TESIS PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR"

Transkripsi

1 TESIS PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR DEVELOPMENT OF PUBLIC TRANSPORT INTERCHANGE IN MAKASSAR CENTRAL BUSINES DISTRIC ARIEF HIDAYAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

2 PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Program Studi Teknik Transportasi Disusun dan diajukan oleh ARIEF HIDAYAT Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

3 iii

4 iv PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertandatangan di bawah ini Nama : Arief Hidayat Nomor Mahasiswa : P Program Studi : Teknik Transportasi Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar - benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 19 Agustus 2013 Yang menyatakan Arief Hidayat

5 v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul : Pengembangan Simpul Perpindahan Moda Angkutan Umum Di Pusat Kota Makassar. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi Magister Teknik Transportasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Atas bantuan dan dukungan yang secara langsung, maupun tidak langsung yang telah Kami terima, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus pada ALLAH SWT yang memberikan Kemudahan dan Berkash selama penyusunan thesis ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya haturkan buat orang tua saya Dra. Dewi Anggraini dan Drs. Syamsuddin yang memberikan semangat, kasih lembut kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih saya haturkan yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Shirly Wunas, DEA dan Prof. Dr. H. Tahir Kasnawi, SU, yang telah mau membimbing penulis dengan semangat dan ketulusan. Para penguji yaitu Prof. Dr-Ing. M.Y. Jinca, M.STr, Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Eng dan Dr. Ir. Sumarni Hamid Aly, MT yang telah menguji dan memberikan saran dan masukan yang konstruktif bagi tulisan ini. Terimakasih kam haturkan kepada Prof.Dr-Ing. M.Y. Jinca, M.STr sebagai Ketua Prodi dan seluruh jajaran di Prodi Teknik Transportasi yang telah banyak membantu selama kami menjadi mahasiswa.. Terima kasih kepada Rektor Universitas Hasanuddin serta Direktur dan seluruh jajaran Program Pasca Sarjana Unhas yang telah memberikan pelayanan yang terbaik selama kami

6 vi sebagai mahasiswa. Terima kasih buat istri dan anak tercinta yang telah mendukung selama ini. Teruntuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih semoga mendapat keberkahan bagi kita semua. Dengan segala kemampuan yang ada serta mengingat terbatasnya pengalaman dan pengetahuan, kami sepenuhnya menyadari bahwa thesis ini masih jauh dari sempurna, baik dalam pengungkapan, pokok pikiran, tata bahasa maupun kelengkapan pembahasannya. Semoga dengan hasil dari penelitian kami dalam thesis ini dapat berguna bagi yang membutuhkan. Makassar, 19 Agustus 2013 Arief Hidayat

7 vii ABSTRAK Arief Hidayat. Pengembangan Simpul Perpindahan Moda Angkutan Umum Di Pusat Kota Makassar. (Dibimbing oleh Shirly Wunas dan Tahir Kasnawi) Kawasan pusat Kota Makassar memiliki tumpah tindih 8 trayek Makassar yang menyebabkan angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang disembarang tempat. Penelitian ini bertujuan 1) Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap spasial dan system transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar dan 2) Membuat konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar. Metode yang digunakan yaitu deskriptif,, klasifikasi jalan rute, moda serta biaya dan waktu perjalanan. Analisis Bangkitan Perjalanan dan sebaran pergerakan. Analisis skalogram dan analisis GIS dengan guna lahan, klasifikasi jalan, feeder, dan simpul eksisting. Hasil penelitian Karakteristik simpul di perpindahan moda ditinjau terhadap spasial ditemukan 10 simpul dengan ciri-ciri penggunaan lahan lain yang bercampur atau mix used seperti perdagangan dan jasa, permukiman, perkantoran, wisata, rumah sakit, pendidikan dan RTH dan Karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap system transportasi angkutan umum yaitu ditemukan 4 karakter moda yaitu a) Dari rumah dengan jalan kaki - simpul - Angkutan umum - lokasi kegiatan, b) Dari rumah naik ojek simpul - Angkutan umum - lokasi kegiatan, c) Dari rumah naik bentor simpul - Angkutan umum - lokasi kegiatan dan d) Dari rumah dengan jalan kaki - simpul - Angkutan umum - simpul - Angkutan umum - lokasi kegiatan. Konsep pengembangan simpul perpindahan moda di TOD Angkutan Umum terbentuk 10 simpul dengan Pengembangan 1 TOD Simpul, 6 TOD Koridor dengan Halte 1 TOD Koridor dengan dengan Tempat Pemberhentian Bus dan 1 TOD Koridor dengan sistem parkir atau Park and Ride. Kata Kunci : Simpul, Moda, Transportasi, Spasial

8 viii ABSTRACT Arief Hidayat. Development Of Public Transport Interchange In Makassar Central Busines Distric. (Supervised By Shirly Wunas And Tahir Kasnawi) Makassar city center area has overlapping route Makassar 8 causes of public transport passengers up and down the disembarang place. This study aims 1) to analyze the characteristics of modal transfer nodes in terms of the spatial and the system of public transportation in Makassar City Center and 2) Making development concept node displacement modes of public transportation in Makassar City Center. The method used is descriptive, classification of road routes, modes as well as the cost and time of travel. Trip Generation and distribution analysis of the movement. Schallogram analysis and GIS analysis of the land use, classification of roads, feeder, and the existing node. The results in the displacement of node characteristics in terms of the spatial modes found 10 nodes with characteristics other mixed land use or mix used as trade and services, housing, offices, tourist, hospital, education and RTH and node characteristics in terms of the modal transfer system public transportation modes are found 4 characters public transport modes are a) From house by walk - node - Public transport - the location of activities, b) From house ride by motorcycles node - Public transport - the location of activities, c) From house taking bentor node - Public transport - the location of activities and d) From house by walk node - Public transport node - Public transport - the location of activities.concept development in the TOD node modal transfer Public transport formed 10 nodes with 1 TOD Node, 6 TOD Corridor 1 TOD Corridor with stops at the Bus Stop and The TOD Corridor 1 with system the Park and Ride. Keywords: Nodes, Mode, Transport, Spatial

9 ix DAFTAR ISI SAMPUL SAMPUL II LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS PRAKATA ABSTRAK i ii iii iv v vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PETA xiii xvi xvii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Masalah Penelitian 5 C. Tujuan Perencanaan 6 D. Manfaat Studi 6 E. Ruang Lingkup Penelitian 6 F. Sistematika Penulisan 7 BAB II DAFTAR PUSTAKA 9 A. Tataguna Lahan Dan Transportasi 9 1. Interaksi tata guna lahan dan transpotrasi 9 2. Aksesibilitas dan mobilitas 11 B. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan 15 C. Moda dan Rute Pengangkutan Penumpang 17

10 x 1. Moda Angkutan Umum Pemilihan Rute Angkutan Umum 20 D. Simpul Perpindahan Moda Simpul dengan Sistem Transit Oriented Development (TOD)21 2. Simpul dengan Halte SImpul dengan Parkir (Park and Ride) 27 E. Penelitian Terkait 27 F. Kerangka Konsep 29 BAB III METODE PENELITIAN 31 A. Lokasi dan Waktu Penelitian 31 B. Jenis Penelitian 31 C. Metode Pengumpulan Data Data dengan Variabel Spasial Data Variabel Transportasi 33 D. Populasi dan Sampel 34 E. Teknik Analisis Data 35 F. Defenisi Operasional 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42 A. Gambaran Umum Kota Makassar 42 B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Batas Administrasi Kondisi Demografi 47 a) Jumlah dan Kepadatan Penduduk 47 b) Penduduk berdasarkan jenis kelamin 49

11 xi c) Penduduk menurut umur Kondisi Penggunaan Lahan Ketersediaan Fasilitas 55 a) Fasilitas Pendidikan 55 b) Fasilitas Kesehatan 56 c) Fasilitas Perekonomian Kondisi Sistem Pergerakan 58 a) Jaringan Jalan 58 b) Rute Angkutan Umum 60 C. Karakteristik Responden di Permukiman Klasifikasi mata pencaharian Status Rumah Tinggal Penduduk Kepemilikan kendaraan Jenis Moda Transportasi Pilihan Jarak Permukiman ke Tempat Mengambil Moda dan Cara menempuhnya Biaya Transportasi Masukan Konsep Simpul dari Penduduk di Permukiman 74 D. Analisis Simpul Perpindahan Moda 79 E. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Spasial Analisis Sebaran pergerakan (Asal Tujuan) Analisis Guna Lahan, Klasifikasi Jalan dan Simul 84 F. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Sistem Transportasi 86

12 xii 1. Pemilihan Moda Pemilihan Rute Waktu Perjalanan 88 H. Konsep Pengambangan Simpul Perpindahan Moda Proximity (kedekatan) dengan Jaringan Pengumpan Skalogram Untuk Menentukan Wilayah Pelayanan dan system transit Analisis Spasial Untuk Menentukan Simpul Potensial dan Sistem Transit Konsep Moda di Transit (Bus dan Becak) 103 BAB V PENUTUP 104 A. Kesimpulan 104 B. Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN KUESIONER 1 LAMPIRAN KUESIONER 2

13 xiii DAFTAR TABEL No. Uraian Hal. 1 Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan 12 2 Jarak Halte Dan TPB 27 3 Jenis Data Serta Sumber Data 33 4 Rumus Matriks asal tujuan (MAT) pergerakan 36 5 Distribusi Dan Kepadatan Penduduk Kota Makassar Tahun Luas dan Persentasi Wilayah Lokasi penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi 7 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Lokasi penelitian Tahun Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun Jumlah Fasilitas Pendidikan Di Lokasi penelitian Tahun Jumlah Fasilitas Kesehatan Di Pusat Kota Makassar Tahun

14 xiv 13 Jumlah Fasilitas Perdagangan Di Lokasi penelitian Tahun Jumlah Fasilitas Hotel dan Penginapan Di Lokasi penelitian Tahun Jasa Perbankan dan Koperasi Di Lokasi penelitian Tahun Kondisi Prasarana Jaringan Jalan Rute Trayek Angkutan Pete-pete di Lokasi Penelitian Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk Status Rumah Tinggal Penduduk Penduduk Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Kendaraan Moda Transportasi yang paling diminati Alasan dalam memilih Moda Transportasi Pete-pete Jarak ke tempat mengambil moda Cara Mengambil Moda Angkutan Umum Pete-pete Biaya Transportasi per KK Pendapat Penduduk tentang biaya Transportasi Angkutan Massal yang diinginkan Lokasi Titik-Titik Simpul di Lokasi penelitian Matriks Asal Tujuan yang Berasal dari Bangkitan Permukiman Waktu Perjalanan Penduduk dari lokasi asal- lokasi tujuan Skalogram Ketersediaan Fasilitas Umum di Lokasi penelitian 94

15 xv 32 Skalogram Sistem Transit di Setiap Simpul Perencanaan Simpul Potensial dan Sistem Transit Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian 98

16 xvi DAFTAR GAMBAR No. Uraian Hal. 1 Asal Tujuan Pergerakan 17 2 Typikal Layout TOD 23 3 Kerangka Konsep 30 4 Kepadatan Penduduk berdasarkan Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian 5 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Lokasi penelitian 6 Persentasi luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi penelitian Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian 53 8 Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk 65 9 Status Rumah Tinggal Penduduk Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan Pemilihan Moda Transportasi Jarak tempuh tempat mengambil moda Pendapat mengenai Biaya Transportasi Keinginan Masyarakat Berpindah Moda Pendapat Penduduk tentang Angkutan Massal Kota Makassar Pendapat tentang Lalu Lintas di Makassar Angkutan Massal yang diinginkan 78

17 xvii DAFTAR PETA No. Uraian Hal. 1 Lokasi Pengambilan Responden Rumah Tangga 35 2 Kawasan Pusat kota (Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang) 45 3 Peta Pembagian Wilayah Kelurahan Wajo-Ujung Pandang 46 4 Penggunaan Lahan di Kecamatan Wajo-Ujung Pandang 54 5 Peta Klasifikasi Jaringan Jalan 60 6 Track Lintasan Rute Angkutan Pete-pete 63 7 Peta Analisis Lokasi Feeder dan Simpul 92 8 Peta Analisis Spasial Bangkitan ke Simpul Peta Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian 102

18 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya prasarana transportasi yang ada, tetapi juga sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainnya. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumberdaya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia, urbanisasi yang cepat, tingkat disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi semakin parah. Salah satu fungsi perkotaan ialah memberikan fasilitas untuk pertukaran barang dan jasa, dari dan antarlokasi kegiatan ekonomi yang tersebar, yang mengakibatkan terjadinya pergerakan barang dan orang. Oleh karena itu, ukuran, bentuk struktur dan efisiensi dari daerah perkotaan dipengaruhi oleh sistem transportasi. Transportasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu sistem aktivitas, sistem pergerakan dan sistem jaringan. Sistem aktivitas di dalam kota terdiri dari berbagai aktivitas seperti: industri, perumahan, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Aktivitas tersebut berlokasi pada sebidang lahan dan saling berinteraksi satu sama lain membentuk tata guna lahan. Interaksi tersebut mengakibatkan timbulnya pergerakan manusia antar tata guna lahan. (Tamin, 2002)

19 2 Perjalanan terjadi karena orang melakukan aktifitas di tempat yang berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal. Artinya keterkaitan antar wilayah ruang sangat berperan dalam menciptakan perjalanan. Menurut Tamin (2002) pola perjalanan dibagi dua yaitu perjalanan tidak spasial dan perjalanan spasial. Konsep mengenai ciri perjalanan tidak spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota, misalnya mengenai mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan yang mereka gunakan. Sedangkan konsep mengenai ciri perjalanan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota berkaitan dengan distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Dalam hal ini, konsep dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu di lokasi yang dituju, dan lokasi tersebut ditentukan oleh tata guna lahan kota tersebut. Pertambahan volume dan frekuensi kegiatan yang ada juga akan diikuti dengan tuntutan penyediaan ruang yang berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan baru tersebut. Ruang terbuka yang berada di kawasan dalam kota semakin menyusut, maka tidak semua pertambahan tuntutan akan ruang baik untuk permukiman maupun kegiatan-kegiatan lainnya dapat diakomodasikan, sehingga penambahan permukiman dan ruang kegiatankegiatan lainnya tersebut dilaksanakan diluar kawasan perkotaan yang sudah terbangun, atau dilahan-lahan terbuka yang masih berupa lahan pertanian yang letaknya tidak jauh dari kawasan perkotaan. Disinilah latar belakang terjadi perluasan kenampakan fisikal kekotaan ke arah luar terjadi yang dikenal dengan urban sprawl.

20 3 Proses urban sprawl ini mengakibatkan bertambah luasnya lahan kekotaan terbangun (urban built-up land) dan dari sinilah kawasan peri urban dikenali. Menurut Andreas (1942) dalam Yunus (2008) pengertian kawasan peri urban adalah suatu zona yang didalamnya terdapat percampuran antara struktur lahan kedesaan dan lahan kekotaan (the intermingling zone of characteristically urban land use structure). Terkait urban sprawl maka perkembangan kota mendesak kearah tepi kota atau biasa disebut Pheri Urban. Kawasan peri urban merupakan kawasan yang berdimensi multi, hal ini dikarenakan pengkaburan makna sekitar perkotaan, yang berarti memiliki makna sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Pengidentifikasian kawasan peri urban sangat sulit jika dilihat dari dimensi non-fisikal, oleh karena itu pada tahap pengenalan kawasan peri urban hanya didasarkan pada istilah kedesaan maupun kekotaan dari segi fisik morfologi yang diindikasikan oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agrarisversus penggunaan lahan agraris. Dari sisi ini wilayah perkotaan merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agraris, sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris. Perluasan kawasan perkotaan banyak dijumpai dengan terbentuknya sub-urban dimana bagian dari populasinya tetap bekerja di pusat kota. Perkembangan sub-urban ini biasanya tidak hanya dalam bentuk pemukiman baru melainkan juga disertai jenis-jenis aktivitas lainnya. Penduduk dari kawasan seperti ini yang bekerja di kawasan pusat kota tiap hari harus melakukan perjalanan untuk bekerja (Filianti, 2005). Seperti halnya kota lain di Indonesia, Kota Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar) yang menjadi pusat dari koridor

21 4 pembangunan di Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) mengalami permasalahan yang transportasi yang serius (Aglomerasi Transportasi Maminasata, 2007). Mamminasata sebagai salah satu kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 2,4 juta (BPS Kota Makassar, 2012) telah mengalami peningkatan pergerakan secara tidak proporsional. Pergerakan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan kegiatan di Kota Makassar yang mengakibatkan kecenderungan masyarakat disekitarnya (Maros, Sungguminasa dan Takalar) melakukan perjalanan menuju tempat tujuan kegiatan di Makassar baik itu berupa kegiatan bekerja, sekolah, rekreasi, belanja dan lain-lain. Disisi lain sistem transportasi di Kota Makassar dan wilayah sekitarnya yang didominasi oleh angkutan umum (pete-pete) dinilai tidak efektif dan efisien. Hal tersebut disebabkan oleh terjadi tumpang tindih trayek, kapasitas layanan jalan mendukung sistem pergerakan, kurang terjaminnya keselamatan, kenyamanan dan ketepatan waktu perjalanan, rendahnya aksesibilitas dan kurang optimalnya pelayanan angkutan umum. Dari data terminal pembantu Kota Makassar 2008 memperlihatkan untuk pusat Kota terhadap 8 trayek yaitu trayek Makassar ke Sungguminasa, Trayek A, B, B1, C, D, H, I, J dan S dengan jumlah armada 2910 unit angkutan pete-pete, dengan potensi penumpang mencapai penumpang setiap harinya. Sehingga daerah pusat kota sangat tinggi dari segi pergerakan angkutan umum. Untuk setiap simpul saat ini hanya terbatas ngetem atau pete-pete menaikkan dan menurunkan penumpang tanpa ada konsep yang jelas mengenai simpul angkutan umum di Kota Makassar.

22 5 Pada tahun 2009 tercatat sekitar unit kendaraan yang beredar di Kota Makassar dan terjadi peningkatan sekitar 5-7% kendaraan pertahun. Dari angka tersebut sebesar unit adalah kendaraan roda dua (BPS Kota Makassar). Saat ini telah terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan dengan (V/C ratio) dari 0,36 sampai 0,83 atau kondisi yang sangat berpotensi terjadinya tundaan atau kemacetan (RTRW Kota Makassar, 2006). Dan diprediksi oleh Dinas Perhubungan Tahun 2012 pada tahun 2020 tingkat pelayanan jalan akan mencapai tingkat pelayanan F dimana arah arus terhambat, macet, terjadi antrian panjang dan volume lalu lintas turun drastis. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Makassar berdasarkan klasifikasinya dibedakan atas 3 bahagian yaitu; kepadatan tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan tertinggi berada di wilayah Kecamatan Makassar dengan kepadatan penduduk sebesar jiwa/km 2, kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan Biringkanaya dengan jumlah sebesar jiwa/km 2 (BPS Kota Makassar, 2012). Demikian pula halnya dengan pola penyebaran penduduk terjadi secara tidak merata. Data yang diperoleh menunjukkan pola penyebaran penduduk di Kota Makassar secara umum terakumulasi di pusat kota dan pusat-pusat pertumbuhan kota. Berdasarkan hal diatas salah satu komponen dari perencanaan sistem transportasi adalah perencanaan terhadap simpul sektor transportasi tersebut, baik berupa fasilitas terminal, halte maupun parkir yang berfungsi sebagai simpul pergerakan. Kebutuhan terhadap simpul pergerakan sangat penting sebagai wujud pelayanan terhadap kegiatan pergerakan pelayanan moda angkutan umum, serta menghindari akumulasi perpindahan dimulai dari simpul pergerakan di masa yang akan datang.

23 6 B. Masalah Penelitian 1. Bagaimana karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap spasial (guna lahan) di Pusat Kota Makassar? 2. Bagaimana karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap jaringan transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar? 3. Bagaimana konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar? C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap spasial (guna lahan) di Pusat Kota Makassar 2. Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap jaringan transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar 3. Menyusun konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar D. Manfaat Studi Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat berguna untuk pengembangan disiplin ilmu perencanaan transportasi. 2. Bagi Masyarakat dan Pengambil Kebijakan Kota Makassar sebagai bahan masukan dalam sebuah kajian empiris di Pusat Kota Makassar mampu memberikan masukan yang menyangkut pergerakan penduduk serta

24 7 pengelolaan wilayah Kota Makassar serta transportasi wilayah Kota Makassar. E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Wilayah dan Deleniasi Kawasan Pusat Kota Ruang lingkup wilayah atau lokasi studi yang dijadikan objek penelitian berada di Pusat Kota Makassar mengambil wilayah 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang dengan mengambil seluruh simpul atau tempat masyarakat naik dan turun moda angkutan umum di pusat Kota Makassar. 2. Ruang Lingkup Materi Pembahasan materi ditekankan pada pengembangan simpul perpindahan Moda dengan variabel system transportasi dan variabel spasial. Variabel system transportasi dengan indikator moda angkutan, rute, waktu dan biaya perjalanan. Untuk indikator variabel spasial yaitu bangkitan dan aktifitas ruang. F. Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari beberapa bagian meliputi: Bagian Pertama, menjelaskan kondisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.

25 8 Bagian kedua, menjabarkan tentang tinjauan pustaka yang dapat mendukung dalam melakukan analisis antara lain tentang sistem transportasi, Hubungan dengan guna lahan dan pengembangan simpul perpindahan moda. Bagian ketiga, menjelaskan mengenai pendekatan studi dan perencanaan, lokasi dan waktu perencanaan, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data, teknik sampling, teknik analisis data serta definisi operasional. Bagian keempat, menjelaskan tentang gambaran umum serta hasil analisis yang telah didapatkan dari pembahasan yang telah dilakukan. Bagian kelima, merupakan kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian dan perencanaan yang telah dilakukan.

26 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataguna Lahan Dan Transportasi 1. Interaksi Tata Guna Lahan Dan Transportasi Hubungan antar tata guna lahan dan transportasi sangatlah penting, bermacam-macam pola pengembangan lahan menghasilkan bermacammacam kebutuhan akan transportasi, sebaliknya bentuk susunan sistem transportasi mempengaruhi pola pengembangan lahan, hubungan yang saling mempengaruhi merupakan dasar bagi peramalan kebutuhan perjalanan yang menggunakan output dari model tata guna lahan sebagai input, dengan asumsi bahwa tata guna lahan yang berbeda membangkitkan tingkat kegiatan dan perjalanan yang berbeda pula. Konsep-konsep tersebut bahwa perencanaan tata guna lahan dapat dikatakan berkorelasi erat dengan sistem transportasi, keduanya saling mempengaruhi guna lahan menimbulkan bangkitan yang membutuhkan transportasi untuk perjalanan dan transportasi dapat berfungsi sebagai pendorong untuk wilayah-wilayah terpencil dan terisolir sehingga berdampak pada peningkatan penggunaan lahan. Black (1991) dalam Tamin (2002), menyatakan bahwa jumlah perjalanan yang dihasilkan berhubungan dengan jenis penggunaan lahan dan intensitas kegiatan yang berlangsung pada lahan tersebut. Bangkitan lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap penggunaan lahan merupakan gambaran mengenai perannya di dalam sosial ekonomi.

27 10 Menurut Fidel Miro (2005), tata guna lahan merupakan pengaturan pemanfaatan lahan pada lahan yang masih kosong disuatu lingkup wilayah (baik tingkat nasional, regional maupun lokal) untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Tata guna lahan tidak hanya mengatur pemanfaatan suatu lahan, akan tetapi bagaimana aksesibilitas guna lahan yang satu dengan yang lainnya sehingga pemanfaatan lahan dapat lebih efektif dan efisien. Untuk mewujudkan hal tersebut maka penataan lahan sekalian dilakukan penataan sistem transportasi yang dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas antar tata guna lahan. Selanjutnya dikatakan bahwa sistem transportasi merupakan gabungan elemen-elemen atau komponen-komponen: a. Prasarana (jalan dan terminal) b. Sarana (kendaraan) c. Sistem pengoperasian (yang mengkoordinasi sarana dan prasarana) Hal ini berarti bahwa pengembangan sistem transportasi untuk mendukung kelancaran mobilitas manusia antar tata guna lahan dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu komponen atau elemen tersebut diatas atau bisa juga ketiganya secara bersamaan kalau keadaan memungkinkan, misalnya kalau ketersediaan dana melimpah. Sedangkan menurut Khisty dan Lall (2003), mengemukakan bahwa tata guna lahan adalah salah satu faktor utama yang menentukan pergerakan dan aktivitas. Suatu proses berbentuk siklus yang menghubungkan transportasi dan aktivitas-aktivitas tata guna lahan dapat memberikan jawaban-jawaban fundamental bagi pola-pola tata guna lahan dan kebutuhan-kebutuhan transportasi sepanjang masa.

28 11 Selanjutnya menurut Blunden (1971) serta Blunden dan Black (1984) dalam Khisty (2003), konsep yang mendasari hubungan tata guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan melakukan pergerakan diantara dua tempat. Aksesibilitas meningkat dari sisi waktu atau uang ketika pergerakan menjadi lebih murah. Selain itu, kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika pergerakan menurun. 2. Aksesibilitas dan Mobilitas Hubungan antara sistem tata guna lahan dengan sistem transportasi, dimana sistem tata guna lahan yang terbentuk karena kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana sistem transportasi melayani, akan memberikan tingkat kemudahan tertentu bagi berbagi zona (tata guna lahan) yang ada di wilayah tertentu untuk saling berhubungan, selanjutnya akan terjadi mobilitas yang tinggi antara petak-petak lahan tersebut. Itu berarti tingkat kemudahan (akses) dapat mempengaruhi mobilitas (pergerakan). Adapun ciri-ciri pergerakan adalah sebagai berikut Ciri pergerakan spasial, adalah semua ciri pergerakan yang berkaitan dengan aspek spasial, seperti Sebab terjadinya pergerakan, sebab terjadinya pergerakan dapat di kelompokkan berdasarkan maksud perjalanan. Biasanaya maksud perjalanan dikelompokkan sesuai dengan ciri dasarnya, yaitu berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan agama (Tamin, 2002). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

29 12 Tabel 1. Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan Aktivitas 1. Ekonomi a. Mencari nafkah b. Mendapatkan barang dan pelayanan 2.Sosial Menciptakan, menjaga hubungan pribadi Klasifikasi Perjalanan 1. Ke dan dari tempat kerja 2. Yang berkaitan dengan bekerja Ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan pribadi 1. Ke dan dari rumah teman 2. Ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah 3. Pendidikan 1. Ke dan dari sekolah, kampus dan lain-lain Keterangan Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50% penduduk. Perjalanan yang berkaitan dengan pekerjaan termasuk: a. Pulang ke rumah b. Mengangkut barang c. Ke dan dari rapat Pelayanan hiburan dan rekreasi di klasifikasikan secara terpisah, tetapi pelayanan medis, hukum dan kesejahteraan termasuk disini. Kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan Hal ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun. di Negara sedang berkembang jumlahnya sekitar 85% penduduk 4. Rekreasi dan Hiburan 1. Ke dan dari tempat rekreasi 2. Yang berkaitan dengan perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi Mungunjungi restoran, kunjungan sosial, termasuk perjalanan pada hari libur 5. kebudayaan 1. Ke dan dari tempat ibadah 2. Perjalanan bukan hiburan ke dan dari daerah budaya serta pertemuan politik Sumber: LPM-ITB (1996,1997ac) dalam Tamin, 2002 Perjalanan kebudayaan dan hiburan sangat sulit di bedakan Waktu terjadinya pergerakan, sangat tergantung pada kapan seseorang melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dengan demikian waktu perjalanan sangat tergantung pada maksud perjalanan. Perjalanan ke Tempat kerja atau perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang dominan.

30 13 Jenis sarana angkutan yang digunakan, dalam melakukan perjalanan, orang biasanya dihadapkan pada pilihan jenis angkutan seperti mobil, angkutan umum, pesawat terbang atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan orang mempertimbangkan berbagai faktor yaitu maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan. Menurut Black (1981) dalam Tamin (2002), aksesibilitas merupakan konsep yang menggabungkan sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna lahan yang menimbulkan zona dan jarak geografis di suatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana dan sarana angkutan. Adapun faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya akses adalah: Faktor waktu tempuh, faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat dihandalkan Faktor biaya atau ongkos perjalanan, biaya perjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan tercapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau melakukan perjalanan. Faktor intensitas kepadatan guna lahan, padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung hal tersebut akan mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.

31 14 Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan, pada umumnya orang mudah melakukan perjalanan jika di dukung oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak perjalanan jauh. Sedangkan menurut Tamin (2002), aksesibilitas adalah ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan, selain itu juga menghitung jumlah perjalanan itu sendiri. Ukuran ini menggabungkan sebaran geoegrafis tata guna lahan dengan kualitas sitem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Dengan demikian aksesibilitas dapat digunakan untuk menyatakan kemudahan suatu tempat untuk dicapai, sedangkan mobilitas untuk menyatakan seseorang mudah bergerak, yang dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Konsep aksesibilitas ini dapat juga digunakan untuk mendefinisikan suatu daerah didalam suatu wilayah perkotaan atau suatu kelompok manusia yang mempunyai masalah aksesibilitas atau mobilitas terhadap aktivitas tertentu. Dalam hal ini, analisis aksesibilitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang perlu dipecahkan dan mengevaluasi rencana dan kebijakan pemecahan masalah selanjutnya. Menurut Fidel Miro (2005), terdapat beberapa variabel untuk mengukur tingkat aksesibilitas (kemudahan) untuk mencapai suatu kawasan yaitu : a. Jarak fisik dua tata guna lahan, tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan dapat dikatakan aksesibilitasnya rendah dan apabila jaraknya berdekatan maka dapat dikatakan aksesibilitasnya tinggi. Akan tetapi, faktor jarak ini tidak dapat berdiri sendiri karena untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas dua tata guna lahan, bias jadi bahwa dua kawasan yang berdekatan mempunyai aksesibilitas rendah bila dua kawasan

32 15 tersebut tidak tersedia prasarana jalan. Demikian pula sebaliknya, dua kawasan yang berjauhan mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat prasarana jalan dan pelayanan angkutan yang cukup memadai. b. Faktor waktu tempuh, faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan, seperti dukungan jalan yang berkualitas yang menghubungkan asal dan tujuan, diikuti dengan terjaminnya armada angkutan yang siap melayani kapan saja. c. Faktor biaya/ongkos perjalanan, biaya perjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau melakukan perjalanan. d. Faktor intensitas guna lahan, padatnya suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut dan secara tidak langsung, hal tersebut ikut mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan. e. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan, pada umumnya orang mudah melakukan perjalanan kalau didukung oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak perjalanan secara fisik jauh. B. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Bangkitan pergerakan adalah jumlah pergerakan dari zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke fungsi lahan atau zona. Bangkitan lalu lintas ini meliputi lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi. Bangkitan tarikan lalu lintas bergantung pada dua aspek tata guna lahan dan jumlah

33 16 aktifitas (intensitas) pada suatu tata guna lahan. Menurut Tamin (2002) bahwa bangkitan dan tarikan pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan tujuan pergerakan, misalnya pergerakan ketempat kerja, tujuan pendidikan, ketempat belanja, untuk kepentingan sosial, rekreasi dan lain-lain. 2. Berdasarkan waktu yang berfluktuasi sepanjang hari dan bervariasi sesuai tujuan pergerakan. 3. Berdasarkan jenis orang, hal ini dipengaruhi oleh atribut sosial ekonomi orang. Pergerakan orang dari tempat asal ke tempat tujuan sebenarnya merupakan suatu pilihan (seseorang bisa saja memilih menggunakan angkutan umum ke pusat kota ketimbang menggunakan mobil pribadi). Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti waktu, jarak, efisiensi, biaya, keamanan dan kenyamanan. Besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan merupakan informasi yang sangat berharga yang dapat digunakan untuk memperlihatkan besarnya pergerakan antar zona. Oleh karena itu adalah sangat penting dipahami pola pergerakan yang terjadi pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Beberapa metode untuk memahami pola pergerakan tersebut dan dapat diformulasikan kedalam bentuk Matriks Asal Tujuan (MAT). Hasil analisis ini akan memperlihatkan tingkat pergerakan dari beberapa zona asal dan tujuan dimasa mendatang.

34 17 Bangkitan dan tarikan pergerakan menurut Wells (1975) dalam Tamin (2002), dapat digambarkan berikut ini: Gambar 1. Asal Tujuan Pergerakan Menurut Morlok,E.K.,(1995), model pembangkit perjalanan digunakan untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang berasal dari setiap zona dan jumlah perjalanan yang akan berakhir disetiap zona untuk setiap maksud perjalanan. Dengan dasar ini perjalanan-perjalanan yang berasal dari dan menuju kesetiap zona akan diperkirakan atau diramalkan. Cara ini disebut analisis pembangkitan perjalanan (trip generation analysis). Analisis pembangkitan perjalanan diharapkan dapat dibentuk asal dan tujuan perjalanan dari pergerakan orang dan kendaraan pada waktu tertentu. Perkiraan aktivitas ekonomi, pemilihan kendaraan, dan penggunaan lahan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyesuaikan karakteristik pembangkitan perjalanan saat ini. C. Moda dan Rute Trayek Pengangkutan Penumpang 1. Moda Angkutan Umum Kendaraan umum (public transportasion), yaitu moda transportasi yang diperuntukan buat bersama, menerima pelayanan berasama, mempunyai arah

35 18 dan titik tujuan yang sama, serta teikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih (Miro, 2005). Sedangkan menurut Warpani (2002) angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Yang termasuk dalam angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan udara. Sesuai Kepmen Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum, bagian V pasal 20 mengenai angkutan kota, disebutkan: a. Pelayanan angkutan kota dilaksanakan dalam jaringan trayek kota, yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu daerah kota atau wilayah ibu kota Kabupaten. b. Pelayanan angkutan kota diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Trayek Utama: (a) Mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan; (b) Melayani angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan pulang-balik secara tetap; (c) Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota. 2) Trayek Cabang: (a) Berfungsi sebagai trayek penunjang terhadap trayek utama; (b) Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan; (c)

36 19 Melayani angkutan pada kawasan pendukung dan antara kawasan pendukung dan pemukiman; (d) Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurungkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota. 3) Trayek Ranting: (a) Tidak mempunyai jadwal tetap; (b) Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota; (c) Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman; 4) Trayek Langsung: (a) Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercamtum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan; (b) Melayani angkutan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung dan kawasan pemukiman; (c) Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota. c. Untuk kota berpenduduk > jiwa, trayek utama dan trayek langsung dilayani dengan bus besar, trayek cabang dengan bus sedang, dan trayek ranting dengan bus kecil dan mobil penumpang. d. Untuk kota yang berpenduduk antara jiwa, trayek utama dilayani dengan bus sedang, trayek cabang dengan bus kecil, dan trayek ranting dengan mobil penumpang. e. Untuk kota yang berpenduduk < jiwa, trayek utama dilayani dengan bus kecil dan/atau mobil penumpang umum dan trayek cabang dilayani dengan mobil penumpang.

37 20 1) Kendaran yang digunakan untuk angkutan kota harus dilengkapi dengan; Nama perusahan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan; 2) Papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta lintasan yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam; 3) Jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan Angkutan Kota ; 4) Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard, yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan; 2. Pemilihan Rute Angkutan Umum Permasalahan transporatasi di kota-kota besar adalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan pemilikan kendaraan serta terbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal, sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efesien. Setiap pengguna jalan diharuskan memilih rute yang tepat dalam perjalanannya ke tempat tujuan, sehingga waktu tempuhnya minimum dan biaya termurah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat melakukan perjalanan. Beberapa diantaranya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antria, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan, serta kebisingan (Adisasmita, 2011).

38 21 D. Simpul Perpindahan Moda 1. Simpul dengan Sistem Transit Oriented Development (TOD) Transit Oriented Development (TOD) sendiri sebagaimana didefinisikan oleh Calthorpe (1993) adalah : A mixed use community within an average 2000 foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TOD mix residential, retail, office, open space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foot or car diartikan bahwa tempat transit merupakan wilayah atau kawasan yang berupa ruang terbuka, parker yang terhubung langsung dengan aktivitas atau fungsi ruang yang mampu di jangkau dengan berjalan kaki. Terdapat beberapa istilah yang dekat dengan konsep TOD dan sering dikaitkan satu sama lain seperti transit village, pedestrian pocket, dan new urbanism. Sebenarnya keempat konsep tersebut memiliki persamaan dan perbedaan sesuai dengan konteks dan latar belakang kemunculannya. Definisi terdekat adalah transit village yang didefinisikan sebagai : a compact, mixed use community, centered around the transit station that, by design, invites residents, workers, and shoppers to drive their cars less and ride mass transit more. Konsep ini datang jauh sebelum TOD yakni pada tahun 1966 oleh Michael Bernick dan Robert Cervero. Namun konsep transit village tidak distrukturkan menjadi zona zona dan tidak dibatasi pada area, densitas, serta tidak secara langsung dijabarkan menjadi prinsip-prinsip panduan rancangan selayaknya konsep TOD. Pedestrian pocket merupakan konsep terawal dari Peter Calthorpe yang melandasi munculnya TOD, konsep ini diperkenalkan pada tahun 1988 sebagai

39 22 alternatif terhadap pola pembangunan berorientasi sub urban. Dalam konsep ini penstrukturan zona dalam TOD juga belum diperkenalkan. Sedangkan new urbanism yang datang setelah munculnya konsep TOD, yakni antara tahun 1993 hingga 1996 merupakan gerakan dengan konsep yang lebih luas dan menempatkan TOD sebagai salah satu elemen dalam prinsip-prinsipnya. Gerakan Ini lebih memfokuskan perhatiannya pada perbaikan daerah sub urban. Pada intinya, konsep-konsep tersebut bertujuan untuk memberi alternatif dan pemecahan bagi permasalahan pertumbuhan metropolitan yang cenderung pada pola auto oriented development. Dengan membuat fungsi campuran (mixed use) yang kompak dalam jangkauan lima hingga lima belas menit berjalan kaki pada area-area transit, diharapkan didapatkan beberapa manfaat. Diantaranya, terjadi internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran dan fungsi-fungsi lain dalam sebuah distrik yang tersentralisasi. Akumulasi pola ini pada level regional diharapkan dapat mendorong orang untuk menggunakan fasilitas transit ketimbang kendaraan pribadi. Dengan demikian dapat menyelesaikan permasalahan sprawling. a. Prinsip Transit Oriented Development Sebagai strategi untuk mencapai tujuan dari konsep TOD yakni memberi alternatif bagi pertumbuhan pembangunan kota, sub urban, dan lingkungan ekologis di sekitarnya maka dirumuskan 7 prinsip urban desain dalam Transit Oriented Development. mengorganisasi pertumbuhan pada level regional menjadi lebih kompak dan mendukung fungsi transit.

40 23 menempatkan fungsi komersial, permukiman, pekerjaan, dan fungsi umum dalam jangkauan berjalan kaki dari fungsi transit. menciptakan jaringan jalan yang ramah terhadap pejalan kaki yang secara langsung menghubungkan destinasi. menyediakan campuran jenis, segmen dan tipe permukiman. melestarikan ekologi, dan menciptakan ruang terbuka berkualitas tinggi. menjadikan ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan. mendorong adanya pembangunan yang bersifat mengisi (infill) dan pembangunan kembali (redevelopment) pada area transit. Prinsip-prinsip tersebut kemudian diturunkan menjadi sebuah panduan perancangan yang diterapkan pada masing-masing area struktur TOD sebagaimana yang dijabarkan Calthorpe dalam bukunya The Next American Metropoli. Gambar 2. Typikal Layout TOD

41 24 b. Struktur Transit Oriented Development Prinsip-prinsip yang telah dijabarkan sebelumnya akan berimplikasi pada desain stuktur TOD. Secara lebih detail, Struktur TOD dan daerah disekitarnya terbagi menjadi area-area sebagai berikut: 1) fungsi publik (public uses). Area fungsi publik dibutuhkan untuk memberi pelayanan bagi lingkungan kerja dan permukiman di dalam TOD dan kawasan disekitarnya. Lokasinya berada pada jarak yang terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2) pusat area komersial (core commercial area). Adanya pusat area komersial sangat penting dalam TOD, area ini berada pada lokasi yang berada pada jangkauan 5 menit berjalan kaki. Ukuran dan lokasi sesuai dengan kondisi pasar, keterdekatan dengan titik transit dan pentahapan pengembangan. Fasilitas yang ada umumnya berupa retail, perkantoran, supermarket, restoran, servis, dan hiburan. (3) area permukiman (residential area). Area permukiman termasuk permukiman yang berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan variasi tipe permukiman, termasuk single family housing, townhouse, condominium, dan apartement (4) Area sekunder (secondary area). Setiap TOD memiliki area sekunder yang berdekatan dengannya, termasuk area diseberang kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri. Area ini berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa jalan/akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dengan fungsi single-family housing, sekolah umum, taman komunitas yang besar, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan area parkir. (5) fungsi-fungsi lain, yakni fungsi-fungsi yang secara

42 25 ekstensif bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder. 2. Simpul dengan Halte Perencanaan halte berdasarkan Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan Pemberhentian Bus Dirjen Perhubungan tahun 1996 ada beberapa hal menjadi Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah : a. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus; b. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki); c. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman; d. dilengkapi dengan rambu petunjuk; e. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas. f. Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh mengganggu ruang bebas pandang. Tempat perberhentian angkutan umum memiliki fasilitas di sekitar halte an perberhentian bus yaitu : a. Halte 1) identitas halte berupa nama dan/ atau nomor 2) rambu petunjuk 3) papan informasi trayek 4) lampu penerangan 5) tempat duduk b. TPB (Tempat Pemberhentian Bus) 1) rambu petunjuk 2) papan informasi trayek

43 26 3) identifikasi TPB berupa nama dan/atau nomor 4) Fasilitas tambahan 5) telepon umum 6) tempat sampah 7) pagar 8) papan iklan/pengumuman untuk tata letak diatur berdasarkan kebutuhan dengan persyaratan sebagai berikut :: a. Tata letak halte dan/atau TPB terhadap ruang lalu lintas b. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki c. adalah 100 meter. d. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau e. bergantung pada panjang antrean. f. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang g. membutuhkan ketenangan adalah 100 meter. h. Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu i. antara sesudah persimpangan (farside) dan sebelum Penentuan jarak antara halte dan/atau TPB dapat dilihat pada tabel berikut :

44 27 Tabel 2, Jarak Halte Dan TPB 3. Simpul dengan Parkir (Park and Ride) Park and Ride, secara umum didefenisikan sebagai perilaku parkir pada fasilitas parkir tertentu dan berpindah ke transportasi publik untuk melakukan perjalanan ke satu tujuan. Sistem parkir ini banyak diterapkan sebagai bagian dari manajemen transportasi. (O Flaherly, 1997). Berdasarkan Dittmar dan Ohland (2004) penataan area parkir pada TOD, tidak menghalangi pejalan kaki/pedestrian, penerapan parkir gratis dapat menghasilkan lalu lintas, penerapan tarif parkir merupakan salah satu solusi yang paling efektif untuk mengubah perilaku perjalanan dengan kendaraan pribadi. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain; penataan ruang parkir tidak dominan, biaya parkir, mengurangi parkir off-street dan penataan parkir on-street (jangka waktu singkat dengan timer tanpa petugas parkir), menciptakan distrik parkir. E. Penelitian Terkait (Roadmap Penelitian) Penelitian yang membahas indikator pejalan kaki dan Halte (area transit) yaitu Schlossberg dan Brown (2004) dengan tulisan Pembangunan Berorientasi Transit Berdasarkan Indikator Jalur Pejalan Kaki. Adapun Basuki (2006),

45 28 mengevaluasi fungsi halte sebagai tempat henti angkutan umum studi kasus rute Terboyo-Pudakpayung, Semarang, studi ini bertujuan untuk mengevaluasi fungsi halte atau tempat perhentian angkutan umum dalam melayani penumpang. Variable yang digunakan yaitu tempat aktivitas/rumahnya, kenyamanan dan keamanan. Canepa (2007) menjelaskan tentang Transit Oriented Development terkait dengan aspek jarak Pejalan Kaki. Selain itu variable kepadatan perumahan dan lokasi kerja secara signifikan mempengaruhi pola berjalan ke titik simpul. Adapun variabel perumahan yang dijadikan dasar penentuan transit dengan upaya mengurangi pergerakan yang ditulis oleh Cervero dan Arrington (2008). Adapun tulisan Muley, Bunker dan Ferreira (2009) yang meneliti pengaruh karakteristik pilihan perjalanan TOD pengguna dengan model regresi logistik biner dikembangkan untuk menentukan probabilitas pemilihan moda transportasi. Sama hal dengan penelitian mengenai Penggunaan Transit pada Pengembangan Berbasis Transit di Portland, Oregon, Area (Dill, 2008) Makalah ini menyajikan hasil survei penduduk di beberapa TOD Portland. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepadatan perumahan, penggunaan lahan campuran, kemudahan bagi pejalan kaki, dan jarak terhadap lokasi TOD. Penelitian berorientasi transit dengan variabel guna lahan dan transportasi telah dilakukan untuk wilayah Makassar oleh Venny, V. N, (2010) dengan variabel moda angkutan umum dan pribadi, Infrastruktur jalan, dan pejalan kaki, serta guna lahan yang bertujuan untuk menentukan konsep simpul di wilayah sub urban Makassar. Penelitian terkait dengan pembahasan angkutan massal dilakukan oleh Hong, Tang dan Wang, (2008), melakukan penelitian dengan judul

46 29 pengelolaan aksesibilitas pada angkutan umum massal, studi Kasus Hong Kong. Penelitian tersebut bertujuan untuk menilai tingkat aksesibilitas pada angkutan umum massal di wilayah Hong Kong dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu kebijakan penggunaan lahan yang mendorong pembangunan yang kompak, kota-kota kepadatan tinggi, yang menyertai kebijakan transportasi dengan memberikan prioritas untuk pengembangan fasilitas transportasi massal. Hasil analisis tersebut diperkuat oleh Reinhold dan Kearney (2008) bahwa angkutan massal dapat mereduksi biaya dengan variabel ekonomi yang mampu mengurangi biaya transportasi. Keterkaitan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah analisis guna lahan serta serta keterkaitan dengan simpul eksisting namun dengan variabel yang berbeda. analisis pola pergerakan untuk menghasilkan simpul pergerakan baru dalam mengendalikan pergerakan transportasi dengan variabel terkait yaitu antara lain spasial (guna ruang) dan transportasi. F. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini didasarkan dari teori dengan hubungan antara variabel dan indikator. Kondisi pusat Kota Makassar saat ini sangat berkembang dengan beberapa rencana tata ruang yang telah direncanakan namun belum mampu secara detail menangani pergerakan masyarakat dan angkutan umum yang tidak teratur dengan tidak jelasnya simpul pindah moda masyarakat ditambah dengan semrawutnya penggunaan lahan yang terjadi di pusat kota. maka perlunya dikembangkan konsep simpul perpindahan moda Adapun karakteristik simpul saat ini dengan variabel yang digunakan oleh penelitian ini yaitu variabel transportasi dengan indikator pemilihan moda,

47 30 pemilihan rute, biaya dan waktu perjalanan. Variabel spasial yaitu bangkitan perjalanan dan klasifikasi jalan. Hasil analisis keduanya akan dibuatkan konsep pengembangan simpul perpindahan moda pusat Kota Makassar. Pergerakan dalam kota, menggunakan Moda yang berpindah-pindah Kebijakan Tata Ruang RTRW Mamminasata RTR Kota Makassar Pertumbuhan dan perkembangan Kota Makassar Perkembangan aktifitas guna lahan dan transportasi di daerah Pusat Besaran Tarikan Guna Lahan Permukiman Perdagangan Pendidikan, dll Spasial : 1. Guna Lahan (Perdagangan, Jasa,Perkantoran,Kes ehatan,pendidikan, Perumahan) ` 2. Bangkitan Perjalanan (asal-tujuan) 3. Klasifikasi Jalan (arteri, kolektor, lokal) Pergerakan di wilayah Pusat Kota Pertemuan disimpul Karakteristik Simpul SIMPUL PERPINDAHAN MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR Aktivitas Transportasi berupa : 1. Pemilihan Moda (Angkutan Umum, Motor, Mobil Pribadi, dll) 2. Pemilihan Rute 3. Biaya dan 4. Waktu Perjalanan 5. Pejalan Kaki 6. Halte Gambar 3. Kerangka Konsep

48 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan pada pusat Kota Makassar yaitu pada 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo. Dasar pertimbangan adalah pada saat ini pusat Kota Makassar dianggap belum memiliki konsep pengembangan simpul perpindahan moda dengan tingkat penggunaan lahan yang sangat beragam serta kepadatan penduduk tinggi, sehingga untuk kajian penelitian difokuskan di wilayah pusat kota. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan yaitu mulai bulan maret hingga agustus B.Jenis Penelitian Jenis peneitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian yang dimaksudkan sebagai dasar menganalisis mengenai simpul serta yang berhubungan mengenai angka, rumus, tabulasi serta grafik dan dianalisis secara deskritif untuk menganalisis karakteristik simpul dan konsep simpul perpindahan moda. C.Metode Pengumpulan Data Dalam menentukan jenis data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian, sebelumnya ditentukan identifikasi awal yang akan dilakukan untuk melihat permasalahan yang ada pada wilayah studi berupa:

49 32 1. Data Variabel Spasial/Guna Ruang a. Data Guna Lahan/Aktifitas Data penggunaan lahan yang digunakan yaitu luasan guna lahan per aktivitas baik perdagangan, perkantoran, pendidikan, permukiman dan lainnya. data berikutnya yaitu data aktivitas guna lahan dengan simpul perpindahan moda yang dimana dihitung dengan jarak. Serta identifikasi guna lahan yang berdekatan simpul serta kemudahan ke simpul. b. Data Bangkitan Perjalanan (Asal-Tujuan) di Simpul Data yang dibutuhkan adalah Jumlah tarikan dan Bangkitan perjalanan di disimpul perpindahan moda angkutan teknik observasi langsung dengan cara menyebar kuesioner dengan metode sampling accindental (Non Probability). Data yang dapat ditemukan pada saat kuesioner yang berhubungan dengan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan yaitu asal tujuan pergerakan. Pengambilan data asal-tujuan di simpul dengan menyebarkan kuesioner di simpul. c. Klasifikasi Jaringan Jalan Data yang dibutuhkan adalah hirarki atau klasifikasi jaringan jalan yang berdekatan dengan simpul tempat penumpang beralih moda baik hirarki arteri, kolektor dan lokal. Pengambilan data dengan mengambil peta hirarki jaringan dari instansi pemerintah.

50 33 2. Data Variabel Transportasi a. Pilihan Moda Data yang dibutuhkan adalah pilihan moda angkutan umum yang akan ingin digunakan masyarakat untuk bergerak dari permukiman. Cara pengambilan dengan kuesioner. b. Pilihan Rute Pilihan angkutan umum rute masyarakat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik simpul dengan cara menyebar kuesioner di permukiman. c. Waktu Perjalanan Data yang dibutuhkan yaitu lama yang dibutuhkan masyarakat untuk bergerak dari asal ke tujuan dengan satuan waktu. Pengambilan data dengan penyebaran kuesioner di simpul dan di kawasan permukiman. Tabel 3. Jenis Data Serta Sumber Data Indikator Kriteria Data Sumber Asal Tujuan Dinilai dari jumlah perjalanan yang terjadi dari pusat kota ke keluar pusat kota atau sebaliknya diukur dari SMP atau volume Jumlah anggota keluarga, waktu, lokasi kegiatan rutin dan non rutin Wawancara dengan responden / Kuesioner Frekuensi pergerakan Dinilai berdasarkan jumlah perjalanan ke pusat-pusat kegiatan dalam satu satuan waktu dan SMP Perjalanan harian ke pusat-pusat kegiatan Wawancara dengan responden Waktu perjalanan Dinilai dari lama perjalanan asal dan tujuan dengan berbagai jenis moda (mobil, motor, angkutan umum, dll) dalam satu satuan jam atau menit. Lama Perjalanan (satuan menit atau detik) Pengamatan/ Observasi

51 34 Jarak Pusat kegiatan sosial dan ekonomi Rute angkutan Moda angkutan Simpul Dinilai dari aksesibilitas asal dan tujuan dari permukiman di pusat kota ke keluar pusat kota atau sebaliknya untuk kegiatan sosial dan ekonomi diukur dengan satuan waktu dan Dinilai dari aksesibilitas lokasi pusat-pusat kegiatan perdagangan, perkantoran, pendidikan, kesehatan, dan ibadah dalam satuan jarak (km). Dinilai dari moda angkutanmelalui rute tertentu (jumlah unit kendaraan untuk setiap rute) Dinilai dari ketersediaan sarana yang melayani rute tertentu (jumlah unit kendaraan untuk setiap rute) Dinilai dari lokasi dan jumlah perpindahan moda dalam satu satuan waktu Lokasi pusat-pusat kegiatan Lokasi pusat-pusat kegiatan rute kendaraan yang melayani aksesibiltas Kawasan Pusat Kota Jenis (Umum atau Pribadi) dan rute kendaraan yang melayani aksesibiltas Kawasan Pusat Kota Lokasi simpul jumlah perpindahan moda Pengamatan/ Observasi Pengamatan/ Observasi Wawancara dengan responden / Kuesioner Wawancara dengan responden / Kuesioner Pengamatan/ Observasi D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah jumlah penduduk wilayah Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang yang setiap hari akan melakukan perjalanan baik inter maupun antar wilayah Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang. 2. Sampel Pengambilan sampel di kawasan permukiman Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang menggunakan system purposive sampling. Teknik menentukan

52 35 jumlah sampel berdasarkan jumlah KK (kepala keluarga) di wilayah kecamatan yang ada. Peta 1, Lokasi Pengambilan Responden Rumah Tangga

53 36 E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam perencanaan ini didasarkan pendekatan sistem transportasi dan tata ruang (spasial), Oleh karena itu adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Analisis Bangkitan (Asal-Tujuan) untuk Menjawab Tujuan Penelitian Karakteristik simpul dengan tinjauan Transportasi Digunakan untuk mengetahui potensi pergerakan yang terjadi di wilayah Pusat Kota Makassar. Analisis ini didasarkan pada identifikasi pergerakan orang yang dilakukan mengacu pada pendekatan terhadap pendapat responden (masyarakat) dalam menghadapi berbagai pilihan alternatif kondisi. Analisis pergerakan penduduk dimulai dengan melihat sebaran pergerakan menggunakan metode Matriks Asal Tujuan (MAT), yaitu suatu matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antara lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Bentuk matriks asal- tujuan dapat diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 4. Rumus Matriks asal tujuan (MAT) pergerakan Zona N Oi 1 T11 T12 T13 T1N O1 2 T2N O2 3 T3N O N TN1 TN2 TN3 TNN ON Dd D1 D2 D3 DN T sumber: Tamin, O. Z., (2002)......

54 37 Dimana : Tid Oi Dd {Tid} atau T = Pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i = Jumlah pergerakan yang menuju ke zona d = Total matriks 2. Analisis Fungsi Kegiatan untuk Menjawab Tujuan Penelitian Karakteristik simpul dengan tinjauan Guna Lahan Analisis untuk menentukan simpul ini dilakukan dengan analisis skalogram yang pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement) yang merupakan sebaran bangkitan pergerakan, sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Namun skalogram dan indeks sentralitas juga dapat digunakan untuk memperlihatkan hirarki pusat pelayanan suatu kawasan yang menjadi tujuan pergerakan orang. 3. Analisis Hubungan Simpul dengan Guna Lahan untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda Analisis ini secara deskriptif mencoba memberikan masukkan atau pandangan mengenai sifat hubungan antara hubungan guna lahan dengan simpul serta guna lahan dengan hirarki jaringan jalan. 4. Analisis proximity (kedekatan) dengan jaringan pengumpan (feeder) untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda Digunakan untuk mengetahui kedekatan (proximity) rencana simpul perpindahan moda transportasi angkutan umum. Dengan memperhatikan jaringan feeder, maka dapat direncanakan jalur yang dapat mengakomodir

55 38 efektifitas dan fleksibilitas perpindahan moda, ketika penduduk akan melakukan pergerakan. 5. Analisis spasial untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda Digunakan untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit pada setiap rute angkutan umum Pusat Kota Makassar. Penentuan potensi simpul tersebut didasarkan pada analisis pertumbuhan dan kepadatan penduduk (potensi demand), analisis proximity dengan jaringan feeder, dan faktor penggunaan lahan serta jarak antara simpul dengan bangkitan (permukiman) pada koridor Pusat Kota Makassar. 6. Analisis Skalogram untuk Menentukan Wilayah Pelayanan dan Potensi Simpul untuk Menjawab Konsep Simpul Perpindahan Moda Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement), sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi dan pusat permukiman yang dihasilkan. Prosedur pengerjaan metode Skalogram adalah sebagai berikut: Identifikasi semua kawasan perkotaan yaitu lokasi Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang

56 39 Buat urutan permukiman berdasarkan jumlah penduduk pada bagian sebelah kiri tabel kerja Membuat urutan fasilitas yang ditemukan berdasarkan frekuensi yang ditemukan, pada bagian atas Membuat garis baris dan kolom sehingga lembar kerja tersebut membentuk matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masingmasing pusat pelayanan atau kota. Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas, dan tanda (0) pada sel yang menyatakan ketiadaan suatu fasilitas Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas, semakin banyak fasilitas yang didapati pada suatu permukiman maka permukiman tersebut berada pada urutan atas. Mengidentifikasi peringkat atau hirarki pemukiman yang dapat diinterpretasikan berdasarkan prosentase keberadaan fasilitas pada suatu pemukiman. Semakin tinggi prosentasenya, maka hirarki pemukiman tersebut akan semakin tinggi. 7. Analisis Overlay Tabulasi Untuk Menentukan Konsep Simpul Analisis ini yaitu menggabungkan antara skalogram yaitu pusat-pusat kegiatan di tiap kecamatan dengan hirarki jalan serta jumlah permintaan di simpul pergerakan. Hal ini memudahkan besar keputusan secara kualitatif didaerah simpul dan memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul perpindahan moda.

57 40 F. Defenisi Operasional Parameter yang dipergunakan dalam menganalisis tujuan penelitian ini adalah sesuai dengan defenisi operasional sebagai berikut: 1. Simpul Perpindahann Moda Angkutan Umum, dinilai dari lokasi dan jumlah penumpang berpindah moda angkutan umum pada persimpangan, tepi jalan, pusat-pusat kegiatan. 2. Aktivitas Spasial, dinilai dari aktivitas spasial yaitu guna lahan, bangkitan perjalan serta klasifikasi jalan. 3. Angkutan umum, dinilai dari jumlah penggunaan moda angkutan umum (angkot, bis, becak) dalam setiap asal dan tujuan perjalanan (unit kendaraan dalam satu tujuan perjalanan) 4. Jaringan jalan, dinilai dari ketersedian prasarana berdasarkan standar klasifikasi jaringan jalan. 5. Moda angkutan, dinilai dari ketersedian sarana yang melayani rute tertentu (jumlah unit kendaraan untuk setiap rute) serta yang berhenti di simpul tertentu. 6. Waktu perjalanan, yaitu perkiraan waktu perjalanan penumpang untuk sampai di tujuan dalam satu satuan waktu (jam/menit). 7. Jarak, dinilai dari aksesibilitas asal dan tujuan dari permukiman di satuan meter (m). 8. Rute adalah jalur trayek angkutan umum yang diukur dengan jarak 9. Jaringan Feeder adalah lokasi jaringan pengumpan (feeder) rencana simpul perpindahan moda angkutan umum dan diukur dengan satuan kilometer (km).

58 41 10.Lokasi Bangkitan adalah lokasi titik-titik bangkitan berupa permukiman yang memiliki kedekatan dengan jaringan angkutan umum atau simpul perpindahan moda dan diukur dengan satuan kilometer (km). 11.Lokasi Tarikan adalah lokasi titik-titik tarikan perkantoran, pusat pedagangan, dengan angkutan umum serta simpul perpindahan moda dan diukur dengan satuan kilometer (km).

59 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kota Makassar Kota Makassar merupakan Ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Secara spasial Makassar memiliki wilayah berupa daratan, bukit, pantai dan laut dengan luas wilayah yang mencapai Ha. Kota Makassar yang dikenal sebagai pintu gerbang Indonesia Timur sekaligus menjadi brand yang lebih baru yaitu sebagai ruang tamu/keluarga Indonesia. Selain itu menjadi wilayah lintasan beberapa kabupaten khususnya kabupaten yang termasuk dalam Kota Mamminasata diantaranya Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar. Dengan melihat kondisi geografi tersebut, Kota Makassar menjadi pusat layanan tidak hanya untuk wilayahnya sendiri (internal) melainkan juga wilayah tetangga (eksternal). Peran Kota Makassar sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan industri, jasa dan pelayanan sosial, pendidikan, kegiatan budaya dan pariwisata dan permukiman menyebabkan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk beraktivitas di Kota Makassar. Kota makassar dengan luas wilayah ± 175,77 km 2, dihuni oleh penduduk sebesar jiwa (BPS, 2009) belum termasuk penduduk yang bermukim di luar kota yang mempunyai kegiatan bekerja sehari-hari di Kota Makassar. Jumlah penduduk Kota Makassar Tahun 2008 tercatat sebanyak ,-jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sementara jumlah penduduk Kota Makassar Tahun 2007 tercatat sebanyak jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar dari Tahun 2007

60 43 ke Tahun 2008 sebesar 1,49%. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Makassar berdasarkan klasifikasinya dibedakan atas 3 (tiga) bahagian yaitu; kepadatan tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan tertinggi berada di wilayah Kecamatan Makassar dengan kepadatan penduduk sebesar jiwa/km 2, kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan Biringkanaya dengan jumlah sebesar jiwa/km 2 (lihat tabel 7). Demikian pula halnya dengan pola penyebaran penduduk terjadi secara tidak merata. Data yang diperoleh menunjukkan pola penyebaran penduduk di Kota Makassar secara umum terakumulasi di pusat kota dan pusat-pusat pertumbuhan kota. Berdasarkan RTRW Kota Makassar (2006), Lokasi penelitian berada di Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo. Tabel 5. Distribusi Dan Kepadatan Penduduk Kota Makassar Tahun 2008 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (Km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Mariso , Mamajang , Tamalate , Rappocini , Makassar , Ujung Pandang , Wajo , Bontoala , Ujung Tanah , Tallo , Panakkukang , Manggala , Biringkanaya , Tamalanrea , Jumlah , Sumber : BPS, Kota Makassar Dalam Angka Tahun 2009

61 44 B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Lokasi penelitian yaitu pada 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo. Berikut mengenai gambaran umum lokasi penelitian: 1. Batas Administrasi Wilayah Lokasi penelitian terletak pada '6.656" '56.750" Bujur Timur dan 5 7'15.913"-5 8'38.006" Lintang Selatan. Secara keseluruhan luas wilayah penelitian adalah 4,62 km 2, sedangkan luas wilayah Kota Makassar adalah 175,77 km 2. Luas wilayah Lokasi penelitian kurang lebih 2,6% dari luas Kota Makassar secara keseluruhan. Secara administrasi wilayah Lokasi penelitian terdiri dari 18 (delapan belas) wilayah administrasi kelurahan yang terbagi dalam 2 (dua) wilayah administrasi kecamatan. Untuk lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi wilayah Lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut dan peta Administrasi Lokasi penelitian. Tabel 6. Luas dan Persentasi Wilayah Lokasi penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah (%) (Km 2 ) Ujung Pandang Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Wajo Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu

62 45 Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah (%) (Km 2 ) Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Sumber : Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka 2012 Dari tabel diatas diketahui bahwa dari kedua kecamatan yang ada di wilayah Lokasi penelitian, Kecamatan Ujung Pandang memiliki luas wilayah 2,63 km 2 atau 56,94% dari total luas Lokasi penelitian, sedangkan Kecamatan Wajo memiliki luas wilayah 1,99 km 2 atau 43,06% dari total luas wilayah Lokasi penelitian Peta 2, Kawasan Pusat Kota (Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang)

63 Peta 3, Pembagian Wilayah Kelurahan di Wajo-Ujung Pandang 46

64 47 2. Kondisi Demografi a) Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Lokasi penelitian memiliki luas 4,62 km 2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak jiwa. Dimana pada Kecamatan Ujung Pandang memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa dan Kecamatan Wajo sebanyak jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, maka kepadatan penduduk di Lokasi penelitian adalah sebesar jiwa/km 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut : Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012 Kecamatan Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa) Ujung Pandang Luas Wilayah (Km 2 ) Kepadatan (jiwa/km 2 ) Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Wajo Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka 2012

65 Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) Gambar 4. Kepadatan Penduduk berdasarkan Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Berdasarkan tabel dan gambar diatas, terlihat bahwa kepadatan penduduk rata-rata di Lokasi penelitian adalah jiwa/km 2. Apabila dirinci per kelurahan maka kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kelurahan Melayu sejumlah jiwa/km 2 diikuti oleh Kelurahan Melayu Baru sejumlah jiwa/km 2, Kelurahan Lajangiru sejumlah jiwa/km 2, dan Kelurahan Pisang Selatan sejumlah jiwa/km 2. Kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan Ujung Pandang yakni Kelurahan Sawerigading sejumlah jiwa/km 2 dan Kelurahan Mangkura sejumlah jiwa/km 2. Apabila dilihat dari kepadatannya, maka sebaran penduduk pada saat ini terpusat pada Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo. Hal ini bisa dilihat kepadatannya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan rata-rata untuk di wilayah Lokasi penelitian (Kepadatan Penduduk Kelurahan Melayu jiwa/km 2, sedangkan kepadatan rata-rata Kawasan Kota Lama Makassar hanya jiwa/km 2 ).

66 49 b) Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah penduduk di wilayah Lokasi penelitian secara keseluruhan berjumlah jiwa terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak KK yang terbagi kedalam dua kecamatan yakni di Kecamatan Ujung Pandang berjumlah KK dan Kecamatan Wajo berjumlah KK. Untuk jumlah Kepala Keluarga paling banyak terdapat di Kelurahan Melayu sebanyak KK, sedangkan paling sedikit di Kelurahan Mangkura sebanyak 312 KK. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan jumlah Kepala Keluarga dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini: Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Kecamatan Ujung Pandang Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012 Kelurahan Jumlah Laki-Laki Perempuan Total Jumlah KK Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Wajo Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka 2012

67 Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Laki-laki Perempuan Gambar 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Lokasi penelitian Berdasarkan tabel dan gambar diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan di lokasi penelitian lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan yaitu sebanyak jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak jiwa. Penduduk menurut jenis kelamin pada tahun 2012 di Kecamatan Ujung Pandang tercatat jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak jiwa. Sedangkan di Kecamatan Wajo tercatat jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak jiwa. c) Penduduk Berdasarkan Umur Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk menurut umur di wilayah Lokasi penelitian yang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo yaitu yang tertinggi adalah penduduk yang berumur tahun, di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak Jiwa

68 51 dan di Kecamatan Wajo sebanyak Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk menurut umur diperlihatkan oleh tabel 12 berikut: Usia Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Tiap Kelurahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2012 Kecamatan Ujung Pandang Kecamatan Wajo Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total Jumlah Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka Kondisi Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan pada hakekatnya mencerminkan hasil kegiatan manusia dalam konteks ruang yang dipengaruhi oleh penduduk dan fisik wilayah. Sebagai Pusat Kota, lokasi penelitian memiliki karakteristik penggunaan lahan yang bercampur. Hampir semua jenis penggunaan lahan ada di kawasan ini. Mulai dari perdagangan dan jasa, perumahan, pendidikan, peribadatan, kesehatan sampai dengan budaya dan wisata ada di wilayah Lokasi penelitian. Penggunaan lahan di lokasi penelitian didominasi oleh penggunaan Jasa Perdagangan dan perumahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11 dan peta Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian berikut:

69 52 Tabel 10. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi penelitian Tahun 2013 Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Perdagangan dan Jasa Permukiman Pendidikan Kesehatan Perkantoran Peribadatan Ruang terbuka hijau pemakaman Benteng Gedung Gudang Industri Monument Museum Jumlah Sumber : RTRW Kota Makassar % 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Perdagangan dan Jasa 3% 3% Permukiman 27% Pendidikan Kesehatan Perkantoran 60% Peribadatan Ruang terbuka hijau pemakaman Gambar 6. Persentasi luas Penggunaan Lahan di Wilayah Lokasi penelitian Dari tabel dan gambar diatas, terlihat bahwa jenis penggunaan lahan yang dominan di lokasi penelitian yaitu permukiman dengan luas ha atau

70 53 sekitar 60.06% dan perdagangan dan jasa dengan luas ha atau sekitar 27.43% dari total luas lahan di lokasi penelitian. sedangkan luas penggunaan lahan yang terendah yaitu pemakaman dengan luas 0.05 ha atau sekitar 0.02%. Perdagangan dan Jasa Situs Sejarah a b Perkantoran Pendidikan c d Gambar 7. Penggunaan Lahan di Lokasi penelitian Sumber: Hasil Survey Lapangan, Tahun 2013

71 Peta 4, Penggunaan Lahan di Kecamatan Wajo-Ujung Pandang 54

72 55 4. Ketersediaan Fasilitas a) Fasilitas Pendidikan Jumlah fasilitas pendidikan di Lokasi penelitian terdiri dari Taman Kanakkanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Akademi/Perguruan Tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sebaran fasilitas pendidikan cukup merata untuk tingkat Sekolah Dasar. Untuk Taman Kanak-kanak, walaupun keberadaannya sudah cukup merata di tiap kelurahan kecuali Kelurahan Lae-Lae, Kelurahan Pisang Selatan, Kelurahan Lajangiru, Kelurahan Bulogading, Kelurahan Ende dan Kelurahan Malimongan yang belum tersedia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11. Jumlah Fasilitas Pendidikan Di Lokasi penelitian Tahun 2012 Kelurahan TK SD SLTP SMU/SMK Ujung Pandang Wajo Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Total Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka 2012

73 56 b) Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang ada di Lokasi penelitian terdiri dari Rumah Sakit, Poliklinik/Balai Pengobatan, Puskesmas, BKIA/Rumah Sakit Bersalin, Dokter Praktek, dan Apotik. Secara keseluruhan pelayanan kesehatan umum di hampir tiap desa sudah terlayani, baik melalui Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas, maupun Praktek Dokter. Kelurahan yang kurang terlayani adalah Kelurahan Lae-Lae, Kelurahan Sawerigading, Kelurahan Bulogading dan Kelurahan Malimongan. Untuk sebaran Apotik masih kurang menyebar dengan baik seperti di Kelurahan Melayu, Kelurahan Butung Kelurahan Mampu dan Kelurahan Malimongan. Tabel 12. Jumlah Fasilitas Kesehatan Di Lokasi penelitian Tahun 2012 Kelurahan Rumah Sakit Poliklinik/ BP BKIA+ Apotik Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Total Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo Ujung Pandang Wajo dalam Angka 2012 c) Fasilitas Perekonomian Sarana ekonomi yang terdapat di lokasi penelitian terdiri warung / toko, kedai dan supermarket, hotel serta bank. Sebaran dari fasilitas ini sudah cukup

74 57 baik sesuai kebutuhan dari tiap kelurahan. Salah satu upaya dalam meningkatkan laju perekonomian masyarakat di lokasi penelitian adalah dengan tersedianya fasilitas perdagangan dan jasa yang melayani kebutuhan masyarakat. Jenis kegiatan usaha yang ada sangat berperan penting terhadap ketersediaan lapangan kerja di lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 14 sebagai berikut: Tabel 13. Jumlah Fasilitas Perdagangan Di Lokasi penelitian Tahun 2012 Kelurahan Mall Pasar Tradisional Supermarket Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Pattunuang Ende Melayu Baru Melayu Butung Mampu Malimongan Malimongan Tua Jumlah Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo Ujung Pandang Wajo dalam Angka 2012 Tabel 14. Jumlah Hotel dan Penginapan Di Lokasi penelitian Tahun 2012 Ujung Pandang Kelurahan Hotel Penginapan (Hestel, motel, losmen/ wisma) Lae-Lae - - Losari - - Mangkura 1 - Pisang Selatan 1 3 Lajangiru - 2 Sawerigading 2 5 Maloku 4 1 Bulogading 3 - Baru 5 - Pisang Utara 2 1

75 58 Kelurahan Hotel Penginapan (Hestel, motel, losmen/ wisma) Pattunuang 7 5 Ende 1 - Melayu Baru 1 1 Melayu 1 2 Butung 5 1 Mampu 3 - Malimongan 2 - Malimongan Tua - 2 Jumlah Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Wajo dalam Angka 2012 Wajo Tabel 15. Jasa Perbankan dan Koperasi Di Lokasi penelitian Tahun 2012 Kelurahan Bank Pemerintah/ Swasta Koperasi Simpan Pinjam Lae-Lae - - Losari - - Mangkura 3 - Pisang Selatan - - Lajangiru - - Sawerigading 1 - Maloku 2 - Bulogading 4 - Baru 3 - Pisang Utara 3 - Pattunuang 16 1 Ende 5 - Melayu Baru 1 - Melayu - - Butung 4 - Mampu - 1 Malimongan - - Malimongan Tua 2 - Jumlah 44 2 Sumber : BPS, Kecamatan Ujung Pandang dalam Angka 2012 dan Kecamatan Ujung Pandang Wajo Wajo dalam Angka Kondisi Sistem Pergerakan a) Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan di lokasi penelitian berpola grid, sehingga memungkinkan akses mudah ke semua tempat. Berdasarkan fungsinya, di lokasi penelitian terdapat lima klasifikasi jalan yaitu jalan arteri primer, jalan

76 59 kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal dan jalan lingkungan. lebih jelanya mengenai sistem jaringan jalan dapat dilihat pada Tabel 17 dan peta Klasifikasi Jaringan Jalan berikut: Tabel 16. Kondisi Prasarana Jaringan Jalan Nama Jalan Jl. Jend Sudirman Jl. Ahmad yani Jl. Sultan Hasanudin Jl. Pasar Ikan Jl. Ujung Pandang Jl. Nusantara Jl. Diponegoro Jl. Tentara Pelajar Jl.Wahidin Sudirohusodo Jl. Pattimura Jl. Slamet Riyadi Jl. Haji Bau Jl. Dg Tompo Jl. Arif Rate Jl. Laga Ligo Jl. Lamaddukelleng Jl. Kenari Jl. Maipa Jl. Datu Museng Jl. Karunrung Jl. Emi Saelan Jl. Sawerigading Jl. Mukhtar Lutfi Jl. Ali Mutoh Jl. Khairil Anwar Jl. Ranggong Jl. Nurdin Jl. Bau Masepe Jl. Amannagappa Jl. Somba Opu Jl. Supratman Jl. Balai Kota Raya Jl. Seruni Jl. Sumba Jl. Sanur Jl. Lombok Jl. Bali Jl. Timor Jl Sulawesi Jl. Lembeh Jl. Bacan Jl. Sangir Jl. P. Diponegoro Status Arteri Primer Kolektor Primer Kolektor Primer Kolektor Primer Kolektor Primer Kolektor Primer Kolektor Sekunder Kolektor Primer Kolektor Primer Lokal Lokal Lokal Lingkungan Kolektor Sekunder Lokal Lokal Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lokal Lingkungan Lingkungan Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Kolektor Sekunder Lokal Lokal Lokal Lokal Lingkungan Lingkungan Lokal Lokal Lokal Lokal Lingkungan Kolektor Sekunder Kolektor Sekunder

77 60 Jl. Kalimantan Lingkungan Jl. Sarappo Lingkungan Jl. Butung Lokal Jl. Barang Lompo Lingkungan Jl. Barang Caddi Lingkungan Jl. Tarakan Lokal Total Sumber : RDTR Kota Lama Makassar Tahun 2007 Peta 5, Klasifikasi Jaringan Jalan b) Rute Angkutan Umum Sebagai kawasan dengan tarikan yang tinggi, di Lokasi penelitian dilewati oleh hampir semua trayek angkutan umum. Lapangan Karebosi sebagai titik

78 61 balik trayek, merupakan kawasan yang paling padat dengan jalur trayek ini. Menurut data dari Dinas Perhubungan Darat Kota Makassar, jumlah trayek angkutan umum pete-pete yang melewati kawasan studi sebanyak kurang lebih 10 trayek. Semua trayek ini melewati jalan-jalan seperti jalan G. Bawakaraeng, jalan Jend. Sudirman, jalan H. M. Yusuf, jalan Wahidin Sudirohusodo, jalan Tentara Pelajar, jalan Sulawesi, jalan Nusantara, jalan Ahmad Yani, jalan Ujung Pandang, jalan Penghibur, jalan Sultan Hasanuddin, jalan Kajaolalido, jalan Botolempangan dan jalan Pattimura. Untuk lebih jelasnya mengenai rute angkutan umum yang melintas di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 18 dan peta rute angkutan umum sebagai berikut: Tabel 17. Rute Trayek Angkutan Pete-pete di Lokasi Penelitian Trayek Pete- Pete Takalar- Sungguminasa- Makassar Panjang `Rute Jalan Lintasan (M) m Takalar-Sungguminasa-jl. Sultan Alauddin-jl. Andi Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl. Jendral Sudriman-jl. H. M. Yusuf-jl. Bawakaraeng-jl. Jendral Sudirman-jl. Ratulangi-jl. Landak-jl. Veteran-jl. Sultan Alauddin Trayek Kode A m BTN Minasa Upa-jl. Syech Yusuf-jl. Sultan Alauddin jl. Andi Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl. Jendral Sudriman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl.Nusakambangan-jl. Ahmad Yani-jl. Jendral Sudirman-jl. Ratulangi-jl. Landak-jl. Veteran-jl. Sultan Alauddin-jl. Syech Yusuf-BTN Minasa Upa Trayek Kode B m Terminal Tamalate-jl. Malengkeri jl. Daeng Tatajl. Abdul Kadir-jl. Dangko-jl. Cendrawasih-jl. Arief Rate-jl. Sultan Hasanuddin-jl. Patimura/Penghibur-jl. Ujungpandang-jl. Riburane-jl. Ahmad Yani-jl. Wahidin Sudirohusodo-jl. Tentara Pelajar-jl. Sulawesi/Nusantara-jl. Ahmad Yani-jl. Kajaolalido-jl Botolempangan-jl. Arief Rate-jl. Cendrawasih-jl.Dangko-jl. Abdul Kadir-jl. Daeng Tata-jl. Malengkeri-Terminal Tamalate Trayek B m Jl. Cendrawasih-jl. Arif Rate-jl. Sultan Hasanudinjl. Sawerigading-jl. Botolempangan-jl. Karunrungjl.Sungai Saddang-jl. Latimojong-jl. Masjid Raya- Jumlah Armada (unit)

79 62 Trayek Kode C m jl.urip Sumoharjo-jl. Perintis Kemerdekaan- Kampus Unhas-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip SUmoharjo-jl. Bawakaraeng-jl. Kartini-jl. Botolempangan-jl. Arif Rate-jl. Cendrawasih Jl. Rappokalling-jl. Korban 40 ribu-jl. Juanda-jl. Gatot Subroto-jl. Ujungpandang Baru-jl. Pongtikujl. Datok Ditiro-jl. Sunu-jl. G. Bawakaraeng-jl. Jenderal Sudirman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl. Nusakambangan-jl. Wahidin Sudirohusodo-jl. P. Diponegoro/ Tentara Pelajarjl. Andalas-jl. Cumi-cumi-jl. Pongtiku-jl. Ujungpandang Baru-jl. Gatot Subroto-jl. Juandajl. Regge-jl. Rappokalling Trayek Kode D m Terminal Daya-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip Sumoharjo jl. Bawakaraeng-jl. Latimojong-jl. Andalas-jl. Laiya-jl. KH. Ramli-jl. HOS Cokroaminoto-jl. H. M. Yusuf-jl. Bulusaraungjl.Masjid Raya-jl. Urip Sumoharjo-jl. Perintis Kemerdekaan-Terminal Daya Trayek Kode H m Perumnas Antang-jl. Antang Raya-jl. Urip Sumiharjo-jl. Bawakaraeng-jl. Jenderal Sudirmanjl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl. Wahidin Sudirohusodo-jl. P. Diponegoro-jl. Bandang-jl. Masjid Raya-jl.Urip Sumiharjo-jl. Antang Raya- Perumnas Antang Trayek Kode I m Terminal Panakkukang-jl.Toddopuli Raya-jl. Borong-jl. Batua Raya-jl. Abdullah Daeng Sirua-jl. Racing Centre-jl. Urip Sumiharjo-jl. G. Bawakaraeng-jl. Jenderal Sudirman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramli-jl. Nusakambangan-jl. Wahidin Sudirohusodol-jl. P. Diponegoro-jl. Bandang-jl. Masjid Raya-jl. Urip Sumiharjo-jl. Abdullah Daeng Sirua-jl. Batua Raya-jl.Borong-jl. Toddopuli Raya -Terminal Panakkukang Trayek Kode J m Terminal Panakkukang-jl.Toddopuli Raya-jl. Tamalate jl. Emmy Saelan-jl. Sultan Alauddin-jl. Andi Tonro-jl. Kumala-jl. Ratulangi-jl. Jendral Sudriman-jl. Hos Cokroaminoto-jl. KH. Ramlijl.Nusakambangan-jl. Ahmad Yani-jl. Jendral Sudirman-jl. Ratulangi-jl.Landak-jl. Veteran-jl. Sultan Alauddin-jl. Emmy Saelan-jl. Tamalate-jl. Toddopuli Raya-Terminal Panakukkang Trayek Kode S m BTP-jl. Perintis Kemerdekaan-jl. Urip Sumoharjojl.Bawakaraeng-jl. Latimojong-jl. Andalas-jl. Laiya-jl. KH. Ramli-jl. HOS Cokroaminoto-jl. H. M. Yusuf-jl. Bulusaraung-jl. Masjid Raya-jl. Urip Sumoharjo-jl.Perintis Kemerdekaan-BTP Sumber: Rencana Terminal Pembantu Makassar,

80 63 Peta 6, Track Lintasan Rute Angkutan Pete-pete (Rencana Terminal Pembantu Makassar, 2008)

81 64 C.Karakteristik Responden di Pemukiman Penelitian ini tidak hanya terfokus di simpul atau di jalan yang menjadi simpul moda transportasi di Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang, penelitian ini juga dilakukan pada penduduk yang berada di wilayah pemukiman dimana jumlah sampel penduduk yang diambil adalah 200 responden di Kecamatan Wajo dan 190 responden untuk Kecamatan Ujung Pandang dengan sampel berdasarkan kepala rumah tangga atau yang mewakili rumah tangga. 1. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk Jumlah penduduk menurut mata pencaharian perlu diidentifikasi untuk memudahkan dalam proses penelitian lebih lanjut mengenai pergerakan penduduk. Klasifikasi tujuan pergerakan yang paling dominan adalah perjalanan/ pergerakan dengan tujuan bekerja, aktifitas bekerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan hasil kuesioner di setiap lokasi penelitian memiliki karakteristik mata pencaharian yang berbeda-beda. Jenis mata pencaharian di lokasi penelitian terdiri dari karyawan toko, PNS, buruh industri, dan lain-lain. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 18. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Mata Pencaharian PNS Swasta Toko Wiraswasta TNI/ POLRI Buruh Karyawan Karyawan Jumlah Wajo Ujung Pandang Jumlah (%)

82 65 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai wiraswasta dimana terdapat 29% dari jumlah total penduduk di wilayah pemukiman. Dimana di Kecamatan Wajo, terdapat 113 Kepala Keluarga yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta dan di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 50 Kepala Keluarga yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta. 6% 16% 10% PNS 22% Karyawan Swasta 28% 18% Karyawan Toko Wiraswasta TNI/POLRI Buruh Gambar 8. Klasifikasi Mata Pencaharian Penduduk Dari gambar diatas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di lokasi penelitian untuk sampel di wilayah perumahan memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta yakni sekitar 29%, karyawan swasta sekitar 22% dan karyawan toko sekitar 18%.

83 66 2. Status Rumah Tinggal Penduduk Dari hasil kuisioner penduduk yang dilakukan pada 210 KK di Kecamatan Wajo dan 190 KK di Kecamatan Ujung Pandang, diperoleh bahwa sebagian besar rumah tinggal penduduk memiliki status sebagai hak milik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 19. Status Rumah Tinggal Penduduk Status Rumah Tinggal Kecamatan Milik Jumlah Kontrak (n) (n) Wajo Ujung Pandang Jumlah Milik Kontrak Responden Kec. Wajo Responden Kec. Ujung Pandang Gambar 9. Status Rumah Tinggal Penduduk Berdasarkan tabel dan gambar di atas, diketahui bahwa 136 dari 390 KK penduduk memiliki status rumah tinggal sebagai hak milik pribadi, dimana untuk 106 KK yang menjadi sampel penduduk untuk Kecamatan Wajo menempati rumah sendiri dan 102 KK untuk Kecamatan Ujung Pandang. Adapun keluarga yang tinggal di rumah kontrak yakni sebesar 104 KK yang terdiri dari 78 KK

84 67 menempati rumah kontrak di Kecamatan Wajo, dan 78 KK di Kecamatan Ujung pandang. 3. Kepemilikan Kendaraan Jumlah kepemilikan kendaraan juga merupakan sebagai ciri khas keadaan sosial. Pemilikan kendaraan umumnya erat sekali berkaitan dengan perjalanan perorangan (per unit rumah) dan juga dengan kerapatan penduduk. Untuk lebih jelasnya mengenai kepemilikan kendaraan para penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 20. Penduduk Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Kendaraan Lokasi Penelitian Jenis Kendaraan Motor Mobil Motor+Mobil Jumlah Kec. Wajo Kec. Ujung Pandang Jumlah Dari tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar penduduk dalam melakukan pergerakan/ bekerja menggunakan kendaraan pribadi. Jenis kendaraan yang dimiliki penduduk sebagian besar merupakan sepeda motor yaitu sebanyak 179 orang atau sekitar 46%. Sedangkan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

85 68 21% 34% 45% Motor Mobil Motor + Mobil Gambar 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat pula bahwa penduduk yang memiliki mobil hanya 34% dari penduduk untuk wilayah pemukiman di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Adapun yang memiliki Motor dan Mobil yakni 21% dari penduduk di wilayah pemukiman. 4. Jenis Moda Transportasi Pilihan Hasil kuisioner penduduk terhadap 390 KK di lokasi penelitian diperoleh data mengenai jumlah penduduk berdasarkan moda transportasi yang dipilih serta alasan penduduk untuk menggunakan moda transportasi tersebut untuk melakukan aktifitas. Dimana penduduk yang memilih menggunakan angkutan pribadi sebanyak 186 penduduk atau 53% dari penduduk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut : Tabel 21. Moda Transportasi yang paling diminati Moda Transportasi Kecamatan Kendaraan Petepete Jumlah Becak Berjalan Pribadi Wajo Ujung Pandang Jumlah (%)

86 69 Jenis Kendaraan (%) 38% 8% 3% 51% Kendaraan Pribadi Pete-pete Becak Berjalan Gambar 11. Pemilihan Moda Transportasi Dari tabel dan gambar diatas, dapat dilihat pula penduduk yang memilih untuk menggunakan Pete-pete adalah 140 penduduk atau 36%. Yang memilih menggunakan Becak yakni 8%, berjalan kaki 8% Dari hasil kuisioner ini juga, dapat disimpulkan bahwa keinginan masyarakat untuk menggunakan moda transportasi umum masih rendah. Keinginan penduduk dalam pemilihan jenis moda transportasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Dimana alasan penduduk dalam pemilihan moda transportasi yang digunakan berbeda-beda. Salah satunya adalah faktor Kenyamanan dan biaya murah menjadi alasan penduduk dalam memilih moda transportasi angkutan Pete-pete. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 22. Alasan dalam memilih Moda Transportasi Pete-pete No Alasan Jumlah Persentase Penduduk Memilih Moda (KK) (%) 1 Kenyamanan Keamanan Biaya Murah Cepat Jumlah

87 70 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa biaya yang murah menjadi alasan yang paling banyak dijawab oleh penduduk, dimana 48% dari penduduk di wilayah pemukiman menjawab hal serupa. Sedangkan yang memilih karena faktor kenyamanan adalah 12% dari total penduduk. Adapun yang memilih Karena waktu tempuh yan lebih cepat adalah 21%, karena keamanan 12%. 5. Jarak ke tempat mengambil Moda transportasi dan Cara menempuhnya Dari hasil kuisioner diperoleh data mengenai jarak pemukiman penduduk dengan tempat mengambil moda transportasi. Dengan adanya data ini, dapat diketahui jarak terdekat dan terjauh penduduk untuk mengambil moda transportasi yang akan digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 23. Jarak ke tempat mengambil moda No Jarak ke Tempat Mengambil Moda Jumlah (%) 1 <200m m m-1000 m > 1000 m 26 7 Jumlah

88 71 Gambar 12. Jarak tempuh tempat mengambil moda Dari tabel dan gambar diatas diketahui bahwa, penduduk yang menempuh jarak terdekat yakni <200m untuk mengambil moda adalah 230 penduduk atau 59% dari 390 KK penduduk di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Sedangkan penduduk yang menempuh jarak terjauh terjauh yakni > 1000 m hanya 7% yakni 26 dari 390 KK penduduk. Adapun yang menempuh jarak m menuju tempat pengambilan moda adalah 89 penduduk atau 23%, dan yang menempuh 500 m-1000 m adalah 45 penduduk atau 12%. Selain jarak tempuh yang berbeda-beda, cara yang ditempuh untuk mengambil moda transportasi yang akan digunakan juga beragam. Dari hasil kuisioner, sebagian besar penduduk lebih memilih menggunakan becak untuk memperoleh moda transportasi terdekat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

89 72 Tabel 24. Cara Mengambil Moda Angkutan Umum Pete-pete Cara Mencapai Moda Jumlah (%) Jalan Kaki Becak / Bentor Pete-pete 23 6 Kendaraan Pribadi 25 6 Jumlah Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa 66% penduduk lebih memilih untuk menggunakan becak/bentor untuk menuju tempat mengambil moda transportasi terdekat. 22% dengan berjalan kaki, 6% menggunakan petepete, dan yang menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 6%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar penduduk lebih memilih naik becak/bentor meskipun mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan berjalan kaki. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak lokasi asal menuju lokasi simpul yang relatif jauh sehingga penduduk lebih memilih menggunakan becak/bentor. 6. Biaya Transportasi Berdasarkan dari hasil kuesioner diketahui bahwa biaya yang murah menjadi alasan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk dalam pemilihan moda transportasi. Dimana besar biaya transportasi yang dikeluarkan oleh penduduk (beserta anggota keluarga)/ harinya dapat dilihat pada tabel berikut:

90 73 Tabel 25. Biaya Transportasi per KK Biaya transportasi Jumlah (%) <Rp RP Rp RP Rp Rp Rp >Rp Jumlah Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan tiap KK yang menjadi penduduk di wilayah pemukiman di Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung pandang 34% mengeluarkan <Rp, untuk biaya transportasi. Sedangkan 48% mengeluarkan Rp Rp untuk biaya transportasi. 6 % mengeluarkan biaya Rp Rp , 6% mengeluarkan biaya Rp Rp , dan 5% mengeluarkan biaya >Rp Dari biaya transportasi yang dikeluarkan tersebut, diperoleh informasi mengenai pendapat penduduk terhadap biaya transportasi yang dikeluarkan per harinya. Dimana sebagian besar penduduk menganggap biaya yang dikeluarkan tidak memberatkan atau relatif murah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 26. Pendapat Penduduk tentang biaya Transportasi Pendapat Penduduk Jumlah (%) Sangat Memberatkan Memberatkan Tidak Memberatkan Jumlah

91 Sangat Memberatkan Memberatkan Tidak Memberatkan Gambar 13. Pendapat mengenai Biaya Transportasi Berdasarkan tabel dan gambar di atas, dapat diketahui bahwa penduduk yang menyatakan tidak memberatkan adalah yang tertinggi, yakni 64% atau dari penduduk pemukiman di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Adapun yang berpendapat biaya transportasi yang mereka keluarkan memberatkan adalah 22% dari penduduk Pemukiman. Sedangkan yang menyatakan Biaya tinggi yakni 13% dari penduduk. Dengan demikian dapat disimpulkan, rata-rata pengeluaran penduduk untuk biaya transportasi perhari yang dikeluarkan antara Rp Rp per Keluarga dalam sehari. 7. Masukan Konsep Simpul dari Penduduk di Pemukiman Dari hasil penelitian yang dilakukan pada penduduk yang bermukim di lokasi penelitian diperoleh informasi mengenai keinginan masyarakat akan peningkatan kualitas moda transportasi ke depannya, pendapat mengenai lalu lintas dan tempat mengambi moda yang ada di Kota Makassar, serta informasi mengenai angkutan massal yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini : - Keinginan Penduduk untuk berpindah moda dari angkutan pribadi ke massal

92 75 Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada penduduk penelitian tentang moda transportasi adalah jika di Kota Makassar disediakan moda transportasi massal yang lebih murah, aman, dan nyaman, apakah penduduk akan beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi transportasi massal. Untuk lebih jelasnya mengenai keinginan penduduk untuk berpindah moda dapat dilihat pada gambar berikut: 36% 18% 46% Mau Tidak Mau Ragu-ragu Gambar 14. Keinginan Masyarakat Berpindah Moda Berdasarkan gambar diatas, didapatkan informasi mengenai hasil wawancara penduduk pemukiman, diketahui bahwa 46% penduduk mau beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi menggunakan moda transportasi massal. Sedangkan 36% menyatakan tidak mau. Adapun yang menjawab 18% adalah penduduk yang masih meragukan aksebilitas moda transportasi tersebut, meskipun memberi kenyamanan dengan biaya murah apakah moda transportasi tersebut mampu menempuh lokasi-lokasi yang ingin dituju oleh penduduk atau tidak. - Pendapat penduduk mengenai angkutan massal kota Makassar Berdasarkan dari hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa sebagian besar penduduk menginginkan adanya peningkatan kualitas terhadap moda transportasi massal yang tersedia di Makassar saat ini. Dimana,

93 76 33% penduduk memaparkan pendapat demikian. Pendapat lain mengenai moda transportasi massal Makassar adalah penduduk mengharapkan moda transportasi yang digunakan misalnya pete-pete, tidak menunggu penumpang terlalu lama, selain karena nyaman, juga waktu yang akan ditempuh untuk tempat aktivitas menjadi lebih lama. Pendapat lain yang cukup banyak dipaparkan oleh penduduk adalah supir angkutan massal harus lebih tertib dalam berlalu lintas. Selain memberi kenyamanan, penduduk juga akan mendapatkan keamanan saat menggunakan moda transportasi tersebut. Sementara penambahan armada, hanya 5% penduduk yang berpendapat demikian, karena untuk Kota Makassar dinilai memiliki armada transportasi massal yang cukup banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 15. Pendapat Penduduk tentang Angkutan Massal Kota Makassar - Pendapat penduduk mengenai Lalu Lintas Makassar

94 77 Berdasarkan hasil kuesioner, pendapat penduduk mengenai lalu lintas di Kota Makassar, sebagian besar mengatakan bahwa arus lalu lintas di Kota Makassar terlalu padat dan sering menimbulkan kemacetan yakni sebanyak 37% dari penduduk. Hal ini juga diikuti dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk tertib dalam berlalu lintas, sebagaimana dikemukakan oleh 28% penduduk memberikan pendapat tersebut. Selain kemacetan dan kurang tertib, permasalahan lalu lintas di Kota Makassar adalah infrastruktur jaringan jalan di Kota Makassar kurang baik. Padahal hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas. Selain itu, pertumbuhan kendaraan di Kota Makassar yang begitu pesat dari hari ke hari membuat diperlukan adanya pengalihan moda transportasi. 11% penduduk mengemukakan pendapat tersebut, sebab di Kota Makassar sudah terlalu padat kendaraan sehingga diperlukan angkutan massal yang membuat masyrakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 16. Pendapat tentang Lalu Lintas di Makassar - Angkutan Massal yang diinginkan untuk masyarakat Sebagaimana yang dijelaskan pada pemaparan sebelumnya, bahwa untuk Kota Makassar diperlukan Angkutan Massal yang mampu membuat

95 78 masyarakat beralih moda transportasi. Dari hasil kuisioner 390 KK Penduduk di wilayah pemukiman Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang, diperoleh informasi mengenai jenis angkutan massal seperti apa yang diinginkan oleh penduduk. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut : Tabel 27. Angkutan Massal yang diinginkan NO Angkutan Massal yang Diinginkan Jumlah (%) 1 Bus Monorail Kereta Api Busway Jumlah Jenis Moda yang diinginkan Bus Monorail Kereta Api Busway 5 Gambar 17. Angkutan Massal yang diinginkan Dari tabel dan gambar diatas, didapatkan informasi bahwa penduduk menginginkan adanya jenis angkutan massal yang nyaman, kapasitasnya besar, aman, dan murah seperti busway. Dimana, sebanyak 44% penduduk berpendapat di Kota Makassar memerlukan jenis angkutan Makassar tersebut. Selain busway, 35% menginginkan adanya bus, 17% monorail, 5% kereta api.

96 79 D. Analisis Simpul Perpindahan Moda Lokasi simpul di Lokasi penelitian, terdiri dari sembilan titik simpul. Dimana titik-titik simpul tersebut diidentifikasi sebagai tempat perpindahan moda bagi penduduk dalam beraktivitas di lokasi penelitian. Titik-titik simpul tersebut berada di jalan-jalan yang dilalui oleh rute angkutan umum dilokasi penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29 dan peta lokasi simpul berikut: Tabel 28 Lokasi Titik-Titik Simpul (Ngetem) Pete-pete di Lokasi penelitian NO Lokasi Titik Simpul 1 Jln. Cokroaminoto 2 Jln. Irian 3 Jln. Dr. Wahidin Sudhirohusodo 4 Jln. Tentara Pelajar 5 Jln. Diponegoro 6 Jln. Kajolalido 7 Jln. Jendral Sudirman 8 Jln. Ahmad Yani 9 Jln. Gunung Lompobattang Lokasi ini merupakan tempat pete-pete ngetem atau parkir kendaraan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, sehingga kedepan perlu konsep yang jelas simpul perpindahan moda angkutan pete-pete ke feeder maupun ke transportasi massal yang jauh lebih besar. E. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Spasial 1. Analisis Bangkitan dan Sebaran Pergerakan (Asal Tujuan) Karakteristik simpul perpindahan moda dengan variabel spasial dapat dilihat dari pola perjalanan penduduk di lokasi simpul dengan melihat bangkitan dan tarikan perjalanan yang terjadi di lokasi simpul; karakteristik jenis kegiatan

97 80 di lokasi simpul serta klasifikasi jaringan jalan disekitar simpul. Pendistribusian pergerakan terjadi ketika orang bergerak dari asal menuju tujuan perjalanan dengan menggunakan moda tertentu. Pola pergerakan dalam sistem transportasi seringkali dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan dalam periode tertentu. Untuk melihat distribusi tersebut, dilakukan wawancara terhadap penduduk di lokasi simpul perpindahan moda angkutan di lokasi penelitian yang dituangkan dalam matriks asal tujuan. Dalam mengidentifikasi pola perjalanan penduduk Kota Makassar di pusat kota sebagai pergerakan dari lokasi asal ke lokasi tujuan di simpul perpindahan moda angkutan, dimana lokasi asal di wilayah penelitian dibagi ke dalam 2 (dua) titik lokasi yaitu kecamatan Wajo dan Ujung Pandang dan sebagai tujuan lokasi aktifitas atau guna lahan yang terdapat di luar kecamatan Wajo dan Ujung Pandang dengan berbagai tujuan masing-masing dalam kecamatan, berdasarkan lokasi simpul perpindahan moda angkutan dan guna lahan yang disekitar lokasi simpul tersebut. Asal bangkitan perjalan berasal dari permukiman di kawasan pusat kota yang terdistribusi di beberapa Kelurahan di 2 kecamatan tersebut. Dari hasil kuesioner 390 responden di permukiman di Kecamatan Wajo yaitu Kelurahan Malimongan, Kelurahan Malimongan Selatan, Kelurahan Butung dan Kelurahan Mampu untuk Kecamatan Ujung Pandang yaitu Kelurahan Pisang Utara, Kelurahan Bulogading, Kelurahan Lajangiru, Kelurahan Pisang Selatan dan Kelurahan Sawerigading. Adapun tabel asal tujuan dapat dilihat pada lampiran tabel matriks asal tujuan. Dari tabel tersebut sebanyak 47 orang bergerak ke bandara di Kecamatan Biringkanaya, Ke

98 81 sungguminasa Kabupaten Gowa sebanyak 38 orang, untuk Kampus paling banyak bergerak ke daerah Tamalanrea yaitu UNHAS dan STIMIK yaitu 7 dan 11 orang, untuk ke Rumah Sakit lebih banyak ke RS Bayangkara 14 orang. Lokasi perdagangan yang paling banyak bergerak ke lokasi Pasar Sentral di Kecamatan Wajo, Panakkukang di Kecamatan Panakkukang serta MTOS dan MARI di Mamajang. Untuk perkantoran lebih banyak ke Gabungan Dinas di Kecamatan Makassar, Kantor Jamsostek di Kecamatan Panakkukang dan Kantor Gubernur di Kecamatan Panakukkang sebanyak 21 responden. Untuk kantor swasta lebih banyak ke kantor Askes Kecamatan Panakukkang dan Bank Danamon Kecamatan Manggala dan Graha Pena di Kecamatan Panakukkang sebanyak rata-rata 7-8 Orang.

99 82 Tabel 29. Matriks Asal Tujuan yang Berasal dari Bangkitan Permukiman Kecamatan Wajo Tuju an Perbatas an Wilayah Kampus Rumah Sakit Asal Lokasi Perdagangan dan Pelabuhan Perkantoran A B C Juml ah Ujung Pandang D E F G H I Jumlah Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 Keterangan : Kel. Malimongan dan Malimongan Tua Kel. Melayu 1 1 Kel. Butung dan Melayu Kel. Pattunuang dan Melayu Baru Kel. Pisang Utara Kel. Bulogading Kel. Lajangiru Kel. Pisang Selatan Kel. Sawerigading

100 83 Bandara (Kecama tan Biringka naya) Ke Sunggum inasa (Kab. Gowa) UNHAS (Kecam atan Tamala nrea) UIN Alauddin Kampus I (Kecamat an Tamalate ) UNM (Kecamat an Rappocin i) STIMIK (Kecam atan Tamala nrea) Pelamoni a (Kecamat an Ujung Pandang ) Rs. Wahidin (Kecam atan Tamala nrea) Rs. Bayang kara (Kecam atan Tamalat e) Pasar Sentral (Kecam atan Wajo) Panakku kang (Kecamat an Panakku kang) Pasar Terong (Kecam atan Makass ar) MARI (Kecamat an Mamajan g) MTos (Kecamat an Ujung Pandang ) Pelabuh an Paotere (Kecama tan Ujung Tanah) Kantor PU KOTA Balaikot a (Kecam atan Ujung Pandan g) Kantor Gubernur (Kecamat an Panakuk kang) Kantor Pengadil an (Kecamat an Panakuk kang) Gabung an Dinas (Kecam atan Makass ar) JAMSOS TEK (Kecamat an Panakuk kang) Wisma Kalla (Kecam atan Mariso) Tower Bosowa (Kecam atan Ujung Pandan g) TELKO M (Kecam atan Rappoc ini) Bank Panin (Kecamat an Mariso) Bank Danam on (Kecam atan Mangga la) PT.ASKE S (Kecamat an Panakku kang) Graha Pena (Kecamat an Panakku kang) MTC (Kecam atan Wajo) BPS SUL- SEL (Kecam atan Mariso)

101 84 2. Analisis Guna lahan, Klasifikasi jalan dengan simpul Pola pergerakan atau perjalanan yang terjadi di lokasi penelitian dapat disebabkan karena faktor jenis kegiatan atau penggunaan lahan yang ada di sekitar lokasi simpul. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan guna lahan dengan simpul dalam pergerakan penduduk di lokasi penelitian. Setiap sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan. Dimana pola sebaran tata guna lahan sangat mempengaruhi pola perjalanan penduduk. Tata guna lahan sangat terkait dengan jumlah bangkitan perjalanan, sehingga untuk mempelajari bangkitan perjalanan kita perlu terlebih dahulu mengetahui tataguna lahan daerah yang akan di teliti. Guna lahan menunjukan kegiatan perkotaan yang menempati petak yang bersangkutan. Penggunaan lahan di kawasan penelitian sangat beragam, dimana lokasi penelitian merupakan pusat kota dengan berbagai fungsi kegiatan didalamnya. Hampir semua jenis penggunaan lahan ada di kawasan ini. Mulai dari perdagangan dan jasa, perumahan, perkantoran pendidikan, peribadatan, kesehatan sampai dengan budaya dan wisata ada di lokasi penelitian. Beberapa pusat kegiatan di lokasi penelitian mengakibatkan aglomerasi penggunaan lahan di kawasan ini. Sebagai contoh pusat kegiatan wisata Pantai Losari mempengaruhi eksisting penggunaan lahan jalan penghibur menjadi dominan perdagangan dan jasa dengan fungsi rata-rata jasa dan kuliner. Penggunaan lahan perdagangan dan jasa merupakan fungsi yang paling dominan di lokasi penelitian. Fungsi ini menyebar dengan luas penggunaan lahan sebesar 70,94 ha dan menutupi 38,50% dari tutupan lahan di lokasi

102 85 penelitian. Setidaknya terdapat 3 Pusat Perbelanjaan dan merupakan tarikan yang besar di kawasan pusat kota ini. Ketiga pusat perbelanjaan itu adalah Makassar Trade Centre (MTC) yang terletak di jalan Jend. Ahmad Yani. MTC, pusat perbelanjaan kedua yaitu Pusat Grosir Butung yang berlokasi di jalan Sabutung Kecamatan Wajo. sedangkan pusat perbelanjaan terakhir adalah Pusat Souvenir Somba Opu yang terletak di jalan Somba Opu. Fungsi kegiatan yang beragam di lokasi penelitian mempengaruhi pola pergerakan penduduk di lokasi penelitian. Dimana fungsi kegiatan tersebut dapat diketahui maksud dari pergerakan atau perjalanan yang dilakukan penduduk di lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner diperoleh tujuan perjalanan penduduk paling banyak adalah berbelanja yakni sebesar 28% dari jumlah penduduk, dan pulang sekolah/bimbel sekitar 24% serta bekerja sekitar 20%. Tingginya persentase maksud melakukan perjalanan untuk berbelanja, sekolah/bimbel, dan bekerja menunjukkan bahwa jumlah aktifitas pergerakan/perjalanan penduduk di lokasi penelitian untuk setiap harinya cenderung stabil karena fungsi perjalanan untuk maksud bekerja, sekolah/bimbel akan dilaksanakan oleh para pelakunya dengan frekuensi yang relatif sama tiap minggunya, sedangkan untuk tujuan berbelanja akan tetap mendominasi pergerakan di lokasi penelitian melihat penggunaan lahan perdagangan dan jasa sebagai fungsi kegiatan dominan di lokasi penelitian.

103 86 F. Analisis Simpul Perpindahan Moda Ditinjau Terhadap Sistem Transportasi Karakteristik simpul perpindahan moda dengan variabel transportasi dapat dilihat dari pola perjalanan penduduk di lokasi simpul dengan melihat pemilihan moda, pemilihan rute dan waktu perjalanan. 1. Pemilihan Moda Dari data yang diperoleh, ada bermacam cara yang dilakukan oleh penduduk yang beraktivitas di Lokasi penelitian untuk melakukan perjalanan dari tempat asal ke tujuan. Untuk lebih jelasnya mengenai pilihan moda yang digunakan oleh penduduk baik di lokasi simpul maupun penduduk di daerah permukiman dapat dilihat pada tabel berikut: Saat ini cara melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum (pete-pete) paling banyak dilakukan oleh penduduk dan hamper semua penduduk dating ke simpul untuk naik pete-pete atau angkutan umum. Dilihat dari persentase penduduk Kota Makassar yang melakukan perjalanan di pusat kota dengan menggunakan angkutan umum, maka penting untuk merencanakan sistem angkutan umum kota yang efektif dan efisien agar dapat memenuhi kebutuhan penduduk dengan melakukan pergerakan dalam pusat kota untuk aktivitas sehari-hari sesuai dengan perkembangan Kota Makassar. Angkutan massal sangat penting dengan proporsi 1 bus = 5-7 pete-pete, serta feeder yang diharapkan yang non motorisasi seperti becak. Adapun angkutan yang diinginkan oleh masyarakat yaitu busway yaitu 44% dari jumlah penduduk dan Bus sebanyak 35% dari jumlah penduduk (table 28 sebelumnya)

104 87 2. Pemilihan Rute Penggunaan angkutan umum (pete-pete) dilokasi penelitian sebagai moda utama yang digunakan sebagian besar para penduduk dalam melakukan pergerakan di lokasi penelitian. Sehingga distribusi pergerakan pengguna angkutan umum diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai permintaan kebutuhan pergerakan penumpang angkutan umum untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan lintasan rute angkutan umum sesuai dengan pola perjalanan yang ada. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, semua pergerakan yang terjadi di lokasi penelitian sebagian besar merupakan pergerakan pengguna angkutan umum, seperti yang diketahui sekitar 76% pergerakan di sembilan lokasi/ zona tujuan menggunakan angkutan umum. Dengan guna lahan pada zona tersebut sangat bervariasi seperti kawasan perdagangan dan jasa, permukiman, sosial, pendidikan dan kesehatan sehingga aktivitas pada zona tersebut juga beragam. Pelayanan transportasi angkutan umum dalam Kota Makassar, pada semua rute angkutan umum menjadikan pusat kota sebagai awal dan tujuan akhir perjalanan, karena kawasan pusat kota merupakan pusat kegiatan baik perkantoran maupun perdagangan dan jasa. Pola rute yang ada saat ini menghubungkan zona pusat kota dengan zona pinggir kota. Sebagian besar rute angkutan umum di Kota Makassar melintasi daerah pusat kota. Rute angkutan umum yang baik adalah rute dimana pengguna angkutan umum dapat dengan mudah menggunakan atau mencapai lintasan rute angkutan tersebut. Untuk mengetahui kemudahan pengguna angkutan umum untuk menggunakan atau mencapai lintasan rute angkutan umum dari tempat

105 88 asal maupun kemudahan pencapaian menuju ke tempat tujuan setelah turun dari angkutan umum, dilakukan analisis dalam ukuran jarak tempuh menuju ke lintasan rute angkutan umum. Untuk mengetahui jarak tempuh penduduk baik penduduk di simpul dan di permukiman dari tempat asal ke lintasan rute angkutan umum berdasarkan zona tujuan di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel sebelumnya diatas menunjukkan bahwa 230 responden atau 59% memiliki jarak tempuh kurang dari 200 meter dari tempat asal ke lintasan rute angkutan umum yaitu menuju ke simpul, 89 responden atau 23% dari jumlah penduduk memiliki jarak tempuh meter, 45 responden atau 12% dengan jarak tempuh 500 m-1000 m dan 30 responden atau sekitar 7% dari penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari 1000 m dari tempat asal ke lintasan rute angkutan umum. Secara umum dapat dilihat bahwa 81% dari sampel memiliki jarak tempuh kurang dari 500 meter dari tempat asal ke lintasan rute angkutan umum. Jarak tersebut merupakan jarak yang masih nyaman ditempuh dengan berjalan kaki. 3. Waktu Perjalanan Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada penduduk, dimana waktu yang dibutuhkan untuk bergerak dari asal ke tujuan beragam, hal ini dipengaruhi oleh jarak dari lokasi asal ke lokasi tujuan serta jenis moda yang digunakan menuju lokasi tujuan. Untuk lebih jelasnya mengenai waktu perjalanan yang digunakan oleh kesemua penduduk baik penduduk di lokasi simpul maupun penduduk di kawasan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut:

106 89 Tabel 30 Waktu Perjalanan Penduduk dari lokasi asal-lokasi tujuan Waktu Perjalanan dari Lokasi Asal-Lokasi Jumlah (%) Lokasi Tujuan Tujuan < 20 menit Didalam Pusat Kota dan Kecamatan terdekat Pusat Kota menit Diluar Pusat Kota dan Jauh dari Pusat Kota menit Luar Kota Makassar-Peri Urban >60 menit 33 9 Luar Kota Makassar-Peri Urban Jumlah ` Dari tabel diatas terlihat bahwa waktu perjalanan yang dibutukan penduduk di lokasi penelitian sebagian besar membutuhkan waktu perjalanan menit yakni sekitar 20%. Dan waktu perjalanan penduduk yang melakukan perjalanan < 20 menit sebanyak 37%. Sedangkan waktu perjalanan penduduk yang melakukan perjalanan menit sekitar 34%, dan pada waktu perjalanan > 60 menit sekitar 9%. Waktu perjalanan yang lama juga dipengaruhi oleh jenis moda yang digunakan. Dimana jenis moda yang paling banyak digunakan oleh penduduk dalam melakukan pergerakan yaitu angkutan umum (pete-pete) dan kendaraan pribadi. Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui pergerakan penduduk di lokasi penelitian > 50% penduduk membutuhkan waktu perjalanan yang > 30 menit dalam melakukan pergerakan. Dilihat dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa moda yang digunakan oleh penduduk belum efisien dalam mendukung pergerakan penduduk di Kota Makassar terutama di Lokasi penelitian. Sehingga penting untuk merencanakan moda yang lebih efektif dan efisien agar dapat

107 90 memenuhi kebutuhan penduduk dengan melakukan pergerakan dalam pusat kota untuk aktivitas sehari-hari sesuai dengan perkembangan Kota Makassar. Waktu melakukan perjalanan penduduk di Lokasi penelitian sangat bervariasi baik dari intensitas pergerakan yang terjadi dan tujuan pergerakan dengan berbagai jenis aktivitas yang berbeda baik di waktu pagi hari, siang, sore dan malam hari. Penelitian dilakukan pada pagi-siang hari. Berdasarkan hasil pengamatan mengenai waktu melakukan perjalanan penduduk di Lokasi penelitian, dimana waktu melakukan perjalanan bervariasi mulai dari pukul wita sampai dengan pukul wita. Waktu puncak pergerakan di pagi hari yaitu pada pukul WIB, dimana penduduk (penduduk) melakukan perjalanan pada pukul tersebut untuk bekerja dan bersekolah. Sedangkan puncak pergerakan di siang hari terjadi pada pukul , beberapa penduduk pulang sekolah, serta penduduk yang melakukan kegiatan berbelanja di lokasi penelitian. G. Konsep Pengembangan Simpul Perpindahan Moda 1. Proximity (kedekatan) dengan jaringan pengumpan (feeder) Faktor proximity (kedekatan) lokasi simpul yang akan direncanakan dengan jaringan pengumpan (feeder) dan kedekatan dengan kantong-kantong permukiman/ perumahan serta dengan kawasan seperti pendidikan, kesehatan, perkantoran dan tempat wisata juga akan menjadi penentu. Dengan adanya proximity dengan simpul jaringan transportasi yang lain diharapkan terjadi konektifitas perpindahan dari moda angkutan umum menuju moda-moda lain seperti becak/bentor dan ojek. Sehingga efektifitas dan efisiensi perjalanan

108 91 penduduk di wilayah Lokasi penelitian dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat pada peta lokasi feeder yang ada di Lokasi penelitian. Berdasarkan karakteristik tujuan orang yang melakukan perjalanan yang sebagian besar untuk berbelanja, bekerja, sekolah, maka penempatan lokasi simpul nantinya sedapat mungkin memiliki proximity dengan fasilitas perdagangan, pendidikan dan perkantoran. Dengan melakukan buffering terhadap setiap lokasi fasilitas tersebut dengan lokasi feeder, sehingga didapatkan jarak terdekat terhadap setiap fasilitas kemudian dikaitkan dengan rencana penentuan lokasi simpul. Karakteristik pergerakan di lokasi penelitian, diketahui 39% dari jumlah penduduk menggunakan becak/bentor untuk mencapai lokasi tujuan setelah menggunakan angkutan umum, jarak ke tempat tujuan merupakan salah satu faktor yang menjadi alasan penduduk untuk memilih moda transportasi tertentu. Untuk jarak dari simpul ke lokasi tujuan aktivitas yang > 500 meter, karaktersitik pergerakan yang terjadi di lokasi penelitian menggunakan jaringan feeder (pengumpan) untuk memudahkan pergerakan penduduk di lokasi penelitian. Rute angkutan umum yang tidak langsung menuju pusat-pusat tarikan sehingga perlu upaya mengoptimalkan feeder berupa becak/bentor dan ojek menjadi hal yang sangat urgen untuk mendukung pergerakan dan perpindahan orang. Analisis proximity lokasi simpul, dengan jaringan feeder dan kawasan tujuan perjalanan dapat dilihat pada peta berikut.

109 92 Peta 7, Peta Analisis Lokasi Feeder dan Simpul 2. Skalogram untuk Menentukan Wilayah Pelayanan dan Penentuan Sistem Transit Dalam menentukan titik simpul tersebut, indikator ketersedian fasilitas umum menjadi faktor penentu. Ketersediaan fasilitas umum tersebut baik yang mencakup wilayah administrasi kelurahan maupun yang berada disekitar titik simpul. Keberadaan fasilitas umum secara wilayah administrasi kelurahan yang berada pada lokasi penelitian menjadi dasar dalam penentuan pusat

110 93 pelayanan dan nantinya digunakan untuk menentukan simpul pergerakan. Berikut ini tabel skalogram ketersediaan fasilitas pelayanan berdasarkan 18 wilayah administrasi kelurahan di Lokasi penelitian. Dari hasil analisis skalogram diatas terlihat bahwa, yang menjadi pusat fungsi pelayanan dan pusat tarikan di Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Pattunuang dan Melayu Baru karena memiliki hampir semua fasilitas pelayanan yang melayani kebutuhan penduduk di wilayahnya dan di daerah sekitarnya. Dalam menentukan system transit maka beberapa hal diperhatikan berdasarkan variable penelitian yaitu karakteristik jalan, kondisi bahu jalan, pedestrian, kedekatan dengan feeder, kedekatan dengan permukiman, penggunaan lahan lainnya, serta waktu tempuh berjalan kaki. Dalam hal ini simpul-simpul saat ini dan simpul di jalan gunung merapi yaitu dibuatkan matrik skalogram yang memperlihatkan kondisi di setiap variable. Dari hasil analisis skalogram terhadap simpul-simpul serta fasilitas disekitarnya, dapat dibedakan menjadi 2 konsep pengembangan yaitu Transit Simpul dan Transit Koridor yaitu yang menjadi transit Simpul yaitu simpul ke 5 di Karebosi dan selebihnya menjadi transit Koridor. Karebosi dijadikan transit Simpul karena seluruh variable di simpul memenuhi kriteria yaitu, jaringan jalan arteri, dengan pedestrian yang dalam keadaan baik (tidak rusak), penggunaan lahan campuran disekitar kawasan, tidak jauh untuk mencapai feeder (<500 meter), waktu berjalan kaki yang rendah (< 10 menit) dan cukup dekat dengan kawasan permukiman (<500 meter). Dapat dilihat pada table di bawah ini.

111 94 Tabel 31 Skalogram Ketersediaan Fasilitas Umum di Lokasi penelitian Kelurahan Jenis Fasilitas Umum Jumlah Pattunuang Melayu Baru Baru Melayu Maloku Butung Mangkura Pisang Utara Ende Sawerigading Pisang Selatan Losari Malimongan Tua Lajangiru Mampu Bulogading Malimongan Lae 0 Lae Sumber : Hasil Analisis, 2013 Keterangan: 1 = TK 4 = SMU/SMK 7 = Poliklinik 10 = Mall 13 = Hotel 2 = SD 5 = AKADEMI/PT 8 = Puskesmas 11 = Pasar Tradisional 14 = Bank 3 = SLTP 6 = Rumah Sakit 9 = BKIA 12 = Supermarket

112 95 Tabel 32 Skalogram Sistem Transit di Setiap Simpul Sumber : Hasil Analisis, Analisis Spasial Untuk Menentukan Simpul Potensial Dan Sistem Transit Dalam menentukan simpul pontensial dan sistem transit berdasarkan analisis spasial, yang perlu diperhatikan adalah letak simpul tersebut yang harus berada pada kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi, radius pencapaian untuk simpul sebaiknya maksimal ± 3 km dari pusat kegiatan/ permukiman sehingga memudahkan pergerakan orang untuk mengakses simpul tersebut, sedangkan jarak antara simpul dengan jaringan pengumpan (feeder) baik itu becak/bentor, ojek ataupun angkutan umum lainnya maksimal 0,5 km untuk memudahkan orang dalam berpindah moda lihat peta 10. Untuk

113 96 simpul lama ada 9 simpul dengan pasar butung tidak dianggap sebagai simpul karena pasar butung hanya menyuplai atau memasarkan dagangan yang sifatnya pakaian dan dalam kebutuhan yang besar (kodi dan kuintal) dan tidak menyiapkan secara lengkap untuk bahan pangan masyarakat dan masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pick up dan truk untuk mengangkut barang. Sehingga tidak dapat menjadi simpul angkutan, namun wilayah sekitar yang dekat dengan jalan kolektor dapat menjadi simpul secara Koridor disekitar kawasan butung. Untuk simpul baru di kawasan gunung merapi hal ini dipandang penting karena berdekatan langsung penggunaan lahan lainnya yaitu rumah sakit serta perdagangan dan jasa serta pendidikan. Sehingga perlu diadakan simpul baru di jalan gunung merapi namun bersifat Koridor. Untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit di lokasi penelitian juga dapat dilihat dari letak simpul yang dilalui jalur angkutan umum kota. Rute loop line sebagai jalur yang melayani pergerakan pada kawasan yang memiliki potensi demand yang besar akan berdampak pada kebutuhan lokasi simpul yang besar. Dari beberapa lokasi yang memiliki potensi ditemukan 10 simpul yang tersebar di beberapa kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan peta berikut:

114 97 Tabel 33. Perencanaan Simpul Potensial dan Sistem Transit Simpul Penggunaan Lahan Sekitar Simpul Jarak dgn Feeder (m) Kedekatan Dengan Klasifikasi Jaringan Jalan Jarak denga n Permu kiman (m) Waktu Tempuh (menit) Kecamatan Wajo Simpul 1-Jln. Nusantara Kel.Melayu Baru) - pemukiman padat, pelabuhan, rumah sakit, fasilitas pendidikan, pasar butung dan hotel. 50 Jaringan Kolektor Simpul 2-Jln. Tentara Pelajar (Kel.Melayu) - pasar butung, dan rumah sakit bersalin dan kawasan permukiman padat. 50 Jaringan Kolektor Simpul 3-Jln. Dr.Wahidin Sudiro Husodo (Kel. Ende) Simpul 4-Jln. Ahmad Yani (Kel. Pattunungan) - pasar sentral, fasilitas perkantoran. 5 Jaringan Kolektor - tempat wisata (benteng fort rotterdam), fasilitas perkantoran, serta kawasan pemukiman kampung cina. 5 Jaringan Kolektor Kecamatan Ujung Pandang Simpul 5-Jln. Jendral Sudirman ( Kel. Baru) Simpul 6-Jln. Kajoalalido (Kel. Baru) Simpul 7-Jln. Somba Opu (Kel. Bulogading) Simpul 8-Jln. Penghibur (Kel. Maluko) Simpul 9-Jln. Sungai Saddang (Kel. Sawerigading) Simpul 10-Jln. Gunung Merapi (Kel. Pisang Utara) - pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, dan kawasan perkantoran. - pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, Rumah Sakit dan kawasan perkantoran. - perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya/kawasan wisata dan fasilitas pendidikan serta fasilitas perkantoran. - perdagangan dan jasa, dan kawasan cagar budaya/kawasan wisata serta fasilitas kesehatan (rumah sakit). 300 Jaringan Arteri 5 Jaringan Kolektor 200 meter - Jaringan Kolektor Jaringan Kolektor perdagangan dan jasa, dan pemukiman Jaringan Kolektor - perdagangan dan jasa, dan pemukiman serta berbagai fasilitas sosial lainnya. Sumber: Hasil Analisis, Tahun Jaringan Kolektor Pada perencanaan lokasi simpul potensial dan sistem transit di Lokasi penelitian, juga mempertimbangkan kedekatan simpul dengan pusat-pusta kegiatan di lokasi penelitian. Hal ini dilakukan agar perencaan simpul tersebut

115 98 dapat menciptakan pergerakan yang lebih efisien dan efektif. Sebagaimana yang diketahui Lokasi penelitian terdiri dari berbagai pusat-pusat kegiatan diantaranya sebagai berikut: A. MTC F. Benteng Rotterdam B. Karebosi G. Somba Opu C. Polwitabes H. Pantai Losari D. Balaikota I. Pelabuhan Soekarno Hatta E. Kampung Cina J. Pasar Butung K.Pasar Sentral Untuk mengetahui konsep pengembangan simpul kedepannya, dapat dilakukan dengan menggunakan analisis overlay, dimana analisis ini yaitu menggabungkan antara skalogram yaitu pusat-pusat kegiatan di tiap kecamatan dengan hirarki jalan serta jumlah permintaan di simpul pergerakan. Hal ini memudahkan besar keputusan secara kualitatif didaerah simpul dan memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul perpindahan moda. Adapun konsep pengembangan simpul kedepannya dapat dilihat tabel sebagai berikut : Tabel 34. Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian No Simpul Konsep Pengembangan Simpul 1 Simpul 1-Jln. Nusantara (Kel.Melayu Baru) 2 Simpul 2-Jln. Tentara Pelajar (Kel.Melayu) 3 Simpul 3-Jln. Dr.Wahidin SUdiro Husodo (Kel. Ende) 4 Simpul 4-Jln. Ahmad Yani (Kel. Pattunungan) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) 5 Simpul 5-Jln. Jendral Sudirman ( Kel. Simpul dengan parker atau

116 99 Baru) 6 Simpul 6-Jln. Kajoalalido (Kel. Baru) 7 Simpul 7-Jln. Somba Opu (Kel. Bulogading) 8 Simpul 8-Jln. Penghibur (Kel. Maluko) 9 Simpul 9-Jln. Sungai Saddang (Kel. Sawerigading) 10 Simpul 10-Jln. Gunung Merapi (Kel. Pisang Utara) Sumber : Hasil Analisis Tahun 2013 TOD Simpul Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Park and Ride) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Simpul dengan TOD Koridor (Halte) Konsep pengembangan simpul di Lokasi penelitian terdiri dari empat jenis pengembangan yaitu sebagai berikut: 1. Simpul dengan parkir dan TOD Simpul Perencanaan jenis simpul ini berada di simpul karebosi (simpul 5). Perencanaan pengembangan konsep TOD Simpul ini berdasarkan pertimbangan fungsi kegiatan di sekitar simpul mixe used, dimana fungsi kegiatan di sekitar lokasi simpul ini sangat beragam yakni fasilitas perdagangan dan jasa, perkantoran, pemukiman, dan pendidikan serta fasilitas kesehatan. Sedangkan untuk perencanaan simpul dengan parkir, berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi simpul berada pada lokasi yang sangat strategis berada di pusat perdagangan dan jasa, dan perkantoran, serta kondisi eksisting lokasi simpul yang terdapat tempat parkir. Dimana untuk pengembangan kedepannya dapat dikembangkan sistem Park and Ride di lokasi penelitian.

117 Simpul dengan TOD Koridor dengan parkir Perencanaan pengembangan simpul dengan parkir juga diperlukan di Simpul 7 (Jln. Somba Opu -Kel. Bulogading), simpul ini dapat melayani tiga pusat kegiatan di lokasi penelitian yaitu Benteng Fort Rotterdam, Pusat Perdagangan SombaOpu, dan Pantai Losari. Jarak simpul ke pusat perdagangan SombaOpu sekitar 350 meter, jarak ke Pantai Losari sekitar 1000 m, dan jarak ke Bentang Fort Rotterdam sekitar 400 meter. 3. Simpul dengan TOD Koridor dengan halte Perencanaan pengembangan simpul dengan halte terdapat enam titik simpul yaitu simpul 1, simpul 2, simpul 3, simpul 4, simpul 6, simpul 8, simpul 9 dan simpul 10. Simpul ini berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang setelah itu penumpang dapat berjalan kaki atau menggunakan feeder yang berada di sekitar simpul untuk mencapai lokasi tujuan.

118 Peta 8, Peta Analisis Spasial Bangkitan ke Simpul 101

119 102 PETA PENGEMBANGAN SIMPUL Peta 9, Peta Konsep Pengembangan Simpul di Lokasi penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Undang undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR

PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR DEVELOPMENT OF PUBLIC TRANSPORT INTERCHANGE NODE IN MAKASSAR CENTRAL BUSINESS DISTRICT Arief Hidayat, Shirly Wunas, Tahir Kasnawi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA DEVELOPMENT OF FEEDER INFRASTRUCTURE LEADING TO BUS STOP OF BUS RAPID TRANSIT (BRT) OF CORRIDOR 2 MAMMINASATA. 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang, dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) JurusanTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 12 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Prof. Siti Malkhamah

Lebih terperinci

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Semarang terletak antara garis 6 50-7 10 lintang selatan dan 109 35-110 50 bujur timur dengan 16 wilayah kecamatan di dalamnya. Kota Semarang memiliki

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaran. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

Peran Transportasi. (Studi Kasus: Stasiun KA Patukan, Gamping, Yogyakarta)

Peran Transportasi. (Studi Kasus: Stasiun KA Patukan, Gamping, Yogyakarta) Peran Transportasi dalam Pengembangan Kawasan TOD/ROD (Studi Kasus: Stasiun KA Patukan, Gamping, Yogyakarta) Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan http://zudhyirawan.staff.ugm.ac.id Pendahuluan ROD merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut : Peremajaan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Zona Selamat Sekolah Perkembangan teknologi otomotif khususnya kendaraan bermotor roda dua maupun kendaraan beroda empat, menjadikan anak-anak khususnya anak-anak Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANGKUTAN UMUM 2.1.1 Komponen Sistem Angkutan Umum Pada sistem angkutan umum, terdapat tiga komponen utama yang mempunyai peran dan kepentingan tertentu dan seringkali saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menguraikan tentang angkutan umum, tujuan dan sifat angkutan umum, permasalahan angkutan umum, angkutan umum antar kota dalam provinsi AKDP dalam bentuk trayek,

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan mendefinisikan

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Sedangkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2. Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2 Kend/Panjang Jalan Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan Oleh: Dr. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc. Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Morlok (1978), mendefinisikan transportasi sebagai suatu tindakan, proses, atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.secara lebih spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang merupakan kajian ilmu geografi yang meliputi seluruh aspek darat, laut maupun udara. Alasan mengapa ruang menjadi kajian dari geografi, karena ruang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas, prasarana lalu lintas, kendaraan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 249 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari uraian uraian sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan serta memberikan rekomendasi terhadap hasil studi. Adapun kesimpulan dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Arti Transportasi Miro (2005 : 4) menyebutkan bahwa transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR Muhammad Andry Azis 1, Muhammad Isran Ramli 2 dan Sumarni Hamid Aly 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Transportasi Transportasi atau perangkutan merupakan suatu kegiatan perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY Kindly A. I. Pangauw 1, Sonny Tilaar, 2 & Amanda S. Sembel,c 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci