. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan harian dan puncak pertumbuhan Dunaliella salina

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ". Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan harian dan puncak pertumbuhan Dunaliella salina"

Transkripsi

1 Bimafika, 0,, -00 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA F DAN MEDIA WALNEY TERHADAP PERTUMBUHAN FITOPLANKTON (Dunaliella salina) Alwi Smith* Staf Pengajar Fakultas Kegur dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Diterima -0-0; Terbit 0--0 ABSTRACT. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan harian dan puncak pertumbuhan Dunaliella salina berpengaruh sangat nyata ( P < 0.0) dengan penggunaan media yang berbeda. Puncak pertumbuhan Dunaliella salina yaitu :.66 0 cell/ml (MF), 6 0 cell/ml (MW), dan 0 cell/ml (MO). Pada pola pertumbuhan rata-rata perlak MW memberikan hasil tertinggi ( cell/ml). Diikuti perlak MF ( cell/ml) dan perlak MO memberikan hasil terendah (. 0 cell/ml). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perlak dengan media MW (Walney) memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan Dunaliella salina. Keywords: Dunaliella salina, pertumbuhan, Media F dan Media Walney Untuk perairan di Maluku, plankton memgang oeranan penting sebagai dasar kehidupan yang menentukan kesuburan perairan. Plankton adalah jasad renik yang hidup bebas, terapung dan pergerakannya tergantung pada pergerakan arus, karena organisme ini tidak dapat aktif melawan pergerakan air (Odum dalam Latuihamallo, 98:). Sedangkan menurut Newel (dalam Latuihamallo, 98:) plankton didefinisikan sebagai organisme yang umumnya renik dalam air dengan kemamp berenang rendah sehingga pergerakannya dipengaruhi oleh gerakan air. Plankton terbagi atas dua yaitu fitoplankton dan zooplankton. Dari segi biologi, fitoplankton mempunyai peranan penting dalam jenjang makanan. Di laut, fitoplankton merupakan produsen utama dan dasar mata rantai dalam ekosistem perairan laut (Sumich dalam dalam Latuihamallo, 98:) sebab akan dimanfaatkan organisme lain sehingga akan terbentuk rantai makanan. Fitoplankton dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan organisme budidaya non fish dan sebagai pakan zooplankton. Selain itu, fitoplankton juga berfungsi sebagai penstabil lingkungan dalam media pemeliharaan larva serta penunjang budidaya ikan, industri kosmetik dan kesehatan (Cotteau dalam Anonim, 00:). Kegiatan budidaya non fish pada saat ini mulai berkembang untuk mendukung hal ini penyediaan pakan mutlak diperlukan baik berupa pakan alami maupun pakan buatan, pakan yang ada harus cukup tersedia, kebutuhan larva akan asam amino esensial yang sangat menentukan tingkat kelulusan hidup larva yang dipelihara pada unit-unit pembenihan. Disinilah fitoplankton berperan sebagai mata rantai dalam kehidupan perairan. Salah satu divisi pertumbuhan yang belum banyak diketahui masyarakat adalah divisi Clorophyta, terutama klas chlorophyceae yaitu Dunaliella salina. Di Negara-negara besar seperti Australia, Amerika dan Israel fitoplankton jenis Dunaliella salina telah dibudidayakan secara besar-besaran untuk menghasilkan -karoten (Isnansetyo dan Kurniastuty, 995: 8). Dunaliella salina dipilih untuk dikultur karena sifat hidupnya yang terhadap kisaran Korespondensi

