BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Danau Tempe. seluruh wilayah perairan dan berlangsung sepanjang tahun.

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Tempe secara administrasi berada pada Provinsi Sulawesi Selatan yang meliputi 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap. Danau memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Danau Tempe dimanfaatkan dalam berbagai sektor, seperti pertanian lahan pasang surut, pariwisata, sumber air untuk irigasi, kebutuhan domestik masyarakat sekitar danau, dan perikanan. Kegiatan penangkapan ikan di danau tempe dilakukan hampir pada seluruh wilayah perairan dan berlangsung sepanjang tahun. Perairan Danau Tempe berasal dari beberapa sungai besar dan kecil serta dari air permukaan (runn off). Kedalaman air yang terjadi pada musim penghujan adalah 7-9 meter dengan luas permukaan air mencapai Ha, sedangkan pada musim kering mencapai Ha dengan kedalaman 1,5 meter. Bahkan pada waktu-waktu tertentu danau ini mempunyai luas permukaan air sekitar 1000 Ha dengan kedalaman mencapai 0,5 meter. Luas permukaan air Danau Tempe mengalami penurunan yang sangat drastis, dengan rata-rata penurunan 1.48 km 2 /tahun yang mengancam keberadaan sumber daya ikan dan akan berdampak terhadap kehidupan nelayan tradisional di sekitarnya. Permasalahan ekosistem Danau Tempe antara lain yaitu sedimentasi yang terjadi akibat eksploitasi daerah aliran sungai (DAS) Walanae dan DAS Bila dengan penebangan hutan di sepanjang hulu sungai, terbatasnya volume air danau, 1

2 penurunan kualitas air dan berdampak hilangnya beberapa jenis fauna terutama beberapa jenis burung dan ikan. Kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Danau Tempe melalui kegiatan penangkapan ikan saat ini semakin tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya hasil produksi perikanan Danau Tempe setiap tahunnya. Pada kurun waktu dari tahun 2001 hingga 2005 terjadi penurunan produksi rata-rata 6,45% setiap tahun akibat terjadinya perubahan kondisi kualitas air maupun aktivitas masyarakat yang bermukim di sekitar danau (DKP Kabupaten Wajo, 2014). Aktivitas perikanan dengan tingkat eksploitasi yang tinggi serta kurang memperhatikan aspek keberlanjutan dapat menimbulkan tekanan yang cukup besar terhadap keberlanjutan sumber daya perikanan. Tekanan yang cukup besar tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menurunkan populasi sumber daya perikanan yang terdapat di danau tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan tersebut telah mengalami perubahan sebagai akibat dari sebagian nelayan tidak mematuhi aturan penangkapan, seperti penggunaan alat tangkap strum, racun, jabba trawl, dan jabba bessi ikan serta pemasangan bungka toddo yang berlebihan yang dapat mengancam kelestarian sumber daya ikan. Pengelolaan sumber daya alam membutuhkan kemampuan manusia untuk dapat hidup bersama dengan makhluk hidup yang lain, saling berelasi sehingga dapat tercipta kebersamaan hidup yang harmonis. Salah satu konsep yang menarik yang ditawarkan oleh Arne Naess dalam buku Marfai (2005) dan buku Keraf (2002) adalah Etika Lingkungan atau keberlanjutan ekologi yang luas sebagai alternatif wacana menyelamatkan lingkungn, sumber daya alam dan ekosistem. Paradigma ini 2

3 memberikan gagasan terhadap pemahaman pertumbuhan kehidupan ekonomi dengan berbasis pada ekologi dan memberikan peningkatan kualitas dan standar hidup serta aspek sosial dan budaya. Masyarakat di sekitar Danau Tempe memiliki tradisi dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan air tawar. Kearifan lokal tersebut berkaitan dengan cara pandang masyarakat yang membentuk sistem kepercayaan antara manusia dan alam. Masyarakat nelayan meyakini perairan danau tidak hanya bernilai ekonomi sebagai tempat penangkapan ikan, tetapi danau adalah sebuah misteri yang dikuasai oleh makhluk-makhluk supranatural (Naing, 2009). Masyarakat adat mempunyai norma-norma tidak tertulis yang secara turuntemurun di wariskan oleh leluhur untuk mengatur perilaku manusia sebagai inividu maupun dalam konteks komunitas adat untuk mengelola lingkungan (Marfai, 2012). Masyarakat di Kawasan Danau Tempe memiliki tradisi dan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam sebagai bagian dari hubungan antara alam dan manusia. Tradisi sebagai petani lahan pasang surut atau petani tanah koti yaitu pada saat danau dalam kondisi tergenang atau pasang, penduduk sekitar berprofesi menjadi penangkap ikan, sedangkan pada saat air danau surut atau kering maka nelayan beralih profesi menjadi petani palawija seperti kacang hijau dan jagung. Pembagian lahan untuk area pertanian tersebut diatur oleh macoa tani (tokoh adat petani). Hal ini sudah dilakukan selama puluhan tahun dan merupakan tradisi turuntemurun yang diwariskan. Masyarakat sekitar danau memiliki hak untuk mengusahakan danau yang dikenal dengan hak ongko. Hak ongko adalah hak untuk memonopoli penangkapan ikan pada bagian-bagian tertentu dari danau, sungai, dan rawa dengan 3

4 ketentuan yakni tidak menangkap ikan atau mengeksploitasi pada kawasan yang telah disepakati. Naing (2009) menyebutkan bahwa kearifan lokal nelayan tradisional juga berkaitan dengan sistem pengelolaan sumberdaya dan lingkungan secara lestari dan mengedepankan kepemilikan bersama, yang ditandai dengan aturan tempat dan waktu penangkapan ikan, sistem larangan dalam eksploitasi yang berlebihan, serta upaya menjaga keberlangsungan ekosistem dengan ritual lokal dan dalam bentuk petuah adat yang telah diwariskan secara kekeluargaan. Keberadaan nilai-nilai dan norma-norma tersebut dapat dijadikan sebagai hukum adat yang mengikat masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Kearifan lokal bersifat normatif atau tidak tertulis, sehingga boleh jadi kearifan lokal yang dulu pernah ada sudah mulai menghilang atau tidak dijalankan lagi oleh masyarakat dikarenakan pergeseran dan perubahan sistem nilai sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang berdampak tidak efektifnya atau tidak taatnya masyarakat dalam mengikuti aturan-aturan pengelolaan yang ada. Adanya gaya hidup konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal masyarakat. Seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, aksessibilitas, kegiatan usaha, dan tekanan perekonomian dapat meningkatkan eksploitasi pemanfaaatan sumber daya perikanan Danau tempe. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turuntemurun dan berhubungan erat dengan kelestarian sumber daya perikanan perlu dilestarikan. Agar nilai-nilai kearifan lokal dapat terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat maka diperlukan usaha dalam bentuk transformasi nilai-nilai budaya. Untuk tetap menjaga potensi sumber daya perikanan dengan mempertahankan dan 4

5 melaksanakan nilai-nilai budaya tersebut menjadi objek yang menarik untuk diteliti secara ilmiah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana dimensi sosial budaya masyarakat dan nilai-nilai kearifan lokal yang pernah dijalankan atau masih berlangsung di Danau Tempe terkait pengelolaan sumber daya perikanan air tawar? 2. Bagaimana persepsi dan ketaatan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya perikanan air tawar? 3. Bagaimana strategi pengelolaan sumber daya perikanan air tawar yang bisa diterapkan di Danau Tempe? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dimensi sosial budaya masyarakat dan nilai-nilai kearifan lokal yang pernah dijalankan atau masih berlangsung yang dapat menunjang pengelolaan sumber daya perikanan Danau Tempe. 2. Mengetahui persepsi dan ketaatan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya perikanan air tawar Danau Tempe. 3. Merekomendasikan strategi pengelolaan sumber daya perikanan Danau Tempe secara berkelanjutan dengan pemberdayaan kearifan lokal. 5

6 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah : 1. Memberikan gambaran tentang dimensi sosial budaya dan kearifan lokal masyarakat meliputi, sistem religius, sistem kelembagaan kemasyarakatan, sistem pengetahuan dan teknologi, dan sistem mata pencaharian masyarakat. 2. Masukan bagi pemerintah daerah dalam penataan untuk pengembangan konsep pengelolaan sumber daya perikanan di Danau Tempe berbasis kearifan lokal. 3. Penelitian ini mengaplikasikan pengelolaan sumber daya perikanan berbasis kearifan lokal untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian dengan tema kearifan lokal memang telah beberapa kali dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Tabel 1.1 menunjukkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan kearifan lokal. Indikator, metode penelitian, analisis data, dan lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti tersebut yang membedakan penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan berbagai sumber pustaka sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada pertama, tujuan penelitian yaitu (1) mengetahui dimensi sosial budaya masyarakat, dan nilai-nilai kearifan lokal yang pernah dijalankan atau masih berlangsung, serta mengkaji jenis-jenis kearifan lokal yang dapat menunjang pengelolaan sumber daya perikanan Danau Tempe, (2) mengetahui persepsi dan ketaatan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ketaatan, serta sejauh mana peluang pemberdayaan nilai kearifan lokal dan hukum adat dapat dipertahankan atau ditingkatkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan air tawar Danau Tempe, dan 6

7 (3) merekomendasikan strategi pengelolaan sumber daya perikanan Danau Tempe secara berkelanjutan dengan pemberdayaan kearifan lokal. Kedua, kajian yang lebih ditekankan pada kearifan lokal masyarakat adat bugis dalam pengelolaan sumber daya ikan air tawar dengan objek penelitian yang terdiri dari aspek abiotik, biotik, dan culture; dan ketiga, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan teknik kombinasi wawancara terstruktur dan tidak terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan metode analisis tabulasi silang. Penelitian yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan tertera pada Tabel

8 Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Saran 1. Icha Musywirah Hamka, 2012 Manajemen Ekosistem Danau: Studi Kasus Danau Tempe di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan ) Menunjukkan bagaimana kebijakan pengaturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan adat untuk kelangsungan Danau Tempe Jenis penelitian etnografi dengan teknik pengumpulan data studi pustaka, observasi partisipasi dan wawancara mendalam Pemerintah dan lembaga adat memainkan peran strategis dalam menentukan bentuk manajemen pengelolaan ekosistem Danau Tempe 2. Susi Yuliani Hidayat, Fadhil Surur, Santun R. P. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan Pertimbangan Aspek Sosial Budaya Dan Kearifan a. Mengetahui kearifan lokal masyarakat Kampung Naga dalam pengelolaan sumber daya hutan; b. Mengetahui dinamika sosial ekonomi dan budaya; dan c. Menyusun strategi pengelolaan hutan untuk menjaga kelestarian hutan di Kampung Naga a. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan Metode survei dengan menggunakan teknik Participatory Rural Appraisal. Pengambilan data dengan cara observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi Teknik analisis data terdiri Analisis Kearifan lokal masyarakat Kampung Naga lahir dari nilai dan filosofi hidup: leuweung lain ruksakeun, tapi rumateun jeung rawateun (hutan bukan untuk dirusak, tetapi untuk dirawat dan jaga Terdapat 7 komunitas lokal yang memiliki a. Nilai-nilai luhur yang terkandung didalamny, terutama yang berhubungan dengan pengelolaan hutan dan lahan, dapat dijadikan suatu referensi bagi penyusun strategi penyusunan hutan. b. Penelitian lanjutan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati pada kawasan perlindungan lingkungan di Leuweung Larangan perlu dilakukan, untuk mengetahui plasma nutfah yang terkandung di dalamnya. a. Pemerintah daerah perlu mengakomodir 9

9 Sitorus, Dan Ivanovich Agusta, RA. Adriani Kusuma Wardani, 2002 Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Danau Tempe Provinsi Sulawesi Selatan Penerapan Kearifan Tradisional Pada Pengelolaan Lahan Tadah Hujan (Studi Kasus Pranatamangsa di Desa Jatipurwo Kecamatan Jatipurno Kabupaten Wonogiri) kearifan lokal komunitas di Kawasan Danau Tempe yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan, b. Menganalisis komoditi pertanian yang dapat menjadi komoditi unggulan, c. Mengindentifikasi tingkat perkembangan desa, menganalisis prinsip kearifan lokal yang diakomodasi dalam rencana tata ruang wilayah, dan d. Menyusun arahan pengembangan Kawasan Danau Tempe dengan mempertimbangkan kearifan local. a. mengidentifikasi persepsi petani pengelola lahan tadah hujan di Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipurwo, Kabupaten Wonogiri mengenai pranatamangsa dan sosio-budayanya. b. mengidentifikasi Deskriptif-Kualitatif, Analisis Nilai Penting dan Nilai Strategis, dan Analisis Location Quotient-Shift Share. Metode survei dengan pengambilan data langsung di lapangan. penentuan sampel dengan metode purposive sampling dan random sampling. analisis data secara deskriptif potensi aspek kearifan lokal. Pada rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sidrap, Wajo dan Soppeng menunjukkan aspek asimilasi merupakan elemen yang paling menonjol diakomodasi. Arahan pengembangan Kawasan Danau Tempe dengan mempertimbangkan kearifan lokal meliputi pelibatan ketuan adat dalam proses perencanaan, pengelolaan sumber daya alam, pengembangan ekonomi lokal, pengembangan desa permukiman dan desa budaya, perlindungan terhadap situs budaya dan pengembangan pusat pelayanan. Pranatamangsa dan sosiobudaya pendukung kegiatan petani memiliki dampak positif terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. uraian arahan pengembangan dengan mempertimbangkan kearifan lokal sebagai bentuk penyempurnaan RTRW. b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan strategi pengembangan kawasan pariwisata budaya dari kearifan lokal berbasis pada persepsi stakeholder dan kajian tentang sosiogram di kawasan Danau Tempe Penelitian terhadap kearifan-kearifan tradsional yang sangat kaya di Indonesia, perlu digalakkan dan dipublikasikan. 10

10 5. Harmin Adijaya Putri, 2016 Kearifan Lokal Masyarakat Adat Bugis Dalam Pengelolaan Sumber Daya Ikan Air Tawar (Kasus Masyarakat Sekitar Danau Tempe Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi PPLTH di Desa atipurwo, kecamatan jatipurwo, kabupaten wonogiri tentang pranatamangsa dan sosio-budayanya c. mengetahui dampak penerapan pranatamangsa pada aspek ekologi, ekonomi, dan budaya. a. Mengetahui dimensi sosial budaya masyarakat, dan nilainilai kearifan lokal yang pernah dijalankan atau masih berlangsung yang dapat menunjang pengelolaan sumber daya perikanan Danau Tempe b. Mengetahui persepsi dan ketaatan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya perikanan air tawar Danau Tempe. c. Merekomendasikan strategi pengelolaan sumber daya perikanan metode survei dengan teknik wawancara kombinasi terstruktur dan tidak terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan. Pengambilan data dengan cara observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif dengan analisis statistik tabulasi silang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan bentuk kearifan lokal masyarakat di Kawasan Danau Tempe yang mendukung pengelolaan sumber daya perikanan air tawar di danau Tempe, mengetahui kedudukan kearifan lokal yang ada, dan Menyusun strategi pengelolaan sumber daya perikanan untuk menjaga kelestarian danau Tempe di Kabupaten Wajo. 11

11 Danau Tempe secara berkelanjutan dengan pemberdayaan kearifan lokal. Sumber: Hamka (2012); Surur, et al. (2014); Wardani (2002); Hidayat (2015); Putri (2016) 12

12 13