HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis. Lokasi penelitian bertempat di kebun teh Malabar dan Purbasari PTPN VIII Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Secara administrasi kebun teh Malabar dan Purbasari berada dibawah daerah administrasi pemerintahan Desa Banjar Sari dan Wanasuka. Desa Banjar Sari terletak diketinggian ±.5 meter di atas permukaan air laut, yang memiliki luas wilayah 228,97 Ha. Bagian barat berbatasan dengan Desa Margaluyu, bagian utara berbatasan dengan Desa Sukamanah, bagian selatan berbatasan dengan Desa Wanasuka, dan bagian timur berbatasan dengan Desa Tarumajaya Kertasari. Jumlah penduduk desa Banjar Sari adalah 564 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 28 jiwa dan perempuan sebanyak 283 jiwa. Jumlah keluarga di desa Banjar Sari adalah 34 kepala keluarga. Sedangkan jumlah keluarga miskin di desa Banjar Sari adalah 733 kepala keluarga dengan jumlah 2.64 jiwa. Desa Wanasuka terletak diketinggian ±55 di atas permukaan air laut yang memiliki luas wilayah 4555,96 Ha. Bagian utara berbatasan dengan Desa Margamukti, bagian selatan berbatasan dengan Desa Margaluyu, bagian timur berbatasan dengan Desa Santosa, dan bagian barat berbatasan dengan Desa Banjar Sari. Jumlah penduduk di Desa Wanasuka adalah 488 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 2393 jiwa dan perempuan sebanyak 2487 jiwa. Jumlah kepala keluarga di Desa Wanasuka adalah 548 kepala keluarga, dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 876 kepala keluarga. Kebun teh Malabar merupakan peninggalan masa penjajahan Hindia Belanda. Kebun ini merupakan kebun teh pertama dan tertua, yang dirintis oleh seorang warga negara Belanda yaitu Karl Albert Rudolf Bossca pada tahun 896. Beliau merupakan utusan dari Firma John Peet dan Co. Setelah masa penjajahan berakhir, kebun ini dikelola oleh masyarakat pribumi dalam bentuk BUMN dan melakukan perluasan lahan menjadi beberapa kebun, sala satunya adalah kebun

2 34 teh Purbasari. Kebun teh Malabar memiliki luas wilayah 222,4 Ha, yang terdiri dari 4 afdeling yaitu afdeling malabar utara dengan luas kebun 444,4 Ha, afdeling malabar selatan dengan luas kebun 624,72 Ha, afdeling sukaratu dengan luas kebun 458,42 Ha, dan afdeling tanara dengan luas kenun 494,69 Ha. Jumlah kepala keluarga yang berdomisili di kebun teh Malabar adalah sebagai berikut : afdeling malabar utara berjumlah 69 kepala keluarga, afdeling malabar selatan berjumlah 52 kepala keluarga, afdeling sukaratu berjumlah 9 kepala keluarga dan afdeling tanara berjumlah 3 kepala keluarga. Kebun teh Purbasari memiliki luas kebun 25,97 Ha, yang terdiri 4 afdeling yaitu afdeling purbasari, afdeling kiararoa, afdeling Sri dan afdeling Citawa. Kepala keluarga yang berdomisili di kebun teh Purbasari adalah sebagai berikut : afdeling purbasari berjumlah 85 kepala keluarga, afdeling kiararoa berjumlah 78 kepala keluarga, afdeling sri berjumlah 65 kepala keluarga, dan afdeling citawa berjumlah 8 kepala keluarga. Fasilitas Sosial dan Kesehatan Untuk meningkatkan dan menciptakan kualitas kehidupan sosial di masyarakat dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia dan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah Kabupaten Bandung dan pihak PTPN VIII telah menyediakan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat di daerah tersebut. Salah satunya dengan menyediakan fasilitas pendidikan yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran fasilitas pendidikan di kebun Desa Banjarsari dan Wanasuka Fasilitas Lokasi Pendidikan Banjar Sari % Wanasuka % TK SD SLTP Total 8 6 Sumber :Profil desa Banjar Sari dan Wanasuka 27 Hasil analisis data profil Desa Banjar Sari dan Wanasuka Tahun 27 menunjukkan bahwa fasilitas pendidikan terbayak adalah tingkat sekolah dasar (SD), dengan persentase masing-masing adalah 5% untuk Desa Banjar dan

3 % untuk Desa Wanasuka. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap rumah tangga yang memiliki anak usia pra sekolah, diperoleh informasi bahwa keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam memberikan pendidikan usia dini (TK) pada anaknya. Faktor penyebabnya yaitu jumlah fasilitas pendidikan tingkat usia dini (TK) yang terbatas dan jarak antara fasilitas pendidikan dengan pemukiman penduduk (terutama untuk Desa Wanasuka). Hak memperoleh pendidikan bagi setiap individu merupakan tanggung jawab pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 945 sehingga harus dilaksanakan. Oleh karena itu diperlukan penambahan fasilitas pembangunan fisik khususnya untuk pendidikan usia dini (TK) di wilayah Desa Wanasuka, sebagai bentuk pemerataan pendidikan di masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat dasar merupakan satu strategi menuju Indonesia sehat 2 harus dilakukan secara sinergis. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Bandung dan PTPN VIII menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan di Desa Banjarsari dan Wanasuka. Sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Desa Banjar Sari dan Wanasuka tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Desa Banjar Sari dan Wanasuka Fasilitas kesehatan Desa Banjar Sari % Wanasuka % Balai pengobatan Tempat praktek bidan Posyandu Polindes Total Sumber :Profil desa Banjar Sari dan Wanasuka 27. Hasil analisis data profil Desa Banjar Sari dan Wanasuka Tahun 27, menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan sebagian besar adalah posyandu, dengan persentase masing-masing adalah 7% untuk Desa Banjar Sari dan 8% untuk Desa Wanasuka. Menurut Notoatmojo (23), pelayanan kesehatan merupakan faktor penentu yang ikut berpengaruh terhadap status kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Kegiatan posyandu di Desa Banjar Sari dan Wanasuka diantaranya adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan penimbangan, pemeriksaan ibu hamil

4 36 dan pemberian makanan tambahan pada anak balita, yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Keterlibatan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan operasional posyandu berjalan dengan baik. Proses pelayanan kesehatan tersebut dijalankan oleh kader posyandu, meskipun fasilitas yang tersedia sangat terbatas. Dalam upaya memenuhi permintaan konsumen, pihak PTPN VIII diwajibkan meningkatkan produksi teh dengan cara meningkatkan produktivitas kerja. Sebagian besar tenaga kerja pemetik teh adalah ibu rumah tangga, sehingga pihak PTPN VIII menyediakan fasilitas tempat penitipan anak (TPA) dan pengasuh di kebun teh Malabar dan Purbasari untuk tenaga kerja yang memiliki anak usia dini. Sebaran tempat penitipan anak (TPA) dan pengasuh di kebun teh Malabar dan Purbasari disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran tempat penitipan anak (TPA) dan pengasuh. Lokasi Tempat Penitipan Anak (TPA) Jumlah TPA % Pengasuh % Malabar Purbasari Total 9 5 Sumber :Laporan tahun 27 kebun teh Malabar dan Purbasari. Hasil analisis laporan data Tahun 27 menunjukkan bahwa persentase sebaran fasilitas tempat penitipan anak (TPA) di kebun teh Malabar yaitu sebesar 4% dan di kebun teh Purbasari sebesar 6%. Sedangkan persentase sebaran pengasuh di kebun teh Malabar yaitu sebesar 4% dan di kebun teh Purbasari sebesar 6%. Orang tua pengasuh yang bekerja di tempat penitipan anak (TPA) merupakan karyawan PTPN VIII. Karakteristik Keluarga Karakterisitik keluarga dalam penelitian adalah ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga yang terdiri dari: umur orang tua, umur anak, jenis kelamin anak, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Sebaran ibu dan bapak contoh berdasarkan umur disajikan pada Tabel 6.

5 37 Tabel 6 Sebaran ibu dan bapak contoh berdasarkan umur. Umur Ibu Ayah n % n % Total 5 5 Tabel 6 menunjukkan bahwa sebaran umur ibu di kebun teh Malabar dan Purbasari terbanyak adalah berkisar antara 38 sampai 64 tahun atau sebesar 47.5%. Sedangkan sebaran umur bapak di kebun teh Malabar dan Purbasari terbanyak adalah berkisar antara 29 sampai 37 tahun atau sebesar 37.25%. Pasangan suami istri di dua kebun terseut merupakan pasangan keluarga muda yang produktif. Tingkat pendidikan adalah variabel penentu terhadap jenis pekerjan dan pendapatan keluarga. Hasil analisis data sebaran ibu dan bapak contoh berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran ibu dan bapak contoh berdasarkan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan Kategori Ibu Bapak n % n % Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD/Sederajat SLTP/ Sederajat SMA/Sederajat Total 5 5 Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dan bapak yang berada di kebun teh Malabar dan Purbasari memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 56.86%. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari disebabkan oleh biaya pendidikan yang tinggi sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat pada saat itu. Pendidikan orang tua memiliki hubungan terhadap pengetahuan praktek kesehatan dan gizi anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi, cenderung memilih makanan yang lebih baik dan berkualitas dibandingkan dengan orang tua yang

6 38 berpendidikan rendah. Orang tua yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih luas dalam mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi anak. Pendidikan rendah dan kemiskinan merupakan faktor dasar masalah gizi dan kesehatan, yang berdampak terhadap rendahnya sumberdaya manusia (Syarif 997). Pendidikan merupakan variabel penentu dalam memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki akses kerja yang lebih luas dan akses pekerjaan yang lebih baik bila dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan rendah. Sebaran ibu dan bapak berdasarkan lama mengikuti pendidikan formal, serta sebaran bapak berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Sebaran ibu dan bapak contoh berdasarkan lama mengikuti pendidikan formal. Ibu Ayah Tahun n % n % Total 5 22 Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dan bapak di kebun teh Malabar dan Purbasari memiliki lama mengikuti pendidikan formal berkisar antara 6 sampai 8 tahun, dengan persentase masing-masing sebesar 56.86% dan 62.74%. Lama mengikuti pendidikan formal menunjukkan tingkat pendidikan, pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh seseorang. Tabel 9 Sebaran bapak berdasarkan jenis pekerjaan. Pekerjaan Bapak n % Tidak bekerja Petani Pedagang Buru tani Buru non tani PNS/ABRI/POLRI Pelayanan Jasa Total 5

7 39 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar bapak di kebun teh Malabar dan Purbasari bekerja sebagai buruh tani, yaitu sebesar 82.35%. Kartasapoetra dan Marsetoyo (23) menyatakan bahwa jenis pekerjaan orang tua merupakan indikator penentu besarnya pendapatan keluarga. Semakin besar penghasilan yang diperoleh, maka konsumsi pangan keluarga semakin baik terutama yang berhubungan dengan harga dan jenis pangan berkualitas. Selain faktor harga, distribusi pangan dalam keluarga menjadi penyebab masalah gizi kurang terutama keluarga besar. Jenis keluarga dan sebaran keluarga contoh berdasarkan besar pendapatan total/bulan disajikan pada Tabel 2 dan 2. Tabel 2 Sebaran jenis keluarga contoh. Kategori Jenis keluarga n % Keluarga kecil 4 Keluarga sedang 5-7 Keluarga besar Total 5 Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis keluarga yang ada di kebun teh Malabar dan Purbasari didominasi oleh keluarga sedang (jumlah anggota keluarga 5 sampai 7 jiwa) dan keluarga kecil (jumlah anggota keluarga 4 jiwa) dengan persentase masing-masing sebesar 5.98% dan 49.%. Besar keluarga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap distribusi pangan, terutama keluarga dengan pendapatan rendah. Jumlah keluarga yang besar dan tidak didukung oleh pendapatan akan memiliki resiko kurang gizi yang tinggi, yang disebabkan oleh konsumsi gizi yang rendah dan bahan makan yang tidak berkualitas. Berg (986) menyatakan bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar adalah empat kali lebih besar bila dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga yang beranggota banyak adalah lima kali lebih besar daripada keluarga yang beranggota keluarga sedikit.

8 4 Tabel 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar pendapatan total/bulan. Kategori Pendapatan/ bulan n % Rp Rp Rp Rp Total 5 Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga (54.9%) di kebun teh Malabar dan Purbasari memiliki pendapatan total/bulan berkisar antara Rp.2. sampai Rp , dengan rata-rata pendapatan total/bulan sebesar Rp Rendahnya pendapatan keluarga disebabkan oleh sumber pendapatan keluarga yang hanya mengandalkan upah kerja dan tidak terdapatnya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan. Mudanijah et al (26) menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh terhadap daya beli pangan keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan tinggi, cenderung memilih bahan pangan yang berkualitas. Pendapatan total keluarga/bulan bila didistribusi berdasarkan pendapatan perkapita/bulan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan per kapita/bulan. Pendapatan/kapita/bulan Kategori Rp Rp Rp Rp.344. n % Total 5 Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh (56.86%) di kebun teh Malabar dan Purbasari memiliki pendapatan total/kapita/bulan berkisar antara Rp.5. sampai , dengan rata-rata pendapatan total/kapita/bulan sebesar Rp Rendahnya pendapatan keluarga disebabkan oleh, jenis keluarga di kebun teh Malabar dan Purbasari sebagian besar adalah keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5 sampai 7 jiwa, dan hal ini akan berpengaruh terhadap distribusi pendapatan. Kecilnya pendapatan total/kapita

9 4 keluarga, disebabkan oleh sumber pendapatan yang masih mengandalkan orang tua terutama pada keluarga ukuran sedang. Misalnya anak usia produktif (pada keluarga sedang) yang belum bekerja, sehingga menyebabkan seluruh beban biaya hidupnya ditanggung oleh orang tuanya. Bila pendapatan perkapita tersebut dibandingkan dengan indikator kemiskinan Kabupaten Bandung, maka keluarga contoh yang termasuk kategori tidak miskin dan miskin dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori miskin dan tidak miskin. Kategorik Keluarga contoh n % Tidak miskin Rp.44. Miskin <Rp Total 5 Berdasarkan indikator kemiskinan lokal yang ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Bandung maka 56.86% keluarga contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari dapat dikategorikan sebagai keluarga tidak miskin dan 43.4% dapat dikategorikan sebagai keluarga miskin. Menurut Suhardjo (987), masalah kemiskinan yang dialami keluarga merupakan faktor penyebab yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan buruknya status gizi anak. Syarif (997) menambahkan bahwa kemiskinan akan menyebabkan akses pangan dan kesehatan tidak memadai, dan berakibat terhadap konsumsi pangan yang rendah serta angka kesakitan tinggi, sehingga akan melahirkan anak kurang gizi dan sumberdaya manusia menjadi rendah. Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin di kebun teh Malabar dan Purbasari disajikan pada Tabel 24. Hasil analisis data sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin di kebun teh Malabar dan Purbasari sangat bervariasi. Contoh laki-laki didominasi oleh umur berkisar antara 63 sampai 67 bulan atau sebesar 33.33%, sedangkan contoh perempuan didominasi oleh umur berkisar antara 48 sampai 52 bulan atau sebesar 42.86%.

10 42 Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin. Umur (bulan) Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Total Potensi Atlit Anak Usia Bulan Mengidentifikasi potensi atlit usia dini merupakan solusi terbaik dalam pencarian atlit yang berbakat. Usia bulan merupakan usia minimal yang digunakan untuk menentukan potensi calon atlit usia dini. Potensi atlit usia dini dalam penelitian adalah kompetensi gerakan fisik yang berhubungan dengan kesegaran jasmani yang terdiri dari: kecepatan gerak, daya tahan otot, kekuatan otot dan daya tahan kardiovaskuler. Hasil pengukuran potensi atlit usia dini yang dilakukan pada anak keluarga wanita pemetik teh di kebun teh Malabar dan Purbasari, secara umum diperoleh nilai yang bervariasi yaitu berkisar antara skor sampai 5. Hasil pengukuran kecepatan gerak fisik yang dilakukan dengan metode lari cepat meter disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan lari cepat meter. Kategori Lari meter n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tujuan pengukuran lari meter berfungsi untuk menilai kecepatan gerak fisik. Tabel 25 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh 5.% memiliki kecepatan gerak fisik yang termasuk kategori kurang. Skor maksimum yang diperoleh dalam pengukuran adalah 4 dan skor minimum adalah, dengan skor

11 43 pengukran rata-rata adalah 2.39±.72. Pengukuran kecepatan gerak fisik contoh dengan metode lari cepat meter merupakan ukuran yang tidak dimodifikasi. Tabel 25 juga menunjukkan bahwa sebanyak 5.9% contoh memiliki kecepatan gerak fisik yang dikategorikan baik. Pencapaian hasil yang maksimal disebabkan oleh hasil pengukuran yang mencapai skor 4 berdasarkan pengujian kecepatan gerak fisik. Pada pengujian kecepatan gerak fisik diperoleh hasil bahwa sebagian besar contoh dikategorikan kurang. Hal ini disebabkan oleh koordinasi sistem motorik anak usia bulan masih dalam tahap perkembangan. Menurut Sumantri (25), kecepatan gerak motorik atau fisik merupakan satu perpaduan sistem syaraf dan sistem otot yang saling bekerja sama untuk melakukan suatu gerakan tubuh. Pengukuran kecepatan gerak fisik pada contoh laki-laki lebih baik bila dibandingkan pada contoh perempuan. Pengukuran yang dilakukan pada 3 contoh laki-laki menunjukkan hasil bahwa % contoh memiliki potensi kecepatan gerak fisik yang baik. Pada contoh perempuan diperoleh hasil bahwa 47.6% contoh memiliki kecepatan gerak fisik yang termasuk kategori kurang (Lampiran 5). Hasil pengukuran yang cukup maksimal ini disebabkan oleh contoh laki-laki cenderung melakukan permainan-permainan yang lebih banyak melibatkan aktivitas fisik tinggi dibandingkan contoh perempuan sehingga menunjang hasil pengukuran. Hasil pengukuran kecepatan gerak fisik ini dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Sumantri (25) dalam menguji motorik kasar 269 anak laki-laki dan perempuan usia 3-6 tahun dengan tes lari cepat. Hasil pengujian membuktikan bahwa anak laki-laki memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan anak perempuan dan hasil yang sama ditemukan dalam penelitian ini. Untuk mencapai hasil maksimal dalam pengukuran kecepatan gerak fisik, diperlukan latihan yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus, sehingga dapat beradaptasi terhadap gerakan fisik terutama sistem syaraf dan otot yang lebih peka dan sensitif terhadap stimulasi dari luar tubuh. Pengukuran tes menggantung pada penelitian ini berfungsi untuk mengukur ketahanan otot tangan secara menyeluruh. Ukuran yang digunakan dalam pengujian ketahanan otot tangan adalah dengan metode menggantung,

12 44 dimodifikasi dari menggantung siku tekuk dirubah ke menggantung tanpa siku tekuk. Menurut Dewi (25), contoh yang berusia bulan tidak dapat melakukan gerakan menggantung dengan siku tekuk, disebabkan oleh perkembangan motorik kasar terutama otot besar pada tangan belum mampu melakukan gerakan tersebut. Hasil pengukuran tes menggantung pada contoh disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan pengujian menggantung. Kategori Menggantung n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tabel 26 menunjukkan bahwa 52.9% contoh memiliki ketahanan otot tangan yang termasuk kategori sedang. Skor pengukuran maksimum adalah 5 dan skor minimum, dengan skor rata-rata adalah 3.3±.7. Analisis data juga ditemukan ketahanan otot baik 33.33% dan sangat baik 3.9%. Hasil yang maksimal ini disebabkan oleh anak usia bulan memiliki perkembangan sistem motorik halus yang sudah baik terutama kemampuan memegang dan menjepit jari tangan (Soetjiningsih 995). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada contoh laki-laki didominasi oleh ketahanan otot tangan yang dikategorikan sedang 46% dan baik 43.33% (Lampiran 5). Sedangkan hasil pengukuran pada contoh perempuan menunjukkan bahwa sebagian besar contoh 6.9% memiliki ketahanan otot tangan yang dikategorikan sedang (Lampiran 5). Pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh contoh dapat melakukan gerakan menggantung, namun hasil pengukuran ketahanan otot tangan secara menyeluruh belum dapat dilakukan secara maksimal. Untuk mencapai hasil maksimal dalam pengukuran ketahanan otot tangan, diperlukan latihan secara teratur dan terus menerus sehingga otototot tangan dapat berkembang dan beradaptasi dengan gerakan yang dilakukan. Gerakan menggantung dapat dilibatkan dalam permainan yang dilakukan contoh sehari-hari.

13 45 Pengukuran tes baring duduk atau sit-up merupakan tes yang berfungsi untuk mengukur kekuatan otot perut. Pengukuran kekuatan otot perut dengan metode sit-up merupakan ukuran yang tidak dimodifikasi berdasarkan standar TKJI tahun 25 khusus anak yang dikeluarkan oleh Depatemen Pendidikan Nasional. Hasil pengujian sit-up disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan pengujian sit-up. Kategori Sit-up n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tabel 27 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh 72.5% memiliki potensi kekuatan otot perut yang dikategorikan sedang. Skor pengukuran maksimum adalah 4 dan skor minimum adalah, dengan skor pengukuran rata-rata adalah 2.9±.57. Hasil pengukuran tersebut disebabkan oleh hasil pengujian sebagian besar baru mencapai skor 3. Pada pengukuran kekuatan otot perut dengan metode sit-up, juga ditemukan contoh yang memiliki potensi kekuatan otot perut yang dapat dikategorikan baik yaitu sebesar 9.8% contoh. Hasil yang maksimal ini disebabkan oleh skor hasil pengukuran kekuatan otot perut sudah mencapai skor 4. Pada pengukuran berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil bahwa 73.33% contoh laki-laki dan 7.42% contoh perempuan dapat dikategorikan sedang (Lampiran 5). Pengukuran yang dilakukan pada contoh laki-laki dan perempuan belum mendapatkan hasil yang maksimal, karena pertumbuhan dan perkembangan otot perut contoh belum mencapai kesempurnaan. Untuk mencapai hasil yang maksimal, gerakan-gerakan tersebut perlu dilibatkan dalam pola bermain anak sehari-hari, sehingga gerakan tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Pengukuran lompat tegak yang dilakukan berfungsi untuk mengukur tenaga eksplosif. Ukuran yang digunakan dalam pengukuran tenaga eksplosif tidak dimodifikasi dan menggunakan standar TKJI tahun 25 khusus anak yang

14 46 dikeluarkan oleh Depatemen Pendidikan Nasional. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan pengujian lompat tegak. Kategori Lompat tegak n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tabel 28 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh 64.7% memiliki tenaga eksplosif yang dikategorikan sedang. Skor nilai maksimum dari pengukuran tengan eksplosif adalah 4 dan skor minimum, dengan skor rata-rata adalah 2.76±.55. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengukuran tenaga eksplosif sebagian besar mencapai skor 3. Pada pengukuran tenaga eksplosif, juga ditemukan 5.9% contoh yang memiliki tenaga eksplosif yang dikategorikan baik. Hasil maksimal tersebut disebabkan oleh nilai pengukuran sudah mencapai skor 4. Faktor yang diduga berhubungan dengan hasil yang maksimal ini adalah ukuran tubuh yang besar terutama panjang tulang yang berpengaruh terhadap kecepatan, sedangkan besar otot memiliki kekuatan tinggi dalam memberikan reaksi (Tangkudung 27). Dewi (25) menyatakan bahwa sistem motorik kasar pada anak usia bulan, dengan gerakan melompat dan mengangkat tubuh baik dengan tumpuan satu kaki ataupun bergantian dapat dilakukan berdasarkan teori perkembangan anak. Namun berdasarkan hasil penelitian ini gerakan tersebut tidak dilatih sehingga menghasilkan gerakan yang tidak sempurna berdasarkan pengukuran potensi tenaga eksplosif. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pengukuran tenaga eksplosif, diperlukan keseimbangan badan dan kekuatan otot kaki. Pengukuran kekuatan eksplosif dengan metode lompat tegak berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil bahwa 75 anak laki-laki dan 57.4% anak perempuan memiliki kekuatan eksplosif yang dikategorikan sedang (Lampiran 5). Faktor yang menyebabkan hasil pengukuran tersebut adalah karena pengujian kekuatan eksplosif merupakan pengujian untuk menghasilkan gerakan yang

15 47 berkualitas tinggi yang harus didukung oleh otot yang besar dan kematangan sistem motorik kasar maupun halus. Sedangkan usia bulan merupakan usia dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik. Untuk menghasilkan lompatan yang berkualitas diperlukan latihan secara teratur dan terus-menerus sehingga seluruh otot besar tumbuh berkembang dengan baik terutama otot kaki dan tubuh yang berhubugan dengan gerakan lompat tegak yang dilakukan. Gerakan-gerakan tersebut dapat dilibatkan dalam permainan sehari-hari, karena pada usia bulan, anak-anak sering melakukan permainan yang berhubungan dengan gerakan yang digunakan dalam pengujian potensi atlit. Gerakan lari 3 meter berfungsi untuk mengukur ketahanan kardiovaskuler. Ukuran yang digunakan dalam pengujian ketahanan kardiovaskuler dengan metode lari 3 meter, merupakan ukuran yang dimodifikasi dari lari 6 meter. Faktor yang menjadi pertimbangan dalam modifikasi ukuran pengujian ketahanan kardiovaskuler yaitu umur, kekuatan dan kemampuan fisik contoh. Hasil pengukuran gerakan lari 3 meter disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan tes lari 3 meter. Kategori Lari 3 meter n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tabel 29 menunjukan bahwa 54.9% contoh memiliki potensi ketahanan kardiovaskuler yang dikategorikan kurang. Skor pengukuran maksimum adalah 3 dan skor minimum, dengan skor rata-rata adalah.78±.64. Pengukuran ketahanan kardiovaskuler memiliki nilai yang rendah karena sebagian besar contoh baru mencapai skor 2. Tingkat pencapaian hasil pengukuran tersebut menunjukan daya tahan kardiovaskuler contoh belum dapat beradaptasi dengan baik saat melakukan aktivitas fisik tinggi, sehingga daya kerja jantung tidak maksimal dan berpengaruh terhadap kelelahan yang terjadi secara cepat.

16 48 Hasil pengukuran ketahanan kardiovaskuler berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil bahwa 56.66% contoh laki-laki dan 52.38% contoh perempuan dikategorikan kurang (Lampiran 5). Rendahnya hasil pengukuran ketahanan kardiovaskuler diduga disebabkan oleh otot jantung yang belum mencapai perkembangan maksimal, sehingga tidak dapat bekerja dan beradaptasi dengan baik dalam sistem sirkulasi darah jantung. Aktivitas fisik seperti ini sangat membutuhkan kerja jantung yang maksimal, karena jantung merupakan organ tubuh vital yang berfungsi sebagai organ pemompa darah ke seluruh tubuh melalui arteri dan vena (Evelyn 26). Faktor yang juga diduga berhubungan dengan rendahnya skor yang diperoleh pada pengujian ketahanan kardiovaskuler dengan metode lari 3 meter adalah daya kerja paru-paru dalam menampung oksigen. Pada usia bulan, ukuran paru-paru anak tidak seperti ukuran orang dewasa, sehingga tidak dapat menampung oksigen yang dihirup melalui sistem saluran pernapasan dalam jumlah besar. Rendahnya oksigen menyebabkan terjadinya kelelahan pada otot, karena oksigen merupakan salah satu faktor yang membantu dalam proses percepatan metabolisme energi terutama pada kegiatan fisik. Mencapai ketahanan kardiovaskuler yang baik, dapat diperoleh melalui latihan secara teratur dan terus-menerus, sehingga otot jantung dan paru-paru dapat beradaptasi dengan aktivitas fisik yang tinggi. Bila tubuh dilatih dengan gerakan-gerakan yang dapat memacu kerja jantung dan paru-paru secara terus-menerus maka akan berdampak positif terhadap ketahanan kardiovaskuler. Untuk meningkatkan ketahanan kardiovaskuler contoh, gerakan-gerakan yang berhubungan (seperti gerakan lari 3 meter) dapat dilibatkan dalam aktivitas bermain terutama dalam permainan-permainan yang aktif. Penilaian pengujian kecepatan gerak tubuh dengan metode lari meter, ketahanan otot tangan dengan metode menggantung, kekuatan otot perut dengan metode sit-up, kekuatan eksplosif dengan metode lompat tegak dan ketahanan kardiovaskuler dengan metode lari 3 meter yang dimiliki contoh adalah mengukur potensi atlit secara menyeluruh dan hasilnya disajikan pada Tabel 3.

17 49 Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lima parameter dan potensi atlit Potensi atlit Kategori % % % % % n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sagat baik Total 5 Ket : (lari meter), 2 (mengantung), 3 (Sit-up), 4 (lompat tegak), 5 (lari 3 meter). Tabel 3 menunjukkan bahwa 49. % contoh dikategorikan sebagai potensi atlit kurang dan 4.7% contoh dikategorikan sebagai potensi atlit sedang. Skor pengukuran maksimum adalah 8 dan skor minimum adalah 9, dengan skor ratarata adalah 3.5±.98. Rendahnya potensi atlit contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari disebabkan oleh hasil pengukuran potensi atlit sebagian besar berkisar antara skor sampai 3, dan 4 sampai 7. Faktor yang diduga menyebabkan rendahnya potensi atlit contoh yaitu otot besar dan kontrol terhadap motorik halus seperti kontrol tangan, belum berkembang secara sempurna. Anak-anak belum terampil dan tidak dapat melakukan gerakan tubuh yang rumit (Sumantri 25). Rendahnya potensi atlit contoh disebabkan oleh hasil pengukuran lima parameter yang digunakan untuk mengukur dan menilai sebagian besar belum maksimal. Hasil pengukuran lari meter, didominasi oleh kecepatan gerak fisik kategori kurang (5.%) dengan skor rata-rata 2.39±.72, pengukuran menggantung didominasi ketahanan otot tangan kategori sedang (52.9%) dengan skor rata-rata 3.3±.7, pengukuran sit-up sebagian besar memiliki otot perut kategori sedang 72.5% dengan skor rata-rata 2.9±.57, sedangkan pengukuran lompat tegak didominasi tenaga eksplosif kategori sedang 64.7% dengan skor rata-rata 2.76±.55, serta pengukuran lari 3 meter didominasi ketahanan kardiovaskuler kategori kurang 54.9% dengan skor rata-rata.78±.64. Nilai-nilai tersebut berpengaruh terhadap potensi atlit yang rendah pada contoh dengan usia bulan di kebun teh Malabar dan Purbasari. Pada hasil pengukuran, juga ditemukan contoh yang memiliki potensi atlit yang dapat dikategorikan baik yaitu sebesar 3.92%. Hasil yang maksimal disebabkan oleh lima ukuran terutama kecepatan fisik, ketahanan otot, kekuatan

18 5 otot dan tenaga eksplosif sudah mencapai tingkat nilai maksimal. Pada pengukuran lari meter diperoleh kecepatan gerak fisik yang dikategorikan baik yaitu sebesar 5.9%. Contoh yang memiliki kecepatan fisik yang baik, diperlukan pembinaan sejak dini, oleh karena contoh memiliki kecepatan gerak fisik yang maksimal. Jenis olahraga yang diarahkan adalah jenis olahraga atletik dan sepak bola. Hasil pengukuran penggabungan antara kecepatan gerak fisik dan tenaga eksplosif kategori baik adalah.8%, sehingga bisa diarahkan ke jenis olahranga lari halang lintar dan bola voli. Sedangkan pada pengukuran menggantung, juga ditemukan ketahanan otot kategori baik 33.3% dan sangat baik 3.9%. Contoh yang memiliki ketahanan otot yang baik dapat dibina sejak dini, karena pada usia ini contoh telah memiliki kekuatan otot maksimal untuk melahirkan calon atlit-atlit berprestasi. Jenis olahraga yang harus diarahkan yaitu angkat besi, lempar lembing, lempar cakram, tolak peluru, tinju, panjat tebing dan olahraga lainnya yang berhubungan dengan kekuatan otot tangan. Hasil pengukuran sit-up, ditemukan contoh yang memiliki kekuatan otot perut kategori baik 9.8%, sehingga diperlukan pembinaan sejak dini untuk diarahkan ke jenis olahraga yang berhubungan dengan kekuatan otot perut seperti tinju dan lain-lain. Pada pengukuran lompat tegak, juga ditemukan contoh yang memiliki potensi tenaga eksplosif kategori baik 5.9%. Jenis olahraga yang diarahkan yaitu lompat jauh, lompat tinggi, sepak bola dan olahraga yang berhubungan dengan kekuatan kaki, karena pada usia ini contoh telah memiliki tenaga eksplosif maksimal yang dapat dikembangkan. Berdasarkan Lampiran 7, penggabungan nilai pengukuran kecepatan gerak fisik dan kekuatan otot tangan kategorik baik dengan prosentasi 9.6%. pada pengukuran kecepatan gerak fisik, kekuatan dan ketahanan otot kategori baik dengan prosentase 6.33%. Sedangkan pengukuran kecepatan gerak fisik, kekuatan otot tangan, ketahanan dan kekuatan eksplosif kategori baik dengan prosentasi 3.72%. Pengukuran kecepatan gerak fisik, kekuatan, ketahanan otot, tenaga eksplosif dan ketahanan kardiovaskuler karegori baik yaitu.98. Jenis olahraga yang perlu diarahkan adalah bola voli dan basket, sepak bola, atletik dan olahraga lainnya. Pengujian potensi atlit tersebut bila dibedakan berdasarkan jenis kelamin,

19 5 maka contoh laki-laki memiliki hasil lebih baik dibandingkan contoh perempuan. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh usia bulan berdasarkan potensi atlit dan jenis kelamin. Kategori Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total Tabel 3 menunjukkan bahwa 46.7% dari 3 contoh laki-laki memiliki potensi atlit yang dikategorikan sedang dan kurang yaitu 46.7%, sedangkan 52.4% dari 2 contoh perempuan memiliki potensi atlit yang dikategorikan kurang. Rendahnya potensi atlit contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari dipengaruhi oleh hasil pegukuran lima parameter berdasarkan jenis kelamin terutama pengujian ketahanan kardiovaskuler dan kecepatan gerak yang memiliki hasil yang rendah pada contoh perempuan. Hal ini menunjukan bahwa dari lima parameter tes potensi atlit yang dilakukan, 6.6% dari 3 contoh laki-laki memiliki potensi atlit yang mencapai hasil cukup maksimal. Faktor yang diduga mempengaruhi perbedaan hasil pengukuran pada contoh laki-laki dan perempuan adalah struktur fisik yang dimiliki. Anak laki-laki memiliki ketahanan fisik lebih baik dibandingkan anak perempuan. Sumantri (25) menyatakan bahwa anak laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dan besar dari anak perempuan. Faktor tersebut diduga menyebabkan terdapatnya perbedaan kemampuan kerja fisik contoh. Aktivitas Bermain Anak Usia Bulan Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, spontan dan didorong oleh motivasi internal yang umumnya dilakukan oleh anak-anak (Dariyo 27). Aktivitas bermain dalam penelitian adalah aktivitas bermain usia bulan yang melibatkan kombinasi organ fisik untuk merangsang

20 52 pertumbuhan. Pengukuran aktivitas bermain anak dalam penelitian menggunakan item yang terdiri dari pertanyaan dan pengamatan yang dilakukan melalui wawancara kepada responden serta pengamatan langsung kegiatan bermain contoh. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan jenis permainan tradisional. Jenis permainan Ya Tidak Total n % n % n % Waktu bermain >3 Jam Bermain kejar-kejaran Bermain kucing-kucingan Bola tangan Bola kaki Lompat tali Mengelilingi lingkaran Melompat satu kaki Melompat dua kaki Permainan dilakukan dua minggu terakhir Dari hasil analisis, contoh memiliki waktu bermain di kebun teh Malabar dan Purbasari >3 jam adalah sebesar 95.%. Jenis permainan yang melatih kecepatan yaitu bermain kejar-kejaran bermain kucing-kucingan di kebun teh Malabar dan Purbasari adalah jenis yang sering dilakukan, dengan persentase masing-masing % dan 98.3%. Permainan tradisional bola kasti untuk melatih kekuatan tangan dan kecepatan adalah jenis permainan yang paling sering tidak dilakukan (88.24%). Hal ini disebabkan oleh jenis permainan bola kasti tidak diminati contoh terutama oleh contoh berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 52.94% contoh melakukan permainan tradisional bola kaki di kebun teh Malabar dan Purbasari, terutama didominasi oleh contoh laki-laki. Budaya saat ini masih beranggapan bahwa permainan sepak bola hanya dikhususkan untuk laki-laki. Sebanyak 78.43% contoh melakukan permainan lompat tali yang berfungsi mengasah kekuatan otot kaki. Permainan ini merupakan permainan yang diminati oleh anak baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan untuk permainan lari mengelilingi lingkaran untuk melatih kecepatan dan keseimbangan tubuh, sebanyak % contoh baik laki-laki maupun perempuan melakukan permaian tersebut.

21 53 Permainan yang melatih kekuatan otot dan kelincahan kaki dengan melompat tumpuhan satu kaki dan saling berganti, sebagian besar contoh dapat melakukan gerakan tersebut, yaitu 92.5% untuk satu kaki 92.5% dan 86.27% untuk dua kaki. Dari gambaran deskriptif berdasarkan wawancara dan pengamatan terhadap kegiatan bermain, diperoleh aktivitas bermain contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari yang disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan akitvitas bermain. Kategori Aktivitas bermain n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total 5 Tabel 33 menunjukkan bahwa 45.9% contoh memiliki aktivitas bermain yang dikategorikan baik. Skor nilai maksimum adalah dan skor minimum adalah 5, dengan nilai rata-rata adalah 8.3±.5. Tingginya aktivitas bermain disebabkan seluruh contoh memiliki waktu bermain diatas >3 jam. Selain waktu bermain, sebagian besar permainan tradisional seperti bermain kejar-kejaran, kucing-kucingan, lompat tali, lari mengelilingi lingkaran, melompat dengan satu kaki dan dua kaki dengan cara saling berganti sering dilakukan dalam aktivitas bermain contoh sehari-hari. Tingginya aktivitas bermain anak diduga disebabkan juga oleh faktor usia, dimana usia bulan merupakan usia aktif. Hampir seluruh waktu digunakan untuk tidur dan bermain dengan teman-temannya. Permainan ini bukan hanya mengasah ketangkasan organ motorik semata, tetapi juga perkembangan emosi dan sosial (Dewi 25). Perkembangan ketrampilan motorik kasar dengan melakukan gerakan lari, melompat dalam permainan kelihatannya sederhana, namun gerakan kaki, tangan dan seluruh tubuh merupakan aktivitas otot yang cukup rumit. Ketrampilan yang diasah melalui aktivitas bermain menuntut kematangan dalam koordinasi seluruh gerakan otot. Akitivitas bermain berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 34.

22 54 Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas bermain dan jenis kelamin. Kategori Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Sangat kurang Kurang Sedang Baik Sangat baik Total Tabel 34 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh laki-laki 48.66% dari 3 orang contoh memiliki aktivitas bermain yang dikategorikan sangat baik dan baik. Faktor yang menyebabkan tingginya aktivitas bermain pada contoh laki-laki adalah waktu bermain dan jenis permainan tradisional yang sering dimainkan, dimana seluruh jenis permainan tradisional yang diamati sering dimainkan seharihari oleh contoh laki-laki. Jenis permainan yang dominan dilakukan oleh contoh laki-laki adalah sepak bola dan bola kasti atau bola tangan. Nilai tersebut mempengaruhi hasil pengukuran contoh laki-laki. Pada contoh perempuan, sebagian besar 42.85% dari 2 orang contoh memiliki aktivitas bermain yang dikategorikan baik. Hasil pengukuran aktivitas bermain contoh perempuan adalah belum maksimal karena dua jenis permainan terutama bola kasti atau bola tangan jarang dimainkan. Sedangkan permainan bola kaki tidak pernah dimainkan contoh perempuan. Jenis permainan merupakan ciri budaya setempat yang ikut berpengaruh dalam membatasi pemilihan permainan. Aktivitas bermain yang melibatkan organ fisik cenderung dilakukan contoh laki-laki daripada perempuan. Status Kesehatan Status kesehatan menurut Undang-undang Kesehatan nomor 23 Tahun 992 adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Status kesehatan dalam penelitian adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, meliputi diare dan ISPA yang dialami contoh satu bulan yang lalu dan saat penelitian berlangsung. Hasil analisis data status kesehatan contoh berdasarkan frekuensi sakit diare dan ISPA disajikan pada Tabel 35.

23 55 Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sakit diare dan ISPA. Frekuensi sakit Diare ISPA n % n % Tidak pernah () Perna sakit(-2) Sering sakit( 3) Total 5 5 Tabel 35 menunjukkan bahwa 74.5% contoh tidak pernah mengalami sakit diare dengan frekuensi sakit rata-rata.3±.54 per bulan, dan 45.9% contoh pernah mengalami sakit ISPA ( sampai 2 kali per bulan) dengan frekuensi sakit rata-rata.7±.9 per bulan. Tingginya frekuensi sakit disebabkan contoh mengalami frekuensi sakit berkisar sampai 2 kali per bulan terutama penyakit ISPA. Faktor yang diduga menyebabkan tingginya frekuensi sakit ISPA yaitu keadaan sanitasi rumah masih belum memadai terutama jendela yang berfungsi mengatur sirkulasi udara. Jumlah ventilasi udara belum dapat mengatur sirkulasi udara secara maksimal. Syarat rumah sehat untuk ventilasi udara yaitu 2% dari luas ruangan tidak dipenuhi, dan jumlah penghuni yang menempati rumah begitu padat. Ventilasi udara dan padatnya penghuni menyebabkan tidak maksimalnya sirkulasi udara sehingga mendukung terjadinya penularan ISPA. Tabel 35 juga menunjukkan bahwa 25.4% contoh pernah mengalami sakit diare ( sampai 2 kali per bulan). Faktor yang diduga berhubungan dengan frekuensi sakit diare yaitu air minum yang digunakan oleh keluarga contoh, dimana air tersebut bersumber dari mata air dan air tanah, sehingga kurang terjamin kebersihannya jika tidak ditangani dengan baik. Rendahnya frekuensi sakit diare diderita contoh masih memiliki dampak yang cukup besar terhadap kesehatan contoh. Penyebab utama kematian anak di Indonesia saat ini disebabkan oleh penyakit ISPA dan infeksi diare (Depkes 24). Kedua penyakit tersebut memiliki hubungan terhadap sanitasi lingkungan dan perilaku masyarakat. Blum dalam Notoatmojo (23) menyatakan bahwa status kesehatan baik individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Sebaran tempat pengobatan contoh yang mengalami sakit dilihat pada Tabel 36.

24 56 Tabel 36 Sebaran tempat pengobatan bila contoh mengalami sakit. Tempat Pengobatan n % Tidak pernah Rumah sakit Dokter Puskesmas Beli obat di warung Pengobatan tanaman obat Pengobatan lain Total 5 Berdasarkan Tabel 36, 5.98% contoh yang mengalami sakit berobat di puskesmas. Tingginya kunjungan ke puskesmas disebabkan oleh akses ke puskesmas yang ada di kebun teh Malabar dan Purbasari mudah dijangkau masyarakat, serta biaya pelayanan kesehatan yang murah dengan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Tabel 36 juga menunjukkan bahwa 9.8% contoh diberikan tanaman obat bila mengalami sakit, hal ini menggambarkan kemandirinan orang tua dalam penanggulangan kesehatan anak. Selain itu ada 3.73% contoh yang diberikan obat yang dibeli dari warung bila mengalami sakit. Hal ini terjadi dengan alasan bahwa orang tua contoh tidak memiliki biaya untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan. Notoatmojo (23) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan faktor penyebab rendahnya akses pelayanan kesehatan. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan dalam penelitian adalah nilai dari zat gizi energi, protein, vitamin A dan zat besi (Fe), dari jenis pangan yang dikonsumsi anak usia bulan yang diperoleh melalui recall 2 x 24 jam, selama 2 hari yang dibandingkan dengan angka kecukupan rata-rata individu yang dianjurkan per orang per hari. Hasil analisis data konsumsi zat gizi disajikan pada Tabel 37. Tabel 37 Sebaran contoh usia berdasarkan konsumsi zat gizi rata-rata dan rasio kecukupan. Konsumsi zat gizi Kosumsi rata-rata zat gizi Rasio kecukupan rata-rata Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Zat besi (mg) Rata-rata ±SD 25± ,5±9,5 28,76± ,4± ,78±,7% 5,8±2,54% 39,55±27,38% 6,63±7,64%

25 57 Konsumsi energi rata-rata per orang per hari di kebun teh Malabar dan Purbasari adalah 25±24,57 kkal dengan nilai konsumsi maksimum sebesar 68,57 kkal dan nilai konsumsi minimum sebesar 88,73 kkal. Konsumsi energi dari 5 contoh belum memenuhi angka kecukupan konsumsi energi yang dianjurkan per orang per hari (55 kkal), dengan rasio kecukupan energi sebesar 76.78±.7%. Tingginya rasio kecukupan disebabkan oleh terdapatnya variasi data konsumsi energi dari 5 contoh. Kebutuhan energi contoh telah terpenuhi, karena rasio kecukupan energi sudah diatas 7%. Konsumsi energi contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari sebagian besar bersumber dari karbohidrat yaitu nasi yang merupakan makanan pokok utama. Menurut Ahmad et al. (27), energi berasal dari bahan pangan yang dikonsumsi yang bersumber dari karbohidrat, lemak dan protein. Fungsi protein untuk tubuh manusia adalah sebagai berikut : ) membangun sel tubuh, 2) mengganti sel tubuh, 3) membuat air susu dan hormon, 4) membuat protein darah, 5) menjaga asam-basa cairan tubuh, dan 6) pemberi kalori (Irianto 27). Konsumsi protein contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari rata-rata per orang per hari adalah 2,5±9,6 gram. Konsumsi protein maksimum adalah 45,6 gram dan minimum adalah 6,73 gram. Bila dibandingkan dengan angka kecukupan protein yang dianjurkan (39 gram), maka rata-rata konsumsi protein dari 5 contoh belum terpenuhi. Rasio kecukupan protein contoh adalah 5.8±2.54%, dan hal ini menggambarkan bahwa konsumsi protein contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari belum terpenuhi. Rendahnya konsumsi protein contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari disebabkan oleh sumber protein yang dikonsumsi contoh sebagian besar mengandalkan protein nabati yaitu tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan sumber protein nabati, namun konsumsi protein nabati tersebut juga masih sangat rendah sehingga tidak memenuhi kecukupan protein yang dianjurkan. Konsumsi protein yang bersumber dari protein hewani seperti ikan dan telur masih rendah. Almatsier (25) menyatakan bahwa sumber kandungan protein tertinggi terdapat pada bahan makanan hewani. Rendahnya konsumsi protein diduga juga disebabkan oleh faktor kemiskinan, sehingga masyarakat belum mampu menjangkau bahan pangan yang berkualitas. Menurut Mundanijah et al.

26 58 (26), faktor ekonomi dan harga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Konsumsi vitamin A yang cukup sangat baik untuk tubuh. Vitamin A berfungsi dalam hal penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan tubuh (Ahmad et al 27). Jenis makanan hewani dan nabati yang kaya akan kandungan vitamin A yaitu hati, telur, wortel, sayur berwarna hijau, produk susu dan keju (Irianto 27). Konsumsi vitamin A contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari rata-rata adalah 28,76±243,63, dengan nilai maksimum adalah 478 RE dan nilai minimum adalah 6 RE. Bila dibandingkan dengan angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan (45 RE), maka rata-rata konsumsi vitamin A contoh termasuk kategori kurang atau belum terpenuhi, dengan rasio kecukupan 39.55±27.38%. Rendahnya konsumsi vitamin A karena rendahnya konsumsi sayur-sayuran dan pangan hewani contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari. Rata-rata konsumsi zat gizi besi (Fe) contoh di kebun teh Malabar dan Purbasari adalah 6,4±2,76, dengan nilai maksimum sebesar 6.32 mg dan nilai minimum sebesar 2.78 mg. Bila dibandingkan dengan angka kecukupan zat besi rata-rata yang dianjurkan (9 mg), maka rata-rata konsumsi zat gizi besi (Fe) contoh belum memenuhi angka kecukupan yang dianjurkan. Bila dikonversikan ke rasio kecukupan konsumsi besi (Fe), maka diperoleh rasio kecukupan zat gizi besi (Fe) sebesar 6.63±7.64. Rendahnya kosumsi zat gizi besi (Fe) disebabkan oleh masih rendahnya konsumsi pangan hewani dan sayuran. Bahan pangan kaya akan zat gizi besi (Fe), dan sebagian besar tekandung pada bahan makanan hewani. Untuk mendapatkan zat gizi yang berkulaitas dalam bahan makanan, diperlukan konsumsi makanan yang beragam, karena seluruh zat gizi makro, mikro, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh tidak terdapat dalam satu jenis bahan pangan. Tubuh memerlukan zat gizi dalam batas tertentu, bila konsumsi melebihi kebutuhan tubuh, maka akan berdampak terhadap kesehatan. Konsumsi zat gizi yang cukup digunakan sebagai sumber energi, zat pembangun, zat pembentuk dan zat pengatur dalam menjalankan proses tubuh. Kebutuhan zat gizi seseorang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur aktivitas fisik, berat badan, tinggi badan, genetik serta keadaan fisiologis seseorang (Karyadi dan Muhilal 998).

27 59 Jumlah zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan normal juga tergantung dari kualitas zat gizi yang dimakan seperti bagaimana zat gizi itu mudah dicerna (digestibility) dan diserap (absorbability) (Pudjiadi 25). Status Anemia Penilaian status gizi secara laboratorium atau biokimia digunakan untuk mendeteksi tahap defisiensi subklinis dan untuk mengkonfirmasi diagnosa secara klinis terhadap seseorang. Cara ini merupakan metode yang dinilai secara objektif, karena tidak melibatkan emosi dan faktor subjektif lainnya. Untuk menilai apakah seseorang mengalami anemia, dapat dilakukan dengan pengukuran haemoglobin (Hb) (Gibson 25). Haemoglobin (Hb) adalah cairan merah dalam darah yang berfungsi mengangkut oksigen yang disebarkan ke seluruh tubuh. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode sahli. Metode ini digunakan sebagai pengganti dari metode sianmethemoglobin, karena di tempat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) di daerah penelitian tidak tersedia metode sianmethemoglobin, dimana metode ini merupakan metode yang direkomendasikan oleh WHO. Metode sahli akan lebih baik dilakukan bila menggunakan tenaga ahli yang telah mengikuti pendidikan, pelatihan dan berpengalaman (Muhilal & Saidin 98). Untuk mencegah bias lebih besar, maka dalam pengukuran haemoglobin (Hb), ujung jari anak-anak setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol, kemudian daerah tersebut dibersihkan lagi dengan tisu untuk mencegah terjadi percampuran alkohol dan plasma darah. Hasil pengukuran haemoglobin (Hb), yang dilakukan selama dua hari di kebun teh Malabar dan Purbasari, menyatakan bahwa sebagian besar contoh mengalami kekurangan haemoglobin (Hb) dalam darah atau anemia. Hasil pengukuran status biokimia tersebut disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan haemoglobin (Hb). Haemoglobin (Hb) n % Normal ( g/l atau 5g/l) Anemia (<g/l atau 5g/l) Total 5

METODE PENELITIAN. Desain Penelitan

METODE PENELITIAN. Desain Penelitan 26 METODE PENELITIAN Desain Penelitan Desain yang digunakan dalam penelitian adalah cross-sectional study (Murti 1997). Pada contoh, peneliti melakukan pengamatan, pengukuran dalam satu waktu bersamaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Talaga Jaya memiliki 5 desa yang berada diwilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Talaga Jaya memiliki 5 desa yang berada diwilayah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografi Puskesmas Talaga Jaya memiliki 5 desa yang berada diwilayah kerjanya yakni Desa Luwoo, Desa Buhu, Desa

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berhubungan dengan kemampuan atau kesanggupan tubuh yang berfungsi dalam menjalankan pekerjaan secara optimal dan efisien.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan Kehamilan pada ibu akan terjadi apabila terjadi pembuahan yaitu bertemunya sel telur (ovum) dan spermatozoa. Yang secara normal akan terjadi di tuba uterina. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: REISYA NURAINI J

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: REISYA NURAINI J HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI KARTASURA 1 KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR Hendrayati 1, Sitti Sahariah Rowa 1, Hj. Sumarny Mappeboki 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing BAB VI HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini disajikan dengan penyajian hasil analisis univariat. Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing variabel yang diteliti

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan status gizi masyarakat sebagai upaya peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi anak usia sekolah disebabkan adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena baru di Indonesia. Selain berperan sebagai ibu rumah. tangga, banyak wanita berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena baru di Indonesia. Selain berperan sebagai ibu rumah. tangga, banyak wanita berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi bukan merupakan fenomena baru di Indonesia. Selain berperan sebagai ibu rumah tangga, banyak wanita berpartisipasi dalam lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian kesegaran jasmani banyak sekali diungkap oleh para pakar

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian kesegaran jasmani banyak sekali diungkap oleh para pakar BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Kesegaran Jasmani Pengertian kesegaran jasmani banyak sekali diungkap oleh para pakar olahraga maupun pakar kesegaran jasmani, sehingga istilah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN 2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003 STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN Oleh :Zulhaida Lubis A561030051/GMK e-mail: zulhaida@.telkom.net Pendahuluan Status gizi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang dapat dicerminkan dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gizi a. Definisi Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut cara pengucapan Mesir, ghidza dibaca ghizi. Gizi adalah segala

Lebih terperinci

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri) Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga (Nurkadri) Abstrak Olahraga adalah aktiftas jasmani yang membutuhkan energy dalam melakukannya. Kadar energy yang dibutuhkan disesuaikan dengan berat atau ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek, baik kognitif, efektif maupun fisik motorik. besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek, baik kognitif, efektif maupun fisik motorik. besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya berjalan, berlari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini mempunyai kemampuan dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Pada usia ini anak mengalami perkembangan yang pesat dari semua aspek, baik kognitif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil 13 KERANGKA PEMIKIRAN Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena tanpa kesehatan yang optimal manusia tidak dapat melakukan semua aktifitas kesehariannnya dengan sempurna.perilaku

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci