BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektifitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. (Barnard, 1992:27) Dalam Ensklopedia umum (1977: 129), disebutkan bahwa efektivitas menunjukkan taraf tercapaunya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dikatakan dengan ukuran yang agak pasti. Menurut Cambel, J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang paing menonjol adalah: 1) Keberhasilan program. 2) Keberhasilan sasaran. 3) Keputusan terhadap program. 4) Tingkat input dan output. 5) Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121). Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 10

2 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas (kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Dimana efektif adalah: 1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) 2) manjur atau mujarab (seperti obat) 3) dapat membawa hasil; berhasil guna (seperti usaha, tindakan) 4) mulai berlaku (seperti undang-undang, peraturan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga tahun 2003:284) Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Singkatnya efektivitas memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas tersebut, maka tidaklah mengherankan jika sekian banyak pemdapat mengalami pertentangan sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengatur, dan bahkan csra menetukan indikatot dari efektivitas. 2.2 Pengertian Pelayanan Sosial Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu pelayanan dan sosial. Pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi dan non materi agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. Dapat disimpulkan dari batasan tersebut bahwa pelayanan bukan hanya pemberian berupa uang, makanan, sandang, perumahan, dan lain-lain yang bersifat materi melainkan juga bersifat non materi seperti bimbingan. Sedangkan sosial berarti 11

3 kawan, yaitu : 1) suatu badan umum ke arah kehidupan bersama manusia dan masyarakat, 2) suatu petunjuk ke arah usaha-usaha menolong orang miskin dan sengsara (Soetarso, 1977:78) Selanjutnya Syarif Muhidin memberikan defenisi pelayanan sosial dalam arti luas dan sempit, yaitu: 1) Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan tenaga kerja, dan sebagainya. 2) Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung.. Motif utama dalam pelayanan sosial adalah masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk membantu masyarakat yang lebih lemah dan kurang beruntung serta memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dupenuhi oleh mereka sendiri secara perorangan. Motif inilah yang kemudian mendorong terbentuknya lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti yayasan yang berusaha membantu, menghibur, dan memberikan kepada kliennya dengan berbagai aktivitas kegiatannya 12

4 2.2.1 Klasifikasi Pelayanan Sosial Pelayanan sosial sebagai suatu kegiatan yang terorganisir bertujuan untuk membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu: 1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan. Tujuan kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan tujuan dan motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan kepribadian. 2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial. Pelayanan ini dapat berupa bntuan singkat, intensif dan pribadi sifatnya dengan program-program perbaikan situasi lingkungan sosial, antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya juga termasuk pemulihan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial individu. 3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian informasi dan nasihat. Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan kepuasan. Pelayanan sosial yang dilaksanakan secara luas dan mempunyai karakter fundamental akan dapat memperluas perubahan sosial dan meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat. 13

5 2.2.2 Program-Program Pelayanan Sosial Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan sosial melalui kegiatan-kegiatan atau intervensi kasus yang dilanksanakan secara diindvidualisasikan, langsung, dan terorganisir yang bertujuan membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian. Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut: 1) Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan layanan yang tersedia. 2) Pelayanan terapi, mencakup pertolongan dan terapi, atau rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya, pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia. 3) Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin 1989 : 50). 14

6 2.2.3 Standart Pelayanan Sosial Kata standart yang digunakan disini dapat berarti: Suatu norma bagi pelayanan sosial. Suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk digunakan sebagai pedoman. Adapun jenis standart pelayanan sosial itu adalah: 1) Standart minimum. Standart ini digunakan apabila pemerintah menginginkan penetuan persyaratan wajib untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui standart minimum tersebut. 2) Standart maksimum. Standart ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi yang ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu. Standart maksimum ini dapat digunakan dalam perencanaan sosial jangka panjang. 3) Standart realistis. Standart ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh karenanya tidak mempunyai kkuatan memaksa. Tujuan utama standart ini adalah mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan pelayanannya. 15

7 Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan pelayanan diluar panti. Keduanya harus tercakup dalam standart yang berisikan: 1) Bangunan dan fasilitas lingkungannya. Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan. Biasanya luas panti untuk satu orang klien digunakan sebagai standart lias bangunan. Veifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun. 2) Peralatan. Peralatan ini mencakup tempat tidur, meja, kursi, dan lain-lain yang digunakan baik secara perorangan maupun bersama-sama. 3) Pelayanan operasional. Mencakup hal-hal sebagai berikut: a. makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah belah dan lain-lain). b. pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian) c. kesehatan dan kebersihan. d. rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang. 16

8 4) Pelayanan professional. Mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh) b. Pekerja sosial dan pelayanan professional lain yang terkait (jumlah dan tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh, dan sebagainya). c. Pelayanan pendidikan. d. Latihan kerja e. Pelayanan bimbingan lanjut 5) Tenaga. Standart ini mencakup kualifikasi petugas, dan peremajaan, kondisi kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya. 6) Administrasi. Mencakup supervisi, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugastugas professional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan, peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya Panti Asuhan Pengertian Panti Asuhan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:826) mendefinisikan panti asuhan sebagai rumahtempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya. Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:4) menjelaskan bahwa :Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan social yang mempunyai 17

9 tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar denganmelaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,memberikan pelayanan pengganti fisik, mental dan sosial padaanak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepatdan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuaidengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi peneruscita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif didalam bidang pembangunan nasional.kesimpulan dari uraian di atas bahwa panti asuhan merupakanlembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan penganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dansosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatanyang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuaidengan harapan Tujuan Panti Asuhan Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:6) yaitu: 1) Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantudan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yangwajar serta mempunyai keterampilan kerja, sehingga merekamenjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuhtanggung jawab, baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat. 2) Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial anak di panti asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilankerja yang mampu menopang 18

10 hidupnya dan hidup keluarganya.dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pantiasuhan adalah memberikan pelayanan, bimbingan dan keterampilankepada anak asuh agar menjadi manusia yang berkualitas Fungsi Panti Asuhan Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan dan pengentasan anak terlantar. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:7) panti asuhan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak.panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan dan pencegahan. 2) Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraansosial anak. 3) Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakanfungsi penunjang).panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan kepribadian anak-anak remaja Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi panti asuhan adalah memberikan pelayanan, informasi, konsultasi dan pengembangan keterampilan bagi kesejahteraan sosial anak 2.4. Kerangka Pemikiran Anak terlantar identik dengan kemiskinan sehingga bertambahnya populasi mereka dapat menjadi indikator bertambahnya keluarga miskin. Kemiskinan memunculkan gelandangan dan pengemis (gepeng), mereka 19

11 menjadikan tempat apapun sebagai arena hidup termasuk pasar, kolong jembatan, trotoar ataupun ruang terbuka yang ada. Penanganan anak, seperti anak terlantar sering dimanfaatkan oleh orangorang yang tidak bertanggungjawab. Sementara anak jalanan berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian anak terlantar dijabarkan dalam dalam pasal 1 ayat 6 yakni yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Sementara ketentuan yang lebih tinggi, yakni Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam pasal 28B ayat 2 disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan berbagai payung hukum yang telah diberikan berarti Negara sebenarnya telah memberikan perlindungan terhadap keberadaan anak jalanan dan terlantar tersebut. Namun dalam banyak hal seringkali masih terjebak dalam paradigma lama, kuat dalam konsep, namun lemah dalam tataran implementasi. Political will yang tidak kuat, serta kurangnya pemenuhan hak secara komprehensif kepada anak terlantar menjadi alasan tingkat anak jalanan di Indonesia masih tinggi. 20

12 Oleh karena itu, selain dari peran pihak pemerintah diharapkan masyarakat juga ikut berperan aktif dalam penanganan masalah anak terlantar juga disikapi dengan serius. Dimana anak terlantar yang merupakan calon pemimpin bangsa yang seharusnya mendapat kasih sayang dan pendidikan yang memadai, bukan bekerja di jalanan demi menghasilkan uang dan agar mereka tetap bisa hidup. Peran masyarakat juga turut andil dimana masyarakat bisa membina dan mengajar anak-anak terlantar yang tidak mempunyai orangtua, kita bisa menjadi orangtua asuh bagi mereka dengan membangun rumah singgah atau panti asuhan dimana mereka merasa terlundungi dan merasakan kasih sayang yang sama dengan anakanak yang masih memiliki orangtua. Yang hasilnya diharapkan kelak anak terlantar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat. Salah satu panti asuhan yang terlibat langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial kepada anak terlantar adalah Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah yang berlokasi di Medan Johor. Dimana panti asuhan ini membina anak-anak terlantar dengan metode pembinaan melalui pendidikan formal dan pendidikan agama islam. Proses pelayanan ini merupakan suatu upaya untuk membina wawasan pengetahuan si anak dan berahklak mulia serta melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan ditengah-tengah masyarakat. 21

13 Bagan 1 Kerangka Pemikiran Secara Sistematis Panti Asuhan Yayasan Amal- Sosial Al-Washliyah Metode Pelayanan: a. Pendidikan formal b. Pendidikan agama islam Anak Asuhan (anak terlantar, fakir miskin, dan anak yatim piatu) a. Perkembangan yang dihasilkan: Berwawasan luas b. Dapat berfungsi sosial dengan baik c. Mandiri sesuai dengan kemampuannya 22

14 2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional Defenisi Konsep. Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, peristiwa, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1) Efektivitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana yang dimiliki melalui program-program tertentu. 2) Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorgnisasi yang bertujuan untuk membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya agar berfungsi dengan baik. 3) Anak asuhan adalah anak yang hidup di jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan anak yang mempunyai orangtua serta tempat tinggal tetapi dititipkan ke panti asuhan untuk diasuh. 4) Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah adalah salah satu panti pembinaan sosial yang terlibat pembinaan anak terlantar yang berlokasi di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Panti ini adalah sebuah panti yang berlandaskan keagamaan dan pendidikan formal dalam pembinaan anakanak terlantar di panti. 23

15 Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:63). Untuk melihat variabel-variabel dan indicator-indikator dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut: 1. Metode pelayanan Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah meliputi: a. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran b. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Kemudian usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam (knowing), terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran Islam (doing), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (being). 24

16 2. Sarana dan prasarana fasilitas yang tersedia: a. Gedung dan bangunan-bangunan b. Tempat ibadah c. Kegiatan olahraga 3. Kesejahteraan dan kemandirian anak binaan, meliputi: a. Dapat berfungsi sosial atau mandiri dalam melayani dirinya sendiri. b. Sudah memiliki keterampilan.. 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Anak terlantar merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. 2.1 Panti Asuhan Dalam Perspektif PLS / PNF. Hartini (2005:12) mengatakan bahwa panti asuhan merupakan lembaga

BAB II KAJIAN TEORITIS. 2.1 Panti Asuhan Dalam Perspektif PLS / PNF. Hartini (2005:12) mengatakan bahwa panti asuhan merupakan lembaga 9 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Panti Asuhan Dalam Perspektif PLS / PNF Hartini (2005:12) mengatakan bahwa panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan non formal atau pendidikan

Lebih terperinci

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK 13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK Oleh: Sella Khoirunnisa, Ishartono & Risna Resnawaty ABSTRAK Pendidikan pada dasarnya merupakan hak dari setiap anak tanpa terkecuali.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Singgah Anak Mandiri A. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Provinsi merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Tidak hanya dalam lingkungan keluarga masyarakat juga mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. baik. Tidak hanya dalam lingkungan keluarga masyarakat juga mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak adalah aset bangsa yang harus dijaga dan di perhatikan dengan baik. Tidak hanya dalam lingkungan keluarga masyarakat juga mempunyai peran tersebut. Anak adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EFEKTIVITAS 2.1.1. Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia dan sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia dan sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan hidup manusia dan sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga maupun negara. Setiap anak terlahir dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah-tengah masyarakat masih sangat sedikit yang memiliki perhatian pada pengasuhan dan pendidikan anak yatim adalah organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah Bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah Bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah Bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1981 : 19

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi pewaris kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut kepada

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN, PENGEMIS, TUNA SUSILA DAN ANAK JALANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.102,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN SOSIAL. Taman Anak Sejahtera. Pendirian. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA PERATURAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :, a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial secara umum di Indonesia mencakup berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan anak. Saat ini Departemen Sosial menangani 26 jenis PMKS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial setiap masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatifitas dan meningkatkan keterampilannya agar menjadi sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kreatifitas dan meningkatkan keterampilannya agar menjadi sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu harapan baru bagi keberlangsungan generasi suatu bangsa. Melalui proses pendidikan, anak diberi pelatihan untuk mengembangkan kreatifitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu wadah yang dibentuk dan digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan suatu aspirasi ataupun gagasan di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1 Peranan Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Bila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan maka dia mejalankan

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK I. UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT A. Latar Belakang PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT 1. Semakin meningkatnya jumlah penyandang masalah sosial di Indonesia terutama disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA. Panti Sosial Bina Karya Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Tehnis Dinas

BAB II. GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA. Panti Sosial Bina Karya Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Tehnis Dinas BAB II. GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA A. Pengertian dan Domisilih Lembaga Panti Sosial Bina Karya Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Tehnis Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, sebagai pembimbing dalam memecahkan setiap persoalan yang ada. Sehingga dengan pendidikan akan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas pendidikan pada suatu bangsa mencerminkan rendahnya kinerja guru dan buruknya sistem pengelolaan pendidikan pada suatu bangsa. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suasana pembangunan yang lebih terfokus di bidang ekonomi ditambah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suasana pembangunan yang lebih terfokus di bidang ekonomi ditambah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Suasana pembangunan yang lebih terfokus di bidang ekonomi ditambah dengan era globalisasi dewasa ini telah membawa pengaruh yang tidak lagi bisa dibendung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisiologis: makan, minum, kebutuhan rasa aman, rasa kasih sayang,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisiologis: makan, minum, kebutuhan rasa aman, rasa kasih sayang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak lahir seseorang anak sudah memiliki berbagai kebutuhan seperti kebutuhan fisiologis: makan, minum, kebutuhan rasa aman, rasa kasih sayang, kebutuhan dihargai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL SALINAN NOMOR 29/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma-norma yang berlaku. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis,

BAB I PENDAHULUAN. norma-norma yang berlaku. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki karir yang baik serta dapat bertingkah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan psikis seseorang. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Personal

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan psikis seseorang. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Personal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. i Solo B ru

BAB I PENDAHULUAN. i Solo B ru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar belakang Pengadaan Proyek Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Perkembangan sebuah negara dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah. seseorang dalam suatu masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah. seseorang dalam suatu masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Peranan 2.1.1 Pengertian Peranan Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah suatu aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai masalah sosial-ekonomi sering terjadi di Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi misalnya membuat sebagian masyarakat harus berjuang untuk keluar dari krisis

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAYANAN SOSIAL ANAK DI BIDANG PENDIDIKAN OLEH PANTI ASUHAN YAYASAN AMAL-SOSIAL AL-WASHLIYAH KELURAHAN GEDUNG JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR

EFEKTIFITAS PELAYANAN SOSIAL ANAK DI BIDANG PENDIDIKAN OLEH PANTI ASUHAN YAYASAN AMAL-SOSIAL AL-WASHLIYAH KELURAHAN GEDUNG JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR EFEKTIFITAS PELAYANAN SOSIAL ANAK DI BIDANG PENDIDIKAN OLEH PANTI ASUHAN YAYASAN AMAL-SOSIAL AL-WASHLIYAH KELURAHAN GEDUNG JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR Dodi Setiadi Lase 070902009 dodi_lase@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

PROPOSAL Waqaf Pembebasan Tempat Tinggal Panti Yatim dan Dhuafa Daarul Adzkar

PROPOSAL Waqaf Pembebasan Tempat Tinggal Panti Yatim dan Dhuafa Daarul Adzkar PROPOSAL Waqaf Pembebasan Tempat Tinggal Panti Yatim dan Dhuafa Daarul Adzkar Akta Notaris : Tanggal 20 Maret 2013 Nomor 5, NPWP : 31.735.805.9-429.000 KEMENKUM HAM NOMOR : AHU - 5046.AH.01.04.Tahun 2013

Lebih terperinci

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK 2.1. Tinjauan tentang Panti Asuhan 2.1.1. Pengertian Panti Asuhan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan panti asuhan sebagai rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang giat-giatnya mengadakan pembangunan di semua sektor kehidupan masyarakat. Hakekat pembangunan Indonesia adalah

Lebih terperinci

KENAKALAN DAN DEGRADASI REMAJA

KENAKALAN DAN DEGRADASI REMAJA KENAKALAN DAN DEGRADASI REMAJA Judul Esai Generasi Muda Butuh Hipnoterapi Untuk Mengatasi Kenakalan Dan Degradasi Moral Remaja Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi LOMBA ESAI NASIONAL PENDIDIKAN NONFORMAL

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG KESETARAAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa 26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan manusia. Pada fase inilah seorang pendidik dapat menanamkan prinsip-prinsip yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pancasila

Lebih terperinci