Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dengan Staf Warga Negara Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dengan Staf Warga Negara Indonesia"

Transkripsi

1 Lentera Hukum, Volume 5 Issue 1 (2018), pp doi: /ejlh.v5i University of Jember, 2018 Published online 07 May 2018 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dengan Staf Warga Negara Indonesia Eunike Giovani Fernanda, Ida Bagus Oka Ana Faculty of Law, University of Jember Abstrak Indra Taufiq, seorang warga negara Indonesia dan mantan staf lokal yang bekerja di Konsulat Jenderal Amerika Serikat Medan, mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Indonesia terhadap Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Medan dan Kedutaan Besar Amerika Serikat agar membayar hak-hak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepadanya. Meskipun putusan kasasi dimenangkan oleh Indra Taufiq, pihak Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat menolak untuk mematuhi putusan pengadilan tersebut dengan alasan kekebalan diplomatik yang dimiliki. Hal ini telah menjadi isu hukum yang harus dikaji dengan ditinjau dari perspektif hukum internasional terkait status hukum perwakilan diplomatik atau konsuler di Indonesia dan kewajiban apa yang harus dilakukan Indonesia untuk melindungi hak-hak staf lokal tersebut. Kata Kunci: Kekebalan Diplomatik dan Konsuler, Perselisihan, Warga Negara Abstract Indra Taufiq, an Indonesia citizen, a former local staff working for the United States of America Consulate General in Medan, brought an appeal to the Indonesian Supreme Court to the United States of America Consulate General in Medan and its embassy to pay Indra Taufiq s termination of employement rights. Although the verdict of the cassation was won by Indra Taufiq, the consulate general and the embassy of the United States of America refused to carry out the court's verdict on the grounds of diplomatic immunity. This is a legal issue that should be reviewed in terms of the perspective of international law related to the legal status of diplomatic or consular representation in Indonesia and what should be done Indonesia to protect the rights of Indonesian citizens workers. Keywords: Diplomatic and Consular Immunity, Dispute, Citizens I. PENDAHULUAN Perwakilan diplomatik yang ada di wilayah negara Indonesia diatur dengan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler. Keduanya sudah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Operasionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Operasionalnya mengenai Hal memperoleh Kewarganegaraan (UU Pengesahan Konvensi Wina). Ini berarti bahwa secara umum segala peraturan, norma-norma dan kaidah yang terdapat di dalam kedua konvensi tersebut diterima dan diakui oleh hukum nasional Indonesia.

2 2 LENTERA HUKUM Pembukaan hubungan diplomatik atau konsuler Amerika Serikat di Indonesia untuk pertama kalinya secara resmi dibuka pada tanggal 28 Desember yang ditandai dengan membuka kantor perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dengan menunjuk Duta Besar Amerika Serikat pertama untuk Indonesia, yaitu Horace Merle Cochran. 2 Setahun kemudian, Indonesia mengirim Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat yang pertama, yaitu Ali Sastroamidjojo. 3 Meskipun kekebalan diplomatik dan keistimewaan yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik atau konsuler berdasarkan konvensi wina 1961 dan Konvensi Wina 1963, perwakilan diplomatik atau konsuler tidakbisa mengabaikan sepenuhnya hukum nasional negara penerima, seperti contoh, dalam pembangunan gedung kedutaan besar harus sepenuhnya atau sebagian tunduk pada hukum nasional negara penerima yang berlaku yakni peraturan mengenai bangunan gedung. Gedung perwakilan diplomatik atau yang biasa disebut kantor kedutaan besar merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tujuan-tujuan misi termasuk tempat kediaman misi. 4 Pendirian kantor kedutaan besar diplomatik atau konsuler tidak dapat lepas dari peranan hukum nasional terkait Izin Mendirikan Bangunan. Salah satunya, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang pada intinya menyatakan bahwa pembangunan gedung kedutaan besar mengikuti aturan proses penerbitan IMB untuk bangunan gedung kepentingan umum dan dapat mempertimbangkan persyaratan teknis tertentu yang diisyaratkan oleh negara yang bersangkutan. Letak bangunan gedung kedutaan besar untuk Indonesia berada di wilayah ibukota negara Indonesia. 5 Kemudian, dalam hal penetapan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pemerintah daerah 6 Jakarta yang mana sebagai ibukota negara Indonesia. Gedung kedutaan besar untuk Indonesia memiliki klasifikasi bangunan gedung kegiatan usaha sebagai bangunan gedung perkantoran 7 dan klasifikasi kepemilikan bangunan gedung milik perorangan. 8 Gedung kedutaan besar diklasifikasikan sebagai gedung perkantoran karena tidak mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan dalam bentuk uang, melainkan memiliki tujuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina Selanjutnya 1 U.S Relation With Indonesia, online: US Dep State < 2 Amerika Serikat, online: < 3 Ibid. 4 Pasal 1 Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, 1961 [Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik]. 5 Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia [Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia]. 6 Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung [Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung]. 7 Pasal 6 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung [Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung]. Lihat juga Pasal 8 ayat (3) di Undang-Undang yang sama. 8 Pasal 10 ayat (7) Ibid. 9 Pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, supra note 4. Berbunyi: huruf a. Mewakili negara pengirim di negara penerima; huruf b. Melindungi kepentingan nasional negara pengirim di

3 3 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dikatakan sebagai gedung milik perorangan karena gedung kedutaan besar bukanlah milik negara Indonesia ataupun milik suatu badan usaha, akan tetapi milik suatu negara yang diberikan suatu kedaulatan wilayah yang diperuntukkan sebagai kantor perwakilan diplomatik di wilayah negara Indonesia sebagai akibat dari pembukaan hubungan diplomatik yang memiliki prinsip resiprositas. Pemberian wilayah gedung kedutaan dan konsuler diberikan melalui kesepakatan 10 antara negara pengirim dan penerima sebagai wujud diadakannya hubungan diplomatik. Kedaulatan wilayah yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik tentunya berkaitan dengan istilah yurisdiksi. D.J. Harris berpendapat bahwa yurisdiksi negara ialah kekuatan negara di bawah hukum internasional untuk mengatur orang-orang dan harta benda dengan hukum nasionalnya. 11 Selanjutnya, D.J. Harris juga berpendapat bahwa peraturan yurisdiksi suatu negara mengindetifikasi orang-orang dan harta benda dalam hukum yang diizinkan dan prosedurnya untuk menegakkan suatu undang-undang. 12 Dapat diartikan bahwa suatu negara berwenang terhadap orang dan harta benda yang berada di dalam wilayahnya. Secara alamiah, sifat dari yurisdiksi adalah yurisdiksi memungkinkan suatu negara memberikan dampak terhadap kebebasan berdaulat yang mereka miliki dalam sistem hukum internasional yang sudah diakui oleh negara-negara. 13 Di dalam yurisdiksi negara tidak lepas dari konsep kedaulatan wilayah dari suatu negara. Aturan dasar kedaulatan yaitu adanya prinsip persamaan kedaulatan negara dan memastikan bahwa hubungan internasional dapat dilakukan dengan baik dan benar. 14 Negara yang melaksanakan kedaulatan di wilayahnya maka secara otomatis dapat membuat peraturan perundangundangannya sendiri untuk setiap orang-orang dan harta benda yang berada di dalam wilayah kepemilikan negara yang bersangkutan. 15 Hal ini timbul dikarenakan adanya kedaulatan yang melekat pada setiap negara. Apabila yurisdiksi antar negara ini saling bersinggungan,setiap negara mempunyai hak untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya. Pada sisi lain, yurisdiksi negara ini tidak bersifat absolut, karena akan tergantung pada pembatasan-pembatasan tertentu yang diatur oleh hukum internasional. Oleh sebab itu, dalam prakteknya, negara tidak selalu dapat melaksanakan yurisdiksinya di negara penerima, sepanjang dalam batasan hukum internasional; huruf c. Negosiasi dengan pemerintah negara penerima; huruf d. Mengamati kondisi hukum dan perkembangan negara penerima dan melaporkannya ke pemerintah negara pengirim; huruf e. Mempromosikan hubungan baik diantara negara pengirim dan negara penerima, dan mengembangkan hubungan ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan di antara kedua belah pihak. 10 Ataberk Ozcan, Blind Alley of Diplomacy: The Legal Status of Ministers Abroad and Foreign Agencies (2017) Jus Gentium Int at DJ Harris, Cases and Materials on International Law in, 6th ed (London: Sweet & Maxwell, 2004) at Ibid. 13 Cedric Ryngaert, The Concept of Jurisdiction in International Law (2014) Utrecht Univ at Mohinderpal Sethi et al, State and Diplomatic Immunity 1:9 Ela Brief, online: < at Sumaryo Suryokusumo, Yurisdiksi Negara vs. Yurisdiksi Ekstrateritorial (2005) 2:4 Indones J Int Law at 686.

4 4 LENTERA HUKUM dalam wilayahnya. Namun di satu sisi, negara dapat melaksankan yurisdiksinya di negara lain. Yurisdiksi ekstrateritorial meliputi yurisdiksi perwakilan diplomatik dan konsuler dari suatu negara, khususnya yang menyangkut yurisdiksi suatu negara terhadap warga negaranya di negara lain. Sebelumnya, yurisdiksi ekstrateritorial ini dikaitkan dengan teori ekstrateritorial yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik atau konsuler yang memberikan anggapan bahwa wilayah gedung dan kediamanan perwakilan diplomatik yang berada di wilayah negara penerima tidak tunduk pada hukum negara penerima serta tidak boleh diganggu gugat. Namun, seiring perkembangan hubungan internasional, suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksinya di negara lain dengan pembatasan-pembatasan yang tercantum pada UU Pengesahan Konvensi Wina. Dalam hal yurisdiksi ektrateritorial disini dimaksudkan pada suatu wilayah gedung diplomatik, termasuk rumah kediaman perwakilan diplomatik itu sendiri. Hal tersebut di atur di dalam Pasal 22 dan 30 Konvensi Wina 1961 yang menyatakan bahwa tempat kediaman dan kantor perwakilan diplomatik tidak dapat di ganggu gugat serta kebal terhadap penyelidikan, penggeledahan maupun eksekusi. Meskipun demikian, negara pengirim dapat mengusir perwakilan diplomatik atau konsuler kembali ke negara asalnya tanpa memberikan alasan. 16 Hukum internasional menganjurkan suatu kekebalan yang dilekatkan kepada pejabat negara tertentu berdasarkan status dan fungsi pejabat tersebut. Kekebalan ini diberikan sejauh pelaksaan tugas negara khusus yang diberikan. Telah dijelaskan bahwa di bawah hukum kebiasaan internasional, kepala negara dan diplomat yang diakreditasikan ke negara lain memiliki kekebalan yurisdiksi terhadap negara lain tersebut. Awalnya, dalam praktek bernegara, kekebalan negara ini merupakan hal yang mutlak. Kekebalan negara ada sebagai prinsip hukum internasional publik. 17 Hal tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa suatu negara tidak boleh tunduk pada yurisdiksi negara lain apabila ingin menjaga hubungan internasional yang baik. 18 Kekebalan negara didasarkan pada dua prinsip yaitu par in parem non habet jurisdiction and non-intervention. 19 Prinsip yang pertama lebih menekankan status kesetaraan yang melekat pada kedaulatan negara. Prinsip yang kedua adalah tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain. Selanjutnya, status hukum perwakilan asing khususnya perwakilan diplomatik dan konsuler di negara penerima seringkali membuat kebingunan. Kebingunan ini bisa berasal dari hak kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik dan konsuler. 20 Untuk menghindari hal tersebut, 16 Pasal 9 Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, supra note Lisa Rodgers, Immunity and The Public/Private Boundary in EU Employment Law (2015) 6:1 Eur Labour Law J, online: < at Ibid. 19 Sefriani, Legal Protection on Local Employee Rights Related with Foreign Mission Immunity in Indonesia (2015) 5:11 Int J Soc Sci Humanity, online: < at Ozcan, supra note 10 at 4.

5 5 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia banyak negara-negara yang membuat peraturan perundang-undangan selain Konvensi Wina 1961 dan Konvensi Wina Di beberapa negara maju, memiliki peraturan hukum nasional tambahan terkait warga negaranya yang bekerja pada perwakilan asing yang khusus diberlakukan di wilayahnya, meskipun mereka meratifikasi konvensi wina tentang hubungan diplomatik serta konvensi wina tentang hubungan konsuler. Pertama, Inggris Raya memiliki State Immunity Act 1978 yang tidak memberikan kekebalan kepada suatu negara dengan individual dimana kontrak tersebut dibuat di wilayah Inggris Raya atau pekerjaan tersebut dilakukan diseluruh atau di sebagian wilayah Inggris Raya. 21 Namun disisi lain, suatu negara dapat memohon kekebalan apabila pekerja tersebut merupakan warga negara pengirim 22 atau anggota misi diplomatik yang disebutkan di dalam konvensi wina tentang hubungan diplomatik atau konvensi wina tentang hubungan konsuler. 23 Inggris Raya juga memperbolehkan untuk memilih hukum mana yang digunakan apabila terjadi perselisihan yang mana kesepakatan tersebut harus dilakukan secara tertulis. 24 Hal ini dapat dilihat bahwa Inggris Raya tetap menghormati hukum internasional. Kedua, Australia memiliki Foreign State Immunities Act yang tidak memberikan kekebalan pada suatu negara terhadap kasus pekerjaan yang berhubungan dengan kontrak kerja yang dibuat di Australia atau dilakukan diseluruh atau disebagian wilayah Australia. 25 Kekebalan yang diberikan oleh Australia ini tidak berlaku bagi anggota diplomatik dan konsuler sebagaimana yang disebutkan di dalam konvensi wina tentang hubungan diplomatik dan konvensi wina tentang hubungan konsuler serta di dalam Diplomatic Privileges and Immunities Act 1967 dan Consuler Privileges and Immunities Act Di dalam Diplomatic Privileges and Immunities Act 1967 dan Consuler Privileges and Immunities Act 1972 yang dimiliki Australia, mengkategorikan lebih rinci lagi terkait anggotaanggota yang bekerja di kedutaan besar atau konsuler yang bisa memiliki kekebalan diplomatik atau konsuler. Hal ini dapat disimpulkan, bahwa Australia mengkategorikan para pekerja di kedutaan besar maupun konsuler berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat diberlakukannya suatu kekebalan diplomatik dan/atau konsuler. Ketiga, Singapura memiliki State Immunity Act yang tidak memberikan kekebalan kepada negara terhadap proses pengadilan yang berhubungan dengan kontrak kerja antara individual dengan negara dimana kontrak tersebut dibuat di Singapura dan wilayah kerjanya di seluruh atau di sebagian wilayah hukum Singapura. 27 Kekebalan tersebut tidak berlaku terhadap individu yang pada saat kontrak dibuat bukan merupakan warga negara Singapura maupun penduduk yang menetap di Singapura, 21 Pasal 4 ayat (1) State Immunity Act 1978 [State Immunity Act 1978] at Pasal 4 ayat (2) Ibid. 23 Pasal 16 Ibid at Pasal 4 ayat (2) huruf c Ibid at Foreign States Immunities Act 1985, 196 [Foreign States Immunities Act 1985] at Ibid at Pasal 6 ayat (1) The Statutes of The Republic of Singapore, 2014 [The Statutes of The Republic of Singapore] at 5.

6 6 LENTERA HUKUM Individu tersebut bukan warga negara Singapura, atau para pihak membuat kesepakatan tertulis sendiri 28 guna memilih hukum mana yang akan digunakan apabila terjadi perselisihan di antara mereka. Keempat, Jepang memiliki Act on the Civil Jurisdiction of Japan with Respect to a Foreign State, etc yang tidak memberikan kekebalan kepada negara asing terhadap proses pengadilan mengenai kontrak hubungan kerja antara individu dengan negara asing, dimana individu tersebut berasal atau berkewarganegaraan Jepang. 29 Jepang dapat melindungi warga negaranya yang bekerja di kedutaan besar asing atau konsuler dari segala perselisihan yang berkaitan dengan kontrak kerja dengan dalih kekebalan diplomatik yang terjadi diantara para pihak, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh lembaga peradilan Jepang, selama jenis pekerjaan yang dilakukan oleh individu berkewarganegaraan jepang tersebut yang dilakukan di kedutaan besar atau konsuler tidak tercantum ke dalam jenis-jenis pejabat diplomatik atau konsuler yang disebutkan di dalam Pasal 1 huruf e Konvensi Wina tetang Hubungan Diplomatik dan Pasal 1 huruf d Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler. Hal dapat dilihat bahwa secara eksplisit Jepang turut mengkategorikan jenis-jenis pekerjaan yang memperoleh kekebalan diplomatik secara hukum internasional bagi warga negaranya yang bekerja di kedutaan besar atau konsuler. 30 Kelima, di Negara Swedia, Kementerian Luar Negeri Swedia memberikan perlindungan terhadap warga negara Swedia maupun penduduk bertempat tinggal tetap (permanent recident) di Swedia yang bekerja di kantor perwakilan asing. Staf lokal tersebut diberikan perlindungan berdasar pada undang-undang ketenagakerjaan Swedia. 31 Pemerintah Swedia memberikan pengakuan terhadap kontrak kerja antar perwakilan asing dengan warga negaranya yang bekerja di perwakilan asing yang bersangkutan. 32 Keenam, Irlandia memperbolehkan perwakilan asing mempekerjakan staf lokal warga negara Irlandia dengan syarat pihak perwakilan asing dapat menunjukkan rasa hormat terhadap Undang-Undang Irlandia dan praktek ketenagakerjaan yang baik. Kesepakatan yang disepaktai mengenai persyaratan dan ketentuan kerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Irlandia. 33 Meskipun negara-negara tersebut tunduk pada Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, mereka 28 Pasal 6 ayat (2) Ibid. 29 Pasal 9 ayat (1) Act on the Civil Jurisdiction of Japan with respect to a Foreign State, etc. [Act on the Civil Jurisdiction of Japan with respect to a Foreign State, etc.] at Pasal 9 ayat (2) Ibid. 31 Regeringskansliet Foreign Mission and Consular Posts, Minstry of Foreign Affairs Sweden, 2014 [Regeringskansliet Foreign Mission and Consular Posts] at Regeringen och Regeringskansliet, 8.1 Locally employed staff, (1 June 2015), online: Regeringskansliet < 33 Guidelines Relating to The Employment of Private Domestic Employees by Accredited Members of The Mission, online: < FINAL-GUIDELINES-RELATING-TO-THE-EMPLOYMENT-OF-PRIVATE-DOMESTIC- EMPLOYEES-BY-ACCREDITED-MEMBERS-OF-THE-MISSION.pdf> at 1.

7 7 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia juga memiliki aturan hukum nasional tersendiri. Aturan tersebut berhubungan dengan kontrak kerja di mana perwakilan diplomatik atau konsuler dan staf lokal negara penerima sebagai subjek. Sedangkan Indonesia hanya memiliki dua aturan hukum yang berhubungan dengan diplomatik atau konsuler, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina. Regulasi ini berkaitan dengan Hubungan Diplomatik beserta Protokol Operasionalnya mengenai Hal memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Operasionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan. Selanjutnya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Kedua undang-undang tersebut tidak mengatur tentang hubungan kerja antara perwakilan diplomatik atau konsuler dengan staf lokal negara penerima. Oleh karena itu, status hukum dan segala tindakan diplomatik dan konsuler yang berada diwilayah Indonesia hanya tunduk pada kedua undang-undang tersebut. Hal itu disebabkkan tidak adanya suatu kesepakatan yang menyangkut diberlakukannnya atau tidak diberlakukannya kekebalan diplomatik dan konsuler apabila berhubungan dengan hubungan kerja yang melibatkan staf lokal dari Indonesia yang bekerja di kedutaan Besar Amerika Serikat atau Kantor Konsuler Amerika Serikat. II. KEWAJIBAN INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Kekebalan negara dikembangkan sebagai prinsip hukum adat yang tidak terbantahkan. Setiap sistem hukum (common law, civil law dan sistem hukum lainnya) memiliki konsep hukum yang hampir sama mengenai kekebalan. 34 Untuk membedakannya hanya bisa ditinjau dari pendekatan hukum yang digunakan, seperti apakah asas tesebut menekankan kekebalan absolut atau kekebalan restriktif (terbatas). Kedua pendekatan tersebut didasarkan pada alasan yang berbeda, karena penerapan kekebalan absolut dianggap sebagai pendekatan tradisional yang mana bersifat mutlak, sedangkan pada era modern, negara-negara banyak yang mempraktekkan kekebalan restriktif. Alasan dibalik kekebalan absolut yaitu menghalangi suatu negara untuk menjalankan yurisdiksi atas negara lain berdasarkan pada asas par in imperium no habet parem (negara memiliki kedudukan yang sama dan tidak mempunyai yurisdiksi atas negara lain). Hukum kekebalan negara dari suatu yurisdiksi negara lain berasal dari hukum kebiasaan internasional yang membatasi kewenangan suatu negara untuk menjalankan otoritasnya terhadap negara lain, termasuk pemerintahnya. 35 Hukum kebiasaan mengatur mengenai kekebalan negara terbatas yang membedakan tindakan negara yang dilakukan dalam pelaksanaan kekuasaan negara dan tindakan negara yang 34 Dodik Setiawan Nur Heriyanto, Scope and Effect of the Immunity Principles in International Law Privat and Busnisess Law University of Debrecen, 2017) [unpublished] at Sethi et al, supra note 14 at 16.

8 8 LENTERA HUKUM bersifat komersil. Menurut teori negara kekebalan terbatas tersebut menyatakan bahwa sebuah negara hanya diberikan kekebalan dalam melaksanakan kekuasaan negara. Namun, Indonesia masih belum jelas menerapkan apakah memberlakukan prinsip kekebalan absolut atau restriktif. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki aturan hukum yang mengatur mengenai kekebalan negara. Sehingga, sampai saat ini Indonesia masih menggunakan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler sebagai wadah kekebalan negara dalam hubungan yang berkaitan dengan diplomatik atau konsuler. Di Indonesia ada beberapa kasus yang hampir serupa dengan kasus yang dialami Indra Taufiq, yaitu pada tahun yang sama, ketika PHI Jakarta memutus perkara Erna Armiasih seorang WNI melawan kedutaan besar india untuk Indonesia yang mana inti putusan tersebut menyatakan untuk menghukum Kedutaan Besar India untuk Indonesia untuk membayar kompensasi PHK pada Erna Amiarsih. 36 Sebelumnya di tahun 2013, PHI Jakarta menghukum Kedutaan Besar Brazil untuk Indonesia untuk membayar hakhak PHK staf lokalnya, yaitu Luis Pereira seorang WNI. 37 Hal yang membedakan kasus-kasus diatas ialah adanya kontrak kerja yang diubah menjadi perjanjian kerja. Dalam putusan Mahkamah Agung, baik Indra Taufiq maupun Erna Armiasih tidak memiliki bukti yang menyatakan bahwa mereka mengganti kontrak kerja dengan perjanjian kerja sehingga dapat disimpulkan bahwa segala sengketa yang timbul di antara mereka dengan kedutaan besar dimana mereka bekerja masih tunduk terhadap hukum kedutaan besar itu sendiri. Berbeda dengan Luis Pereira yang mengganti kontrak kerja tertanggal 1 Februari 2006 dengan perjanjian kerja dengan Kedutaan Besar Brazil tertanggal 1 Desember Dalam perjanjian kerja milik Luis Pereira terdapat beberapa klausul yang pada pokoknya ialah perjanjian kerja tersebut dibuat berdasarkan hukum ketenagakerjaan Indonesia dan apabila terjadi perselisihan maka para pihak sepakat untuk menyelesaikannya berdasarkan hukum ketenagakerjaan Indonesia. 38 Adanya perjanjian kerja tersebut dapat menjadi bukti yang cukup kuat bagi PHI untuk mengadili kedutaan besar Brazil untuk Indonesia karena adanya kesukarelaan para pihak untuk memberikan wewenang bagi PHI untuk mengadili perselisihan yang timbul di antara kedua pihak dalam bidang ketenagakerjaan. Kasus diatas merupakan peryataan secara eksplisit bahwa pengadilan Indonesia berani untuk melindungi hak asasi manusia terhadap staf lokal atas tindakan pewakilan asing dimana perwakilan asing sebagai subjek hukum yang kuat karena memiliki kekebalan diplomatik berdasarkan hukum internasional. Namun, pada kasus Indra Taufiq, Kedutaan Besar Amerika menggunakan Konvensi Wina terkait kekebalan diplomatik sehingga tidak dapat digugat, sedangkan PHI dan MA sama-sama 36 Ady Thea, Lagi, PHI Hukum Kedubes Asing, (Selasa, Desember 2015), online: hukumonline.com < 37 Luis Pereira dan Kedutaan Besar India untuk Indonesia, 2013 Mahkamah Agung at Ibid at 2.

9 9 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia menggunakan Undang-Undnag Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai landasan utama dalam memutus perkara PHK. Apabila kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa yang dimaksud pemberi kerja ialah perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 39 Oleh karena itu, di dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak menyebutkan sama sekali terkait legal standing bagi pewakilan asing (perwakilan diplomatik atau konsuler) dalam mempekerjakan staf lokal negara penerima maupun perwakilan asing sebagai subjek. 40 Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Internasional, tidak diatur secara jelas mengenai wewenang Pengadilan Hubungan Industrial dalam mengadili perselisihan yang terjadi antara perwakilan diplomatik atau konsuler dengan staf lokal. 41 Berdasarkan hal tersebut, MA mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hukum Hasil Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menyatakan bahwa, Pengadilan Hubungan Industrial berwenang untuk memeriksa dan memutus perselisihan PHK antara staf lokal dan perwakilan asing adalah pemberi kerja sebagaimana dimaksud di dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun Pada satu sisi, Indonesia belum meratifikasi United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property 2004 yang mana terdapat klausul bahwa negara tidak dapat memohon kekebalan hukum dari pengadilan yang berwenang di negara penerima apabila berhubungan dengan kontrak kerja yang terjadi di bagian atau seluruh wilayah negara penerima. 42 Konvensi tersebut juga memberikan pengecualian bagi perwakilan diplomatik atau konsuler dan staf lokal perwakilan asing yang memiliki kewarganegaraan negara pengirim serta bukan penduduk tetap negara penerima untuk dapat memperoleh kekebalan hukum pidana maupun perdata 43 sebatas ditentukan oleh Konvensi Wina 1961 dan Negara juga tidak bisa memohon kekebalan apabila diantara pihak (staf lokal dan perwakilan diplomatik atau konsuler negara pengirim) sepakat untuk membuat perjanjian dimana memberikan wewenang bagi salah satu pengadilan negara penerima atau negara pengirim untuk memutus perkara perselisihan yang terjadi antara para pihak. 44 Ketentuan yang terdapat di dalam United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property2004 menunjukkan bahwa kontrak kerja antara staf lokal dan 39 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, 25 March 2013 [Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan]. 40 Pasal 1 angka 5 Ibid. 41 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, 14 January 2004 [Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial]. 42 Pasal 11 angka 1 United Konvension on Jurisdictional Immunities of States and Their Property 2004 [United Konvension on Jurisdictional Immunities of States and Their Property 2004]. 43 Pasal 11 angka 2 Ibid. 44 Ibid.

