HASIL DAN PEMBAHASAN. Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.
|
|
- Devi Budiaman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 42 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Keterangan Tabel 4. Rata-rata Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Jumlah Eritrosit Rata-rata Kadar (x10 4 per ml) Hemoglobin (g%) P1 216,633 ± 18,929 a 8,550 ± 0,331 a P2 223,100 ± a 9,203 ± b : Abjad yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm Perbedaan jumlah eritrosit eritrosit dan kadar hemoglobin itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi dan tanpa pemberian kitosan iradiasi juga ditunjukkan, masing-masing pada Illustrasi 1 dan 2.
2 Jumlah Eritrosit (x10 4 per ml) Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 1. Rata-rata Jumlah Eritrosit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit itik Cihateup. Rata-rata jumlah eritrosit itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 223,1x10 4 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 216,633x10 4 per ml (Tabel 4, Illustrasi 1). Begitu pula terhadap kadar hemoglobin, menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar hemoglobin itik Cihateup. Rata-rata kadar hemoglobin itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 9,203 g% dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 8,550 g% (Tabel 4, Illustrasi 2).
3 Kadar Hemoglobin (g%) Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 2. Rata-rata Kadar Hemoglobin Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Jumlah eritrosit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Sturkie (1976) dalam dalam Achmad (2013) yang melaporkan bahwa jumlah eritrosit normal pada itik yaitu 2,00x10 6 /μl. Kisaran yang berbeda dilaporkan oleh Biester dan Schwart (1965), jumlah eritrosit normal pada itik yaitu 3,06x10 6 /μl. Perbedaan jumlah eritrosit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan. Hal ini sesuai yang dikemukakan Sturkie (1976) dalam dalam Achmad (2013) bahwa perbedaan jumlah eritrosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, bangsa, penyakit, suhu, lingkungan, keaadaan geografis, kebuntingan dan kegiatan fisik. Berbeda dengan kadar hemoglobin, salah satu kelompok itik menunjukkan kadar hemoglobin dalam kisaran yang tidak normal. Kelompok itik yang menunjukkan kadar hemoglobin dalam kisaran yang tidak normal adalah
4 45 kelompok itik tanpa pemberian kitosan iradiasi, sedangkan kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi masih mendekati kisaran normal. Hasil penelitian melaporkan bahwa kadar hemoglobin itik betina sebesar 12,7 g/100 ml darah (Sturkie, 1976). Hasil penelitian lain melaporkan rataan kadar hemoglobin itik betina produksi (layer) sebesar 10,81 g/100 ml (Ismoyowati, 2006). Perbedaan kadar hemoglobin pada itik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur hewan, spesies, lingkungan, pakan dan ada tidaknya kerusakan eritrosit. Pada penelitian ini sistem pemeliharaan ternak percobaan yang diterapkan adalah sistem pemeliharaan intensif, dimana itik tidak beri kolam atau air yang banyak untuk membasahi tubuhnya. Air hanya disediakan untuk minum (minim air). Pemeliharaan dengan kondisi minim air menyebabkan ternak mengalami cekaman panas hingga stres. Stres mengganggu proses metabolisme dan sel-sel imun, karena hormon-hormon stres meningkat. Ternak yang stress terlihat gelisah, meningkatkan konsumsi air minum, dan menurunkan konsumsi pakan. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang lebih rendah pada kelompok itik tanpa pemberian kitosan menunjukkan sebuah proses penyesuaian terhadap keadaan lingkungan kandang yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan kebutuhan suhu ideal untuk tenak itik. Suhu lingkungan kandang yang tinggi, menyebabkan kontraksi otot yang berperan dalam sistem pernafasan menjadi meningkat (Dawson dan Whittow, 2000). Selain itu, kebutuhan energi untuk proses pengeluaran panas memerlukan energi lebih banyak. Terkait dengan masalah ini maka kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi reduksi dalam sintesis ATP menjadi meningkat. Begitu pula pengeluaran air melalui pernafasan untuk mempertahankan panas tubuh, disertai pengeluaran karbon dioksida juga menjadi meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peran hemoglobin semakin
5 46 penting. Hemoglobin adalah molekul protein pada eritrosit yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kadar eritrosit dan hemoglobin yang lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi (Tabel 4 dan Illustrasi 1,2) merupakan dampak fisiologik atas kemampuan kitosan iradiasi menurunkan dampak stres panas pada kelompok itik percobaan tersebut. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan pemberian kitosan mampu meningkatan pertumbuhan villi. Pertumbuhan villi illium yang lebih baik dapat dipastikan bahwa absorbsi nutrient menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian dilaporkan oleh (Huang dkk., 2005) menunjukkan absorbsi asam-asam amino esensial maupun non esensial lebih tinggi pada ternak percobaan yang diberi kitosan dibanding tanpa pemberian kitosan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa asam amino metionin tampak diabsorbsi lebih banyak dengan perlakuan pemberian kitosan dalam ransum ternak percobaan tersebut. Kadar eritrosit dan haemoglobin pada kelompok itik yang mendapatkan kitosan iradiasi menunjukkan kelompok itk tersebut tidak mengalami stres panas sebagaimana yang dialami kelompok itik tanpa pemberian kitosan. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan peran asam amino metionin yang diabsorbsi lebih tinggi ke dalam darah maupun sel pada kelompok itik yang diberi kitosan. Terkait fungsi metionin, Hancock (2005) dan Campbell dkk. (2004) menyatakan bahwa asam amino metionin dapat berperan sebagai zat neurotransmitter. Metionin sebagai neurotransmitter berperan dalam menghambat dan transmisi dari central nervous system atau system syaraf pusat ke reseptor-reseptor syaraf tepi atau ujung-ujung syaraf atau sebaliknya (Hausser dkk., 2007; Nelson dkk., 2008). Kemampuan metionin tersebut menyebabkan ekspos panas pada kelompok itik
6 47 yang diberi kitosan, diterima sistem syaraf dan direspon sangat lambat oleh sistem syaraf pusat sehingga respon fisilogik sel terhadap panas menjadi lambat. Dengan demikian, tidak mengganggu sistem cairan tubuh ternak (termasuk darah), bahkan metionin menjadi prekursor sintesis hemoglobin dan eritrosit. Inilah yang menjadi alasan utama terjadinya peningkatan kadar eritrosit dan haemoglobin itik pada kondisi pemeliharaan di atas zona termoneutral (upper termonutral zone) dan minim air, namun diberi kitosan iradiasi. Penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan, pemberian kitosan pada kelompok itik percobaan mampu meningkatkan kinerja sel darah merah. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhou dkk (2009) yang melaporkan bahwa kitosan mampu meningkatkan kinerja sel darah merah dan konsentrasi kolesterol highdensity lipoprotein dalam darah. Peningkatan jumlah eritrosit pada itik akan menyebabkan kadar hemoglobin juga meningkat. Wardhana (2001) juga telah melaporkan bahwa kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur hewan, spesies, lingkungan, pakan dan ada tidaknya kerusakan eritrosit. 4.2 Nilai Hematokrit Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan nilai hematokrit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 5.
7 Tabel 5. Rata-rata Nilai Hematokrit Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Nilai Hematokrit (%) Signifikansi P1 43,600 ± 0,853 a P2 45,320 ± 0,73 b Keterangan : Abjad yang berbeda (a,b) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm Nilai Hematokrit (%) Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 3. Rata-rata Nilai Hematokrit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit itik Cihateup. Rata-rata nilai hematokrit itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan
8 49 (P2) yaitu 45,32 persen dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 43,6 persen (Tabel 5 dan Illustrasi 3). Nilai hematokrit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ismoyowati dkk, (2006) dan Isroli (2003) melaporkan kadar hematokrit itik normal sebesar 36,85 persen dan 39,2 persen. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa kisaran normal nilai hematokrit itik yaitu 44,2 persen dan nilai hematokrit jantan yaitu 40,7 persen (Sturkie, 1976 dalam Achmad, 2013). Pengukuran nilai hematokrit dilakukan untuk mengetahui perbandingan terhadap volume sel-sel darah merah (eritrosit). Nilai hematokrit sangat tergantung pada jumlah eritrosit, karena eritrosit merupakan masa sel terbesar dalam darah. Semakin meningkat jumlah eritrosit maka nilai hematokrit akan meningkat juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit (Sturkie, 1976 dalam Achmad, 2013). Nilai hematokrit pada kelompok itik Cihateup tanpa pemberian kitosan iradiasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi (Tabel 5 dan Illustrasi 3), itu terjadi karena adanya gangguan metabolisme dalam darah. Hal ini menunjukkan nilai hematokrit berubah sejalan dengan perubahan erirosit. Selain eritrosit, nilai hematokrit juga berubah sejalan dengan kadar hemoglobin. Tingginya nilai hematokrit berhubungan dengan kebutuhan oksigen, dimana jumlah oksigen yang diperlukan di dalam tubuh berhubungan dengan produk metabolisme.
9 50 Dapat dikemukakan pula bahwa peningkatan kadar eritrosit pada kelompok itik yang diberikan kitosan (sebagaimana dijelaskan pada pembahsan 4.1 sebelumnya), menjadi alasan utama peningkatan kadar hematokrit tersebut. Kitosan yang mampu meningkatkan pertumbuhan villi dan ukuran organ hati (Smiricky-Tjardes dkk., 2003) menjadi alasan penting terhadap peningkatan hematokrit. Peningkatan pertumbuhan villi menyebabkan jumlah absorbs sekaligus efisiensi nutrient meningkat dan pertumbuhan organ hati berarti meningkatkan kapasias sel-sel hati untuk memproduksi hormon terkait sintesis sel-sel darah. 4.3 Jumlah Leukosit Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan jumlah leukosit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Jumlah Leukosit Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Jumlah Leukosit (x10 2 per ml) Signifikansi P1 115,403 ± 14,73 a P2 110,363 ± a Keterangan : Abjad yang tidak berbeda (a,a) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm
10 Jumlah Leukosit (x10 2 per ml) Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 4. Rata - rata Jumlah Leukosit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah leukosit itik Cihateup. Rata-rata jumlah leukosit itik Cihateup lebih rendah pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 110,363x10 2 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 115,403x10 2 per ml (Tabel 6 dan Illustrasi 4). Leukosit merupakan unit aktif dari sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dari serangan penyakit yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan dan status fisiologis ternak itik. Hartoyo dkk. (2015) menyatakan bahwa fungsi dari leukosit yaitu menjaga tubuh dari penyakit. Peningkatan dan penurunan leukosit dalam darah merupakan mekanisme respon tubuh terhadap penyakit. Jumlah leukosit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ristiana (2012) yang
11 52 melaporkan bahwa rata-rata normal leukosit itik yaitu berkisar antara sel/μl. Kisaran yang berbeda dilaporkan oleh Ismoyowati dkk. (2006), jumlah leukosit normal itik berkisar antara sel/μl. Perbedaan jumlah leukosit itik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, penyakit, hormon, kondisi lingkungan dan kandungan nutrisi pakan (Soeharsono dkk., 2010; Addass dkk., 2012; Etim dkk., 2014). Pada penelitian ini, pemeliharaan dalam kondisi minim air mengakibatkan ternak percobaan mengalami stres, sehingga kortikosteron akan meningkat. Kehadiran kortikosteron dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh. Terganggunya fungsi kekebalan tubuh tersebut ditandai dengan peningkatan rasio neutrofil dan limfosit dalam darah. Rasio antara neutrofil dan limfosit dapat dijadikan indikator stres pada ternak (Sonjaya, 2012). Berdasarkan data hasil analisis yang diperoleh dari salah satu rekan dalam tim penelitian menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar limfosit dan neutrofil darah itik Cihateup. Rata-rata kadar limfosit lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi yaitu 7,4x10 2 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan iradiasi yaitu 6,2x10 2 per ml. Sebaliknya rata-rata kadar neutrofil lebih rendah pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi yaitu 3,8 x10 3 per ml dibandingkan kelompok tanpa pemberian kitosan yaitu 4,19x10 3 per ml. Kadar neutrofil pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Sebaliknya kadar limfosit pada kedua kelompok tidak berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ismoyowati dkk.
12 53 (2012) yang melaporkan bahwa kisaran normal kadar limfosit yaitu sel/μl, sedangkan kisaran normal kadar neutrofil sel/μl. Perubahan komposisi limfosit dan neutrofil memberikan kontiribusi yang besar terhadap peningkatan leukosit. Hal ini yang menjadi penyebab, bahwa dalam keadaan cekaman panas menyebabkan peningkatan radikal bebas (Mashaly dkk., 2004). Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas sangat reaktif dan akan bereaksi dengan atom atau molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan meningkatkan kerusakan sel-sel (peroksidasi lipid) dan kematian sel. Kerusakan sel-sel dan kematian sel-sel merespon sistem immun (kelenjar-kelenjar timus, lymphoid) untuk mensekresikan lebih tinggi leukosit (antara lain neutrofil dan limfosit). Jumlah leukosit yang lebih rendah dengan pemberian kitosan (Illustrasi 4), dapat disebabkan oleh kitosan yang berfungsi sebagai antioksidan (Xie dan Liu, 2001), sehingga menyebabkan pengikatan terhadap senyawa radikal. Antioksidan adalah molekul yang mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga meredam aktivitas radikal bebas. Penurunan konsentrasi radikal bebas berarti mengurangi risiko kerusakan sel-sel dan kematian sel-sel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup
(mg/dl) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata kadar glukosa darah itik Cihateup pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Sel darah merah berperan membawa oksigen dalam sirkulasi darah untuk dibawa menuju sel dan jaringan. Jumlah sel darah merah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah panas,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciPROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE
PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE THE PROFILE OF HEMATOLOGY OF LAYING HEN FED CHITOSAN AND NOT CHITOSAN IN THE CONDITION OF UPPER
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Sistem pemeliharaan itik di Indonesia selama ini banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten
Lebih terperinciPENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik sangat rentan terhadap cuaca panas ditambah lagi dengan sistem pemeliharaan minim air menyebabkan konservasi air oleh ginjal lebih banyak dan meningkatnya tekanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum
36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum Rataan jumlah vili dan ukuran (panjang dan lebar) vili ileum itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal saat ini menjadi salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas untuk dikonsumsi baik dalam bentuk telur maupun dagingnya. Tingkat keperluan terhadap
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan homoioterm yang suhu tubuhnya harus tetap dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding itik. Zona suhu kenyamanan (Comfort
Lebih terperinciPENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. Acum Jaya Abadi dengan jumlah objek penelitian sebanyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang harus menyesuaikan dengan kebutuhan itik yang tergolong unggas air, kebutuhan air bagi itik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan denyut jantung itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini
Lebih terperinciPENDAHULUAN. melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda. Kondisi minim air dapat menyebabkan itik mengalami stress berat dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah jenis unggas air yang berbeda dengan yang lain dan memiliki kemampuan termoregulasi yang lebih rendah dari unggas lainnya. Itik mempunyai sifat yang
Lebih terperinciTHERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY
THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun produktivitasnya masih sangat unggul. Produktivitas yang tinggi ditunjukkan sebagai dampak perbedaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Protein Hati Itik Cihateup Rata-rata kadar protein hati pada itik Cihateup yang diberi minyak buah makasar (MBM) pada kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang
HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan, manusia menghabiskan sebagian besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas (Gibney et al., 2009). Menurut World Health
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. HSP 70 yang muncul pada sampel itik saat pengukuran menggunakan PCR harus
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Susunan DNA Primer HSP 70 Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ekspresi gen HSP 70 yang muncul pada sampel itik saat pengukuran menggunakan PCR harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Darah Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke organ eksternal,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5:
31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup pada pemberian fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5: Tabel
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan kadar asam urat darah itik Cihateup fase grower yang diberi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower Pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap nekrosis sel-sel ileum itik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi
Lebih terperinciKOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN
1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan ternak unggas penghasil daging dan telur yang cukup potensial disamping ayam. Ternak itik disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian hidupnya dilakukan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Tabel 6. Rataan Panjang dan Diameter Ileum Itik Cihateup.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Rataan panjang dan diameter ileum itik Cihateup setelah pemberian FOS disajikan pada Tabel 6 berikut, Tabel 6. Rataan Panjang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan protein. Kondisi ini memerlukan adanya berbagai langkah untuk mengatasinya. Salah satu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik Rata-rata kadar Protein hati itik yang diberikan imbangan elektrolit ransum disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Persentase
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),
Lebih terperinciProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini meningkatnya pencemaran lingkungan berdampak negatif pada kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal bebas secara alami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di pelosok masyarakat. Unggas merupakan penyumbang terbesar keperluan daging
Lebih terperinciRita Patriasih, S.Pd., M.Si Prodi Pendidikan Tata Boga PKK FPTK UPI
Rita Patriasih, S.Pd., M.Si Prodi Pendidikan Tata Boga PKK FPTK UPI Manusia bergerak Sistem tubuh : sirkulasi darah, pernafasan, pencernaan, denyut jantung serta proses-proses fisiologis lainnya. BUTUH
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sumber: Encyclopedia of Life, Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 2.1.1. Deskripsi Mengkudu Sumber: Encyclopedia of Life, 2009 Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil perkawinan silang, seleksi dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi, terutama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan berat telur rata-rata 65-70gram per butir (Rasyaf, 1993). Indonesia
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Deskripsi Itik Itik di Indonesia merupakan keturunan dari itik Indian Runner yang mampu bertelur hingga 300 butir per tahun dengan kondisi peternakan (intensif), dengan berat
Lebih terperinciBIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)
BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1 1. Bentuknya bulat pipih, berumur 120 hari, tidak berinti dan cekung bagian. Hal tersebut adalah ciri-ciri... leukosit trombosit
Lebih terperinci