IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERENCANA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERENCANA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA ABSTRAK"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERENCANA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Putik Rustika 1 Universitas Muhammadiyah Cirebon putikrustika@gmail.com Titi Rohaeti 2 Universitas Muhammadiyah Cirebon titi.rohaeti@umc.ac.id ABSTRAK Pendidikan yang berkarakter merupakan pembahasan yang sangat menarik pada era globalisasi saat ini. Fenomena sosial yang sering menunjukkan penurunan moral generasi muda menjadikan tujuan pendidikan yang tertera pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 serta cita-cita bangsa belumlah terwujud, sehingga pendidikan karakter menjadi indikator dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Mengembangkan pendidikan karakter pada pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui pengembangan isi (content) pelajaran matematika, pemilihan pendekatan, metode, atau strategi pembelajaran yang akan digunakan, serta melalui proses pembelajaran matematika. Kajian ini akan membahas mengenai penanaman karakter melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan cita-cita bangsa. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pendekatan Saintifik, Masalah Kontekstual ABSTRACT Character Education is the interesting topic in era globalization for nowadays. Social phenomenon often showed decrease moral attitude young generation it be purposed of education that written in constitution number 20 0f 2003 years and nation ideals not realized, so character education became indicator in every knowledge study. Developing character education in mathematics learning can be realized by development content of mahematics study, choosing approach, method, or strategie of learning that will be used, and by the processed of learning mathematics. This articel will talk about character planting by mathematics learning with use scientific approach base on contextual learning which corresponding with the purpose of education and nation ideals. 69

2 Keyword: Character Education, Scientific Approach Learning, Contextual Problems PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal utama untuk membangun suatu bangsa. Undangundang no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa fungsi dari pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Bedasarkan undang-undang tersebut jelaslah bahwa tujuan utama dari pendidikan di Indonesia adalah membangun suatu kemampuan yang dapat mengembangkan karakter bangsa yang baik. Fenomena sosial kali ini adalah meningkatnya kriminalitas pada anak remaja akibat dari kurangnya pendidikan karakter di lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mencegah krisis ahlak pada generasi muda sangatlah penting bagi kita untuk mengimplementasikan pendidikan karakter yang terencana dalam pembelajaran di sekolah dalam berbagai bidang ilmu, salah satunya pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika merupakan bagian dalam sistem pendidikan yang ada di sekolah dan diberikan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah, bahkan pada pendidikan tinggi. Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajaran matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa. Kompetensi itu diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif (BSNP, 2006). Pembelajaran matematika sangat berhubungan erat dengan siswa dan guru. Pada Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, siswa dituntut untuk aktif mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa 70

3 untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Peran guru sangat penting untuk mencapai itu semua. Guru sebagai fasilitator dan kunci berjalannya pembelajaran dikelas. Peran guru sangat dibutuhkan untuk menjamin proses pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Hosnan (2014: 31) perubahan adalah sesuatu yang biasanya dan harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi tentunya pada pergantian kurikulum 2013 dari kurilkulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan kurikulum Tahun 2013 untuk diterakan di sekolah/madrasah. Kurikulum 2013 mengajak kita untuk masuk ke dalam dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran dengan mnggunakan pendekatan ilmiah atau saintifik yang menjadi katalisator utama. Pendekatan saintifik ini diyakini sebagai sarana utama unutk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7 (tujuh) kriteria dalam pendekatan saintfik. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut : (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata; (2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis; (3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. (4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran; (5) Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.; (6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan; (7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik system penyajiannya. Proses pembelajaran dan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013 merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang awal mulanya terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, kemudian dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, 71

4 menginovasi dan mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran saintifik sama, yaitu menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Selain itu, guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika anak/ siswa/ peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu satunya sumber belajar. HASIL DAN PEMBAHASAN Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika Secara umum tujuan pendidikan digolongkan ke dalam tiga domain, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah pada kemampuan- kemampuan intelektual, kemampuan berfikir maupun kecerdasan yang dicapai. Domain afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan sikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang muncul disekitarnya. Domain psikomotor menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada keterampilan-keterampilan, khusus untuk pembelajaran matematika pengertian keterampilan dapat diartikan keterampilan bersifat fisik, misalnya melukis suatu bangun, juga termasuk keterampilan melakukan algoritma-algoritma tertentu yang hanya terdapat dalam pikiran. Dalam pelaksanaan pembelajaran, ketiga domain tersebut sebenarnya tidak berdiri sendiri melainkan menyatu. Namun, apabila tidak benar-benar dirancang atau tidak masuk dalam rancangan pembelajaran, dapat saja dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi terabaikan. Tujuan pembelajaran matematika (Sumarmo, 2011), yaitu: a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, c. Memecahkan masalah, d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan tersebut pada butir ke (5) menggambarkan ranah afektif yang harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Menurut Bishop (dalam Nyimas Aisyah, 2011), ada tiga kategori nilai dalam pembelajaran matematika, yaitu; a. Nilai pendidikan umum, yaitu nilai yang terkait dengan akhlak, agama, budaya, disiplin, ekonomi, etika, moral, pribadi, 72

5 sosial, kemasyarakatan, kerohanian, manajemen, administrasi, hukum, kesehatan, dan lingkungan. b. Nilai matematika, yaitu nilai-nilai yang terkait dengan rasionalisme/objektifitas, control/kemajuan, dan keterbukaan. c. Nilai pendidikan matematika, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan ketepatan, kejelasan, hipotesis, konsisten, kreatif, sistematis, bekerja efisien, fleksibel, terbuka, persisten, dan bekerja efektif. Nilai-nilai tersebut dapat ditumbuh kembangkan melalui pelaksanaan proses belajar mengajar matematika dan disampaikan oleh guru melalui interaksi guru serta siswa. Matematika merupakan suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal (sederhana) menuju ke arah yang tak dikenal. Arah yang lebih dikenal itu tersusun baik, secara bertahap menuju ke arah yang rumit (kompleks), dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, dari bilangan real ke bilangan kompleks; dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, serta menuju ke matematika yang lebih tinggi. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Kemampuan bernalar anak bisa bisa membedakan ini baik atau buruk, bermanfaat atau tidak. Bahkan dengan bernalar anak bisa mengambil tindakan dari permasalahan yang ada. Dengan demikian tahap demi tahap perkembangan karakter anak mulai terbentuk. Matematika yang selama ini hanya dimaknai sebagai mata pelajaran biasa disekolah, sebenarnya bisa jadi sarana membangun karakter siswa, selain itu dalam pembelajaran metematika mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yakni konsistensi. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat merubah seseorang yang sebelumnya menjadi beban masyarakat menjadi individu yang lebih berguna untuk masyarakat disekitarnya. Dengan kata lain, jika kita ingin berubah suatu negeri, ubahlah karakter manusianya terlebih dahulu. Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih. Anda tidak akan menemukan cara biasa untuk membentuk karakter anak, namun yang anda temukan adalah cara yang bersahabat dan mudah dicerna oleh siapapun sehingga dapat mengaplikasikannya dengan cepat Jelas bahwa matematika sekolah mempunyai peranan yang sangat penting baik bagi siswa supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola pikirnya, warga negara pada umumnya supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan untuk matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya. Pendekatan Saintifik Pendekatan saintifik atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan saintifik sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik 73

6 dari pendekatan saintifik tidak berbeda dengan metode saintifik. Menurut Hosnan (2014: 36) pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik yaitu: (1) Berpusat pada siswa; (2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip; (3) Melibtakan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilam berpikir tingkat tinggi siswa; dan (4) Dapat mengembangkan karakter siswa. Adapun tujuannya dari pendekatan saintifik yaitu: 1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. 3. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. 4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. 5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam mnulis artikel ilmiah. 6. Untuk mengembangkan karakter siswa. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses (Permen No.65 Tahun 2013). Pendekatan saintifik dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Gambar 1. Pendekatan Saintifik 74

7 Selanjutnya, Hosnan (2014) menjelaskan masing-masing proses dari kelima tahap dari pendekatan saintifik tersebut yaitu: 1. Mengamati (Observing) Kegiatan pertama pada pendekatan ilmiah adalah langkah mengamat/observing. Dalam kegiatan mengamati, mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhanrasa ingin tahu peserta didik sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. 2. Menanya (Questioning) Langkah ke dua pada pendekatan ilmiah adalah queationing (menanya). Kegaiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajarab ini, siswa melakukan pembelajarn bertanya. Manfaat penggunaan model questioning dengan baik dan tepat, akan dapat merangsang minat dan motivasi siswa dalam belajar. 3. Menalar (Associating) Langkah berikutnya pada pendekatan saintifik adalah menalar/associatin. Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan nahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan ilmiah, meskipun penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat Menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 adalah memproses semua informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. 75

8 Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dn kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. 4. Mencoba (Experimenting) Langkah keempat pada pendekatan saintifik adalah mencoba, kegiatan yang dilakukan pada poses ini adalah mengumpulkan informasi/eksperimen. Kegiatan belajarnya adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang dikembangkan adalah mngembangkan sikap teliti, juur, sopan, menghargai, pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Pada langkah pembelajaran ini, setiap siswa dituntut untuk mencoba mempraktikan apa yang dipelajari. Eksperimen atau percobaan yang dilakukan tidak selalu harus dilaksanakan di dalam laboratorium, tetapi dapat dilakukan pada alam sekitar. 5. Membentuk Jejaring (Networking) Langkah ke lima pada pendekatan saintifik adalah networking (membentuk jejaring). Networking adalah kegiatan siswa untuk membentuk jejaring pada kelas. Kegiatan belajarnya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan bedasarkan hasil analisis secaa lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Pada tahapan ini, siswa mempresentasikan kemampuan mereka mengenai apa yag telah dipelajari sementara siswa lain menanggapi. Tanggapan siswa lain biasanya berupa pertanyaan, sanggahan atau dukungan tentang presentasi. Guru berfungsi sebagai fasilitator tentang kegiatan ini. Dalam kegiatan ini, semua siswa secara proporsional akan mendapatkan kewajiban dan hak yang sama. Siswa akan terlatih untuk menjadi narasumbet menjadi orang yang akan mempertahankan gagasannya secara ilmiah dan orang yang biasa mandiri serta menjadi orang yang bias dipercaya. 76

9 Masalah Kontekstal Masalah kontekstual adalah masalah atau soal-soal berkonteks kehidupan nyata (kontekstual) yang konkret atau ada yang ada pada alam pikiran siswa (Wardhani, 2004). Masalah-masalah itu dapat disajikan dalam bahasa biasa atau cerita, bahasa lambang, benda konkret atau model (gambar, grafik, table, dan lainlain). Sabandar (2007) menyatakan bahwa soal-soal kontekstual dimaknai secara umum sebagai situasi yang memuat masalah yang dapat dijangkau oleh pikiran siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa segra terlibat dalam proses belajar. Soal seperti ini tidaklah sekedar berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari, tetapi juga dapat sesuatu yang fiktif namun dapat dijangkau oleh akal manusia, ataupun sesuatu yan kontekstual secara matematika. Masalah-masalah yang diberikan oleh guru diharapkan dapat diselesaikan dengan menggunakan lebih dari satu cara atau sttrategi serta melibatkan lebih dari satu aktifitas berpikir tingkat tinggi. Sehingga siswa merasa tertarik dan sadar akan betapa kayanya cara dalam matematika dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Bedasarkan peluang yang disediakan oleh soal kontekstual bagi terbentuknya pengetahuan matematika, soal-soal konetekstual bagi terbentuknya pengetahuan matematika, soal-soal kontekstual memuat konteks yang bertingkat dimulai dengan menyajikan terjemahan dari soal matematika yang disajikan dalam bentuk teks, menyajikan kesempatan bagi tejadinya matematisasi, serta memberikan peluang bagi siswa untuk menemukan konsep baru dalam matematika. Soal-soal kontekstual seperti ini maka peluang untuk siswa menemukan kembali (reinvention) gagasan-gagasan matematika menjadi lebih baik. Pada pembelajaran biasa (ekspositori) masalah atau soal kontekstual juga digunakan dalam pembelajaran, namun biasanya hanya pada bagian akhir pembelajaran sebagai contoh atau soal-soal penerapan dari materi matematika yang telah dipelajari. Sementara pada pembelajaran matematika yang kontekstual, masalah atau soal-soal kontekstual digunakan sebagai sumber awal pemunculan konsep-konsep sekalgus sebagai obyek penerapan matematika. Melalui masalah atau soal-soal kontekstual yang dihadapi, sejak awal siswa diharapkan menemukan cara, alat matematis atau model matematis sekaligus pemahaman tentang konsep atau prinsip yang akan dipelajari. Pemberian masalah pada proses awal pembelajaran ini diharapkan dapat membuat siswa aktif berpikir sejak awal dan siswa sendiri yang berusaha membangun konsep yang akan dipelajari. Hal ini sangatlah aplikatif untuk siswa mengetahui manfaat dari pembelajaran matematika di kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mengembangkan karakter siswa lebih baik lagi. 77

10 SIMPULAN Pendidikan karakter di pembelajaran matematika merupakan wadah yang sangat berfungsi untuk mengembangkan karakter anak bangsa ke arah yang lebih baik dan mencegah kerusakan moral generasi muda di masa yang akan datang. Matematika merupakan pelajaran yang diajarkan kepada anak pada tiap tingkat pendidikan. Bahkan pada pendidikan anak usia dini matematika sudah mulai diperkenalkan. Ini menunjukkan bahwa matematika itu sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual adalah salah satu cara atau metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter dalam pembelajaran matematika siswa karena karakteristiknya yang berpusat pada siswa dan pembelajaran sangat dekat dengan persoalan kehidupan sehari-hari sehingga dapat membangun karakter-karakter seperti percaya diri, tanggung jawab, sopan santun, dan menghargai yang sangat penting untuk kehidupan sosial DAFTAR PUSTAKA Bishop, A. J., Stieg Mellin-Olsen, and Joop van Dormolen. (1991). Mathematical Knowledge: Its Growth Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs. Jakarta:Kemdikbud Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:Pusbangprodik. Kemdikbud Pengembangan Kurikulum Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum Jakarta :Kemdikbud Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Sabandar, J. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model. [online].tersedia: (6 Oktober 2014) Sumarmo, U. (2006). Berfikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran Tanggal 22 April 2006: tidakditerbitkan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. [online]. Tersedia: do_pdf=1&id=139(18 September 2014). 78

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? 1 BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? Oleh : Jamaluddin, S.Kom., M.Pd Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk mengubah (lagi) kurikulum

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

P - 54 PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MATERI BILANGAN (PECAHAN)

P - 54 PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MATERI BILANGAN (PECAHAN) P - 54 PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MATERI BILANGAN (PECAHAN) M.F. Atsnan 1, Rahmita Yuliana Gazali 2 Mahasiswa Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNY 1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan, karena melalui

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS PADA KURIKULUM 2013 DI JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS PADA KURIKULUM 2013 DI JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS PADA KURIKULUM 2013 DI JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR Oleh Safrudin Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Rokania safrudinsaf2@gmail.com Article

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: M. Lazim A. PENDAHULUAN Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi pada masa sekarang ini pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Seseorang tanpa pendidikan dianggap tidak mampu memasuki era globalisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan menuntut adanya perubahan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat itu, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal menengah sekarang ini yang sedang banyak diminati masyarakat adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam peranannya SMK tidak hanya menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga mengenali tanda-tanda komponen, hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan bagi setiap orang, tidak terkecuali di sebuah Negara. Negara yang tingkat pendidikannya dianggap baik maka akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana yang dimiliki semua masyarakat sebagai siswa di dalam dunia pendidikan yang tersusun secara sistematis

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih Artikel Publikasi: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IPS DI SMA NEGERI 3 PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 Usulan Penelitian Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam

Lebih terperinci

Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD) Vol. 1 No. 1 Januari 2017

Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD) Vol. 1 No. 1 Januari 2017 PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DAN PENDEKATA KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN IPA. Oka Sandya Santi Email: ida.yani37@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Maret 2017 Vol. 1, No. 1, Hal.150 PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Nurul Afifah Rusyda 1), Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu instrumen yang utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Tenaga kependidikan dalam hal ini adalah guru sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang diberikan imbuhan pe-an. Menurut Maulana (2008) belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, BAB II Tinjauan Pustaka A. Media Pembelajaran Interaktif Media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahas Arab, media adalah perantara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam hasil penelitian yang relevan ini akan dibahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia memerlukan suatu pendidikan. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menuntut peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk menciptakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, bidang pendidikan terus diperbaiki dengan berbagai inovasi didalamnya. Hal ini dilakukan supaya negara dapat mencetak Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Emas Di lingkungan Kemendikbud, pendidikan karakter menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Emas Di lingkungan Kemendikbud, pendidikan karakter menjadi fokus A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter juga diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, kurikulum sangat berperan penting untuk pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang penting karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kurikulum. Kurikulum dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi, sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan yang sekaligus merupakan tuntutan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam bernegara. Karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis merupakan kecakapan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Nurchafsah dan Mardiah MI Darussalam Palembang japridiah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH I. KELAYAKAN ISI A. DIMENSI SPIRITUAL (KI-1) Butir 1 Terdapat kalimat yang mengandung unsur spiritual

Lebih terperinci

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya paradigma negatif bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, membingungkan, bahkan terkadang menakutkan masih menjadi polemik panjang hingga saat ini, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, ini berarti bahwa manusia berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman SP-002-008 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 97-101 Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman Muhammad Joko Susilo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini, manusia dituntut untuk bisa bersaing dalam berbagai bidang sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang persaingan

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi manusia. Pada

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP

2015 PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu kunci seseorang untuk meraih kesuksesan. Dengan pendidikan seseorang dapat melihat dunia, mengejar citacita dan mewujudkan impiannya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang peranan dalam tatanan kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf dan derajatnya

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu

Lebih terperinci

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan IPTEKS sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia, namun disisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada peradaban modern yang makin berkembang pesat sekarang ini, negara kita mengalami persaingan yang luar biasa dalam berbagai kehidupan. Dalam persaingan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa. Tanpa pendidikan akan sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek 244 Ali Banowo, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Materi Menumbuhkan... PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI MENUMBUHKAN KESADARAN DAN KETERIKATAN TERHADAP NORMA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KELAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan diberbagai bidang dalam rangka mencerdaskan bangsa dan tercapainya kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam undang-undang Republik Indonesia 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Penelitian Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci