KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA BANGUNAN TERJUN TEGAK (UJI EKSPERIMENTAL) SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA BANGUNAN TERJUN TEGAK (UJI EKSPERIMENTAL) SKRIPSI"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA BANGUNAN TERJUN TEGAK (UJI EKSPERIMENTAL) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar OLEH : MUHAMMAD HIDAYAT S U L K I F L I JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

2 KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADAA BANGUNAN TERJUN TEGAK (UJI EKSPERIMENTAL) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjanaa Teknik Program Studi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar OLEH : MUHAMMAD HIDAYAT S U L K I F L I JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

3 ! UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS TEKNIK Jl. Sultan Alauddin No. 259 Telp. (0411) Fax (0411) Makassar $221 HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) Program Studi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik U niversitas Muhammad iyah Makassar Judul Skripsi : Karakteristik Loncatan Hidrolik Pada Bangunan Terjun Tegak (Uji Eksperimental) Nama : Muhammad Hidayat Sulkifli Stambuk : Makassar, 11 Januari 2016 Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh Dosen Pembimbing; Pembimbing I Amrullah Mansida. ST.. MT.

4 H w 9t0z uenuer tthl :";-.""""""." : ;6urqu.rrqrua4 rw "l-s'supl 'qnw'0 1y1'/$erneurnp'[g'lg'7.!S.yU.Vlreseurlns.[tq.rl ln..ro.l ep66uv e '1S 'uejlul lv qezubh.jl : subpeles'q 'SH jsuulb'i qpprubgl :H 'rt : '3yuglrl'qereld!;1 n{qeb1 urppnueseh sel$jeilun..r1 Bnle,? ;tntua6.6up -.rq llulel s"llnlel { i I ub) eci.q pd'14 'q!iv ue/nl 'H 'ro.ressbxeyi qe&petuureqnyl sellsje^tun rciieu -e unun serueala6-1 : uerfs LL lltt>tv ruqea L0 Brllred 'Jegset!ew 9[02 Jeque o]l 91 1e66ue1 nqeu ueq eped resseleyrl qer{;peutueqnu{ se}rsre^run 4qe1 seilnrej 1g6 ryulp1 uesnrnr uelte6ue6 Me1 rpn15 urel6o.r4 eped IIu1eI euefueg.re;e6 qelo.reduerr euno prels nlbs r..fefes reoeqes 'gtouleilxfil-z'v'gollgg : roruon resserbyy qefirpeurrubqnlru seilsre^lltrl r!u)le1 sellnxej uereo uesnpdey lerns uebuap lenses 1sdr.r1glr;q1y se6nl uerfl qelo ubrr{bsrp ubp Bruueilp ue1e1e{urp 'ot eez Lg g0t e/u\srseqbru rnpu! rourou ueouep ",yge6 lupflns ubp 0[ gvz, Lg 90! B/t slseqeru Inpu! rollrou ue6uep pleplpl peuruellnf1 Brueu sele rsd;.oqg NVHVSSCNSd *.-Lq"{qffilz*TZZ06 ressotehl BBS S98 (f tuo) xejzl6 999 (IIfg).dpt OSZ.oN utppney ueilns.tf XINXTI SVI]NXVJ uvssvxvlru HVAIOV UlnlVHnH SVrlSuSnlNn

5 iv ABSTRAK MUHAMMAD HIDAYAT ( ) dan SULKIFLI ( ). Karakteristik Loncatan Hidrolik pada Bangunan Terjun Tegak (Uji Eksperimental). Dibimbing oleh Dr. Ir. Hj. Fenty Daud S, MT. dan Amrullah Mansida, ST., MT. Loncatan air terjadi apabila terjadi perubahan kedalaman secara tiba-tiba sehingga aliran mengalami perubahan dari sub kritis kritis - super kritis - sub kritis. Loncatan hidrolik dapat menimbulkan gerusan pada saluran karena adanya energi tekanan dan energi kecepatan dari loncatan. Maka dalam perancangan bangunan terjun sangat penting untuk mengetahui karakteristik loncatan yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh peningkatan debit dan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak dan (2) untuk mengetahui pengklasifikasian jenis loncatan pada bangunan terjun tegak. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Uji eksperimental menggunakan saluran terbuka dengan tiga variasi debit pengaliran dan tiga variasi tinggi terjunan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar debit dan tinggi terjunan maka semakin besar pula bilangan Froudenya, semakin tinggi loncatan, dan panjang loncatan. Jenis loncatan yang terjadi adalah loncatan berosilasi. Kata kunci : Loncatan hidrolik, terjunan tegak, bilangan Froude, loncatan berosilasi.

6 v ABSTRACT MUHAMMAD HIDAYAT ( ) dan SULKIFLI ( ). Characteristics of Hydraulics Jump at The Drop Structure (Experimental Test). Guided by Dr. Ir. Hj. Fenty Daud S, MT and Amrullah Mansida, ST., MT. Hydraulic jump occurs when there are sudden depth changing, so the flow will be change from sub critical critical super critical sub critical. Hydraulics jump can give scour to the channel because there are pressure and energy of velocity. Then in designing of the drop structure, very important to know the characteristics of hydraulics jump. The goal of this research is (1) to know influence from increase of discharge and height of the drop to the characteristics of hydraulics jump at the drop structure, and (2) to know classification types of jump at the drop structure. This research performed in Laboratory Of Department Of Civil Engineering Faculty Of Engineering, University of Muhammadiyah Makassar. Experimental test use the open channel with three variation of discharge and height of the drop. Results of this research shows that if discharge and height of the drop is highly so the Froude number s more bigger, jump s more high, and the length s more bigger. Types of jump is oscillations jump. Keywords : Hydraulics jump, drop structure, Froude number, oscillations jump.

7 vi KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-nyalah sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan judul : Karakteristik Loncatan Hidrolik Pada Bangunan Terjun Tegak (Uji Eksperimental). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kekhilafan baik itu dari segi teknis penulisan. Oleh karena itu penulis menerima dengan ikhlas dan senang hati segala koreksi serta perbaikan guna penyempurnaan skripsi ini agar kelak dapat lebih bermanfaat. Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Hamzah Al Imran,ST.,MT sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. 2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, ST. sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. 3. Ibu Dr. Ir. Hj. Fenty Daud S, MT. sebagai Pembimbing I dan Bapak Amrullah Mansida, ST., MT. sebagai Pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya skripsi ini.

8 vii 4. Bapak dan ibu dosen penguji, Bapak Ir. H. Maruddin Laining, MS. sebagai ketua, Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT. sebagai sekertaris, serta Ibu Dr. Ir. Hj. Sukmasari A., M.Si., Ibu Ir Hj. Nurnawaty, MT., dan Bapak Muh. Idris ST., MT. sebagai anggota, yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan tanggapan, bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya skripsi ini. 5. Bapak dan ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar. 6. Ayahanda, Ibunda dan Saudara-saudara yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, do a, dorongan, dan pengorbanannya. 7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku Angkatan 2010 yang dengan keakraban dan persaudaraannya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Amin. Makassar, Januari 2016 Penulis

9 viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR SIMBOL SATUAN.. i ii iv vi viii xii xvi xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1 B. Rumusan masalah... 2 C. Tujuan penelitian... 2 D. Batasan masalah... 2 E. Manfaat penelitian... 3 F. Sistematika penulisan... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian karakteristik loncatan hidrolik B. Alat ukur debit Thompson... 7 C. Lokasi loncatan hidrolik D. Panjang loncatan hidrolik E. Bilangan Froude

10 ix F. Klasifikasi loncatan hidrolik G. Energi spesifik H. Sifat dasar loncatan hidrolik I. Bangunan terjun tegak BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian B. Alat, bahan, dan model penelitian Alat Bahan Model penelitian C. Metode penelitian Langkah pengambilan data Prosedur penelitian Analisis data Prosedur pengolahan data penelitian D. Flowchart kegiatan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi data hasil penelitian B. Perhitungan debit aliran C. Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap karakteristik loncatan hidrolik Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap bilangan Froude Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap energi spesifik.. 46

11 x 3. Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap kehilangan energi dan efisiensi loncatan hidrolik Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap kedalaman awal dan lanjutan loncatan hidrolik Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap panjang loncatan hidrolik Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap tinggi loncatan hidrolik Pengaruh peningkatan debit aliran terhadap lokasi loncatan hidrolik D. Pengaruh peningkatan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik Pengaruh tinggi terjunan terhadap bilangan Froude Pengaruh tinggi terjunan terhadap energi spesifik Pengaruh tinggi terjunan terhadap kehilangan energi dan efisiensi loncatan hidrolik Pengaruh tinggi terjunan terhadap kedalaman awal dan lanjutan loncatan hidrolik Pengaruh tinggi terjunan terhadap panjang loncatan hidrolik Pengaruh tinggi terjunan terhadap tinggi loncatan hidrolik Pengaruh tinggi terjunan terhadap lokasi loncatan hidrolik E. Jenis loncatan hidrolik... 74

12 xi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA. 78 LAMPIRAN. 80

13 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pelimpah segitiga (Bambang Triatmodjo) Lokasi loncatan hidrolik (Robert J. Kodoatie, 2009) Loncatan air akibat ketinggian air di bagian hilir yang cukup dalam. (Robert J. Kodoatie, 2009) Pengaruh kedalaman air bawa hpada pembentukan loncatan hidrolik di bawah pintu air gesek (Ven Te chow.1989) Klasifikasi aliran berdasarkan bilangn Froude (Frank M.. White, 1986) Parameter energi spesifik.( Robert J. Kodoatie, 2009) Hubungan antara E dan y dengan q konstan (Robert J. Kodoatie, 2009) Lengkungan energi spesifik sebagai tolak ukur aliran kritis dengan kondisi debit minimum (Ven Te Chow.1989) Ilustrasi beberapa peristilahan yang berhubungan dengan peredam energi. (KP-04) Rancangan model denah penelitian Tampak samping rancangan model penelitian Rancangan model pintu bukaan model penelitian Detail alat ukur debit Thompson Gambar lokasi pengamatan Lokasi pengamatan untuk tinggi muka aiy (y) Titik pengamatan untuk kecepatan aliran (v) Flowchart kegiatan penelitian Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 0 (Fr 0 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 1 (Fr 1 )... 43

14 xiii 20. Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 2 (Fr 2 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 3 (Fr 3 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 0 (E 0 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 1 (E 1 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 2 (E 2 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 3 (E 3 ) Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z : 0,30 m Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z : 0,40 m Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z : 0,50 m Grafik hubungan variasi debit terhadap kehilangan energi Grafik hubungan variasi debit terhadap efisiensi loncatan (E 3 / E 2 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap kedalaman awal dan lanjutan (y 3 / y 2 ) Grafik hubungan variasi debit terhadap panjang loncatan hidrolik (Lr) Grafik hubungan variasi debit terhadap tinggi loncatan (hj) Grafik hubungan variasi debit terhadap lokasi loncatan (x) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 0 (Fr 0 ) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 1 (Fr 1 )... 64

15 xiv 37. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 2 (Fr 2 ) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 3 (Fr 3 ) Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 0 (E 0 ) Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 1 (E 1 ) Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 2 (E 2 ) Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 3 (E 3 ) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap kehilangan energi ( E) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap efisiensi loncatan (E 3 / E 2 ) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap kedalaman awal dan lanjutan (y 3 / y 2 ) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap panjang loncatan hidrolik (Lr) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap tinggi loncatan (hj) Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap lokasi loncatan (x) Alat ukur debit Thomshon Model saluran terbuka dengan bangunan terjun tegak Alat ukur tinggi muka air sebelum terjunan Alat ukur tinggi muka air sebelum loncatan dan setelah loncatan hidrolik Flowatch alat ukur kecepatan aliran (v) Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan

16 xv flowatch sebelum terjunan (v 0 ) Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch, ambang terjunan (v 1 ) Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch,sebelum loncatan hidrolik (v 2 ) Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch, setelah loncatan hidrolik (v 3 )... 88

17 xvi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Data hasil pengamatan Hasil perhitungan kalibrasi debit aliran Hasil perhitungan kalibrasi koefisien debit Thomson Hasil perhitungan debit menggunakan alat ukur Thomson Rekapitulasi hasil perhitungan debit secara umum dan debit berdasarkan pintu Thomson Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 0 ( sebelum terjunan ) Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 1(pada ambang terjunan) Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 2 (sebelum loncatan air) Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 3 (setelah loncatan air) Hasil perhitungan energi spesifik di titik 0 (sebelum terjunan) Hasil perhitungan energi spesifik di titik 1 ( pada ambang terjunan ) Hasil perhitungan energi spesifik di titik 2 (sebelum loncatan air) Hasil perhitungan energi spesifik di titik 3 (setelah loncatan air) Hasil perhitungan kehilangan energi dan efisiensi loncatan Hasil perhitungan kedalaman awal dan lanjutan Hasil perhitungan panjang loncatan hidrolik Hasil perhitungan tinggi loncatan dan tinggi relatif Hasil pengukuran jarak titik terjadinya loncatan... 61

18 xvii 19. Pengklasifikasian jenis loncatan hidrolik berdasarkan bilangan Froude... 75

19 xviii DAFTAR SIMBOL DAN SATUAN Simbol Satuan B : Lebar saluran (m) b : Lebar saluran (m) Cd : Koefisien debit Thompson E : Energi spesifik (m) E c : Energi spesifik (m) EL : Garis energi E : Energi minimum E 1 : Energi spesifik sebelum loncatan (m) E 2 : Energi spesifik setelah loncatan (m) E 1 : Energi spesifik sebelum loncatan (m) E 2 : Energi spesifik setelah loncatan (m) Fr : Bilangan Froude F 0 : Bilangan Froude sebelum terjunan F 1 : Bilangan Froude di ambang terjunan F 2 : Bilangan Froude sebelum loncatan F 3 : Bilangan Froude setelah loncatan g : Gravitasi bumi (m /det) h : Tinggi air pada pelimpah (m) H : Total energi (m) HGL : Garis gradient hidrolik

20 xix h j : Tinggi loncatan (m) Q : Debit aliran (m 3 /det) q : Debit aliran per satuan lebar (m det) Sf : Kemiringan geser Sw : Kemiringan muka air S o : Kemiringan dasar saluran v : Kecepatan rata-rata aliran (m/det) v c : Kecepatan rata-rata aliran kritis (m/det) v 0 : Kecepatan rata-rata aliran (m/det) v 1 : Kecepatan rata-rata aliran di ambang terjunan (m/det) v 2 : Kecepatan rata-rata aliran sebelum loncatan(m/det) v 3 : Kecepatan rata-rata aliran setelah lomcatan (m/det) y : Kedalaman aliran (m) y c : Kedalaman kritis (m) y 0 : Kedalaman air sebelum terjunan (m) y 1 : Kedalaman air di ambang terjunan (m) y 2 : Kedalaman air sebelum loncatan (m) y 3 : Kedalaman setelah loncatan (m) z : Jumlah jarak vertical dasar saluran terhadap datum x : Koordinat memanjang E : Kehilangan energi (m)

21 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam usaha pertanian dibutuhkan adanya sistem irigasi di sawah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air. Pada jaringan irigasi teknis untuk mengalokasikan air dari sumbernya yaitu dari sungai ke lahan pertanian, digunakan saluran primer. Saluran primer adalah bagian saluran mulai dari pintu pengambilan pada bendung atau free intake sampai pada bangunan bagi. Pada saluran primer dan sekunder ini sering dijumpai bangunan terjun. Bangunan terjun adalah bangunan yang berfungsi untuk mengatasi perbedaan elevasi dasar saluran yang besar. Bangunan terjun terbagi atas dua jenis, yaitu bangunan terjun tegak dan bangunan terjun miring. Pada bangunan terjun terjadi fenomena yang sangat menarik yaitu adanya loncatan air di bagian hilir terjunan. Fenomena tersebut terjadi akibat terjunan debit aliran pada saluran, dimana terjadi perubahan kecepatan aliran secara tibatiba dan hal tersebut menghasilkan fenomena yang disebut dengan loncatan hidrolik (hidrolik jump). Akibat adanya loncatan hidrolik maka sering ditemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada bagian hilir. Permasalahan yang sering muncul adalah adanya gerusan yang terjadi pada bagian dasar dan dinding saluran. Dimana gerusan tersebut diakibatkan oleh adanya energi aliran yang berasal dari debit aliran pada saluran. Sehingga dengan meneliti dan mempelajari tentang bagaimana karakteristik loncatan hidrolik maka dapat diketahui solusi

22 2 untuk meredam energi yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Sehingga dalam melakukan perancangan bangunan terjun sangat penting untuk mengetahui karakteristik loncatan yang terjadi. Berdasarkan masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Karakteristik Loncatan Hidrolik Pada Bangunan Terjun Tegak. B. Rumusan Masalah Ada beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh peningkatan debit dan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik pada bangunan terjun tegak? 2. Bagaimana mengklasifikasikan loncatan hidrolik pada bangunan terjun tegak? C. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh peningkatan debit dan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak. 2. Mengetahui pengklasifikasian jenis loncatan pada bangunan terjun tegak. D. Batasan Masalah. Adapun batasan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meneliti pengaruh peningkatan debit dan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik pada bangunan terjun tegak.

23 3 2. Klasifikasi jenis loncatan diketahui berdasarkan bilangan Froude. 3. Media peraga yang digunakan adalah saluran terbuka. 4. Bangunan terjun yang digunakan sebagai peraga adalah bangunan terjun tegak. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai pembelajaran mengenai karakteristik loncatan hidrolik. 2. Sebagai penerapan antara teori dengan realitas di lapangan. 3. Sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian lanjutan. 4. Sebagai rujukan bagi perencana bangunan terjun tegak. F. Sistematika Penulisan Bab I merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas : pengertian karakteristik loncatan hidrolik, alat ukur debit Thompson, lokasi loncatan hidrolik, panjang loncatan hidrolik, bilangan Froude, klasifikasi loncatan hidrolik, energi spesifik, sifat dasar loncatan hidrolik, serta bangunan terjun tegak. Bab III merupakan pembahasan mengenai metode penelitian yang terdiri atas : waktu dan tempat penelitian, alat/bahan, dan model penelitian, serta metode penelitian.

24 4 Bab IV merupakan pembahasan mengenai hasil penelitian yang terdiri atas deskripsi data hasil penelitian, perhitungan debit aliran, pengaruh peningkatan debit aliran terhadap karakteristik loncatan hidrolik, dan pengaruh peningkatan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik. Bab V merupakan pembahasan mengenai kesimpulan dan saran setelah menganalisis data yang telah diperoleh saat penelitian berlangsung.

25 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Karakteristik Loncatan Hidrolik Dalam buku Ven Te Chow (1989), loncatan hidrolik pertama kali diselidiki dengan cara percobaan oleh Bidone (seorang sarjana Italia pada tahun 1818). Hal ini memberikan gagasan pada Belanger (1828) untuk membedakan antara kemiringan landai (sub kritis) sampai curam (super kritis). Pada mulanya teori mengenai loncatan hidrolik dikembangkan untuk saluran saluran horizontal atau yang kemiringannya kecil sehingga pengaruh berat air terhadap perilaku loncatan hidrolik dapat diabaikan. Untuk saluran saluran dengan kemiringan besar, pengaruh berat air pada loncatan cukup besar, sehingga harus dimasukkan dalam perhitungan. Dalam buku Robert J Kodoatie (2009), loncatan hidrolik terjadi bilamana ada perubahan aliran dari super kritis menjadi sub kritis. Sebagai contoh adalah aliran yang melalui penghalang berupa sluice gate yang melintang selebar saluran. Akibat adanya penghalang ini maka di bagian hilirnya muncul loncatan hidrolik. Dalam buku Frank M. White (1986), dalam aliran saluran terbuka suatu aliran super kritis dapat berubah dengan cepat menjadi aliran sub kritis lagi dengan melewati loncatan hidrolik. Aliran di bagian hulu cepat dan dangkal, sedangkan aliran di bagian hilir lambat dan dalam.

26 6 Dalam buku Bambang Triatmodjo (2008), apabila tipe aliran berubah dari aliran super kritis menjadi sub kritis maka akan terjadi loncatan air. Loncatan air merupakan salah satu contoh bentuk aliran berubah cepat (rapidly varied flow). Menurut French dalam buku Ven Te Chow (1989), menyebutkan bahwa loncatan hidrolik dapat diaplikasikan untuk : a) Meredam energi pada bendungan, saluran dan struktur hidrolik yang lain dan untuk mencegah pengikisan struktur pada bagian hilir. b) Menaikan kembali tinggi energi dan permukaan air pada bagian hilir saluran dan juga menjaga agar permukaan air saluran irigasi dan saluran distribusi yang lain tetap terjaga. c) Memperbesar tekanan pada lapisan pelindung, sehingga memperkecil tekanan angkat pada struktur tembok, dan memperbesar kedalam air pada lapisan pelindung. d) Memperbesar debit dengan mempertahankan air balik bawah, karena tinggi energi efektif akan berkurang bila air bawah dapat menghilangkan loncatan hidrolik. e) Menunjukan kondisi-kondisi aliran tertentu misalnya aliran super kritis adanya penampang kontrol, sehingga letak pengukuran pos dapat ditentukan. f) Mencampur bahan kimia yang digunakan untuk memurnikan air. g) Mengaerasikan air yang hasilnya digunakan untuk air minum perkotaan. h) Menghilangkan kantong-kantong udara dari jaringan penyuplai air, sehingga akan mencegah penguncian udara.

27 7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik loncatan hidrolik adalah suatu ciri-ciri khusus atau sifat khas yang terjadi pada perubahan kecepatan aliran dari super kritis menjadi sub kritis, dimana perubahan kecepatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; kapasitas debit pada saluran, tinggi terjunan, kemiringan terjunan, tinggi bukaan pada pintu sorong (sluice gate) dll. B. Alat ukur debit Thompson Dalam buku Bambang Triatmodjo (2002) alat ukur debit Thompson merupakan alat ukur debit yang biasanya digunakan untuk mengukur debit aliran yang kecil. Alat ukur debit Thompson berbentuk segitiga. Pada gambar 1 menunjukan alat ukur debit Thmpson atau pelimpah segitiga. Dimana air mengalir diatas pelimpah segitiga tersebut. Tinggi peluapan adalah (h) dan sudut peluapan adalah (α). Persamaan yang mendefenisikan pelimpah segitiga ini adalah sebagai berikut: Q = Cd. dimana: Q = debit aliran (m3/det) Cd = koefisien debit Thompson h = tinggi air pada pelimpah (m) Persamaan di atas digunakan untuk menghitung kalibrasi koefisien (Cd) pada alat ukur debit Thompson. Gambar alat ukur debit Thompson dapat kita lihat pada gambar 1.

28 8 Gambar 1 Pelimpah segitiga (Bambang Triatmodjo) C. Lokasi Loncatan Hidrolik Dalam buku Robert J. Kodoatie (2009) lokasi loncatan hidrolik akan terjadi dimanapun di antara lokasi terlihat pada gambar berikut ini : Gambar 2 Lokasi loncatan hidrolik (Robert J. Kodoatie, 2009) Terutama pada perubahan aliran dari super kritis ke sub kritis. Namun apabila y3 demikian besar maka loncatan bisa saja terjadi pada pintu sluce gate.

29 9 Pada kondisi tersebut maka bukaan pintu akan tenggelam akibat tingginya y3 dan loncatan terjadi di dalamnya seperti yang ditunjukan pada gambar berikut ini: Gambar 3 Loncatan air akibat ketinggian air di bagian hilir yang cukup dalam. (Robert J. Kodoatie, 2009) Menurut Chow (1989), ada tiga buah pola loncatan hidrolik yang mungkin terjadi pada daerah hilir dari sumbernya misalnya loncatan yang terjadi pada bangunan terjun atau loncatan yang terjadi pada pintu air geser tegak, yaitu : Kasus satu menggambarkan pola dimana kedalaman air bawah y2 sama dengan kedalaman y2, sehingga loncatan terjadi pada lapisan keras sesudah melewati y1. Kasus dua menggambarkan pola dimana kedalaman air y2 lebih kecil dari y2. Akibatnya loncatan hidrolik akan menyusut ke hilir menuju ke suatu titik dimana persamaan bilangan Froude terpenuhi kembali. Kasus tiga menggambarkan pola dimana kedalaman air y2 lebih besar dari y2. Akibatnya loncatan didorong ke arah hulu dan akhirnya hilang pada sumber, berubah menjadi loncatan teredam lihat gambar 4.

30 10 Gambar 4 Pengaruh kedalaman air bawahpada pembentukan loncatan hidrolik di bawah pintu air gesek (Ven Te Chow.1989) D. Panjang Loncatan Panjang loncatan dapat didefinisikan sebagai jarak antara permukaan depan loncatan hidrolik sapai suatu titik pada permukaan gulungan ombak yang segera menuju ke hilir. Panjang loncatan hidrolik sukar untuk ditentukan secara teoritis, tetapi dapat diselidiki dengan cara percobaan. Dalam buku Bambang Triatmodjo (2008) menuliskan bahwa untuk mendapatkan panjang loncatan hidrolik (Lr), tidak ada rumus teoritis yang dapat digunakan untuk menghitungnya. Tetapi untuk saluran segiempat panjang loncatan hidrolik diambil antara 5 dan 7 kali tinggi loncatan yaitu L = 5-7(y2-y1).

31 11 Dalam penelitian, panjang loncatan hidrolik digunakan untuk menentukan panjang perlindungan saluran dimana loncatan hidrolik terjadi. Dengan mengetahui panjang loncatan maka dapat diketahui panjang perlindungan dasar. E. Bilangan Froude Dalam buku Robert J Kodoatie (2009), Bambang Triatmodjo (2008), dan Frank M. White (1986), menjelaskan bahwa apabila suatu aliran mempunyai bilangan Froude F = 1, maka aliran bersifat kritis. Bila F > 1 maka aliran bersifat super kritis dan bila F < 1 maka aliran bersifat sub kritis. Bilangan Froude adalah perbandingan gaya-gaya inersia dengan gaya gravitasi per satuan volume, persamaan yang mendefinisikan bilangan Froude, dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini: = /( )... 1) dimana : v = Kecepatan rata-rata aliran (m/det) g = Gravitasi bumi ( y / ) = Kedalaman aliran (m) Frank M. White dalam bukunya (1986), menjelaskan bahwa kedalaman yc bersangkutan dengan kecepatan saluran yang sama dengan kepesatan gelombang dalam air yang dangkal dapat didefenisikan dalam persamaan berikut ini : q2 = ( )... 2)

32 12 dimana : q = debit aliran per satuan lebar ( g = gaya gravitasi bumi ( yc = kedalaman kritis (m) / ) ) Dalam buku Robert J Kodoatie (2009), nilai kecepan kritis digunakan persamaan yang dikenal dengan persamaan Clearity dalam persamaan berikut ini : =.... 3) Clearity juga disebut kecepatan gelombang yang tampak pada permukaan air akibat suatu gangguan pada aliran saluran terbuka. Sehingga pada persamaan 3 dapat didefenisikan dalam persamaan berikut ini : = dimana :.. 4) vc = kecepatan kritis (m/det) y = kedalaman aliran (m) Dalam buku Bambang Triatmodjo (2008), untuk mendapatkan kecepatan aliran pada y1, y2 digunakan persamaan berikut ini: v = q / y.... dimana : v = kecepatan aliran (m/det) q = debit aliran per satuan lebar (m2/det) y = kedalaman air (m) 5)

33 13 Sehingga dari persamaan 5 di atas dapat dikontrol nilai kecepatan super kritis dan sub kritis sebagai berikut: a. Untuk aliran sub kritis Fr < 1 maka v < b. Untuk aliran super kritis Fr > 1 maka v >.. F. Klasifikasi Loncatan Hidrolik Dalam buku Frank M. White (1986) dan Ven Te Chow (1989), parameter pokok yang mempengaruhi unjuk kerja loncatan hidrolik adalah bilangan Froude di bagian hulu. Bilangan Reynolds dan bentuk salurannya hanya mempunyai pengaruh sekunder. Untuk diuraikan klasifikasi loncatan hidrolik berdasarkan bilangan froude. Maka klasifikasi loncatan hidrolik diuraikan dan dilukiskan dalam gambar berikut ini. Klasifikasi loncatan hidrolik dapat dibedakan menjadi : a) Fr < 1 Pada keadaan ini, mustahil terjadi loncatan, karena melanggar hukum kedua termodinamika. b) Loncatan berombak (Fr = 1 sampai 1,7) Pada keadaan ini, terjadi loncatan gelombang tegak atau loncatan beralun kirakira sepanjang 4y2, lesapannya rendah, kurang dari 50%. c) Loncatan lemah (Fr = 1,7 sampai 2,5) Pada keadaan ini, permukaan halus dengan rotasi kecil yang dikenal sebagai loncatan lemah; lesapannya antara 5 sampai 15%

34 14 d) Loncatan berosilasi (Fr = 2,5 sampai 4,5) Pada keadaan ini, terjadi loncatan bergetar yang tak stabil, setiap denyutan yang tidak teratur menimbulkan gelombang besar yang dapat merambat ke hilir, sampai bermil-mil, merusak tebing saluran dan lain-lain. Jangan dipakai sebagai syarat rancang bangunan. Lesapannya mencapai 15 sampai 45%. e) Loncatan Tunak (Fr = 4,5 sampai 9,0) Pada keadaan ini, terjadi loncatan tunak yang stabil dan berimbang; penampilan dan aksi yang paling baik tidak peka terhadap keadaan di bagian hilir. Merupakan rentang rancang bangun yang baik. Lesapannya mencapai 45 sampai 70%. f) Loncatan kuat (Fr > 9,0) Pada keadaan ini, loncatan yang terjadi kuat dan kasar yang terputus-putus namun memberikan unjuk kerja yang bagus. Lesapannya mencapai 70 sampai 85%. Klasifikasi loncatan hidrolik dilukiskan dalam gambar berikut ini: a. b. c. d. e. Fr = 1-1,7 Fr = 1,7-2,5 Fr = 2,5-4,5 Fr = 4,5-9,0 Fr > 9,0 Gambar 5 Klasifikasi bilangan aliran Froude. White, 1986) berdasarkan (Frank M.

35 15 G. Energi Spesifik Dalam buku Robert J Kodoatie (2009) energi spesifik adalah energi relatif dasar saluran. Bambang Triatmodjo (2008), energi tampang lintang saluran, yang dihitung terhadap dasar saluran, disebut dengan energi spesifik atau tinggi spesifik. Jadi energi spesifik adalah jumlah dari energi tekanan dan energi kecepatan di suatu titik. Persamaan yang mendefenisikan energi spesifik pada saluran terbuka ini ada pada persamaan berikut ini: E = y+... 6) dimana : E = energi spesifik (m) y kedalaman normal aliran (m) = g = gaya gravitasi bumi ( v kecepatan aliran (detik) = / ) Berikut ini adalah gambar ilustrasi parameter dalam perhitungan energi spesifik: Gambar 6 Parameter energi spesifik.( Robert J. Kodoatie, 2009)

36 16 dimana : EL : garis energi HGL : garis gradient hidrolik Sf : kemiringan geser Sw : kemiringan muka air So : kemiringan dasar saluran H : total energi z : jumlah jarak vertical dasar saluran terhadap datum x : koordinat memanjang Frank M. White (1986) untuk aliran di saluran berbentuk segi empat, debit aliran (Q) dapat diubah menjadi debit aliran per satuan lebar dan q = Q/b sehingga dapat didefenisikan dalam persamaan berikut ini : E = y = dimana : E = energi spesifik ( ) b = lebar saluran (m) q = debit aliran per satuan lebar ( y = kedalaman normal aliran ( ) g = gaya gravitasi bumi ( / ) ) 7)

37 17 Robert J Kodoatie (2009) untuk jenis aliran kritis pada saluran persegi panjang dengan lebar B didefenisikan dalam persamaan berikut ini : Ec = dimana : ) Ec = energi spesifik ( ) Q = debit aliran ( ) = kecepatan aliran ( ) g = gaya gravitasi bumi ( / v yc = kedalaman kritis ( ) B = lebar saluran (m) ). Terdapat nilai minimum E pada suatu nilai y yang disebut dengan kedalaman kritis dengan membuat de/dy sama dengan nol pada q konstan. Dalam buku Frank M. White (1986) Emin terjadi pada persamaan berikut ini : = ( )=.... 9) dimana : E yc = Energi minimum = kedalam kritis (m) Dalam buku Frank M. White (1986), kedalaman (yc) bersangkutan dengan kecepatan saluran yang sama dengan kepesatan gelombang yang terjadi dalam air yang dangkal. Persamaan yang bersangkutan dalam hal ini dapat dilihat pada persamaan (9) di atas. Sehingga dari persamaan di atas dapat dibuat suatu kurva

38 18 hubungan antara antara energi spesifik minimum (Emin) dan kedalaman kritis saluran (y) berikut ini: Gambar 7 Hubungan antara E dan y dengan q konstan (Robert J. Kodoatie, 2009) Untuk debit aliran air adalah konstan dan variasi kedalaman air terjadi karena perubahan kekasaran, bentuk tampang saluran, kemiringan dasar saluran atau perubahan kondisi di hulu dan hilir. Untuk mengetahui tolak ukuran dalam aliran kritis, diperlukan lengkung energi spesifik dengan debit aliran minimum, seperti pada gambar berikut ini: Gambar 8 Lengkungan energi spesifik sebagai tolak ukur aliran kritis dengan kondisi debit minimum (Ven Te Chow.1989)

39 19 H. Sifat Dasar Loncatan Hidrolik Beberapa sifat dasar loncatan hidrolik pada saluran persegi panjang sebagai berikut : 1) Kehilangan energi Dalam buku Bambang Triatmodjo (2008) dan Chow (1989) Kehilangan energi pada loncatan sama dengan perbedaan energi spesifik sebelum dan sesudah terjadinya loncatan seperti pada persamaan berikut : E = E1 E2 = (. )... 10) Rasio antara E / E disebut dengan kehilangan relatif dimana: E = kehilangan energi (m) E1 = energi spesifik sebelum loncatan (m) E2 = energi spesifik setelah loncatan (m) y1 = kedalaman sebelum loncatan (m) y2 = kedalaman setelah loncatan (m) 2) Efisiensi loncatan Dalam buku Ven Te Chow (1989), rasio antara energi spesifik setelah loncatan dengan sebelum loncatan di defenisikan sebagai efesiensi loncatan. Besar efesiensi loncatan terlihat pada persamaan berikut ini: = ( ) ( )... 11)

40 20 dimana: E1 = energi spesifik sebelum loncatan (m) E2 = energi spesifik setelah loncatan (m) F1 = bilangan Froude Persamaan ini menunjukan bahwa efesiensi loncatan merupakan fungsi tak berdimensi dan hanya bergantung pada bilangan Froude aliran setelah loncatan. 3) Kedalaman awal dan lanjutan Untuk hubungan antara kedalaman y1 dan y2 dalam buku Robert J. Kodoatie (2009), Bambang Triatmodjo (2008), Frank M White (1986) dan Ven Te Chow (1959) digunakan persamaan berikut ini: = (1 + 8 dimana: 1)... 12) y1 = kedalaman sebelum loncatan (m) y2 = kedalaman setelah loncatan (m) Fr = bilangan Froude 4) Tinggi loncatan Tinggi loncatan (Hj) adalah perbedaan antara kedalaman sebelum dan sesudah loncatan (Hj) = y2 y1). dengan menyatakan setiap besaran rasio terhadap energi spesifik maka dapat digunakan persamaan berikut ini. =... 13)

41 21 dimana : hj / E1 adalah tinggi relatif, y1 / E1 adalah kedalaman mula relatif dan y2/e1 adalah kedalaman lanjutan sekuen relatif. Semua rasio ini dapat dinyatakan sebagai fungsi tak berdimensi dari F1 seperti yang ada pada persamaan berikut ini: =... 14) dimana : hj = tinggi loncatan (m) E1 = energi sebelum loncatan (m) F1 = bilangan Froude Karena kehilangan relatif, efesiensi, tinggi relatif, kedalaman mula-mula dari akhir relatif, dari loncatan hidrolik pada saluran persegi panjang mendatar adalah fungsi dari F1. I. Bangunan Terjun Tegak Bangunan terjun adalah suatu bangunan air yang di bangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu curam sementara kemiringan yang dibutuhkan saluran tergolong landai. Bangunan terjun biasanya di bangun pada daerah yang tofografinya memiliki kemiringan yang curam. Menurut Sarah Reksokusumoh (1975) bangunan terjun dibedakan menjadi dua bagian yaitu bangunan terjun tinggi dan bangunan terjun rendah. Pada bangunan terjun rendah di perlukan pekerjaan-pekerjaan tanah yang lebih sedikit tapi diperlukan pasangan batu yang lebih banyak. Sedangkan pada bangunan

42 22 terjun tinggi diperlukan pekerjaan tanah yang lebih banyak tetapi pekerjaan pemasangan batu yang lebih sedikit. Untuk tinggi terjunan yang kurang dari 1,5 m digunakan bangunan terjun tegak sedangkan utuk tinggi terjunan lebih dari 1,5 m akan lebih baik bila digunakan bangunan terjun miring (Soewasono, 1986). Ada 4 bagian dari bangunan terjun yaitu : a) Bagian Pengontrol Bagian dimana aliran menjadi super kritis.bagian pengontrol ini terletak sebelum hulu (sebelum terjunan), dengan adanya bagian pengontrol ini maka penurunan muka air. b) Bagian Pembawa Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal) atau terjunan miring. Pemakaian jenis terjunan tergantung pada ketinggian. c) Peredam Energi Peredam energi berfungsi untuk meredam energi yang terkandung dalam aliran, sehingga tidak merusak konstuksi bangunan terjun. d) Perlindungan Dasar Setelah aliran mengalir melewati terjunan, kecepatan aliran tergolong masih tinggi meskipun telah dipasang bagunan peredam energi, sehingga masih dipasang perlindungan dasar saluran yang biasanya berupa pemasangan bronjong untuk menghindari terjadinya gerusan dasar dan dinding saluran.

43 23 Ilustrasi bagian-bagian pada bangunan terjun tegak adalah sebagai berikut: Gambar 9 Ilustrasi beberapa peristilahan yang berhubungan dengan peredam energi. (KP-04)

44 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental berupa uji laboratorium dengan menggunakan model saluran terbuka dan bangunan terjun tegak. Penelitian ini mulai dilakukan pada tanggal 28 bulan april sampai dengan tanggal 6 bulan mei tahun Tempat penelitian yaitu di Laboratorium sungai Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar yang berada di lantai 1 gedung Al- Iqra. B. Alat, Bahan, dan Model Penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Alat 1) Model saluran terbuka 2) Bak penampungan air 3) Pompa air, untuk pengaliran 4) Stopwatch 5) Wadah berkapasitas 0, m3, untuk kalibrasi koefisien debit (Cd) 6) Flowatch 7) Meter lipat 8) Mistar 9) Pipa dan selang ukuran 4 untuk mengalirkan air ke saluran.

45 25 10) Kamera digital digunakan untuk pengambilan dokumentasi 11) Alat tulis 12) Komputer 2. Bahan 1) Air bersih. 2) Tanah timbunan 3. Model Penelitian Model yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Gambar 10 Rancangan model denah penelitian Gambar 11 Tampak samping rancangan model penelitian

46 26 Gambar 12 Rancangan model pintu bukaan model penelitian Gambar 13 Detail alat ukur debit Thompson C. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model saluran terbuka dan bangunan terjun tegak.

47 27 1. Langkah Pengambilan Data Adapun data yang akan diambil pada penelitian ini terdiri dari : 1) Tinggi muka air sebelum terjunan (y0) di ukur dengan menggunakan mistar dari dasar saluran hingga pada permukaan air. 2) Tinggi muka air saat terjunan (y1) diukur dengan menggunakan mistar mulai dari dasar saluran hingga pada permukaan air. 3) Tinggi muka air sebelum loncatan (y2) diukur dengan menggunakan mistar mulai dari dasar saluran hingga pada permukaan air. 4) Tinggi muka air stelah loncatan (y3) diukur dengan menggunakan mistar mulai dari dasar saluran hingga pada permukaan air. 5) Kecepatan aliran sebelum terjunan (v0) diukur dengan menggunakan flowatch pada tiga titik yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran. 6) Kecepatan aliran saat terjunan (v1) diukur dengan menggunakan flowatch pada tiga titik yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran. 7) Kecepatan aliran sebelum loncatan (v2) diukur dengan menggunakan flowatch pada tiga titik yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran. 8) Kecepatan aliran setelah loncatan (v) diukur dengan menggunakan flowatch pada tiga titik yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran. 9) Panjang loncatan (Lr) di ukur dengan menggunakan mistar mulai saat air meloncat hingga pada ketinggian permukaan air maksimal.

48 28 2. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan 3 (tiga) variasi ketinggin terjunan ( Z 1, Z2, Z3) dengan tiga variasi debit (Q) pada setiap tinggi terjunan. Langkahlangkah dalam melakukan penelitian sebagai berikut : 1) Melakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan koefisien debit Thompson pada model yang telah dibuat. Untuk menentukan koefisien debit Thompson dilakukan tiga kali percobaan dengan cara sebagai berikut: a. Mengalirkan air pada alat ukur debit Thompson dengan tinggi muka air pada pelimpah h = 1,9 cm, kemudian menampungnya dengan wadah yang telah disiapkan yaitu wadah yang berkapasitas 0, m3 sambil menghitung waktu yang dibutuhkan menggunakan stopwatch hingga wadah tersebut penuh dengan air pengaliran. b. Setelah mengetahui waktu yang dibutuhkan hingga wadah tersebut penuh dengan air, maka dapat diketahui debit aliran yang terjadi saat pengaliran dengan cara membagi volume air dengan waktu tersebutr ( ). c. Setelah mengetahui debit aliran (Q) yang terjadi pada pengaliran tersebut dengan tinggi muka air pada alat ukur Thompson (h = 1,9 cm) maka dapat diketahui koefisien debit Thopmson dengan menggunakan rumus Q = Cd. dengan cara mensubtitusikan nilai-nilainya. d. Percobaan kalibrasi koefisien debit Thompson dilakukan sebanyak 3 kali percobaan dengan tiga variasi ketinggi air pada alat uku Thompson (h) yaitu 1,9 cm, 2,3 cm dan 4,0 cm. Sehingga dari ketiga hasil hasil tersebut

49 29 dirata-ratakan dan hasil rata-rata dari percobaan tersebut merupakan koefisien debit Thompson (Cd) yang digunakan dalam penelitian ini. 2) Setelah mengetahui koefisien debit Thompson yang digunakan pada model penelitian ini maka dapat diketahui tinggi muka air pada alat ukur debit Thompson yang dibutuhkan untuk mengalirkan debit aliran yang digunakan untuk penelitian ini yaitu Q1 = 0,0029 m3/det, Q2 = 0,0059 m3/det dan Q3 = 0,0083 m3/det. 3) Melakukan pengaliran untuk tinggi terjunan yang pertama yaitu ( Z) = 30 cm. Dimulai dari Q1 = 0,0029 m3/det. Dengan tinggi muka air pada ambang Thompson 0,075 m. 4) Mengukur tinggi muka air (y0) dan kecepatan aliran (v0) sebelum terjunan untuk menghitung debit aliran dengan rumus Q = V. A dimana lebar saluran (b) konstan b = 0,4 m, sebagai perbandingan antara debit aliran menggunakan alat ukur Thompson dengan secara teoritis. 5) Setelah aliran pada saluran stabil, maka diukur tinggi muka air (y) pada 4 lokasi seperti pada gambar 13 dan 14. Yaitu sebelum terjunan, saat terjunan, sebelum loncatan dan setelah loncatan. 6) Pengukuran kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch, dilakukan pada 3 titik pada setiap lokasi yaitu tepi kiri, tepi kanan dan tengah lebar saluran seperti terlihat pada gambar 15. 7) Mengamati loncatan hidrolik yang terjadi secara langsung pada model saluran yang dibuat. Kemudian mengukur panjang loncatan (Lr) dan lokasi loncatan (X) pada saluran.

50 30 8) Setelah pengambilan data pada debit Q1 dilakukan, maka dilanjutkan dengan menggunakan debit Q2 dan Q3 secara berurutan dan diukur data yang dibutuhkan seperti pada point ke 3,4,5 dan 6 di atas pada masingmasing debit yang dialirkan. 9) Untuk pengaliran pada tinggi terjunan ( Z = 40 cm dan 50 cm) dilakukan seperti pada langkah-langkah poin 3,4,5,6,7 dan 8 diatas. 10) Mengolah data yang telah diperoleh dalam penelitian. Gambar 14 Gambar lokasi pengamatan. Gambar 15 Lokasi pengamatan untuk tinggi muka air (y)

51 31 Gambar 16 Titik pengamatan untuk kecepatan aliran (v) 3. Analisis Data Analisis data yang akan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bilangan Froude (Fr). 2) Energi spesifik (E) 3) Kehilangan energi spesifik ( E) 4) Efisiensi loncatan (E3/E2) 5) Rasio kedalaman sub kritis dengan kedalaman super kritis (y3/y2) 6) Tinggi loncatan (hj) 7) Kedalaman relatif (hj/e1) 8) Panjang loncatan hidrolik (L/y3) Analisis analisis hubungan yang ada di atas akan diolah ke dalam bentuk kurva untuk menggambarkan hubungannya.

52 32 4. Prosedur pengolahan data penelitian. Dalam mengolah data yang telah didapatkan dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Setelah mendapatkan data (y0), (v0) dimana lebar saluran b = 0,4 m, maka dapat dihitung (A) dan (Q). 2) Setelah mendapatkan data (y0, y1, y2 y3) dan (v0, v1, v2, v3) maka dapat diketahui jenis aliran kritis dengan menggunakan persamaan bilangan = Froude persamaan /( ) 3) Dengan mendapatkan data (y2, y3), (Q), (b) dan (v2, v3) maka dapat dihitung energi spesifik sebelum loncatan (E1), energi spesifik setelah loncatan (E2) menggunakan persamaan E =. + 4) Setelah mendapatkan perhitungan E1 dan E2 maka dapat dihitung kehilangan energi spesifik ( Es) menggunakan persamaan = ( 5) Mengitung ). efesiensi loncatan hidrolik dengan persamaan 3 (8 1 +1) = 8 1 ( ) 6) Menghitung kedalaman relatif Menghitung kedalaman mula relatif dengan persamaan = 3 7) Menghitung tinggi loncatan (y3) dengan menggunakan persamaan

53 33 y3 = (. ) 8) Menghitung panjang loncatan secara teoritis dengan menggunakan persamaan Lr = 5-7 ( y3-y2 )

54 34 D. Flowchart kegiatan penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Alat & Bahan Penelitian Perancangan & Pembuatan Model Pengambilan data percobaan pada setiap debit aliran. 1. Tinggi muka air sebelum terjunan (y 0 ) 2. Tinggi muka air saat terjunan (y 1 ) 3. Tinggi muka air sebelum loncatan (y 2 ) 4. Tinggi muka air setelah loncatan (y 3 ) 5. Kecepatan aliran sebelum terjunan (v 0 ) 6. Kecepatan aliran saat terjunan (v 1 ) 7. Kecepatan aliran sebelum loncatan (v 2 ) 8. Kecepatan aliran stelah loncatan (v 3 ) 9. Panjang loncatan. (Lr) Verifikasi Data Pengolah Ya Tidak Analisis data percobaan terhadap bilangan Froude Kesimpulan Selesai Gambar 17 Flowchart kegiatan penelitian

55 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Syarat untuk terjadinya loncatan hidrolik adalah adanya perubahan aliran dari aliran sub kritis kritis super kritis sub kritis. Pada penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa pada bangunan terjun tegak terjadi perubahan aliran tersebut sehingga terjadi loncatan hidrolik pada bagian hilir terjunan. Dimana setelah melakukan perhitungan bilangan Froude, didapatkan hasil bahwa aliran sub kritis terjadi sebelum terjunan, aliran kritis terjadi pada ambang terjunan, aliran super kritis terjadi setelah terjunan, dan aliran sub kritis terjadi di hilir. Di antara aliran super kritis dan sub kritis, terjadi loncatan air. A. Deskripsi Data Hasil Penelitian Parameter loncatan hidrolik yang diukur pada penelitian ini adalah ketinggian air dan kecepatan aliran sebelum terjunan, ketinggian air dan kecepatan aliran di ambang terjunan, ketinggian air dan kecepatan aliran setelah terjunan, ketinggian air dan kecepatan aliran setelah loncatan hidrolik, tinggi loncatan hidrolik, panjang loncatan hidrolik, serta lokasi loncatan hidrolik. Data - data hasil pengamatan bangunan terjun tegak ini dapat dilihat pada tabel 1.

56 36 Tabel 1. Data hasil pengamatan Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) 0,300 Ketinggian air di ambang Thomson (h) (m) Kedalaman Air Kecepatan Aliran y 0 (m) y 1 (m) y 2 (m) y 3 (m) V 0 (m/dtk) V 1 (m/dtk) V 2 (m/dtk) V 3 (m/dtk) 0,075 0,035 0,019 0, ,041 0,233 0,400 0,833 0,100 0,128 0,176 0,100 0,045 0,023 0,012 0,054 0,333 0,467 1,000 0,200 0,155 0,234 X (m) Lr (m) 0,115 0,050 0,027 0,015 0,066 0,433 0,533 1,167 0,267 0,205 0,290 0,075 0,034 0,017 0,011 0,046 0,233 0,400 0,933 0,167 0,148 0,214 0,400 0,100 0,042 0,022 0,014 0,059 0,333 0,467 1,200 0,267 0,183 0,262 0,115 0,049 0,026 0,018 0,072 0,467 0,533 1,400 0,367 0,224 0,327 0,075 0,032 0,015 0,013 0,051 0,267 0,400 1,033 0,233 0,170 0,240 0,500 0,100 0,040 0,020 0,018 0,066 0,367 0,467 1,433 0,333 0,204 0,298 0,115 0,047 0,024 0,022 0,077 0,467 0,533 1,600 0,433 0,241 0,371 Sketsa Letak Pengambilan Data :

57 37 A. Perhitungan Debit Aliran 1. Perhitungan debit (Q) menggunakan alat ukur Thompson Pada penelitian ini, digunakan alat ukur Thompson (pelimpah segitiga). Setelah melakukan kalibrasi debit, didapatkan nilai koefisien debit (cd) adalah 1,8536. Kalibrasi debit yang dilakukan untuk mendapatkan koefisien debit (Cd) sebagai berikut : Q = Cd. h 5/2 0, = Cd. 0,019 5/2 Cd =,, Cd = 1,8584 Untuk perhitungan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama, sehingga diperoleh nilai koefisien debit seperti pada tabel 2. Tabel 2. Hasil perhitungan kalibrasi koefisien debit Thompson Ketinggianair di ambang Thompson (h) (m) Waktu (dtk) Perc. 1 Perc. 2 Perc. 3 Volume Tampungan (m 3 ) Debit (m 3 /dtk) Koefisien Debit (cd) 0,019 35,40 35,20 34,90 0, , ,8584 0,023 22,40 22,30 22,10 0, , ,8204 0,040 5,60 5,40 5,20 0, , ,8819 Sumber : Hasil pengamatan Cd = Cd = Cd 1 + Cd 2 + Cd 3 3 1, , ,8819 3

58 38 Cd = 1,8536 Besarnya debit dengan menggunakan pintu Thompson dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Q = Cd. h 5/2 Perhitungan debit Thompson untuk ketinggian di ambang 0,075 m sebagai berikut : Q = 1,8536. (0,075) 5/2 = 0,0029 m 3 /dtk Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil perhitungan debit menggunakan alat ukur Thompson Debit (m 3 /dtk) Sumber : Hasil perhitungan Ketinggian air di ambang Thompson(h) (m) 0,0029 0,075 0,0059 0,100 0,0083 0, Perhitungan debit (Q) sebelum terjunan. Perhitungan debit dengan menggunakan persamaan Q = V. A, dimana kecepatan (V) diukur dengan menggunakan flowatch. Perhitungan untuk debit (Q 1 ) dengan tinggi terjunan ( Z) = 0,30 m, ketinggian air (y 0 ) = 0,035 m dan kecepatan rata-rata (v 0 ) 0,233 m/dtk sebagai berikut : Q = V. A = 0,233. 0,014

59 39 = 0,0033 m 3 /dtk Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan kalibrasi debit aliran Debit (Q) (m 3 /dtk) Ketinggian muka air (y 0 ) (m) Kecepatan ratarata (v 0 ) (m/dtk) Luas penampang (A) (m 2 ) Debit (Q) (m 3 /dtk) Q 1 0,035 0,233 0,014 0,0033 Q 2 0,045 0,333 0,018 0,0060 Q 3 0,050 0,433 0,020 0,0087 Q 1 0,034 0,233 0,014 0,0032 Q 2 0,042 0,333 0,017 0,0056 Q 3 0,049 0,467 0,020 0,0091 Q 1 0,032 0,267 0,013 0,0034 Q 2 0,040 0,367 0,016 0,0059 Q 3 0,047 0,467 0,019 0,0088 Sumber : Hasil perhitungan Tabel 5. Rekapitulasi hasil perhitungan debit secara umum dan debit berdasarkan pintu Thompson Debit (Q n ) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) Debit (m 3 /dtk) Z = 0,30 m 0,0033 Debit (Q) Metode Thompson (m 3 /dtk) Q 1 Q 2 Q3 Z = 0,40 m 0,0032 Z = 0,50 m 0,0034 Z = 0,30 m 0,0060 Z = 0,40 m 0,0056 Z = 0,50 m 0,0059 Z = 0,30 m 0,0087 Z = 0,40 m 0,0091 0,0029 0,0059 0,0083 Sumber : Hasil perhitungan Z = 0,50 m 0,0088

60 40 B. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Karakteristik Loncatan Hidrolik 1. Perhitungan Bilangan Froude Perhitungan untuk Fr 0 pada ketinggian 0,30 m dengan debit 0,0029 m 3 /dtk sebagai berikut : Fr = Fr = v g. y 0,233 0,981. 0,035 Fr = 0,398 Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 6 sampai dengan tabel 9. a) Titik 0 (sebelum terjunan) Tabel 6. Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 0 (sebelum terjunan) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (Q) (m 3 /dtk) y 0 (m) v 0 (m/dtk) Bilangan Froude (Fr 0 ) Keterangan Q 1 0,0029 0,035 0,233 0,398 Aliran Subkritis 0,300 Q 2 0,0059 0,045 0,333 0,502 Aliran Subkritis Q 3 0,0083 0,050 0,433 0,619 Aliran Subkritis Q 1 0,0029 0,034 0,233 0,404 Aliran Subkritis 0,400 Q 2 0,0059 0,042 0,333 0,519 Aliran Subkritis Q 3 0,0083 0,049 0,467 0,673 Aliran Subkritis 0,500 Q 1 0,0029 0,032 0,267 0,476 Aliran Subkritis Q 2 0,0059 0,040 0,367 0,585 Aliran Subkritis

61 41 Tabel 6. Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 0 (tabel lanjutan) Q 3 0,0083 0,047 0,467 0,687 Aliran Subkritis Sketsa Letak Pengambilan Data : Sumber : Hasil perhitungan 0,8 0,7 0,6 Bilangan Froude (Fr 0 ) 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 Debit (Q) 0,01 Gambar 18. Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 0 (Fr 0 ) Dari gambar 18 terlihat bahwa semakin besar debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) dan ketinggian muka air (y) akibat terjadinya peningkatan kapasitas debit aliran (Q).

62 42 Dalam hal ini pada titik 0 nilai bilangan Froudenya lebih kecil dari satu (Fr < 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran sub kritis. b) Titik 1 (ambang terjunan) Tabel 7. Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 1 (pada ambang terjunan) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (Q) (m 3 /dtk) y 1 (m) v 1 (m/dtk) Bilangan Froude (Fr 1 ) Keterangan Q 1 0,0029 0,019 0,400 0,927 Aliran Kritis 0,300 Q 2 0,0059 0,023 0,467 0,982 Aliran Kritis Q 3 0,0083 0,027 0,533 1,036 Aliran Kritis Q 1 0,0029 0,017 0,400 0,979 Aliran Kritis 0,400 Q 2 0,0059 0,022 0,467 1,005 Aliran Kritis Q 3 0,0083 0,026 0,533 1,056 Aliran Kritis Q 1 0,0029 0,015 0,400 1,043 Aliran Kritis Q 1 0,500 Q 2 0,0059 0,020 0,467 1,054 Aliran Kritis Q 2 Q 3 Sketsa Letak Pengambilan Data : Q 3 0,0083 0,024 0,533 1,099 Aliran Kritis Sumber : Hasil perhitungan

63 43 1,4 1,2 Bilangan Froude (Fr 1 ) 1 0,8 0,6 0,4 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 19. Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 1 (Fr 1 ) Dari gambar 19 terlihat bahwa semakin besar debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) dan ketinggian muka air (y) akibat terjadinya peningkatan kapasitas debit aliran (Q). Dalam hal ini pada titik 1 nilai bilangan Froudenya sama dengan satu (Fr = 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran kritis. c) Titik 2 (sebelum loncatan air) Tabel 8. Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 2 (sebelum loncatan air) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (Q) (m 3 /dtk) Y 2 (m) V 2 (m/dtk) Bilangan Froude (Fr 2 ) Keterangan 0,300 Q 1 0,0029 0,009 0,833 2,805 Aliran Super Kritis Q 2 0,0059 0,012 1,000 2,915 Aliran Super Kritis Q 3 0,0083 0,015 1,167 3,041 Aliran Super Kritis

64 44 Tabel 8. Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 2 (tabel lanjutan) 0,400 0,500 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 Q 3 0,0029 0,011 0,933 2,841 0,0059 0,014 1,200 3,238 0,0083 0,018 1,400 3,332 0,0029 0,013 1,033 2,894 0,0059 0,018 1,433 3,411 0,0083 0,022 1,600 3,444 Aliran Super Kritis Aliran Super Kritis Aliran Super Kritis Aliran Super Kritis Aliran Super Kritis Aliran Super Kritis Sketsa Letak Pengambilan Data : Sumber : Hasil perhitungan 4 3,5 Bilangan Froude (Fr 2 ) 3 2,5 2 1,5 1 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 20. Grafik hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 2 (Fr 2 ) Dari gambar 20 terlihat bahwa semakin besar debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) dan

65 45 ketinggian muka air (y) akibat terjadinya peningkatan kapasitas debit aliran (Q). Dalam hal ini pada titik 2 nilai bilangan Froudenya lebih besar dari satu (Fr > 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran super kritis. d) Titik 3 (setelah loncatan air) Tabel 9. Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Hasil perhitungan bilangan Froude di titik 3 (setelah loncatan air) Debit Aliran (Q) (m 3 /dtk) Y 3 (m) V 3 (m/dtk) Bilangan Froude (Fr 3 ) Keterangan 0,300 0,400 0,500 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 0,0059 0,059 0,267 0,394 Aliran Sub Kritis Q 2 Q 3 0,0083 0,072 0,367 0,476 Aliran Sub Kritis Q 3 Q 1 0,0029 0,051 0,233 0,424 Aliran Sub Kritis Q 1 Q 2 0,0059 0,066 0,333 0,497 Aliran Sub Kritis Q 2 Q 3 0,0083 0,077 0,433 0,575 Aliran Sub Kritis Q 3 0,0029 0,041 0,100 0,158 Aliran Sub Kritis 0,0059 0,054 0,200 0,275 Aliran Sub Kritis 0,0083 0,066 0,267 0,373 Aliran Sub Kritis 0,0029 0,046 0,167 0,298 Aliran Sub Kritis Sketsa Letak Pengambilan Data : Sumber : Hasil perhitungan

66 46 Bilangan Froude (Fr 3 ) 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 21. Grafik Hubungan variasi debit terhadap bilangan Froude di titik 3 (Fr 3 ) Dari gambar 21 terlihat bahwa semakin besar debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) dan ketinggian muka air (y) akibat terjadinya peningkatan kapasitas debit aliran (Q). Dalam hal ini pada titik 3 nilai bilangan Froudenya lebih kecil dari satu (Fr < 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran sub kritis. 2. Energi Spesifik Perhitungan untuk E 0 pada ketinggian 0,30 m dengan debit 0,0029 m 3 /dtk sebagai berikut : E = y + v 2g = 0, , x 9,81 = 0,0378 m

67 47 Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 10 sampai tabel 13. a) Titik 0 (sebelum terjunan) Tabel 10. Hasil perhitungan energi spesifik di titik 0 (sebelum terjunan) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (m 3 /dtk) E 0 (m) 0,300 0,400 0,500 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 0,0029 0,0378 0,0059 0,0507 0,0083 0,0596 0,0029 0,0368 0,0059 0,0477 0,0083 0,0601 0,0029 0,0356 0,0059 0,0469 Q 3 Sketsa Letak Pengambilan Data : 0,0083 0,0581 Sumber : Hasil perhitungan

68 48 Energi Spesifik (E 0 ) 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 22. Grafik Hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 0 (E 0 ) Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm Dari gambar 22 terlihat bahwa semakin besar kapasitas debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan kapasitas debit aliran (Q). b) Titik 1 (ambang terjunan) Tabel 11. Hasil perhitungan energi spesifik di titik 1 (ambang terjunan) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) 0,300 0,400 Debit Aliran (m 3 /dtk) E 1 (m) Q 1 0,0029 0,0272 Q 2 0,0059 0,0341 Q 3 0,0083 0,0415 Q 1 0,0029 0,0252 Q 2 0,0059 0,0331 Q 3 0,0083 0,0405 0,500 Q 1 0,0029 0,0232

69 49 Tabel 11. Hasil perhitungan energi spesifik di titik 1 (tabel lanjutan) Q 2 Q 3 Sketsa Letak Pengambilan Data : 0,0059 0,0311 0,0083 0,0385 Sumber : Hasil perhitungan Energi Spesifik (E 1 ) 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0, ,002 0,004 0,006 0,008 Debit (Q) 0,01 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm Gambar 23. Grafik Hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 1 (E 1 ) Dari gambar 23 terlihat bahwa semakin besar kapasitas debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan aliran (Q). kapasitas debit

70 50 c) Titik 2 (sebelum loncatan air) Tabel 12. Hasil perhitungan energi spesifik di titik 2 (sebelum loncatan air) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) 0,300 0,400 0,500 Debit Aliran (m 3 /dtk) Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 E 2 (m) 0,0029 0,0444 0,0059 0,0630 0,0083 0,0844 0,0029 0,0554 0,0059 0,0874 0,0083 0,1179 0,0029 0,0674 0,0059 0,1227 Q 3 0,0083 0,1525 Sketsa Letak Pengambilan Data : Sumber : Hasil perhitungan Energi Spesifik (E 2 ) 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 Z = 30 cm 0,06 Z = 40 cm 0,04 Z = 50 cm 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 24. Grafik Hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 2 (E 2 )

71 51 Dari gambar 24 terlihat bahwa semakin besar kapasitas debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan aliran (Q). kapasitas debit d) Titik 3 (setelah loncatan air) Tabel 13. Hasil perhitungan energi spesifik di titik 3 (setelah loncatan air) Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) 0,300 0,400 0,500 Debit Aliran (m 3 /dtk) Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 Q 3 Q 1 Q 2 Q 3 Sketsa Letak Pengambilan Data : E 3 (m) 0,0029 0,0415 0,0059 0,0560 0,0083 0,0696 0,0029 0,0474 0,0059 0,0626 0,0083 0,0789 0,0029 0,0538 0,0059 0,0717 0,0083 0,0866 Sumber : Hasil perhitungan

72 52 Energi Spesifik (E 3 ) 0,1 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm Gambar 25. Grafik Hubungan variasi debit terhadap Energi Spesifik di titik 3 (E 3 ) Dari gambar 25 terlihat bahwa semakin besar kapasitas debit aliran (Q) dengan masing-masing tinggi terjunan ( Z) yang sama maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan aliran (Q). kapasitas debit Gambar 26. Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z = 0,30 m

73 53 Gambar 27. Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z = 0,40 m Gambar 28. Kurva hubungan y dan E untuk tinggi terjunan Z = 0,50 m Dari gambar 26, 27, dan 28 di atas terlihat bahwa energi spesifik maksimum (E max ) terjadi pada aliran superkritis, hal ini disebabkan karena kecepatan aliran semakin tinggi pada titik pengamatan tersebut, sebaliknya energi

74 54 spesifik minimum (E min ) terjadi pada aliran kritis, hal ini disebabkan karena kecepatan aliran yang terjadi pada titik pengamatan tersebut merupakan kecepatan aliran yang paling minimum. 3. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Kehilangan Energi dan Efisiensi Loncatan Hidrolik Perhitungan kehilangan energi untuk ketinggian 0,30 m dengan debit aliran 0,0033 sebagai berikut : E = E 2 E 3 = 0,0444 0,0415 = 0,003 m Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 14. Untuk menghitung nilai efisiensi loncatan hidrolik digunakan persamaan sebagai berikut : = (., ).,., (, ) = 0,4664 Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Hasil perhitungan kehilangan energi dan efisiensi loncatan hidrolik Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (m 3 /dtk) y 2 y 3 Fr 2 E E 3 / E 2 Q 1 0,0029 0,009 0,041 2,805 0,003 0,4664 0,300 Q 2 0,0059 0,012 0,054 2,915 0,007 0,4465 Q 3 0,0083 0,015 0,066 3,041 0,015 0,4250 0,400 Q 1 0,0029 0,011 0,046 2,841 0,008 0,4596

75 55 Tabel 14.Hasil perhitungan kehilangan energi dan efisiensi loncatan (tabel lanjutan) Q 2 0,0059 0,014 0,059 3,238 0,025 0,3945 Q 3 0,0083 0,018 0,072 3,332 0,039 0,3812 Q 1 0,0029 0,013 0,051 2,894 0,014 0,4502 0,500 Q 2 0,0059 0,018 0,066 3,411 0,051 0,3704 Q 3 0,0083 0,022 0,077 3,444 0,066 0,3660 Sumber : Hasil perhitungan 0,07 0,06 Kehilangan Energi ( E) 0,05 0,04 0,03 0,02 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm Debit (Q) Gambar 29. Grafik hubungan variasi debit terhadap kehilangan energi ( E) Dari gambar 29 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan kapasitas debit aliran (Q), pada variasi ketinggian terjunan ( Z) yang berbeda-beda maka kehilangan energi ( E) yang terjadi juga semakin meningkat. Hal ini di sebabkan karena tinggi muka air (y) semakin tinggi akibat peningkatan kapasitas debit aliran (Q). Efisiensi Loncatan (E 3 / E 2) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, ,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 30. Grafik Hubungan variasi debit terhadap Efisiensi Loncatan (E 3 / E 2 ) Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm

76 56 Dari gambar 30 terlihat bahwa semakin besar debit aliran (Q) maka efesiensi loncatan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh tinggi muka air setelah loncatan (y 3 ) meningkat akibat meningkatnya kapasitas debit aliran (Q), sehingga menyebabkan loncatan semakin menurun. 4. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Kedalaman Awal dan Lanjutan Perhitungan kehilangan energi untuk ketinggian 0,30 m dengan debit aliran 0,0033 sebagai berikut : y y = 1 2 ( ,805 1) = 3,966 Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasilnya dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Hasil perhitungan kedalaman awal dan lanjutan Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (m 3 /dtk) y 2 y 3 Froude Bilangan (Fr 2 ) y 3 / y 2 Q 1 0,0029 0,009 0,041 2,805 3,966 0,300 Q 2 0,0059 0,012 0,054 2,915 4,122 Q 3 0,0083 0,015 0,066 3,041 4,301 Q 1 0,0029 0,011 0,046 2,841 4,018 0,400 Q 2 0,0059 0,014 0,059 3,197 4,579 Q 3 0,0083 0,018 0,072 3,332 4,712 Q 1 0,0029 0,013 0,051 2,894 4,092 0,500 Q 2 0,0059 0,018 0,066 3,411 4,824 Sumber : Hasil perhitungan Q 3 0,0083 0,022 0,077 3,444 4,871

77 57 Kedalaman Awal dan Lanjutan (Y 3 / Y 2 ) Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 31. Grafik hubungan variasi debit terhadap kedalaman awal dan lanjutan (y 3 / y 2 ) Dari gambar 31 terlihat bahwa dengan adanya perubahan debit mempengaruhi nilai rasio kedalaman awal dan lanjutan pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka semakin besar pula nilai rasio kedalaman awal dan lanjutannya. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi ketinggian muka air (y) akibat meningkatnya debit aliran (Q). 5. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Panjang Loncatan Hidrolik Perhitungan panjang loncatan untuk ketinggian 0,30 m dengan debit 0,0029 m 3 /dtk sebagai berikut : Lr = 5-7 ( y 3 -y 2 ) Lr min = 5 ( 0,041 0,009 ) = 0,160 m Lr max = 7 ( 0,041 0,009 ) = 0,221 m Untuk perhitungan selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama, hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 16.

78 58 Tabel 16. Hasil perhitungan panjang loncatan hidrolik Variasi Tinggi Debit Aliran Lr Terjunan ( Z) (m 3 Y 2 Y 3 /dtk) (m) min max 0,300 0,400 0,500 Q 1 0,0029 0,009 0,041 0,160 0,221 0,176 Q 1 Q 2 0,0059 0,012 0,054 0,210 0,290 0,234 Q 2 Q 3 0,0083 0,015 0,066 0,255 0,352 0,290 Q 3 Q 1 0,0029 0,011 0,046 0,175 0,242 0,214 Q 1 Q 2 0,0059 0,016 0,059 0,225 0,311 0,262 Q 2 Q 3 0,0083 0,018 0,072 0,270 0,373 0,327 Q 3 Q 1 0,0029 0,013 0,051 0,190 0,262 0,240 Q 1 Q 2 0,0059 0,018 0,066 0,240 0,331 0,298 Q 2 Lr pada pengukuran Q 3 0,0083 0,022 0,077 0,275 0,380 0,371 Sketsa Letak Pengambilan Data : Sumber : Hasil perhitungan 0,4 Panjang Loncatan (Lr) 0,3 0,2 0,1 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 Debit (Q) 0,01 Gambar 32. Grafik hubungan variasi debit terhadap panjang loncatan (lr)

79 59 Dari gambar 32 terlihat bahwa dengan adanya perubahan debit mempengaruhi panjang loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka semakin panjang pula loncatan yang terjadi. 6. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Tinggi Loncatan Hidrolik Selain melakukan pengukuran secara lansung, panjang loncatan juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : hj = y 3 - y 2 Perhitungan panjang loncatan dan tinggi relatif untuk ketinggian 0,30 m dengan debit 0,0029 m 3 /dtk sebagai berikut : hj = 0,041-0,009 = 0,032 m hj E = 1 + 8F 3 F + 2 hj E = , , = 0,791 Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 17.

80 60 Tabel 17. Hasil perhitungan tinggi loncatan hidrolik dan tinggi relatif Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (m 3 /dtk) y 2 y 3 E 2 hj hj E Q 1 0,0029 0,009 0,041 0,0444 0,032 0,791 0,300 Q 2 0,0059 0,012 0,054 0,0630 0,042 0,774 Q 3 0,0083 0,015 0,066 0,0844 0,051 0,754 Q 1 0,0029 0,011 0,046 0,0554 0,035 0,785 0,400 Q 2 0,0059 0,016 0,059 0,0874 0,045 0,725 Q 3 0,0083 0,018 0,072 0,1179 0,054 0,711 Q 1 0,0029 0,013 0,051 0,0674 0,038 0,777 0,500 Q 2 0,0059 0,018 0,066 0,1227 0,048 0,700 Sumber : Hasil perhitungan Q 3 0,0083 0,022 0,077 0,1525 0,055 0,695 0,06 0,05 Tinggi Loncatan (hj) 0,04 0,03 0,02 0,01 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 33. Grafik hubungan variasi debit terhadap tinggi loncatan (hj) Dari gambar 33 terlihat bahwa dengan adanya perubahan debit mempengaruhi tinggi loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka semakin tinggi pula loncatan yang

81 61 terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya kecepatan aliran (v) dan tinggi muka (y), akibat meningkatnya debit aliran (Q). 7. Pengaruh Peningkatan Debit Aliran Terhadap Lokasi Loncatan Hidrolik Loncatan hidrolik terjadi pada aliran super kritis. Data lokasi loncatan yaitu jarak dari terjunan ke titik awal loncatan sebagai berikut : Tabel 18. Hasil pengukuran jarak titik terjadinya loncatan Variasi Tinggi Debit Aliran Posisi Loncatan (X) Terjunan ( Z) (m 3 /dtk) (m) (m) Q 1 0,0029 0,128 0,300 Q 2 0,0059 0,155 Q 3 0,0083 0,205 Q 1 0,0029 0,148 0,400 Q 2 0,0059 0,183 Q 3 0,0083 0,224 Q 1 0,0029 0,170 0,500 Q 2 0,0059 0,204 Sketsa Letak Pengambilan Data : Q 3 0,0083 0,241 Sumber : Hasil pengamatan

82 62 0,3 0,25 Lokasi Loncatan (X) 0,2 0,15 0,1 0,05 Z = 30 cm Z = 40 cm Z = 50 cm 0 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Debit (Q) Gambar 34. Grafik hubungan variasi debit terhadap lokasi loncatan (x) Dari gambar 34 terlihat bahwa dengan adanya perubahan debit mempengaruhi jarak titik loncatan hidrolik (lokasi loncatan) yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka jarak loncatan juga semakin jauh dari terjunan. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kecepatan aliran (v) akibat meningkatnya debit aliran (Q). C. Pengaruh Peningkatan Tinggi Terjunan Terhadap Karakteristik Loncatan Hidrolik 1. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Bilangan Froude a) Titik 0 (sebelum terjunan) Berdasarkan data pada tabel 6, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude pada titik 0 (sebelum terjunan) dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini:

83 63 Bilangan Froude (Fr 0 ) 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tinggi Terjunan ( Z ) Gambar 35. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 0 (Fr 0 ) Q 1 Q 2 Q 3 Dari gambar 35 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) pada bangunan terjun tegak dengan masing-masing debit aliran (Q) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) juga semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) akibat tinggi tejunan ( Z) yang semakin tinggi. Dalam hal ini pada titik 0 nilai bilangan Froudenya lebih kecil dari satu (Fr < 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran sub kritis. b) Titik 1 (ambang terjunan) Berdasarkan data pada tabel 7, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude pada titik 1 (ambang terjunan) dapat digambarkan ke dalam grafik pada gambar 36.

84 64 Bilangan Froude (Fr 1 ) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tinggi terjunan ( Z) Gambar 36. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 1 (Fr 1 ) Dari gambar 36 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) pada bangunan terjun tegak dengan masing-masing debit aliran (Q) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) juga semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) akibat tinggi tejunan ( Z) yang semakin tinggi. Dalam hal ini pada titik 1 nilai bilangan Froudenya sama dengan satu (Fr = 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran kritis. c) Titik 2 (sebelum loncatan air) Berdasarkan data pada tabel 8, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude pada titik 2 (seb elum loncatan air) dapat digambarkan ke dalam grafik pada gambar 37.

85 65 Bilangan Froude (Fr 2 ) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 VariasiTinggi Terjunan ( Z ) Gambar 37. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude di titik 2 (Fr 2 ) Dari gambar 37 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) pada bangunan terjun tegak dengan masing-masing debit aliran (Q) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) juga semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) akibat tinggi tejunan ( Z) yang semakin tinggi. Dalam hal ini pada titik 2 nilai bilangan Froudenya lebih besar dari satu (Fr > 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran super kritis. d) Titik 3 (setelah loncatan air) Berdasarkan data pada tabel 9, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap bilangan Froude pada titik 3 (setelah loncatan air) dapat digambarkan ke dalam grafik pada gambar 38.

86 66 Bilangan Froude (Fr 3 ) 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Variasi Tinggi Terjunan ( Z) Gambar 38. Grafik Hubungan Penambahan Ketinggian Terjunan terhadap Bilangan Froude di titik 3 (Fr 3 ) Dari gambar 38 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) pada bangunan terjun tegak dengan masing-masing debit aliran (Q) yang sama maka nilai bilangan Froudenya (Fr) juga semakin besar. Yang di pengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran (v) akibat tinggi tejunan ( Z) yang semakin tinggi. Dalam hal ini pada titik 3 nilai bilangan Froudenya lebih kecil dari satu (Fr < 1) maka aliran yang terjadi adalah aliran sub kritis.

87 67 2. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Energi Spesifik a) Titik 0 (sebelum terjunan) Berdasarkan data pada tabel 10, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap energi spesifik pada titik 0 (sebelum terjunan) dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: 0,07 0,06 Energi Spesifik (E 0 ) 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Variasi Tinggi Terjunan Gambar 39. Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 0 (E 0 ) Dari gambar 39 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat pengaruh peningkatan tinggi terjunan.

88 68 b) Titik 1 (ambang terjunan) Berdasarkan data pada tabel 11, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap energi spesifik pada titik 1 (ambang terjunan) dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: Energi Spesifik (E 1 ) 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Variasi Tinggi Terjunan Gambar 40. Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 1 (E 1 ) Q 1 Q 2 Q 3 Dari gambar 40 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan tinggi terjunan. c) Titik 2 (sebelum loncatan air) Berdasarkan data pada tabel 12, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap energi spesifik pada titik 2 (sebelum loncatan air) dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini:

89 69 Energi Spesifik (E 2 ) 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Q 1 Q 2 Q 3 Variasi Tinggi Terjunan Gambar 41. Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 2 (E 2 ) Dari gambar 41 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat pengaruh peningkatan tinggi terjunan. d) Titik 3 (setelah loncatan air) Berdasarkan data pada tabel 13, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap energi spesifik pada titik 3 (setelah loncatan air) dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: 0,1 Energi Spesifik (E 3 ) 0,08 0,06 0,04 0,02 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Variasi Tinggi Terjunan Gambar 42. Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Energi Spesifik di titik 3 (E 3 )

90 70 Dari gambar 42 terlihat bahwa semakin tinggi terjunan ( Z) maka nilai energi spesifiknya semakin besar. Hal ini di sebabkan karena adanya peningkatan kecepatan aliran (v) dan kedalaman air (y) akibat peningkatan tinggi terjunan. 3. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Perhitungan Kehilangan Energi dan Efisiensi Loncatan Hidrolik Berdasarkan data pada tabel 14, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap kehilangan energi dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini : 0,04 Kehilangan Energi ( E) 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Variasi Tinggi Terjunan Gambar 43. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap kehilangan energi ( E) Dari gambar 43 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan tinggi terjunan, pada debit yang sama maka kehilangan energi ( E) yang terjadi juga semakin meningkat. Hal ini di sebabkan karena tinggi muka air (y) semakin tinggi akibat peningkatan kapasitas debit aliran (Q).

91 71 Berdasarkan data pada tabel 14, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap efisiensi loncatan dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: Efisiensi Loncatan (E 3 / E 2) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Gambar 44. Grafik Hubungan variasi tinggi terjunan terhadap Efisiensi Loncatan (E 3 / E 2 ) Dari gambar 44 terlihat bahwa semaki besar debit aliran (Q) maka efesiensi loncatan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh tinggi muka air setelah loncatan (y 3 ) meningkat akibat meningkatnya kapasitas debit aliran (Q), sehingga menyebabkan loncatan semakin menurun. Variasi Tinggi Terjunan 4. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Kedalaman Awal dan Lanjutan Loncatan Hidrolik Berdasarkan data pada tabel 15, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap rasio kedalaman awal dan lanjutan dapat digambarkan ke dalam grafik pada gambar 45.

92 72 Kedalaman Awal dan Lanjutan (Y 3 / Y 2 ) Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tinggi Terjunan Gambar 45. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap kedalaman awal dan lanjutan (y 3 / y 2 ) Dari gambar 45 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan tinggi terjunan mempengaruhi nilai rasio kedalaman awal dan lanjutan pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka semakin besar pula nilai rasio kedalaman awal dan lanjutannya. 5. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Panjang Loncatan Hidrolik Berdasarkan data pada tabel 16, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap panjang loncatan dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: 0,4 Panjang Loncatan (Lr) 0,3 0,2 0,1 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tinggi Terjunan Gambar 46. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap panjang loncatan (lr)

93 73 Dari gambar 46 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan tinggi terjunan pada debit yang sama mempengaruhi panjang loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin tinggi terjunannya maka semakin panjang pula loncatan yang terjadi. 6. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Tinggi Loncatan Hidrolik Berdasarkan data pada tabel 17, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap tinggi loncatan dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: 0,06 0,05 Tinggi Loncatan (hj) 0,04 0,03 0,02 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Gambar 47. Tinggi Terjunan Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap tinggi loncatan (hj) Q 1 Q 3 Q 3 Dari gambar 47 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan tinggi terjunan mempengaruhi tinggi loncatan hidrolik yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka semakin tinggi pula loncatan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya kecepatan aliran (v) dan tinggi muka (y), akibat meningkatnya debit aliran (Q).

94 74 7. Pengaruh Tinggi Terjunan Terhadap Lokasi Loncatan Hidrolik Berdasarkan data pada tabel 18, maka hubungan antara variasi tinggi terjunan terhadap lokasi loncatan air dapat digambarkan ke dalam grafik berikut ini: 0,3 0,25 Lokasi Loncatan (X) 0,2 0,15 0,1 0,05 Q 1 Q 2 Q ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tinggi Terjunan Gambar 48. Grafik hubungan variasi tinggi terjunan terhadap lokasi loncatan (x) Dari gambar 48 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan tinggi terjunan mempengaruhi jarak titik loncatan hidrolik (lokasi loncatan) yang terjadi pada bangunan terjun tegak. Dimana semakin besar debitnya maka jarak loncatan juga semakin jauh dari terjunan. Hal ini di sebabkan karena semakin meningkatnya kecepatan aliran (v) akibat meningkatnya debit aliran (Q). D. Jenis Loncatan Hidrolik Dari hasil perhitungan bilangan Froude, yaitu didapat Fr 2 terendah 2,805 dan Fr 2 tertinggi 3,612. Maka sesuai dengan pengklasifikasian jenis loncatan hidrolik oleh Biro Reklamasi Amerika Serikat (USBR), jenis loncatan hidrolik yang terjadi pada penelitian ini adalah loncatan berosilasi (dimana Fr = 2,5 4,5).

95 75 Untuk selengkapnya, pengklasifikasian jenis loncatan hidrolik yang terjadi pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19. Pengklasifikasian jenis loncatan hidrolik berdasarkan bilangan Froude Variasi Tinggi Terjunan ( Z) (m) Debit Aliran (Q) (m 3 /dtk) Bilangan Froude (Fr 2 ) Jenis Loncatan Hidrolik Q 1 0,0029 2,805 Loncatan Berosilasi 0,300 Q 2 0,0059 2,915 Loncatan Berosilasi Q 3 0,0083 3,041 Loncatan Berosilasi Q 1 0,0029 2,841 Loncatan Berosilasi 0,400 Q 2 0,0059 3,197 Loncatan Berosilasi Q 3 0,0083 3,332 Loncatan Berosilasi Q 1 0,0029 2,894 Loncatan Berosilasi 0,500 Q 2 0,0059 3,411 Loncatan Berosilasi Sumber : Hasil perhitungan Q 3 0,0083 3,444 Loncatan Berosilasi Berdasarkan klasifikasi loncatan hidrolik terhadap bilangan Froude pada tabel 19 terlihat bahwa semakin debit bertambah maka nilai bilangan Froude juga semakin tinggiklasifikasi loncatan hidrolik yang terjadi pada penelitian ini ada loncatan berosilasi. Berdasarkan klasifikasi loncatan hidrolik dalam buku Frank M White (1986) dan Ven Te Chow (1989) yang mengatakan bahwa bilamana nilai Fr=2,5 sampai 4,5 maka jenis loncatan yang terjadi adalah loncatan berisolasi. Pada loncatan berosilasi terjadi loncatan bergetar yang tak stabil, setiap denyutan yang tidak teratur menimbulkan gelombang besar yang dapat merambat ke hilir.

96 76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian karakteristik loncat hidrolik pada bangunan terjun tegak, yang dilakukan di Laboratorium Sungai Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pengaruh peningkatan debit dan tinggi terjunan terhadap karakteristik loncatan hidrolik pada bangunan terjun tegak : a) Bilangan Froude tertinggi yang terjadi adalah 3,444, pada tinggi terjunan ( Z) 0,50 m dengan debit (Q 3 ) 0,0083 m 3 /det. Hal ini terjadi karena peningkatan volume air yang jatuh dan gravitasi akibat semakin tingginya titik jatuh air membuat kecepatan aliran di hilir meningkat. sehingga semakin tinggi debit dan tinggi terjunannya, maka semakin meningkat pula kecepatan aliran yang terjadi di hilir (v 2 ). b) Loncatan terpanjang yang terjadi pada penelitian ini adalah 0,371 m, dimana terjadi pada tinggi terjunan ( Z) 0,50 m dengan debit (Q 3 ) 0,0083 m 3 /det. Hal ini disebakan karena semakin tinggi terjunan dan semakin meningkatnya debit aliran maka kecepatan aliran superkritis (v 2 ) semakin cepat dan akibat dari peningkatan kecepatan tersebut menyebabkan titik terjadinya aliran superkritis semakin panjang. c) Loncatan tertinggi yang terjadi pada penelitian ini adalah 0,055 m, dimana terjadi pada tinggi terjunan ( Z) 0,50 m dengan debit (Q 3 ) 0,0083 m 3 /det.

97 77 Hal ini disebakan karena semakin tinggi terjunan dan semakin meningkatnya debit aliran maka kecepatan aliran superkritis (v 2 ) meningkat, namun tinggi muka air (y 2 ) rendah. Sehingga pada saat aliran berubah ke aliran subkritis loncatan terjadi lebih tinggi akibat pada aliran subkritis secara tiba-tiba kecepatannya menurun (v 3 ) namun tinggi muka air (y 3 ) meningkat. 2) Jenis loncatan hidrolik yang terjadi pada penelitian ini adalah loncatan berosilasi. Dimana bilangan Froude yang terjadi yaitu Fr 2 terendah 2,805 dan Fr 2 tertinggi 3,612. Hal ini sesuai dengan kriteria penggolongan jenis loncatan dalam buku Frank M White (1986) dan Ven Te Chow (1989). B. Saran Setelah melakukan penelitian ini, berikut ini beberapa saran dari peneliti untuk penelitian berikutnya : 1) Perlu diteliti untuk variasi debit yang lebih besar lagi untuk mendapatkan jenis loncatan lainnya dengan bilangan froude yang lebih besar. 2) Untuk penelitian berikutnya, dapat merubah bangunan terjun dari tegak menjadi miring dengan variasi sudut kemiringan.

98 LAMPIRAN

99 DATA HASIL PENGAMATAN PADA KETINGGIAN 30 CM Titik pengamatan h Thompson Posisi pengamatan kanan tengah kiri Y 0 (m) Y 1 (m) Y 2 (m) Y 3 (m) V 0 (m/dtk) V 1 (m/dtk) V 2 (m/dtk) V 3 (m/dtk) Lr (m) X (m) 0,075 0,035 0,035 0,035 0,100 0,045 0,045 0,045 0,115 0,050 0,050 0,050 0,075 0,019 0,019 0,019 0,100 0,023 0,023 0,023 0,115 0,027 0,027 0,027 0,075 0,009 0,009 0,009 0,100 0,012 0,012 0,012 0,115 0,015 0,015 0,015 0,075 0,041 0,041 0,041 0,100 0,054 0,054 0,054 0,115 0,066 0,066 0,066 0,075 0,200 0,300 0,200 0,100 0,300 0,400 0,300 0,115 0,400 0,500 0,400 0,075 0,400 0,400 0,400 0,100 0,400 0,500 0,500 0,115 0,500 0,600 0,500 0,075 0,800 0,900 0,800 0,100 1,000 1,000 1,000 0,115 1,100 1,200 1,200 0,075 0,100 0,100 0,100 0,100 0,200 0,200 0,200 0,115 0,300 0,300 0,200 0,075 0,176 0,100 0,234 0,115 0,290 0,075 0,128 0,100 0,155 0,115 0,205

100 DATA HASIL PENGAMATAN PADA KETINGGIAN 40 CM Titik pengamatan h Thompson Posisi pengamatan kanan tengah kiri Y 0 (m) Y 1 (m) Y 2 (m) Y 3 (m) V 0 (m/dtk) V 1 (m/dtk) V 2 (m/dtk) V 3 (m/dtk) Lr (m) X (m) 0,075 0,034 0,034 0,034 0,100 0,042 0,042 0,042 0,115 0,049 0,049 0,049 0,075 0,017 0,017 0,017 0,100 0,022 0,022 0,022 0,115 0,026 0,026 0,026 0,075 0,011 0,011 0,011 0,100 0,014 0,014 0,014 0,115 0,018 0,018 0,018 0,075 0,046 0,046 0,046 0,100 0,059 0,059 0,059 0,115 0,072 0,072 0,072 0,075 0,200 0,300 0,200 0,100 0,300 0,400 0,300 0,115 0,400 0,500 0,500 0,075 0,400 0,400 0,400 0,100 0,400 0,500 0,500 0,115 0,500 0,600 0,500 0,075 0,900 1,000 0,900 0,100 1,200 1,200 1,200 0,115 1,300 1,500 1,400 0,075 0,100 0,200 0,200 0,100 0,200 0,300 0,300 0,115 0,300 0,400 0,400 0,075 0,214 0,100 0,262 0,115 0,327 0,075 0,148 0,100 0,183 0,115 0,224

101 DATA HASIL PENGAMATAN PADA KETINGGIAN 50 CM Titik pengamatan h Thompson Posisi pengamatan kanan tengah kiri Y 0 (m) Y 1 (m) Y 2 (m) Y 3 (m) V 0 (m/dtk) V 1 (m/dtk) V 2 (m/dtk) V 3 (m/dtk) Lr (m) X (m) 0,075 0,032 0,032 0,032 0,100 0,040 0,040 0,040 0,115 0,047 0,047 0,047 0,075 0,015 0,015 0,015 0,100 0,020 0,020 0,020 0,115 0,024 0,024 0,024 0,075 0,013 0,013 0,013 0,100 0,018 0,018 0,018 0,115 0,022 0,022 0,022 0,075 0,051 0,051 0,051 0,100 0,066 0,066 0,066 0,115 0,077 0,077 0,077 0,075 0,200 0,300 0,300 0,100 0,300 0,400 0,400 0,115 0,400 0,500 0,500 0,075 0,400 0,400 0,400 0,100 0,400 0,500 0,500 0,115 0,500 0,600 0,500 0,075 1,000 1,100 1,000 0,100 1,400 1,500 1,400 0,115 1,500 1,700 1,600 0,075 0,200 0,300 0,200 0,100 0,300 0,400 0,300 0,115 0,400 0,500 0,400 0,075 0,240 0,100 0,298 0,115 0,371 0,075 0,170 0,100 0,204 0,115 0,241

102 Gambar 49. Alat ukur debit Thompson. Gambar 50. Model saluran terbuka dengan bangunan terjun tegak

103 Gambar 51. Alat ukur tinggi muka air sebelum terjunan Gambar 52. Alat ukur tinggi muka air sebelum loncatan dan setelah loncatan hidrolik

104 Gambar 53. Flowatch alat ukur kecepatan aliran (v) Gambar 54. Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch sebelum terjunan (v0)

105 Gambar 55. Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch, di ambang terjunan terjunan (v1) Gambar 56. Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch,sebelum loncatan hidrolik (v2)

106 Gambar 57. Mengukur kecepatan aliran (v) dengan menggunakan flowatch,setelah loncatan hidrolik (v3)

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEMIRINGAN DASAR SALURAN TERHADAP DISTRIBUSI KECEPATAN DAN DEBIT ALIRAN PADA VARIASI AMBANG LEBAR

ANALISIS PENGARUH KEMIRINGAN DASAR SALURAN TERHADAP DISTRIBUSI KECEPATAN DAN DEBIT ALIRAN PADA VARIASI AMBANG LEBAR ANALISIS PENGARUH KEMIRINGAN DASAR SALURAN TERHADAP DISTRIBUSI KECEPATAN DAN DEBIT ALIRAN PADA VARIASI AMBANG LEBAR Restu Wigati 1), Subekti 2), Kiki Tri Prihatini 3) 1)2) Jurusan Teknik Sipil,Fakultas

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

FENOMENA HIDROLIS PADA PINTU SORONG. ABSTRACT

FENOMENA HIDROLIS PADA PINTU SORONG.   ABSTRACT FENOMENA HIDROLIS PADA PINTU SORONG Rosyadah Fahmiahsan 1, Mudjiatko 2, Rinaldi 2 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 6.1. Pendahuluan 6.1.1. Latar Belakang Pintu sorong adalah sekat yang dapat diatur bukaannya. Pada bangunan air, aplikasi pintu sorong adalah pintu pembilas. Fungsinya

Lebih terperinci

UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK

UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK 1 UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK Prima Hadi Wicaksono 1, Very Dermawan 2 Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% ABSTRAK

STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% ABSTRAK STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% Ridson Leonard NRP: 1021026 Pembimbing: Ir. Maria Christine Sutandi, M.Sc. ABSTRAK Upaya perencanaan

Lebih terperinci

Studi Ketelitiaan Bukaan Pintu Air dan Efisiensi Aliran pada Daerah Irigasi

Studi Ketelitiaan Bukaan Pintu Air dan Efisiensi Aliran pada Daerah Irigasi JURNAL SKRIPSI Studi Ketelitiaan Bukaan Pintu Air dan Efisiensi Aliran pada Daerah Irigasi OLEH : RONALDO OLTA IRAWAN D111 09 341 J U R U S A N T E K N I K S I P I L F A K U L T A S T E K N I K U N I V

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

Key words : flume, open channel. I. PENDAHULUAN

Key words : flume, open channel. I. PENDAHULUAN UJI KINERJA FLUME 10 CM x 20 CM x 400 CM MELALUI PINTU AIR SISI TEGAK/VERTICAL, PARSHALL FLUME, AMBANG LEBAR UJUNG TUMPUL (DREMPELL) DAN AMBANG TAJAM/TIPIS Sutyas Aji 1), Yanus, T 2)., & Martiani, G. 3)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika 1

PENDAHULUAN. Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika 1 PENDAULUAN Sesuai dengan buku penuntun petunjuk Praktikum idrolika Saluran Terbuka percobaan-percobaan dilakukan di laboratorium. Penyelidikan di laboratorium meliputi: Pengukuran debit air dalam suatu

Lebih terperinci

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR BENDUNG DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE SOLID ROLLER BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE USBR II DENGAN METODE UJI FISIK MODEL DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE USBR II DENGAN METODE UJI FISIK MODEL DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE USBR II DENGAN METODE UJI FISIK MODEL DUA DIMENSI ANDREA ADITYA NRP: 0821050 Pembimbing : Ir. ENDANG ARIANI, DIPL.H.E ABSTRAK Peredam energi adalah kelengkapan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

e-jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2013/199 Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126: Telp

e-jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2013/199 Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126: Telp PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN PADA HULU BENDUNG DAN PENGGUNAAN KOLAM OLAK TIPE SLOTTED ROLLER BUCKET MODIFICATION TERHADAP LONCATAN AIR DAN GERUSAN SETEMPAT Ibnu Setiawan 1), Suyanto 2), Solichin 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A) PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

PENELITIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA PINTU AIR

PENELITIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA PINTU AIR PENELITIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK LONCATAN HIDROLIK PADA PINTU AIR Ign. Sutyas Aji ) Kris Darmadi ) ) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta ) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Hidrolika Saluran. Kuliah 6

Hidrolika Saluran. Kuliah 6 Hidrolika Saluran Kuliah 6 Analisa Hidrolika Terapan untuk Perencanaan Drainase Perkotaan dan Sistem Polder Seperti yang perlu diketahui, air mengalir dari hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PENGARUH PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK ABSTRAK

ANALISIS TERHADAP PENGARUH PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK ABSTRAK ANALISIS TERHADAP PENGARUH PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK Tri Rizki Hermawan NRP : 1021025 Pembimbing : Ir. Maria Christine Sutandi, M.Sc. ABSTRAK Fungsi dari sungai dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Abstrak. Abstract

PENDAHULUAN. Abstrak. Abstract PERBANDINGAN ENERGI AIR PADA PELIMPAH BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELIMPAH BERSALURAN PELUNCUR ANAK TANGGA (THE COMPARISON OF WATER ENERGY AT CONVENTIONAL SPILLWAY AND STEPPED SPILLWAY) Linda Wahyuningsih,

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

3.10 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

3.10 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 3.0 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 3.0. Tujuan a. Mempelajari sifat aliran yang melalui pintu sorong. b. Menentukan koefisien kecepatan dan koefisien kontraksi. c. Menentukan gaya-gaya yang

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: saluran, aliran, saluran terbuka, permukaan, atmosfir, parameter, variasi, penampang. vii

ABSTRAK. Kata kunci: saluran, aliran, saluran terbuka, permukaan, atmosfir, parameter, variasi, penampang. vii ABSTRAK Pembuangan air atau bisa disebut selokan adalah contoh dari aliran saluran terbuka, dimana permukaan airnya bebas / berhubungan langsung dengan udara luar (atmosfir). Pada aliran saluran terbuka,

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PENGARUH BUKAAN TIRAI LENGKUNG TERHADAP KINEMATIKA ALIRAN DI SALURAN TERBUKA

JURNAL TUGAS AKHIR PENGARUH BUKAAN TIRAI LENGKUNG TERHADAP KINEMATIKA ALIRAN DI SALURAN TERBUKA JURNAL TUGAS AKHIR PENGARUH BUKAAN TIRAI LENGKUNG TERHADAP KINEMATIKA ALIRAN DI SALURAN TERBUKA DISUSUN OLEH : AGITYA P. TANSIL D111 10 281 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Beberapa waktu lalu sudah dibahas mengenai cara menghitung debit rencana untuk kepentingan perencanaan saluran drainase. Hasil perhitungan debit rencana bukan

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN Risman ¹), Warsiti ¹), Mawardi ¹), Martono ¹), Liliek Satriyadi ¹) ¹) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl.

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR

PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT () DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR Prastumi, Pudyono dan Fatimatuzahro Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

3. PRINSIP ENERGI DAN MOMENTUM DALAM ALIRAN SALURAN TERBUKA

3. PRINSIP ENERGI DAN MOMENTUM DALAM ALIRAN SALURAN TERBUKA . PRINSIP ENERGI DAN MOMENTUM DALAM ALIRAN SALURAN TERBUKA ENERGI DALAM ALIRAN SALURAN TERBUKA Gambar.1. Aliran Dalam Saluran Terbuka Garis energi : garis yang menyatakan ketinggian dari jumlah tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT

PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT Civil Engineering Dimension, Vol., No.,, March 00 ISSN 0-0 PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT Indratmo Soekarno Dosen Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS ABSTRAK ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS Juari NRP: 1321025 Pembimbing: Robby Yussac Tallar, Ph.D. ABSTRAK Hidraulika merupakan ilmu dasar dalam bidang teknik sipil yang menjelaskan perilaku fluida atau

Lebih terperinci

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) Irham 1* dan Kurniati 2 1,2 Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln B. Aceh Medan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM )

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) 1.1 Teori 1.1.1 Pendahuluan Dari suatu aliran air dalam saluran terbuka, khususnya dalam hidrolika kita mengenal aliran beraturan yang berubah

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS SALURAN TERHADAP GERUSAN DASAR PADA SALURAN SEKUNDER BALONG DI SISTEM DAERAH IRIGASI COLO TIMUR.

KAJIAN STABILITAS SALURAN TERHADAP GERUSAN DASAR PADA SALURAN SEKUNDER BALONG DI SISTEM DAERAH IRIGASI COLO TIMUR. TESES KAJIAN STABILITAS SALURAN TERHADAP GERUSAN DASAR PADA SALURAN SEKUNDER BALONG DI SISTEM DAERAH IRIGASI COLO TIMUR. Diajukan Kepada Program Studi Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI ABSTRAK STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI Bramantyo Herawanto NRP : 1021060 Pembimbing : Ir. Endang Ariani, Dipl., HE ABSTRAK Bendung merupakan bangunan air yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PERUBAHAN KEKASARAN MANNING TERHADAP PERENCANAAN PENAMPANG EKONOMIS SALURAN TERBUKA BERBENTUK TRAPESIUM SKRIPSI.

ANALISA PENGARUH PERUBAHAN KEKASARAN MANNING TERHADAP PERENCANAAN PENAMPANG EKONOMIS SALURAN TERBUKA BERBENTUK TRAPESIUM SKRIPSI. ANALISA PENGARUH PERUBAHAN KEKASARAN MANNING TERHADAP PERENCANAAN PENAMPANG EKONOMIS SALURAN TERBUKA BERBENTUK TRAPESIUM SKRIPSI Oleh RACHMANSYAH 0800787315 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT Prima Stella Asima Manurung Nrp. 9021024 NIRM : 41077011900141 Pembimbing : Endang Ariani, Ir, Dipl, HE FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN ULANG PEMBERIAN AIR IRIGASI DI D.I. ANDONG BANG CILONGOK BANYUMAS SKRIPSI

ANALISIS PERENCANAAN ULANG PEMBERIAN AIR IRIGASI DI D.I. ANDONG BANG CILONGOK BANYUMAS SKRIPSI ANALISIS PERENCANAAN ULANG PEMBERIAN AIR IRIGASI DI D.I. ANDONG BANG CILONGOK BANYUMAS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan...

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan... DAFTAR ISI Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat... 1 1.1. Tujuan... 1 1.2. Alat yang Dipergunakan... 1 1.3. Dasar Teori... 2 1.4. Prosedur Percobaan... 3 1.5. Prosedur

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **)

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **) PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK Dwi Kurniani *) Kirno **) Abstract A manual of intake gate operation for embung is an important tool it depends. One factor which

Lebih terperinci

KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA

KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaca modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik.

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaca modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaa modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah membaa modul dan menelesailkan ontoh soal, mahasiswa mampu menjelaskan penggunaan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Rokki M N Hutagalung NRP : 0421016 Pembimbing : ENDANG ARIANI., Ir., Dipl. HE JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MODUL V ALIRAN MELALUI AMBANG (TAJAM DAN LEBAR)

MODUL V ALIRAN MELALUI AMBANG (TAJAM DAN LEBAR) MODUL V ALIRAN MELALUI AMBANG (TAJAM DAN LEBAR) 5.1. endahuluan 5.1.1. Latar Belakang Ambang adalah salah satu jenis bangunan air yang dapat digunakan untuk menaikkan tinggi muka air serta menentukan debit

Lebih terperinci

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy Saluran Terbuka Persamaan Manning Persamaan yang paling umum digunakan untuk menganalisis aliran air dalam saluran terbuka. Persamaan empiris untuk mensimulasikan aliran air dalam saluran dimana air terbuka

Lebih terperinci

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP PENGERTIAN LUBANG : bukaan pada dinding atau dasar tangki dimana zat cair mengalir melaluinya. PELUAP : bukaan dimana sisi atas dari bukaan tersebut berada di atas permukaan

Lebih terperinci

Gita Yunianti Dwi Astuti, Feril Hariati Jurusan Teknik Sipil, Universitas Ibn Khaldun Bogor

Gita Yunianti Dwi Astuti, Feril Hariati Jurusan Teknik Sipil, Universitas Ibn Khaldun Bogor Gita Yunianti Astuti, Feril Hariati, Karakteristik Pada Flume Saluran Terbuka di Laboratorium Teknik Sipil UIKA STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA FLUME SALURAN TERBUKA DI LABORATORIUM TEKNIK SIPIL UIKA Gita

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

Aliran berubah lambat laun. surut di muara saluran atau. air atau pasang surut air laut. berpengaruh sampai ke hulu dan atau ke hilir.

Aliran berubah lambat laun. surut di muara saluran atau. air atau pasang surut air laut. berpengaruh sampai ke hulu dan atau ke hilir. Aliran berubah lambat laun banyak terjadi akibat pasang surut di muara saluran atau akibat adanya bangunan-bangunan air atau pasang surut air laut terutama pada saat banjir akan berpengaruh sampai ke hulu

Lebih terperinci

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN PENGARUH PELIMPAH BERTANGGA TIPE AKAR TERPOTONG TERHADAP PANJANG LONCAT AIR DAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN PINTU AIR DI PERTEMUAN 3 SUNGAI

PERENCANAAN SALURAN PINTU AIR DI PERTEMUAN 3 SUNGAI ii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SALURAN PINTU AIR DI PERTEMUAN 3 SUNGAI (Design of Lock Channel at Confluence of 3 Rivers) Disusun oleh : Agus Setia Aji L2A 003 010 Harmoko Swandy D. L2A 003

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI (+ BASEMENT) DI WILAYAH SURAKARTA DENGAN DAKTAIL PARSIAL (R=6,4) (dengan mutu f c=25 MPa;f y=350 MPa)

PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI (+ BASEMENT) DI WILAYAH SURAKARTA DENGAN DAKTAIL PARSIAL (R=6,4) (dengan mutu f c=25 MPa;f y=350 MPa) PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI (+ BASEMENT) DI WILAYAH SURAKARTA DENGAN DAKTAIL PARSIAL (R=6,4) (dengan mutu f c=25 MPa;f y=350 MPa) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN JARAK AWAL LONCAT AIR AKIBAT PERLETAKAN END SILL PADA PINTU AIR GESER TEGAK (SLUICE GATE) Jhonson Andar H 1), Paulus N 2)

TINJAUAN JARAK AWAL LONCAT AIR AKIBAT PERLETAKAN END SILL PADA PINTU AIR GESER TEGAK (SLUICE GATE) Jhonson Andar H 1), Paulus N 2) TINJAUAN JARAK AWAL LONCAT AIR AKIBAT PERLETAKAN END SILL PADA PINTU AIR GESER TEGAK (SLUICE GATE) Jhonson Andar H 1), Paulus N ) 1) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta ) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Rudi M. Nainggolan NRP: 0021008 Pembimbing: Ir. Endang Ariani, Dipl.H.E. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii ABSTRAK...iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN...viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...xii

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI DASAR SUNGAI (BOTTOM CONTROLLER) BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT Qurotul Ayni NRP : 9821060 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT Farrah Regia Rengganis NRP: 1021005 Pembimbing : Ir. Kanjalia Tjandrapuspa, M.T. ABSTRAK Irigasi dapat didefinisikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI Oleh. ACHMAD BAHARUDIN DJAUHARI NIM 071910301048 PROGRAM STUDI STRATA I TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG

EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG HALAMAN PENGESAHAN Judul : EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG Disusun oleh : Eko Sarono.W L2A0 01 051 Widhi Asmoro L2A0 01 163 Semarang, Mei 2007 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Ir. Sri Sangkawati,

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS Risman 1), Warsiti 2) 1,2) Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. H. Sudarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275 Telp.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN Dea Teodora Ferninda NRP: 1221039 Pembimbing: Robby Yussac Tallar, Ph.D. ABSTRAK Dalam pengelolaan air terdapat tiga aspek utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI Zezen Solide NRP : 9421002 NIRM : 41077011940256 Pembimbing : Endang Ariani, Ir., Dipl. HE. FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

TUGAS AKHIR. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR SPILLWAY DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE TRAJECTORY BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA Disusun oleh : HERDI SUTANTO (NIM : 41110120016) JELITA RATNA WIJAYANTI (NIM : 41110120017)

Lebih terperinci

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning Standar Nasional Indonesia Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PROYEK AKHIR

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PROYEK AKHIR SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS 4.1.0 PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci