PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SALIVA SETELAH 6 BULAN PADA ANAK SEVERE EARLY CHILDHOOD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SALIVA SETELAH 6 BULAN PADA ANAK SEVERE EARLY CHILDHOOD"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SALIVA SETELAH 6 BULAN PADA ANAK SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES (S-ECC) DAN BEBAS KARIES USIA 2 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : PRAVINA PERIASAMY NIM : Pembimbing : SITI SALMIAH, drg., Sp. KGA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

2 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2019 Pravina Periasamy Perbandingan Karakteristik Saliva Setelah 6 Bulan pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies Usia 2 Tahun di Kecamatan Medan Sunggal. x + 46 halaman. Severe Early Childhood Caries (S-ECC) adalah pengalaman karies yaitu terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi kavitas, kehilangan gigi (karena karies), atau adanya tambalan pada permukaan halus pada gigi apa saja untuk anak usia di bawah 3 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan karakteristik saliva (ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume) dan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort prospektif yang menggunakan teknik pemilihan sampel purposive sampling. Jumlah sampel adalah seramai 48 orang anak yang berusia kurang dari 3 tahun. Data pengalaman karies diperoleh dengan pemeriksaan klinis rongga mulut dan pemeriksaan saliva menggunakan GC Saliva Check Buffer. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa elemen dalam kondisi saliva ( ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume ) yang paling berperan dalam penambahan karies setelah 6 bulan adalah laju alir dan volume saliva. Daftar Rujukan: 26 ( )

3

4 TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 14 Februari 2019 TIM PENGUJI KETUA : ESSIE OCTIARA, drg., Sp.KG

5 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan pengarahan serta saran saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp. RKG selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2. Essie Octiara, drg., Sp. KGA selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) dan selaku ketua penguji atas keluangan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mebimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA selaku dosen penguji atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis. 6. Teristimewa kepada orang tua penulis, Ayahanda V. Periasamy, Ibunda P. Premalatha, abang P. Arvin Dinesh dan adik P. Kughillan atas segala kasih sayang, doa, semangat serta dukungan baik dari segi moral maupun material yang selama ini diberikan kepada penulis. iv

6 7. Teman teman seperjuangan skripsi di Departemen Kedokteran Gigi Anak: Anggiana, Retno, Nia Lubis, Angga, Lavannya dan Divya atas saran dan bantuan yang diberi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi. 8. Sahabat sahabat penulis dan teman seangkatan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa dan dukungan selama penulis melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk kedepannya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat. Medan,14 Februari 2019 Penulis, (Pravina Periasamy) NIM: v

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... iv vi ix x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Masalah Umum Masalah Khusus Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies Early Childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) Etiologi Faktor Host atau Tuan Rumah Faktor Mikroorganisme (Bakteri) Faktor Substrat Faktor Waktu Saliva Fungsi dan Komposisi Saliva Volume dan Laju Aliran Saliva ph dan Kapasitas Buffer Saliva vi

8 2.5 Kerangka Teori Kerangka Konsep BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Variabel Penelitin Definisi Operasional Alat dan Bahan Cara Pengambilan Data Cara Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Analisis Data BAB 4 HASIL PENELITIAN Distribusi Anak S-ECC dan Bebas Karies pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal S-ECC Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Bebas Karies Analisis Statistik Perbandingan Kategori Ph Saliva pada Awal Pe meriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak S-ECC dan BK Analisis Statistik Perbandingan Kategori Kapasitas Buffer Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada anak S-ECC dan Bebas Karies Analisis Statistik Perbandingan Kategori Laju Alir dan Volume Pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak S-ECC Dan Bebas Karies Gambaran Kategori dan Rerata Kondisi Saliva (ph, Buffer Saliva Laju alir dan Volume) Setelah 6 Bulan pada Anak S-ECC dan Bebas Karies Analisis Statistik Perbandingan Rerata Pengalaman Karies pada Pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak S-ECC dan Bebas Karies BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran vii

9 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Definisi Operasional Alat dan Bahan Penelitian Distribusi S-ECC dan Bebas Karies Pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan Hasil Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal S-ECC Hasil Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Bebas Karies Hasil Analisis Statistik Perbandingan Kategori ph Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal S-ECC dan Bebas Karies Hasil Analisis Statistik Perbandingan Kategori Kapasitas Buffer Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan 34 8 Hasil Analisis Statistik Perbandingan Kategori Laju Alir dan Volume Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal S-ECC dan Bebas Karies Hasil Analisis Statistik Gambaran Kategori dan Rerata Kondisi Saliva Setelah 6 Bulan Pada Anak S-ECC Hasil Analisis Statistik Perbandingan Rerata Pengalaman Karies pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan Pada Kelompok Awal dan Kelompok 6 Bulan ix

11 x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Etiologi karies Teknik Pendekatan Knee to Knee xi

13 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi merupakan jaringan paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Walaupun gigi sangat keras, namun gigi sangat mudah mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit rongga yang sering terjadi. Karies gigi merupakan penyakit infeksi lokal yang terjadi akibat adanya interaksi faktor faktor agen, substrat host dan waktu. 1 Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum di dunia dan disebabkan oleh campuran mikroorganisme dan debris makanan. Streptococcus mutans mengkolonisasi permukaan gigi dan menyebabkan kerusakan pada struktur keras gigi. 2 Menurut American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) Early Childhood Caries (ECC) adalah istilah terbaru yang menggantikan istilah karies botol yang sering terjadi pada anak. American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai adanya satu atau lebih decay atau kerusakan yang masih dapat diperbaiki (kavitas atau non kavitas), kehilangan gigi (karena karies) atau permukaan gigi yang ditumpat pada gigi desidui maupun di usia 71 bulan, sedangkan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) adalah pengalaman karies yaitu terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi kavitas, kehilangan gigi (karena karies), atau adanya tambalan pada permukaan halus pada gigi apa saja untuk anak usia di bawah 3 tahun. Pada anak usia 3 sampai 5 tahun, S-ECC adalah terdapatnya 1 atau lebih kavitas, kehilangan karena karies atau tambalan pada permukaan halus gigi anterior desidui maksila atau skor 4 untuk usia 3 tahun untuk usia 3 tahun 5 untuk usia 4 tahun dan 6 untuk usia 5 tahun. 3 Saliva merupakan cairan protektif yang menjadi sistem pertahanan host utama terhadap karies. Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga

14 2 mulut. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume saliva. Keadaan ph dan kapasitas buffer saliva mempengaruhi keberadaan karies di dalam rongga mulut. Semakin rendah ph saliva, maka karies cenderung semakin tinggi. Saliva dengan ph yang rendah juga dapat menyebabkan hilangnya ion kalsium fosfat dan hidroksil dari kristal hidroksiapatit. Saliva dengan derajat keasaman yang kritis yaitu 5,5 dapat menyebabkan disolusi hidroksiapatit yang disebut demineralisasi gigi. 4 Prevalensi S-ECC di Romania tercatat untuk anak-anak di Departemen Pedodonsia sebanyak 40,29%, di klinik gigi pribadi sebesar 38,19% dan di TK sebesar 15,04%. 5 Prevalensi ECC dan S-ECC yang dilakukan di sekolah pendidikan anak usia dini sekitar 1-2 tahun (PAUD) wilayah kecamatan Gunung Anyar Surabaya menunjukkan prevalensi S-ECC sebanyak 29,2%. 6 Dalam penelitian studi cross sectional yang dilakukan oleh Almushaty A et al, tentang karakteristik saliva pada anak anak prasekolah dengan S-ECC menunjukkan hasil pengukuran kualitas saliva pada penelitiannya, menunjukkan hasil kapasitas buffer rata rata 2,7±2,5 untuk kelompok S-ECC dan 2,5±0,8 untuk kelompok control. Rata rata laju alir saliva 1ml/menit±1 untuk kelompok S-ECC dan 1,5ml/menit ± 1,3 untuk kelompok kontrol. 7 Penelitian lainnya, menurut hasil penelitian Singh, dkk melakukan penelitian pada 80 anak prasekolah yang dibagi menjadi 40 anak yang mengalami karies dan 40 anak bebas karies. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa nilai ph pada kelompok karies lebih rendah sebesar 5,8-6,2 dibandingkan kelompok bebas karies sebesar 6,9-7,2 sedangkan nilai kapasitas buffer lebih tinggi pada kelompok bebas karies sebesar 10,92 dibandingkan kelompok karies sebesar 7,46. 8 Penelitian sebelumnya pada tahun 2017 di Medan Sunggal, diperoleh rerata ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume pada anak S-ECC lebih rendah pada anak bebas karies. Rerata volume pada anak S-ECC adalah sebesar 0,49±0,18 dibandingkan dengan anak bebas karies sebesar 0,74±0,44. Rerata laju alir pada anak S-ECC adalah sebesar 0,24±0,09 dibandingkan dengan anak bebas karies

15 3 sebesar 0,37±0,22. Rerata ph pada anak S-ECC adalah 6,09±0,45 dibandingkan dengan anak bebas karies sebesar 6,95±0,38. Rerata kapasitas buffer pada anak S-ECC adalah 5,46±2,50 dibandingkan dengan anak bebas karies sebesar 8,93±1,86. 8 Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa terdapat korelasi antara kondisi karakteristik saliva yaitu ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume dengan terjadinya karies pada anak usia prasekolah. Penelitian ini dilanjutkan setelah 6 bulan untuk melihat apabila ada penambahan pada jumlah lesi karies baru pada sampel anak usia 2 tahun tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbandingan karakteristik saliva setelah 6 bulan pada anak usia 2 tahun antara penderita S-ECC dan bebas karies di Medan Sunggal. Adapun penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun sebelumnya mengenai karakteristik saliva pada anak S-ECC dan bebas karies usia < 2 tahun. 1.2 Rumusan Masalah Masalah Umum 1. Bagaimanakah perbandingan karakterisktik saliva (ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries dan bebas karies usia 2 tahun di kecamatan Medan Sunggal? 2. Bagaimanakan perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal? Masalah Khusus 1. Apakah ada perbedaan ph saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal?

16 4 2. Apakah ada perbedaan volume saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal? 3. Apakah ada perbedaan laju aliran saliva pada awal pemeriksaan dan seelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal? 4. Apakah ada perbedaan kapasitas buffer saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum 1. Menganalisis perbandingan karakteristik saliva ( ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume ) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 2. Menganalisis perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal Tujuan Khusus 1. Menganalisis perbedaan ph saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal. 2. Menganalisis perbedaan volume saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 3. Menganalisis perbedaan laju aliran saliva pada awal pemeriksaan dan seelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal

17 5 4. Menganalisis perbedaan kapasitas buffer saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada perbedaan karakteristik saliva (ph, kapasitas buffer, laju alir dan volume) setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 2. Ada perbedaan pengalaman karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal. 3. Ada perbedaan ph saliva setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal. 4. Ada perbedaan volume saliva setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal. 5. Ada perbedaan laju aliran saliva setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 6. Ada perbedaan kapasitas buffer saliva setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaaat untuk masyarakat: a. Memberikan informasi kepada orangtua tentang saliva sebagai faktor resiko terjadinya S-ECC pada anak. b. Memotivasi orangtua untuk memperhatikan, menjaga dan memberikan panduan kepada anak sejak dini untuk memelihara kebersihan ronga mulut. 2. Manfaat untuk pengembangan ilmu pegetahuan :

18 6 a. Penelitian ini sebagai referensi tambahan di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) FKG USU. b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk penyuluhan pencegahan terjadinya karies pada anak usia dini. c. Sebagai referensi tambahan di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 3. Manfaat untuk kebutuhan klinis adalah : Dengan diketahui adanya hubungan karakteristik saliva yaitu Ph, laju aliran, volume dan kapasitas buffer dengan terjadinya S-ECC pada anak usia 2 tahun di Kecamatan Medan Sunggal, maka dapat direncanakan usaha pencegahan dan perawatan. 4. Manfaat bagi peneliti adalah : Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang S-ECC pada anak usia 2 tahun serta menambah pengalaman untuk melakukan penelitian di lapangan.

19 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut, sehingga merupakan masalah utama bagi kesehatan gigi dan mulut. Merupakan salah satu masalah yang mempunyai tingkat keparahan yang tinggi pada kesehatan umum. Salah satu faktor umum yang yang perlu dipelajari adalah karies gigi dapat dicegah, dikontrol bahkan diobati. Untuk mencegah karies dental adalah penting untuk mengetahui etiologi dan faktor etiologinya yang berkontribusi terhadap perkembangannya. Penyakit ini dapat dikontrol dan dipulihkan sekiranya ia didiagnosis pada tahap awal. 9 Karies gigi merupakan penyakit rongga mulut yang paling sering terjadi dengan angka prevalensi yang tertinggi dibandingkan dengan penyakit penyakit mulut lainnya. Karies gigi adalah penyakit infeksi lokal dan bersifat progresif yang terjadi akibat adanya interaksi faktor-faktor yaitu agen, substrat host dan waktu Early Childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) ECC pada anak prasekolah telah dibahas secara luas dalam literatur ilmiah sejak 50 tahun yang terakhir. Karies pada bayi dan anak kecil telah lama dikenal sebagai sindroma klinis, seperti yang dijelaskan oleh Belterami pada tahun 1930an sebagai Les dents noire de tout petits yang bermaksud gigi hitam pada yang muda. Antara istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini adalah baby bottle tooth decay, milk bottle tooth decay, breast milk tooth decay dan facio-lingual pattern of decay. 17 The American Dental Association (ADA) mendefinisikan ECC sebagai adanya satu atau lebih decay atau kerusakan yang

20 8 masih dapat diperbaiki (kavitas or non kavitas), hilang (karena karies) atau permukaan gigi yang ditambal pada manapun gigi desidui pada anak prasekolah pada usia 71 bulan. ECC merupakan masalah yang mengkhawatirkan karena penyakit ini sangat umum di kalangan anak muda. Bahkan prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun di program American Head Start adalah setinggi 90%. 17 Prevalensi ECC biasanya meningkat pada negara berkembang. Penelitian mengenai ECC yang meliputi beberapa Negara di Eropa, Afrika, Asia dan Amerika menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi terdapat pada negara di Afrika dan Asia Tenggara. Di Inggris dan USA prevalensinya dilaporkan sekitar 6,8-1,2% dan 11-53,1%. 13 Istilah Severe Early Childhood Caries (S-ECC) digunakan pada kondisi karies gigi yang telah menyerang banyak gigi sulung terutama gigi insisivus atas pada anak prasekolah. 11 Definisi S-ECC adalah adanya pengalaman karies yaitu terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi berkavitas, kehilangan gigi karena karies atau adanya tambalan pada permukaan halus pada gigi apa sahaja utuk anak dibawah usia 3 tahun (skor defs > 0). Pada anak usia 3 sampai 5 tahun, S-ECC adalah pengalaman karies (defs) pada permukaan halus gigi insisivus maksila di mana skornya 5 tahun untuk usia 4 tahun dan 6 tahun untuk usia 5 tahun. 9,13 Pada anak, kebiasaan menggunakan botol susu untuk jangka waktu yang lama, kebiasaan tidur sewaktu minum susu (jus, teh manis, susu yang difermentasi, karbohidat yang difermentasi dan juga gula) dikaitkan dengan perkembangan S- ECC Etiologi Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu (Gambar.1). Faktor ini digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih dan waktu. Terjadinya karies, maka

21 9 kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu host, agen, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. 10 Gambar 1. Faktor etiologi karies Faktor Host atau Tuan Rumah. Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologis gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam, selain itu permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen, hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gig permanen, secara kristalografis kristal kristal gigi desidui juga tidak sepadat gigi permanen. 10 Fungsi saliva tidak hanya dalam membantu pengunyahan, tetapi juga dalam melindungi jaringan di dalam rongga mulut, terutama terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan gigi seperti karies gigi. 18

22 Faktor Mikroorganisme (Bakteri) Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan secara betul. 10 Streptococcus mutans mempunyai kemampuan menghasilkan asam sangat cepat. Kecepatan pembentukan asam oleh Streptococcus mutans berhubungan dengan terjadinya karies gigi. Streptococcus mutans berperan penting terhadap trejadinya karies gigi Faktor Substrat Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. 10 Frekuensi makanan karbohidrat yang tinggi pada anak dengan kebiasaan tidur meminum susu botol merupakan antara penyebab utama dari penularan bakteri kariogenik pada anak dan peningkatan metabolisme dari bakteri. Pada waktu tidur kondisi mulut cenderung asam dan bercampur dengan sisa susu dan akan menghasilkan asam yang bakal menyebabkan kerusakan enamel gigi Faktor Waktu Selain ketiga faktor tersebut, perkembangan karies gigi tergantung dengan waktu. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi. 10 Diet yang mengandung karbohidrat akan menyebabkan

23 gigi. 19 Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotid yang dijumpai di depan 11 turunnya ph saliva yang mempercepat terjadinya demineralisasi gigi. Sepuluh menit setelah makan karbohidrat akan menghasilkan asam melalui proses glikolisis dan ph saliva akan menurun sampai mencapai ph kritis 5,5-5,6 dan untuk kembali normal dibutuhkan waktu menit Saliva Saliva adalah campuran dari cairan berwarna yang terkandung di dalam rongga mulut manusia. Di dalam rongga mulut manusia memproduksi air ludah sebanyak cc dalam waktu 24 jam, yang terdiri 99,5% air dan 0,5 % garam-garam zat organik dan zat anorganik. 15 Saliva sebahagian besar yaitu sekitar 90% dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Fungsinya tidak hanya dalam membantu pengunyahan, tetapi juga dalam melindungi jaringan di dalam rongga mulut. Fungsi proteksi dari saliva ini akan menjaga keseimbangan di dalam rongga mulut, terutama terhadap faktor faktor yang menyebabkan kerusakan gigi seperti karies molar maksilari, dan kelenjar submandibular dan sublingual yang dijumpai pada lantai mulut. Kelenjar minor dijumpai yang memproduksi saliva dijumpai di bahagian bukal, labial dan palatal. Kelenjar saliva mayor memproduksi lebih saliva jika dibandingkan dengan kelenjar saliva minor, namun kandungan dalam saliva dan tipe proteksinya berbeda. 14 Tipe sel yang dijumpai pada kelenjar saliva adalah sel asinar, sel dari system duktus yang berbeda dan sel mioepitelial. 12 Menurut sekretnya asinar dibedakan menjadi acinus serus, mucus dan campuran dari mucus dan serus. Sel serus sebagian besar tediri dari protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Sekresinya mengandung butiran zymogen, precursor enzim amilase yang berfungsi dalam pemecahan karbohidrat. 15 Whole saliva merujuk pada campuran kompleks cairan dari kelenjar saliva, lipatan gingival, transudate mukosa oral, sebahagian tambahan

24 12 mukosa rongga hidung dan faring, bakteri mulut yang tidak berlekat, sisa makanan, epitel dan sel darah yang meluruh serta sedikit obat atau produk kimia Fungsi dan Komposisi Saliva a. Pengecapan Saliva pada awal dibentuk di dalam asini bersifat isotonik, akan tetapi seiring berjalannya proses melalui saluran saliva, sifatnya berubah menjadi hipotonik. Hipotonisitas saliva (kadar glukosa, sodium, klorida, dan urea yang rendah) dan kemampuannya untuk melarutkan zat membuat bud bisa merasakan rasa yang berbeda. 18 b. Proteksi dan Lubrikasi Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi. Ini terjadi karena musin (protein dengan karbohidrat tinggi) berperan sebagai pelumas. Selain itu secara selektif memodulasi perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang berperan dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur. Pengunyahan, pengucapan, dan penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein. 18 c. Pengenceran dan Pembersihan Saliva berperan sebagai pembersih mekanis terhadap sisa sisa di dalam ronga mulut seperti bakteri yang tidak melekat dan debris makanan. Laju aliran saliva mengeliminasi kelebihan karbohidrat yang akan mengurangi ketersediaan gula bagi mikroorganisme. Semakin besar laju aliran saliva, semakin besa kapasitas pelarut dan pembersihnya ; namun jika terjadi gangguan kesehatan yang mengurangi laju aliran saliva, akan terjadi penurunan kebersihan mulut. 18 d. Keutuhan Enamel Gigi

25 13 Saliva memainkan peran penting dalam mempertahankan keutuhan fisik dan kimiawi enamel gigi dengan memodulasi demineralisasi dan remineralisasi. Faktor penting yang mengontrol stabilitas hidroksiapatit enamel adalah konsentrasi kalsium, fosfat, dan fluoride pada ph saliva. Fosfat inorganik memiliki fungsi biologis mempertahankan struktur gigi. Fungsi lainnya adalah kapasitas buffer yang ditemui pada saliva yang tidak distimulasi. Kandungan fluor dalam saliva, walaupun dalam jumlah yang sedikit, menentukan dalam stabilisasi mineral gigi. Kehadiran ion fluoride dalam fase cair mengurangi kehilangan mineral selama ph biofilm menurun, ion ini juga mengurangi larutnya hidroksiapatit gigi, sehingga membuat makin resisten terhadap demineralisasi. Fluoride juga bisa mengurangi produksi asam pada biofilm Volume dan Laju Aliran Saliva Laju saliva berhubungan dengan volume saliva. Dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi penurunan produksi saliva. 15 Kecepatan aliran sekresi saliva berubah ubah pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu yaitu sekresi saliva mencapai tahap minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai tahap maksimal pada saat distimulasi. 12 Volume saliva dipengaruhi oleh banyak hal dan dalam waktu 24 jam volume saliva sekitar ml. Pada waktu tidur volume saliva paling banyak 0,1 ml/menit. Pada waktu terjaga dan tidak ada rangsangan volume saliva sekitar 0,3 ml/menit. Laju aliran saliva akan menurun selama istirahat dan meningkat selama waktu berjalan serta akan mencapai aliran yang maksimum selama sore hari. 15 Selain perubahan jaringan terdapat pula perubahan pada sel selnya, dan juga penurunan sintesis protein yang akan menyebabkan penurunan produksi saliva. 15 Stimulus kimiawi dalam rongga mulut berhubungan dengan kesan pengecapan dan sekresi saliva. Stimulus kimiawi yang bersifat asam merupakan stimulus yang paling kuat dalam meningkatkan sekresi saliva. Kecepatan aliran saliva bergantung pada kondisi kelenjar saliva tanpa stimulasi atau berstimulasi.

26 14 Peningkatan laju alir saliva akan meningkatkan ph karena adanya ion bikarbonat sehingga kemampuan untuk mempertahankan ph saliva juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan antara remineralisasi dan demineralisasi. Laju alir saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada usia anak dan dewasa meningkat. Terdapat perbedaan laju alir saliva yang tidak terstimulasi antara dewasa dengan anak. Laju alir saliva pada anak berkisar dari 0,22-0,82 ml/menit. Menurut penelitian yang dilakukan Katie P. Wu di Taiwan, laju aliran saliva yang tidak terstimulasi pada anak usia pra sekolah (3-5 tahun) menunjukkan hasil 0,75 ml/menit sampai 1,42 ml/menit. Laju aliran normal saliva yang distimulasi adalah 1,0-3,0 ml/menit. Hasil dibawah 0,7ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil 0,7-1,0 ml/menit merupakan laju aliran rendah. Bila laju alir saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang sekresi saliva berkurang ph dan Kapasitas Buffer Saliva Kapasitas buffer saliva merupakan faktor penting yang memainkan peranan dalam pemeliharaan ph saliva dan remineralisasi gigi. Kapasitas buffer saliva pada dasarnya tergantung pada konsentrasi bikarbonat hal itu terkorelasi dengan laju aliran saliva. Pada saat laju aliran saliva menurun cenderung untuk menurunkan kapasitas buffer dan meningkatkan resiko perkembangan karies. 12 Keasaman (ph) saliva merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi proses terjadinya demineralisasi pada permukaan gigi. Perubahan ph saliva dipengaruhi oleh susunan kuantitatif dan elektrolit dan kapasitas buffer di dalam saliva. Dalam keadaan normal ph saliva berkisar antara 6,8-7,2. 19 ph saliva normal 6-7 dan bervariasi tergantung laju alirannya, dari 5,3 (aliran sedikit) sampai 7,8 (aliran tertinggi). Semakin tinggi aliran sekresi saliva yang distimulasi, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat, semakin tinggi juga ph akan meningkat, sehingga kekuatan buffer saliva juga akan meningkat pesat. 18 Kapasitas

27 15 buffer yang sangat rendah berasal dari makanan yang dikonsumsi yang mengandung karbohidrat. Makanan yang mengandung karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer sedangkan makanan yang mengandungi protein dapat meningkatkan kapasitas buffer. Jika saliva berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal buruk antara lainnya berkurang aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan di dalam mulut, berkurangnya buffer karena perubahan asam mulut sehingga aktivitas mulut menjadi semakin asam. 16 Penurunan ph secara terus menerus mengakibatkan semakin banyak asam yang bereaksi dengan kalsium dan fosfat sehingga melarutkan hidroksiapatit. Apabila sekresi saliva meningkat, maka ph dan kapasitas buffer juga akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. Penurunan ph dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan ph dapat terbentuk kolonisasi bakteri yang menyimpang dan meningkatnya pembentukan kalkulus Kondisi Saliva yang Menyebabkan Karies a. ph saliva Derajat keasaman (ph) sangat bervariasi antara individu satu dengan individu lainnya. 12 Saliva mempunyai peran sebagai penyangga sehingga naik turunnya derajat keasaman (ph) dapat ditahan, sehingga proses demineralisasi dapat dihambat. Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi ph terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, ammonia dan urea. Bikarbonat merupakan komponen organik utama dalam saliva yang berpengaruh terhadap peningkatan ph. Menurut penelitian Poff et al, menyebutkan bahwa kadar bikarbonat dalam saliva sebesar 3,39±1,49 Mm atau 206,97 ppm. Menurut pendapat Kidd dan Bechal, bahwa pada individu yang memiliki intensitas karies yang tinggi, penurunan ph lebih tampak dibanding pada intensitas karies rendah, dengan adanya gigi berlubang sebagai tempat bersembunyi makanan yang kemudian akan terjadi pembusukan oleh bakteri dan dapat menyebabkan

28 16 penurunan ph saliva. Hal ini terjadi akibat adanya interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, mikroorganisme normal di dalam mulut, serta makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasi menjadi asam melalui proses glikolisis. 20 Menurut Mount dan Hume, ph berpengaruh terhadap terjadinya demineralisasi enamel jika saliva sudah mencapai ph kritis 5,5 dan penurunan ph secara terus menerus mengakibatkan semakin banyak yang bereaksi dengan kalsium dan fosfat sehingga melarutkan hidroksiapatit enamel yang menyebabkan karies gigi. 19 b. Kapasitas Buffer Saliva Kapasitas buffer saliva menunjukkan kemampuan saliva mempertahankan ph tetap netral ketika mendapatkan asam dari lingkungan. Sifat ini bergantung pada kandungan bikarbonat dalam saliva yang juga bergantung pada laju aliran. Konsentrasi bikarbonat ini juga bekerja mengatur ph saliva. Oleh karena itu, kapasitas buffer dan ph meningkat seiring dengan dengan peningkatan kecepatan laju aliran saliva. Menurut Amerongen, kemampuan buffer saliva ditentukan oleh 85% konsentrasi bikarbonat, 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein saliva. 20 Hal itu berkorelasi dengan laju alir saliva, pada saat laju aliran saliva menurun, cenderung untuk menurunkan kapasitas buffer dan meningkatkan risiko perkembangan karies. 12 Kapasitas buffer saliva dan laju ph saliva juga naik bersamaan dengan kenaikan kecepatan sekresi. Saliva juga mengandung sistem buffer bikarbonat (HCO 3- ) yang sangat efektif. Dalam aliran darah perifer, kombinasi sodium biakrbonat, asam karbonat, dan gas karbon dioksida mengeluarkan proton (ion hidrogen) dari dalam sistem. Saliva terdiri atas 5% karbon dioksida larut, bandingkan dengan 1% dalam udara kamar normal, dan terdapat dalam bentuk bikarbonat (H 2 O + CO 2 = HCO 3 + H + ) dan gas CO 2 larut. Sedikit peningkatan ph dan kapasitas buffer akan memfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain terhadap flora rongga mulut. 20 c. Laju Alir Saliva Kecepatan laju aliran saliva berubah-ubah pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai tahap

29 lain. 20 Peningkatan laju alir saliva akan meningkatkan ph karena adanya ion 17 minimal pada saat tidak terstimulasi dan mencapai tahap maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak produksi dalam jumlah yang besar secara tetap, hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata rata aliran saliva 20ml/jam pada saat istirahat, 150ml/jam pada saat makan dan 20-50ml selama tidur. 12 Dari beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan laju aliran saliva, volume, ph dan kapasitas buffer saliva. Navazesh et. al menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies. Saliva yang tidak distimulasi mengandung sedikit ion bikarbonat, dengan ion Ca 2+ yang lebih sedikit dan ion HPO 2-4 yang lebih banyak daripada di dalam plasma. Stimulasi refleks aliran saliva yang terjadi saat pengunyahan atau ketika mengkonsumsi makanan asam dapat meningkatkan aliran saliva sehingga dari lebih dari sepuluh kali. Setelah distimulasi, konsentrasi bikarbonat dapat meningkat sehingga enam puluh kali. Penurunan laju aliran saliva maksimum sampai kurang dari 0,7 ml/menit dapat meningkatkan risiko karies, tetapi hal ini bergantung pada interaksi faktor-faktor bikarbonat sehingga kemampuan mempertahankan ph saliva juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan antara remineralisasi dan demineralisasi. Laju alir saliva pada usia tua mengalami penurunan, sedangkan pada usia anak dan dewasa meningkat. Bila laju alir saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Jika laju alir saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat. Apabila komponen bikarbonat saliva meningkat, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun. 12 Dengan demikian, aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang mempunyai sekresi saliva yang berkurang. Saliva yang tidak distimulasi biasanya dikumpulkan dari pasien dengan posisi duduk tenang, dengan kepala menunduk dan mulut terbuka untuk meneteskan saliva

30 18 dari bibir bawah ke tabung sampel (biasa disebut metode draining). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva yang tidak distimulasi adalah derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan terhadap cahaya, stimulasi sebelumnya, ritme sirkadian dan obat-obatan. Pengukuran laju aliran saliva sebaiknya diambil saat pagi menjelang siang karena volume saliva akan meningkat maksimal dan tidak ada perubahan komposisi saliva di waktu tersebut sehingga lebih akurat. 19 d. Volume Saliva Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5 liter. Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis, submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi sekresi saliva berasal dari kelenjar submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya 30% disekresikan oleh sublingualis dan kelenjar minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan itu didapatkan dari reaksi mekanis yaitu mengunyah permen karet ataupun makanan yang keras. Reaksi kimiawi dengan rangsangan seperti rasa asam, manis, pedas dan pahit. Reaksi psikis didapatkan dari stress yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva meningkat. Sekresi saliva sebenarnya tidak tergantung pada umur, tetapi pada efek samping dari obatan tertentu yang dikonsumsi sehingga mengurangi aliran saliva. Sekresi saliva yang berkurang akan mengkaibatkan mulut kering, penurunan pengecapan, kesukaran mengunya dan menelan makanan. Sedangkan sekresi saliva yagn belebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer sepeti air yang keluar teus menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut mengalami angular cheilitis dan dermatitis.

31 Kerangka Teori Keadaan Gigi anak Severely Early Childhood Caries (S-ECC) Bebas karies Etiologi Host Bakteri Substrat Waktu

32 20 Gigi Saliva ph Laju Aliran Volume Kapasitas Buffer 2.7 Kerangka Konsep Pemeriksaan anak S-ECC dan Bebas Karies < 2 tahun 1. Pengalaman Karies 2. Karakteristik Saliva - ph -Kapasitas Buffer - Volume - Laju alir Setelah 6 bulan Pemeriksaan anak S-ECC dan Bebas Karies 1. Pengalaman Karies 2. Karakteristik Saliva - ph -Kapasitas Buffer - Volume - Laju alir

33 21 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain kohort prospektif mengenai perbandingan karakteristik saliva pada anak S-ECC dan bebas karies usia 2 tahun. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Posyandu dan dari rumah ke rumah di lingkungan Kecamatan Medan Sunggal. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi diambil secara random pada kecamatan yang ada di kota Medan, hasil random yang didapat adalah kecamatan Medan Sunggal sehingga populasi

34 22 dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang berusia 6-24 bulan di Kecamatan Medan Sunggal. Sampel pada penelitian ini adalah anak berusia dibawah 6-24 bulan di Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, Tempat Penitipan, dan Lingkungan Kecamatan Medan Sunggal. Jumlah sampel minimum dalam penelitian ini dihitung menggunakan uji hipotesis dua kelompok data dengan rumus sebagai berikut: [ ( ( ] ( [ ( ( ] ( = [ ] = 29.7 = 30 Keterangan: N= jumlah sampel P 1 = Proporsi dari penelitian sebeumnya = 16% = 0.16 (Prevalensi S-ECC Di Kota Medan = 16% P 2 = Proporsi yang diharapkan oleh peneliti = 14 % (0.14) P = ( P 1 + P 2 ) / 2 Q = 1-P Z α = Derajat batas atas untuk α = 0.05 Z α = 1,96 Zᵝ = Derajat batas bawah, untuk ᵝ = 0.1 Zᵝ = 1,282 P 1 -P 2 = 30 % = 0.3 Besar sampel untuk mencari prevalensi populasi adalah 30 orang. Jumlah sampel 30 orang untuk kelomok S-ECC dan 30 orang untuk kelompok bebas karies.

35 23 Sampel penelitian ini diambil dari kecamatan medan Sunggal. Total sampel penelitian ini adalah 60 orang. Teknik pengambilan sampel digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada satu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah yang paling mudah dijangkau oleh peneliti. Kriteria inklusi: 1. Anak berusia 6-24 bulan. 2. Anak yang memiliki kesehatan umum yang baik. 3. Anak dalam periode gigi sulung (minimal gigi 2 insisivus atas telah erupsi) 4. Anak yang mendapat persetujuan orang tua Kriteria eksklusi pada sampel penelitian ini adalah : Anak yang tidak kooperatif 3.4 Variabel Penelitin Variabel Bebas : Pengalaman karies dan karakteristik saliva yaitu laju alir, volume, ph saliva dan kapasitas buffer. Variabel Terikat : Anak S-ECC dan Anak bebas karies. Variabel Terkendali : Usia 3.5 Definisi Operasional Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Anak S-ECC Bebas karies Adanya tanda-tanda karies pada permukaan halus gigi pada anak usia dibawah 3 tahun Anak yang tidak memiliki karies. Pemeriksaan White spot pada permukaan halus Kategorik Pemeriksaan Tidak ada karies Kategorik Laju aliran Kecepatan aliran saliva Volume (ml) 1. Rendah = <0,3 Ordinal

36 24 saliva yang dinyatakan dalam ml/menit dibagi waktu (menit ml/min 2. Normal = 0,3-0,5 ml/min 3. Tinggi = >0,5 ml/min Volume saliva Jumlah (ml) yang dikumpulkan selama 5 menit Pengamatan 1. <1,5ml/5 menit = tidak normal 2. >1,5ml/5menit = normal Ordinal Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

37 25 Kapasitas buffer saliva. Skor yang menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan ph konstan. Pengukuran kapasitas buffer saliva dilakukan dengan menggunakan GC saliva Check Buffer Kit : Check Buffer Kit: Hijau = 4 poin Biru Kehijauan = 3 poin Biru = 2 poin Merah Kebiruan = 1 poin Merah = 0 poin Skor warna saliva Check Buffer Kit: Hasil pengukuran adalah penjumlahan dari 3 pad pada buffer strip. Pengamatan = normal = rendah sangat rendah Ordinal

38 26 ph saliva Angka derajat keasaman yang ditentukan dengan menggunakan indikator ph Pengamatan 1. sangat asam= 5,0-5,8 2. asam = 6,0-6,6 3. normal = 6,8- Ordinal Variabel Usia anak Pengalaman karies Definisi Operasional Usia anak yang dihitung dari waktu lahir sampai dilakukan penelitian. Jumlah deft tiap anak menggunakan indeks AAPD -d (decay): gigi karies berupa lesi kavitas maupun non kavitas -e(extracted): gigi yang hilang akibat karies -f (filling): adanya permukaan gigi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Wawancara Usia anak Numerik Pengamatan Skor deft anak Ordinal

39 27 yang ditambal 3.6 Alat dan Bahan Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian 1. Saliva Check Buffer Kit (GC) 2. Kaca mulut 3. Ekskavator 4. Masker 5. Pinset 6. Sarung tangan Bahan Penelitian 1. Air bersih 2. Alkohol 70% 3. Kapas dan tissue 1.7 Cara Pengambilan Data Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan surat izin penelitian dari Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak dan menyerahkan ke Wakil Dekan I untuk mendapatkan surat pengantar ke Komisi Etik 2. Setelah mendapat persetujuan pelaksanaan penelitian dari Komisi Etik Penelitian FK USU, kantor lurah, dan persetujuan dari fakultas untuk pengambilan data di puskesmas, posyandu, tempat penitipan anak dan lingkungan di Kecamatan Medan Sunggal. Peneliti memberikan informed consent kepada orang tua anak. Setelah mendapat surat persetujuan dari orang tua/wali anak menjadi subjek penelitian dilakukan pemeriksaan kondisi saliva dengan menggunakan GC Saliva Check Buffer Kit. 3. Pemeriksaan yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan gigi dimana pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi gigi anak yang memenuhi kriteria S- ECC maupun bebas karies. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan menggunakan sonde,

40 28 kaca mulut, senter dan pus-pus. Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah knee to knee. Peneliti dan orang tua/wali subjek duduk berhadapan dengan lutut saling bersentuhan atau sedikit berpautan. Pertama instruksikan kepada orang tua/wali subjek agar subjek duduk diatas pangkuan dengan menghadap orang tua/wali subjek. Kemudian subjek ditidurkan secara perlahan sampai subjek menengadah keatas dengan kepala subjek di pangkuan peneliti. Setelah itu instruksikan kepada orang tua/wali subjek untuk memegang kaki subjek dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang tangan subjek. Lalu dapat diinstruksikan kepada orang tua/wali untuk menyuruh subjek agar membuka mulut. Pemeriksaan dilakukan dari bagian distal gigi paling belakang regio kanan atas pasien dengan menggunakan sonde, kaca mulut dan senter. Bila terlihat gigi yang ada karies, tumpatan, dan pencabutan gigi dicatat dan dijumlahkan pada form yang telah disediakan. Gambar 2 : Teknik Pendekatan Knee to Knee 4. Setelah pemeriksaan gigi, dilakukan pemeriksaan kondisi saliva pada hari yang sama apabila memungkinkan. Apabila tidak memungkinkan, pemeriksaan saliva dilakukan pada hari yang berbeda. Pemeriksaan dilakukan antara jam 9-11 pagi di ruangan dengan penerangan yang cukup. Penelitian ini akan menggunakan unstimulated saliva. Anak diinstruksikan untuk duduk dalam posisi tegak dalam pangkuan orang tua/wali dengan kepala sedikit menunduk dalam pengumpulan saliva

41 29 selama 5 menit. Jika anak kurang kooperatif dan pengumpulan saliva tidak bisa dilakukan selama 5 menit maka pengumpulan saliva dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama saliva dikumpulkan selama 3 menit kemudian sesi kedua saliva dikumpulkan selama 2 menit. Pengumpulan saliva kedalam saliva collection cup dilakukan dengan metode suction dengan menggunakan pipet suction. Saliva yang diperoleh diukur volumenya dan dicatat dalam satuan mililiter. 5. Pengukuran laju aliran saliva, total volume yang terkumpul dibagi 5 menit. Hasil laju aliran saliva yang diperoleh dicatat dalam ml/menit. 6. Pengukuran kapasitas buffer saliva, saliva diambil dengan pipet kemudian diteteskan pada buffer strip, masing-masing 1 tetes untuk 1 kolom pad pada tes strip. Setelah 2 menit, perubahan warna pada buffer strip dibandingkan dengan indikator kapasitas buffer pada GC Saliva Check Buffer Kit yang telah disediakan dan skor dari tiap pad pada strip buffer dijumlahkan untuk mendapatkan kategorinya. 7. Tes ph dilakukan dengan mencelupkan strip ph kedalam saliva selama 10 detik, kemudian dikeluarkan. Bandingkan strip ph saliva subjek penelitian dengan kertas indikator ph pada GC Saliva Check Buffer Kit. Penghitungan skor ph harus dilakukan segera sebelum strip ph mengering karena ini akan mempengaruhi interpretasi visual warna kertas. 8. Hasil yang diperoleh dicatat dalam kuesioner penelitian untuk dilakukan penilaian. 3.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Pengolahan data meliputi: 1. Editing (pengeditan data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali hasil pemeriksaan saliva dan gigi. 2. Coding (pengkodean data). Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan hasil pemeriksaan saliva dan gigi.

42 30 3. Entry Data (pemasukan data). Data yang selesai di coding selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi untuk dianalisis. 4. Cleaning data (pembersihan data). Tahap ini data yang ada diperiksa kembali untuk mengoreksi kemungkinan suatu kesalahan yang ada Analisis Data 1. Uji Wilcoxon Uji Wilcoxon ( uji hipotesis komparatif variable numerik sebaran tidak normal dua kelompok berpasangan ) untuk mengetahui perbandingan kondisi saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak S-ECC dan bebas karies dan perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak S-ECC dan bebas karies.

43 31 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada 48 orang anak yang pada awalnya terbagi atas 24 orang anak S-ECC dan 24 orang bebas karies, namun setelah 6 bulan terjadi perubahan status karies di mana seluruh anak bebas karies (24 orang) telah menjadi S-ECC di wilayah Kecamatan Medan Sunggal. Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei 2018 sampai bulan Juni Distribusi Anak S-ECC dan Bebas Karies pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil anak yang mengalami S-ECC pada awal pemeriksaan sebanyak 24 (100%) orang, yang terdiri dari laki-laki 12 (50,0%) orang dan perempuan 12 (50,0%) orang, sedangkan anak bebas karies juga berjumlah 24 orang (100%) orang yang terdiri dari laki-laki 13 (54,2%) orang dan perempuan 11 (45,8%) orang. Setelah 6 bulan diperoleh hasil, seluruh anak kelompok bebas karies mengalami S-ECC 48 yaitu (100%) orang yang terdiri dari laki-laki 25 (52,0%) orang dan perempuan 23 (48%) orang (tabel 3). Tabel 3.Distribusi S-ECC dan bebas karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan Status Karies S-ECC Bebas Karies Total Laki-laki n(%) 12 (50,0%) 13 (54,2%) 25 (52,0%) Awal Pemeriksaan Perempuan n(%) 12 (50,0%) 11 (45,8%) 23 (48,0%) Jumlah Setelah 6 Bulan n Laki-laki Perempuan n (%) n (%) n(%) (%) (100%) (52,0%) (48,0%) (100%) 24 (100%) (100%) (52,0%) (48,0%) (100%)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 35 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Early Childhood Caries (ECC) menggambarkan kerusakan yang terjadi pada gigi desidui dengan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita dan anak prasekolah. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan di masyarakat. 1 Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004,

Lebih terperinci

PENILAIAN FAKTOR RISIKO KARIES ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN MENURUT AMERICAN ACADEMY OF PEDIATRIC DENTISTRY DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG DAN MEDAN SUNGGAL

PENILAIAN FAKTOR RISIKO KARIES ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN MENURUT AMERICAN ACADEMY OF PEDIATRIC DENTISTRY DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG DAN MEDAN SUNGGAL PENILAIAN FAKTOR RISIKO KARIES ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN MENURUT AMERICAN ACADEMY OF PEDIATRIC DENTISTRY DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG DAN MEDAN SUNGGAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. 1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross-sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies adalah masalah yang paling umum terjadi pada masyarakat, bukan hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan karies dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan minor yang ada pada mukosa mulut. 1 Saliva terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih kurang. Hal tersebut disebabkan oleh sedikitnya sosialisasi tentang kesehatan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak TK (Taman Kanak-kanak) di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies, karena anak di pedesaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut yang baik merupakan komponen integral dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan 27 November 2008 bertempat di klinik ortodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI. Selama periode tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK Nidia Alfianur 1, Budi Suryana 2 1, 2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 19 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental, dengan rancangan pre and post test control group design. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA HPO 4. 11 Ada beberapa fungsi saliva yaitu membentuk lapisan mukus pelindung pada 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian observational

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil Penelitian Penelitian ini berlangsung di Pesantren Al-Hamidiyah, Depok pada tanggal 4, 5, dan 7 November 2008. Jumlah subyek penelitian yang digunakan adalah 30 orang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. 36 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 5.1. Frekuensi distribusi tes saliva subjek penelitian

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Ibu dalam Kesehatan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, peranan ibu sangat menentukan dalam mendidik

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Gambar 1. Kelenjar saliva 19 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang terdiri atas sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang mengkonsumsi air minum dari air PAH dan air PDAM di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi masih merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak, tersebar luas terutama pada daerah yang tidak ada fluoridasi air minum sehingga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluhan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut yang sering diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey kesehatan rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta gigi adalah produk oral yang digunakan untuk membersihkan gigi dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah penampilan estetik gigi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ph dan Saliva 1. PH Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala ph, yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H + ( dan juga OH - ) didalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis dengan metode cross over. 4.2. Penentuan populasi Subyek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal pada anak usia 12-15 tahun di Indonesia cenderung meningkat dari 76,25% pada tahun 1998 menjadi 78,65% pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara anatomis sistem pencernaan manusia dimulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan saliva

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan tanggal 27 November 2008 di klinik orthodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum terjadi pada individu di seluruh dunia (Selwitz dkk, 2007). Menurut data riskesdas tahun 2013, sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit gigi dan mulut yang masih menjadi masalah utama di bidang kedokteran gigi adalah karies. 1 Karies merupakan penyakit multifaktorial dan kronis yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan indeks, BMI sebenarnya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: GWEE SHI HOAN NIM:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: GWEE SHI HOAN NIM: HUBUNGAN ANTARA KONDISI SALIVA (VOLUME, LAJU ALIRAN, KAPASITAS BUFFER, ph) DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA ANAK SINDROM DOWN USIA 12-18 TAHUN DI SLB-C KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Saat ini konsumsi minuman ringan pada anak maupun remaja mengalami peningkatan hingga mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Minuman ringan yang telah beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 27 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Eksperimental Klinis 4.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 4.2.1. Tempat Penelitian : FKG UI 4.2.2. Waktu Penelitian : November 2008 4.3. POPULASI DAN SUBYEK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam kesehatan jaringan keras dan lunak didalam rongga mulut. Saliva mempunyai banyak fungsi, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang paling sering ditemui dalam kesehatan gigi dan mulut yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 27 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Eksperimental Klinis 4.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 4.2.1. Tempat Penelitian : FKG UI 4.2.2. Waktu Penelitian : November 2008 4.3. POPULASI DAN SUBJEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva dan cairan krevikuler gingiva. Produksi saliva oleh kelenjar mayor sekitar 90%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu masalah di Indonesia yang perlu diperhatikan adalah masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi mulut. Kebanyakan masyarakat Indonesia meremehkan masalah

Lebih terperinci

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah***

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah*** PENGARUH KUMUR SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L.) (Studi terhadap Anak Usia 12-15 Tahun Pondok Pesantren Al-Adzkar, Al-Furqon, Al-Izzah Mranggen Demak) Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keju merupakan makanan yang banyak dikonsumsi dan ditambahkan dalam berbagai makanan untuk membantu meningkatkan nilai gizi maupun citarasa. Makanan tersebut mudah diperoleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN MATURASI PLAK PADA ANAK USIA 37-71BULAN DENGAN SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES (SECC) DAN NON-SECC DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

PERBEDAAN MATURASI PLAK PADA ANAK USIA 37-71BULAN DENGAN SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES (SECC) DAN NON-SECC DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG PERBEDAAN MATURASI PLAK PADA ANAK USIA 37-71BULAN DENGAN SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES (SECC) DAN NON-SECC DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia. Di negara maju dan negara yang sedang berkembang, prevalensi karies gigi cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah makanan sehingga membantu pencernaan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rongga mulut terdapat berbagai macam koloni bakteri yang masuk melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang masuk melalui makanan,

Lebih terperinci

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan ABSTRACT Early childhood caries (ECC), also known as milk bottle caries is a syndrome of severe tooth decay, occurs in infants and children, is an infectious disease that develops rapidly and lead to health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir 1. Kebiasaan merokok merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 1 milyar orang penduduk dunia adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Kandungan dan Kebidanan. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara untuk menentukan atau mengukur derajat asam atau basa saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan kapasitas buffer saliva

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain cross sectional. B. Populasi dan Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi

Lebih terperinci

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI PAUD, TK DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN POLONIA DAN MEDAN MARELAN

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI PAUD, TK DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN POLONIA DAN MEDAN MARELAN PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI PAUD, TK DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN POLONIA DAN MEDAN MARELAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian telah dilakukan di OSCE Center kampus Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel diawali dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI atau Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi dan tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Distribusi Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah anak TK yang bersekolah di TK Adisiwi sebanyak 30 anak, TK Wijaya Atmaja sebanyak 16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia jauh sebelum mengenal gula. Madu baik dikonsumsi saat perut kosong (Suranto, Adji :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut adalah pintu gerbang sistem pencernaan manusia yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Di dalamnya terdapat fungsi perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berjejal atau crowding dapat diartikan sebagai ketidakharmonis antara ukuran gigi dengan ukuran rahang yang dapat menyebabkan gigi berada di luar lengkung rahang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah observasional analitik. Setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Usia 3-6 tahun adalah periode anak usia prasekolah (Patmonodewo, 1995). Pribadi anak dapat dikembangkan dan memunculkan berbagai potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah dasar yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. Aktivitas anak sekolah

Lebih terperinci

EROSI GIGI AKIBAT UDARA YANG MENGANDUNG ASAM PADA PEKERJA PABRIK BATERAI YUASA DI SUNGAI PETANI KEDAH MALAYSIA

EROSI GIGI AKIBAT UDARA YANG MENGANDUNG ASAM PADA PEKERJA PABRIK BATERAI YUASA DI SUNGAI PETANI KEDAH MALAYSIA EROSI GIGI AKIBAT UDARA YANG MENGANDUNG ASAM PADA PEKERJA PABRIK BATERAI YUASA DI SUNGAI PETANI KEDAH MALAYSIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN PENGALAMAN KARIES DAN INDEKS ORAL HIGIENE PADA MURID SMP

HUBUNGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN PENGALAMAN KARIES DAN INDEKS ORAL HIGIENE PADA MURID SMP HUBUNGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN PENGALAMAN KARIES DAN INDEKS ORAL HIGIENE PADA MURID SMP SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, demikian juga dengan kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies gigi 2.1.1 Pengertian Karies Gigi Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam penulisan skripsi berjudul:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dry mouth merupakan keadaan rongga mulut yang kering, berhubungan dengan adanya penurunan aliran saliva. 1 Umumnya terjadi saat cemas, bernafas melalui mulut, dan pada

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES OLEH : Feradatur Rizka Eninea 11.1101.1022 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2015 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci