Panduan Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Panduan Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK)"

Transkripsi

1 2011 Panduan Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) 1 P a g e

2 Bab 1 Pendahuluan Tanggapan Indonesia terhadap Perubahan Iklim Peran Mitigasi pada Tingkat Daerah RAN-GRK Tujuan dan Kerangka Panduan... 8 Bab 2 Institusi dan Kebijakan Kerangka Kebijakan dan Acuan Normatif Mengenai Perubahan Iklim Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Kebijakan Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Kebijakan Terkait Sektor Kehutanan Kebijakan Terkait Sektor Pertanian Kebijakan Terkait Sektor Industri Kebijakan Terkait Sektor Energi dan Transportasi Kebijakan Terkait Sektor Pengelolaan Sampah Peran Institusi dan Kewenangannya Kerangka Institusi Nasional Pra Kondisi Institusi: Penyesuaian Kegiatan Antar Jenjang Kepemerintahan Bab 3 Baseline, Skenario dan Opsi Mitigasi Baseline Secara Umum Skenario Mitigasi Sektor Kehutanan dan Pertanian Sektor Energi Sektor Transportasi Sektor Industri Sektor Waste Pemilihan Opsi Mitigasi Bab 4 Mekanisme Pendanaan Kegiatan Pengurangan Emisi GRK Kebijakan Pendanaan Perhitungan Biaya Mitigasi Bab 5 Substansi RAD GRK Muatan RAD GRK Tujuan, Kebijakan dan Strategi Dalam RAD GRK Rencana Struktur P a g e

3 5.4 Penetapan RAD GRK Arahan RAD GRK Ketentuan Penyusunan RAD GRK Format Penyajian RAD GRK Masa Berlaku RAD GRK dan Penyampaian RAD-GRK Bab 6 Proses Dan Prosedur Penyusunan RAD-GRK Tahap Persiapan Tahap Pengumpulan Data Tahap Analisis Tahap Rumusan Rencana Aksi Tahap Penetapan REFERENSI P a g e

4 Draft- Ringkasan Eksekutif Sesuai amanat Pemerintah Republik Indonesia kepada Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) pada tahun 2010, khususnya pasal 8 ayat 1, yang meminta Pemerintah Provinsi untuk menyusun Rencana Aksi Daerah dalam upaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca yang terjadi di daerah (dokumen perencanaan RAD GRK). Pada dasarnya, kedua dokumen ini, yaitu RAN dan RAD GRK dibutuhkan oleh kedua tingkat pemerintahan: Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi) beserta dengan para pemangku kepentingan terkait (stakeholders) untuk melaksanakan dan mengawasi kegiatan-kegiatan mitigasi emisi gas rumah kaca baik di tingkat nasional maupun ditingkat lokal dalam kurun waktu 10 tahun ke depan ( ) dalam upaya mencapai target nasional pengurangan emisi sebesar 26% (dengan sumberdaya sendiri) dan tambahan target sebesar 15 % (dengan bantuan sumberdaya internasional untuk mencapai target nasional sebesar 41%) dari tingkat acuan emisi (emission baseline) yang diproyeksikan akan terjadi pada tahun Penyusunan dokumen RAD GRK akan mengacu pada proses dan substansi sektoral yang terdapat di dalam dokumen RAN GRK (top-down approach), selain juga akan mempertimbangkan karakteristik dan potensi emisi daerah, kewenangan administrasi dan sektoral daerah, serta prioritas pembangunan daerah (bottom-up). Dalam proses ini akan terjadi interaksi aktif antara lembaga teknis/kelompok kerja nasional dengan dinas teknis/kelompok kerja lokal dan dengan lembaga-lembaga internasional dalam bentuk Seminar/Lokakarya, Rapat dan Bimbingan Teknis. Waktu yang tersedia untuk menyusun rencana aksi daerah ini adalah satu tahun sejak diterbitkannya Peraturan Presiden. Oleh karena itu, buku panduan penyusunan RAD GRK ini bertujuan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada para mitra/kelompok kerja daerah ( Bappeda di tingkat provinsi) untuk membuat rencana usulan-usulan aksi mitigasi daerah yang terdiri dari beberapa kegiatan sektoral yang berpotensi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (proposed potential mitigation actions) berdasarkan pada skenario-skenario mitigasi yang telah dibuat untuk beberapa sektor sektor terkait (mitigation scenarios establishment), misalnya dari sektor kehutanan, pertanian dan persampahan sesuai dengan karakteristik dan kewenangan yang dimiliki daerah. Usulan-usulan ini harus disertai (dilengkapi) dengan informasi tentang tingkat acuan/referensi emisi yang didasarkan pada skenario kegiatan sektoral yang berjalan normal, seperti biasa, dan tanpa intervensi kebijakan (Business as Usual Baseline) sampai dengan tahun Kemudian, pada akhir periode penyusunan RAD GRK, usulan-usulan ini harus diserahkan ke pemerintah pusat (melalui Bappenas) untuk diproses (diseleksi) lebih lanjut Rencana usulan-usulan aksi mitigasi yang terpilih dari berbagai daerah (provinsi) akan digabung ke dalam masing-masing sektor/sub-sektor tingkat nasional (merging and selection) untuk diberikan nilai peringkat oleh Koordinator Nasional/Bappenas (dimulai dari yang termudah dan termurah untuk dilaksanakan). Hasil pemeringkatan akan menempatkan usulan-usulan tersebut ke dalam ke-2 kelompok target: apakah akan berkontribusi untuk pencapaian target nasional 26% atau untuk mencapai target 41%. Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang hal-hal tersebut di atas, maka buku panduan ini disusun dangan struktur yang sederhana, materi yang lengkap,dan peyajian yang praktis agar para pembaca dan pengguna dapat lebih memahami informasi yang disajikan, serta dapat langsung mempraktekannya ( yaitu 4 P a g e

5 menyusun dokumen RAD GRK). Paragraf-paragraf berikut ini menjelaskan ringkasan dari setiap bab yang terdapat di dalam buku ini. Bab I menjelaskan tentang tanggapan resmi Pemerintah Republik Indonesia terhadap masalah perubahan iklim, informasi tentang RAN GRK, dan perlunya menyertakan Pemerintah Daerah (Provinsi) dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan mitigasi emisi gas rumah kaca (RAD GRK). Tujuan dan kerangka buku panduan RAD GRK juga dijelaskan dengan ringkas. Bab II menjelaskan mengenai kebijakan-kebijakan nasional dan sektoral yang sudah ada pada saat ini yang terkait dengan (dan mendukung) penyusunan rencana dan pelaksanaan RAD GRK di daerah.. Pada bab ini juga dijelaskan peran dan kewenangan administratif dan teknis yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi dan lembaga-lembaga sektoral daerah dalam upaya mempersiapkan dokumen RAD GRK dan dalam tahap implementasinya untuk beberapa sektor terkait, yang mengacu pada dokumen perencanaan nasional RAN-GRK dalam upaya membangun keterpaduan dan kesesuaian program/kegiatan mitigasi antar jenjang pemerintahan. Bab III menfokuskan pada materi-materi teknis yang sangat mendasar dan penting dalam merencanakan dan membuat usulan-kegiatan kegiatan sektoral yang dapat mereduksi emisi GRK di daerah, yaitu: 1) penetapan acuan/referensi emisi berdasarkan pada kondisi bisnis yang berjalan normal, seperti biasa, dan tanpa intervensi kebijakan (Business as usual baseline) untuk beberapa sektor yang relevan dan potensial di suatu daerah dalam kurun waktu yang panjang sampai dengan tahun 2020, 2) pembuatan skenarioskenario mitigasi untuk beberapa sektor terkait/terpilih (mitigation scenario establishment) berdasarkan asumsi-asumsi yang sahih, dan 3) membuat usulan-usulan kegiatan mitigasi sektoral yang berpotensi untuk menurunkan emisi GRK di daerah tersebut (proposed mitigation actions development) berikut dengan perhitungan biaya mitigasi yang dibutuhkan (abatement cost estimation). Untuk lebih memahami materi-materi ini, Pemerintah melalui kelompok kelompok kerja sektoral yang ada di Bappenas (selaku Kordinator Nasional) akan memberikan penjelasan dan bimbingan teknis yang diperlukan kepada kelompok-kelompok kerja yang ada di Pemerintah Provinsi Terkait materi no 1 dan 2 di atas, yaitu untuk metodologi,data dan informasi yang diperlukan serta proses penetapannya bisa dikumpulkan dan dikelola oleh kelompok kerja nasional (top-down approach) atau bisa juga dikumpulkan dan dilakukan oleh kelompok kerja Pemerintah Provinsi (bottom-up approach) atau gabungan keduanya (mixed approach) tergantung pada tingkat kesulitan yang dihadapi dan tingkat keakuratan hasil yang diinginkan (tier principle). Sedangkan, materi yang ke-3, dapat dibuat oleh pemerintah daerah berdasarkan perkiraan potensi reduksi emisi sektoral yang ditunjang oleh karakteristik, kewenangan, dan prioritas daerah. Hasilnya diusulkan ke pemerintah pusat untuk digabungkan dan diseleksi lebih lanjut (merging and selection) dalam upaya mencapai target reduksi emisi nasional. Bab IV menjelaskan secara singkat tentang aspek pendanaan. Pada dasarnya, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi akan menyediakan anggaran untuk membuat dokumen perencanaan RAN-RAD GRK. Demikian juga anggaran akan disediakan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk tahap implementasi guna mencapai target reduksi emisi nasional sebesar 26 %. Sesudah itu akan ada dana bantuan dari badan PBB melalui kerangka kerja UNFCCC (United Nations Framework for Climate Change Convention) bagi Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk mencapai target tambahan sebesar 15%, sehingga mencapai target nasional sebesar 41%. 5 P a g e

6 Bab V mejabarkan tentang format dan substansi dari dokumen RAD GRK yang harus disusun oleh Pemerintah Provinsi. Deskripsi untuk setiap bab juga dijabarkan dengan ringkas dan jelas, sehingga tim penyusun RAD GRK di daerah akan lebih memahaminya dan dapat langsung menyusun dokumen perencanaan ini. BAB VI memfokuskan pada proses dan prosedur untuk menyusun dokumen RAD GRK. Ada lima tahap yang harus dilalui oleh kelompok kerja, yaitu 1) tahap persiapan, 2) tahap pengunpulan data, 3) tahap analisis, 4) tahap pembuatan rencana aksi, dan 5) tahap penetapan/pengesahan. Ada bebagai kegiatan penting untuk setiap tahapan yang sejalan dengan konsepsi dan tujuan RAD, misalnya untuk tahap 2 dan 3 akan terkait erat dengan materi-materi teknis yang dijabarkan di bab 3, sedangkan pada tahap ke-5 dokumen RAD GRK yang telah disusun tersebut ditetapkan sebagai Peraturan Gubernur. Diharapkan semua tahapan dan kegiatan yang telah dijadwalkan tersebut dapat diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun setelah ditetapkannya RAN GRK sebagai Peraturan Presiden. 6 P a g e

7 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Tanggapan Indonesia terhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada iklim baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfir secara global dan juga mengakibatkan variasi iklim alami dalam periode waktu tertentu. Menurut IPCC 2006, perubahan iklim berakibat pada perubahan siklus alam, secara khusus perubahan pada temperatur, permukaan air laut, presipitasi dan juga meningkatkan kejadian-kejadian yang terkait dengan bencana (perubahan ekstrim). Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan suhu sebesar antara Celsius pada skala global (Prasad et al. 2009, 30). Jumlah emisi CO 2 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 1,55 ton karbon (5,67 ton CO 2 eq) per kapita. Angka ini dapat mencapai sebesar 3,22 ton karbon per kapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan peningkatan PDRM jika tidak dilakukan mitigasi atau kegiatan berjalan seperti biasanya (business as usual). Pada sektor-sektor yang memproduksi emisi CO 2 yang tinggi. 1. Pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk mengurangi emisi GRK sampai menjadi 26% pada tahun 2020 (Kesepakatan Internasional Copenhagen, 2009). Sebagaimana perubahan iklim telah menjadi sebuah agenda nasional, akan diperlukan dukungan yang besar dari provinsi-provinsi dan sektor-sektor untuk mencapai target pengurangan emisi. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten akan memainkan peran yang penting karena terdapat aktivitas-aktivitas yang memproduksi emisi dan berlokasi di daerah atau dibawah kewenangan daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dapat memproduksi kebijakan atau rencana aksi daerah untuk mendukung proses pengurangan emisi ini. 1.2 Peran Mitigasi pada Tingkat Daerah Pemerintah daerah dapat berperan serta dalam pengurangan emisi GRK dalam konteks pembangunan berkelanjutan di daerah mereka. Ini dapat dicapai melalui perencanaan strategis, pembuatan konsensus dan peran koordinasi. Pemerintah daerah dapat mendorong keterlibatan publik dan swasta untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap dampak perubahan iklim. Untuk dapat mengurangi emisi pada tingkat lokal, penting bagi pemerintah lokal untuk memiliki Rencana Aksi Daerah-Gas Rumah Kaca atau disingkat RAD-GRK. Setiap provinsi yang membuat RAD-GRK dapat merumuskan kegiatan pengurangan emisi GRK sampai dengan tahun Dewi Retno Gumilang (2009), Indonesia Scenario Towards Low Carbon Societies, Center for Research on Energi Policy ITB, P a g e

8 Untuk mendukung pelaksanaan RAN GRK, pemerintah daerah perlu merumuskan kegiatan pada setiap sektor. Panduan RAD-GRK ini akan membantu pemerintah daerah untuk melakukan penyusunan kegiatan pengurangan emisi GRK di tingkat provinsi. Pada akhirnya apabila usulan yang terdapat pada RAD GRK tidak terpilih untuk masuk ke dalam NAMAs, usulan usulan tersebut masih dapat bersifat proaktif dalam turut membangun rencana pembangunan di daerah. Lebih lanjut, usulan usulan tersebut dapat dikaitkan dengan prinsip prinsip sustainable development. 1.3 RAN-GRK Rencana Aksi Nasional penurunan emisi Gas Rumah Kaca dikembangkan untuk mencapai target nasional, target sektoral, acuan dan aksi prioritas untuk mitigasi perubahan iklim semua sektor yang memproduksi emisi. RAN-GRK berfungsi sebagai sebuah panduan kebijakan pemerintah pusat pada tahun dan sektor-sektor yang terkait untuk mengurangi emisi sebanyak 26% dan 41% jika mendapat bantuan internasional. RAN GRK terdiri atas kegiatan-kegiatan inti dan kegiatan-kegiatan pendukung untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan target pada setiap sektor. Sektor-sektor utama pada RAN GRK adalah kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri, dan pengelolaan sampah. Pembangunan berkelanjutan di tingkat regional tidak dapat dicapai jika emisi-emisi yang diakibatkan oleh perubahan iklim tidak diatasi secara tepat. RAN-GRK menganjurkan perlunya untuk membuat RAD-GRK sebagai dokumen kerja yang menjadi dasar untuk pemerintah daerah, masyarakat dan swasta untuk melaksanakan aktivitasaktivitas langsung dan tidak langsung yang bermaksud untuk mengurangi emisi GRK pada kurun waktu dan mengacu kepada rencana pembangunan daearah. Sebagaimana telah disebutkan, pasal 2 dan ayat 2 RAN-GRK mengamanatkan bahwa RAN-GRK adalah dasar bagi pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan sektor bisnis di dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi RAD-GRK. 1.4 Tujuan dan Kerangka Panduan Tujuan dari panduan ini adalah untuk menyediakan acuan yang mudah dipahami untuk menyusun rencana aksi, membuat sebuah strategi untuk mengurangi emisi, untuk memformulasikan cara mitigasi dan mengidentifikasi institusi kunci/organisasi dan sumber daya keuangan bagi provinsi-provinsi untuk melakukan dan menghitung emisi yang diproduksi setiap provinsi. Panduan ini terdiri atas enam bab yang disusun sebagai berikut. Bab 1 menjelaskan tanggapan Pemerintah Indonesia terhadap perubahan iklim, informasi tentang RAN GRK dan perlunya untuk menyertakan pemerintah provinsi/daerah. Bab 2 menjelaskan peran-peran dari pemerintah provinsi di dalam mempersiapkan RAD GRK dan peran-peran kewenangan dari setiap lembaga pemerintah di dalam pelaksanaan program RAD-GRK yang mengacu kepada RAN-GRK. Bab 3 menjelaskan baseline, skenario dan opsi mitigasi, Bab 4 menjelaskan mekanisme pendanaan 8 P a g e

9 kegiatan RAD-GRK. Bab 5 menjelaskan format RAD-GRK untuk provinsi. Bab 6.menjelaskan proses dan prosedur penyusunan RAD-GRK. Pendahuluan (Bab 1) Kajian Kebijakan dan Institusi (Bab 2) Baseline, Skenario dan Opsi Mitigasi dalam RAD GRK (Bab 3) Kajian Mekanisme Pendanaan Kegiatan RAD-GRK (Bab 4) Substansi RAD-GRK (Bab 5) Proses dan Prosedur Penyusunan RAD-GRK (Bab 6) Gambar 1.1 Kerangka Panduan RAD-GRK 9 P a g e

10 Bab 2 Institusi dan Kebijakan Bab ini akan membahas mengenai isu-isu kebijakan yang mendukung penyusunan dan pelaksanaan RAD GRK. 2.1 Kerangka Kebijakan dan Acuan Normatif Mengenai Perubahan Iklim Pemerintah Republik Indonesia (Pemerintah RI) telah menghasilkan beberapa peraturan dan kebijakan mengenai adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Beberapa dokumen utama antara lain: Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dan Indonesia Climate Change Sektoral Roadmap (ICCSR). RAN GRK adalah dokumen perencanaan jangka panjang yang mengatur usaha usaha pengurangan emisi gas rumah kaca yang terkait dengan substansi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). RAN GRK merupakan acuan utama bagi aktor pembangunan di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten dalam perencanaan, implementasi, monitor, dan evaluasi pengurangan emisi gas rumah kaca. Proses legalisasi RAN GRK dibuat melalui Peraturan Presiden. RAN GRK mengamanatkan kepada Pemerintah Provinsi untuk menyusun rencana aksi pengurangan emisi untuk tingkat provinsi, yang selanjutnya disebut dengan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK). Substansi pada RAN GRK merupakan dasar bagi setiap provinsi dalam mengembangkan RAD GRK sesuai dengan kemampuan serta keterkaitannya terhadap kebijakan pembangunan masing masing provinsi. Dengan demikian, RAD GRK kemudian akan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur. Penyusunan RAD GRK diharapkan merupakan proses bottom-up yang menggambarkan bagaimana langkah yang akan ditempuh setiap provinsi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, sesuai dengan kapasitas masing masing. Lebih lanjut, setiap Pemerintah Provinsi perlu menghitung besar emisi gas rumah kaca masing masing, target pengurangan, dan jenis sektor yang akan dikurangi emisinya. 2.2 Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Berdasarkan keputusan Bali Action Plan (2007), disebutkan perlunya peran negara-negara berkembang melalui pengurangan emisi secara sukarela. Indonesia dalam hal ini di G20 Pittsburg (September 2009) mengajukan untuk menurunkan sebesar 26% dari BAU pada tahun 2020 dengan usaha sendiri dan dapat meningkat menjadi 41% dengan dukungan internasional. Upaya pengurangan emisi secara sukarela ini disebut juga Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs). Secara internasional belum terdapat kesepakatan mengenai metodologi NAMAs. Akan tetapi, arah perkembangan negosiasi antar negara terkait dengan pengurangan emisi mengindikasikan bahwa Indonesia perlu membuat Nasional baseline (acuan dasar). Nasional baseline ini perlu membuat landasan yang komprehensif tentang baseline dari emisi 10 P a g e

11 nasional maupun berbagai skenario penurunan emisi dari emisi per sektornya. Salah satu pertimbangan utama agar program-program mitigasi dapat dikategorikan dalam program NAMAs adalah program-program yang berbiaya murah (least cost principle). Kedudukan program-program mitigasi dalam dokumen RAD dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari program-program NAMAs, jika program-program tersebut mengacu kepada Nasional baseline. Selanjutnya, jika dari aspek biaya program-program dari RAD ada yang termasuk dalam kategori biaya yang lebih murah, maka dapat diusulkan masuk dalam programprogram NAMAs. Selanjutnya biaya yang akan dikeluarkan untuk melakukan program-program tersebut dapat bersumber atau mendapat insentif dari pemerintah pusat Kebijakan Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Dokumen ICCSR, Yellow Book, dan RAN GRK memberikan pengayaan kepada setiap bentuk produk perencanaan pembangunan. Dalam hal ini mengikuti tatanan yang diatur di dalam UU 25/2004 mengenai Sistem Pembangunan Nasional. UU 25/2004 tersebut membagi produk perencanaan pembangunan ke dalam 3 jenis : a) perencanaan jangka panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Nasional / Daerah), b) perencanaan jangka menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Nasional / Daerah) / Rencana Strategis K/L, serta c) rencana tahunan Rencana Kerja Pembangunan / Rencana Kerja K/L. Dengan demikian, pada dasarnya belum terdapat keterkaitan langsung antara dokumen kebijakan yang memperkaya Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam hal perubahan iklim maupun dari Undang undang mengenai lingkungan hidup kepada penyusunan RAD GRK. Ketentuan langsung yang mengamanatkan penyusun RAD GRK terdapat pada RAN GRK, yang juga berarti bahwa RAN GRK adalah acuan penyusunan dan substansi RAD GRK. Namun demikian, RAD GRK yang diusulkan Pemerintah Daerah juga berfungsi sebagai bahan untuk mengkaji ulang target dan aksi pada RAN GRK 2. Dokumen kebijakan pada tingkat nasional memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan penyusunan RAD GRK pada tingkat Provinsi (Gambar 1). Lebih lanjut, ini merupakan kombinasi dari hubungan Dokumen ICCSR dengan Sistem Pembangunan Nasional serta Dokumen RAN GRK dengan Sistem Pembangunan Nasional 3. Kombinasi tersebut menjelaskan bagaimana keterkaitan Dokumen ICCSR, RAN GRK, dan RAD GRK yang dihasilkan oleh Pemerintah Provinsi. RAD GRK tentu perlu disusun karena merupakan ketentuan langsung yang diatur di dalam Peraturan Presiden mengenai RAN GRK, kemudian Gambar 1 menjelaskan bahwa substansi peta jalan (Roadmap) pengurangan emisi pada setiap sektor di dalam ICCSR pada dasarnya dapat diadopsi (dijadikan pertimbangan) oleh Pemerintah Provinsi untuk menentukan aksi mitigasi. 2 Draft RAN GRK, Pasal 4 ayat 3, Pasal 5, dan Pasal 8 ayat 4 3 Dokumen Laporan Sintesis ICCSR Halaman 8 (Bappenas, 2010) dan RAN GRK (Bappenas, 2010) untuk melihat keterkaitan ICCSR Sistem Pembangunan Nasional dan RAN GRK Sistem Pembangunan Nasional 11 P a g e

12 Gambar 2.1 Kerangka Keterkaitan Dokumen/Kebijakan Nasional-Daerah dengan RAD GRK Indonesia Climate Change Sektoral Roadmap (ICCSR) ICCSR dipublikasikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional pada Maret Dokumen ICCSR diharapkan dapat memberikan panduan pedoman yang detail dan sebagai alat untuk mengarustuamakan perubahan iklim di dalam setiap sektor ataupun lintas sektor pembangunan. Dokumen ICCSR bertujuan untuk mengatur target nasional, target sektoral, capaian dan prioritas aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim 4. Ruang lingkup ICCSR merupakan kombinasi roadmap untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pedoman inisiatif terkait mitigasi emisi gasr rumah kaca yang disediakan di dalam ICCSR setidaknya meliputi lima hal : 1. Inventori emisi CO2 yang akan direvisi serta penyesuaiannya pada Penyediaan panduan kebijakan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dari proyeksi scenario business as usual sebesar 26% pada tahun 2020 menggunakan sumberdaya nasional serta 41% dengan dukungan internasional. 4 ICCSR, 2010, Bappenas, p.6 12 P a g e

13 3. Implementasi mitigasi yang mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional Peningkatan energi alternatif. 5. Adopsi low-carbon development bagi seluruh sektor yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Secara konseptual peta jalan untuk mengadopsi usaha mitigasi terhadap sistem pembangunan yang disediakan oleh dokumen ICCSR meliputi 5 : a. Penentuan sektor mitigasi. b. Penguatan basis ilmiah. c. Status emisi (inventori). d. Penentuan potensi reduksi emisi gas rumah kaca. e. Rekomendasi strategi mitigasi. f. Integrasi ke dalam sistem pembangunan nasional. Formulasi prioritas mitigasi diharapkan berasal dari studi terkini mengenai inventori emisi (Inventori Gas Rumah kaca nasional), ICCSR juga memberi catatan bahwa hal ini sangat mungkin untuk diperbaharui sesuai perkembangan lebih lanjut pada konteks nasional maupun internasional 6. Adapun pada dokumen ICCSR, sektor mitigasi emisi gas rumah kaca dibagi atas sektor transportasi, kehutanan, industri, energi, dan pengelolaan persampahan. Dalam pengaturan aktivitas mitigasi pada setiap sektor, dokumen ICCSR mengklasifikasikannya ke dalam tiga kategori sebagai berikut: 1) Dalam pengaturan aktivitas mitigasi pada setiap sektor, dokumen ICCSR mengklasifikasikannya ke dalam tiga kategori Kategori 1 Manajemen Data, Informasi, dan Pengetahuan ; 2) Kategori 2 Perencanaan dan Kebijakan, Peraturan, dan Pengembangan Institusi; 3) Kategori 3 Implementasi, Kontrol, dan Evaluasi. Penyusunan strategi dan aktivitias mitigasi pada setiap sektor di dalam ICCSR setidaknya meliputi penjelasan mengenai kegiatan, instansi terkait, lokasi kegiatan, serta waktu pelaksanaan. Kerangka waktu pelaksaan yang disusun terbagi ke dalam kurun waktu Yellow Book National Development Planning: Indonesia s Response to Climate Change Dokumen Yellow Book dipublikasikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Dokumen ini dimaksudkan untuk menjembatani isu sektoral dan lintas sektoral yang sensitif terhadap perubahan iklim dan juga hubungannya dengan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Dokumen ini juga bertindak untuk mempertajam dan melengkapi susbtansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Secara umum maksud penyusunan dokumen ini meliputi : 1) integrasi program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan sistem perencanaan pembangunan, 2) menyajikan prioritas sektoral dan lintas sektoral 5 ICCSR, 2010, Bappenas, p.6 6 ICCSR, 2010, Bappenas, p.9 13 P a g e

14 atas perubahan iklim di dalam kerangkan pembangunan berkelanjutan, 3) memberikan gambaran mekanisme pembiayaan dan institusi untuk mengimplementasikan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, 4) memberikan gambaran kerjasama di dalam kerangka perubahan iklim 7. Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) RAN GRK adalah dokumen kerja yang menyediakan landasan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat serta pelaku ekonomi untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dalam periode yang sesuai dengan target pembangunan nasional. RAN GRK merupakan acuan utama bagi aktor pembangunan di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten dalam perencanaan, implementasi, monitor, dan evaluasi pengurangan emisi gas rumah kaca. Proses legalisasi RAN GRK dibuat melalui Peraturan Presiden. RAN GRK mengamanatkan kepada Pemerintah Provinsi untuk menyusun rencana aksi pengurangan emisi untuk tingkat provinsi, yang selanjutnya disebut dengan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK) 8. Substansi pada RAN GRK merupakan dasar bagi setiap provinsi dalam mengembangkan RAD GRK sesuai dengan kemampuan serta keterkaitannya terhadap kebijakan pembangunan masing masing provinsi. Dengan demikian, RAD GRK kemudian akan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur. Penyusunan RAD GRK diharapkan merupakan proses bottom-up yang menggambarkan bagaimana langkah yang akan ditempuh setiap provinsi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, sesuai dengan kapasitas masing masing. Lebih lanjut, setiap Pemerintah Provinsi perlu menghitung besar emisi gas rumah kaca masing masing, target pengurangan, dan jenis sektor yang akan dikurangi emisinya. Namun demikian, Pemerintah Provinsi juga tetap harus memastikan bahwa pengurangan emisi gas rumah kaca di daerahnya tetap berkontribusi terhadap target pengurangan di tingkat nasional Kebijakan Terkait Sektor Kehutanan Rencana Jangka Panjang Kementerian Kehutanan ( ) telah mengidentifikasi beberapa strategi yang secara tidak langsung berkaitan dengan sumber emisi (kebakaran hutan, konservasi hutan, dan manajemen hutan bakau). Setidaknya terdapat tiga strategi utama yang terkait dengan hal tersebut: 1) SFM Strategi Mitigasi Hutan, 2) RED Strategi Mitigasi Hutan, dan 3) Jenis tanaman Strategi Mitigasi Hutan Strategi tersebut didukung dengan beberapa program seperti program riset dan pengembangan hutan, perencanaan makro hutan, stabilisasi area hutan, dan program manajemen pendukung dan teknis. Lebih lanjut, terdapat pula dua peraturan menteri; yakni Peraturan Menteri 68/2008 mengenai penyelenggaraan pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan dan 7 Yellow Book: Indonesia s Response to Climate Change, 2010, Bappenas, p.3 8 Pasal 8, Ayat 1, Draft RAN GRK, P a g e

15 Peraturan Menteri 39/2009 mengenai Tata cara pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Beberapa peraturan terkait sektor kehutanan juga berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup. Di dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca, sektor kehutanan memiliki potensi yang besar dalam upaya penurunan emisi GRK, diantaranya yaitu pengelolaan hutan yang berkelanjutan dari hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan lindung, serta pembatasan konversi lahan hutan menjadi non-hutan dan degradasi kualitas hutan, pengelolaan hutan pada lahan gambut dan pencegahan kebakaran hutan. Arah kebijakan untuk penurunan emisi GRK di bidang kehutanan di arahkan untuk mensinergikan program-program bidang kehutanan seperti; 1. Mensinergikan kebijakan, perencanaan, dan program para pemangku kepentingan di bidang kehutanan. 2. Mempertajam kebijakan dan langkah-langkah pengurangan emisi karbon dari bidang kehutanan yang secara efektif dapat menyelesaikan masalah penyebab deforestasi dan degradasi hutan. 3. Mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan. 4. Merevitalisasi ekosistem hutan yang terdegradasi dengan pelibatan masyarakat. 5. Menekan laju deforestasi dari berbagai gangguan seperti penebangan liar, kebakaran hutan, konversi hutan untuk kepentingan non-hutan. 6. Mengembangkan hutan tanaman untuk pemenuhan permintaan hasil hutan kayu untuk keperluan industri kehutanan. Secara umum, Indonesia mengejar strategi ganda untuk upaya mitigasi pada sektor kehutanan, yang mencerminkan dua fungsi utama hutan dalam konteks perubahan iklim, yaitu sebagai sumber karbon dan penyerap karbon. Melindungi hutan yang ada akan menjaga stok karbon dan kapasitas penyerapan, reboisasi dan rehabilitasi hutan akan meningkatkan kapasitas hutan sebagai penyerap karbon, sedangkan deforestasi dan degradasi hutan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Maka strategi sebagai bentuk mitigasi dapat diringkasi sebagai berikut: 1. SFM Strategi Mitigasi Hutan 1, peningkatan stok karbon hutan dan menghindari emisi terkait dengan degradasi dan deforestasi yang tidak terencana. 2. RED Strategi Mitigasi Hutan 2, mengurangi jumlah emisi melalui manajemen konversi lahan hutan. 3. Perkebunan Strategi Mitigasi Hutan 3 - Meningkatkan kapasitas penyerapan karbon melalui promosi perkebunan di lahan tutupan non hutan. Dalam kebijakan saat ini banyak peran dari perkebunan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon. Tetapi sedikit yang terencana, di luar pengembangan KPHs, untuk memastikan bahwa pohon-pohon yang terpelihara dengan baik dan tumbuh, atau untuk memantau secara akurat pertumbuhan perkebunan dan penyerapan karbon. Pembangunan dan pembentukan KPH merupakan sarana penting untuk menjaga keabadian dari penyerapan karbon di hutan dan karena itu harus dilihat sebagai prasyarat penting untuk semua aktivitas mitigasi. 15 P a g e

16 Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan tahun disusun berdasarkan kondisi saat ini dan permasalahan serta isu-isu strategis dalam pembangunan kehutanan ke depan. Berdasarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional mengenai peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan, Kementerian Kehutanan memiliki visi yang tertuang di dalam Renstra Kementerian Kehutanan Tahun , yaitu Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan. Guna mewujudkan visi tersebut ditetapkan beberapa misi Kementerian Kehutanan, dengan arah kebijakan prioritas pembangunan pada; 1. Pemantapan kawasan hutan. 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). 3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. 4. Konservasi keanekaragaman hayati. 5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. 6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. 7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan. 8. Penguatan kelembagaan kehutanan Kebijakan Terkait Sektor Pertanian Hubungan antara kegiatan pertanian dengan emisi gas rumah kaca pada dasarnya berasal dari fungsi penanaman dan perubahan guna lahan sebagai akibat dari kegiatan pertanian. Beberapa peraturan telah diterbitkan terkait dengan hal ini, diantaranya Peraturan Menteri Pertanian 50/2007, 47/2006, 26/2007, 14/2009, dan lainnya. Peraturan peraturan terkini memperketat ketentuan untuk penggunaan lahan gambut bagi perkebunan tertentu, misalnya sawit, tidak hanya mempertimbangkan kedalaman rawa gambut (< 3m), tetapi juga komposisi tanah di bawah gambut, kematangan gambut, dan kesuburan lahan gambut; dengan demikian akan mempengaruhi jumlah emisi gas rumah kaca. Pada RAN-GRK, Kebijakan pembangunan pertanian diarahkan untuk meminimalisasi dampak negatif dari perubahan iklim dan berkontribusi dalam penurunan emisi GRK, yang dilakukan melalui (i) mensinergikan dan mengintegrasikan kebijakan, perencanaan, dan program pada seluruh pemangku kepentingan di bidang pertanian seperti, dengan Kementerian Pekerjaan Umum (misalnya untuk ketersediaan air dan infrastruktur), Kementerian Kehutanan (misalnya untuk REDD+), dan Pemerintah Daerah. Dalam ICCSR, kebijakan pada sektor pertanian secara umum adalah meminimalisasi dampak negatif dari fenomena alam tersebut agar sasaran pembangunan pertanian tetap dapat dicapai. Kebijakan juga diarahkan untuk meningkatkan peran sektor pertanian, terutama subsektor perkebunan dan subsektor pertanian di lahan gambut, dalam menurunkan emisi GRK. Secara rinci kebijakan yang akan ditempuh adalah: 1. Meningkatkan pemahaman petani dan pihak terkait dalam mengantisipasi perubahan iklim. 16 P a g e

17 2. Meningkatkan kemampuan sektor pertanian untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, termasuk didalamnya membangun sistem asuransi perubahan iklim. 3. Merakit dan menerapkan teknologi tepat guna dalam memitigasi emisi GRK, dan 4. Meningkatkan kinerja penelitian dan pengembangan di bidang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pada RENSTRA Departemen Pertanian terdapat persiapan terhadap antisipasi dari perubahan iklim diperlukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim, inventarisasi dan delineasi wilayah yang terkena dampak, serta penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan. Selain itu, perlu diciptakan dan disiapkan berbagai teknologi adaptif baik untuk adaptasi maupun mitigasi, seperti varietas unggul, teknologi pengelolaan lahan dan air, pemupukan serta paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, dan sebagainya Kebijakan Terkait Sektor Industri Terkait dengan emisi yang dihasilkan dari sektor industri, beberapa peraturan dari Menteri Industri dan Lingkungan Hidup telah diterbitkan. Secara umum peraturan tersebut biasanya dikembangkan untuk industri industri tertentu; sebagai contoh industri kertas, besi dan baja, pupuk, dan sebagainya. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi harus mengidentifikasi industri terkait di area masing masing. Dalam Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca, sektor yang menjadi salah satu penyumbang emisi Gas Rumah Kaca terbesar yaitu sektor industri. Emisi dari sektor industri berasal dari 3 sumber, yaitu dari penggunaan energi, proses produksi, dan limbah. Kebijakan bidang industri dalam rangka mendukung mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan mengarahkan agar sektor industri besar seperti semen, baja, pulp dan kertas, tekstil, dan lain-lain dapat melakukan program penurunan emisi GRK secara bertahap melalui 3 program yaitu; 1. Melakukan efisiensi energi dengan menggunakan teknologi mesin yang lebih efisien 2. Menggunakan bahan bakar alternatif. 3. Melakukan efisiensi dalam proses produksi. Dalam ICCSR, maksud dan tujuan dari dibuatnya roadmap sektor industri adalah untuk memperkirakan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan industri dengan penekanan khusus pada industri semen, untuk menghitung besarnya potensi pengurangan dari sektor industri, selanjutnya sebagai pertimbangan dalam menentukan rencana pembangunan ekonomi nasional. Dalam ICCSR, potensi mitigasi yang dapat dilakukan terkait mitigasi secara teknis, diantaranya yaitu; 1. Efisiensi energi mengurangi konsumsi energi seperti pencahayaan, efisiensi motor, AC, dan bahan bakar dalam mesin. 2. Bahan bakar alternatif biomassa sebagai limbah pertanian, tanaman bahan bakar, limbah kota dan industri, termasuk limbah berbahaya. 17 P a g e

18 3. Pencampuran bahan untuk industri semen misalnya menggunakan bahan pengganti klinker termasuk menggunakan bahan daur ulang Kebijakan Terkait Sektor Energi dan Transportasi Di sektor energi, beberapa dokumen dan peraturan nasional telah diterbitkan yang terkait dengan pengurangan emisi gas rumah kaca; Masterplan Energi Nasional, Blueprint Energi Nasional, Kebijakan Nasional Energi, Perpres 2/2008, dan sebagainya. Potensi penghematan energi, diverisifikasi energi, dan elastisitas energi yang ditargetkan pada dokumen dokumen tersebut akan berimplikasi terhadap jumlah emisi yang dihasilkan. Di sisi lain, Menteri Keuangan juga telah menerbitkan beberapa peraturan yang dapat berimplikasi terhadap investasi di bidang energi. Dalam RAN-GRK arahan kebijakannya berupa komitmen efisiensi dalam pemanfaatan energi diterapkan pada seluruh sektor pengguna energi, yakni sektor transportasi, industri, rumah tangga, dan komersial. Dalam ICCSR arahan kebijakannya dijelaskan bahwa emisi gas rumah kaca yang diperoleh dari sektor energi harus dikelola karena sektor ini sangat penting untuk pembangunan perekonomian Indonesia, baik untuk ekspor produktif / tukar pendapatan (valas) asing dan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Dalam Renstra Kementerian ESDM memiliki salah satu arahan kebijakannya berupa meningkatkan kesadaram masyarakat melalui diversifikasi dan konservasi energy dalam rangka untuk mengurangi gas rumah kaca. Untuk sektor transportasi Kementerian Lingkungan Hidup telah mengesahkan beberapa peraturan terkait transportasi; sebagai contoh standar emisi untuk kendaraan baru dan lama. Pemerintah Provinsi juga perlu mempersiapakn regulasi dan dokumen lebih detail untuk mitigasi emisi yang sesuai dengan strategi avoid/reduce shift improve yang tertulis di dalam ICCSR. Sedangkan pada RAN-GRK pendekatan pengurangan emisi dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti trip demand management, shifting, improvement dan green transport. Pada Renstra Kementerian Perhubungan telah terdapat strategi untuk mengarusutamakan isu perubahan iklim kedalam perencanaan pembangunan nasional, termasuk koordinasi, sinergi, monitoringdan evaluasi merupakan tantangan dalam memitigasi dan beradaptasi terhadap setiap perubahan iklim Kebijakan Terkait Sektor Pengelolaan Sampah Peraturan dasar bagi sektor pengelolaan sampah berasal dari UU 18/2008 mengenai pengelolaan sampah, UU 26/2007 mengenai penataan ruang, dan UU 32/2009 mengenai lingkungan hidup. Undang undang tersebut didukung oleh regulasi detail maupun panduan yang disediakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Secara umum, regulasi tersebut mengatur mengenai pengelolaan dan pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah. 18 P a g e

19 Pada RAN-GRK terdapat Kebijakan pengelolaan limbah sampah dalam rangka mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan pengelolaan sampah dengan penerapan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle), fasilitasi prasarana pengumpulan/pengangkutan sampah, pembangunan/ peningkatan Tempat Pemrosesan akhir (TPA) sampah menjadi sanitary landfill dan juga pengembangan TPA yang terpadu dengan teknologi pemanfaatan GRK untuk energi. Dalam ICCSR, kebijakan pengelolaan sampah ke depan sekurangnya harus menerapkan dua kebijakan utama. Kebijakan pertama adalah pengurangan (reduce) sampah di sumber sebanyak mungkin, digunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle) (3R) sebelum diangkut ke TPA. Kebijakan kedua yaitu pengelolaan sampah harus dilakukan dengan mengintegrasikan partisipasi masyarakat. Dua kebijakan ini digunakan sebagai prinsip dasar pengelolaan sampah sebagaimana yang dideskripsikan di dalam undang-undang pengelolaan sampah. Sementara itu, partisipasi aktif masyarakat dalam program 3R sampah padat dimulai dari tingkat perumahan dengan mengubah kebiasaan masyarakat menjadi lebih bersih dan sehat. Partisipasi industri juga akan dilakukan dengan melaksanakan EPR (Extended Producer Responsibility) yaitu prinsip untuk produsen dan importir sampah B3. Pada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum arahan kebijakannya berupa pengelolaan persampahan dikelola secara lebih efektif dan efisien melalui pola BLU (Badan Layanan Umum) ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam 5 (lima) tahun ke depan Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum) merencanakan untuk terus mendorong berbagai alternatif pembiayaan untuk investasi pembangunan infrastruktur, termasuk pola-pola KPS, yang salah satunya pengelolaan persampahan. 2.3 Peran Institusi dan Kewenangannya Penyiapan institusi untuk RAD GRK pada tingkat provinsi juga perlu diawali dengan inventarisasi kewenangan pada setiap sektor yang terkait dengan emisi gas rumah kaca. Panduan ini memberikan gambaran kewenangan yang dapat dan tidak dapat dilakukan lembaga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada sektor terkait emisi GRK dengan mengacu kepada kegiatan yang ada di dalam RAN-GRK dan berdasarkan kerangka kelembagaan yang ada (UU 32/2004, dan PP 38/2007) Kerangka Institusi Nasional Penyiapan institusi untuk RAD GRK pada tingkat provinsi juga perlu diawali dengan inventarisasi pembagian kewenangan / urusan kepemerintahan pada setiap sektor yang terkait dengan emisi gas rumah kaca. Panduan ini memberikan gambaran kewenangan dari nasional, provinsi, dan kota/kabupaten terhadap program-program yang terdapat pada RAN-GRK. Dengan mengacu kepada UU 32/2004 dan PP 38/2007 maka dari program yang ada di dalam RAN-GRK setiap sektornya dapat diketahui kewenangan setiap lembaga (Nasional. Provinsi, Kota/Kabupaten) untuk melaksanakan program pada RAN-GRK tersebut. 19 P a g e

20 Perlu dipahami bahwa RAN GRK mengatur pembagian kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca ke dalam beberapa bidang yang pada Dokumen RAN PI ataupun ICCSR diklasifikasikan sebagai sektor dan juga terdapat beberapa perbedaan di dalamnya. Pembagian ini kemudian perlu diselaraskan dengan pengaturan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar susunan pemerintahan, sebagaiman diatur di dalam PP 38/2007. Berikut ialah tabel komparasi sektor / bidang kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca : Tabel 2.1 Komparasi Pembagian Sektor Bidang Urusan Pemerintahan terkait Kegiatan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca 1) Sektor Transportasi 2) Sektor Kehutanan 3) Sektor Industri 4) Sektor Energi 5) Sektor Pengelolaan Persampahan ICCSR RAN GRK PP 38 / 2007* 1) Bidang Kehutanan dan Pengelolaan Lahan Gambut 2) Bidang Pertanian 3) Bidang Energi dan Transportasi 4) Bidang Industri 5) Bidang Pengelolaan Limbah 1) Pekerjaan umum 2) Perumahan 3) Penataan ruang 4) Perencanaan pembangunan 5) Perhubungan 6) Lingkungan hidup 7) Pertanian dan ketahanan pangan 8) Kehutanan 9) Energi dan sumber daya mineral 10) Perindustrian * keterangan : PP 38/2007 mendefinisikan bahwa terdapat 31 urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar susunan pemerintahan, daftar di atas hanya menampilkan yang berkaitan dengan pembagian pada PP 38/2007, ICCSR, dan Draft RAN GRK. Kegiatan kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang tercantum di dalam RAN GRK ataupun RAD GRK nantinya pada akhirnya akan memiliki keterkaitan dengan kewenangan dan juga urusan kepemerintahan yang diemban oleh masing masing lembaga. Oleh karenanya, ketentuan di dalam UU 32/2004 mengenai Pemerintah Daerah dan juga PP 38/2007 mengenai Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota merupakan acuan dalam penentuan lembaga penanggungjawab maupun pelaksana kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca. Padanan pembagian bidang kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca pada RAN GRK dengan urusan pemerintahan pada PP 38/2007 menunjukkan bahwa seluruh bidang berada pada urusan pemerintahan yang dibagi persama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan 9. Gambar 2 memperlihatkan keterkaitan antara bidang kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca dengan pembagian urusan pemerintahan. Pada gambar tersebut juga diindikasikan klasifikasi urusan pemerintahan yang sifatnya wajib maupun pilihan bagi Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota bergantung kepada karakteristik wilayah masing masing. Urusan wajib ialah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar 10. Adapun urusan pilihan 9 Lihat PP 38/2007 pasal 2 10 PP 38/2007, pasal 7, ayat 1 20 P a g e

21 Pekerjaan Umum Perumahan Penataan Ruang Perencanaan Pembangunan Perhubungan Lingkungan Hidup Pertanian dan Ketahanan Pangan Kehutanan Perindustrian Energi dan Sumber Daya Mineral adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan 11. Tabel 2.2 Keterkaitan Bidang Pengurangan Emisi GRK pada RAN dengan Pembagian Urusan Pemerintahan Pembagian Urusan Pemerintah (PP 37 Tahun 2008) Urusan Wajib Urusan Pilihan Bidang Pengelolaan Limbah Kehutanan dan Pengelolaan Lahan Gambut Pertanian Energi dan Transportasi Industri Sumber : Disarikan dari PP 38 Tahun 2007 Dalam pembagian urusan pemerintahan, baik urusan wajib maupun urusan pilihan, pada umumnya terdapat beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan; yakni eksternalitas, akuntabilitias, dan efisiensi dengan memperhatikan hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan 12. Pada praktiknya, pembagian urusan pemerintahan ini sifatnya akan sangat konktektual dan sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan antara suatu periode ke periode lainnya maupun antar daerah. Oleh karenanya pada pengaturan teknis untuk setiap bidang urusan pemerintahan perlu dilakukan dengan melihat pengaturan yang dilakukan melalui kementerian/lembaga pemerintahan non departemen yang membidangi urusan pemerintah tersebut. Secara umum Pemerintah Pusat melalui Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen memiliki kewenangan untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk pelaksanaan urusan wajib dan pilihan. NSPK tersebut kemudian berfungsi sebagai pedoman bagi 11 PP 38/2007, pasal 7, ayat 3 12 PP 38/2007, Pasal 4 21 P a g e

22 Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan setiap urusan wajib serta pilihan tersebut. Tabel 2 di bawah memberikan ilustrasi pembagian kewenangan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, serta Pemerintah Kota/Kabupaten berdasarkan PP 38/2007. Hal tersebut merupakan kerangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang juga melingkupi kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca. Tabel 2.3 Kerangka Pembagian Urusan Pemerintahan Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota a) Penyelenggaraan sendiri urusan pemerintahan b) Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi c) Penugasan sebagian urusan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan asas tugas pembantuan. a) Penyelenggaraan sendiri urusan pemerintahan tingkat Provinsi b) Penugasan sebagian urusan pemerintahan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan a) Penyelenggaraan sendiri urusan pemerintahan tingkat Kabupaten/Kota b) Penugasan sebagian urusan pemerintahan kepada pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan RAD GRK, sebagai bagian tidak terpisahkan upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang direncanakan di dalam RAN GRK, perlu dilaksanakan dalam kerangka institusi yang sesuai dan telah ditetapkan sebelumnya. Kerangka institusi nasional yang berperan dalam mendukung pelaksanaan RAN GRK telah ditetapkan dengan melibatkan beberapa komponen sebagai berikut: Tabel 2.4 Kerangka Institusi Pendukung Pelaksanaan RAN GRK Institusi Kementerian Koordinator Perekonomian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Dalam Negeri Tugas / Peran a) Melakukan koordinasi pelaksanaan dan pemantauan RAN GRK dengan melibatkan para Menteri dan Gubernur yang terkait dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca. b) Melaporkan pelaksanaan RAN GRK yang terintegrasi kepada Presiden paling sedikit 1 tahun sekali. a) Mengkoordinasikan evaluasi dan kaji ulang RAN-GRK yang terintegrasi b) Melaporkan hasil evaluasi kepada Menteri Koordinator Perekonomian c) Menyusun pedoman RAD-GRK yang akan diintegrasikan dalam upaya pencapaian target nasional penurunan emisi GRK. a) Mengkoordinasikan inventarisasi GRK yang dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dan melaporkan hasil inventarisasi GRK tersebut kepada Menteri Koordinator Perekonomian. b) Menyusun pedoman dan metodologi MRV (Measurable Reportable Verifiable Memfasilitasi penyusunan RAD-GRK bersama-sama dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Lingkungan Hidup 22 P a g e

23 Kementerian / Lembaga a) Melaksanakan RAN-GRK dan inventarisasi GRK pada Kementerian/Lembaga masing-masing. b) Memantau pelaksanaan RAN-GRK secara berkala. c) Melaporkan pelaksanaan kegiatan RAN-GRK yang telah terverifikasi kepada Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Lingkungan Hidup secara berkala, minimal satu tahun sekali. Gubernur / Pemerintah Provinsi Sumber: RAN GRK, 2010 a) Menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) yang mengacu pada RAN-GRK dan sesuai dengan prioritas pembangunan daerah berdasarkan kemampuan APBD dan masyarakat. b) Menetapkan RAD GRK melalui Peraturan Gubernur c) Menyampaikan RAD-GRK kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas untuk diintegrasikan dalam upaya pencapaian target nasional penurunan emisi GRK. (Diadaptasikan dari: Kementerian Lingkungan Hidup, 2009) Gambar 2.2 Proses Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dan Institusi Penyiapan institusi juga memerlukan pemahaman distribusi kewenangan antar tingkat pemerintahan yang terkait dengan perubahan iklim. Pemerintah Pusat pada dasarnya adalah membangunan kebijakan umum yang dilengkapi dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) (Nurhadi, 2009). Pemerintah Provinsi, di sisi lain, adalah perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat di daerah: Dengan demikian memiliki kewenangan untuk pengendalian implementasi kebijakan nasional dan NSPK. Pemerintah Provinsi juga memiliki peran dalam memfasilitasi isu antar kabupaten/kota. Adapun konteks desentralisasi untuk setiap sektor pada dasarnya berbeda tergantung konteks kebutuhan sektoral. 23 P a g e

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan

Lebih terperinci

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 15.11.2011 In cooperation with 14.05.2012 Page Seite 1 ISI PRESENTASI 1. Latar Belakang 2. Kemajuan Penyusunan Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2012

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2012 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD - GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK

PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Pembahasan Pedoman Penyusunan RAD GRK Jakarta, 12 Januari 2012 www.bappenas.go.id 1 PENURUNAN EMISI GAS RUMAH

Lebih terperinci

PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP

PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP 3 PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP 3.1. Pembagian Urusan Gubernur selaku pimpinan daerah provinsi dalam menyusun RAD GRK harus berpedoman pada Peraturan Presiden No 61 tahun 2011 tentang RAN GRK. Penyusunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) Republik Indonesia PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 Outline A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA ENDAH MURNININGTYAS Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam acara FGD Pembentukan Komite Pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Rencana

Lebih terperinci

Jambi, Desember 2013 Penulis

Jambi, Desember 2013 Penulis Laporan pelaksanaan Sosialisasi Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (PEP RAD GRK) ini, menguraikan tentang : pendahuluan, (yang terdiri dari latar belakang,

Lebih terperinci

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Wahyuningsih Darajati Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Hotel Manhattan, 24 November 2011

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012 Sambutan Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Penyusunan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan

Lebih terperinci

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi:

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Bappeda Provinsi Maluku Background KOMITMEN PEMERINTAH PUSAT PENURUNAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KOMITMEN INDONESIA DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PELAKSANAAN KOMITMEN INDONESIA DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional PELAKSANAAN KOMITMEN INDONESIA DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Wahyuningsih Darajati Direktur Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2011 KATA PENGANTAR Prof.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Ketercapaian target dari masing-masing sasaran adalah sebagai berikut : - Meningkatnya indeks kualitas lingkungungan hidup

BAB IV PENUTUP. 1. Ketercapaian target dari masing-masing sasaran adalah sebagai berikut : - Meningkatnya indeks kualitas lingkungungan hidup BAB IV PENUTUP Laporan Kinerja Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung disusun berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun Anggaran 2016 serta Penetapan Kinerja Tahun

Lebih terperinci

Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon

Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon Endah Murniningtyas Deputi Sumber

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2011 KATA PENGANTAR Prof. Armida

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Berkualitas

Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Berkualitas Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Berkualitas Endah Murniningtyas Deputi Sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) merupakan dokumen perencanaan yang bersifat jangka panjang sampai dengan tahun 2036. RUPM berfungsi untuk mensinergikan & mengoperasionalisasikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan LH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan LH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) PEMBUKAAN KONSULTASI DAERAH RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API) API) Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan LH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STRATEGI NASIONAL MEWUJUDKAN INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 DIREKTUR JENDERAL, LIMBAH DAN B3 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Nur Amalia amalia_aim@pelangi.or.id SISTEMATIKA : 1. Tujuan Proyek 2. Hasil

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015 Posisi Geografis Indonesia sangat rentan terhadap dampak dan perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Proses tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1 LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR : TAHUN 2012 TANGGAL : 2012 TENTANG : RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN

Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN Penanggungjawab : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Perkiraan Emisi 2020 : 10.562.476,38 juta tco2eq Target Penurunan Emisi 26% : 2.746.243,86 juta tco2eq

Lebih terperinci

Tata ruang Indonesia

Tata ruang Indonesia Tata ruang Indonesia Luas 190,994,685 Ha Hutan Produksi Kawasan Non-hutan Hutan Produksi Terbatas Hutan konservasi Hutan dilindungi Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia 2008, Departemen Kehutanan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RAN-RAD GRK

PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RAN-RAD GRK KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NASIONAL PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RAN-RAD GRK Endah Murniningtyas Deputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1358, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Penyelenggaraan. Petunjuk Teknis. TA 2013. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci