BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa Awal. yang Berpacaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa Awal. yang Berpacaran"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa Awal yang Berpacaran 1. Pengertian Triangular Theory of Love Sternberg Cinta merupakan salah satu tema yang selalu menarik untuk dibicarakan dari dulu hingga saat ini, karena hampir sebagian besar manusia pernah mengalaminya. Maka tidak heran jika dari generasi ke generasi orang mencoba mendefinisikan apa itu cinta yang sesungguhnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta adalah: 1. Suka sekali; sayang benar; 2. kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan); 3. ingin sekali; berharap sekali; rindu; 4. susah hati (khawatir); risau. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) Dalam Kamus Lengkap Psikologi, love (cinta) adalah: 1. Satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu komponen seksual, 2. Satu sentimen dengan sifat karakteristik dominan ialah satu perasaan kuat penuh kasihsayang/cinta; ditunjukkan oleh kecintaan seseorang terhadap tanah airnya, 3. (Psikoanalisis) naluri libidinal atau erotis, yang mencari kepuasan atau pemuasan pada satu objek, 4. (Watson) dengan ketakutan dan kemurkaan, salah satu dari ketiga emosi primer atau emosi yang melekat menjadi sifat asli, 5. Dalam penulisan religius, berupa satu kualitas spiritual dan mistik yang mempersatukan individu dengan Tuhan. (J.P. Chaplin, 2005) Nevid & Rathus (2005) mendefinisikan cinta sebagai sebuah emosi yang kuat dan positif, yang melibatkan perasaan kasih sayang dan keinginan untuk 11

2 12 bersama dengan atau menolong orang lain. Dijelaskan lebih lanjut oleh Maslow (dalam Akrom, 2008), bahwa emosi tersebut menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia. Sesungguhnya, cinta merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia, sehingga jika tidak ada cinta maka perkembangan kemampuan manusia akan terhambat. Menurut Dariyo (2003) cinta merupakan sutu perasaan emosi yang bersifat positif yang memiliki pengaruh positif bagi individu. Ahmadi (2002) mengatakan bahwa cinta merupakan salah satu bentuk dari ketertarikan dua orang yang berbeda jenis kelamin antar pribadi antara pria dan wanita. Sedangkan Hazam (dalam Jamal, 2007) menyatakan bahwa cinta merupakan ungkapan perasaan jiwa, ekspresi hati dan gejolak naluri yang menggelayuti hati seseorang terhadap kekasihnya. Cintaterlahir dengan penuh semangat, kasih sayang dan kegembiraan. Cinta hakiki tidak akan dapat dimengerti kecuali dengan sebuah pengorbanan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cinta merupakan perwujudan afeksi yang kuat terhadap seseorang sehingga menimbulkan keinginan untuk bersama dan menyejahterakan. Untuk memahami cinta secara mendalam, Sternberg(1986) mengajukan sebuah model yang dinamakan teori segitiga cinta (triangular theory of love). Teori segitiga cinta adalah teori Sternberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama yaitu keintiman, gairah dan komitmen (Sternberg dalam Santrock, 2002). Aron & Westbay (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan, formulasi ini menunjukkan bahwa masing-masing hubungan cinta terdiri dari tiga komponen dasar yang hadir pada derajat yang berbeda pada pasangan yang

3 13 berbeda.berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa triangular theory of love Sternberg merupakan suatu konsep cinta yang dikemukakan oleh Sternberg, yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga komponen dasar yaitu keintiman, gairah dan keputusan/komitmen. 2. Komponen-komponen Segitiga Cinta Sternberg Sternberg (1986) menyatakan bahwa dalam triangular theory of love, cinta dapat dipahami seperti sebuah segitiga yang masing-masing sudutnya merupakan komponen cinta. Ketiga komponen ini adalah keintiman (sudut bagian atas dari segitiga), gairah (sudut bagian kiri dari segitiga), dan keputusan/komitmen (sudut bagian kanan dari segitiga). Komponen-komponen segitiga cinta Sternberg dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 Komponen-komponen Segitiga Cinta Sternberg Keintiman Gairah Komitmen a. Keintiman (Intimacy) Komponen keintiman merupakan kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan kekuatan dari ikatan yang menahan pasangan bersama (Baron & Byrne, 2005). Keintiman mengandung elemen afeksi yang mendorong individu untuk

4 14 selalu memiliki kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang lain yang tidak dicintai. Hal ini terjadi karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, sehingga merasa tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan disisinya (Dariyo, 2008). Dengan kata lain, keintiman merupakan perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan hal berbagi dalam hubungan (Sternberg dalam Santrock, 2002). Keintiman berasal dari saling keterikatan yang kuat, sering (intens), dan beragam bentuknya. Dengan demikian maka keintiman pasangan dicirikan dengan ikatan yang kuat dan intensitas interaksi yang tinggi dalam beragam bentuk. Selama tahap awal hubungan, keintiman dimulai dengan tingkat yang rendah namun akan meningkat dengan cepat ketika pasangan saling berkomunikasi dan terbuka satu sama lain (Sternberg, 2009). Pasangan yang memiliki derajat keintiman yang tinggi akan mempedulikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama lain, saling menghargai, menyukai, bergantung, dan memahami satu sama lain (Baron & Byrne, 2005). Menurut Sternberg (2009) komponen keintiman tidak hanya dapat terjadi pada hubungan romantis melainkan dapat terjadi pada hubungan cinta terhadap anak-anak, atau cinta terhadap sahabat. Komponen keintiman merupakan fondasi di setiap jenis hubungan cinta (Sears, 2009). Sternberg & Grajek (Sternberg, 2009) mengidentifikasi sepuluh komponen keintiman dalam cinta yaitu : 1. Sangat ingin meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai

5 15 Seseorang yang dilanda cinta pasti ingin memerhatikan pasangannya dan berusaha meningkatkan kesejahteraannya. Seseorang mungkin saja mengorbankan diri demi meningkatkan kesejahteraan orang lain, tetapi kadang-kadang ada juga harapan yang muncul bahwa perbuatan itu akan mendapat balasan. 2. Merasakan kegembiraan dengan orang tercinta Seseorang yang dilanda cinta pasti ingin menikmati kebersamaan bersama dengan pasangannya. Saat melakukan banyak hal secara bersama-sama, pecinta akan menikmatinya dan membentuk kenangan-kenangan yang mungkin akan diingat pada masa-masa sulit dikemudian hari. 3. Menggenggam orang tercinta penuh rasa hormat Pecinta sangat memikirkan dan menghargai pasangannya. Walaupun para pecinta mengenali kekurangan dalam diri pasangannya, namun hal ini tidak akan mengurangi rasa hormat yang diberikan. 4. Mampu mengandalkan orang yang dicintai saat membutuhkan Para pecinta menginginkan pasangan ada di sisinya saat dibutuhkan. Ketika dirinya membutuhkan pasangannya, pecinta dapat menghampiri pasangannya dan mengharapkan bantuannya. 5. Saling memahami Pasangan kekasih berharap bisa saling memahami. Pasangan kekasih mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dan bagaimana menanggapi kelebihan dan kekurangan tersebut. Mampu memberikan empati terhadap kondisi emosi pasangan.

6 16 6. Membagi diri dan harta miliknya dengan orang tercinta Seseorang rela memberikan diri dan waktunya, seperti juga barang-barang miliknya kepada pasangan. Para pecinta juga berbagi harta miliknya saat dibutuhkan dan yang paling penting pecinta bersedia saling berbagi diri. 7. Menerima dukungan emosional dari kekasih Pecinta akan merasa didukung dan dikuatkan oleh pasangannya terutama pada masa-masa sulit. 8. Memberikan dukungan emosional kepada orang yang dicintai Seseorang akan mendukung pasangannya dengan berempati dan memberikan dukungan emosional terutama pada saat yang dibutuhkan. 9. Berkomunikasi secara lebih intim dengan orang yang dicintai Seseorang dapat berkomunikasi secara mendalam dan jujur dengan orang yang dicintainya, berbagi perasaan-perasaan yang paling mendalam. 10. Menghargai orang yang dicintai Seseorang merasakan betapa pentingnya keberadaan sang kekasih dalam kehidupnya. Kesepuluh hal tersebut merupakan beberapa perasaan yang mungkin dirasakan seseorang sehubungan dengan keintiman cinta. Namun untuk dapat merasakan pengalaman keintiman, tidak harus merasakan semua komponen di atas karena dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sternbergdan Susan Grajek dibuktikan bahwa sesorang akan merasakan pengalaman keintiman jika merasakan sejumlah komponen-komponen di atas dan jumlahnya berbeda pada

7 17 setiap individu. Biasanya pengalaman ini tidak dirasakan secara terpisah, namun sebagai suatu kesatuan (Sternberg, 2009). Yudisia (2013) menyatakan bahwa keintiman dapat diwujudkan dengan mengurangi perilakumementingkan diri sendiri, arogan, dan tidak mau mendengarkan pasangan. Keintiman dapat diekspresikan dengan cara mengirimkan pesan singkat bermakna cinta, memberi hadiah kejutan meski kecil atau murah, makan es krim atau kue berdua, menyiapkan teh atau cokelat hangat bagi pasangan, mentraktir dengan makanan kesukaan, memberi perhatian istimewa pada orang tua dan kerabat pasangan, mendengarkan pasangan bercerita dan berkeluh kesah, mendukung hobi pasangan, memahami jadwal kerja, memahami posisinya di tempat kerja berikut tanggungjawabnya. b. Gairah (Passion) Sternberg (dalam Sears, 2009) menyatakan bahwa komponen gairah berisi dorongan yang menimbulkan emosi kuat dalam hubungan cinta. Dalam suatu hubungan dekat, daya tarik fisik dan seksual sangat penting. Akan tetapi mungkin juga ada motif lain, seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima perhatian, kebutuhan untuk menjaga harga diri dan untuk mendominasi. Dariyo (2008) mendefinisikan komponen gairah sebagai elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang merasa ingin dekat secara fisik, menikmati/merasakan sentuhan fisik, ataupun melakukan hubungan seksual dengan pasangan hidupnya. Namun bila dicermati secara mendalam, gairah juga dapat ditunjukkan dengan sentuhan fisik, membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, memeluk, mencium atau hubungan seksual. Ditambahkan oleh Yudisia (2013), bahwa gairah adalah sisi

8 18 cinta yang membutuhkan pembuktian fisik. Gairah dapat dimunculkan dengan cara menyentuh jari jemari, menatap mata, memberikan aroma wangi, berpenampilan menarik, memeluk bahu dan pinggang pasangan. Hatfield & Walster (dalam Sternberg, 1986) menyatakan bahwa gairah merupakan suatu keadaan yang secara mendalam membuat seseorang selalu ingin bersama dengan orang yang dicintainya. Menurut Sternberg (2009) gairah merupakan ekspresi dari keinginan dan kebutuhan seperti harga diri, pengasuhan, afiliasi, dominasi, kepatuhan, dan kebutuhan seksual. Ekspresi dari berbagai kebutuhan tersebut berbeda-beda tergantung pada orangnya, situasi dan jenis hubungan cinta. Kebutuhan-kebutuhan ini termanifestasi dalam gairah fisiologis dan psikologis, yang sering kali tak dapat dipisahkan satu sama lain. Maka komponen gairah tampak sangat bergantung pada daya tarik fisik dan psikologis. Komponen gairah dalam cinta cenderung berinteraksi dan saling melengkapi dengan komponen keintiman. Bahkan terkadang gairah dapat dibangkitkan melalui keintiman. Dalam beberapa hubungan yang melibatkan lawan jenis, komponen gairah akan muncul dengan cepat dan keintiman akan mengikuti kemudian. Gairah bisa jadi merupakan hal pertama yang menarik individu ke dalam suatu hubungan, tetapi keintiman akan membantu dalam memperkuat hubungan tersebut. Dalam hubungan dekat lainnya, gairah akan muncul belakangan setelah munculnya keintiman. Terkadang gairah dan keintiman saling berlawanan. Misalnya dalam hubungan prostitusi, seseorang mungkin mencari pemenuhan kebutuhan gairah sembari meminimalkan keintiman. Jadi, walaupun interaksi antara keintiman dan gairah bervariasi pada

9 19 setiap orang dan situasi, tetapi interaksi antara kedua komponen tersebut nyaris ditemui dalam sebuah hubungan erat dengan cara apapun(sternberg, 2009). Ketika berbicara tentang gairah sebagian besar orang memandangnya secara seksual, padahal bukan sekedar itu. Akan tetapi, dalam setiap kebutuhan psikofisiologis dapat dikatakan sebagai pengalaman gairah. Contohnya, seseorang dengan kebutuhan kasih sayang yang tinggi mungkin akan mendapatkan pengalaman gairah pada orang yang memberikan kasih sayang padanya (Sternberg, 2009). c. Keputusan/Komitmen (Decision/Commitment) Komponen komitmen merupakan faktor kognitif dalam model segitiga cinta Sternberg(Baron & Byrne, 2005). Komponen komitmen terdiri atas dua aspek yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Aspek jangka pendek adalah keputusan untuk mencintai orang lain. Sementara aspek jangka panjang adalah komitmen untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak harus dialami bersamaan. Keputusan individu untuk mencintai seseorang tidak berarti bahwa individu akan berkomitmen terhadap rasa cinta tersebut, begitu pula sebaliknya. Namun demikian, keputusan untuk mencintai (jangka pendek) hendaknya mendahului komitmen (jangka panjang) terhadap suatu hubungan (Sternberg, 2009). Contoh komponen komitmen adalah adanya keinginan serta kesungguhan untuk memelihara hubungan meskipun penuh kesulitan dan pengorbanan (Yudisia, 2013). Komponen komitmen merupakan komponen cinta yang dapat mempertahankan suatu hubungan ketika hubungan tersebut mengalami pasang

10 20 surut. Komponen ini sangat penting untuk melalui saat-saat sulit dan untuk kembali mencapai masa yang lebih baik (Akrom, 2008). Tidak seperti keintiman dan gairah, komitmen meningkat dengan lambat pada awal hubungan. Seiring berjalannya waktu, ketika pasangan memiliki tujuan jangka panjang maka komitmen akan terus bertambah (Sternberg, 2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh Dariyo (2008), bahwa komitmen yang sejati ialah komitmen yang berasal dari dalam diri yang tidak akan pernah pudar/luntur walaupun menghadapi berbagai rintangan, godaan atau ujian berat dalam kehidupan perjalanan cintanya. Adanya rintangan, godaan atau hambatan justru menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan cinta terhadap pasangannya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, merasa berharga, dan merasa dicintai oleh pasangannya. Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta. Komponen komitmen berhubungan dengan komponen keintiman dan gairah. Bagi sebagian besar orang, komponen komitmen berasal dari kombinasi antara keintiman dan gairah penuh hasrat. Akan tetapi, keterlibatan yang intim dan gairah penuh hasrat juga dapat diakibatkan oleh komitmen, misalnya pada pasangan yang dijodohkan. Dalam hubungan seperti ini, individu akan menemukan bahwa keintiman dan gairah yang dirasakan timbul akibat komitmen kognitif terhadap hubungan yang sedang dijalani. Oleh karena itu, rasa cinta dapat berawal dari komponen komitmen (Sternberg, 2009).

11 21 Ketiga komponen dalam cinta tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda. Perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Sifat-Sifat Komponen Cinta Sifat Keintiman Gairah Komitmen Stabilitas Cukup Tinggi Rendah Cukup Tinggi Daya Kontrol Kesadaran Cukup Rendah Tinggi Kepentingan Berdasarkan Variatif Tinggi Variatif Pengalaman Tingkat Kepentingan Dalam Cukup Tinggi Rendah Hubungan Jangka Pendek Tingkat Kepentingan Dalam Tinggi Cukup Tinggi Hubungan Jangka Panjang Kesamaan Dalam Hubungan Tinggi Rendah Cukup Percintaan Kehadiran Psikofisiologis Cukup Tinggi Rendah Kerentanan Terhadap Kesadaran Cukup Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Penjelasan pada Tabel 1 dapat diilustrasikan sebagai berikut, contohnya dalam hubungan percintaan komponen keintiman dan komitmen merupakan komponen yang cenderung stabil, sementara komponen gairah dinilai sebagai komponen yang cenderung rendah sehingga kurang stabil dan naik turunnya tidak dapat diprediksi. Setiap orang memiliki kontrol kesadaran yang cukup terhadap keintiman, tingkat kesadaran yang tinggi terhadap komitmen tetapi hanya sedikit kontrol kesadaran yang berkaitan dengan gairah. Berdasarkan pengalaman, seseorang dapat menyadari kemunculan gairah namun tidak bisa sepenuhnya sadar akan adanya keintiman dan komitmen. Terkadang seseorang merasakan keintiman yang hangat tanpa menyadarinya bahkan tidak mampu melabelinya. Hal serupa sering kali terjadi ketika seseorang tidak menyadari seberapa kuat komitmen yang dimiliki terhadap suatu hubungan, sampai ada seseorang atau

12 22 suatu peristiwa yang mengganggu atau menjadi pemicu permasalahan dalam hubungannya tersebut (Sternberg, 2009). Peran masing-masing komponen cinta berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada hubungan cinta yang berlangsung merupakan hubungan jangka pendek atau jangka panjang. Dalam hubungan yang bersifat jangka pendek, terutama dalam hubungan romantis, komponen gairahlah yang cenderung berperan besar, keintiman hanyalah memainkan peran kecil, sementara komitmen hampir tidak ditemukan. Sebaliknya dalam hubungan jangka panjang, keintiman dan komitmen biasanya memiliki peran yang sangat besar, sedangkan gairah hanya berperan kecil dan itu pun kemungkinan akan menurun seiring berjalannya waktu (Sternberg, 2009). Keberadaan ketiga komponen cinta ini juga berbeda dalam hal kemiripannya dengan hubungan-hubungan cinta lainnya. Komponen keintiman biasanya menjadi inti dari banyak hubungan cinta, entah hubungan itu terhadap orang tua, saudara sekandung, kekasih ataupun teman dekat. Komponen gairah cenderung terbatas pada jenis hubungan cinta tertentu, khususnya hubungan yang romantis. Sementara komponen komitmen dapat bervariasi derajatnya diseluruh bentuk hubungan cinta. Misalnya, komitmen cenderung lebih tinggi dalam hubungan orang tua dan anak, tetapi relatif rendah pada hubungan pertemanan. Ketiga komponen ini juga berbeda jika dilihat dari segi psikofisiologis. Komponen gairah sangat bergantung pada fungsi psikofisiologis, sementara komitmen melibatkan fungsi psikofisiologis yang relatif kecil. Adapun

13 23 komponenkeintiman hanya memasukkan fungsi psikofisiologis dalam kadar sedang (Sternberg, 2009). Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen cinta yang dikemukakan oleh Sternberg yaitu keintiman, gairah dan komitmen. Keintiman dapat dideskripsikan sebagai elemen afeksi yang mencakup berbagai perasaan emosional yang menunjang kehangatan, kedekatan, dan hal berbagi dalam suatu hubungan. Gairah dideskripsikan sebagai elemen motivasional yang mengarah pada daya tarik fisik dan seksual pada pasangan. Sedangkan komitmen berdasarkan pada elemen kognitif dan memiliki dua aspek yang dapat dideskripsikan sebagai suatu keputusan untuk mencintai orang lain (aspek jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut (aspek jangka panjang). Ketiga komponen cinta ini memiliki sifat yang agak berbeda. Perbedaan sifat ini cenderung menyoroti beberapa cara dimana ketiga komponen cinta berfungsi dalam suatu pengalaman cinta pada berbagai jenis hubungan dekat. 3. Jenis-jenis Cinta Sternberg Sternberg (2009) menyebutkan bahwa kombinasi dari ketiga komponen cinta tersebut akan menghasilkan jenis-jenis cinta yang berbeda. Jenis-jenis cinta ini memiliki perbedaan dalam jumlah komponen yang terlibat dan komponen mana yang menyusunnya. Jenis-jenis cinta tersebut yaitu: 1. Tidak Ada Cinta (Non Love) Merupakan jenis hubungan yang terjadi jika tidak terdapat satupun dari ketiga komponen cinta yang ada. Ini terjadi pada hubungan yang

14 24 sederhana dan yang terjadi hanya interaksi biasa tanpa ada cinta. Contoh: perkenalan. 2. Menyukai (Liking) Jenis cinta yang hanya memiliki komponen keintiman, tanpa gairah dan komitmen. Terdapat pada hubungan yang berciri pertemanan. Seseorang akan merasakan kedekatan, saling terikat dan nyaman tanpa adanya gairah maupun komitmen untuk membentuk hubungan jangka panjang. 3. Cinta nafsu (Infatuation love) Hanya memiliki komponen gairah tanpa ada komponen keintiman dan komitmen, biasanya merupakan cinta yang terjadi pada pandangan pertama. Jenis cinta ini dapat muncul secara cepat dan menghilang dengan cepat pula. Cinta nafsu dicirikan dengan adanya keterbangkitan psikofisiologis dan tanda-tanda fisik seperti detak jantung meningkat, jantung berdebar keras, peningkatan sekresi hormon dan adanya ereksi alat genital (penis atau klitoris). 4. Cinta Hampa (Empty love) Jenis cinta ini hanya didasarkan pada komponen komitmen tanpa ada komponen keintiman dan gairah. Biasanya terdapat pada pasangan yang telah lama menikah dalam waktu yang panjang, misalnya: terjadi pada pasangan usia lanjut. Pada jenis cinta ini, pasangan kehilangan keterlibatan emosional satu sama lain dan juga tidak ada lagi daya tarik fisik. Di masyarakat tertentu, jenis cinta ini berada diakhir hubungan jangka panjang. Namun di masyarakat lain, jenis cinta ini mungkin merupakan

15 25 tahap pertama dari sebuah hubungan jangka panjang. Misalnya, individu memulai perkawinan dengan komitmen untuk mencintai satu sama lain atau mencoba mencintai satu sam lain. 5. Cinta Romantis (Romantic love) Jenis cinta ini merupakan kombinasi antara komponen keintiman dan gairah, tetapi tidak memiliki komponen komitmen. Sehingga pasangan yang jatuh cinta romantis ini merasakan saling tertarik secar fisik dan terikat secara emosional, tetapi tidak mengharapkan hubungan jangka panjang (pernikahan). 6. Cinta persahabatan (Companionate love) Merupakan hasil kombinasi dari komponen keintiman dan komitmen tanpa adanya komponen gairah. Jenis cinta ini pada dasarnya merupakan pertemanan berkomitmen kuat, bersifat jangka panjang, dan dalam hubungan perkawinan yang lama ketertarikan fisik tidak akan menggairahkan lagi. 7. Cinta buta (Fatous love) Merupakan hasil kombinasi dari komponen gairah dan komitmen tetapi tidak memiliki komponen keintiman. Cinta ini sulit untuk dipertahankan karena kurang adanya aspek emosi antar pasangan. 8. Cinta sejati (Consummate love) Cinta sejati atau cinta sempurna merupakan cinta yang tersusun atas komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Jenis cinta ini merupakan jenis cinta yang ideal sehingga setiap individu berusaha untuk

16 26 mendapatkannya. Cinta jenis ini dapat dijumpai dalam hubungan cinta orang dewasa atau hubungan antara orang tua dan anak (Sears, 2009). Namun Sternberg (2009) mengungkapkan bahwa hal ini serupa dengan menurunkan berat badan yang mudah dilakukan dalam waktu sesaat, tetapi sulit untuk mempertahankan sepanjang waktu. Maka Sternberg (dalam Yudisia, 2013) mewanti-wanti bahwa memperoleh consummate love mungkin mudah, tetapi mempertahankannya yang sulit. Sehingga salah satu cara yang harus diperhatikan adalah mengimplementasikan masingmasing komponen cinta baik keintiman, gairah, komitmen dalam bentuk ekspresi dan aksi nyata. Sternberg (dalam Yudisia, 2013) mengatakan bahwa tanpa ekspresi dan aksi cinta yang besarpun dapat mati. Rangkuman mengenai jenis-jenis cinta di atas dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Taksonomi Jenis Cinta No Jenis Cinta Keintiman Gairah Komitmen 1 Tidak Ada Cinta Menyukai Cinta nafsu Cinta hampa Cinta romantis Cinta persahabatan Cinta buta Cinta sejati/sempurna Catatan : tanda (+) menandakan kehadiran komponen dan tanda (-) menandakan ketidakhadiran komponen. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kombinasi dari ketiga komponen tersebut membentuk beberapa jenis cinta yaitu tidak ada cinta (non love), menyukai (liking), cinta nafsu (infatuation love), cinta hampa (empty

17 27 love), cinta romantis (romantic love), cinta persahabatan (companionate love), cinta buta (fatous love), dan cinta sejati/sempurna (consummate love). 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cinta Menurut Qayyim (dalam Yusuf, 2005), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kualitas cinta seseorang. Jika ketiganya menguat dan sempurna, cinta akan menjadi kuat dan mengakar. Sebaliknya, jika ketiganya melemah dan tidak terlalu kuat pada diri seseorang, rasa cinta juga akan semakin berkurang. Ketiga faktor tersebut, antara lain : 1. Sifat-sifat yang membuat pasangan saling mencintai Faktor pertama misalnya keelokan tubuh. Faktor ini sifatnya relatif, pengaruhnya kepada setiap orang berbeda-beda. Seseorang mungkin biasabiasa saja melihat pesona kecantikan atau ketampanan seseorang, walaupun di mata orang yang mencintai, pesona keindahan itu tampak sempurna. Jadi, orang yang dicintai adalah orang yang paling indah dimata orang yang mencintai. 2. Perhatian kekasih terhadap sifat-sifat tersebut Individu telah menyadari sifat apa saja yang menyebabkan rasa cinta pada kekasihnya. Perhatiannya pada sifat-sifat itu amat menonjol dan diprioritaskan, mengalahkan perhatiannya pada sifat-sifat lain. Jika sifat yang menjadi prioritas perhatiannya ini terus dilihatnya, maka individu akan dapat memaklumi dan mengabaikan sifat-sifat jelek yang dimiliki kekasihya.

18 28 3. Pertautan atau kesesuaian sesorang yang jatuh cinta dengan yang dicintainya Pertautan jiwa ini merupakan penyebab cinta yang paling kuat. Hal ini merupakan faktor yang menyatukan jiwa kedua insan yang sedang jatuh cinta. Pertautan jiwa dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Pertautan asal (dari pencipta), tumbuh karena adanya kesamaan beberapa karakter dan kepribadian. b. Pertautan yang tumbuh dari luar, timbul karena adanya suatu maksud tertentu. Dalam hal ini, seseorang mencintai orang lain karena ada hal-hal tertentu yang ingin diperoleh dari orang yang dicintai itu. Misalnya, seseorang mencintai orang lain karena orang tersebut tampan/cantik, anak pejabat, atau karena ingin memiliki harta orang yang dicintai. Kesesuaian karakter dan jiwa dua manusia, pengaruhnya lebih kuat dalam menimbulkan rasa saling cinta dibandingkan sekedar keindahan tubuh. Jika seseorang tertarik pada pasangan karena merasa mempunyai kesesuaian karakter, ketertarikan ini akan tumbuh semakin kuat. Berbeda dengan ketertarikan akibat kecantikan wajah. Ketertarikan ini akan mudah luntur seiring dengan lunturnya kecantikan tersebut. Menurut Soloski, Pavkov, Sweeney dan Wetchler (2013), terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi cinta yang berhubungan dengan kepuasan suatu hubungan antara lain : faktor pengalaman, hubungan dengan orang tua

19 29 dimasa kecil, jenis kelamin, ras, kondisi ekonomi, religiusitas, dan lama hubungan. Selain itu dalam penelitiannya, Tung (2007) menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi komponen cinta, seperti : 1. Jenis kelamin, terdapat perbedaan komponen cinta antara priadan wanita. 2. Lama hubungan, keintiman pada pasangan yang sudah menikah dan pada pasangan yang menjalin hubungan lebih dari dua tahun tidak menunjukkan perbedaan, tetapi berbeda bila dibandingkan dengan pasangan yang baru dua tahun atau kurang. 3. Tahapan hubungan, komitmen menunjukkan perbedaan yang jelas di tahap hubungan, dari kencan, berencana untuk menikah dan menikah. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa cinta dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : sifat-sifat yang ada pada diri pasangan yang membuat sepasang kekasih saling mencintai, kesesuaian diri dengan pasangan, pengalaman individu, hubungan dengan orang tua dimasa kecil, jenis kelamain, ras, kondisi ekonomi, religiusitas, lama hubungan, dan tahapan dalam suatu hubungan. 5. Dewasa Awal yang Berpacaran Salah satu periode transisi yang paling penting dalam perkembangan hidup seseorang adalah ketika remaja berkembang ke periode dewasa, periode transisi ini dikenal dengan masa dewasa awal. Periode ini merupakan perluasan dari masa remaja dan sebagian lagi merupakan percobaan atas peran dewasa. Eksperimen dan eksplorasi menjadi ciri khas pada tahapan ini, banyak individu dewasa awal

20 30 yang masih mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka geluti, identitas yang mereka inginkan, dan jenis hubungan dekat yang akan dijalani (Arnett, dalam King 2016). Periode perkembangan dewasa awal dimulai pada awal usia 20-an sampai usia 30-an. Menurut Santrock (2012) masa dewasa awal merupakan masa untuk mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, perkembangan karier, serta bagi sebagian besar orang adalah masa untuk memilih pasangan, belajar untuk mengenal seseorang secara lebih dekat, memulai keluarga sendiri dan mengasuh anak. Havighurst (Mὅnks dkk, 2014) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa muda, yaitu: mencari dan menemukan jodoh, belajar hidup dengan suami/istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengemudikan rumah tangga, menemukan kelompok sosial yang cocok, menerima tanggung jawab sebagai warga negara, dan mulai bekerja. Dari tugas perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas terpenting pada masa dewasa awal adalah membangun hubungan intim dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Erikson, dimana Erikson meyakini bahwa individu dewasa awal memiliki tugas penting dalam hal menjalin hubungan intim (King, 2016). Menurut Erikson (dalam King, 2016) pada masa dewasa awal, individu menghadapi dilema perkembangan yang melibatkan intimacy versus isolation. Pada tahap ini, individu akan membentuk hubungan intim dengan individu lain atau terisolasi dari lingkungan sosial. Jika individu dewasa awal mengembangkan hubungan pertemanan dan hubungan intim yang sehat dengan pasangan, maka

21 31 keintiman akan tercapai dan isolasi tidak akan terjadi. Apabila tugas-tugas perkembangan tercapai dengan sukses, maka akan menimbulkan kebahagiaan dan keberhasilan dalam menghadapi tugas perkembangan selanjutnya (Mὅnks dkk, 2014). Salah satu cara penting bagi individu dewasa awal untuk dapat mencapai keintiman adalah dengan mencari dan menemukan calon pasangan hidup, maka individu dewasa awal akan cenderung bergonta-ganti pasangan sebelum akhirnya menentukan calon pasangan hidup yang dirasa cocok (Hurlock, 1992). Maka pada masa ini, dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan cara berpacaran (Dariyo, 2008). Bowman (dalam el-hakim, 2014) mendefinisikan pacaran sebagai kegiatan bersenang-senang yang dilakukan oleh pria dan wanita yang belum menikah, dan nantinya hal ini dijadikan dasar yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan. Wasikin (2004) menyebutkan bahwa pacaran merupakan suatu hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan berlangsung atas dasar perasaan cinta. Dijelaskan lebih lanjut oleh Wasikin (2004), bahwa masa pacaran merupakan masa untuk saling mengenal secara khusus sehingga ketika berpacaran seseorang akan belajar untuk mengenal dan memahami karakter, kepribadian, kebiasaan maupun tutur kata pasangannya. Menurut Havighurst (dalam Widianti, 2006), pacaran adalah hubungan antara priadan wanita yang diwarnai dengan keintiman dimana keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui sebagai pacar serta dapat memenuhi kebutuhan dari kekurangan pasangannya. Kebutuhan itu meliputi

22 32 empati, saling mengerti dan menghargai antarpribadi, berbagi rasa, saling percaya dan setia dalam rangka memilih pasangan hidup. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal yang berpacaran adalah pria dan wanita yang berada pada rentang usia 20 sampai 30 tahun, yang sedang menjalani suatu hubungan atas dasar perasaan cinta dan belum menikah serta memiliki tujuan untuk saling mengenal satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum melangkah ketahap yang lebih serius yakni pernikahan. 6. Gambaran Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa Awal yang Berpacaran Salah satu kelompok yang tidak terlepas dari masalah cinta adalah individu yang berada pada masa dewasa awal (Antonucci dalam Irmawati dan Saragih, 2005). Masa dewasa awal merupakan periode perkembangan yang dimulai pada awal usia 20-an sampai dengan usia 30-an (Santrock, 2012). Pada masa ini, individu dewasa awal memiliki beberapa tugas perkembangan yang juga dibarengi dengan kematangan fungsi seksual (Simandjuntak & Pasaribu, 1984). Tugas perkembangan terpenting pada masa dewasa awal adalah membangun hubungan intim dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2012), yang nantinya dapat membantu pencapaian tugas perkembangan lain yaitu untuk menemukan calon pasangan hidup (Havighurst, Mὅnks dkk, 2002). Jika tugas perkembangan ini dapat tercapai dengan sukses, maka akan menimbulkan kebahagiaan dan keberhasilan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan selanjutnya (Mὅnks dkk, 2002).

23 33 Salah satu cara yang biasa dilakukan oleh banyak orang khususnya individu dewasa awal untuk menemukan calon pasangan hidup adalah dengan cara berpacaran. Bowman (dalam el-hakim, 2014) menyatakan bahwa pacaran merupakan suatu hubungan atas dasar perasaan cinta, yang dilakukan oleh pria dan wanita yang belum menikah serta memiliki tujuan untuk saling mengenal satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum melangkah ketahap yang lebih serius yakni pernikahan. Paul dan White (dalam Santrock, 2005) menyebutkan beberapa fungsi pacaranantara lain (a) pacaran sebagai bentuk rekreasi, (b) sumber status dan keberhasilan, (c) sarana bersosialisasi, (d) melatih kemampuan untuk bergaul secara intim, unik dan bermakna dengan lawan jenis, (e) sebagai eksperimen dan eksplorasi seksual, (f) sarana untuk menjalin persahabatan dalam berinteraksi dan beraktifitas dengan lawan jenis, (g) sarana pengembangan identitas, (h) sarana untuk mencari dan memilih calon pasangan hidup. Selain itu, pacaran juga merupakan sarana untuk mengenal pasangan sebelum memutuskan untuk hidup bersama. Berdasarkan beberapa fungsi tersebut, dapat disimpulakan bahwa mencari dan memilih calon pasangan hidup merupakan salah satu fungsi pacaran yang khas pada masa dewasa awal, hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan dewasa awal yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam Mὅnks dkk, 2002) yaitu untuk mencari dan menemukan jodoh. Dalam hubungan berpacaran terdapat perasaan yang disebut dengan cinta, untuk memahami cinta secara lebih mendalam Robert J. Sternberg merancang sebuah model yang dikenal dengan Triangular Theory of Love atau teori segitiga

24 34 cinta. Teori ini menyatakan bahwa cinta mencakup tiga komponen dasar yaitu keintiman, gairah dan keputusan/komitmen (Baron & Byrne, 2005). Keintiman dideskripsikan sebagai elemen afeksi yang berperan penting untuk memicu terjadinya kedekatan, kehangatan dan kepercayaan dalam hubungan. Gairah dideskripsikan sebagai elemen motivasional yang dapat memicu dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan fisik, dan penyempurnaan seksual. Sedangkan komitmen berdasarkan pada faktor kognitif yang dideskripsikan sebagai suatu keputusan untuk tetap mempertahankan suatu hubungan dan setia pada pasangan (Sternberg, 1986). Dalam suatu hubungan dekat, perbedaan ketiga komponen cinta ini cenderung berubah dari waktu ke waktu, sehingga hubungan yang berlangsung juga ikut berubah. Komponen keintiman dalam hubungan percintaan bukanlah sebuah perasaan tunggal, melainkan sekumpulan perasaan yang berbeda-beda. Keintiman merupakan fondasi dari suatu hubungan percintaan, yang bisa jadi berawal dari pembukaan diri. Pada awal hubungan, setiap pihak benar-benar merasa tidak pasti mengenai apa yang akan dikatakan, dipikirkan, atau dilakukan oleh pasangannya, karena tak satupun yang dapat memprediksi hal itu. Pada umumnya akan terjadi gangguan dan hambatan saat kedua orang tersebut mulai saling mengenal. Seiring berjalannya waktu, frekuensi gangguan mulai berkurang karena pasangan mulai saling memahami, perilaku pasangan menjadi lebih mudah diprediksi, dan menjadi saling tergantung untuk mendapatkan perilaku yang dilharapkan (Sternberg, 2009).

25 35 Pada awal hubungan percintaan komponen gairah akan lebih berperan, biasanya individu akan mengalami gelora hasrat yang disebabkan oleh daya tarik fisik maupun hal lainnya setelah bertemu dengan seseorang yang ia sukai (Sternberg, 2009). Hal ini juga dialami oleh individu yang berada pada periode perkembangan dewasa awal. Tidak bisa dipungkiri bahwa masa pacaran yang dilalui oleh individu dewasa awal juga tidak terlepas dari dorongan-dorongan biologis yang dialaminya. Hal ini terjadi karena setelah melewati masa remaja, individu dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga dirinya siap untuk melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya (Dariyo, 2008). Namun untuk sementara waktu, komponen gairah terkadang ditahan terlebih dahulu karena ditakutkan dapat merusak hubungan percintaan yang sedang dijalani (Sternberg, 2009). Sehingga pasangan dewasa awal yang berpacaran cenderung akan memilih perilaku seksual lain untuk menggantikannya, seperti memberikan sentuhan fisik, membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, memeluk atau mencium (Dariyo, 2008). Perihal keputusan/komitmen dalam sebuah hubungan dekat sebagian besar bergantung pada kesuksesan suatu hubungan. Umumnya, tingkat komitmen berawal dari nol ketika individu belum saling mengenal dan jika hubungan tersebut memiliki tujuan jangka panjang maka perkembangan komitmen akan bertambah secara perlahan pada saat-saat awal hubungan dan kemudian akan tumbuh semakin cepat. Komponen komitmen menjadi hal yang esensial untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam suatu hubungan. Komitmen bukanlah

26 36 pengakuan akan cinta tiada akhir atau jaminan bahwa hubungan sepasang kekasih akan berlangsung selamannya. Namun komitmen adalah selalu berdua dan tinggal bersama baik dalam saat susah maupun senang, dan menegaskan kembali pada diri masing-masing bahwa apapun yang terjadi, hubungan yang tengah dijalani akan selalu menjadi yang utama (Sternberg, 2009). Seiring dengan perkembangan psikososial yang semakin kompleks, kini individu dewasa awal telah mampu membuat suatu keputusan yang stabil sehingga mampu berkomitmen dengan seorang individu yang paling dicintai (Dariyo, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh pasangan dewasa awal yang sedang berpacaran. Sesuai dengan tugas perkembangan yang sedang dilalui, pada masa ini individu dewasa awal mulai membentuk relasi akrab dengan orang lain yang nantinya akan memudahkan individu dewasa awal untuk menemukan jodohnya dan berakhir pada pernikahan (Havighurst dalam Simandjuntak & Pasaribu, 1984). Menurut Acker & Davis (dalam Tung, 2007) orang-orang yang berencana menikah memiliki manifestasi komitmen lebih tinggi pada pasangannya. Ketiga komponen cinta tersebut, masing-masing diekspresikan melalui suatu tindakan. Tentu saja, tindakan yang menyatakan komponen-komponen cinta tersebut tidaklah sama antara seseorang dengan lainnya, antara sebuah hubungan dengan hubungan lainnya, dan antara satu situasi dengan situasi lainnya. Namun, ekspresi cinta melalui tindakan perlu untuk dilakukan karena memiliki efek yang baik pada hubungan percintaan (Sternberg, 2009). Putri (2010) menyatakan bahwa individu yang merasakan ekspresi cinta yang maksimal antara keintiman, gairah dan komitmen akan lebih menikmati hubungannya saat ini dan cenderung

27 37 mengharapkan hubungannya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan individu yang komponen cintanya bermasalah akan cenderung memilih hubungan jangka pendek atau dengan kata lain lebih memilih mengakhiri hubungannya. Kombinasi dari ketiga komponen cinta tersebut akan membentuk delapan jenis cinta yang berbeda, hal ini didasarkan pada ada atau tidaknya masing-masing komponen. Jenis-jenis cinta tersebut yaitu tidak ada cinta (non love), menyukai (liking), cinta nafsu (infatuation love), cinta hampa (empty love), cinta romantis (romantic love), cinta persahabatan (companionate love), cinta buta (fatous love), dan cinta sejati/sempurna (consummate love) (Sternberg, 2009). Jenis cinta yang paling diinginkan oleh banyak pasangan terutama yang sedang menjalin hubungan dekat adalah cinta sempurna. Cinta sempurna merupakan cinta ideal yang berasal dari kombinasi keintiman, gairah dan keputusan/komitmen dalam proporsi yang seimbang. Cinta sempurna akan menciptakan hubungan yang semakin erat sehingga keutuhan hubungan akan semakin terjaga (Sternberg, 2009). Cinta jenis ini merupakan cinta yang terkuat dan paling tahan lama (Dwyer, 2014). Namun terkadang dalam menjalani hubungan percintaan tidak setiap individu mampu memenuhi syarat sebuah cinta yang sempurna. Bisa saja hanya terdapat satu atau dua komponen cinta dalam suatu hubungan. Apabila hanya terdapat satu komponen cinta yang mendominasi ditakutkan dapat memicu munculnya permasalahan yang menyebabkan berakhirnya hubungan pacaran yang sedang dijalani.

28 38 Pengetahuan akan adanya komponen-komponen cinta, diharapkan dapat membuat setiap pasangan dewasa awal yang berpacaran mampu mengoptimalkan ketiga komponen cinta yang ada. Selain itu, Sternberg (2009) berharap agar setiap pasangan dapat memahami, membangun dan terus memperbaiki hubungannya sehingga terhindar dari permasalahan.

29 39 B. Pertanyaan Penelitian 1. Central Question Central Question dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran Triangular Theory of Love Sternberg pada pasangan dewasa awal yang berpacaran? 2. Sub Question merupakan pertanyaan untuk memperjelas pertanyaan utama penelitian, yang disusun berdasarkan komponen-komponen triangular theory of love Sternberg pada pasangan dewasa awal yang berpacaran yang meliputi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Apa yang dilakukan selama proses pacaran? b. Bagaimana kedekatan emosional partisipan terhadap pasangan? c. Hal apa yang membuat partisipan tertarik pada pasangan? d. Bagaimana rencana hubungan partisipan dan pasangan dimasa yang akan datang? e. Komponen cinta apa sajakah yang dimiliki partisipan dan pasangan?

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta (Love) 1. Pengertian Cinta Chaplin (2011), mendefinisikan cinta sebagai satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam interaksi sosial. Salah satu faktor yang melatar belakangi seorang individu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan dalam Hubungan Romantis 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis Hubungan romantis merupakan aktivitas bersama yang dilakukan oleh dua individu dalam usaha untuk saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan ini. Sebagian besar manusia dewasa, akan menghadapi kehidupan pernikahan. Sebelum memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id 1 Afiliasi : Asal Mula Ketertarikan Akar afiliasi pada saat infancy 6 hal penting yang dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dalam menjalin sebuah kehidupan. Salah satu dasar dalam bersosialisasi adalah cinta. Cinta adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN. 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. i ii BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II LANDASAN TEORI II.A DEFINISI CINTA.. 5 II.B KOMPONEN-KOMPONEN CINTA II.B.1 Keintiman (Intimacy).. 6 II.B.2 Gairah (Passion). 8 II.B.3

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intimacy 1. Pengertian intimacy Menurut Atwater (dalam Yesilaen, 2011) intimacy merupakan kedekatan dengan orang lain, yang ditandai dengan adanya saling berbagi pemikiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods research designs yaitu prosedur penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Individu yang memasuki tahap dewasa awal memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah mencari cinta (Santrock,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Santrock mengatakan bahwa individu pada masa dewasa awal yang berada pada rentang usia 19 39 tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim dengan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada masa dewasa awal merupakan masa puncak dalam bersosialisasi. Individu dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase perkembangan manusia

Lebih terperinci

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Setiap manusia akan selalu dihadapkan pada suatu pilihan atau keputusan yang harus diambil dalam mencari makna hidupnya. Beberapa perempuan telah mengambil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berpacaran Pada tinjauan pustaka ini akan dibicarakan terlebih dahulu definisi dari intensi, yang menjadi konsep dasar dari variabel penelitian ini. Setelah membahas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masa remaja merupakan masa yang selalu menarik untuk dibahas dari masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas LAMPIRAN I KATA PENGANTAR KUESIONER Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, maka tugas yang harus dilaksanakan adalah mengadakan

Lebih terperinci