BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. pasien yang berkaitan dengan medis. Salah satu kewajiban yang tercantum dalam

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam menjalankan praktik kedokteran, seorang dokter harus dapat melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak pasien dalam hubungan dokter pasien yang berkaitan dengan medis. Salah satu kewajiban yang tercantum dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51, dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Hal ini berarti seorang dokter wajib untuk melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya adalah penulisan rekam medis. Selaras dengan yang tercantum dalam UU Nomor 29 tahun 2004 pasal 46, disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Tak hanya itu, seorang dokter juga berkewajiban untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien dengan menerapkan prinsip prinsip etik, yaitu: beneficence, non-maleficence, justice, dan autonomy. Salah satu implementasi dari prinsip etik autonomy dapat dilihat melalui proses informed consent yang terjadi antara dokter dengan pasien. Hal yang perlu digaris bawahi dari informed consent adalah bagian penjelasan atau informasi yang telah didapat oleh pasien atau keluarga terdekat. Artinya, informed consent adalah sebuah proses, bukan hanya sekadar persetujuan 1

2 2 tanpa diikuti dengan pemberian informasi yang jelas dan pemahaman dari pihak pasien mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Sebagai bukti akan adanya proses ini, informed consent dapat dituangkan dalam bentuk tulisan yang menandakan persetujuan untuk memperkuat kedudukan hukumnya, terutama pada penyelenggaraan tindakan medis berisiko tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, tentunya sebuah rumah sakit dapat menggelar banyak tindakan medis berisiko tinggi, salah satunya adalah departemen Obstetri dan Ginekologi yang banyak melakukan tindakan seperti persalinan normal, sectio caesaria, kuretase, dan lain-lain. Angka kejadian dari tindakan tindakan tersebut cukup tinggi. Sebagai contoh adalah prevalensi sectio caesaria. Di negara berkembang, proporsi kelahiran dengan cara sectio caesaria berkisar 21,1% dari total kelahiran yang ada, sedangkan di negara maju hanya 2% (Suryati, 2012). Selain itu, data Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan operasi caesaria di Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3 6,8%. Contoh lain adalah tindakan histerektomi. Di Indonesia prevalensi histerektomi belum dapat diketahui secara pasti. Namun, data yang diambil dari bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa setiap tahun kurang lebih 230 tindakan histerektomi dilakukan dengan berbagai tujuan, seperti mengatasi perdarahan dan kanker serviks (Gozhali dan Junisaf, 2002). Angka angka tersebut menunjukkan bahwa prevalensi berbagai tindakan medis berisiko tinggi di bagian Obstetri dan Ginekologi cukup tinggi.

3 3 Kelengkapan dalam pengisian rekam medis dan disertakannya informed consent tertulis bersama rekam medis ini tentunya bertujuan tidak hanya demi keselamatan pasien seutuhnya, namun juga sebagai antisipasi terjadinya sengketa medis yang dapat melibatkan berbagai pihak. Untuk itulah, perlu diadakan kajian mengenai kualitas rekam medis dan informed consent tertulis di SMF Obstetri dan Ginekologi. Peneliti memilih tempat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten karena akses yang lebih mudah dan belum pernah diadakan penelitian sebelumnya di tempat yang sama. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: bagaimana gambaran kualitas rekam medis dan informed consent tertulis dari sisi medis dan hukum sebagai antisipasi sengketa medis pada pasien tindakan medis berisiko tinggi di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas rekam medis dan informed consent tertulis dilihat dari sisi medis dan hukum pada pasien tindakan medis berisiko tinggi di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. I.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

4 4 a. Memberikan gambaran mengenai kualitas rekam medis dan informed consent tertulis di salah satu SMF yang cukup sering menyelenggarakan tindakan medis berisiko tinggi bagi pasien, yaitu SMF Obstetri dan Ginekologi di salah satu rumah sakit umum pusat. b. Menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi pihak rumah sakit mengenai kualitas rekam medis dan informed consent tertulis yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam pengisian rekam medis dan informed consent tertulis ke depannya. c. Sebagai bahan yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya terkait dengan kualitas rekam medis dan informed consent. I.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai rekam medis dan informed consent pernah dilakukan sebelumnya dan dapat memberikan hasil berupa gambaran kualitas dari keduanya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada penelitian berjudul Analisa Kuantitatif dan Kualitatif Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Pasien Kebidanan dan Kandungan terhadap Klaim BPJS di Rumah Sakit Umum Nirmala Purbalingga pada Triwulan I Tahun 2015 (Iman, 2015) yang menggunakan sampel sebanyak 62 dokumen rekam medis pada bangsal kebidanan dan kandungan triwulan I tahun 2015, didapatkan gambaran kualitas rekam medis pasien. Hasilnya adalah review identitas 29(47%) lengkap dan 33(53%) tidak lengkap; review pelaporan 35(57%) lengkap dan 27(43%) tidak lengkap; review otentifikasi 30(48%) lengkap dan 32(52%) tidak lengkap;

5 5 review pencatatan 36(58%) lengkap dan 26(42%) tidak lengkap; review kelengkapan & konsistensi diagnosa 47(76%) baik dan 15(24%) tidak baik; review kelengkapan & konsistensi pencatatan diagnosa 41(66%) baik dan 21(34%) tidak baik, review adanya informed consent 50(80%) baik dan 12(20%) tidak baik, review klaim BPJS 39(63%) baik dan 23(37%) tidak baik. Penelitian ini memang sama sama membahas mengenai kualitas rekam medis, namun subjek penelitian yang diambil, latar, serta waktu penelitian yang dilakukan berbeda dengan yang penulis lakukan. Sedangkan pada penelitian dengan judul Kualitas Rekam Medis Konvensional pada Poliklinik Anak dan Poliklinik Bedah RSUP dr. Sardjito Yogyakarta (Septrianingtyas, 2008), didapatkan hasil bahwa rerata kualitas penyimpanan rekam medis poliklinik anak (mean rank = 84,61) lebih tinggi daripada poliklinik bedah (mean rank = 76,39) tetapi perbedaan ini ternyata tidak bermakna (p>0,05). Rerata kualitas medis rekam medis poliklinik anak (mean rank = 84,36) lebih tinggi daripada poliklinik bedah (mean rank = 62,64) dan perbedaan ini bermakna (p<0,05). Rerata kualitas hukum rekam medis poliklinik bedah (mean rank = 86,49) lebih tinggi daripada poliklinik anak (mean rank = 60,51) dan perbedaaan ini bermakna (p<0,05). Penelitian ini melakukan analisis terhadap dua poliklinik dan sampel yang dipakai hanya berkas rekam medis tanpa menganalisis kualitas dokumen informed consent tertulis. Selain itu, latar dan poliklinik yang diteliti pun berbeda. Lain halnya dengan penelitian kualitatif berjudul Quality of Informed Consent for Invasive Procedures (Brezis et al., 2008). Peneltian ini merupakan

6 6 penelitian yang menilai kualitas proses informed consent yang terjadi secara kualitatif, bukan menilai kualitas informed consent dari bukti otentik yang terdokumentasi atau secara kuantitatif. Metode dan latar dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Setengah dari pasien yang menjadi sampel penelitian tidak mengingat penjelasan yang pernah diberikan mengenai risiko tindakan dan 2/3 pasien tidak ingat diskusi mengenai opsi alternatif yang disediakan. Intervensi dinyatakan gagal, karena <10% pasien diminta untuk mengulangi kembali penjelasan yang diberikan kepada mereka. Ekspektasi mengenai pengambilan keputusan bervariasi: 60% memilih keputusan yang diambil bersama, 20% memilih keputusan yang diambil sendiri, dan sisanya memilih dokter yang mengambil keputusan. Tingkat kepuasan pasien dinilai bagus atau sangat bagus dari 80% pasien.