10 10 LENTERA HUKUM perwakilan diplomatik atau konsuler bukan merupakan subjek dari hukum kekebalan diplomatik. Karena di satu sisi, hukum ketenagakerjaan merupakan elemen hukum swasta yang mana berhubungan dengan peraturan kontrak kerja. Kontrak kerja diperlukan sebagai pengecualian yang terpisah terhadap kekebalan di bawah konvensi dan tidak termasuk transaksi komersial, kecuali jika disepakati oleh para pihak. 45 Dalam menerapkan kekebalan diplomatik di Indonesia tidak jauh beda dengan Kanada yang memberlakukan pendekatan kekebalan diplomatik pada kasus perselisahan ketenagakerjaan. Berdasarkan Canada s State Immunity Act, Canadatidak memberikan klausul mengenai pengecualian kekebalan yang disebabkan kontrak kerja, akan tetapi memberikan klausul mengenai negara asing yang tidak berhak memperoleh kekebalan yang berkaitan dengan aktivitas komersil. 46 Negara asing yang dimaksudkan di dalam Canada s State Immunity Act ialah kepalah negara asing yang berdaulat atau pemerintah yang menjadi bagian dari ketatanegaraan suatu negara asing yang bertindak berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. 47 Perwakilan diplomatik atau konsuler yang merupakan bagian ketatanegaraan dari negara pengirim yang bertugas di wilayah Kanada dapat mengklaim kekebalannya 48 apabila terjadi perselisihan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, selama kasus tersebut tidak berhubungan dengan kegiatan komersil. Contoh lain kasus kekebalan diplomatik di Kanada adalah kasus ketenagakerjaan yang melibatkan konsulat Amerika Serikat dengan staf lokal juga terjadi di Toronto. Zakhary yang berkewarganegaraan Kanada bekerja sebagai kasir di kantor Konsulat Amerika Serikat yang kemudian mendapatkan PHK yang tidak adil. Karena merasa tidak adil tersebut, Zakhary mengajukan gugatan ke Pengadilan Kanada. Di dalam putusan pengadilan, Hakim menimbang bahwa pekerjaan kasir tersebut bukanlah kegiatan komersil, oleh sebab itu Amerika Serikat kebal terhadap segala tuntutan pengadilan. 49 Pertimbangan hakim ini diperkuat dengan Pasal 5 Canada State Immunity Act yang memberikan kekebalan diplomatik terhadap perwakilan diplomatik atau konsuler yang tidak berkaitan dengan kegiatan komersil. Apabila perwakilan diplomatik atau konsuler melakukan wanprestasi atas perjanjian kontrak yang dibuat antara warga negara penerima dengan perjabat perwakilan diplomatik atau konsuler yang bertindak atas nama pribadi dan diluar fungsinya sebagai pejabat diplomatik atau konsuler, maka kepadanya dapat diajukan gugatan ke pengadilan negara setempat. Dalam melaksanakan gugatan tersebut, pihak yang merasakan dirugikan harus menempuh berapa prosedur tertentuk untuk 45 Joanne Foakes, Elizabeth Wilmshurt & Chatham House, State Immunity: The United Nations Convention and its Effect (2005) 5:1 Int Law Programme Chatham House, online: < at Pasal 5 State Immunity Act, 2012 [State Immunity Act] at Pasal 2 Ibid at Pasal 3 ayat (1) Ibid at Julia Brower, State Practice on Soverign Immunity in Employment Disputes Involving Embassy and Consular Staff (2015) Cent Glob Leg Chall Yale Law Sch, online: < employment_disputes.pdf> at 28.

11 11 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia mengusahakan adanya penanggalan kekebalan kepada perwakilan diplomatik atau konsuler. Apabila meninjau yurispudensi pengadilan terhadap negara-negara yang menerapkan kekebalan restriktif, maka kita dapat mengetahui bagaimana perannegaratersebut dalam menangani kasus yang berkaitan dengan kekebalan diplomatik. Seperti contoh, di dalam yurisprudensi Pengadilan Keadilan Uni Eropa meneliti bahwa negaranegara tidak dapat mengklaim kekebalan negara di dalam perselisihan yang berhubungan transaksi yang bersifat hukum privat atau kontrak kerja. 50 Pengadilan Perburuhan Berlin (arbeitsgericht) menolak sebuah kasus yang diajukan oleh seorang berkewarganegaraan ganda Aljazair dan Jerman yang bernama Mahamdia. Mahamdia bekerja sebagai sopir di Kedutaan Besar Aljazair di Berlin yang meminta pembayaran atas PHK. Mahamdia menjelaskan bahwa kegiatannya bersifat fungsional dan berhubungan dengan kegiatan diplomatik Kedutaan Besar Aljazair. Oleh karena itu, Mahamdia mengajukan banding atas putusan tersebut di Pengadilan Tinggi Berlin- Brandenburg. Mengacu pada yurisprudensi yang telah diselesaikan di Pengadilan Tenaga Kerja Federal, Pengadilan Tinggi memerintahkan agar Pengadilan Jerman memiliki yurisdiksi dalam perselisihan antara kedutaan besar dan stafnya, khususnya staf lokal di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, dengan syarat bahwa kegiatan pekerja tersebut merupakan tindakan kedaulatan negara asing. Pengadilan Tinggi Berlin merujuk pada putusan Court of Justice of the European Union (CJEU). CJEU dalam putusan menyebutkan bahwa tindakan negara melakukan iure gestionis yang tidak termasuk dalam pelaksanaan kekuasaan publik dibebaskan dari kekebalan negara. Kedutaan yang mengalamai perselisihan dengan pegawainya tidak tercantum di dalam Regulasi Uni Eropa Nomor 44 tahun Dalam misi luar negeri yang dilakukan oleh perwakilan diplomatik atau konsuler, selain mempekerjakan anggota diplomatik yang berasal dari negara penerima, perwakilan diplomatik atau konsuler dapat merekrut karyawan lokal yang memiliki kewarganegaraan negara penerima. Berdasarkan Konvensi Wina, hubungan kerja mereka dengan perwakilan diplomatik dan konsuler diatur oleh undang-undang negara penerima. Dalam hubungan ini, hal-hal seperti proses rekrutmen personil tersebut di atas, hak mereka yang berasal dari kontrak kerja mereka, penghentian kontrak mereka, ganti rugi senioritas dan kompensasi penghentian yang layak diatur dalam kerangka kedua undang-undang ini. Dengan kata lain, perwakilan diplomatik harus mematuhi undang-undang ini dalam tindakan mereka terkait dengan karyawan. Negara pengirim akan menjadi pihak yang menguntungkan apabila mengajukan permohonan kekebalan diplomatik di hadapan pengadilan yang termasuk ke dalam negara-negara yang masih mempertahankan kekabalan absolute, seperti Iran, Cina, atau Korea Utara. Secara otomatis negara-negara tersebut akan memberhentikan kasus yang diajukan terhadap negara-negara asing, termasuk perwakilan diplomatik atau konsuler, 50 Yasir Gocke, Trend Toward the resprective Doctrine of State Immunity: An Evaluation of This Trend in respect of Employment Contract (2015) 6:11 Law Justice Rev at 188.

12 12 LENTERA HUKUM mengingat bahwa memeriksa kekuasaan kehakiman atas negara lain tidak sesuai menurut hukum, yurisprudensi, dan praktek negara mereka. 51 Selain itu, pengadilan biasanya cenderung untuk tidak menerima permohonan kekebalan negara yang diajukan oleh staf lokal yang merupakan warga negara penerima atau penduduk yang memiliki status tempat tinggal tetap dinegara penerima. Oleh karena itu, kemungkinan besar pengadilan negara penerima menolak kasus tersebut terhadap perwakilan diplomatik atau konsuler yang digugat oleh stafnya yang mana staf tersebut merupakan warga negara pengirim atau negara pihak ketiga. 52 Pihak Indonesia harus melindungi warga negaranya dalam menyelesaikan kasus yang behubungan dengan ketenagkerjaan yang melibatkan perwakilan diplomatik atau konsuler Amerika Serikat. Kewajiban Indonesia dengan melakukan diplomasi untuk mencapai suatu kesepakatan, pihak Indonesia dapat memohon agar pihak Amerika Serikat menanggalkan kekebalan diplomatiknya sehingga putusan pengadilan dapat dieksekusi atau pihak Amerika Serikat dapat mengajukan permohonan untuk diadili menurut hukum Amerika. Kesepekatan-kesepakatan hasil diplomasi harus tidak merugikan kedua belah pihak. Penanggalan kekebalan diplomatik dalam kasus perdata di negara penerima, tidak secara langsung dapat menanggalkan diplomatik dalam eksekusi putusan hakim, akan tetapi harus terdapat peryataan secara terpisah terkait peanggalan diplomatik. 53 Maka dapat disimpulkan, bahwa pemerintah negara penerima wajib melakukan diplomasi dengan pemerintah negara pengirim untuk menanggalkan kekebalan yang dimiliki perwakilan diplomatik atau konsuler negaranya di negara penerima.hal tersebut dilakukan, agar eksekusi putusan hakim negara penerima dapat dilaksanakan karena hakim di negara penerima tidak berwenang menjatuhkan putusan atau mengeksekusi putusan kepada perwakilan diplomatik yang ada di negaranya diluar ketentuan konvensi wina 1961 mengenai hubungan diplomatik ataupun konvensi wina 1963 mengenai hubungan konsuler maupun aturan hukum nasional yang mengatur kekebalan negara. Selain itu, Indonesia perlu memiliki aturan-aturan hukum yang baru yang memuat kekebalan diplomatik di ranah hukum ketenagakerjaan yang melibatkan staf lokal Indonesia dengan perwakilan diplomatik atau konsuler sebagai subjek, sehingga pengadilan Indonesia memeliki yurisdiksi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. III. KESIMPULAN Tidak adanya peraturan perundang-undangan nasional indonesia atau kesepakatan bilateral terkait diberlakukannnya atau tidak diberlakukannya kekebalan diplomatik mengenai kontrak kerja dimana warga negara Indonesia menjadi salah satu pihak yang dapat membuat Indonesia tidak bisa turut andil dalam melaksanakan yurisdiksinya di 51 Ibid at Ibid. 53 Pasal 32 ayat (4) Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, supra note 4.

13 13 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia bidang hukum ketenagakerjaan yang melibatkan warga negara Indonesia, khususnya yang bekerja di kedutaan besar atau konsulat jenderal asing yang ada di Indonesia. Kasus yang dialami oleh Indra Taufiq yang bersinggungan dengan kekebalan diplomatik Amerika Serikat mengakibatkan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa selain melakukan upaya diplomasi dengan Amerika Serikat, karena tidak ada aturan dalam hukum nasional Indonesia yang memberi wewenang bagi pengadilan Indonesia untuk memeriksa, mengadili, memutus perkara, sehingga dapat dilakukan eksekusi, karena status hukum perwakilan diplomatik dan segala tindakannya di negara Indonesia hanya diatur dengan kedua konsvensi tersebut. Ada beberapa cara bagi Indonesia untuk menyelesaikan kasus terkait hubungan kerja antara staf lokal Indonesia yang bekerja di kantor kedutaan besar atau kantor konsuler asing di Indonesia, yaitu: pertama, Indonesia harus melakukan upaya diplomasi dengan negara pengirim agar putusan pengadilan dapat dieksekusi, dan kedua Indonesia seyogyanya membuat peraturan hukum nasional yang memuat kontrak kerja dimana perwakilan diplomatik sebagai pemberi kerja dan staf lokal Indonesia sebagai pekerja dapat mengambil langkah hukum sesuai dengan hukum nasional, sehingga pengadilan Indonesia dapat memeriksa, memutus, dan mengeksekusi perkara tersebut. DAFTAR PUSTAKA Regeringskansliet Foreign Mission and Consular Posts, Minstry of Foreign Affairs Sweden, 2014 [Regeringskansliet Foreign Mission and Consular Posts]. Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, 1961 [Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik]. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, 14 January 2004 [Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial]. State Immunity Act, 2012 [State Immunity Act]. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, 25 March 2013 [Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan]. The Statutes of The Republic of Singapore, 2014 [The Statutes of The Republic of Singapore]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia [Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung [Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung].

14 14 LENTERA HUKUM Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung [Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung]. State Immunity Act 1978 [State Immunity Act 1978]. Foreign States Immunities Act 1985, 196 [Foreign States Immunities Act 1985]. Act on the Civil Jurisdiction of Japan with respect to a Foreign State, etc. [Act on the Civil Jurisdiction of Japan with respect to a Foreign State, etc.]. United Konvension on Jurisdictional Immunities of States and Their Property 2004 [United Konvension on Jurisdictional Immunities of States and Their Property 2004]. Luis Pereira dan Kedutaan Besar India untuk Indonesia, 2013 Mahkamah Agung. Setiawan Nur Heriyanto, Dodik. Scope and Effect of the Immunity Principles in International Law Privat and Busnisess Law University of Debrecen, 2017) [unpublished]. Brower, Julia. State Practice on Soverign Immunity in Employment Disputes Involving Embassy and Consular Staff (2015) Cent Glob Leg Chall Yale Law Sch, online: < Foakes, Joanne, Elizabeth Wilmshurt & Chatham House. State Immunity: The United Nations Convention and its Effect (2005) 5:1 Int Law Programme Chatham House, online: < Gocke, Yasir. Trend Toward the resprective Doctrine of State Immunity: An Evaluation of This Trend in respect of Employment Contract (2015) 6:11 Law Justice Rev. Harris, DJ. Cases and Materials on International Law in, 6th ed (London: Sweet & Maxwell, 2004). Ozcan, Ataberk. Blind Alley of Diplomacy: The Legal Status of Ministers Abroad and Foreign Agencies (2017) Jus Gentium Int. Rodgers, Lisa. Immunity and The Public/Private Boundary in EU Employment Law (2015) 6:1 Eur Labour Law J, online: < pdf>. Ryngaert, Cedric. The Concept of Jurisdiction in International Law (2014) Utrecht Univ. Sefriani. Legal Protection on Local Employee Rights Related with Foreign Mission Immunity in Indonesia (2015) 5:11 Int J Soc Sci Humanity, online: < Sethi, Mohinderpal et al. State and Diplomatic Immunity 1:9 Ela Brief, online: < munity.pdf>. Suryokusumo, Sumaryo. Yurisdiksi Negara vs. Yurisdiksi Ekstrateritorial (2005) 2:4 Indones J Int Law. Guidelines Relating to The Employment of Private Domestic Employees by Accredited Members of The Mission, online: < media/newspress/publications/final-guidelines-relating-to-the-

15 15 Solusi Perselisihan Konsulat Jenderal dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia EMPLOYMENT-OF-PRIVATE-DOMESTIC-EMPLOYEES-BY-ACCREDITED- MEMBERS-OF-THE-MISSION.pdf>. Regeringskansliet, Regeringen och. 8.1 Locally employed staff, (1 June 2015), online: Regeringskansliet < Thea, Ady. Lagi, PHI Hukum Kedubes Asing, (Selasa, Desember 2015), online: hukumonline.com < U.S Relation with Indonesia, online: US Dep State < bgn/2748.htm>. Amerika Serikat, online: < Serikat.aspx>.

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA Oleh I. Gst Ngr Hady Purnama Putera Ida Bagus Putu Sutama

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran antar negara dalam pergaulan internasional.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus tenggelamnya kapal penangkap ikan Oryong 501 milik Korea Selatan pada Desember tahun 2014 lalu, menambah tragedi terjadinya musibah buruk yang menimpa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tidak pernah dapat berdiri sendiri dan menjadi mandiri secara penuh tanpa sama sekali berhubungan dengan negara lain. Negaranegara di dunia perlu melakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER A. Sejarah Hukum Diplomatik Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA 1958 Konvensi mengenai Pengakuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perubahan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2012 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Susunan Organisasi. Indeks Perwakilan. Konsulat Jenderal Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE AUSTRIAN FEDERAL GOVERNMENT ON VISA EXEMPTION FOR HOLDERS

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materil terhadap Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak 1 dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat erat hubungannya dengan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai hubungan Diplomatik beserta protokol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 2004 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebuah deklarasi bahwa negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : RESENSI BUKU Judul : Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : Bahasa : Inggris Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli.

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli. NEGARA DAN INDIVIDU NASIONALITAS Merupakan status hukum keanggotaan kolektivitas individu-individu yang tindakannya, keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya dijamin melalui konsep hukum negara yang

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organi

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organi No.262, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. WNA. Didirikan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5959). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI *51380 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 108 TAHUN 2003 (108/2003) TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN 72 Bab 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak. Amanat konstitusi menghendaki agar negara mampu memberikan setiap Warga Negara Indonesia pekerjaan dan dengan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

P U T U S A N. Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia P U T U S A N Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING, PEJABAT PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30.

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30. 39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun 1961 mengatur secara umum tentang perlindungan Misi Diplomatik baik dalam wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan

Lebih terperinci

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 78/2004, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *51771 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia I. PEMOHON 1. Agus Humaedi Abdillah (Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003

RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003 RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003 ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XVI/2018 Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XVI/2018 Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XVI/2018 Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda I. PEMOHON Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (Yayasan BPSMK-JB) dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci