BAB I PENDAHULUAN. terkecil hingga kepada persoalan yang besar. Berbicara mengenai Perusahaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terkecil hingga kepada persoalan yang besar. Berbicara mengenai Perusahaan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan mengenai Perusahaan tidak ada habisnya, mulai dari yang terkecil hingga kepada persoalan yang besar. Berbicara mengenai Perusahaan berarti juga berbicara mengenai perekonomian dalam negeri. Di Indonesia pengaturan mengenai Perusahaan secara mendasar diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (1) yang menjelaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Asas kebersamaan yaitu ekonomi dilakukan oleh dua orang atau lebih yang artinya tidak bersifat individualistis. Sedangkan asas kekeluargaan yaitu ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan hubungan keakraban sebagai kedekatan keluarga. Setiap orang tentu mempunyai kebutuhannya masing-masing dalam menjalankan kehidupannya, bahkan masing-masing orang tersebut dalam skala besar dapat bersatu dalam suatu persatuan besar yang ruang lingkupnya dalam skala nasional ataupun negara. Dalam menjalankan roda perekonomian seseorang dapat melakukannya melalui banyak kegiatan, salah satunya dengan mendirikan suatu Perusahaan, baik Perusahaan perseorangan maupun Perusahaan yang terdiri dari beberapa orang atau investor yang turut serta mendirikan suatu Perusahaan ataupun ikut dalam bentuk membeli saham dalam suatu Perusahaan baik Perusahaan pada umumnya maupun Perusahaan skala nasional atau Perusahaan milik negara.

2 Keberadaan maupun eksistensi Perusahaan seperti yang ada pada saat ini dilatarbelakangi oleh kedatangan Pemerintahan Belanda ke Indonesia, dengan membawa KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), yang semulanya hanya berlaku untuk golongan Eropa yang ada di Indonesia saja. Selanjutnya bagi golongan penduduk lain berlaku hukum adat masing-masing. Kondisi yang demikian menimbulkan kendala dalam menerapkan hukum yang berkenaan dengan bisnis, jika hukum adat masing-masing diterapkan, karena: 1 a. Hukum adat masing-masing golongan tersebut sangat beraneka ragam b. Hukum adat masing-masing golongan tersebut sangat tidak jelas c. Dalam kehidupan berbisnis banyak terjadi interaksi bisnis tanpa melihat golongan penduduk sehingga menimbulkan perbedaan hukum antar golongan yang tentu saja dirasa sangat rumit bagi golongan bisnis. Oleh karenanya, dirancang suatu pranata hukum yang disebut dengan pendudukan diri dari 1 (satu) golongan penduduk kepada hukum dari golongan penduduk yang lain. Dengan pranata hukum ini, maka, semua golongan penduduk bebas untuk mendirikan suatu Perseroan Terbatas, dan apabila mereka yang bukan golongan Eropa berbinis dengan jalan membuat Perseroan Terbatas, oleh hukum mereka dianggap menundukkan diri secara diam-diam kepada hukum Eropa, khususnya Perseroan Terbatas, dan tidak pada bidang hukum yang lain. Dengan demikian, berbisnis dengan mendirikan Perusahaan sudah ada sebelum berlakunya KUHD yang baru di Indonesia dengan asas konkordansi pada Tahun 1848, saat itu Perseroan Terbatas didirikan di Indonesia dan disebut dengan Naamlooze Vennootschap (NV). Ketika pertama kali orang-orang Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang, mereka mendirikan Perusahaan/ hlm Munir Fuady, Perseroan Terbatas: Paradigma Baru, Citra Ditya Bakti, Bandung, 2003,

3 perkumpulan dagang, yaitu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) 2. Tumbuhnya VOC bermulai karena kebutuhan modal yang amat besar dalam menyelenggarakan pelayaran kepulau Nusantara. 3 VOC berkuasa selama ratusan Tahun dan membuktikan bahwa perkumpulan dagang tersebut telah memiliki sendi-sendi bisnis dan korporat yang dapat diandalkan untuk ukuran saat itu. Dasar hukum Perseroan terbatas di indonesia pada saat itu adalah KUHD yang dianggap memenuhi syarat sebagai hukum bagi masyarakat untuk berbisnis, di mana kekosongan hukum dalam KUHD dapat diisi oleh para pendiri ataupun pemegang saham dari Perseroan terbatas melalui pengaturannya dalam Anggaran Dasar. 4 Perusahaan merupakan suatu wadah untuk menyalurkan tenaga kerja. Selain itu keberadaan Perusahaan bagi negara tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan Perusahaan memberikan kontribusi yang tidak kecil bagi negara terutama dari segi sektor pajak. Perusahaan pada dasarnya dibentuk untuk mencari keuntungan atau laba. Maksudnya adalah setiap orang yang tergabung dalam suatu Perusahaan itu mengharapkan adanya suatu keuntungan bagi mereka dengan ada atau didirikannya Perusahaan itu. Dapat disimpulkan bahwa Perusahaan itu orientasinya berada pada keuntungan atau laba baik bagi para pemegang saham, organ-organ dari Perusahaan itu, maupun seluruh karyawankaryawan yang menggerakkan Perusahaan itu. 2 Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. (Sumber: Ensikopledia Bebas Wikipedia, diakses tanggal 11 Maret 2017) 3 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas: Disertai dengan Ulasan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm Azizah, Hukum Perseroan Terbatas, Setara Press, Malang, 2016, hlm. 7

4 Perusahaan juga mempunyai daya tarik tersendiri bagi para investor 5. khususnya Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas, hal ini dikarenakan jika Perusahaan mengalami kerugian maka kerugian atau utang itu semata-mata hanya dibebankan dan menjadi tanggungan harta kekayaan Perusahaan yang bersangkutan. 6 Manakala harta kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk melunasi utang, maka tidak akan sampai melibatkan harta kekayaan pribadi investor yang tidak dimasukkan dalam Perusahaan. Hal ini dipertegas dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Untuk melindungi kepentingan para pihak dalam kegiatan Perusahaan, maka diperlukan suatu aturan yang berlaku bagi suatu Perusahaan serta para pihak yang bersangkutan, yakni hukum Perusahaan yaitu hukum yang secara khusus mengatur tentang bentuk-bentuk Perusahaan serta segala aktivitas atau kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu Perusahaan, hal tersebut telah terjawab dengan adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang mengatur segala macam aspek dalam Perseroan Terbatas (PT) secara khusus, Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang- Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. 5 Investor adalah orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis investasi yang dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. (Sumber: Ensikopledia Bebas Wikipedia, diakses tanggal 03 Maret 2017). Dengan kata lain investor yaitu orang yang mempunyai saham dalam suatu Perusahaan. 6 Rudhi Prasetya, Teori dan Praktrik Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 4

5 Perusahaan merupakan suatu istilah yang sering digunakan dalam kegiatan usaha dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari, serta istilah ini juga disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Namun KUHD tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian atau maksud dari Perusahaan. Pihak pembentuk undang undang agaknya berkehendak menyerahkan perumusan Perusahaan kepada pandangan para ilmuwan, dan sehubungan dengan itu rumusan tentang Perusahaan pernah diberikan oleh: 7 1. Menteri Kehakiman Belanda menyatakan Perusahaan adalah tindakan ekonomi yang dilakukan secara terus menerus, tidak terputus putus dan terang terangan untuk memperoleh laba rugi bagi dirinya sendiri. 2. Menurut Molengraaff Perusahaan harus mempunyai unsur unsur terus menerus atau tidak terputus putus, secara terang terangan karena berhubungan dengan pihak ketiga, kualitas tertentu karena dalam lapangan perniagaan, menyerahkan barang barang, mengadakan perjanjian perjanjian perdagangan dan harus bermaksud memperoleh laba. Selain itu menurut Ensikopledia Bebas Wikipedia, Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. 8 Perkembangan pengertian Perusahaan dapat dijumpai dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Mengenai Perusahaan lebih lanjut diatur dalam kedua Undang-Undang tersebut. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 huruf b, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang 7 Prof.Drs.C.S.T. Kansil, S.H. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Hukum Ekonomi), Jakarta, 2005, hlm 67 8 Wikipedia, Perusahaan, Tersedia: diakses pada tanggal 12 Maret 2017.

6 didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 angka 1, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai Perusahaan jika memenuhi unsur-unsur di bawah ini: 9 1. Bentuk usaha, baik yang dijalankan secara perseorangan atau badan usaha 2. Melakukan kegiatan ekonomi secara tetap dan terus menerus 3. Tujuannya adalah untuk mencari keuntungan atau laba Dalam pelaksanaannya Perusahaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia digolongkan menjadi dua, yaitu Perusahaan berbadan hukum dan Perusahaan tidak berbadan hukum. Perusahaan berbadan hukum meliputi: 1. Perseroan Terbatas (PT) 2. Yayasan 3. Koperasi Sedangkan Perusahaan tidak berbadan hukum meliputi: 1. Persekutuan Perdata (Maatschap) 2. Persekutuan Firma (Fa) 3. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) 9 Zainal Asikin dan Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, Jakarta, Kencana, 2016, hlm. 5

7 Keduanya dapat dibedakan melalui bentuk pertanggungjawaban Perusahaan atas gugatan dari pihak ketiga, di mana pada Perusahaan yang berbadan hukum dikarenakan adanya pemisahan harta kekayaan antara pendiri/pemilik dan harta kekayaan Perusahaannya maka pertanggungjawabannya sebatas pada harta yang terdapat dalam Perusahaan saja, sedangkan Perusahaan yang tidak berbadan hukum terdapat pencampuran harta pemilik dan harta Perusahaan sehingga pemilik dapat dimintai tanggungjawabnya sampai ke harta kekayaan pribadinya. 10 Hingga saat ini pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Pengertian di atas menunjukkan adanya lima unsur dalam pengertian Perseroan Terbatas itu, yakni: Perseroan Terbatas merupakan badan hukum 2. Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan perjanjian 3. Perseroan Terbatas melakukan kegiatan usaha 4. Modal dasar Perseroan Terbatas terbagi dalam saham-saham 5. Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) dikatakan Perusahaan berbadan hukum 12, dikarenakan Perseroan Terbatas (PT) merupakan organisasi yang teratur, memiliki 10 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm Adib Bahari, Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas, Jakarta, Pustaka Yustitia, 2013, hlm Badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum, sebagai pendukung atau dilekati oleh kewajiban dan hak tertentu. Biasanya juga dikenal dengan istilah artificial person, maksudnya secara hukum dianggap seperti manusia yang bisa dimintai pertanggungjawabannya

8 kekayaan tersendiri, melakukan hubungan hukum, serta mempunyai tujuan tertentu. Hal ini berbeda dengan bentuk badan usaha lainnya, semisal Commanditaire Venootschap atau terkenal dengan istilah CV, Persekutuan, Firma (Fa), ataupun Usaha Dagang (UD). Perseroan Terbatas (PT) dalam kenyataannya dijalankan oleh organ-organ Perseroan (Direksi, Komisaris, dan Rapat Umum Pemegang Saham) yang bertindak secara hukum mewakili Perseroan Terbatas (PT) tersebut. Organ-organ Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari organ-orang yang cakap untuk bertindak hukum. 13 Direksi sebagai salah satu organ Perseroan Terbatas (PT) merupakan organ Perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 14 Dalam hal ini Direksi mempunyai tugas, wewenang, dan kewajiban yang tidak dimiliki oleh organ-organ lainnya. Salah satu wewenang Direksi ialah mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Namun, seorang Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan Terbatas apabila terjadi perkara antara Perseroan dengan Direksi yang bersangkutan serta anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Direksi tidak dapat mempertanggungjawabkan kerugian yang terjadi dalam suatu Perusahaan, dengan catatan Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atas kerugian yang terjadi pada bila melakukan perbuatan hukum (Adib Bahari, Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas, Jakarta, Pustaka Yustitia, 2013, hlm. 7). 13 Ibid, hlm Pasal 1 angka 5 Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

9 Perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Direksi dalam masalah-masalah tertentu tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya. 15 Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan membahas mengenai Tinjauan Yuridis terhadap Tanggungjawab Direksi Sebagai Wakil dari Perusahaan dalam Melakukan Suatu Perbuatan Hukum (Studi di PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta). B. Permasalahan Berdasarkan pemaparan latar belakang penulisan di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Apa saja masalah-masalah hukum yang dihadapi Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta? 2. Apa saja sebab-sebab yang menjadi penghalang pertanggungjawaban Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta? 3. Bagaimana tanggungjawab Direksi dalam menyelesaikan permasalahan hukum pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta? 4. Bagaimana akibat hukum Direksi terhadap pembatalan kontrak sepihak antara PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dengan Perusahaan induk? 15 Pasal 99 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

10 C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa saja masalah-masalah hukum yang dihadapi Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. 2. Untuk mengetahui apa saja sebab-sebab yang menjadi penghalang pertanggungjawaban Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. 3. Untuk mengetahui bagaimana tanggungjawab Direksi dalam menyelesaikan permasalahan hukum pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. 4. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum Direksi terhadap pembatalan kontrak sepihak antara PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dengan Perusahaan induk. D. Manfaat Penulisan Dari penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Secara Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembangunan ilmu pengetahuan, sumbangan pemikiran, wawasan, dan informasi, serta memberikan tambahan literatur dan karya ilmiah di bidang hukum perdata secara umum, dan secara khusus di bidang hukum Perusahaan, yang berfokus pada tanggungjawab Direksi sebagai wakil dari Perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum.

11 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat maupun Perusahaan agar dapat melakukan perbuatan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia dan tidak menyimpang dari aturan hukum yang telah ada. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh penulis selama melakukan penelitian. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif yaitu penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundanganan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undanganan yang berkaitan dengan doktrin-doktrin hukum yang menjadi objek penelitian serta hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan Perseroan Terbatas yang berfokus pada tanggungjawab Direksi sebagai wakil dari Perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum.

12 3. Sumber Data a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 16 Dalam hal ini berupa data hasil wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direktur dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. 17 Berikut ini merupakan data-data sekunder yang dapat digunakan: 1) Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undanganan yang terkait dengan objek penelitian. Misalnya: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan Direksi yang berfokus pada tanggungjawab Direksi sebagai wakil dari Perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum. 16 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm Ibid

13 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan bahan sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 4. Metode Pengumpulan Data a. Metode Penelitian Kepustakaan Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undanganan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan Direksi yang berfokus pada tanggungjawab Direksi sebagai wakil dari Perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum. b. Metode Penelitian Lapangan Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direktur dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. 5. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.

14 F. Keaslian Penulisan Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Setelah menelusuri kepustakaan banyak hasil penelitian tentang tanggungjawab Direksi, namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggungjawab Direksi sebagai Wakil dari Perusahaan dalam Melakukan Perbuatan Hukum (Studi di PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta) hingga saat ini belum ada. Dengan demikian, keaslian judul penulis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum terdapat beberapa judul yang memiliki kesamaan dengan judul penulis, yaitu: 1. Nama : Meta Permata Sari NIM : Judul : Tanggungjawab Direksi Perseroan Terbatas (PT) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada PT. Indonesia Trading Company Medan). 2. Nama : Yahya Afrian Zein Harahap NIM : Judul : Tanggungjawab Direksi PT. Daya Labuhan Indah Dalam Pemenuhan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul beserta rumusan masalah yang di atas, namun terdapat perbedaan lokasi penelitian dan substansi pembahasan.

15 G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sitematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERUSAHAAN Bab ini berisikan apa saja pengaturan mengenai Perusahaan dalam peraturan perundang-undanganan, ada berapa jenis-jenis Perusahaan, bagaimana kewenangan masing-masing organ dalam Perusahaan, dan apa hubungan Direksi dengan organ lainnya dalam Perusahaan. BAB III DIREKSI SEBAGAI ORGAN DARI SUATU PERUSAHAAN Bab ini berisikan apa pengertian dan dasar hukum mengenai Direksi, apa saja persyaratan menjadi Direksi dalam Perusahaan, apa saja tugas, kewenangan, serta kewajiban Direksi dalam Perusahaan, dan bagaimana ketentuan mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Direksi. BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNGJAWAB DIREKSI SEBAGAI WAKIL DARI PERUSAHAAN DALAM MELAKUKAN SUATU PERBUATAN HUKUM Bab ini berisikan apa saja masalah-masalah hukum yang dihadapi Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, apa sebab-sebab

16 yang menjadi penghalang pertanggungjawaban Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, bagaimana tanggungjawab Direksi dalam menyelesaikan permasalahan hukum pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, dan bagaimana akibat hukum Direksi terhadap pembatalan kontrak sepihak antara PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dengan Perusahaan induk BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi, dan saran yang merupakan suatu upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat berguna.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan di Indonesia mempunyai peranan yang cukup strategis dalam setiap kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis Subyek Hukum Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 2 Definisi Subyek Hukum: Setiap mahluk yang diberi wewenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajibannya di dalam lalu lintas hukum Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

Aspek Hukum Perusahaan. Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan

Aspek Hukum Perusahaan. Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan Aspek Hukum Perusahaan Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG (KUHD) Pedagang adalah mereka yang melakukan

Lebih terperinci

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Dalam tatanan hukum bisnis di Indonesia, ada 3 badan usaha yang ikut serta dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) terselenggaranya iklim usaha yang lebih kondusif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) terselenggaranya iklim usaha yang lebih kondusif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) Perekonomian negara Indonesia diselengarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH PENGERTIAN PERUSAHAAN : MENURUT HUKUM : PERUSAHAAN ADALAH MEREKA YG MELAKUKAN SESUATU UTK MENCARI KEUNTUNGAN DGN MENGGUNAKAN BANYAK MODAL (DLM ARTI LUAS),

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer 2013 Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Oleh: Indira Widyanita Nurul Suaybatul Uliyatun Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Persekutuan Firma (Fa) 1. Pengertian

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

1 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm Ibid.

1 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm Ibid. A. Pengertian Perseroan Terbatas Tertutup dan Perseroan Terbatas Terbuka Menurut Munir Fuady, yang dimaksud dengan perusahaan tertutup yakni suatu perusahaan terbatas yang belum pernah menawarkan saham-saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB II. A. Perusahaan. Ada beberapa defenisi perusahaan menurut para ahli hukum, antara lain:

BAB II. A. Perusahaan. Ada beberapa defenisi perusahaan menurut para ahli hukum, antara lain: 31 BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA ANAK PERUSAHAAN DENGAN INDUK PERUSAHAAN DAN SYARAT-SYARAT SERTA PROSES SUATU BADAN USAHA DISEBUT SEBAGAI PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING A. Perusahaan Ada beberapa defenisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai pendukung pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

Badan Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

Badan Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc Badan Usaha Agribisnis Rikky Herdiyansyah SP., MSc BADAN USAHA AGRIBISNIS Badan usaha atau corporate merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber-sumber ekonomi atau faktor produksi yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016 TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN 1 Oleh : Christian Ridel Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana alasan memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi otentik Perseroan Terbatas (PT) ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), pasal ini menyebutkan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Usaha perseorangan Firma CV PT Yayasan Bangun-bangun

Lebih terperinci

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif BADAN-BADAN USAHA Dalam menjalankan bisnisnya, telah banyak dikenal berbagai macam bentuk badan usaha yang memberi wadah bisnis para pelakunya. Bentuk badan usaha tersebut makin lama semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (ASEAN Economic Community) juga sudah di depan mata. Sorotan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (ASEAN Economic Community) juga sudah di depan mata. Sorotan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan di Indonesia berkembang dengan pesat. Tantangan perdagangan bebas seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)

Lebih terperinci

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN 90 Jurnal Cepalo Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2018 ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN Rilda Murniati Fakultas Hukum, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk perusahaan seperti Firma (Fa), Commanditair Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha dengan cara mendirikan suatu badan usaha atau perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha dengan cara mendirikan suatu badan usaha atau perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak lepas dari peran serta para pengusaha domestik selaku pelaku usaha. Kegiatan bisnis sejatinya merupakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013 ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PENETAPAN PENGADILAN UNTUK KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM KETIGA YANG LEWAT WAKTU (STUDI KASUS: PERMOHONAN KEPADA KETUA PENGADILAN NEGERI OLEH PT X DIHUBUNGKAN DENGAN KONFLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini dapat terbilang cukup pesat, khususnya pada sektor perekonomian.indonesia adalah contoh negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

Bentuk-Bentuk Kepemilikan Bisnis

Bentuk-Bentuk Kepemilikan Bisnis BAB 3 Bentuk-Bentuk Kepemilikan Bisnis Pemilihan bentuk kepemilikan bisnis merupakan langkah awal dalam menjalankan kegiatan bisnis karena berhasil atau tidaknya bisnis yang dijalankan juga tergantung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon), yaitu badan yang menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon), yaitu badan yang menurut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Hukum 1. Pengertian Badan Hukum Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang badan hukum yang dikemukakan oleh para ahli: 1 a. Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

Kapita Selekta Ilmu Sosial

Kapita Selekta Ilmu Sosial Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Bentuk Badan Usaha Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Bentuk Badan Usaha Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup Bentuk bentuk

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 ASPEK HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN KOMISARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS 1 Oleh : Christian Untu 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal ini juga menjadi

Lebih terperinci

HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM DAGANG (KUHD) Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam

Lebih terperinci

EKONOMI. Pelaku Ekonomi dalam Sistem Perekonomian

EKONOMI. Pelaku Ekonomi dalam Sistem Perekonomian EKONOMI Pelaku Ekonomi dalam Sistem Perekonomian Disusun Oleh : Graciella Stevani G. (XI MIA 2) Gyfta Aditya W. (XI MIA 2) Afri Emilia Sembiring (XI MIA 8) Christine Widya (XI MIA 8) Pengertian BUMN (Badan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS 1 ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PENGAJAR : SONNY TAUFAN, MH. JURUSAN MANAJEMEN BISNIS INDUSTRI POLITEKNIK STMI JAKARTA MINGGU Ke 6 HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN DENGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA 2 Bila hukum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, cita-cita ini terkandung dalam preambule

BAB l PENDAHULUAN. negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, cita-cita ini terkandung dalam preambule BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Modul ke: Aspek Legalitas dalam Kegiatan Bisnis Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id HUKUM Aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

BENTUK-BENTUK BADAN USAHA BENTUK-BENTUK BADAN USAHA Tujuan Pembelajaran: Pada akhir pembelajaran peserta memahami definisi dari badan usaha dan mengerti pertimbangan yang harus diambil dalam menetapkan badan hukum Pada akhir pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I. pakai dalam kegiatan, usaha dan pekerjaan kehidupan sehari hari dan banyak di. pakai dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang ( KUHD), Namun KUHD

BAB I. pakai dalam kegiatan, usaha dan pekerjaan kehidupan sehari hari dan banyak di. pakai dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang ( KUHD), Namun KUHD 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan (Bedriif) adalah suatu pengertian ekonomis yang banyak di pakai dalam kegiatan, usaha dan pekerjaan kehidupan sehari hari dan banyak di pakai dalam Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dunia perbankan di Indonesia sesungguhnya dimulai sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan paket deregulasi di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2. sesuatu peraturan pun yang menegaskan bentuk hukum suatu yayasan, apakah

BAB I PENDAHULUAN. Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2. sesuatu peraturan pun yang menegaskan bentuk hukum suatu yayasan, apakah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan yayasan di Indonesia telah dikenal sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2 Namun tidak ada sesuatu peraturan pun

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. 1. 2. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara (BUMN). 1. 2. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci