Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP"

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder 1. Halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung pada umumnya memiliki kondisi relatif baik tetapi ada beberapa halte yang kurang nyaman. Faktor penyebab kurang nyamannya penggunaan halte adalah sebagai berikut : Banyak pedagang kaki lima yang berjualan di halte. Penyimpangan fungsi menjadi tempat mangkal / ngetem taksi dan parkir kendaraan pribadi. Halte rusak dan kotor. 2. Halte selain berfungsi sebagai tempat henti juga sebagai tempat transit antar angkutan umum terutama pada halte yang merupakan titik simpul rute angkutan umum dimana kondisi idealnya ada halte berpasangan (berseberangan) yang dilengkapi dengan fasilitas jembatan penyeberangan ataupun zebracross. Pada rute Terboyo Pudakpayung ada beberapa simpul yang lengkap dengan halte berpasangan dan jembatan penyeberangan yaitu simpul simpang Terminal Banyumanik dan simpul simpang pertigaan Jl. Teuku Umar Ksatrian, selain dari titik simpul tersebut, hanya terdapat satu halte saja pada satu sisi arah tanpa dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan sehingga potensi digunakannya ruas-ruas jalan sebagai tempat memberhentikan angkutan umum sangat besar terutama oleh penumpang yang hendak transit/ganti angkutan ke arah lain. 206

2 3. Jembatan penyeberangan merupakan fasilitas yang diperlukan di lokasi halte, terutama halte yang terletak pada simpul rute berlainan guna menjamin keamanan penumpang yang hendak menyeberang untuk melakukan transit / pindah rute / berganti angkutan umum. Di rute Terboyo Pudakpayung, fasilitas ini sudah ada beberapa titk lokasi tetapi ada beberapa titik dimana bangkitan dan tarikan perjalanannya besar namun tidak tersedia halte, hanya jembatan penyeberangan saja sehingga penumpang akan cenderung menunggu angkutan umum di bawah jembatan dan mengakibatkan tetidakteraturan lalu lintas. 4. Kondisi Halte Fasilitas utama yang harus tersedia, di sebagian besar titik halte yang tersebar berdasarkan atas kondisi aktual belum tersedia. Kondisi fisik halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung secara umum telah memiliki kondisi yang baik, namun di beberapa titik lokasi masih memiliki kondisi fisik yang buruk dan terjadi penyimpangan fungsi halte. 5. Karakteristik pemanfaatan halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung Halte yang ada di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung kurang berfungsi sebab banyak penumpang yang tidak melakukan awal pergerakan mereka melalui halte yang telah disediakan tetapi mereka lebih cenderung untuk melakukan awal dari suatu pergerakan pada titik-titik lokasi yang dianggap lebih strategis (ruas-ruas jalan). Intensitas penggunaan halte oleh penumpang angkutan umum pada saat ini masih kurang. Hal ini disebabkan karena banyak angkutan umum yang mau menaikkan ataupun menurunkan penumpang di sembarang lokasi selain halte. Angkutan umum yang umumnya menggunakan halte sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang adalah dari jenis angkutan bus. 207

3 6. Sistem Operasional Perhentian Angkutan Umum Sistem perhentian angkutan umum secara mixed stop menyebabkan berkurangnya fungsi halte sebagai tempat henti karena sistem operasional perhentian angkutan umum ini tidak melarang pengemudi untuk berhenti guna menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat sehingga menyebabkan berkurangnya pemanfaatan halte oleh penumpang. 7. Evaluasi fungsi halte sebagai tempt henti angkutan umum di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung Lokasi halte Jarak antar halte pada rute Terboyo Pudakpayung pada dasarnya belum memenuhi syarat yang direkomendasikan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat dimana jarak antar halte yang direkomendasikan adalah 200m-300m untuk guna lahan sebagai pusat kegiatan sangat padat, 300m- 400m untuk guna lahan padat dan permukiman, 300m- 500m untuk guna lahan campuran padat, dan 500m- 1000m untuk guna lahan campuran jarang. Jarak antar halte yang sudah mendekati rekomendasi tersebut adalah di ruas Jalan Pemuda dan Kaligawe, selain ruas jalan tersebut jarak halte masih dirasa terlalu jauh sehingga penumpang cenderung menunggu di ruas-ruas jalan yang dianggap strategis untuk mengehentikan angkutan umum. Jarak antara halte dengan fasilitas penyeberangan secara garis besar sudah sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Keputusan Dirjen Perhubungan Darat yaitu 100 m, kecuali pada 3 halte yaitu : Jl. Perintis Kemerdekaan ( Asrama Ex-Brigif-5 ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 125 m. Jl. Kaligawe ( Depan RS. Sultan Agung ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 180 m. 208

4 Jl. Pemuda ( Sebelah Penny Textile ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 110 m. Hal ini berpengaruh pada pemanfaatan halte maupun jembatan penyeberangan oleh penumpang karena semakin besar jaraknya, maka semakin rendah pemanfaatan fasilitas ini oleh penumpang. Perletakan halte pada persimpangan secara garis besar juga sudah sesuai dengan rekomendasi Keputusan Dirjen Perhubungan Darat yaitu 50 m, tetapi masih ada juga halte dengan perletakan yang dekat dengan persimpangan (< 50 m), yaitu pada halte : a. Jl. Setiabudi (depan Nasmoco Gombel). b. Jl. Teuku Umar (Pertigaan Kesatrian). c. Jl. Pemuda (Depan Bengkel Tossa). d. Jl.Sultan Agung (Tm.Diponegoro). Hal ini berpengaruh pada kelancaran arus lalu lintas, karena jarak yang terlalu dekat dengan simpang akan mengakibatkan penumpukan arus lalu lintas pada lokasi halte. Perletakan halte di ruas jalan sepanjang rute Terboyo- Pudak payung didominasi oleh perletakan halte dengan sidewalk didepan halte, dan hanya dua halte yang perletakan haltenya dengan sidewalk dibelakang halte. Lebar sidewalk yang ada di halte sepanjang rute Terboyo Pudakpayung mayoritas sudah memenuhi dari lebar minimum 0.8 m tapi masih ada yang lebih kecil, yaitu halte di Jl.Perintis Kemerdekaan (Asrama Ex-Brigif-5) sidewalk di depan halte 0.3m dan halte di Jl. Kaligawe (seberang RS Sultan Agung ) sidewalk di depan halte 0.6m. Dalam hal ini sidewalk dapat ditempatkan didepan atau dibelakang shelter tergantung dari tata letak shelter. 209

5 V.1.2 Data Primer (Kuisioner) Karakteristk user / pengguna halte pada lintasan Terboyo Pudakpayung. Penumpang angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung pada survei ini bervariasi jumlah pendapatannya. Jumlah paling dominan adalah penumpang dengan pendapatan 400 ribu 1.5 juta (400 ribu 1juta (35.9%) dan 1 juta 1.5 juta (33%)). Pengguna angkutan umum rute Terboyo Pudak payung mayoritas berpenghasilan 400ribu 1juta (35.9%) dengan alasan mereka menggunakan angkutan umum adalah karena murah (21%), nyaman (7.2%), cepat (1.7%) dan tidak ada angkutan lain (5.9%). Sedangkan penumpang yang berpenghasilan 1juta - 1.5juta (33.1%) dengan alasan mereka menggunakan angkutan umum adalah karena murah (22.4%), cepat (3.8%), nyaman (4.1%), dan tidak ada angkutan lain (2.8%). Total penumpang yang mengatakan bahwa angkutan umum murah (60%), dan lainnya nyaman (18.6%), tidak ada angkutan lain (12.1%), dan cepat (9.3%). Sehingga penggunaan angkutan umum di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung dapat disimpulkan mayoritas didasari atas alasan karena biaya yang relatif murah. Maksud perjalanan di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung didominasi oleh pergerakan dengan tujuan bekerja (18.4%) dan sekolah (18%) dengan frekuensi setiap hari. Sedangkan sebagian kecil melakukan pergerakan dengan tujuan bervariasi seperti belanja (7.3%), rekreasi (4%), sosial (13.3%) dan pulang ke kampung halaman (14.2%) dengan frekuensi tidak tentu. Mayoritas penumpang angkutan umum di rute Terboyo Pudakpayung berjalan kaki (75.1%) untuk mencpai halte, 210

6 diantaranya yaitu mencapai halte dengan jarak < 100m (34%), mencapai halte dengan jarak 100m 300m (20.2%), dan dengan jarak 300m 500 m (13.6%). Dari pejelasan ini dapat diketahui bahwa ternyata aksesibilitas halte yang dirasa nyaman dan masih bisa dilakukan dengan berjalan kaki adalah <500m, lebih dari jarak tersebut, penumpang sudah merasa enggan untuk menunggu di halte karena jaraknya sudah terlalu jauh Dapat dilihat pula bahwa jika jarak halte terlalu jauh, ternyata penumpang memilih menggunakan angkutan umum (lain-lain) atau diantar untuk mencapai halte, sehingga disini halte juga berfungsi sebagai transit penumpang. Angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di lokasi halte beranggapan bahwa lokasi yang banyak mendatangkan penumpang adalah di halte dengan presentase 31.4% dan di ruas-ruas jalan sepanjang halte dengan presentase 14.3%, hal ini menunjukkan bahwa angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di halte masih beranggapan bahwa di ruas-ruas jalan sepanjang rute juga berpotensial untuk mendatangkan penumpang. Sedangkan angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di ruas-ruas jalan sepanjang rute tetap beranggapan bahwa lokasi yang banyak mendatangkan penumpang adalah di ruas-ruas jalan sepanjang rute 31.4%, hal ini menunjukkan bahwa ruas-ruas jalan sangat sering digunakan penumpang untuk memberhentikan angkutan umum sehingga berpotensial menimbulkan ketidakteraturan lalu lintas. Mayoritas penumpang tidak setuju dengan perilaku angkutan umum yang menaikkan / menurunkan penumpang disembarang tempat, yaitu sebesar 61.6%, dimana 36.4% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 8.2% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 16.2% dari penumpang yang menunggu 211

7 angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 36.4% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah karena hal tersebut menimbulkan kemacetan, mengganggu kelancaran lalu lintas dan kendaraan lainnya, tidak tertib serta membahayakan bagi para pengguna jalan yang lain, sedangkan 7.8% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mendapatkan angkutan umum. Dapat kita lihat pula bahwa 9.3% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 16.2% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini, hal ini berarti secara tidak langsung penumpang tersebut sadar bahwa tindakannya dalam menunggu angkutan umum di ruas jalan dapat memancing angkutan umum untuk berhenti di sembarang lokasi. Mayoritas penumpang tidak setuju dengan perilaku penumpang yang suka memberhentikan angkutan umum disembarang tempat, yaitu sebesar 52.5%, dimana 31.8% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 5.3% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 14.7% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 31.8% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah sama dengan point pertama yaitu karena hal tersebut menimbulkan kemacetan, mengganggu kelancaran lalu lintas dan kendaraan lainnya, tidak tertib serta membahayakan bagi para pengguna jalan yang lain, sedangkan 10.5% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mendapatkan angkutan umum. Dapat kita lihat pula bahwa 212

8 10.0% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 14.7% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini, hal ini berarti secara tidak langsung penumpang tersebut sadar bahwa tindakannya dalam menunggu angkutan umum di ruas jalan memiliki andil yang besar dalam menyebabkan ketidakteraturan lalu lintas. Mayoritas penumpang juga tidak setuju dengan perilaku penumpang yang suka memberhentikan angkutan umum disembarang tempat, yaitu sebesar 45.8%, dimana 26.0% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 7.3% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 12.0% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 26.0% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah karena menimbulkan kemacetan, membuang waktu mereka karena lamanya waktu untuk ngetem, serta hal tersebut sangat mengganggu lalu lintas disekitar halte, karena dengan banyaknya angkutan umum yang ngetem di lokasi halte, maka kinerja halte akan menjadi terganggu karena areal yang seharusnya disediakan sebagai tempat berhenti untuk menaikkan/menurunkan penumpang berubah menjadi tempat untuk parkir/ngetem kendaraan, dan pada akhirnya angkutan umum yang akan menaikkan/menurunkan penumpang akan berhenti pada ruas jalan yang berakibat terganggunya lalu lintas di belakangnya, sedangkan 16.5% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mencari angkutan umum, sebab mereka tidak perlu menunggu lama dan langsung dapat menaiki angkutan umum yang dituju. Dapat kita lihat pula bahwa 13.3% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan 213

9 sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 12.0% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini. Ternyata presentase yang setuju lebih banyak dari yang tidak setuju, hal ini berarti penumpang yang menunggu angkutan di ruas jalan menginginkan kepraktisan dalam mendapatkan angkutan umum karena jika angkutan umum ngetem, mereka tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan angkutan umum. V.2. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan atas hasil analisis sebagai Tempat Henti Angkutan Umum adalah sebagai berikut : 1. Saran untuk Pemerintah (Dinas Perhubungan Kota Semarang) - Penyediaan fasilitas halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung khususnya pada titik simpul rute angkutan umum dan pada lokasi dengan bangkitan serta tarikan perjalanan yang besar (pasar, sekolah, dan pertokoan) terutama pada lokasi yang sudah tersedia jembatan penyeberangan tetapi belum ada halte agar penumpang yang akan transit dapat berganti angkutan umum dengan aman dan nyaman serta berkurangnya penggunaan ruas-ruas jalan oleh penumpang akibat tetiadaan halte pada satu titik lokasi. - Perbaikan fisik halte yang sudah rusak agar lebih nyaman. - Menggunakan sistem operasional pehentian secara set-stops, yaitu sistem operasional yang hanya mewajibkan pengemudi angkutan umum terutama pengemudi moda angkutan Bus untuk hanya berhenti di lokasi perhentian yang telah disediakan serta larangan bagi moda angkutan umum untuk berhenti guna menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang lokasi yang disertai dengan pelaksanaan sanksi tegas. - Penyediaan fasilitas di halte yang masih belum lengkap di beberapa halte seperti sidewalk yang sesuai baik untuk 214

10 penumpang yang antri menunggu dan juga pedestrian, dilengkapi dengan papan identitas dan informasi di masing-masing halte dan rambu sehingga memberikan kemudahan dan informasi bagi calon penumpang angkutan umum. 2. Saran untuk Pengguna Angkutan Umum - Sosialisasi pentingnya penggunaan halte guna meningkatkan pemanfaatan halte dari pengguna angkutan umum. - Larangan bagi penumpang untuk mengawali pergerakan dengan menggunakan angkutan umum selain melalui halte yang disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. - Larangan bagi pengemudi untuk memberhentikan angkutan umum di sembarang tempat dan hanya di halte atau tempat yang diijinkan disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. - Larangan untuk pengemudi memberhentikan angkutan umum dalam waktu lama di sembarang tempat yang menyebabkan kemacetan disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhaap pelanggaran yang terjadi. 215

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Bagan Alir Analisis Karakteristik Pergerakan Dan Kebutuhan Prasarana Angkutan Umum Identifikasi Masalah : Kurang berfungsinya halte sebagai tempat henti angkutan umum

Lebih terperinci

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam BAB VI PENUTUP 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis kinerja operasional ruas jalan kota Semarang dengan studi waktu tempuh kendaraan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Panjang jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT HENTI ANGKUTAN UMUM STUDI KASUS RUTE TERBOYO-PUDAKPAYUNG, SEMARANG

EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT HENTI ANGKUTAN UMUM STUDI KASUS RUTE TERBOYO-PUDAKPAYUNG, SEMARANG Kami Hari Basuki Evaluasi Fungsi Halte sebagai Tempat Henti Angkutan Umum Studi Kasus Rute Terboyo-Pudakpayung, Semarang EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT HENTI ANGKUTAN UMUM STUDI KASUS RUTE TERBOYO-PUDAKPAYUNG,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang, dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kabupaten Cianjur mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan seperti pada umumnya mempunyai pertumbuhan penduduk relatif tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak terhadap kebutuhan

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan) Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan) Abstrak:

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang

Lebih terperinci

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM YANG MAKSIMAL (Studi Kasus Rute Depok Sudirman) Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka Email: nurhasanahd17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya, manusia selalu dihadapkan oleh berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia melakukan berbagai usaha atau kegiatan. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG)

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG) ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG) Deden Firmansyah, A.R. Indra Tjahjani Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Jl. Srengseng Sawah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah MULAI Permasalahan Observasi Lapangan Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Primer : 1. Karakteristik Sosio Ekonomi para calon peminat BRT, meliputi :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Bab ini berisi analisis mengenai karakteristik dan preferensi pengguna mobil pribadi, taksi, maupun bus DAMRI yang menuju

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI Rumusan akhir dalam studi karakteristik tundaan disajikan dalam dua bagian yang saling terkait dan melengkapi sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian

Lebih terperinci

Tingkat pelayanan pada ruas jalan berdasarkan hasil

Tingkat pelayanan pada ruas jalan berdasarkan hasil BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1. Umum Secara garis besar masalah lalulintas yang ada di kota Yogyakarta pada umumnya dan daerah studi kasus pada khususnya mempunyai kondisi sebagai berikut : a. Bercampurnya

Lebih terperinci

BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota kota besar di Indonesia, khususnya dikota Semarang semakin memacu perkembangan pusat-pusat perekonomian yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada jam-jam puncak kondisi eksisting di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Terminal Morlok E.K (1988) menyatakan bahwa terminal merupakan lokasi atau tempat bagi para penumpang dan barang yang masuk atau keluar dari suatu sistem yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang baru, karena hampir setiap hari kita menggunakannya. Transportasi merupakan alat/teknik/cara untuk melawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 249 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari uraian uraian sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan serta memberikan rekomendasi terhadap hasil studi. Adapun kesimpulan dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan data hasil survei, analisis, perhitungan, dan usulan penanganan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai kinerja simpang Colombo-Gejayan dan simpang

Lebih terperinci

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas 2.1 STUDI KASUS TERMINAL PULO GADUNG Dalam studi kasus Terminal Pulogadung ini, mengacu pada standar perencanaan dan perancangan dari studi literatur dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Lebih terperinci

Struktur organisasi BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Struktur organisasi BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA TUGAS POKOK DAN FUNGSI Struktur organisasi BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA KEPALA BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA SEKSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DAN PERBENGKELAN SEKSI TERMINAL DAN PERPARKIRAN SEKSI ANGKUTAN Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Transportasi merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, namun masih mengalami berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Transportasi merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, namun masih mengalami berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Transportasi merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, namun masih mengalami berbagai masalah. Masalah yang sering ditimbulkan oleh transportasi

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT PEDOMN TEKNIS PEREKYSNN TEMPT PERHENTIN KENDRN PENUMPNG UMUM DEPRTEMEN PERHUBUNGN DIREKTUR JENDERL PERHUBUNGN DRT KEPUTUSN DIREKTUR JENDERL PERHUBUNGN DRT NOMOR : 271/HK.105/DRJD/96 TENTNG PEDOMN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kemacetan merupakan masalah utama yang sering dihadapi oleh sejumlah perkotaan di Indonesia. Kemacetan transportasi yang terjadi di perkotaan seolah olah menjadi

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, 130 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Cihampelas termasuk

Lebih terperinci

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HARWITASARI L2D 000 407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota yang dikenal sebagai kota budaya dan kota pelajar karena banyak terdapat tempat wisata maupun sekolah atau perguruan tinggi. Banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN TERMINAL TINGKIR DENGAN ADANYA JALAN LINGKAR CEBONGAN BLOTONGAN SALATIGA

STUDI KELAYAKAN TERMINAL TINGKIR DENGAN ADANYA JALAN LINGKAR CEBONGAN BLOTONGAN SALATIGA Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 STUDI KELAYAKAN TERMINAL TINGKIR DENGAN ADANYA JALAN LINGKAR CEBONGAN BLOTONGAN SALATIGA Diyah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu kemacetan lalu lintas. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa kemacetan lalu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB. III. Metodologi Pemecahan Masalah III - 1 BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Uraian Umum Untuk melakukan suata evaluasi keberadaan pemberhentian angkutan umum jalan Kaligawe pada STA 4+350

Lebih terperinci

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa pengusaha

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D KONTRIBUSI TAMAN BERMAIN WONDERIA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SRIWIJAYA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D 301 321 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Penyusunan Kebijakan, Norma, Standar dan Prosedur Perhubungan Kabupaten Ngawi 6-1

Penyusunan Kebijakan, Norma, Standar dan Prosedur Perhubungan Kabupaten Ngawi 6-1 Dalam akhir penyusunan studi ini perlu diringkas rekomendasi yang sangat diperlukan bagi pengembangan transportasi di Kabupaten Ngawi ke depan. Dengan beberapa permalsahan yang ada dan kendala serta tantangan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO FERI ANDRI SELFIAN Mahasiswa Program DIII Manajemen Transportasi Program Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI KAJIAN

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI KAJIAN BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI KAJIAN 3.1 PENDEKATAN KAJIAN Metodologi ini berisi uraian tahapan pelaksanaan studi dan uraian metode analisa yang akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir : Hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.2. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan peningkatan ekonomi, sosial dan pendidikan biasanya terjadi begitu pesat di kota-kota besar. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan yang terjadi,

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan hasil analisis dampak tarikan kendaraan pusat perbelanjaan Paris Van Java terhadap tingkat pelayanan ruas jalan studi seperti telah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibu kota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara pulau Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan kota yang pesat tanpa diikuti oleh ketersediaan pembiayaan pembangunan yang memadai dapat menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA Pada bab ini akan dilakukan analisis yaitu mulai pengolahan data yang diperoleh di lapangan maupun

Lebih terperinci

BAN VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAN VI KESIMPULAN DAN SARAN BAN VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan peraturan Departemen perhubungan, 1996, halte existing yang berada di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN START

BAB III METODOLOGI PENELITIAN START BAB III 3.1. Persiapan Persiapan yang dilakukan yaitu pemahaman akan judul yang ada dan perancangan langkah langkah yang akan dilakukan dalam analisa ini. Berikut adalah diagram alir kerangka pikir analisa.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas Transportasi Perkotaan Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas Kebijakan Transportasi Perkotaan mempertahankan kualitas lingkungan mengembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan transportasi merupakan hal yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat di Indonesia, transportasi berguna untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, pendidikan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE

OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE Artikel DESAIN KOMPAS 1 OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE Munculnya polemik seputar pembangunan shelter atau halte di Kota Solo beberapa waktu yang lalu sangat menarik untuk dicermati. Hal ini disamping

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) JurusanTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 12 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Prof. Siti Malkhamah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional dipandang sebagai daerah yang kotor, sumber kemacetan lalu lintas dan tempat berasalnya para

Lebih terperinci