2 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 salinitas yang lebar, selain itu dapat digunakan untuk pakan zooplankton (Artemia, Brankialus) dan teripang. Spesies ini merupakan jenis lokal yang diperoleh dari telu Ambon bagian dalam dan telah berhasil diisolasi dan dikultur pada Balai Budidaya Laut Provinsi Maluku. Menurut (Mujiman dalam Makatipu, 99 : ) untuk kultur fitoplankton penggunaan media memegang peranan penting untuk media dapat digunakan air laut yang telah disaring dan disterilkan dimana unsur-unsur haranya diperkaya atau menggunakan media buatan yang diramu secara khusus, karena fitoplankton dikembangkan menurut dimensi volume sedangkan tumbuhan tingkat tinggi hingga saat ini masih dikembangkan dalam dimensi luas, dengan demikian penggunaan media tumbuh akan memberikan efisiensi bagi pengembangan fitoplankton. Mikroalga memperoleh nutrient dari air media di sekitarnya dengan jalan mengabsorbsi zat hara melalui membrane sel (Ukeles dalam Makatipu, 99 : ). Selain sebagai media tumbuh juga berperan sebagai pensuplai nutrisi baik makro nutrient. Unsur makro dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam jumlah yang besar terdiri dari C, H, O, N, P, K, S dan Mg. Unsur mikro dibutuhkan oleh organisme dan jumlah sedikit dan berfungsi sebagai katalis atau untuk menjalankan fungsi khusus sebagai materi penyusun/pengatur tekanan osmotic. Kelompok ini terdiri atas Si, Zn, Cu, Mn, Co, Fe, Bo, Mo, Cl dan beberapa vitamin antara lain B, B, B (Okeles dalam Makatipu, 995 : 58). Menurut Round (Makatipu, 995 : 58) unsur P, N, S sebagai pembentuk protein, K berperan dalam metabolisme, Mg berperan dalam pembentukan butir-butir klorofil sedang fe perlu diberikan karena selain untuk pembentukan klorofil juga merupakan unsur yang penting dalam pernapasan. Bagi fitoplankton keberadaan vitamin cukup penting, karena berfungsi sebagai salah satu katalisator enzim pada proses metabolism. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa hamper sebagian besar masyarakat belum mengetahui tentang cara kultur, ciri, manfaat dari fitoplankton maupun penggunaan media mana yang baik agar menghasilkan Dunaliella salina yang lebih banyak (dilihat berdasarkan kepadatan) untuk digunakan dalam kultur fitoplankton pada skala laboratorium. Diduga dengan perlak menggunakan beberapa media yang berbeda akan memberikan perbedaan terhadap pertumbuhan kepadatan fitoplankton (Dunaliella salina) dan diperoleh media yang terbaik. Hipotesis tersebut dapat ditulis sebagai berikut: H 0 Penggunaan media F dan media walney tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Dunaliella salina H Penggunaan media F dan media walney berpengaruh terhadap pertumbuhan Dunaliella salina Metode Penelitian Penelitian ini adalah tipe penelitian eksperimen guna melihat pengaruh penggunaan media terhadap pertumbuhan dan kepadatan Dunaliella salina (fitoplankton). Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Balai Budidaya Laut Provinsi Maluku. Mulai dilaksanakan pada Tanaggal Maret 8 April 006. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas: media F dan media walney, variabel terikat: pertumbuhan Dunaliella salina. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pipet untuk mengambil dan memindahkan objek/inoculum dari biakan murni ke Erlenmeyer, Erlenmeyer, Cawan petri, Jarum Osse, Pemanas Bunsen, Autoclave, Mikroskop, Hemacytometer, Hand couter, Beaker Glass, thermometer, Plankton net, kertas lakmus, selang aerasi, batu timah, batu aerasi, Hand Refraktometer, dan Digital lux meter. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Fitoplankton (Dunaliella salina) sebagai objek. b. Media F Komposisi media F terdiri dari: Larutan I: - NaNO = 8. gram - NaH PO = 5. gram - FeCl 6H O =.5 gram - Na SiO 9H O = 5 gram Larutan II: Larutan mikro elemen: - CuSO 5H O = 0.98 gram - ZnSO H O =.0 gram - CoCl 6H O =.00 gram - MnCl H O = 8.00 gram - NaMoO H O = 0.6 gram Larutan III - Vitamin B dan B Campur larutan I, larutan II ke dalam liter air (gunakan ml media untuk liter aquades). Campurkan macam larutan 9

3 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 dan tambahkan 900nml aquades dan 00 ml vitamin, media siap digunakan. c. Media Walney Komposisi media walney antara lain: Larutan I - NaNO = 00 gram - Na EDTA = 5 gram - H BO =.6 gram - NaH PO. H O = 0 gram - FeCl. 6H O =. gram - MnCl. H O = 0.6 gram Larutan II Larutan mikro elemen: - CuSO 5H O = 0.98 gram - ZnSO H O =.0 gram - CoCl 6H O =.00 gram - NaMoO H O = 0.6 gram Larutan III - Vitamin B dan B Campur larutan I, larutan II ke dalam liter air (gunakan ml media untuk liter aquades). Campurkan macam larutan dan tambahkan 900nml aquades dan 00 ml vitamin, media siap digunakan.. Tahap Pengambilan Sampel a. Fitoplankton ditangkap dengan menggunakan plankton net, dengan diameter mulut cm, panjang 00 cm, dan ukuran mata jarring 0.08 mm (80 mikron), kemudian dimasukkan ke dalam wadah Erlenmeyer, plankton yang diperoleh kemudian diperiksa dengan bant mikroskop (untuk proses identifikasi dan pemilihan jenis fitoplankton) dan dipilih jenis Dunaliella salina. b. Fitoplankton (Dunaliella salina) dibiarkan pada media agar untuk mendapatkan buakan murni.. Tahap Pengamatan di Laboratorium a. Sterilisasi Kultur skala laboratorium merupakan kultur fitoplankton yang murni dan mono spesies, pada tahap ini kesterilan atal, media kultur, dan tempat kultur sangat dibutuhkan. Sterilisasi dilakuakn terhadap alat-alat di laboratorium, seperti Erlenmeyer, cawan petri dan lainnya. Alat dibersihkan dengan sabun, bilas, rendam dengan larutan HCl selama jam, bilas dan sterilkan di dalam autoclave dengan suhu o C dan tekanan kg/cm selama 5 menit. b. Tahap pembuatan media - Tahap pertama pembuatan media adalah pembuatan media stok larutan seperti tercantum dalam bahan. - Tutup permukaan fles (Erlenmeyer) dengan alumunium foil dan ikat rapat dengan karet gelang. - Masukkan air media (Media F dan walney), ke dalam masing-masing Erlenmeyer (000 ml), tutup permukaan fles dengan alumunium foil dan ikat rapat dengan karet gelang. - Masukkan semua fles (Erlenmeyer) yang berisi media ke dalam autoclave untuk disterilkan selama 5 menit. - Pada tiap-tiap fles/erlenmeyer yang berisi media diberikan larutan vitamin ( ltr media dimasukkan 0.5 ml larutan vitamin). - Masukkan Dunaliella salina yang sebelumnya telah diinokulasikan pada media agar sebanyak 00 ml ke dalam masing-masing Erlenmeyer yang berisi 900 ml, hingga volume mencapai 000 ml. - Beri selang dan batu serasi, tutup dengan kapas dilapisi kain kasa dan alumunium foil. - Letakkan di rak kultur dan diberi lampu 0 watt (suhu 0 o C) Pengamatan dilakukan setiap hari setelah fitoplankton (Dunaliella salina) dimasukkan ke dalam media. Sebagai parameter pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah fitoplankton (kepadatan) yang dihasilkan dan faktor pendukung yang turut diamati setiap hari dalam penelitan ini adalh ph, salinitas, intensitas cahaya dan suhu.. Perungan Kepadatan dan Pertumbuhan a. Perungan kepadatan dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan haemacytometer dan hand counter dari awal masa kultur hingga akhir masa kultur setiap hari secara berkala untuk mengetahui masa puncak fitoplankton yang dikultur diung dengan rumus: N n 0 sel/ml Dimana: N = Jumlah sel fitoplankton/ml n = Jumlah sel pada stok haemacytometer b. Laju Pertumbuhan rata-rata adalah besarnya laju pertumbuhan yang diukur 9

4 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 dari awal penelitian hingga hari dimana Dunaliella salina mencapai titik tertinggi. Laju pertumbuhan rata-rata dapat diung dengan rumus Fohh (dalam Sururi, 005 : 6). ln Wt ln W0 K t Dimana: K = Pertumbuhan rata-rata W = Jumlah puncak populasi t W = Jumlah populasi pada awal 0 t = waktu Perungan kepadatan/pertumbuhan puncak Dunaliella salina dilakukan setiap hari dan data yang digunakan adalah data saat jumlah populasi Dunaliella salina berada pada titik tertinggi (maksimal) selama penelitian. Analisa data hasil penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan uji F (farina) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan (tiga) ulangan, dengan taraf kepercayaan Untuk mencari perbedaan antara perlak dengan kriteria penerimaan hipotesis sebagai berikut: terima 0 F dan tolak H 0 jika F F. H tabel jika Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah meliputi pola pertumbuhan harian, puncak pertumbuhan dan laju pertumbuhan spesifik Dunaliella salina.. Pola Pertumbuhan Harian Dunaliella salina Data hasil pengamatan pertumbuhan harian Dunaliella salina selama awal masa kultur hari 0 dapat dilihat pada analisa ragan Tabel berikut: Tabel. Analisa Ragan Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 0 Sumber db JK KT F F tabel tn 9 Acak Total Keterangan: tn = tidak nyata Dari Tabel di atasdapat diketahui bahwa F perlak pada Hari ke 0 hasilnya tidak nyata. Pada pengamatan pertumbuhan Dunaliella salina hari ke dapat dilihat pada analisa ragam di Tabel. Tabel. Analisa Ragan Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumber d JK KT F F tabel b 5 ua n t n 9 Acak Total Keterangan: tn = tidak nyata Dari Tabel di atasdapat diketahui bahwa F. hal ini menunjukkan perlak dengan media yang berbeda tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Dunaliella salina pada hari ke. Tabel. Analisa Ragan Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total

5 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel 5. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel 6. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 5 Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke 5 analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 6 Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke 6 analisis Tabel 8. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel 9. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 8 Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke 8 analisis Tabel Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 9 Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total

6 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 Tabel 0 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke 9 analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke 0 Sumb d JK KT F F tabel ** Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke 0 analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumbe d JK KT F F tabel r b ** Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumbe d JK KT F F tabel r b ** Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumbe d JK KT F F tabel r b 5 u an ** 9 Acak Total Tabel di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis Tabel 5. Analisa Ragam Data Pertumbuhan Dunaliella salina pada Hari ke Sumber d JK KT F F tabel b 5 u an ** 9 Acak Total Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa F hal ini berarti pada hari ke analisis. Puncak Pertumbuhan Dunaliella salina Hasil pengamatan terhadap puncak pertumbuhan Dunaliella salina selama penelitian ini diperoleh perlak yang mempunyai puncak pertumbuhan tertinggi adalah perlak MW ( 6 0 ) kemudian diikuti perlak MF (.66 0 ) dan perlak MO ( 0 ). 9

7 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 Tabel 6. Analisa Ragam Data Puncak Pertumbuhan Dunaliella salina Sumb d JK KT F Hit F Tab ** Galat Total F Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa. Hal ini berarti perlak dengan pemberian media F dan media walney memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata ( P 0. 0) terhadap puncak pertumbuhan Dunaliella salina.. Laju Pertumbuhan Rata-rata Dunaliella salina Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan rata-rata Dunaliella salina selama penelitian, menunjukkan perlak yang memberikan hasil tertinggi adalah perlak MW ( 6 0 ) kemudian diikuti perlak MF (.66 0 ) dan perlak MO ( 0 ). Pembahasan hasil penelitian yaitu tentang pola pertumbuhan harian Dunaliella salina, puncak pertumbuhan dan pertumbuhan rata-rata. Pertumbuhan makhluk hidup antara lain dipengaruhi oleh jenis, kualitas dan ktitas dari makanan/nutrisi yang mereka makan (Sururi, 005: ). Untuk penelitian ini Dunaliella salina yang diamati menggunakan media F dan walney didasarkan pada dugaan apakah ada pengaruh penggunaan media yang berbeda terhadap pertumbuhan Dunaliella salina. Jumlah Dunaliella salina yang banyak dapat dilihatdari hasil penelitian yang telah diperoleh tampak bahwa perlak B mempunyai laju pertumbuhan yang baik jika dibandingkan dengan perlak yang lain. Laju pertumbuhan bagi Dunaliella salina bukan dipengaruhi pertambahan berat, melainkan oleh pertambahan jumlah individu. Pertambahan jumlah Dunaliella salina mempengaruhi laju pertumbuhan Dunaliella salina pada setiap sat waktu di setiap perlak. Terlihat dari grafik bahwa Dunaliella salina umumnya sudah mulai tumbuh sejak hari pengamatan, dan densitas puncaknya dicapai antara hari ke 6 sampai ke 8. Pertambahan Dunaliella salina yang dikultur selama penelitian telah berkembang biak dengan memanfaatkan nutrisi yang ada pada ketiga media baik media MF (F), MW (walney) maupun media MO (kontrol). Pada media F, pertumbuhan Dunaliella salina diawali dengan fase persiapan, dimana pertumbuhan sel yang relatif kecil (.) hasil analisa ragam hari ke, diperoleh F F. tabel Hal ini berarti perlak dengan pemberian media yang berbeda pada hari ke hasilnya tidak nyata (tidak ada perbedaan). Diikuti fase eksponensial pada hari ke sampai hari ke 8, yang ditunjukkan denagn kepadatan/densitas yang tinggi pada hari ke 8 (.66 0 cell/ml). Pada fase kedua ini Dunaliella salina mengalami pembiakan secara cepat dan menghasilkan peningkatan sel secara eksponensial. Selama fase ini terjadi aktivitas metabolism sel yang tinggi hal ini dapat dilihat dari densitas sel yang dihasilkan/milinya, hingga terjadi pembelahan sel dengan laju pertumbuhan sel yang maksimal. Menurut Malole (990:) pembelahan sel yang terjadi pada kultur sel adalah tipe pembelahan mitosis, dimana masing-masing anak sel memperoleh kromosom sel induk (diploid) karena menjelang pembelahan kromosom sel induk memiliki dua kali lipat jumlah normal pada fase ini perlak mencapai puncak pertumbuhan. Fase pasca eksponensial/logaritmik terjadi mulai hari ke 9 sampai dengan hari ke dengan densitas/kepadatan populasi yang turun drastis. Hingga pada hari ke dan fase kematian terjadi, dimana laju kematian masih cepat dari laju reproduksi, dan jumlah sel menurun secara geometrik. Dunaliella salina yang tumbuh dalam media walney adalah yang tertinggi pertumbuhannya, yaitu mencapai densitas maksimum rata-rata, yaitu antara hari ke 6, dan 8. Dengan jumlah sel pada hari ke 6 adalah sel/ml. Hari ke 85 0 sel/ml dan hari ke sel/ml. pada media ini fase persiapan (istirahat) terjadi setelah penambahan inoculum ke dalam media kultur.kepadatan hanya sedikit mengalami perubahan, dari hari ke 0 ( 6 0 ) ke hari (. 0 ). Pada fase ini sel mengalami penyesuaian terhadap lingkungan kultur dan 98

8 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 memasuki periode pertumbuhan lambat (Lag Periode) selama - jam (Malole, 990:). Fase eksponensialnya teroutus pada hari ke 8, dan mulai memasuki fase stasioner pad hari ke 9. Media MO sebagai kontrol, yang hanya berisi air laut memberikan pola pertumbuhan Dunaliella salina yang sangat baik. Jika dibandingkan dengan kedua media terdahulu. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan Dunaliella salina pada fase lag hasilnya relatif sama. kepadatan maksimum yang dicapai pada fase eksponensial lebih cepat dicapai media MO yaitu pada hari ke, karena habisnya nutrisi yang bisa dikonsumsi Dunaliella salina pada perlak ini menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi bahkan mencapai fase kematian (death phase), tetapi jumlah sel maksimum yang mampu ditumbuhkan relatif sangat kecil ( 0 sel/ml) hari pertama, kedua dan keempat merupakan waktu dimana Dunaliella salina tumbuh dengan cepat pada media ini. Jumlah sel Dunaliella salina terbanyak yang mampu tumbuh pada media walney dapat dipastikan berhubungan dengan nutrisi, jumlah dan kemamp Dunaliella salina mengabsorbsi zat yang terkandung media, sehingga menunjang proses pertumbuhan yang lebih baik. Pada F ketidakmamp Dunaliella salina mengabsorbsi zat yang dikandung media F menyebabkan tingkat pertumbuhan yang rendah. Fase akhir dari pertumbuhan yang dilewati adalah fase kematian dimana laju kematian lebih cepat dari laju reproduksi. Penurunan kepadatan sel sebagai parameter pertumbuhannya ditanda dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperature =, intensitas cahaya, ph air dan jumlah hara yang ada (Isnansetyo dan Kurniastuty, 995). Hal ini dapat diamati secara visual dengan memperhatikan warna media air kultur secara cermat (Kadek, et all, dalam Aninim, 00: 5). Pada perlak MF warna media kultur yang pada awalnya berwarna bening pada akhir kultur berubah warna menjadi hijau pucat, coklat kekuningan, pada media MW warna media kultur yang awalnya berwarna bening pada akhir kultur berubah menjadi hijau, pucat kekuningan, dan pada media MO awalnya bening pada akhir kultur berubah menjadi putih suram. Dari hasil pengujian statistik (RAL) terhadap punck kepadatan sel Dunaliella salina (dari ke ulangan) pada ketiga media menghasilkan nilai F Hit =.99; F tab 0.05= ; F tab 0.0=. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan populasi Dunaliella salina. Dunaliella salina di dalam media walney mencapai puncak lebih cepat hari dan bertahan lama, serta kepadatan maksimalnya lebih tinggi, sedangkan di dalam media F puncak kepadatan dicapai lebih lama dengan kepadatan yang lebih rendah. Perbedaan sangat nyata terjadi bila dibandingkan antara kedua media ini dengan media MO sebagai kontrol. Perbedaan ini terjadi terutama pada densitas maksimum sel yang jauh lebih rendah. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dunaliella salina tumbuh lebih baik di dalam media MW (walney), hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan perharinya yang menghasilkan densitas cell yang tinggi dibandingkan media MF (F) dan media MO (kontrol). Pertumbuhan Dunaliella salina, umumnya sudah terjadi setelah hari ke pengamatan, dan mencapai fase logaritmik dengan densitas sel puncak pada hari ke 6,,8. Saran Untuk pengembangan kultur fitoplankton terutama Dunaliella salina sebaiknya menggunakan MW (walney) karena mengingat setia jenis bentuk, dan sifat kehidupan tiap-tiap fitoplankton itu berbeda, sehingga penggunaan media tumbuh harus disesuaikan dengan sifat dari setiap fitoplankton yang akan diukur. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 00. Standar Operasional Prosedur Divis Pakan Alami Lolal Budidaya Laut Ambon. Tidak Diterbitkan., 00. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Dirjen Perikanan Budidaya Dep. Kelautan dan perikanan. Hadi, Utomo. R.S., 99. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Laboratorium Mikrobiologi Fak- MIPA, IPB, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Isnansetyo A., kurniastuty, 995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 99

9 A. Smith / Bimafika, 0,, -00 James W. Nybakken, 998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Kimbal. W.J., 99. Biologi Edisi ke 5 Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta. Kurniastuti dan Julinasari Pertumbuhan Alga Dunaliella salina pada Media Kultur yang Berbeda dalam Skala Masal, dalam Buletin Budidaya Laut Nomor 9. Lampung: BBL. Latuihamallo, M. 98. Studi Ekologi Komunitas Zooplankton di Perairan Teluk Ambon, Skripsi Ambon: Fakultas Perikanan Universitas Pattimura. Malole, M.B.M., 990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Depdikbud Dirjen Pendidikan TInggi Pusat antar Universitas Bioteknologi. IPB. Makatipu, P.C., S.A.P. Dwiyono dan Pradina, 995. Pola Pertumbuhan Navicula pada Media yang Berbeda. Perairan Maluku dan Sekitarnya. P.P Jakarta: LIPI. Makatipu, P.C., 99. Isolasi dan Penyediaan Jasad Oakan Navicula Secara Masal di Laboratorium. Majalah Ionwarta, Vo. XX: -. Jakarta: LIPI. Murni., L.G., 00. Peranan Pakan Alami dalam Menunjang Budidaya Laut. Makalah, Disampaikan pada Diklat Nasional Kimia Kelautan, Ambon: Universitas Pattimura. Nontji. A, 99. Pengantar Tentang Plankton serta Kisaran Kelimpahan Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa dan Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi Jakarta:LIPI. Prawiroatmodjo. D, 99. Pendidikan Lingkungan Kelautan. Penerbit Rhineke Cipta. Redjeki dan Ismail, 99. Mikro Algae Sebagai Langkah Awal Budidaya Ikan Laut. Disampaikan salam Seminar Bioteknologi Mikro Alga. Bogor. 0- Februari 99. Salim Peter dan Yenni Salim, 995. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. Setioso. H, 998. Kamus Oceanografi. Jogjakarta: Gajah Mada University Press. Seipala, 980. Konsep-konsep Statistik dalam Penelitian. Fakultas Pertanian, Ambon: Universitas Pattimura. Suriawiria, U Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. Sururi. A., 005. Pengaruh Pemberian Cholera sp pada Kepadatan Berbeda Terhadap Pertumbuhan Copipoda (Cyclops sp) dalam Skala Lab. Skripsi Fak-Perikanan dan Ilmu Kelautan Semarang: Universitas Diponegoro. Tjitrosoepomo. G, 989. Taksonomi Tumbuhan (Schyzophyta, Thalophyta, Bryophyta, Pterydophyta). Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press. 00

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, Pada bulan Desember 2014. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan November 2012. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Biota uji Biota uji yang

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B LAMPIRAN Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus Ulangan I II III Total A 0 B 0 0 0 0 0 A 0 B 1 0 0 0 0 A 0 B 2 0 0 0 0 A 0 B 3 0 0 0 0 A 1 B 0 1 1 1 3 A 1 B 1 1 1 1 3 A 1 B

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.

LAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Penghitungan kelimpahan diatom Formulasi :... (1) Dimana N adalah jumlah sel mikroalga yang teramati Bidang Pengamatan pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI OLEH: TIM ASISTEN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pengaruh, Konsentrasi, Kepadatan Populasi, Pupuk Media Diatom, Pupuk KW21, Tetraselmis sp.

Kata Kunci: Pengaruh, Konsentrasi, Kepadatan Populasi, Pupuk Media Diatom, Pupuk KW21, Tetraselmis sp. PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI PUPUK MEDIA DIATOM DAN PUPUK KW21 TERHADAP KEPADATAN POPULASI Tetraselmis sp. DI UNIT PELAKSANA TEKHNIS LOKA PENGEMBANGAN BIO INDUSTRI LAUT PUSAT PENELITIAN OCEANOGRAFI (LPBIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Navicula sp SKALA LABORATORIUM

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Navicula sp SKALA LABORATORIUM Bimafika, 2013, 5, 560 565 PENGARUH INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Navicula sp SKALA LABORATORIUM ANITA PADANG 1, ASMA LA DARI 2 DAN HUSAIN LATUCONSINA 3 1 Staf Pengajarpada Fakultas

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades, 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan murni Spirulina platensis yang diambil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung dan Uji Proksimat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan Chlorella sp. dan waktu kontak) dan empat kali ulangan untuk masingmasing

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan Chlorella sp. dan waktu kontak) dan empat kali ulangan untuk masingmasing BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini bersifat eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif melalui RAL (Rancangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 18 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret - April

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 April 2013 hingga 9 Mei 2013 dan terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B 40 Lampiran A. Data Pengamatan MINGGU KE-1 Kontaminasi 1 B0 0 0 0 0 0 0 0 2 B1 0 0 0 0 0 0 0 3 B2 0 0 1 1 1 0 3 4 B3 0 0 1 1 0 0 2 5 B4 1 0 0 0 1 1 3 Panjang akar 1 B0 0 0.9 0 0.2 0 0 1.1 2 B1 0.1 0.2

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balit Palma) Manado, pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL

PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL Anita Padang, Sinta La Djen, Tahir Tuasikal Staf Pengajar UNIDAR-Ambon, e-mail : - ABSTRAK Tetraselmis sp merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu, Tempat dan Pengambilan Sampel Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012. Kegiatan pengambilan sampel Gracilaria salicornia yang dilakukan di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PADA MEDIA KULTUR PHM TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN Chlorella sp. M. W. Lewaru * ABSTRACT

PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PADA MEDIA KULTUR PHM TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN Chlorella sp. M. W. Lewaru * ABSTRACT Pemberian Jurnal Akuakultur zat pengatur Indonesia, tumbuh 6(1): kepada 37 42 Chlorella (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 37 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor yaitu faktor kombinasi larutan enzim

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

III. METODOLOGI. Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella sp. The Influence of The Rice Water with Different Doses to The Density of Chlorella sp. Titis Indraswati P ¹*,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, dan karbohidrat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dan Laboratorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci