BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Industri perbankan adalah sebuah industri jasa yang sedikit banyak menggantungkan keberhasilan usahanya pada produktfitas dalam memberikan jasa kepada konsumen. Hal ini akan menentukan keberlangsungan dan kesuksesan perusahaan di masa mendatang. produktifitas perusahaan ditentukan kemampuan karyawannya dalam menjalankan tugas. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan dalam mengkultivasi karyawannya untuk mendapatkan kinerja yang terbaik. Bank Niaga dan Bank Lippo merupakan dua perusahaan yang memiliki sistem manajemen konflik yang berbeda. Bank Niaga merupakan perusahaan yang menuntut profesionalitas sebagai penilaian tertinggi karyawan, maka dari itu adanya kesenjangan atau perasaan pribadi antar karyawan bukanlah tanggung jawab karyawan. Kewajiban karyawan di saat jam kerja adalah untuk kepentingan perusahaan, maka dari itu segala bentuk permasalahan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan tidak akan diperdulikan karena dinilai hanya merugikan waktu saja. Apabila ada karyawannya yang memiliki masalah pribadi dengan karyawan lainnya, maka petinggi perusahaan mewajibkan karyawannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri diluar jam kerja. Berbeda dengan Bank Niaga, Bank lippo merasa segala bentuk masalah dari karyawannya adalah tanggung jawab perusahaan. Hubungan erat didalam perusahaan dinilai sebagai faktor yang dapat meningkatkan minat dan produktivitas pegawai dalam menjalankan tugasnya. Apabila tingkat kebahagiaan pegawai tinggi maka semangat dan pendapatan perusahaanpun akan menjadi tinggi. Jika dilihat dari respon wawancara responden dapat dikatakan bahwa karyawan ex Lippo lebih terlihat easy going daripada karyawan ex Niaga karena kebudayaan yang mereka bawa sebelum merger.

2 Bank CIMB Niaga memiliki sistem yang memberikan kebebasan bagi setiap Branch Manager untuk secara bebas menentukan sistem manajemen konflik perusahaannya. Selama konflik yang terjadi dapat terkendali, pihak pusat tidak akan ikut campur atas proses kepemimpinan tiap cabang perusahaan. Apabila konflik yang ada di salah satu cabang perusahaan sudah tidak dapat dikendalikan, maka pihak pusat baru turun tangan dalam membantu menyelesaikan konflik yang terjadi. Konflik dinilai tidak terkendali apabila sudah bersifat visible atau viral. Visible berarti konflik yang ada, terlihat telah mempengaruhi pendapatan CIMB Niaga sehingga menurunkan profit perusahaan. Viral berarti konflik yang ada telah diketahui bukan hanya oleh pihak perusahaan saja tetapi oleh pihak-pihak lain seperti kompetitor bank lain atau masyarakat umum. Kondisi yang paling dihindari adalah apabila permasalahan yang ada di kontor cabang menyululut perhatian media sehingga merusak citra perusahaan. Sebelum merger Bank Niaga memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan Bank Lippo, maka posisi manajer di CIMB Niaga lebih banyak diisi oleh karyawan ex Niaga. CIMB Niaga cabang Yogyakarta berada dibawah kepemimpinan Bapak R. Widiatama Bunarto yang merupakan karyawan ex Lippo. Hal ini yang membedakan proses manajemen konflik cabang kantor Yogyakarta dengan mayoritas cabang kantor lainnya yang dipimpin oleh karyawan ex Lippo. Proses manajemen konflik yang dilakukan di CIMB Niaga cabang Yogyakarta tidak mengacu pada konflik dengan skala besar saja. Pemimpin cabang perusahaan merasa bahwa setiap konflik yang ada, baik besar maupun kecil akan menimbulkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini yang akan mengganggu kinerja karyawan sehingga nantinya dalam jangka panjang akan akan memberikan dampak negatif bukan hanya bagi karyawan yang terligat tapi bagi seluruh karyawan perusahaan lainnya. Meskipun tiap karyawan untuk bersifat profesional didalam perusahaan, adanya kesenjangan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan tugas akan mempengaruhi produktivitas. Jika produktivitas menurun maka pendapatan perusahaan juga akan menurun. Atas pertimbangan seperti inilah pihak CIMB Niaga cabang Yogyakarta selalu berusaha menyortir dan menyelesaikan semua permasalahan yang muncul di lingkungan perusahaan.

3 Proses manajemen konflik sudah dilakukan secara intens semenjak periode awal merger. Di cabang Yogyakarta, dibentuk tim yang bernama agent of change yang bertugas untuk mengontrol adanya permasalah yang ditimbulkan dari proses merger. Tim agent of change membawa unsur nilai budaya musyawarah dan mufakat sama seperti sistem manajemen konflik yang berupa konsultasi rutin. Program agent of change berjalan selama dua tahun pertama pada pasca merger. Setelah itu, permasalahan yang muncul didalam perusahaan tidak di handle oleh human resource seperti mayoritas kantor cabang lainya, tetapi dibentuklah badan koordinasi (BAKOR) yang anggotanya merupakan masing masing manajer dari tiap divisi dan berada langsung dibawah pengawasan pemimpin cabang perusahaan. Divisi ini dibentuk dengan alasan utama agar pemimpin dapat memonitor langsung kondisi mental karyawannya dan dapat langsung meng handle permasalahan secara cepat. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa mayoritas responden memiliki konflik yang berbeda-beda. Hal ini didapat berdasarkan hasil wawancara yang dimana sebagian besar responden menyatakan tidak adanya konflik antar karyawan CIMB Niaga cabang Yogyakarta. Dapat dilihat dari pernyataan salah seorang responden yang mengatakan bahwa pernah terjadi konflik yang mempermasalahkan tentang pembagian kerja, gaji, bahkan sikap karyawan lain, tetapi salah seorang responden lainnya mengatakan bahwa tidak ada konflik di dalam perusahaan. Dalam hasil penulisan ini juga ditemukan bahwa pelaksanaan merger dari dua perusahaan akan menciptakan konflik yang terlihat semenjak awal merger. Oleh karena itu perlu adanya manajemen konflik yang harus dilakukan oleh pihak CIMB Niaga untuk mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri pada visi, misi, dan tujuan organisasi serta memahami karyawan lain dan menghormati keberagaman yang terjadi dalam organisasi. B. Saran Berdasarkan dari hasil penulisan dalam skripsi ini, peneliti mencoba mengemukakan beberapa saran yang semoga dapat menjadi masukan dan sumber inspirasi bagi pihak manajemen Bank CIMB

4 Niaga cabang Yogyakarta khususnya badan koordinasi (BAKOR) untuk dapat lebih memaksimalkan proses manajemen konflik dalam mendapatkan hasil yang paling menguntungkan bagi perusahaan. 1. Bank CIMB Niaga telah mengakui peran penting manajemen konflik bagi pencapaian objective perusahaan, maka dari itu pihak manajer untuk lebih memberikan perhatian terhadap proses pencegahan konflik yang dinilai tidak perlu dan penyelesaian konflik yang dapat memberikan hasil positif. Dengan kata lain, proses manajemen konflik membutuhkan penanganan yang lebih serius melalui penetapan suatu strategi jangka panjang yang terencana. Adanya perumusan strategi yang terarah akan membantu Bank CIMB Niaga dalam menentukan dan mencapai tujuan serta mengimplementasikan visi dan misinya. Dalam konteks ini, para manajer akan memainkan peranan yang efektif, sadar dan rasional dalam menentukan arah kebijakan perusahaan, yang tentunya akan memberikan kontribusi positif dibandingkan bila mereka hanya bersikap reaktif dan merespon secara pasif setiap perubahan yang terjadi. 2. Setiap karyawan harus mengerti apa yang dapat dikatakan dengan konflik dan bagaimana melakukan sebuah manajemen konflik, karena dengan mengerti bagaimana strategi manajemen konflik maka karyawan dapat bekerja dengan nyaman, bersaing secara sehat dan memajukan perusahaan CIMB Niaga itu sendiri. Dari hasil wawancara, penulis menemukan masih ada beberapa narasumber yang kurang mengerti definisi dari konflik itu sendiri sehingga jawaban yang diberikan tentang manajemen konflik dirasa kurang tepat. 3. Dalam mensosialisasikan konflik, sebaiknya Badan Koordinasi (BAKOR) lebih meningkatkan perhatian pada komunikasi dua arah dalam setiap program yang dijalankannya. Komunikasi dua arah yang dilakukan tidak hanya ditujukan kepada pihak yang terlibat langsung tetapi juga kepada karyawan yang dapat bersikap secara netral

5 tanpa memihak. Hal ini dilakukan karena pihak netral dapat memberi masukan-masukan sendiri baik kepada Badan Koordinasi (BAKOR) maupun kepada pihak yang terlibat konflik. Dengan pihak manajemen yang memperhatikan pendapat dan kebutuhan dari karyawan, maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan loyalitas kepada perusahaan. 4. Untuk mengetahui tingkat keefektivitas dari setiap program manajemen konflik yang dijalankan, maka Badan Koordinasi (BAKOR) perlu mengembangkan alat evaluasi yang lebih baik, konsisten dan lebih terarah. Dengan evaluasi yang lebih baik, akan diperoleh beragam informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki program yang sedang dilaksanakan, serta dapat menggunakannya sebagai masukan untuk menyusun program selanjutnya di masa mendatang.