HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Suharto Hardja
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Media dan Umur Biakan L. lecanii terhadap Kerapatan Konidia Secara umum media PDA menghasilan kerapatan konidia tertinggi jika dibandingkan dengan media jagung dan beras (Tabel 1). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor-faktor perbedaan nutrisi dan kadar oksigen dalam ruang tumbuh. Cendawan ini bersifat aerob sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan oksigen. Pertumbuhan hifa pada media juga menentukan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan cendawan dalam media tumbuh. Semakin cepat pertumbuhan hifa dalam media maka akan semakin cepat pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Kondisi ini menyebabkan timbulnya perbedaan pertumbuhan pada media PDA, jagung, dan beras. Hifa pada media PDA lebih cepat tumbuh daripada media jagung dan beras (Gambar 5). Tabel 1 Kerapatan konidia L. lecanii umur biakan 21 dan 42 hari setelah inkubasi Media Ulangan Kerapatan konidia/ml 21 HIS 42 HSI Beras 1 8,32x10⁶ 8,98x10⁶ 2 6,92x10⁶ 1,11x10⁷ 3-1,25x10⁷ Jagung 1 1,55x10⁷ 2,16x10⁷ 2 2,15x10⁷ 1,87x10⁷ 3-2,31x10⁷ PDA 1 1,85x10⁷ 1,95x10⁷ 2 1,85x10⁷ 2,66x10⁷ 3-2,71x10⁷
2 15 (a) (b) Gambar 5 Koloni L. lecanii yang ditumbuhkan di tiga media berbeda PDA (a), jagung (b), dan beras (c) pada umur 42 HSI (c) Jenis media berpengaruh signifikan terhadap kerapatan konidia pada taraf nyata 5%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan konidia L. lecanii yang dihasilkan oleh media PDA tidak berbeda nyata dengan kerapatan konidia L. lecanii yang dihasilkan oleh media jagung. Kerapatan konidia L. lecanii yang dihasilkan oleh media beras berbeda nyata dengan kerapatan konidia yang dihasilkan oleh media PDA dan jagung (Tabel 2).
3 16 Tabel 2 Pengaruh jenis media dan umur biakan terhadap kerapatan konidia L. lecanii Media Kerapatan konidia/ml ± SD (x10⁶)¹ Jumlah konidia total² 21 HSI 42 HSI 21 HSI 42 HSI t hitung Beras 7,62x10⁶ ± 1,82b 1,08x10⁷ ± 1,84b 1,91x10⁹ 2,70x10⁹ -3,90 Jagung 1,85x10⁷ ± 3,50a 2,11x10⁷ ± 3,98a 4,62x10⁹ 5,27x10⁹ -1,53 PDA 1,85x10⁷ ± 2,21a 2,44x10⁷ ± 4,08a 4,62x10⁹ 6,10x10⁹ -3,73 1 Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan =0,05. ² Analisis umur biakan terhadap kerapatan konidia L. lecanii menggunakan uji t dengan =0,05. t tabel 2,44 Pada 42 HSI dapat dihasilkan 2,70x10⁹ konidia pada 100 gram media beras, 5,27x10⁹ konidia pada 100 gram media jagung, dan 6,10x10⁹ konidia dalam 100 gram media PDA. Perbedaan kandungan nutrisi sangat mempengaruhi produksi konidia, oleh karena itu, pemilihan bahan media substrat untuk perbanyakan cendawan entomopatogen harus dilakukan secara tepat, terutama memilih bahan yang memiliki kemampuan memproduksi konidia secara konsisten. Kardin dan Priyatno (1996 dalam Prayogo 2005) menyatakan bahwa cendawan entomopatogen membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan virulensi cendawan entomopatogen. Selain pengaruh jenis media terhadap kerapatan konidia L. lecanii, juga bisa dilihat pengaruh umur biakan terhadap kerapatan konidia yang dihasilkan. Dari hasil t hitung yang didapat pada media beras dan PDA < t tabel yaitu 2,44 (Tabel 2) yang berarti rata-rata kerapatan konidia media pada 21 HSI berbeda nyata dengan rata-rata kerapatan konidia pada 42 HSI pada taraf nyata 5%. Kerapatan konidia pada media jagung > t tabel yaitu 2,44 yang berarti kerapatan konidia media jagung pada 21 HSI tidak berbeda nyata dengan kerapatan konidia pada 42 HSI. Rata-rata konidia pada 42 HSI lebih tinggi daripada 21 HSI. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa umur cendawan mempengaruhi jumlah konidia yang dihasilkan. Menurut Wahyunendo (2002) pertumbuhan dan perkembangan cendawan menunjukkan peningkatan jumlah konidia sebanding dengan lamanya waktu inkubasi, sampai menunjukkan titik stasioner pertumbuhan.
4 17 Pengaruh Jenis Media dan Umur Biakan L. lecanii terhadap Daya Kecambah Daya kecambah cendawan entomopatogen merupakan awal dari stadia pertumbuhan cendawan sebelum melakukan penetrasi ke integumen serangga. Pada umumnya, semakin tinggi daya kecambah suatu cendawan entomopatogen maka tingkat virulensinya juga tinggi dalam pengendalian hama. Menurut Altre et al. (1999) virulensi cendawan entomopatogen berkaitan dengan ukuran konidia, kecepatan perkecambahan konidia, dan produksi enzim yang berfungsi sebagai pendegradasi kutikula inang. Data yang diperoleh menunjukkan persentase perkecambahan pada tiga media antara 76%-90% (Tabel 3). Tabel 3 Daya kecambah L. lecanii umur biakan 21 dan 42 HSI Media Ulangan Daya kecambah (%) 21 HIS 42 HSI Beras 1 76,74 77, ,05 78, ,26 Jagung 1 83,23 83, ,94 81, ,58 PDA 1 89,19 82, ,52 90, ,80 Jenis media berpengaruh signifikan terhadap daya kecambah pada taraf nyata 5%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa daya kecambah L. lecanii yang dihasilkan oleh media PDA tidak berbeda nyata dengan daya kecambah pada media jagung. Daya kecambah pada media jagung juga menunjukkan tidak berbeda nyata dengan daya kecambah pada media beras. Akan tetapi, daya kecambah pada media PDA berbeda nyata dengan daya kecambah pada media beras (Tabel 4). Perbedaan tersebut berlaku baik untuk umur 21 HSI maupun 42 HSI.
5 Tabel 4 Pengaruh jenis media dan umur biakan terhadap daya kecambah konidia L. lecanii Media Rata-rata daya kecambah (% ± SD)¹ 21 HSI 42 HSI t hitung² Beras 78,39 ± 5,10b 79,02 ± 4,98b -0,28 Jagung 82,08 ± 2,33ab 82,04 ± 2,66ab 0,04 PDA 84,85 ± 5,28a 87,40 ± 4,65a -1,14 t tabel 2,44 1 Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 0,05. ² Analisis umur biakan terhadap kerapatan konidia L. lecanii menggunakan uji t dengan =0,05. Daya kecambah konidia L. lecanii umur 42 HSI pada tiga media dinilai masih cukup tinggi yaitu PDA (87,40%), jagung (82,04%), dan beras (79,02%). Daya kecambah mengekspresikan kemampuan konidia yang dapat tumbuh dan berkembang apabila faktor lingkungan mendukung. Daya kecambah konidia mempunyai peran yang cukup besar bagi keberhasilan konidia dalam proses penetrasi dan infeksi ke serangga inang (Sitch & Jackson 1997; Alovo et al. 2002). Semakin tinggi daya kecambah konidia maka semakin besar pula peluang agens hayati tersebut dapat menginfeksi serangga inang sehingga kolonisasi dan proses epizooti di lapangan cepat terjadi (Wagner & Lewis 2000). Menurut Kassa (2003), daya kecambah konidia cendawan entomopatogen yang digunakan sebagai agens hayati minimal harus 80%. Liu et al. (2003) menyarankan bahwa daya kecambah konidia cendawan yang akan digunakan sebagai agens hayati harus diatas 90%. Samuels dan Coracini (2004) menegaskan bahwa proses infeksi akan mencapai optimal apabila daya kecambah konidia isolat yang digunakan mencapai 99%. Selain pengaruh jenis media terhadap daya kecambah L. lecanii, juga bisa dilihat pengaruh umur biakan terhadap daya kecambah yang dihasilkan. Dari hasil t hitung yang didapat pada ketiga media > t tabel yaitu 2,44 (Tabel 4) yang berarti daya kecambah pada semua media pada umur 21 HSI tidak berbeda nyata dengan umur 42 HSI (taraf nyata 5%). Media jagung memiliki kandungan lemak, hal ini diduga merupakan faktor meningkatnya jumlah konidia dan perkecambahan jika dibandingkan media beras. Berdasarkan penelitian Prayogo (2009) konsentrasi dan jenis minyak nabati selain 18
6 19 berpengaruh terhadap pertumbuhan juga berpengaruh pada perkembangan L. lecanii. Jumlah konidia yang terbentuk lebih banyak pada minyak nabati jika dibandingkan kontrol (tanpa minyak). Penambahan minyak nabati ke dalam media tumbuh meningkatkan daya kecambah konidia L. lecanii. Gambar 6 Tabung kecambah L. lecanii pada 10 jam setelah inkubasi (JSI). Tabung kecambah yang terbentuk pada 10 JSI berbentuk memanjang dari ukuran konidia sebelumnya (Gambar 6). Konidia dapat dianggap hidup (viable) apabila tabung kecambah telah mencapai dua kali diameter konidia (Goettel & Inglis 1997). Tabung kecambah yang terbentuk akan berkembang membentuk apresorium yang berfungsi untuk menempelkan organ infektif pada permukaan inang. Semakin cepat tabung kecambah terbentuk dan semakin besar ukurannya diduga akan semakin besar pula peluang inang dapat dipenetrasi oleh cendawan karena permukaan inang lebih cepat dihidrolisis oleh cendawan (Prayogo 2009).
7 20 Mortalitas A. glycines oleh L. lecanii Secara umum data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin banyak atau rapat konidia yang digunakan, maka semakin cepat cendawan tersebut menginfeksi dan mematikan A. glycines. Perbedaan kerapatan konidia L. lecanii berpengaruh terhadap tingkat mortalitas A.glycines. Pada hari keempat setelah perlakuan didapatkan mortalitas tinggi pada kerapatan konidia 10⁹/ml yaitu mencapai 100%. Persentase mortalitas berturut-turut pada kerapatan konidia 10⁸/ml, 10⁷/ml, 10⁶/ml, dan 10⁵/ml yaitu 97,5%; 92,5%; 81,25%; dan 82,5%. Persentase mortalitas kontrol mencapai 77,5% (Tabel 5). Menurut Feng (1990) pada perlakuan L. lecanii terhadap enam spesies kutudaun pada serealia termasuk A. glycines, nilai LC 50 adalah 4,1x10 5 konidia/ml. Tabel 5 Persentase mortalitas A. glycines akibat perlakuan L. lecanii selama empat hari pengamatan Kerapatan konidia/ml Mortalitas (%) Hari Setelah Perlakuan ⁵ 58,75 68,75 77,50 82,50 10⁶ 52,50 65,00 76,25 81,25 10⁷ 67,50 76,25 87,50 92,50 10⁸ 56,25 77,50 95,00 97,50 10⁹ 70,00 91,25 98, Kontrol 16,25 42,50 62,50 77,50
8 21 mcn % kematian Kerapatan 10⁵ konidia/ml % kematian Kerapatan 10⁶ konidia/ml waktu (hari) waktu (hari) % kematian Kerapatan 10⁷ konidia/ml % kematian Kerapatan 10⁸ konidia/ml waktu (hari) waktu (hari) Kerapatan 10⁹ konidia/ml Mortalitas Kontrol % kematian % kematian waktu (hari) waktu (hari) Gambar 7 Mortalitas kumulatif A. glycines yang terinfeksi cendawan L. lecanii selama empat hari. Kematian nimfa menunjukkan peningkatan seiring dengan berjalannya waktu (Gambar 7). Persentase kematian pada kontrol sampai hari keempat menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 77,50%. Diduga perlakuan dengan penyemprotan air secara mekanik akan mempengaruhi pergerakan kutudaun. Di samping itu butiran air yang berasal dari penyemprotan diduga menutupi spirakel serangga, sehingga mengalami kesulitan dalam mengambil oksigen untuk proses
9 22 metabolisme. Terganggunya proses metabolisme menyebabkan serangga mengalami kematian. Pada umumnya, kutudaun dinilai cukup tahan terhadap infeksi L. lecanii, ketahanan ini disebabkan oleh proses ganti kulit sesudah perlakuan cendawan. Menurut Alavo et al. (2002) meskipun stadia inang cukup rentan terhadap infeksi L. lecanii akan tetapi jika serangga inang tersebut mengalami ganti kulit maka infektifitas cendawan juga sangat rendah. Hal ini disebabkan konidia akan terlepas bersama kutikula sebelum menginfeksi inang. Menurut Wiyono (2007) penelitian di lapang membuktikan bahwa curah hujan yang sangat tinggi dapat mengurangi bahkan menghilangkan populasi kutudaun dari tumbuhan inang. Kutudaun dapat terhempas dari tanaman dan hanyut oleh aliran air hujan. Tabel 6 Persentase mortalitas kumulatif A. glycines terhadap L. lecanii pada empat hari pengamatan Kerapatan Konidia Mortalitas (% ± SD)¹ 10⁵ 82,50 ± 2,98b 10⁶ 81,25 ± 3,37b 10⁷ 10⁸ 92,00 ± 2,56ab 97,50 ± 3,92ab 10⁹ 100,0 ± 2,68a Kontrol 77,50 ± 4,82c 1 Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 0,05. Penyemprotan berbagai konsentrasi suspensi konidia cendawan L. lecanii memberikan pengaruh signifikan terhadap mortalitas kutudaun, dengan probability= < Alpha (5%=0.05). Pada uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa perlakuan dengan kerapatan konidia 10⁹/ml tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10⁸/ml dan 10⁷/ml, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dengan kerapatan konidia 10⁶/ml, 10⁵/ml, dan kontrol (Tabel 6). Analisis regresi dilakukan berdasarkan data mortalitas sampai dengan hari keempat, karena pada pengamatan hari keempat, 100% mortalitas serangga sudah diperoleh pada kerapatan konidia 10 9 /ml (Gambar 8). Analisis probit tidak dilakukan karena angka mortalitas pada kontrol cukup tinggi
10 23 Persentase mortalitas y = 5,125x + 54,875 R²= 0, Log kerapatan (konidia/ml) Gambar 8 Hubungan antara kerapatan konidia dengan mortalitas A.glycines akibat perlakuan cendawan L. lecamii selama empat hari setelah perlakuan Persamaan garis regresi menunjukkan hasil yang didapat yaitu y= 5,125x + 54,875. Apabila kerapatan konidia L. lecanii meningkat sebesar 10 1 (satusatuan) maka mortalitas akan meningkat sebesar 5,125% (Gambar 8). A. glycines yang terinfeksi cendawan dan mati, pada awalnya berwarna kehitaman. Infeksi cendawan pada kutudaun mulai terjadi pada waktu dua hari setelah perlakuan (HSP). Pada 3 HSP bangkai serangga mulai menunjukkan tanda terinfeksi yaitu ditumbuhi oleh miselia cendawan bewarna putih. Mula-mula miselia cendawan hanya pada bagian tertentu saja, tetapi lama-kelamaan miselia cendawan tersebut menyebar ke seluruh bagian kutudaun, sehingga seluruh bagian kutudaun terkolonisasi oleh miselia cendawan tersebut (Gambar 9).
11 24 (a) (b) Gambar 9 A. glycines bewarna kehitaman mulai menunjukkan gejala terinfeksi (a) dan A. glycines sudah terkolonisasi oleh cendawan L. lecanii (warna putih) (b). Pada kontrol, kutudaun yang mati juga menunjukkan gejala berwarna kehitaman tetapi tidak ditumbuhi oleh miselia cendawan. Untuk lebih meyakinkan sebab kematian pada perlakuan kontrol digunakan metode surface sterilization. Pada metode ini telah didapatkan hasil bahwa bangkai pada perlakuan kontrol tidak terinfeksi oleh cendawan L. lecanii. Hal ini berbeda dengan perlakuan selain kontrol. Pada perlakuan selain kontrol bangkai yang diinkubasi di media PDA ditumbuhi oleh cendawan L. lecanii (Gambar 10). Pada penelitian ini telah dibuktikan bahwa L. lecanii patogenik terhadap kutudaun. Penggunaan cendawan L. lecanii di pertanaman kedelai untuk pengendalian R. linearis diduga juga akan berpengaruh terhadap kutudaun A. glycines. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji dampak perlakuan cendawan entomopatogen L. lecanii terhadap serangga lain bila diaplikasikan di lapang.
12 25 Gambar 10 Koloni L. lecanii yang tumbuh pada bangkai kutudaun pada perlakuan selain kontrol Pengaruh L. lecanii terhadap Jumlah Anakan yang Dihasilkan Kutudaun berkembangbiak secara partenogenetik sehingga populasinya dapat meningkat cepat dalam kondisi baik. Rata-rata jumlah individu baru tertinggi yang dihasilkan kutudaun A. glycines didapatkan pada kontrol yaitu 64,8 ekor kutudaun dari total jumlah awal yaitu 20 ekor kutudaun dari tiap cawan (Tabel 7). Dalam kurungan lebih luas, satu ekor kutudaun A. glycines dapat menghasilkan anakan kurang lebih 21 nimfa selama hidupnya (Rohajati 1976). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah anakan yang dihasilkan kutudaun pada waktu penelitian, di antaranya: kondisi kelembaban dalam cawan petri tempat kutudaun diperlakukan yang tinggi, sress karena terbatasnya ruang gerak maupun sirkulasi yang kurang baik di dalam cawan petri sehingga kurang memungkinkan bagi kutudaun untuk memproduksi anakan dalam jumlah yang normal. Selain itu, kutudaun pada perlakuan selain kontrol juga menghasilkan anakan namun dalam kuantitas yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh terganggunya fisiologi kutudaun tersebut. Cendawan L. lecanii yang disemprotkan pada kutudaun mampu melakukan penetrasi kedalam tubuh kutudaun dan mengganggu reproduksi anakan baru sebelum akhirnya kutudaun tersebut mati.
13 Tabel 7 Kumulatif jumlah anakan yang dihasilkan A. glycines selama sebelas hari pengamatan Perlakuan Ulangan Individu baru Rata-rata/cawan Rata-rata/betina± SD 1 Kontrol ,8 3,2 ± 6,34a 10⁵ ,5 1,5 ± 5,69bc 10⁶ ,8 1,8 ± 5,16b 10⁷ ,8 1,0 ± 3,16bc 10⁸ ,5 1,1 ± 3,95bc 10⁹ ,0 0,3 ± 1,08c 1 Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 0, Pengamatan terhadap jumlah anakan yang dihasilkan oleh imago A. glycines dilakukan selama sebelas hari. Penyemprotan berbagai konsentrasi suspensi konidia cendawan L. lecanii memberikan pengaruh signifikan terhadap jumlah anak yang dihasilkan. Pada perlakuan kontrol, rata-rata jumlah individu baru/betina yang dihasilkan adalah 3,2 anakan. Jumlah anakan pada kontrol berbeda nyata dengan jumlah anak yang dihasilkan pada konsentrasi yang lain. Rata-rata jumlah anakan yang dihasilkan/betina pada kerapatan konidia 10⁵/ml, 10⁶/ml, 10⁷/ml, 10⁸/ml, dan 10⁹/ml berturut-turut adalah: 1,5; 1,8; 1,0; 1,1; dan 0,3 (Tabel 7). Jumlah anak yang dihasilkan pada kerapatan konidia 10 5 /ml tidak berbeda nyata dengan jumlah anak yang dihasilkan pada konsentrasi 10⁶/ml, 10⁷/ml, 10⁸/ml, dan 10⁹/ml. Akan tetapi pada kerapatan konidia 10⁶/ml jumlah anak yang dihasilkan berbeda nyata dengan jumlah anak yang dihasilkan pada kerapatan konidia 10⁹/ml. Kutudaun mulai menurunkan anakan pada fase imago setelah tiga kali ganti kulit. Hal ini terlihat dari data pengamatan harian yang menunjukkan anakan kutudaun sudah bisa dijumpai pada dua HSP. Dalam pengamatan harian juga dijumpai banyak kutudaun yang memproduksi sayap/alate (Gambar 11). Pada umumnya kutudaun bersayap akan diproduksi ketika kutu dalam kondisi stres. Kutudaun bersayap akan terbang ke lahan lain sehingga akan menyebabkan populasi kutudaun menurun secara drastis. Perpindahan populasi A. glycines dari
14 tanaman kedelai disebabkan oleh pertumbuhan tanaman kedelai dan adanya perubahan nutrisi (Rutledge 2006). 27 (a) (b) Gambar 11 Nimfa instar satu yang dihasilkan oleh kutudaun (a) dan kutudaun bersayap (alate) (b).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh L. lecanii Terhadap Telur Inang yang Terparasit Cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia 9 /ml mampu menginfeksi telur inang C. cephalonica yang telah terparasit T. bactrae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas imago C. formicarius oleh M. brunneum dan B. bassiana Secara umum data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin banyak atau rapat konidia yang digunakan, maka semakin cepat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah
Lebih terperinciPERTUMBUHAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN
PERTUMBUHAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii PADA BERBAGAI MEDIA SERTA INFEKTIVITASNYA TERHADAP KUTUDAUN KEDELAI Aphis glycines Matsumura (HEMIPTERA: APHIDIDAE) LUTFI AFIFAH DEPARTEMEN PROTEKSI
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4
TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada rata-rata suhu laboratorium 28,25'^C dan kelembaban udara laboratorium 95,9% dengan hasil sebagai berikut: 4.1. Waktu Muncul Gejala Awal Terinfeksi
Lebih terperinciVIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM
J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 96 Jurnal Agrotek Tropika 5(2): 96-101, 2017 Vol. 5, No. 2: 96 101, Mei 2017 VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Uji patogenisitas M. brunneum , M. anisopliae terhadap Rayap S. javanicus dan B. bassiana, M. brunneum, M.
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji patogenisitas M. brunneum, M. anisopliae terhadap Rayap S. javanicus dan B. bassiana, M. brunneum, M. roridum terhadap C. curvignathus. Kerapatan konidia semua isolat cendawan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap polong pada pertanaman kedelai, padi, dan kacang panjang. Hama kepik hijau termasuk
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.)) C. formicarius merupakan kendala utama dalam peningkatan mutu ubi jalar (CIP 1991) dan tersebar di seluruh dunia seperti Amerika, Kenya,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun
5 TINJAUAN PUSTAKA Kutu Daun Kedelai (Aphis glycines) Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun kedelai adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan
Lebih terperinciJurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (553) :
Uji Efektivitas Metarhizium anisopliae Metch. dan Beauveria bassiana Bals. terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada Tanaman Kedelai (Glicyne max L.) di Rumah Kassa Effectivity test Metarhizium
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycine max L. Merril) Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai
3 TINJAUAN PUSTAKA Hama Pengisap Polong Kedelai Hama pengisap polong kedelai ada tiga jenis, yaitu kepik hijau Nezara viridula (L.), kepik hijau pucat Piezodorus hybneri (Gmel.), dan kepik coklat Riptortus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai
Lebih terperinciKeterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk
m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,
Lebih terperinciAngka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5% setelah di transformasi log Y.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada rata-rata suhu rumah kasa 26-27 C dan kelembaban udara rumah kasa 85-89% dengan hasil sebagai berikut: 4.1. Waktu Muncul Gejala Awal (Jam) Hasil
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu
TINJAUAN PUSTAKA Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu pada tepi sayapnya terdapat rambut yang berumbai-umbai ( Jumar, 2000). Thrips merupakan salah satu hama penting
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh
Lebih terperinciSari dan Suharsono.- Pengaruh Kerapatan Konidia Beauveria pada Kutu Kebul
PENGARUH KERAPATAN KONIDIA Beauveria bassiana TERHADAP KEMATIAN IMAGO, NIMFA, DAN TELUR KUTU KEBUL Bemisia tabaci Gennadius. Kurnia Paramita Sari dan Suharsono Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan
Lebih terperinciPengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2009, Vol. 6, No. 2, 53-59 Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian
TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan pakan ternak, permintaan terhadap komoditas kedelai meningkat pesat. Untuk memenuhi kebutuhan akan kedelai tersebut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Kutudaun Kedelai Aphis glycines
3 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Tanaman kedelai secara alami dapat terinfestasi oleh serangga hama selama pertumbuhan dan penyimpanan (Tengkano & Soehardjan 1993; Jackai et al. 1990). Secara
Lebih terperinciHASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C
HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan
Lebih terperinciGambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella
Lebih terperinciKEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK
KEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK Beauveria bassiana Vuill. DARI BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium Surtikanti dan M.Yasin Balai Penelitian Tanaman
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Sumberjaya. Kumbang penggerek buah kopi (H. hampei) diambil dan dikumpulkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan
15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) Di lapangan siklus hidup kumbang tanduk, terutama masa larva di dalam batang yang membusuk sangat bervariasi mengikuti keadaan iklim.
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Lapangan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS-
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Patogenisitas Nematoda Entomopatogen dengan Berbagai Konsentrasi Terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura Mortalitas merupakan indikator patogenisitas nematoda entomopatogen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan
Lebih terperinciPatogenitas Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. terhadap Hama Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera: Noctuidae)
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 108-115 Patogenitas Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. terhadap Hama Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen
3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro Hasil pengamatan pada perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak buah mengkudu memberikan memberikan
Lebih terperinciBAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik
Lebih terperinciPENGARUH UMUR CENDAWAN Beauveria bassiana (BALSAMO) VUILLEMIN TERHADAP INFEKTIFITASNYA PADA Cylas formicarius FABRICIUS (COLEOPTERA: BRENTIDAE)
PENGARUH UMUR CENDAWAN Beauveria bassiana (BALSAMO) VUILLEMIN TERHADAP INFEKTIFITASNYA PADA Cylas formicarius FABRICIUS (COLEOPTERA: BRENTIDAE) INDRI AHDIATY DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan
Lebih terperinciKEEFEKTIFAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN
KEEFEKTIFAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dan Lecanicillium lecanii (Zimm.) Zare & Gams TERHADAP PENGGEREK BATANG JAGUNG ASIA Ostrinia furnacalis Guenée (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)
Lebih terperinciSuprayogi, Marheni*, Syahrial Oemry
Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae terhadap Kepik Hijau (Nezara viridula L.) (Hemiptera ; Pentatomidae) pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perbanyakan isolat jamur B. bassiana dilaksanakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi
23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,
Lebih terperinciDIPA /2013
Seleksi Cendawan Entomopatogen Paecilomyces Fumosoroseus Brown & Smith, (Wize) Terhadap Cekaman Suhu Dan Air Untuk Mendapatkan Isolat Dengan Karakter Virulensi Tinggi Dan Tahan Kekeringan Sebagai Agens
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan pertumbuhan cendawan M. anisopliae pada ketiga. media uji disajikan pada gambar berikut ini.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Luas koloni M. anisopliae Hasil pengamatan pertumbuhan cendawan M. anisopliae pada ketiga media uji disajikan pada gambar berikut ini. (A) (B) (C) Gambar 1. Koloni M. anisopliae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek
Lebih terperinciBAB VI. APLIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN DENGAN TEKNIK PENULARAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP TANAH COPTOTERMES Spp. DI LABORATORIUM
BAB VI APLIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN DENGAN TEKNIK PENULARAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP TANAH COPTOTERMES Spp. DI LABORATORIUM Abstrak Uji penularan cendawan entomopatogen di dalam koloni rayap tanah
Lebih terperinciKAJIAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN
KAJIAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams UNTUK MENEKAN PERKEMBANGAN TELUR HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis (F.) (HEMIPTERA: ALYDIDAE) YUSMANI PRAYOGO
Lebih terperinciPERBANYAKAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Penicillium sp. ISOLAT BONE PADA BEBERAPA MEDIA TUMBUH ORGANIK
PERBANYAKAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Penicillium sp. ISOLAT BONE PADA BEBERAPA MEDIA TUMBUH ORGANIK MUTMAINNAH Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Cendawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera Hubner merupakan serangga yang bersifat polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari 60 spesies tanaman budidaya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Hama Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang.
Lebih terperinciGambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003)
n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hama Helopeltis spp Klasifikasi hama Helopeltis spp adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insekta, Ordo: Hemiptera, Sub Ordo: Heteroptera, Famili:
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang berasal
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Di alam ketinggian pohonnya dapat mencapai 10 m,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Suryanto, 2007). Hama diartikan sebagai organisme baik mikroba, tanaman,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Serangga Hama dan Pengendaliannya Masalah yang diakibatkan hama tanaman sudah tidak asing bagi para petani baik tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan (Surachman dan Suryanto,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur
Lebih terperinciTANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in
TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in Perbanyakan Nematoda Entomopatogen Perbanyakan nematoda entomopatogen dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis Fabr.) Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter telur 1,0-1,2 mm.
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis Fabr.) Telur Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter telur 1,0-1,2 mm. Peletakan telur terjadi pada pagi, siang ataupun sore
Lebih terperinciUJI BEBERAPA KONSENTRASI
UJI BEBERAPA KONSENTRASI Metarhizium anisopliae (Metsch) Sorokin UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L. ) PADA KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) Unik Susanti (1), Desita Salbiah (2),
Lebih terperinciPatogenitas Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii) sebagai Bioinsektisida untuk Pengendalian Hama Wereng Coklat Secara In Vivo
ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Patogenitas Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii) sebagai Bioinsektisida untuk Pengendalian Hama Wereng Coklat Secara In Vivo Pathogenicity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman
8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April
Lebih terperinciJurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :
Potensi Serangan Hama Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan Hama Kepik Coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa Potential Attack of
Lebih terperinciBab III METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan
26 Bab III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan memberikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan yang berbentuk pohon hidup
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Morfologi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan yang berbentuk pohon hidup di daerah sub tropis
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel
Lebih terperinciThe Effect of Lecanicillium lecanii on Armyworms (Spodoptera litura) Mortality by In Vitro Assays
ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Pengaruh Pemberian Cendawan Lecanicillium lecanii terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura)secara In Vitro The Effect of Lecanicillium
Lebih terperinci47 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
47 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 EFIKASI BEBERAPA FORMULASI METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP LARVA ORYCTES RHINOCEROS L. (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI INSEKTARIUM Erwin Murdani
Lebih terperinciPengaruh Kombinasi Jenis Cendawan Entomopatogen dan Frekuensi Aplikasi terhadap Mortalitas Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Pengaruh Kombinasi Jenis Cendawan Entomopatogen dan Frekuensi Aplikasi terhadap Mortalitas Kutu Kebul (Bemisia tabaci) Mulya Fitrah Juniawan,
Lebih terperinciEFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius
EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius NASKAH SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk
Lebih terperinciPatogenisitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen terhadap Coptotermes. curvignathus Holmgren dan Schedorhinotermes javanicus Kemmer.
Patogenisitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen terhadap Coptotermes curvignathus Holmgren dan Schedorhinotermes javanicus Kemmer. Pathogenicity of several isolates of entomopathogenic fungi toward
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A B C
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I: Seleksi Limbah Organik sebagai Media Tumbuh A. niger mampu tumbuh pada semua media. Pertumbuhan spora dan propagul ditandai dengan terbentunya koloni setelah ditumbuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciPENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016
PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepik hijau (N. viridula L.) sudah lama dikenal sebagai hama penting tanaman
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepik Hijau (Nezara viridula L.) Kepik hijau (N. viridula L.) sudah lama dikenal sebagai hama penting tanaman kedelai yang wilayah sebarannya cukup luas. Hama ini menyerang tanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama
Lebih terperinci