Aplikasi Analisis Komponen Utama dalam Pemodelan Penduga Lengas Tanah dengan Data Satelit Multispektral

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aplikasi Analisis Komponen Utama dalam Pemodelan Penduga Lengas Tanah dengan Data Satelit Multispektral"

Transkripsi

1 Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 1, Maret 2004, hal Aplikasi Analisis Komponen Utama dalam Pemodelan Penduga Lengas Tanah dengan Data Satelit Multispektral Erna Sri Adiningsih 1),Mahmud 2),dan Iskandar Effendi 1) 1) Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, Jl. Lapan No. 70, Pekayon Pasar Rebo, Jakarta ) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Jl. Dr. Junjunan no. 133, Bandung Abstract Diterima Oktober 2002, disetujui untuk dipublikasikan Nopember 2003 Principle Component Analysis (PCA) application in modeling the soil moisture estimate using multispectral satellite data is meant to optimize spectral combination. PCA method has been applied to Landsat Thematic Mapper (TM) satellite data with good results. However, Landsat data have low temporal resolution (16 days) compared with daily NOAA-AVHRR (NOAA-Advanced Very High Resolution Radiometer) satellite data. So, NOAA-AVHRR data are able to provide better information on daily soil moisture. The objective of the study is to develop soil moisture estimation model based on daily 5-channel daily NOAA-AVHRR data using PCA method. The locations are West Java and Central Java as case study, while the period is August-September Some field soil samples were also taken from the two locations. The coefficient of variance shows that the three principle component (PC) can explain the variance of soil moisture of 0-20 cm depth better than of >20 cm depth. This is due to more dynamic surface soil moisture change rather than deeper soil layer. Among the three PCs, the first PC is the best parameter to estimate soil moisture. The index resulted by the first PC can estimate soil moisture better than vegetation index. Keywords : PCA, soil moisture, soil brightness index, greenness index, soil wetness index, multispectral satellite data. Abstrak Penerapan analisis komponen utama (PCA) dalam pemodelan penduga lengas tanah menggunakan data satelit multispektral dimaksudkan untuk mengoptimalkan kombinasi spektral. Metode PCA telah diterapkan untuk data satelit Landsat Thematic Mapper (TM) dengan hasil yang baik. Namun data Landsat memiliki resolusi temporal yang rendah (16 hari) dibandingkan dengan data satelit NOAA-AVHRR harian, sehingga penggunaan data NOAA- AVHRR diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi lengas tanah harian dengan lebih baik. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan model penduga lengas tanah berdasarkan data NOAA-AVHRR harian 5 kanal menggunakan metode PCA. Lokasi studi kasus adalah Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan periode data Agustus - September Beberapa contoh tanah diambil di lapangan pada 2 lokasi. Koefisien keragaman ketiga komponen utama dapat menjelaskan lengas tanah pada kedalaman > 20 cm dengan lebih baik dibandingkan pada kedalaman 0-20 cm. Hal ini disebabkan perubahan lengas tanah pada lapisan permukaan lebih dinamis daripada lengas tanah pada lapisan lebih dalam. Komponen utama pertama yang diperoleh disebut sebagai indeks kecerahan tanah, yang kedua adalah indeks kehijauan, dan yang ketiga adalah indeks kelembaban tanah. Diantara ketiga komponen utama, komponen utama pertama merupakan parameter penduga lengas tanah yang terbaik. Indeks yang dihasilkan dari komponen utama pertama juga menduga lengas tanah lebih baik jika dibandingkan indeks vegetasi. Kata kunci: Analisis komponen utama, lengas tanah, indeks kecerahan tanah, indeks kehijauan, indeks kelembaban tanah, data satelit multispektral. 1. Pendahuluan Ketersediaan air tanah merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertanian secara umum, baik pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan kehutanan. Oleh sebab itu informasi tentang lengas tanah (soil moisture) sangat diperlukan untuk perencanaan, pengelolaan dan pemantauan pertanian. Pengukuran lengas tanah dengan peralatan konvensional seperti tensiometer, neutron probe, maupun teknik gravimetri dapat memberikan informasi yang sangat akurat tetapi kurang efisien untuk daerah pengukuran yang sangat luas. Salah 215 satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan memanfaatkan data satelit. Pemanfaatan data satelit Landsat Thematic Mapper (TM) multispektral untuk menduga lengas tanah telah diteliti oleh Dirgahayu, dkk. 1) untuk daerah perkebunan tebu di Jatitujuh, Jawa Barat. Dengan menerapkan teknik analisis komponen utama, para peneliti tersebut memperoleh tiga jenis indeks untuk menduga lengas tanah berdasarkan data empat kanal. Namun data Landsat TM yang memiliki resolusi spasial 30 m 2 hanya sesuai untuk digunakan pada daerah tertentu dan untuk waktu yang tertentu pula karena satelit ini memiliki resolusi temporal 16 hari. Sementara itu,

2 216 JMS Vol. 9 No. 1, Maret 2004 informasi tentang lengas tanah seringkali dibutuhkan untuk pemantauan secara terus-menerus karena informasi dini tentang kekeringan lahan sangat penting untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Salah satu cara yang dapat diandalkan untuk memantau lengas tanah pada daerah yang luas setiap hari adalah dengan memanfaatkan data satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Hal ini dimungkinkan karena salah satu sensor satelit NOAA, yaitu Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) memiliki karakteristik multispektral. Sejak 1980 hingga saat ini data NOAA-AVHRR dapat diterima setiap hari oleh stasiun bumi milik Lapan yang ada di Jakarta dan Biak. Karakteristik data yang dihasilkan untuk setiap kanal dari sensor AVHRR disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Spektral Data NOAA-AVHRR Kanal Spektrum Kegunaan µm (tampak) Menghitung albedo permukaan bumi dan puncak awan, mendeteksi permukaan darat dan laut, memantau pertumbuhan dan perkembangan tanaman µm (infra Memantau vegetasi merah dekat) (peka terhadap klorofil), mendeteksi awan, mendeteksi lapisan salju dan es di permukaan bumi, mendeteksi albedo permukaan darat dan laut µm (infra Menghitung suhu merah menengah) permukaan laut, mendeteksi distribusi awan pada siang dan malam hari, mendeteksi kebakaran hutan karena kanal ini peka terhadap sumber panas di permukaan bumi µm (infra merah jauh) µm (infra merah jauh) Pada prinsipnya kanal 4 dan kanal 5 mempunyai kegunaan yang sama yaitu untuk mengekstraksi nilai suhu permukaan laut, suhu permukaan darat, mendeteksi awan pada siang dan malam hari, memantau gunung berapi yang aktif, dan mendeteksi suhu puncak awan. Pendugaan lengas tanah menggunakan data satelit NOAA telah dilakukan dengan menggunakan indeks vegetasi dalam bentuk Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) berdasarkan data kanal 1 dan 2 saja, sedangkan indeks-indeks lainnya belum dikembangkan di Indonesia. Dalam penelitian ini, parameter penduga lengas tanah diperoleh dengan teknik analisis komponen utama (Principle Component Analysis atau PCA) menggunakan data NOAA-AVHRR lima kanal. Kelima kanal tersebut meliputi kanal tampak, infra merah dekat, infra merah termal, dan infra merah jauh. Hal ini karena kelima kanal tersebut memberikan perbedaan respon spektral yang kontras terhadap ketiga jenis bahan utama di daratan yaitu tanah, vegetasi, dan air. Analisis komponen atau PCA adalah metode analisis peubah multi yang bertujuan memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah asal 2). Di dalam aplikasi data penginderaan jauh (inderaja), PCA merupakan salah satu metode statistika yang digunakan untuk menggali informasi dari data citra inderaja, terutama dalam hubungannya dengan multidimensi peubah. Horler dan Ahern 3) melakukan transformasi komponen utama pada citra satelit Landsat-4 TM daerah barat Ontario dan daerah hutan Arkansas. Hasilnya memperlihatkan bahwa Principle Component atau Komponen Utama ke-1 dan ke-2 (PC1 dan PC2) mampu menyerap 64% dan 28% keragaman data. PC1 menunjukkan kecerahan (brightness) yang merupakan weighed value (nilai terbobot) dari semua kanal dimana kanal 4 dan 5 memiliki bobot yang terbesar. PC2 merupakan kontras kanal visible (tampak) dan kanal infra merah dekat yang menjadi ukuran kehijauan (greenness). PC3 adalah kontras antara kanal SWIR dan empat kanal pertama yang disebut sebagai SWIRness 3). Teknik transformasi PCA juga telah diteliti oleh Abdurrazak 4) dengan data Landsat-5 TM untuk mempelajari profil awan dan asap kebakaran di daerah Kalimantan Timur. Penelitian ini menghasil kan tiga komponen utama yang mampu menyerap keragaman 98.6 %. Ketiga komponen utama tersebut berhubungan dengan 3 dimensi fundamental spektral citra Landsat-5 TM yaitu brightness (kecerahan), greenness (kehijauan), dan wetness (kelembaban). PC1 yang dihasilkan memiliki koefisien atau pembobot yang besar dan negatif, sehingga dinyatakan sebagai kecerahan negatif (blackness). PC3 yang dihasilkan dapat membedakan asap kebakaran dari awan dengan lebih baik dibandingkan teknik klasifikasi citra multispektral yang umum digunakan, seperti metode maximum likelihood dan sebagainya. Penerapan teknik transformasi komponen utama untuk menentukan tahap pertumbuhan padi dengan data Landsat TM juga telah diteliti oleh Ernawati 5) untuk areal pertanaman padi di Sukamandi - Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa tiga komponen utama pertama dapat menjelaskan lebih dari 90% keragaman data. Masing-masing komponen utama pertama menggambarkan kehijauan (85.9%), kecerahan (8.9%), dan kelembaban (2.5%). Selanjutnya citra Landsat TM dalam bentuk komposit yang terdiri dari tiga komponen utama dapat

3 JMS Vol. 9 No. 1, Maret digunakan untuk mengidentifikasi kelompok tanaman padi di Sukamandi sesuai tahap pertumbuhannya. Dirgahayu, dkk. 1) telah memodifikasi perumusan tiga indeks untuk menduga lengas lahan dari data Landsat TM, yaitu Indeks Kecerahan Lahan (IKcL), Indeks Kehijauan Lahan (IKhL), dan Indeks Kebasahan Lahan (IKbL). Ketiga indeks tersebut diperoleh dengan menggunakan empat kanal Landsat TM yaitu kanal 2, 3, 4, dan 5. Persamaan ketiga indeks yang didapatkan adalah sebagai berikut: IKcL = K K K K 5 IKhL = K K K K 5 +k IKbL = K K K K 5 +k Konstata k ditambahkan agar tidak ada nilai negatif pada citra. Menurut Dirgahayu, dkk 1) kondisi lahan dengan kandungan lengas tinggi dicirikan oleh nilai IKhL dan IKbL yang tinggi dan IkcL yang rendah, dan demikian pula sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga lengas tanah dengan data satelit NOAA-AVHRR dengan menerapkan analisis komponen utama terhadap kelima kanal AVHRR. Data yang digunakan untuk PCA adalah data AVHRR harian Pulau Jawa selama periode September 1998 sampai September Sebagai studi kasus dipilih beberapa lokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk validasi model lengas tanah. 2. Metodologi 2.1 Data dan Alat Data yang digunakan untuk PCA adalah data NOAA-AVHRR harian untuk Pulau Jawa yang terdiri dari dari 137 data selama periode September Desember 1998 dan Maret September Penggunaan data tersebut disesuaikan dengan kondisi penutupan awan. Data bulan Januari Februari 1999 tidak digunakan karena penutupan awan dengan persentase sangat tinggi yang pada bulan-bulan tersebut merupakan puncak musim hujan. Contoh citra NOAA-AVHRR yang belum ditransformasi disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Contoh citra NOAA-AVHRR yang belum ditransformasi dalam bentuk kombinasi RGB (Red Green Blue). Untuk validasi persamaan atau indeks-indeks yang diperoleh dengan data lengas tanah di lapangan, digunakan hasil pengukuran lengas tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bulan September 1999 di 9 lokasi di Pekalongan dan sekitarnya, Jawa Tengah (Kedungwuni, Bligo Buaran, Babalan Kidul Bojong, Kampir Bojong, Getas Wonopringgo, Karanganyar, Wiradesa, Pekalongan Selatan, dan Kajen) yang telah dilakukan oleh Adiningsih, dkk. 6). Untuk melengkapi data lengas tanah digunakan pula hasil pengukuran Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) untuk kedalaman 0-20 cm dan >20 cm pada bulan Agustus 1999 di 8 stasiun klimatologi/meteorologi pertanian di Jawa Barat (Darmaga Bogor, Chinchoma Bandung, Margahayu Lembang, Sukamandi Subang, Jatisari Karawang, Sukapura Cirebon, dan Cipanas Cianjur). Peralatan untuk melakukan pengolahan awal data AVHRR adalah seperangkat PC dengan perangkat lunak Erdas Imagine, sedangkan pengolahan lanjut untuk analisis PCA dilakukan dengan perangkat lunak MINITAB dan Microsoft Excel. 2.2 Metode Penelitian Pengolahan Data Lapangan Analisis kadar lengas tanah dilakukan di Laboratorium Tanah dengan metode gravimetri, yaitu dengan pemanasan contoh tanah selama 24 jam pada suhu 100 o C dan dilakukan penimbangan sebelum dan sesudah pemanasan. Kadar lengah tanah (dalam % berat) adalah selisih antara berat sebelum dan sesudah dipanasi terhadap total berat contoh tanah sebelum pemanasan.

4 218 JMS Vol. 9 No. 1, Maret Pengolahan Data NOAA-AVHRR Data NOAA-AVHRR terlebih dahulu dikoreksi geometrik dengan menggunakan sejumlah Ground Control Point (GCP) yang tersebar merata pada citra. Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode nearest neighbourhood interpolation karena metode ini paling efisien dan tidak mengubah nilai digital number (DN) yang asli. Resampling dilakukan dengan mengambil sample beberapa picture element (pixel) yang dijadikan GCP, selanjutnya diolah dengan metode nearest neighbourhood interpolation dan hasilnya adalah persamaan transformasi geometrik data. Kemudian dilakukan eliminasi GCP yang menyebabkan root mean square error (RMSE) tinggi sampai didapatkan nilai RMSE < 0.5 pixel. Pengolahan PCA selanjutnya dilakukan dengan data lima kanal untuk memperoleh nilai PC1, PC2, dan PC3 untuk semua kanal. Dari nilai ketiga komponen utama (PC) harian dapat dihitung rata-rata PC untuk satu musim maupun rata-rata seluruh tanggal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka nilai PC1, PC2, dan PC3 masing-masing menunjukkan indeks yang disebut dengan Soil Brightness Index (SBI), Greenness Vegetation Index (GVI), dan Soil Wetness Index (SWI). Nilai masingmasing indeks pada lokasi-lokasi tertentu diekstraksi untuk divalidasi dengan hasil pengukuran kadar lengas tanah, baik dengan data dari pengukuran langsung maupun data dari stasiun klimatologi Analisis Komponen Utama Nilai digital (Digital Number) data NOAA- AVHRR pada setiap kanal dianggap sebagai peubah acak X1, X2,, Xp yang menyebar menurut sebaran tertentu dengan vektor nilai tengah µ dan matriks peragam Σ. Komponen utama merupakan kombinasi linier terboboti dari peubah-peubah asal yang mampu menerangkan keragaman data secara maksimum. Komponen utama ke-j dari sejumlah p peubah dapat dinyatakan sebagai: y j = a 1j x 1 + a 2j x a pj x p = a'x (1) Dan keragaman komponen utama ke-j adalah: Var (y j ) = λ j ; j=1, 2,, p (2) λ 1, λ 2,, λ p adalah akar ciri yang diperoleh dari persamaan: Σ - λ j I = 0 (3) dengan λ 1 >λ 2 > >λ p >0. Vektor ciri a sebagai pembobot dari transformasi linier peubah asal diperoleh dari persamaan: Σ - λ j I a j = 0 (4) Total keragaman komponen utama adalah: λ 1 + λ λ p = tr(σ) (5) dan persentase total keragaman data yang mampu dijelaskan oleh komponen utama ke-j adalah: (λ j / tr(σ)) x 100% (6) Persentase keragaman dianggap cukup mewakili total keragaman jika 75% atau lebih mampu dijelaskan oleh 4 atau 5 komponen utama pertama 2). Dari analisis keragaman belum dapat diketahui hubungan antara peubah asal dengan komponen utamanya. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah ke-i dengan komponen utama ke-j dilakukan analisis korelasi yang dinyatakan sebagai: rx i y j = (a i 1 j ) / S i (7) dengan 1j adalah akar ciri matriks peragam S (penduga Σ). Perhitungan PCA dengan persamaanpersamaan tersebut di atas dilakukan secara otomatis dengan perangkat lunak Erdas Imagine. Hasil akhirnya berupa nilai-nilai koefisien korelasi antara komponen utama dengan Digital Number (DN) setiap kanal untuk seluruh tanggal atau data yang diolah. Dari nilai yang diperoleh untuk seluruh data kemudian dihitung nilai bulanannya, serta rata-rata total dan rata-rata musim. Untuk musim hujan, nilai koeisien rata-rata dihitung berdasarkan nilai pada bulan Oktober sampai Maret, sedangkan untuk musim kemarau dihitung dari nilai pada bulan April sampai September Analisis Data NDVI Analisis perbandingan korelasi komponen utama dengan lengas tanah dan NDVI dengan lengas tanah dilakukan berdasarkan hasil penelitian Adiningsih, dkk. 6). Nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan data kanal 1 dan 2 dari persamaan: NDVI = (C2 C1) / (C1 + C2), dengan C1 dan C2 masing-masing adalah DN pada kanal 1 dan 2 AVHRR. 3. Hasil dan Pembahasan Dari perhitungan tranformasi komponen utama diperoleh nilai koefisien transformasi untuk kelima kanal data NOAA-AVHRR harian yang seluruhnya berjumlah 137 data. Oleh karena hasil pengolahan yang diperoleh sangat banyak, maka untuk memudahkan analisis dan pembahasan nilainilai koefisien transformasi tersebut selanjutnya dihitung rata-rata bulanannya untuk periode September 1998 sampai dengan September Nilai koefisien komponen utama yang diperoleh untuk setiap bulan disajikan pada Tabel 2 berikut.

5 JMS Vol. 9 No. 1, Maret Tabel 2. Koefisien Komponen Utama Pertama, Kedua, dan Ketiga untuk Lima Kanal Data NOAA- AVHRR Pulau Jawa. Principle Tahun Bulan Kanal Component PC September 0,3953-0,0300-0,0547-0,5567 0,1280 Oktober 0,3214 0,5457 0,0186-0,386 0,1257 November 0,3363 0,3463 0,1863-0,6381 0,1200 Desember 0,3877 0,3162 0,0262-0,6477 0, Maret 0,3706-0,1400 0,1529-0,6535 0,1000 April 0,3877 0,3162 0,0262-0,6477 0,0954 Mei 0,3020 0,6620 0, ,0540 Juni ,0558-0,1117-0, Juli 0,3200 0,0420-0,0200-0,4080 0,0640 Agustus ,0350-0,2480-0,3680 0,1190 September 0,2743 0,0371-0,0871-0,2321 0,1607 PC September 0,3493-0,0780-0,0920 0,7147-0,0773 Oktober 0,2821 0,4729-0,0214 0,7514-0,0450 November 0,3006 0,3081 0,0794 0,7494-0,0863 Desember 0,3244 0,1781 0,0206 0,7500-0, Maret 0,3247-0,0953 0,0982 0,7435-0,0576 April 0,3392 0,1631-0,0146 0,7454-0,0438 Mei 0,2700 0,6080 0, ,0080 Juni 0,3458-0,1633-0,1908 0,7067 0,0083 Juli 0,2540-0,0420-0,0940 0,4340 0,0180 Agustus 0,3060-0,0650-0,2510 0,6290-0,0450 September 0,1857 0,0607-0,0821 0,5400-0,0729 PC September 0,2187 0,3347-0,1473 0,1173 0,0267 Oktober 0,4650-0,3336 0,4114 0,0579-0,0036 November 0,4844-0,1094 0,4619 0,0275 0,0306 Desember 0,4256-0,0331 0,4156 0,0306 0, Maret 0,4206 0,1965 0,3765 0, April 0,3562 0,0006 0,4808 0, Mei 0,4040-0,3080 0,8520 0,0840 0,1740 Juni 0,3750 0,3533 0,0467 0,1558-0,0550 Juli 0,3840 0,3840 0,2640 0,0340 0,0820 Agustus 0,3140 0,4720-0,2080 0,0920 0,0570 September 0,5207 0,3307-0,1250 0,0471 0,0586 Dari Tabel 2 terlihat bahwa koefisien transformasi data kanal 1 untuk PC1, PC2, dan PC3 bernilai positif. Nilainya untuk PC1 berkisar antara hingga , untuk PC2 antara hingga , dan untuk PC3 antara hingga Perbedaan nilai antar bulan untuk setiap PC disebabkan oleh perbedaan nilai digital number (DN) data aslinya akibat perbedaan penutupan awan. Adanya awan cenderung meningkatkan DN pada kanal 1 karena awan bersifat memantulkan radiasi pada spektrum tampak (spektrum kanal 1). Nilai koefisien transformasi PC1 pada bulan September 1999 terlihat lebih rendah dari pada bulan September 1998 karena kondisi cuaca pada tahun 1998 lebih berawan dibandingkan dengan cuaca pada tahun Hal ini juga berkaitan dengan terjadinya fenomena La Nina pada tahun 1998 yang menyebabkan cuaca lebih berawan. Perbedaan nilai koefisien pada bulan September tahun 1998 dan 1999 juga terlihat dari nilai koefisien komponen utama kedua (PC2) untuk data kanal 1, sedangkan nilai koefisien komponen utama ketiga (PC3) untuk data kanal 1 pada bulan September 1998 lebih rendah daripada bulan September Hasil PCA untuk data kanal 2 tampak sangat beragam untuk ketiga PC. Nilai koefisien PC1 untuk kanal ini berkisar antara -0,1400 hingga 0,5457, PC2 berkisar antara -0,1633 hingga 0,6080, dan PC3 berkisar antara -0,3336 hingga 0,4720. Beragamnya nilai koefisien untuk data kanal 2 berhubungan dengan spektrum kanal 2 yaitu inframerah dekat yang menyebabkan nilai DN data aslinya sebagian dipengaruhi oleh gabungan antara karakteristik pantulan dan karakteristik emisi dari obyek-obyek yang dipindai (di-scan) oleh sensor satelit. Selain itu, perbedaan nilai koefisien yang cukup beragam untuk kanal 2 juga disebabkan oleh keragaman nilai DN data kanal 2 dalam menunjukkan karakteristik kecerahan tanah (soil brightness) dari seluruh obyek yang digambarkan oleh PC1, karateristik kehijauan yang digambarkan oleh PC2, dan karakteristik kelembaban yang digambarkan oleh PC3. Hasil PCA untuk data kanal 3 juga tampak beragam untuk ketiga PC seperti halnya data kanal 2. Nilai koefisien PC1 untuk kanal 3 berkisar antara hingga , untuk PC2 antara hingga , dan untuk PC3 antara hingga Perbedaan nilai koefisien yang cukup beragam untuk kanal 3 juga berhubungan dengan keragaman nilai DN data kanal 3 dalam menunjukkan karakteristik kecerahan tanah (soil brightness) dari seluruh obyek yang digambarkan oleh PC1, karateristik kehijauan yang digambarkan oleh PC2, dan karakteristik kelembaban yang digambarkan oleh PC3. Hasil PCA untuk kanal 4 menunjukkan bahwa nilai koefisien PC1 seluruhnya bertanda negatif yaitu berkisar antara -0,2321 hingga 0,6625, sedangkan untuk PC2 bertanda positif yaitu berkisar antara 0,4340 hingga 0,7514, dan untuk PC3 bertanda positif yaitu berkisar antara 0,0275 hingga 0,1558. Hasil PCA untuk kanal 4 yang konsisten untuk setiap PC. Hal ini menunjukkan bahwa data kanal 4 yang dihasilkan pada spektrum infra merah termal mempunyai DN yang cukup baik dalam menggambarkan karakteristik kecerahan tanah (soil brightness) dari seluruh obyek yang digambarkan oleh PC1, karateristik kehijauan yang digambarkan oleh PC2, dan karakteristik kelembaban yang digambarkan oleh PC3. Hasil PCA untuk data kanal 5 juga tampak beragam untuk PC2 dan PC3 seperti halnya data kanal 2 dan kanal 3, tetapi relatif homogen untuk PC1. Nilai koefisien PC1 untuk kanal 5 berkisar antara 0,0540 hingga 0,1607, sedangkan untuk PC2 antara -0,0863 hingga 0,0180, dan untuk PC3 antara - 0,0550 hingga 0,1740. Hal tersebut menunjukkan bahwa data kanal 5 yang dihasilkan pada spektrum inframerah jauh menunjukkan karakteristik kecerahan tanah (soil brightness) dari seluruh obyek yang digambarkan oleh PC1 dengan cukup baik. Sementara itu perbedaan nilai koefisien PC2 dan PC3 yang cukup beragam untuk kanal 5 bahwa data kanal 5 memiliki nilai DN yang kurang konsisten dalam menggambarkan karateristik kehijauan yang ditunjukkan oleh PC2, dan karakteristik kelembaban yang digambarkan oleh PC3. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa nilai koefisien transformasi berbeda antar kanal. Umumnya koefisien bernilai positif, kecuali beberapa nilai negatif yang diperoleh untuk kanal 2, 3, 4, dan 5. Koefisien transformasi untuk PC1 pada kanal 1 dan 5 seluruhnya bernilai positif, untuk kanal

6 220 JMS Vol. 9 No. 1, Maret dan 3 sebagian bernilai positif dan sebagian lagi bernilai negatif, sedangkan untuk kanal 4 seluruhnya bernilai negatif. Koefisien transformasi untuk PC2 bernilai positif seluruhnya pada kanal 1 dan 4, sedangkan pada kanal 2, 3, dan 5 sebagian bernilai positif dan sebagian lagi bernilai negatif. Koefisien transformasi untuk komponen utama ketiga (PC3) bernilai positif pada kanal 1 dan 4, sedangkan pada kanal 2, 3, dan 5 sebagian bernilai positif dan sebagian bernilai negatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikemukakan bahwa pada kanal 1 responnya adalah positif untuk ketiga komponen utama. Hal ini menunjukkan bahwa hasil transformasi kanal 1 bersifat konsisten untuk semua komponen utama. Pada kanal 4 responnya adalah negatif untuk PC1, tetapi negatif untuk PC2 dan PC3 sehingga bersifat konsisten untuk masing-masing komponen utama. Sementara itu pada kanal 2, 3 dan 5 responnya tidak konsisten. Hal ini disebabkan karakteristik spektral kanal 2 yang mendekati kanal 1 dan karakteristik spektral kanal 3 dan 5 mendekati kanal 4. Koefisien transformasi yang diperoleh untuk seluruh data sangat banyak, sehingga akan menyulitkan dalam menerapkan hasil PCA untuk memperoleh persamaan transformasi umum terhadap data NOAA-AVHRR untuk mendapatkan model pendugaan lengas tanah. Oleh sebab itu dilakukan perhitungan nilai rata-rata total untuk seluruh PC. Jika koefisien tersebut dirata-ratakan untuk seluruh data yang diolah maupun untuk setiap musim, maka diperoleh nilai akhir seperti yang disajikan pada Tabel 3. Perhitungan rata-rata dilakukan dengan mengelompokkan ke dalam musim karena keragaman DN data asli cukup besar antar musim yang diakibatkan oleh perbedaan penutupan awan. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa koefisien transformasi rata-rata total untuk PC1 memiliki nilai positif tertinggi untuk kanal 1, diikuti dengan kanal 2, kanal 5, dan kanal 3, sedangkan untuk kanal 4 bernilai negatif. Hal ini berarti bahwa kanal 1 memberikan bobot terbesar diikuti kanal 2, 5, dan 3, dimana hubungannya adalah semakin besar nilai DN setiap kanal makin besar nilai PC1. Sementara itu hubungan yang berkebalikan diberikan oleh kanal 4, dimana makin besar DN kanal 4 makin rendah nilai PC1. Keadaan ini berkaitan dengan karakteristik spektral kanal 1 dan 4 dalam merespon kondisi lengas di permukaan bumi. Karena korelasi PC1 dengan lengas tanah adalah terbesar dibandingkan dengan PC2 dan PC3, maka kanal 1 yang responsif terhadap albedo permukaan dan kanal 4 yang responsif terhadap suhu permukaan memberikan kontribusi yang besar terhadap informasi tentang Soil Brightness Index untuk menduga lengas tanah. Tabel 3. Koefisien Rata-rata Komponen Utama Pertama, Kedua, dan Ketiga Untuk Lima Kanal AVHRR. Pinciple Periode KANAL Component PC 1 Rata-rata Total 0,3493 0,1728 0,0047-0,5552 0,1038 Rata-rata ms.hujan 0,3371 0,2223 0,0189-0,5415 0,1291 Rata-rata ms.kemarau 0,3594 0,1316-0,0071-0,5666 0,0826 PC 2 Rata-rata Total 0,2984 0,1225-0,0478 0,6824-0,0419 Rata-rata ms.hujan 0,2884 0,1884-0,0191 0,7011-0,0698 Rata-rata ms.kemarau 0,3066 0,0676-0,0717 0,6668-0,0187 PC 3 Rata-rata Total 0,3971 0,1171 0,2571 0,0707 0,0471 Rata-rata ms.hujan 0,4229 0,0379 0,2033 0,0561 0,0312 Rata-rata ms.kemarau 0,3756 0,1831 0,3020 0,0829 0,0603 Nilai koefisien transformasi rata-rata untuk PC2 memiliki nilai positif tertinggi untuk kanal 4, diikuti dengan kanal 1, dan 2, sedangkan untuk kanal 3 dan 5 bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kanal 4 dan 1 sangat responsif terhadap informasi tentang kehijauan (greenness) yang digambarkan oleh PC2. Hal yang sama juga masih berlaku untuk nilai rata-rata pada musim hujan maupun musim kemarau, meskipun nilai koefisien pada musim kemarau umumnya lebih kecil (kecuali untuk kanal 1 yang lebih besar) daripada musim hujan. Koefisien transformasi rata-rata total untuk PC3 memiliki nilai positif untuk semua kanal, yaitu tertinggi untuk kanal 1, diikuti kanal 3, 2, 4, dan 5. Hal ini menunjukkan bahwa kanal 1 paling responsif terhadap informasi tentang kelembaban (wetness) yang digambarkan oleh PC3. Hal yang sama juga berlaku untuk rata-rata musim hujan dan musim kemarau, meskipun nilai koefisien pada musim kemarau umumnya lebih kecil daripada musim hujan. Hubungan antara PC1, PC2, dan PC3 dengan lengas tanah secara linier menunjukkan korelasi yang berbeda untuk setiap komponen utama maupun untuk kedua kedalaman tanah (0-20 cm dan >20 cm). Komponen utama ke-1 (PC1) dapat menduga lengas tanah pada kedalaman > 20 cm dengan koefisien keragaman 61.4 % dan pada kedalaman 0 20 cm dengan koefisien keragaman 83.3 %. Sementara itu komponen utama ke-2 (PC2) dapat menduga lengas tanah pada kedalaman > 20 cm dengan koefisien keragaman 26.5 % dan pada kedalaman 0 20 cm dengan koefisien keragaman %. komponen utama ke-3 (PC3) dapat menduga lengas tanah pada kedalaman > 20 cm dengan koefisien keragaman 0.15 % dan pada kedalaman 0 20 cm dengan koefisien keragaman %. Perbedaan keragaman hasil validasi disebabkan kondisi lengas tanah permukaan relatif lebih dinamis dibandingkan dengan lengas tanah di bagian yang lebih dalam. Dari analisis keragaman tersebut terlihat bahwa PC1 merupakan penduga kadar lengas tanah yang terbaik dibandingkan dengan kedua komponen utama lainnya. Persamaan korelasi antara PC1 atau SBI dengan lengas tanah untuk dua kedalaman tanah adalah sebagai berikut:

7 JMS Vol. 9 No. 1, Maret Kedalaman 0-20 cm: Lengas tanah (dalam %) = SBI (R 2 = 61.4 %) Kedalaman >20 cm: Lengas tanah (dalam %) = SBI (R 2 = 83.3 %) Pada Gambar 2 disajikan citra PC1 untuk Pulau Jawa. Hasil PC1 juga dibandingkan dengan analisis indeks vegetasi (NDVI) yang biasa digunakan untuk menduga lengas tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien keragaman (R 2 ) antara NDVI dengan lengas tanah adalah % untuk kedalaman 0-20 cm dan % untuk kedalaman >20 cm, sehingga dapat dijadikan penduga yang agak lebih baik untuk lengas tanah permukaan daripada korelasi PC1 dengan lengas tanah, tetapi NDVI kurang baik untuk dijadikan penduga lengas tanah Lengas tanah (%) = NDVI Lengas tanah (%) = NDVI pada kedalaman > 20 cm. Hal ini karena indeks vegetasi hanya diturunkan dari data dua kanal (tampak dan infra merah dekat), sehingga tidak semua informasi kanal dapat ditampilkan. Selain itu NDVI dapat menduga lengas dengan baik apabila permukaan tanah tertutup oleh vegetasi, sedangkan pada kondisi tanah terbuka nilai NDVI akan menduga lengas tanah lebih rendah (under estimate). Sebaliknya, indeks yang dihasilkan dari komponen utama pertama (PC1) dapat menduga lengas tanah pada kedua kondisi (dengan maupun tanpa vegetasi). Hubungan antara NDVI dengan lengas tanah telah diteliti Adiningsih, dkk. 6). Adapun persamaannya yang didapat untuk Pulau Jawa adalah: (untuk kedalaman tanah 0-20 cm) (untuk kedalaman tanah >20 cm) GGambar Citra Citra Principal Principal Component Component 1 atau Soil 1 atau Brightness Soil Brightness Index Pulau Index Jawa dari Pulau data Jawa AVHRR dari kanal data 1, 2 dan 3 tanggal 25 Agustus AVHRR kanal 1, 2 dan 3 tanggal 25 Agustus Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa transformasi komponen utama dari data NOAA-AVHRR dapat diterapkan untuk menduga kadar lengas tanah di Pulau Jawa. Koefisien transformasi rata-rata total untuk PC1 memiliki nilai positif tertinggi untuk kanal 1, diikuti dengan kanal 2, kanal 5, dan kanal 3, sedangkan untuk kanal 4 bernilai negatif. Koefisien transformasi rata-rata total untuk PC2 memiliki nilai positif tertinggi untuk kanal 4, diikuti dengan kanal 1, dan 2, sedangkan untuk kanal 3 dan 5 bernilai negatif. Koefisien transformasi rata-rata total untuk PC3 memiliki nilai positif untuk semua kanal, yaitu tertinggi untuk kanal 1, diikuti kanal 3, 2, 4, dan 5. Kanal 1 sangat responsif terhadap kondisi lengas tanah, kehijauan (greenness), dan kelembaban (wetness) seperti yang digambarkan oleh nilai PC1, PC2, dan PC3. Kanal 4 juga responsif terhadap kondisi lengas tanah, kehijauan (greenness), tetapi kurang responsif terhadap kelembaban (wetness). Komponen utama pertama (PC1) atau disebut pula Soil Brightness Index merupakan penduga lengas tanah terbaik dibandingkan dengan PC2 dan PC3 maupun NDVI, yaitu dengan korelasi 61.4 % untuk kedalaman tanah 0-20 cm dan 83.3 % untuk kedalaman tanah >20 cm. Daftar Pustaka 1. Dirgahayu, D., Sitanggang, G., Carolita, I., Arifin, S., dan Surlan, Penggunaa data radar dan optik untuk memprediksi kelengasan lahan (Studi kasus pada areal tanaman tebu), Proyek Perencanaan dan Peningkatan Ketatalaksanaan, Lapan, Jakarta, 1997.

8 222 JMS Vol. 9 No. 1, Maret Morisson, D.F., Multivariate Statistical Method, 3 rd ed. McGrawHill Publishing Company, Singapura, Horler, D.N. & Ahern, F.J., Forestry information contents of thematic data, Int. J. Remote Sensing, 7, , (1986). 4. Abdurrazak, M. N., Profil Nilai Digital Awan dan Asap Kebakaran, Skripsi, Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Adiningsih, E.S., Prasasti, I., Effendi, I., Khomarudin, M.R., Wiweka, Las, I., & Impron, Penentuan awal musim tanam menggunakan data satelit lingkungan dan cuaca di pulau jawa. Prosiding Seminar Internasional Penginderaan Jauh dalam Pengembangan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Jakarta, April Ernawati, Transformasi Komponen Utama Data Citra Landsat TM5 pada Areal Tanaman Padi, Skripsi, Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2001.

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA Briliana Hendra P, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Teknik Geomatika-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia Email : gm0704@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 3 September 2008:132-137 KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR Muchlisin Arief, Kustiyo, Surlan

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS M. Rokhis Khomarudin 1, Orta Roswintiarti 1, dan Arum Tjahjaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP I. Pengantar Kapustekdata PROTOTYPE Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP Kegiatan ini merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran strategis dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Teknologi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING)

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING) REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING) Poin Review Judul Jurnal Remote Sensing of the Seasonal Variability of Penulis/Peneliti Abstract Pendahuluan Vegetation in A Semi-Arid

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA Ashari Wicaksono 1, Firman Farid Muhsoni 2, Ahmad Fahrudin 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Model, Analisis, Desain dan Implementasi

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Model, Analisis, Desain dan Implementasi Klasifikasi Area Pada Citra Satelit Dan Penerapannya Pada Pedeteksian Banjir Di Situs Bengawan Solo Arif Rachman H 1), Ir. Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D 2), Nana Ramadijanti, S.Kom, M.Kom 3) Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH 2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet ESTIMASI PRODUKTIVITAS PADI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA AKTUALITA DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari Anneke KS Manoppo dan Yenni Marini Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh e-mail: anneke_manoppo@yahoo.co.id Potret kenampakan bumi di malam hari (Sumber: NASA)

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Satelit FORMOSAT-2 Di Daerah Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Timur)

Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Satelit FORMOSAT-2 Di Daerah Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Timur) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Apr, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Satelit FORMOSAT-2 Di Daerah Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Timur) Agneszia Anggi Ashazy dan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Titik Panas Titik panas (hotspot) adalah indikator kebakaran hutan yang mengindikasikan suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya. Definisi

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias) Berita Dirgantara Vol. 12 No. 3 September 2011:104-109 PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias) Susanto, Wikanti Asriningrum

Lebih terperinci

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur Abstrak KMA (Korean Meteorology Administrator) sudah menghasilkan SST dari geostasioner dan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu penginderaan jauh berkembang sangat pesat dari masa ke masa. Teknologi sistem sensor satelit dan berbagai algoritma pemrosesan sinyal digital memudahkan pengambilan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 73 ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Himawan Adiwicaksono, Sudarto *, Widianto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Hasil penelitian tugas akhir ini berupa empat model matematika pendugaan stok karbon. Model matematika I merupakan model yang dibentuk dari persamaan regresi linear

Lebih terperinci

1 Peneliti Pusbangja, LAPAN 2 Dosen Statistika, IPB 3 Mahasiswa Statistika, IPB. Abstrak

1 Peneliti Pusbangja, LAPAN 2 Dosen Statistika, IPB 3 Mahasiswa Statistika, IPB.   Abstrak ANALISIS PENERAPAN METODE KRIGGING DAN INVERS DISTANCE PADA INTERPOLASI DATA DUGAAN SUHU, AIR MAMPU CURAH (AMC) DAN INDEKS STABILITAS ATMOSFER (ISA) DARI DATA NOAA-TOVS (The Analizys of Application of

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci