BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik memiliki kebutuhan utama, yaitu kebutuhan akan modal untuk

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan publik memiliki kebutuhan utama, yaitu kebutuhan akan modal untuk kegiatan operasional perusahaan. Biasanya perusahaan yang memiliki kebutuhan akan modal melakukan pinjaman ataupun menjual saham melalui bursa efek. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan. Perusahaan harus menerbitkan laporan keuangan secara berkala, misalnya laporan keuangan tengah tahunan dan laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan tahunan diserahkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan harus melakukan publikasi laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik. Audit dilakukan oleh kantor akuntan publik untuk menjamin informasi bahwa laporan keuangan tersebut tidak direkayasa, karena laporan keuangan diperlukan oleh pihak internal maupun pihak eksternal, seperti investor dan kreditor untuk mengambil keputusan. Laporan keuangan yang telah diaudit dapat memberikan gambaran bagi investor agar lebih selektif dalam memilih perusahaan dimana investor tersebut akan menanamkan modalnya. Karena pada kenyataannya, banyak laporan keuangan yang disalahgunakan dalam praktik manajemen laba. Yaitu dengan melakukan rekayasa laporan keuangan sehingga merugikan para investor. Maka, diperlukan auditor untuk mendeteksi adanya rekayasa atau kecurangan yang 1

2 dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Sehingga laporan keuangan yang telah diaudit dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Manajemen laba merupakan upaya manajerial untuk melakukan rekayasa pada semua komponen laporan keuangan sebagai celah dalam standar keuangan sesuai keinginan manajemen (Sulistyanto, 2008). Manajemen laba terjadi karena adanya fleksibilitas standar akuntansi keuangan untuk menggunakan asumsi, penilaian, serta metode perhitungan dalam menyusun laporan keuangan. Perhitungan tersebut akan dilaporkan pada laporan laba rugi perusahaan. Manajemen laba digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan daya tarik investor dalam penanaman modal saat Initial Publik Offering (IPO). Selain itu, manajemen laba juga digunakan oleh perusahaan untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kinerja perusahaan. Manajer perusahaan atau pembuat laporan keuangan melakukan menajemen laba dengan maksud tertentu, yaitu untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan membuat estimasi dan penundaan pengakuan pendapatan atau biaya perusahaan, melaporkan transaksi pendapatan atau biaya yang fiktif dengan menambah atau mengurangi nilai transaksi, sehingga akan menghasilkan laba sesuai kehendak manajemen. Perilaku seperti ini terjadi karena adanya asimetri informasi antara manajemen dan pihak lain yang tidak mempunyai akses atau sumber yang memadai terhadap informasi untuk memonitor tindakan manajer (Richardson, 1998). 2

3 Dengan adanya perilaku manajer seperti itu akan menyebabkan turunnya kepercayaan pemegang saham atau calon investor. Untuk itu, diperlukan pihak yang independen untuk memberikan penilaian atas keandalan laporan keuangan. Dalam hal ini, pihak independen merujuk pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang selanjutnya disebut sebagai auditor eksternal. KAP merupakan wadah bagi akuntan publik untuk memberikan jasanya. KAP didirikan atas izin menteri keuangan. Jasa yang diberikan oleh KAP berupa jasa asestasi dan jasa non asestasi. Jasa asestasi mencakup audit laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan mengenai prospektif dan performa, review atas laporan keuangan, dan jasa asestasi lainnya. Sedangkan jasa non asestasi biasanya berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, perpajakan, kompilasi, dan konsultasi. KAP memegang peranan penting untuk mengaudit perusahaan. Jasa audit digunakan untuk memonitoring manajer dan pemegang saham untuk mengurangi asimetri informasi dengan melakukan pemeriksaan guna mengetahui validitas laporan keuangan. Dengan adanya audit laporan keuangan tersebut, diharapkan laporan keuangan yang disajikan telah terhindar dari salah saji material serta dapat mengurangi praktik manajemen laba di perusahaan. Kemampuan untuk mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada kualitas audit yang diberikan oleh auditor eskternal tersebut. Kualitas audit dapat dikendalikan dengan memastikan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) telah memenuhi tanggung jawab profesionalnya kepada klien maupun kepada pihak lain (Arens, 2003). 3

4 Terdapat beberapa kasus skandal akuntansi yang melibatkan perusahaan besar yang dapat mencoreng citra dan kepercayaan publik terhadap integritas auditor. Seperti kasus Enron di Amerika, dan WorldCom yang melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam hal ini adalah auditor eksternal, yaitu KAP Arthur Andersen. Dalam kasus Enron terjadi manipulasi laporan keuangan yaitu dengan melaporkan keuntungan sebesar 600 juta dollar AS padahal sebenarnya perusahaan mengalami kerugian. Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata beberapa staff di Enron adalah mantan auditor eksternal di KAP Arthur Andersen. KAP Arthur Andersen dinyatakan bersalah karena melakukan penghancuran dokumen-dokumen terkait dengan audit yang mereka lakukan (Hutabarat, 2012). Di Indonesia, juga terdapat kasus mengenai manajemen laba, seperti kasus PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), dan kasus PT. Kimia Farma. Dalam kasus yang menimpa PT. Kereta Api Indonesia tahun 2005, diumumkan bahwa PT. KAI mendapat keuntungan sebesar Rp 6,90 miliar, padahal sebenarnya mengalami kerugian sebesar Rp 63 miliar. Sedangkan kasus yang menimpa PT. Kimia Farma yaitu melakukan penggelembungan laba perusahaan pada tahun Kedua kasus tersebut menyebabkan adanya penjatuhan sanksi pada auditor. Kasus Enron, WorldCom, PT. KAI, dan PT. Kimia Farma memberikan dampak buruk terhadap pemegang saham, pasar modal, dan masyarakat luas. Hal ini juga mengindikasikan bahwa adanya penurunan kualitas audit eksternal. Auditor eksternal merupakan pihak yang independen. Seharusnya auditor eksternal menjaga independensinya sehingga memberikan laporan keuangan yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Independensi berarti faktor dari diri seorang 4

5 auditor tersebut untuk tidak memihak siapapun atau bersifat netral. Auditor harus melaksanakan kewajibannya untuk bersikap jujur tidak hanya kepada menejemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan investor yang memiliki kepercayaan atas laporan keuangan yang telah di audit (Elfarini, 2007). Tanpa adanya independensi dari auditor, praktik manajemen laba di perusahaan kerap kali terjadi. Hal ini membuat masyarakat meragukan profesionalitas Akuntan Publik dan kualitas audit laporan keuangan yang diberikan. Untuk mengembalikan kepercayaan pihak pemakai laporan keuangan, sangat diharapkan adanya kualitas audit yang baik (Luhgiatno, 2010). Kualitas audit merupakan probabilitas gabungan bahwa auditor akan menelusuri adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran tersebut (DeAngelo, 1981). Kualitas audit terdiri dari ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), spesialisasi industri, dan audit tenure (Kilgore, 2011). Ukuran KAP berfungsi sebagai proxy untuk kualitas audit. Karena ukuran KAP menentukan apakah kantor tersebut kompeten dan independen atau tidak. Biasanya, semakin besar ukuran KAP, maka memiliki tingkat kompeten independen yang lebih besar daripada KAP yang berukuran kecil. KAP yang berskala besar biasanya adalah KAP yang tergolong dalam KAP big four yang dapat menyediakan kualitas audit yang tinggi dan diharapkan dapat membatasi adanya praktik manajemen laba di perusahaan (Luhgiatno, 2010). Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat dilihat dari KAP big four dan KAP non big four. Luhgiatno (2010) menyimpulkan bahwa ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Gerayli et al (2011) menyatakan bahwa 5

6 ukuran KAP berhubungan negatif dengan manajemen laba yang diukur dengan discretionary accruals. Berdasarkan penelitian Chiang et al (2011), disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba atau manipulasi laba cenderung mencari KAP dengan kualitas audit eksternal yang rendah. Selain ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), masih terdapat variabel lain dalam menilai kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Kilgore et al (2011) menggunakan variabel spesialisasi industri dan audit tenure. Spesialisasi industri auditor dapat mendeteksi manajemen laba karena auditor memiliki pengetahuan yang lebih tentang industri tertentu (Becker et al, 1998). Pengetahuan ini didapatkan melalui pengalaman audit, pelatihan staf khusus, dan investasi mahal di bidang teknologi informasi (Imam, 2012). Selain itu, spesialisasi industri auditor dapat mengetahui adanya manajemen laba, kesalahan prediksi, dan kemampuan untuk memprediksi arus kas mendatang (Gramling et al, 2001). Hal ini berarti spesialisasi industri auditor dapat mengurangi praktik manajemen laba di perusahaan serta dapat memprediksi arus kas mendatang. Audit tenure berkaitan dengan masa penugasan audit. Biasanya Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan batas waktu dengan tujuan untuk menjaga independensi dari auditor eksternal dan KAP tersebut. Peraturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Pada pasal 3 ayat (1), menyatakan bahwa pemberian jasa audit untuk entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturutturut dan untuk akuntan publik paling lama tiga tahun pada tahun buku berturutturut. Untuk itu, audit tenure juga dapat mempengaruhi independensi auditor 6

7 karena dilihat dari banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan. Namun, semua ini belum tentu benar. Berdasarkan penelitian Hassanzadeh et al (2011) menyatakan bahwa audit tenure memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen laba yang diukur dengan discretionary accruals. Manajemen laba merupakan praktik di dalam dunia akuntansi yang masih penting untuk diteliti. Karena membutuhkan peran auditor terutama auditor eksternal dalam pemeriksaan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi bagi stakeholder untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin menjelaskan bagaimana kualitas audit eksternal yang diukur dengan ukuran kantor akuntan publik, spesialisasi industri, dan audit tenure dapat mendeteksi praktik manajemen laba di perusahaan. Manajemen laba diukur dengan menggunakan Modified Jones Model, dimana total akrual terdiri dari discretionary accrual dan non discretionary accrual. Karena komponen non discretionary accuals akan stabil sepanjang waktu, maka komponen discretionary accrual yang akan dipertimbangkan. Perhitungan ini dimulai dengan menghitung total akrual untuk menentukan nilai discretionary accrual. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kualitas audit eksternal terhadap praktik manajemen laba di perusahaan. Peneliti mengambil populasi pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun periode dengan metode random sampling. Untuk itu, judul yang diambil penulis adalah Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik, Spesialisasi Industri, dan Audit Tenure Terhadap 7

8 Manajemen Laba Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun ). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan peneliti, maka rumusan masalah terkait dengan penelitian tersebut adalah bagaimanakah pengaruh ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap manajemen laba pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun periode ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap manajemen laba pada perusahaan non keuangan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun periode Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi akademisi atau regulator, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi, pengetahuan, dan informasi bahwa kualitas audit mempengaruhi manajemen laba. 8

9 2. Bagi auditor, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas audit yang dimiliki sehingga mampu memberikan hasil terbaik bagi pengguna laporan keuangan. 3. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pemahaman agar manajer tidak melakukan praktik manajemen laba yang tidak diinginkan oleh perusahaan. Sehingga perusahaan dapat menerbitkan laporan keuangan sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut. 4. Bagi pihak eskternal, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi investor, pemegang saham, dan kreditor untuk pengambilan keputusan dalam memilih perusahaan. 1.5 Sistematika Penulisan berikut: Penelitian dalam skripsi ini menggunakan sistematika penulisan sebagai BAB 1 : PENDAHULUAN. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi uraian mengani landasan teori, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis. BAB 3 : METODE PENELITIAN. Bab ini berisi deskripsi mengenai populasi dan sampel penelitian, jenis dan metode pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, model penelitian, dan metode pengolahan data. 9

10 BAB 4 : ANALIS DATA DAN PEMBAHASAN. Bab ini berisi analisis data, dan interpretasi hasil serta analisis hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB 5 : PENUTUP. Bab ini berisi uraian mengenai kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran yang berkaitan dengan pengembangan penelitian selanjutnya. 10