DINAS PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN AKHIR ANALISIS BELANJA WISATAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAS PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN AKHIR ANALISIS BELANJA WISATAWAN"

Transkripsi

1 DINAS PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN AKHIR ANALISIS BELANJA WISATAWAN TAHUN ANGGARAN

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kegiatan Kajian Analisis Belanja Wisatawan, telah dapat terlaksana dengan baik dan tersusun dalam buku laporan akhir. Bagi dimana sector pariwisata menjadi salah satu pilar pembangunan daerah dan Economic Driven untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka meningkatnya jumlah, serta minat belanja wisatawan menjadi indikator yang harus selalu diketahui tingkat perkembangannya. Sementara itu, sempitnya wilayah administrasi DIY menjadi batasan bagi peningkatan jumlah wisatawan dalam konteks Sustainable Tourism Development, untuk itu kualitas wisatawan khususnya dalam bentuk expenditure menjadi pertimbangan yang penting. Penyusunan kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pengeluaran dan permintaan dari wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara terhadap produk pariwisata yang tersedia, sebagai upaya untuk menyusun strategi pemasaran agar wisatawan tinggal lebih lama dan meningkat pembelanjaannya dengan harapan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Data dan analisis dalam kajian ini merupakan hasil pengamatan, wawancara dan penyebaran kuesioner di wilayah Yogyakarta khususnya di pintu keluar wisatawan seperti bandara, stasiun kereta api dan terminal bus. Kami mengharapkan buku ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca dan Stakeholder Pariwisata baik dari Pemerintah maupun bukan Pemerintah serta Masyarakat. Saran dan masukan dari pihak-pihak terkait diharapkan menjadi umpan balik agar kajian ini menjadi lebih bermanfaat. Terimakasih. Yogyakarta, Agustus Kepala Dinas Pariwisata DIY Ir. Aris Riyanta, MSi i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR DIAGRAM... xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan Kepariwisataan Nasional Perkembangan Kepariwisataan DIY Pentingnya Analisis Pembelanjaan Wisatawan Maksud dan Tujuan Sasaran Lokasi Kegiatan Dasar Hukum Pelaksanaan Keluaran Jangka Waktu Pelaksanaan Sistematika Pelaporan BAB II KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL Tinjauan Dasar Hukum dan Kebijakan Pariwisata UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Tinjauan RIPPARNAS Tinjauan Rencana Induk Pembangungan Kepariwisataan Daerah DIY Tahun Wisatawan dan Produk Wisata Pengertian Wisatawan Pengertian Wisatawan Nusantara Pengertian Wisatawan Mancanegara Persepsi Wisatawan Produk Wisata Pola Perjalanan Wisata dan Motivasi Perjalanan ii

4 BAB III METODOLOGI Alur Pikir Definisi Operasional Lokasi Survei Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV DESKRIPSI PROFIL WISATAWAN DIY Deskripsi Profil Wisatawan Nusantara Daerah Asal Wisatawan Nusantara Usia Wisatawan Nusantara Jenis Pekerjaan Wisatawan Nusantara Pendapatan Wisatawan Nusantara Motivasi Kunjungan Wisatawan Nusantara Moda Transportasi Wisatawan Nusantara ke DIY Moda Transportasi Utama Wisatawan Nusantara Selama di DIY Pengaturan Perjalanan Wisatawan Nusantara Akomodasi Wisatawan Nusantara Rekan Berwisata Wisatawan Nusantara Frekuensi Wisatawan Nusantara Berkunjung ke DIY Lama Berwisata Wisatawan Nusantara Deskripsi Profil Wisatawan Mancanegara Negara Asal Wisatawan Mancanegara Usia Wisatawan Mancanegara Jenis Pekerjaan Wisatawan Mancanegara Pendapatan Wisatawan Mancanegara Motivasi Kunjungan Wisatawan Mancanegara Moda Transportasi Wisatawan Mancanegara ke DIY Moda Transportasi Utama Wisatawan Mancanegara Selama di DIY Pengaturan Perjalanan Wisatawan Mancanegara Akomodasi Wisatawan Mancanegara iii

5 Rekan Berkunjung Wisatawan Mancanegara Frekuensi Wisatawan Mancanegara Berkunjung ke DIY Lama Berwisata Wisatawan Mancanegara Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Usia Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Buatan Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Wisata Alam BAB V ANALISIS BELANJA WISATAWAN DIY Pola Perjalanan dan Lokasi Kunjungan Wisatawan Nusantara Pola Perjalanan Wisatawan Nusantara Lokasi Wisata Alam Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Lokasi Wisata Budaya Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Lokasi Wisata Buatan Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Nusantara Jenis Pembayaran Wisatawan Nusantara Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Usia Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Pekerjaan Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Asal Daerah Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Lokasi Kunjungan Total Pengeluaran Wisatawan Nusantara iv

6 5.2.8 Total Pengeluaran Wisatawan Nusantara berdasarkan Daya Tarik Wisata Tren Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Pola Perjalanan dan Lokasi Kunjungan Wisatawan Mancanegara Pola Perjalanan Wisatawan Mancanegara Lokasi Wisata Alam Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Lokasi Wisata Budaya Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Lokasi Wisata Buatan Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Mancanegara Jenis Pembayaran Wisatawan Mancanegara Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Usia Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Pekerjaan Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Asal Negara Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Lokasi Kunjungan Total Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Total Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Trend Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Wisatawan Mancanegara Berdasar Daya Tarik Wisata Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Souvenir v

7 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Wisatawan Nusantara Tahun Tabel 1.2 Target Pasar Wisatawan Nusantara Per Customer Portfolio... 7 Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Wisatawan yang Menggunakan Jasa Akomodasi di DIY Tahun Tabel 1.4 Perkembangan Jumlah Wisatawan di Daya Tarik Wisata di DIY Tahun Tabel 1.5 Program Kerja DIY Tabel 3.1 Ruang Lingkup Dimensi Kuesioner Analisis Belanja Wisatawan DIY Tabel 3.2 Lokasi survei DIY Tabel 3.3 Jumlah Sampel Wisatawan Mancanegara Tabel 4.1 Daerah Asal Wisatawan Nusantara Tabel 4.2 Lama Berwisata Wisatawan Nusantara Tabel 4.3 Negara Asal Wisatawan Nusantara Tabel 4.4 Lama Berwisata Wisatawan Mancanegara Tabel 4.5 Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Usia Tabel 4.6 Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Buatan Tabel 4.7 Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Budaya Tabel 4.8 Sebaran Asal Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata Alam Tabel 5.1 Wisata Alam Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Tabel 5.2 Wisata Budaya Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Tabel 5.3 Wisata Buatan Yang Dikunjungi Wisatawan Nusantara Tabel 5.4 Jenis Pembayaran Wisatawan Nusantara Tabel 5.5 Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Tabel 5.6 Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Usia Tabel 5.7 Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.8 Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Asal Daerah vii

9 Tabel 5.9 Profil Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Lokasi Kunjungan Tabel 5.10 Total Pengeluaran Wisatawan Nusantara Saat Berwisata di DIY Tabel 5.11 Pengeluaran Wisatawan Nusantara Berdasarkan Daya Tarik Wisata (dalam Rupiah) Tabel 5.12 Perbandingan Total Pengeluaran Wisatawan Nusantara Tahun Tabel 5.13 Wisata Alam Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Tabel 5.14 Wisata Budaya Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Tabel 5.15 Wisata Buatan Yang Dikunjungi Wisatawan Mancanegara Tabel 5.16 Jenis Pembayaran Wisatawan Mancanegara Tabel 5.17 Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Saat Berwisata di DIY (dalam US Dollar/US$) Tabel 5.18 Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Usia Tabel 5.19 Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.20 Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Asal Negara Tabel 5.21 Profil Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Lokasi Kunjungan (dalam USD) Tabel 5.22 Total Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Saat Berwisata di DIY (dalam USD) Tabel 5.23 Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata (dalam USD) Tabel 5.24 Perbandingan Total Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Tahun Tabel 5.25 Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Daya Tarik Wisata DIY Tabel 5.26 Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Souvenir viii

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Perkembangan Pariwisata Internasional Tahun Gambar 1.2 Portofolio Pemasaran Nusantara... 4 Gambar 1.3 Kondisi Saat Ini dan Target Pariwisata Tahun Gambar 2.1 Components of Tourism Gambar 2.2 Model Keterkaitan Dampak dalam Pariwisata Gambar 2.3 Tipologi Wisatawan Gambar 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Wisata Gambar 4.1 Asal Wisatawan Nusantara Gambar 4.2 Usia Wisatawan Nusantara Gambar 4.3 Jenis Pekerjaan Wisatawan Nusantara Gambar 4.4 Pendapatan Wisatawan Nusantara Gambar 4.5 Motivasi Utama Kunjungan Wisatawan Nusantara Gambar 4.6 Moda Transportasi Wisatawan Nusantara ke DIY Gambar 4.7 Moda Transportasi Wisatawan Nusantara Selama di DIY Gambar 4.8 Pengaturan Perjalanan Wisatawan Nusantara Gambar 4.9 Akomodasi Wisatawan Nusantara Gambar 4.10 Rekan Berwisata Wisatawan Nusantara Gambar 4.11 Frekuensi Wisatawan Nusantara Berkunjung ke DIY Gambar 4.12 Asal Wisatawan Mancanegara Gambar 4.13 Usia Wisatawan Mancanegara Gambar 4.14 Jenis Pekerjaan Wisatawan Mancanegara Gambar 4.15 Pendapatan Wisatawan Mancanegara Gambar 4.16 Motivasi Kunjungan Wisatawan Mancanegara Gambar 4.17 Moda Transportasi Wisatawan Mancanegara ke DIY Gambar 4.18 Moda Transportasi Utama Wisatawan Mancanegara Selama di DIY Gambar 4.19 Pengaturan Perjalanan Wisatawan Mancanegara ke DIY Gambar 4.20 Akomodasi Wisatawan Mancanegara ix

11 Gambar 4.21 Rekan Berkunjung Wisatawan Mancanegara Gambar 4.22 Frekuensi Wisatawan Mancanegara Berkunjung ke DIY Gambar 5.1 Trend Pengeluaran Wisatawan Nusantara Gambar 5.2 Trend Pengeluaran Wisatawan Mancanegara x

12 DAFTAR DIAGRAM Diagram 3.1 Alur Pikir DIY Diagram 5.1 Pola Kunjungan Wisatawan Yogyakarta Sleman Diagram 5.2 Pola Kunjungan Wisatawan Sleman Yogyakarta Diagram 5.3 Pola Kunjungan Wisatawan Yogyakarta Bantul Diagram 5.4 Pola Kunjungan Wisatawan Yogyakarta Sleman Bantul Diagram 5.5 Pola Kunjungan Wisatawan Sleman Gunung Kidul Yogyakarta Diagram 5.6 Pola Kunjungan Wisatawan Yogyakarta Sleman Bantul Gunung Kidul Kulonprogo Diagram 5.7 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yogyakarta Sleman Diagram 5.8 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Sleman Yogyakarta Diagram 5.9 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yogyakarta Bantul Diagram 5.10 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yogyakarta Sleman Bantul Diagram 5.11 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Sleman Gunungkidul Yogyakarta Diagram 5.12 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yogyakarta Sleman Bantul Gunung Kidul Kulonprogo Diagram 5.13 Pola Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yogyakarta Borobudur Yogyakarta xi

13 Glosarium Demografi: Ilmu tentang susunan, jumlah, dan perkembangan penduduk; ilmu yang memberikan uraian atau gambaran statistik mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut sosial politik; ilmu kependudukan. Psikografi: Karakteristik wisatawan dilihat dari kepribadiannya. Akomodasi: Sarana jasa untuk menginap yang di lengkapi dengan sarana makan dan minum. Pola perjalanan: Alur perjalanan wisata oleh wisatawan selama berkunjung ke berbagai destinasi wisata. Transit: Kendaraan penumpang (pesawat terbang, kereta api, kapal laut, dsb) yang berhenti sementara di suatu tempat tertentu menambah konsumsi, dsb. Moda transportasi: Alat transportasi yang digunakan wisatawan sebagai sarana untuk berkunjung ke objek wisata. Rombongan: Sekelompok orang yang bekerja atau bepergian bersama. Biro perjalanan wisata: Perusahaan atau pun badan usaha yang memberikan pelayanan lengkap terhadap seseorang atau pun kelompok orang yang ingin melakukan perjalanan baik di dalam negeri.

14 Homestay: usaha penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan seharihari pemiliknya, yang dimiliki oleh masyarakat setempat dalam rangka pemberdayaan ekonomi lokal. Demand: Permintaan Destinasi: Tempat Tujuan wisata Daya Tarik Wisata: Segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai berupa keanekaragaman, kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisatawan. Wisata Alam: Perjalanan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan tata lingkungannya sebagai objek tujuan wisata. Wisatawan Nusantara: Wisatawan dalam negri atau wisatwan domestik. Wisatawan Mancanegara: Warga negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata keluar lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain). Wisata Budaya: Bepergian bersama-sama dengan tujuan mengenali hasil kebudayaan setempat. Wisata Tirta: Usaha fasilitas wisata yang memanfaatkan air, seperti pemandian, kolam renang, dan danau. Wisata Studi: Melakukan perjalanan sambil belajar Wisata Religius: Kegiatan wisata bernuansa keagamaan, seperti naik haji dan retret.

15 Wisata Minat Khusus: Kegiatan wisata yang membutuhkan keterampilan khusus atau minat khusus dimana tidak setiap orang ingin dan mau melakukannya, seperti, menyelam dan menelusuri gua. Wisata Karya: kunjungan kerja; tur Transportasi: Pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi. Cinderamata/Merchandise: Sebuah jenis oleh-oleh yang khas dari suatu tempat wisata yang biasanya untuk kerabat yang tidak ikut serta berwisata. Sektor pariwisata: Lingkungan suatu usaha wisata Paket Travel: Grup seperti wisata, paket cenderung memiliki jadwal tetap, dengan transportasi darat dan hotel memesan di muka. Tapi seperti perjalanan independen, tidak ada kelompok yang terorganisir; klien mereka sendiri, bebas untuk melakukan apa yang mereka harap pada setiap tujuan, namun mereka masih memiliki kenyamanan dan kehandalan yang datang dengan pemesanan melalui operator tur. Villa Atau Cottage: Usaha penyediaan akomodasi berupa penyewaan bangunan secara keseluruhan untuk jangka waktu tertentu, termasuk cottage, bungalow, guest house, yang digunakan untuk kegiatan wisata dan dapat dilengkapi dengan sarana hiburan dan fasilitas penunjang lainnya.. Vacation Packages: Paket-paket liburan dirancang bagi mereka yang bepergian secara mandiri. Mereka termasuk kombinasi dua atau lebih jasa perjalanan (misalnya hotel akomodasi, penyewaan mobil, transportasi udara) yang ditawarkan pada harga paket. Banyak paket liburan menawarkan pilihan komponen dan pilihan, sehingga memungkinkan Anda untuk menyesuaikan paket selera Anda, minat dan / atau anggaran.

16 Turis: Orang pelancongan, wisatawan Biro Perjalanan Wisata (BPW) Usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan perjalanan ibadah. Agen Perjalanan Wisata Usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan. Transit Hotel: yaitu hotel yang sebagian besar tamunya adalah mereka yang akan melanjutkan perjalanan (hotel hanya sebagai tempat persinggahan sementara saja) Tours: Sekelompok orang bepergian bersama-sama yang mengikuti jadwal yang telah direncanakan sebelumnya. Kebanyakan wisata termasuk akomodasi, sejumlah makanan, wisata, transportasi darat, dan /atau transportasi lainnya, ditambah jasa manajer tur profesional atau pendamping yang menyertai kelompok. Tiket/Ticket : suatu tanda untuk masuk ke lokasi wisata. Pengunjung: Orang yang mendatangi sebuah daya tarik wisata untuk tujuan berlibur. Hotel Bintang: Hotel yang telah memenuhi kriteria penilaian penggolongan kelas hotel bintang satu, dua, tiga, empat, dan bintang lima Hotel Nonbintang: Hotel yang tidak memenuhi kriteria penilaian penggolongan kelas hotel sebagai hotel bintang satu.

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Kepariwisataan Nasional Tren perkembangan sektor pariwisata nampak dari keseriusan berbagai negara baik di Asia maupun belahan benua lainnya dalam mengelola sektor pariwisata dengan tujuan supaya menjadi satu tujuan kunjungan wisata internasional dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan ke-empat di bawah Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam hal jumlah wisatawan dan penerimaan sektor pariwisata.

18 Gambar 1.1 Perkembangan Pariwisata Internasional Tahun 2015 Sumber: UNWTO Tourism Highlights, 2016 Edition Sektor pariwisata, sebagai salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional selama satu dekade terakhir terus menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam menopang perekonomian nasional, khususnya dalam memperoleh devisa negara. Berdasarkan data kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) bulan Januari s.d. Desember Tahun 2016 mencapai wisman, naik 10,69% dibandingkan kunjungan wisman bulan Januari s.d. Desember Tahun 2015 sebesar wisman (sumber: BPS ). Nilai rata-rata pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara Indonesia sebesar 8,7% per tahun ( ), lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia sebesar 3,47% per tahun. BAB 1 - PENDAHULUAN 2

19 Sebagai salah satu negara yang mempunyai potensi besar, baik budaya maupun alamnya, Indonesia bertekad mengembangkan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan. Realisasi fungsi kepariwisataan itu didukung dengan berbagai usaha antara lain; pendayagunaan potensi sumber daya alam dan mengembangkan kebudayaan di destinasi, serta unsur pelayanan sarana dan prasarana yang semakin meningkat. Pariwisata sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara sekaligus sebagai pencipta lapangan kerja yang sangat berguna bagi tumpuan proses pembangunan, diperlukan berbagai usaha diversifikasi dan ekstensifikasi dalam penggalian dan pengembangan potensi pariwisata secara profesional dan bertanggungjawab. Dalam upaya memperkokoh dan meningkatkan kinerja kepariwisataan ke depan, Kementrian Pariwisata telah menetapkan portofolio pasar dan portofolio produk sebagai salah satu acuan dalam pengembangan kepariwisataan. Pada aspek kategori, pasar dibagi menjadi 3 kategori yaitu pasar pariwisata nusantara segmen personal, pasar pariwisata nusantara segmen bisnis, serta pasar pariwisata internasional atau mancanegara. BAB 1 - PENDAHULUAN 3

20 Gambar 1.2 Portofolio Pemasaran Nusantara Sumber : Profil statistik Wisatawan Nusantara 2014 Sedangkan pada aspek produk dibagi menjadi 3 kategori besar yaitu: produk wisata alam, produk wisata budaya, dan produk wisata buatan. Masing-masing dijabarkan meliputi 6 produk utama yaitu wisata bahari, ekologi, petualangan, heritage dan religi, kuliner dan belanja, kota dan desa, MICE, event, olahraga dan kawasan terpadu. Dalam laporan pencapaian kinerja tahun 2014 dan target tahun 2019, Kementrian Pariwisata memiliki target pariwisata makro dari tahun adalah: 1. Kontribusi terhadap devisa dari 9% menjadi 15%. 2. Devisa dari 140 triliun rupiah menjadi 280 triliun rupiah. 3. Kontribusi terhadap kesempatan kerja dari 11 juta menjadi 14 juta. BAB 1 - PENDAHULUAN 4

21 Sedangkan target pariwisata mikro dari tahun adalah : 1. Indeks daya saing kepariwisataan dari 70 menjadi 30-an, 2. Jumlah kunjungan dari 9 juta wisatawan menjadi 20 juta wisatawan, 3. Perjalanan wisatawan nusantara dari 250 juta menjadi 275 juta wisatawan. Gambar 1.3 Kondisi Saat Ini dan Target Pariwisata Tahun 2019 Sumber : Akselerasi pemasaran nusantara menuju 260 juta tahun 2016, paparan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata Republik Indonesia 2016 Berdasarkan pada gambar di atas, untuk pengembangan pemasaran pariwisata, pergerakan dan perjalanan wisatawan nusantara masuk dalam program target mikro. Jumlah wisatawan nusantara pada tahun 2014 dipergunakan untuk memproyeksikan jumlah wisatawan yang BAB 1 - PENDAHULUAN 5

22 akan datang pada tahun berikutnya, sehingga pada tahun 2019 Kementrian Pariwisata mentargetkan perjalanan wisatawan nusantara meningkat menjadi 275 juta wisatawan. Berdasarkan laporan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementrian Pariwisata Republik Indonesia mencatat hasil perjalanan wisatawan nusantara tahun 2015 sementara mencapai 255,05 juta wisatawan dan sudah melampaui target perjalanan wisatawan nusantara pada tahun 2015 yaitu sebanyak 255 juta wisatawan, dengan total penerimaan dari perjalanan wisatawan nusantara sebesar 224,68 triliun rupiah. Hal ini, menjadi bahan pertimbangan penentuan target perjalanan wisatawan nusantara di tahun , yaitu sebanyak 260 juta wisatawan di tahun 2016 dengan target yang terus ditingkatkan setiap tahunnya yaitu 50 juta wisatawan pertahun, sehingga perjalanan wisatawan nusantara pada tahun 2019 ditargetkan mencapai 275 juta wisatawan Tabel 1.1 Perkembangan Wisatawan Nusantara Tahun Sumber : Litbangjakpar Kemenpar & BPS BAB 1 - PENDAHULUAN 6

23 Berdasar Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan meningkat dari tahun Meskipun pada tahun 2011 tidak mampu memenuhi target yang sudah ditetapkan, akan tetapi pada tahun mampu memenuhi target yang ditetapkan Kementrian Pariwisata. Memasuki tahun 2014 total pengeluaran wisatawan meningkat menjadi 213,94 trillun rupiah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 177,84 trilliun rupiah. Tabel 1.2 Target Pasar Wisatawan Nusantara Per Customer Portfolio Sumber : Buku Statistik Wisatawan Nusantara Pusdatin Diolah oleh Asdep Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara Perkembangan Kepariwisataan DIY Salah satu indikator yang menggambarkan bergeliatnya kegiatan pariwisata di suatu destinasi adalah banyaknya jumlah kunjungan wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan ke DIY naik sangat signifikan sejak tahun BAB 1 - PENDAHULUAN 7

24 Jumlah Kunjungan untuk Wisatawan Mancanegara ke DIY secara umum dari tahun mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan sebesar 15%. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara secara signifikan mengalami kenaikan padatahun , yang mengalami peningkatan sebesar13,18% atau sebanyak wisatawan mancanegara. Sedangkan Jumlah Kunjungan untuk Wisatawan Nusantara ke DIY secara umum dari tahun mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan sebesar 29%. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara pada tahun mengalami peningkatan sebesar 10% atau sebanyak wisatawan nusantara. Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Wisatawan yang Menggunakan Jasa Akomodasi di DIY Tahun Tahun Wisman Wisnus Wisatawan Sumber: Statistik Kepariwisataan 2016, Dinas Pariwisata DIY Untuk jumlah wisatawan yang berkunjung ke Daya Tarik Wisata (DTW) di DIY menunjukkan pertumbuhan yang positif selama 5 tahun terakhir. Tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke DTW mencapai 21 juta BAB 1 - PENDAHULUAN 8

25 wisatawan, naik 12.74% atau wisatawan dari tahun sebelumnya, yaitu 18.2 juta adalah wisnus, dan 486 ribu adalah wisman. Peningkatan jumlah wisatawan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2012, naik sebesar 22,4%. Tabel 1.4. Perkembangan Jumlah Wisatawan di Daya Tarik Wisata di DIY Tahun Tahun Wisman Wisnus Wisatawan Sumber: Statistik Kepariwisataan 2016, Dinas Pariwisata DIY Disamping jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY yang semakin meningkat, perlu diketahui juga mengenai perkembangan data dan informasi mengenai pembelanjaan wisatawan selama berkunjung di DIY. Hasil analisis pembelanjaan wisatawan ini penting diketahui karena sangat berguna untuk selalu menyesuaikan dan memperbaiki jenis dan kualitas produk wisata yang ditawarkan, serta mempertajam segmentasi pasar sasaran yang akan dibidik dalam strategi dan program promosi serta pemasaran yang akan dikembangkan. Terkait dengan bidang Komunikasi Pemasaran (marketing communication); bahwa perkembangan Teknologi Informasi yang membawa dunia dalam era digitalisasi menuntut pengembangan dan inovasi pemanfaataan teknologi BAB 1 - PENDAHULUAN 9

26 informasi dalam upaya-upaya pemasaran dan promosi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan pariwisata DIY Pentingnya Analisis Pembelanjaan Wisatawan Pembelanjaan/pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara merupakan jumlah pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan. Pengeluaran tersebut meliputi: akomodasi; makan, dan minum; penerbangan domestik; transportasi lokal; belanja; souvenir; hiburan; kesehatan; pendidikan; paket tour lokal; tamasya/ tiket masuk daya tarik wisata; jasa pemandu; dan pengeluaran lainnya. Pembelanjaan wisatawan mancanegara dan Nusantara akan berdampak positif, baik langsung maupun tidak langsung, khususnya bagi perekonomian daerah yang dikunjungi. Semakin tinggi pembelanjaan wisman di daerah yang dikunjungi, maka akan semakin besar manfaat yang diperoleh bagi penerimaan ekonomi daerah tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka untuk meningkatkan pembelanjaan wisman di DIY, maka dibutuhkan. Dokumen ini akan memuat pola pembelanjaan wisman, minat wisman akan produk wisata, dan strategi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pembelanjaan wisman di DIY. Diharapkan kajian ini dapat menjadi informasi dan acuan bagi seluruh stakeholders terkait, mengenai minat wisman dan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pembelanjaan wisman, sehingga pada akhirnya akan berdampak positif bagi perekonomian daerah, dan bagi masyarakat DIY. BAB 1 - PENDAHULUAN 10

27 1.3. Maksud dan Tujuan a. Untuk mengetahui pola pembelanjaan wisatawan mancanegara serta nusantara serta menemukenali kecenderungan permintaan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara terhadap produk wisata di DIY; dan b. Menyiapkan arahan kebijakan dan strategi pengembangan untuk meningkatkan volume pembelanjaan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di DIY Sasaran Adapun sasaran yang akan dicapai adalah tersedianya dokumen mengenai: a. Pola pembelanjaan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dan peruntukkannya berdasarkan aspek demografis, psikografis terkait dengan pembelanjaan harian/daily expenditures, jenis-jenis barang/produk yang dibeli/types of purchase, bentuk transaksi pembayaran/form of payment, lama tinggal/duration of stay; kegiatan wisata yang dilakukan. b. Rekomendasi kebijakan, rencana dan program untuk meningkatkan volume pembelanjaan wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara di. BAB 1 - PENDAHULUAN 11

28 1.5. Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan pekerjaan di termasuk didalamnya 5 wilayah administratif: Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul Dasar Hukum Pelaksanaan Dasar hukum pelaksanaan pekerjaan dilandasi oleh berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu: a. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. b. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan. c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1950 tentang pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2,3,10 dan 11 tahun d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun e. Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun f. Peraturan Daerah DIY Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah DIY Tahun g. Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah DIY Tahun BAB 1 - PENDAHULUAN 12

29 h. Peraturan Daerah Istimewa Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY. i. Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2015 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Dinas Pariwisata Provinsi Keluaran Keluaran Dokumen Penyusunan mencakup: a. Analisis pola pembelanjaan wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara dan peruntukannya, distribusinya di kabupaten/kota serta pola perjalanan wisatawan mancanegara dan nusantara; b. Analisis permintaan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara terhadap produk wisata DIY; dan c. Rekomendasi rencana strategi dan program untuk meningkatkan volume pembelanjaan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara Jangka Waktu Pelaksanaan Lama pekerjaan DIY ini adalah 90 hari yang terbagi sesuai dengan matriks sebagai berikut: BAB 1 - PENDAHULUAN 13

30 Tabel 1.5. Program Kerja DIY NO. TAHAPAN 1. Ketugasan Tim Leader 2. Ketugasan Tenaga Ahli 3. Pendataan/Survey 4. Pengawasan Hasil Survey 5. Penyusunan Laporan 6. Editing dan Rekomendasi 7. Presentasi Laporan Pendahuluan 8. Presentasi Laporan Antara 9. Presentasi Laporan Akhir 10. Revisi/Penyempurnaan Laporan Akhir 11. Pencetakan Laporan BULAN I II III 1.9. Sistematika Sistematika pembahasan laporan kegiatan Analisis Belanja Wisatawan DIY adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Merupakan bab pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang penyusunan, Pentingnya, maksud dan tujuan penelitian, sasaran penelitian, dasar hukum, keluaran, jangka waktu pelaksanaan kegiatan, dan sistematika pembahasan. Bab II Kajian Teori dan Konseptual Berisi tentang teori-teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tinjauan dasar hukum dan BAB 1 - PENDAHULUAN 14

31 kebijakan pariwisata, tinjauan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah DIY, wisatawan dan produk wisata. Bab III Metodologi Berisi mengenai metode yang digunakan untuk penelitian ini, meliputi: alur pikir, lokasi survey, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data. Bab IV Deskripsi Karakteristik Wisatawan di DIY Berisi deskripsi karakteristik demografi, akomodasi, lama tinggal wisatawan dan lokasi kunjungan wisatawan. BAB V Analisa Data Survei Wisatawan di DIY Berisi tentang analisa permintaan dan pembelanjaan wisatawan nusantara dan mancanegara. BAB VI Strategi Meningkatkan Pembelanjaan Wisatawan di DIY Berisi tentang strategi-strategi untuk meningkatkan pembelanjaan wisatawan nusantara dan mancanegara. BAB VII Kesimpulan dan Rekomendasi Berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi dari kajian analisa pembelanjaan wisatawan. BAB 1 - PENDAHULUAN 15

32 BAB II KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Dasar Hukum dan Kebijakan Pariwisata Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Undang-undang no 10 tahun 2009 Pasal 5 disebutkan bahwa Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip: Pertama, menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan. Kedua, menjunjung tinggi hak asasi

33 manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal. Ketiga, memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas. Keempat, memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Kelima, memberdayakan masyarakat setempat. Keenam, menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan. Ketujuh, mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata. Kedelapan, memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Tinjauan RIPPARNAS RIPPARNAS atau Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataaan Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2011 tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional tahun Peraturan pemerintah tersebut di dalam nya terdapat Misi pembangunan kepariwisataan nasional yang terdiri dari berbagai pengembangan. Pertama, pengembangan destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat. Kedua, Pemasaran Pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara. Ketiga, industri Pariwisata yang berdaya saing, kredibel, BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 17

34 menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. Keempat, Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan. Tujuan pembangunan kepariwisataan nasional antara lain yaitu pertama, meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata. Kedua, mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab. Ketiga, mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional. Keempat, mengembangkan Kelembagaaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Sasaran pembangunan kepariwisataan nasional yaitu, pertama peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Kedua, peningkatan jumlah pergerakan wisatawan nusantara. Ketiga, peningkatan jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara, keempat, peningkatan jumlah pengeluaran wisatawan nusantara. Kelima, peningkatan produk domestik bruto di bidang Kepariwisataan. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 18

35 Arah pembangunan kepariwisataan nasional yaitu pertama, berdasarkan prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan, kedua, berorientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan. Ketiga, tata kelola yang baik. Keempat, secara terpadu secara lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pelaku. Kelima, mendorong kemitraan sektor publik dan privat. 2.2 Tinjauan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah DIY Berdasar pada Arah Kebijakan Pembangunan Pemasaran Pariwisata Daerah pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah DIY adalah sebagai berikut: a. Pemetaan, analisis peluang pasar dan perintisan pemasaran ke pasar potensial; b. Pemantapan segmen pasar wisatawan massal dan pengembangan segmen ceruk pasar dalam mengoptimalkan pengembangan Destinasi Pariwisata dan dinamika pasar global; c. Pemantapan segmen pasar wisatawan massal, dengan fokus pengembangan segmen keluarga dan komunitas/tradisi budaya dan pengembangan segmen ceruk pasar dengan fokus pengembangan segmen MICE; BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 19

36 d. Pengembangan dan pemantapan citra daerah sebagai Destinasi Pariwisata; e. Pengembangan citra Kepariwisataan Daerah sebagai Destinasi Pariwisata yang aman, nyaman dan berdaya saing; f. Peningkatan peran media komunikasi pemasaran dalam memasarkan dan mempromosikan Wisata; g. Pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan; h. Pendukungan kebijakan promosi penggerak Wisatawan; dan i. Pengembangan Badan Promosi Pariwisata Daerah. 2.3 Wisatawan dan Produk Wisata Pengertian Wisatawan Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu dengan tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Wisatawan merupakan orang yang melakukan kegiatan wisata atau orang yang bepergian ke suatu tempat dengan tujuan untuk berwisata, melihat daerah lain, menikmati sesuatu, mempelajari sesuatu, menambah ilmu pengetahuan dan juga menambah pengalaman atau melepas penat, serta bersenang- BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 20

37 senang. Wisatawan juga sering disebut dengan turis (tourist). Tujuan wisatawan ketika melakukan aktivitas wisata bermacammacam seperti: ingin mengenal kebudayaan lainnya, dilakukan dalam rangka kunjungan kerja atau melakukan penelitian di daya tarik wisata tertentu Pengertian Wisatawan Nusantara Wisatawan Nusantara menurut Soekadijo (2000), adalah seseorang yang melakukan perjalanan diwilayah teritorial suatu negara, dalam hal ini Indonesia, dengan lama perjalanan kurang dari 6 bulan dan bukan bertujuan untuk memperoleh penghasilan ditempat yang dikunjungi serta bukan perjalanan rutin (sekolah atau bekerja), dengan mengunjungi daya tarik wisata komersil, atau menginap di akomodasi komersil dan atau jarak perjalanan lebih besar atau sama dengan 100 Km pergi pulang. Lebih lanjut terkait dengan maksud kunjungan atau motivasi perjalanan wisata untuk wisatawan nusantara diantaranya adalah berlibur/rekrekasi, profesi/bisnis, misi/pertemuan kongres, pendidikan, kesehatan, ziarah, mengunjungi teman atau olahraga Pengertian Wisatawan Mancanegara Definisi wisatawan mancanegara sesuai dengan rekomendasi United Nation World Tourism Organization (UNWTO), adalah setiap orang yang melakukan perjalanan ke suatu negara di luar negara tempat tinggalnya, kurang dari satu tahun, didorong oleh suatu tujuan utama (bisnis, berlibur, atau tujuan pribadi BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 21

38 lainnya), selain untuk bekerja dengan penduduk negara yang dikunjungi. Definisi ini menurut Badan Pusat Statistik (2016), mencakup dua kategori tamu mancanegara, yaitu 1. Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: a. Personal: berlibur, rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga, belajar atau pelatihan, kesehatan, olahraga, keagamaan, belanja, transit, dan lain-lain. b. Bisnis dan profesional: menghadiri pertemuan, konferensi atau kongres, pameran dagang, konser, pertunjukan, dan lain-lain. 2. Pelancong (Excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari dua puluh empat jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passenger yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal atau kereta api, di mana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia di negara tersebut) Persepsi Wisatawan Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain sebagai berikut: BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 22

39 1. Faktor Internal berupa motivasi, minat, kebutuhan, dan asumsi. Motivasi, misalnya rasa lelah menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat. Minat, hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik. Kebutuhan, kebutuhan akan hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. Asumsi, mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain. 2. Faktor Eksternal berupa Concreteness, Novelty, Velocity, dan Conditional Stimuli. Concreteness, yaitu wujud atau gagasan abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat. Conditional Stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain lain Produk Wisata Produk menurut Kotler dan Keller (via Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2011) adalah segala sesuatunya yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Middleton (via Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2011) menambahkan bahwa dalam industri pariwisata, produk dapat dipahami dalam dua tingkatan antara lain sebagai berikut : BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 23

40 a. Produk wisata secara keseluruhan (total tourist products) yang meliputi kombinasi dari keseluruhan produk dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan mulai dari dia meninggalkan rumah sampai pada dia kembali. Dalam hal ini produk meliputi ide, suatu harapan atau gambaran mental (mental construct) dalam benak konsumen saat penjualan produk wisata. b. Produk secara spesifik, yang meliputi produk komersial yang merupakan bagian dari produk wisata keseluruhan, seperti akomodasi, transportasi, atraksi, daya tarik wisata, dan fasilitas pendukung lainnya seperti persewaan mobil dan penukaran uang asing. Produk wisata pembangunan kepariwisataan di Indonesia dalam definisi yang kedua menurut Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI (2011) tercakup dalam pembangunan industri pariwisata yang meliputi 13 jenis usaha pariwisata yang menghasilkan produk pariwisata tersebut. Jadi, total tourist product adalah serangkaian produk berwujud dan tidak berwujud, yang berinti pada aktivitas berwisata di suatu destinasi. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 24

41 Gambar 2.1 Components of Tourism Produk pariwisata atau yang dapat dikatakan sebagai tujuan wisata tidak dapat tercipta dengan sendirinya, melainkan merupakan perpaduan dari berbagai sektor. Dalam praktiknya, terdapat 3 komponen dasar pembentuk produk pariwisata dan tujuan wisata, yaitu Daya Tarik Wisata (Attraction), Amenitas dan Aksesibilitas (3A). Berikut akan dijelaskan mengenai komponenkomponen dasar pembentuk produk tujuan wisata: a. Daya tarik (Attractions), merupakan keunggulan yang dimiliki suatu daerah yang dapat digunakan untuk menjual daerah tersebut sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang untuk melakukan kegiatan wisata. b. Amenitas, merupakan kenyamanan yang didukung oleh berbagai sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata. Ketersediaan sarana dan prasarana maupun fasilitas penunjang BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 25

42 kegiatan pariwisata dapat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pariwisata di suatu daerah. c. Aksesibilitas, merupakan jaringan dan sarana prasarana penghubung yang menghubungkan satu kawasan wisata dengan wilayah lain yang merupakan pintu masuk bagi para wisatawan untuk mengunjungi tempat wisata. Gambar 2.2 Model Keterkaitan Dampak dalam Pariwisata Pola Perjalanan Wisata dan Motivasi Perjalanan Pada umummya, pola perjalanan wisata dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain : a. Berdasarkan Cara Melakukan Secara rombongan, dalam ikatan dengan paket wisata tertentu, dikenal sebagai GIT (Grouped Inclusive Travel) yaitu seluruh kebutuhan perjalanan (jadual, destinasi, tiket, hotel dan lain-lain) BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 26

43 diatur sesuai program (itinerary) paket yang dipilihnya. Perjalanan perorangan, baik sendiri maupun kelompok kecil mandiri. Wisatawan mengatur sendiri seluruh kebutuhan perjalanannya, baik jadwal maupun destinasinya, dan bebas dari ikatan paket wisata. Pola perjalanan ini dikenal dengan FIT (Free Individual Travel). Meskipun demikian, kelompok ini juga sering menggunakan jasa biro perjalanan dalam hal pemesanan tiket atau kamar hotel. b. Jarak Perjalanan Jarak dekat (short-haul), pada umumnya dinilai dari lamanya penerbangan yang ditempuh. Pada pola perjalanan ini memiliki jarak yang dekat yaitu tidak lebih dari 3 jam. Berbeda dengan ketentuan yang berlaku secara internasional, short-haul untuk penerbangan domestik pada umumnya ditetapkan tidak lebih dari 1,5 jam yaitu dengan jarak sekitar 500 mil (± 800 Km). Jarak menengah (medium-haul), dinilai dari lama penerbangan antara 3-6 jam. Jarak jauh (long-haul), meliputi penerbangan lebih dari 6 jam, yang umunya menggunakan pesawat berbadan lebar, yang mampu terbang minimal 6-7 jam. Saat ini, banyak pesawat yang dioperasikan oleh airlines secara non-stop dalam waktu jam penerbangan. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 27

44 c. Moda Transportasi Transportasi di permukaan bumi (surface transport), baik di darat maupun di laut dan/atau kombinasi antara laut (kapal pesiar/cruise) dan darat, serta transportasi udara (air transport) Motivasi perjalanan seseorang terbentuk karena adanya kebutuhan dan/ atau keinginan manusia itu sendiri, sesuai dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan tersebut dimulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan prestige dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga dan situasi kerja yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis. McKercher, B. and H. du Cros (2003) mengajukan model tipologi wisatawan menggunakan sentralitas tujuan dan banyaknya pengalaman. Model tipologi pariwisata ini lebih lanjut mengidentifikasi variasi variabel perjalanan, demografi, pengalaman, motivasi, sikap dan pembelajaran yang lebih luas. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 28

45 Gambar 2.3 Tipologi Wisatawan Sumber: McKercher, B. and H. du Cros (2003) Wisatawan dapat melakukan perjalanan karena berbagai alasan selain untuk rekreasi dan olahraga. Orang yang bepergian ke kota terdekat untuk perawatan medis dan wisatawan bisnis di luar negeri negara adalah wisatawan. Mereka dapat mengambil bagian dalam kegiatan karakteristik pariwisata selama kunjungan misalnya: mereka akan membutuhkan akomodasi dan makanan. Mereka dapat mengunjungi tempat-tempat menarik atau sampel budaya lokal. Mereka mungkin bahkan membeli kenang-kenangan untuk mengingatkan dari perjalanannya. Semua ini kegiatan dapat digambarkan sebagai perilaku wisatawan, meskipun alasan untuk perjalanan mungkin agak berbeda. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 29

46 Menurut Honner & Swarbrooke (2007) faktor-faktor yang menentukan pengambilan keputusan destinasi wisata dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor yang menentukan apakah konsumen akan bisa mengambil liburan atau tidak dan faktor-faktor yang menentukan jenis tipe perjalanan dan pengalaman apabila liburan wisata diambil oleh mereka. Kemudian dari dua jenis faktor tersebut mereka membagi lagi menjadi faktor-faktor yang bersifat personal bagi seorang wisatawan dan faktor-faktor yang bersifat eksternal bagi wisatawan. Gambar 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Wisata Sumber: Goeldner & Ritchie (2012) BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 30

47 Goeldner & Ritchie (2012) juga menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan destinasi wisata dengan memasukkan elemen-elemen fasilitas utama dan pendukung pariwisata, seperti akomodasi, makanan dan minuman, hotel dan lain sebagainya. Mereka juga menambahkan bahwa transportasi serta akses jalan juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pemilihan destinasi wisata, karena beberapa segmen ada yang tidak menyukai tempat-tempat yang sulit untuk ditempuh, walaupun beberapa dari mereka juga ada yang menyukai tantangan. Selain faktor-faktor diatas harga paket wisata dan event-event/hiburan-hiburan berbasis pariwisata dan teknologi pendukung semisal internet dan teknologi informasi juga mendapat perhatian dari wisatawan dalam penentuan destinasi wisata. BAB 2 KAJIAN TEORI DAN KONSEPTUAL 31

48 BAB III METODOLOGI 3.1. Alur Pikir Dalam kajian ini menggunakan pendekatan dengan alur pikir sebagai berikut: Diagram 3.1 Alur Pikir DIY Berdasarkan diagram tersebut input dari kajian ini adalah berasal struktur dan pola pengeluaran wisatawan nusantara, struktur dan pola

49 pengeluaran wisatawan mancanegara serta tinjauan RIPPARDA DIY tahun Dari input tersebut akan dilakukan analisis menggunakan metode deskriptif dengan pengambilan data melalui survey, studi literatur dan hasil olah data cross tab. Adapun output dari kegiatan ini ialah pola belanja wisatawan, analisis permintaan dan rekomendasi strategi dan program dalam rangka meningkatkan volume pembelanjaan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Untuk mendapatkan data tersebut tentunya menggunakan kuesioner dengan ruang lingkup pada tabel berikut. No Kebutuhan Data Tabel 3.1 Ruang Lingkup Dimensi Kuesioner DIY Wisatawan Nusantara 1 Profil 1. Asal daerah 2. Jenis Kelamin 3. Usia 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Jumlah pendapatan 7. Tujuan berwisata Lingkup Kebutuhan Data Wisatawan Mancanegara 1. Kebangsaan 2. Jenis Kelamin 3. Usia 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Jumlah pendapatan 7. Tujuan berwisata 2 Psikografis 1. Total pengeluaran selama berwisata 2. Jenis pengeluaran Pembelanjaan harian 3. Pengeluaran produk/barang/jasa 4. Bentuk transaksi pembayaran 5. Tempat pembelian produk/barang/jasa 6. Lama tinggal 7. Kegiatan wisata yang dilakukan 8. Kualitas produk 9. Kesesuaian harga 3 Saran dan masukan Saran dan masukan terkait dengan pengembangan produk wisata. 1. Total pengeluaran selama berwisata 2. Jenis pengeluaran Pembelanjaan harian 3. Pengeluaran produk/barang/jasa yang dibeli 4. Bentuk transaksi pembayaran 5. Tempat pembelian produk/barang/jasa 6. Lama tinggal 7. Kegiatan wisata yang dilakukan 8. Kualitas produk 9. Kesesuaian harga Saran dan masukan terkait dengan pengembangan produk wisata. BAB 3 METODOLOGI 33

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya dan dikenal dengan

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

Lebih terperinci

NUR END NUR AH END JANU AH AR JANU TI AR

NUR END NUR AH END JANU AH AR JANU TI AR NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal dengan masyarakat lokal Mari ingat

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal Mari ingat kembali Unsur Pariwisata

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk Usaha, Bidang Usaha, dan Perkembangan Usaha. Jakarta Barat merupakan salah satu bagian yang memiliki kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk Usaha, Bidang Usaha, dan Perkembangan Usaha. Jakarta Barat merupakan salah satu bagian yang memiliki kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk Usaha, Bidang Usaha, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Peraturan Pemerintah Nomor : 25 Tahun 1978, wilayah DKI Jakarta di bagi menjadi 5 (lima) wilayah kota administrasif.

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri pariwisata telah berkembang dengan pesat di berbagai negara dan menjadi sumber devisa yang cukup besar. Di Indonesia pariwisata menjadi suatu bukti keberhasilan

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya adalah wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, dan masih banyak lagi. Dari

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO Menimbang a. : PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO 2014-2033 b. c. d. Mengingat 1. : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia memiliki potensi wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata tingkat dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami

I. PENDAHULUAN. Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1990, jumlah wisatawan internasional hanya sekitar 439 juta, maka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA TUGAS AKHIR Oleh: FRIDA HANDAYANI HASIBUAN L2D 000 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA

MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA MASALAH DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DI INDONESIA : STUDI KASUS 10 DAERAH TUJUAN WISATA PUSAT KAJIAN ANGGARAN BADAN KEAHLIAN DPR RI 2017 Masalah Dan Tantangan Pembangunan Pariwisata Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata merupakan industry terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Sektor pariwisata akan menjadi pendorong

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG - 1 -

WALIKOTA SEMARANG - 1 - WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan suatu daerah terutama dengan adanya hubungan dengan otonomi daerah khususnya di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. (Yerik Afrianto

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia wisata di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tempat wisata yang berdiri dimasing-masing

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN 2013-2023 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi

STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi LAPORAN INDUSTRI Juli 2013 STUDI KINERJA INDUSTRI PARIWISATA Pertumbuhan Wisatawan, Perhotelan, Perjalanan Wisata, dan Transportasi DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.... 1.1 Kata Pengantar. 1 2 IV. PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN -1- SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 Tahun 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATANTAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil Menteri Pariwisata dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2015-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pariwisata bukan hal yang asing untuk masyarakat. Banyak wisatawan baik domestik maupun asing yang datang berlibur untuk menghabiskan waktu dan menikmati keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat strategis dan memiliki trend kontribusi positif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Menurut data BPS,

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan sektor pariwisata, hal ini dilihat dari pertumbuhan sektor pariwisata yang tumbuh pesat. Dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan devisa negara yang cukup besar. Usaha untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan devisa negara yang cukup besar. Usaha untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar. Usaha untuk mengembangkan dan menggalakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja. Hasil kajian World Economic Forum (WEF) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja. Hasil kajian World Economic Forum (WEF) terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun terakhir ini sektor pariwisata memberikan kontribusi yang semakin tinggi baik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dunia maupun penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis Tahun 2013-2018, dibangun berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor utama yang diandalkan setiap negara. Seiring dengan permintaan pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015)

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu Negara, wilayah, maupun daerah. Melalui perkembangan pariwisata, Negara, wilayah,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami. peningkatan. Jika pada tahun 1990, jumlah wisatawan internasional hanya sekitar

Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami. peningkatan. Jika pada tahun 1990, jumlah wisatawan internasional hanya sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah wisatawan internasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1990, jumlah wisatawan internasional hanya sekitar 439 juta, maka dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muta ali (2012) menjelaskan bahwa pengembangan wilayah adalah salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya wilayah untuk dimanfaatkan sebesarbesarnya demi kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan bagi negara melalui pendapatan devisa negara. Semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan bagi negara melalui pendapatan devisa negara. Semakin banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbangkan pendapatan bagi negara melalui pendapatan devisa negara. Semakin banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi sangat besar bagi Indonesia yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kekayaan potensi pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk meningkatkan kunjungan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015 2025 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Memperoleh keunggulan bersaing merupakan tantangan utama bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Memperoleh keunggulan bersaing merupakan tantangan utama bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memperoleh keunggulan bersaing merupakan tantangan utama bagi perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan bisnis masa kini. Sebelum melakukan perumusan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertarik di bidang bisnis selalu memikirkan dan berusaha untuk melakukan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. tertarik di bidang bisnis selalu memikirkan dan berusaha untuk melakukan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari zaman dahulu hingga sekarang seseorang atau sebagian besar orang yang tertarik di bidang bisnis selalu memikirkan dan berusaha untuk melakukan bisnis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri pariwisata merupakan salah satu sarana yang tepat dalam meningkatkan kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara berkembang (developing country) pada tiga dekade terakhir. Hal ini jelas terlihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus berkembang baik dalam segi kehidupan masyarakatnya maupun segi tata ruangnya. Kota Yogyakarta pernah

Lebih terperinci

Cara Pemesanan: Spesifikasi: Customer Support: Harga : Rp

Cara Pemesanan: Spesifikasi: Customer Support: Harga : Rp www.indoanalisis.co.id Spesifikasi: Tipe Laporan : Laporan Industri Terbit : Juli 2013 Halaman : 174 Format : Hardcopy (Book Full Colour) Softcopy (Data Grafik Excel) Harga : Rp 6.750.000 Cara Pemesanan:

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara Adi Soemarmo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara Adi Soemarmo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap transportasi umum berkembang sejalan dengan taraf ekonomi masyarakat. Adanya peningkatan kebutuhan sarana transportasi tidak lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan bentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang semakin baik, hal tersebut tentunya akan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang semakin baik, hal tersebut tentunya akan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan industri yang sekarang ini mengalami perkembangan yang semakin baik, hal tersebut tentunya akan memberikan pengaruh terhadap devisa negara.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Propinsi Bali pada Tahun 2009 memiliki luas sekitar Ha dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Propinsi Bali pada Tahun 2009 memiliki luas sekitar Ha dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sangat terkenal sebagai destinasi tujuan wisatawan berkunjung ke Indonesia. Propinsi Bali pada Tahun 2009 memiliki luas sekitar 563.286 Ha dan memiliki penduduk

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat menjanjikan dalam meraih devisa negara. Salah satu komponen industri pariwisata yang besar peranannya

Lebih terperinci

2015 PENGARUH SERVICE RECOVERY DAN CUSTOMER EMOTIONS TERHADAP KEPUASAN TAMU DI GRAND SERELA SETIABUDHI HOTELBANDUNG

2015 PENGARUH SERVICE RECOVERY DAN CUSTOMER EMOTIONS TERHADAP KEPUASAN TAMU DI GRAND SERELA SETIABUDHI HOTELBANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri pariwisata di Indonesia saat ini terbilang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2013-2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. World Tourism

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, terlihat dari bertambahnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Pariwisata

Lebih terperinci