin menyediakan sendiri segala kebutuhan hidupnya. Yang

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas

P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA Oleh : M. Luqmanul Hakim Bastary* PENGERTIAN Untuk kesamaan penggunaan istilah, maka kata Executie yang berasal dari bahasa asing, sering diterjemahkan ke dalam Bahasa

Lebih terperinci

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI Oleh: H.Sarwohadi, S.H.,M.H., (Hakim PTA Mataram). A. Pendahuluan Judul tulisan ini agak menggelitik bagi para pambaca terutama

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH 56 BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH A. Analisis Prosedur Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Tentang Mut ah dan Nafkah Iddah. Tujuan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan 40 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan Cerai Dengan Harta Bersama. Berdasarkan hasil permusyawaratan yang dilakukan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2015/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2015/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2015/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama berdasarkan permusyawaratan

Lebih terperinci

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) BAB I PENDAHULUAN Sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

Lebih terperinci

JAWABAN. Eksepsi (jika ada) Gugatan Rekonpensi (jika ada) PLKH Perdata - Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

JAWABAN. Eksepsi (jika ada) Gugatan Rekonpensi (jika ada) PLKH Perdata - Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret JAWABAN Eksepsi (jika ada) Jawaban Konpensi/ Pokok perkara Gugatan Rekonpensi (jika ada) EKSEPSI Bantahan/keberatan Tergugat diluar pokok perkara ALASAN EKSEPSI 1. Gugatan tidak didukung surat Surat kuasa

Lebih terperinci

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum acara perdata (hukum perdata formil), yaitu hukum yang mengatur mengenai bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Prof.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

hal 0 dari 11 halaman

hal 0 dari 11 halaman hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 1336/Pdt.G/2015/PA. Pas

P U T U S A N Nomor 1336/Pdt.G/2015/PA. Pas P U T U S A N Nomor 1336/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BAB III TEORI TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA

BAB III TEORI TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA BAB III TEORI TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA A. Pengertian Hukum Acara Perdata Pelaksanaan dari pada hukum materill, khususnya hukum materill perdata, dapatlah berlangsung secara diam-diam

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis BAB II PEMBUKTIAN DAN PENGAKUAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA A. Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian Secara etimologis pembuktian dalam istilah arab disebut Al- Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat :

JENIS SITA. Sita Jaminan thdp barang milik Debitur/Tergugat (Conservatoir Beslag) Sita Jaminan thdp barang bergerak milik Penggugat : Definisi Sita Sita adl tindakan penjagaan paksa berdasarkan perintah pengadilan/hakim untuk menempatkan harta kekayaan milik penggugat dan/atau tergugat kedalam penjagaan untuk menjamin dipenuhinya tuntutan

Lebih terperinci

Gugatan Sederhana. Buku Saku

Gugatan Sederhana. Buku Saku Buku Saku Gugatan Sederhana Disusun oleh: Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP) 2015 Buku

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 31/Pdt.G/2015/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 73/Pdt.G/2009/PA.Pkc.

P U T U S A N Nomor : 73/Pdt.G/2009/PA.Pkc. P U T U S A N Nomor : 73/Pdt.G/2009/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-002/G/9/1994 TENTANG TATA LAKSANA BANTUAN HUKUM JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

Nomor 1054/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

Nomor 1054/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n SALINAN P U T U S A N Nomor 1054/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis

Lebih terperinci

Kuliah PLKH Oleh Fauzul A. Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret /04/2013 1

Kuliah PLKH Oleh Fauzul A. Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret /04/2013 1 Kuliah PLKH Oleh Fauzul A Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret 2013 22/04/2013 1 Hukum Acara di Pengadilan Agama HIR/R.Bg UU No.7 tahun 1989 ttg Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dg UU No.3 tahun 2006

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0073/Pdt.G/2017/PTA Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

PUTUSAN Nomor 0073/Pdt.G/2017/PTA Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG PUTUSAN Nomor 0073/Pdt.G/2017/PTA Bdg. بسم الله الرحمن الرحيم DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Dalam sidang majelis tingkat banding telah memeriksa, mengadili

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor /Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Dalam tingkat banding telah memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan

Lebih terperinci