Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat)"

Transkripsi

1 Petunjuk Sitasi: Saraswati, R., Liquiddanu, E., & Fahma, F. (2017). Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat). Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C68-74). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya. Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat) Rizky Saraswati (1), Eko Liquiddanu (2), Fakhrina Fahma (3) (1), (2), (3) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir Sutami 36A Surakarta, 57126, Indonesia (1) saraswatirizky@gmail.com, (2) liquiddanu@gmail.com, (3) fakhrina09@gmail.com ABSTRAK Sebagai salah satu industri kecil yang berada di wilayah Jawa Tengah, Kabupaten Klaten memiliki beragam industri. Salah satu industri kecil yang mengalami perkembangan adalah industri batik. Sentra industri batik kabupaten Klaten yang terkenal adalah desa Jarum, Bayat. Batik sendiri telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 20 Oktober Batik sebagai salah satu potensi industri kreatif kecamatan Bayat pun membawa pengaruh signifikan terhadap perekonomian terlebih setelah batik diakui dunia internasional. Namun usaha batik tulis Bayat masih dikerjakan secara mandiri dan konvensional, menyebabkan batik Bayat tidak dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu agar mampu menyusun analisis solusi untuk memberikan keunggulan bersaing perlu dilakukan analisis rantai nilai untuk mengidentifikasi aktivitas yang memiliki nilai tambah ekonomi tertinggi. Maka dilakukan penelitian dengan metode kualitatif pendekatan studi kasus. Dengan populasi penelitian meliputi semua pihak yang terlibat dalam rantai nilai. Dihasilkan profit margin terbesar pada aktivitas inbound logistic dan nilai tambah terbesar baik untuk kain batik tulis warna alam dan sintetis adalah proses penjualan kepada konsumen. Kata kunci Rantai nilai, batik tulis, desa jarum, bayat I. PENDAHULUAN Sebagai salah satu pusat industri kecil yang berada di wilayah Jawa Tengah, Kabupaten Klaten memiliki beragam industri. Hal ini dibuktikan dengan data Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten tahun 2014 terdapat unit industri kecil dengan jumlah tenaga kerja sebesar (BPS Klaten, 2014). Salah satu industri kecil yang mengalami perkembangan adalah industri batik. Sentra industri batik kabupaten Klaten yang terkenal adalah di desa Jarum, kecamatan Bayat. Batik sendiri telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 20 Oktober Batik sebagai salah satu potensi industri kreatif kecamatan Bayat pun membawa pengaruh signifikan terhadap perekonomian terlebih setelah batik diakui oleh dunia internasional. Hal ini didukung oleh pihak pemerintah, disebutkan dalam penelitian Ishack (2004) rencana pembangunan pada tingkat kecamatan di kabupaten Klaten tahun 2009 lebih difokuskan terhadap program kualitas hidup berbasis usaha mikro, dengan sasaran penguatan sektor industri mikro paling utama adalah Bayat. Namun perkembangan IKM saat ini mengalami penurunan daya saing di pasar internasional. Menurut global competitiveness report (world economic forum) indeks daya saing Indonesia cenderung terus menurun selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2014 Indonesia berada pada posisi 34 dan turun tiga peringkat menjadi 37 pada tahun Sedangkan pada tahun 2016 Indonesia berada diposisi 41 dari total 144 negara. Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara lainnya di Asia Tenggara yang berdaya saing tinggi seperti Thailand (32), Malaysia (18) dan Singapura (2). Nurmiansyah (2011), menerangkan untuk meraih kinerja perdagangan internasional yang optimal diperluhkan daya saing industri yang baik. Daya saing industri ini dipengaruhi oleh rantai C-68

2 Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat) nilai (value chain) yang efektif. Porter (1985) dan Kaplinsky dan Morris (2003) menjelaskan rantai nilai yang efektif adalah kunci keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang mampu menghasilkan nilai tambah (value added) bagi industri. Begitu strategisnya peran industri batik, untuk itu diperlukan upaya memberikan keunggulan bersaing dengan industri lainnya dalam hal ini desa Jarum, kecamatan Bayat meliputi aspek keterampilan manusia, sumber daya alam, lingkungan, dan budaya terkait industri batik diharap mampu menarik investor untuk berinvestasi. Era persaingan yang semakin tinggi menuntut seluruh pihak terkait industri batik di desa Jarum, kecamatan Bayat bertindak dan berinovasi agar industri tersebut tetap unggul dan mempertahankan eksistensinya. Kota Solo sebagai wilayah pemasaran dan pemasok kebutuhan utama batik Bayat, pun mendukung hal ini seperti tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 1 tahun 2012 mengenai rencana pembangunan menengah daerah kota Surakarta tahun Menurut pasal 6 ayat 2b peraturan daerah kota Surakarta menyebutkan bahwa pemerintah daerah menjalin kerjasama dengan daerah otonom kawasan andalan SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) untuk memantapkan pelayanan dan pengembangan kota. Upaya yang dilakukan pemerintah kota Solo ini dirasa tepat. Akibat tingginya permintaan batik tulis kota Solo yang tidak dapat terpenuhi, maka wilayah sekitar kota Solo yaitu Klaten mampu menjadi solusi untuk memenuhi permintaan yang ada. Dipilih batik Bayat dikarenakan batik ini terkenal memiliki kehalusan dan proses pewarnaan yang sempurna. Selain itu batik Bayat memiliki corak dominan warna sogan atau kecoklatan yang identik dengan warna batik keraton Kasunanan Surakarta dan cenderung mengikuti selera pasar yang berkembang di wilayah Solo. Dengan mempertimbangkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rantai nilai terkait berbagai aktivitas dalam industri batik Bayat agar mampu menyusun analisis solusi untuk memberikan keunggulan bersaing bagi industri batik Bayat dan para pelakunya berdasarkan aktivitas yang menimulkan nilai tambah. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang berlokasi di desa wisata batik Jarum,Bayat. Dengan populasi penelitian meliputi semua pihak yang terlibat dalam rantai aktivitas primer dan pendukung proses produksi batik terdiri dari para pengrajin, pemasok bahan baku, dan konsumen yang terdiri atas wholesaler, retailer, dan pelanggan. Dilakukan kegiatan observasi dan wawancara dengan kuesioner terbuka guna mengumpulkan informasi terkait berbagai aktivitas yang terdiri dari tiga tahap. Tahapan pertama adalah menguraikan aktivitas inti dan pelengkap rantai nilai pada industri batik tulis Bayat. Analisis rantai nilai mampu memberikan informasi mengenai seluruh siklus produksi dan para pelaku yang berkaitan hingga hubungan pasar akhir. Tahapan kedua, menghitung nilai tambah para pelaku dalam tiap aktivitasnya. Dilakukan analisis terhadap aliran produksi tiap pelaku dan nilai tambah dengan mencari selisih antara harga jual dan biaya produksi yang dikeluarkan. Dihasilkan model rantai nilai porter untuk mempermudah pemahaman mengenai nilai tambah yang terjadi. Tahap terakhir berupa pemetaan rantai nilai dari hasil analisis yang telah dilakukan. Pemetaan ini terdiri atas empat tahapan kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi akan memberikan kemudahan bagi para pelaku yang bersinggungan dengan industri batik diantarnya pengrajin, tenaga kerja, konsumen, UMKM, dan perguruan tinggi untul mengembangkan industri batik Bayat. 1. Konsep Rantai Nilai Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam buku Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 (2008: 81) Rantai nilai yang dimaksudkan adalah suatu proses penciptaan nilai mulai dari input hingga output dari pengolahan sumber dayanya. Rantai nilai terkait industri kreatif akan mengutamakan desain dalam tiap prosesnya dengan daya cipta dan kreatifitas yang dihasilkan individunya. Dengan pemetaan rantai nilai, stakeholder lebih mudah dalam memahami posisi industri sehingga fokus pengembangannya lebih terarah. Terdapat empat C-69

3 Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma faktor dalam pengembangannya yaitu kreasi, produksi, distribusi dan komersialiasi. Menurut Porter (1985) konsep rantai nilai memberikan kerangka terhadap organisasi dalam mengelola pertimbangan substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan pembeda dan efektifas pengaturan biaya. Porter, mengajukan suatu model rantai nilai seperti pada gambar 1 sebagai alat untuk mengidentifikasi berbagai cara untuk menghasilkan nilai tambah yang terdiri dari aktifitas-aktifitas nilai dan keuntungan (margin), aktifitas nilai dibagi menjadi 5 aktifitas utama (primary activities) yang terdiri dari inbound logistik, operasi,outbound logistik,penjualan dan pemasaran, serta service. Dan 4 aktifitas pendukung (support activities) yang terdiri dari pengadaan pengembangan teknologi, manajemen sumber daya alam, dan infrastruktur perusahaan. Gambar 1 Model Rantai nilai Porter 2. Analisis Rantai Nilai Agar industri mampu bertahan dalam persaingan usaha yang selalu berubah, perlu dilakukan antisipasi dalam menghadapi hal-hal yang berpotensi merugikan agar mampu memperoleh keunggulan bersaing. Maka diperlukan analisis rantai nilai sebagai analisis aktivitas dilakukan meliputi proses pengadaan, penyimpanan, penggunaan, sampai di tangan konsumen yang mampu memberikan nilai tambah bagi seluruh pelaku yang terlibat (Machfoedz, 2004) Menurut Widarsono (2009) terdapat tiga tahapan dalam analisis rantai nilai yaitu : 1. Mengidentifikasi aktifitas rantai nilai 2. Mengidentifikasi biaya (cost driver) yang ditimbulkan pada setiap aktivitas nilai 3. Mengembangkan keunggulan kompetitif a. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif atau diferensiasi. b. Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah. c. Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya. 3. Nilai Tambah Konsep rantai nilai (value chain) berbeda dengan konsep nilai tambah (value added). Menurut Tarigan (2004) nilai tambah suatu produk merupakan nilai hasil produk dikurangi dengan biaya antara yang terdiri dari biaya bahan baku dan bahan penolong. Konsep nilai tambah (value added) menekankan pada nilai yang ditambahkan selama proses sebagai biaya antara. Menurut Makki dkk (2001), apabila komponen biaya antara yang ditimbulkan nilainya semakin besar, maka nilai tambah produk tersebut akan semakin kecil dan begitu pula sebaliknya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Aktivitas Para Pelaku Rantai Nilai Batik Tulis Bayat Aliran informasi pemesanan dimulai dari konsumen melakukan pemesanan dengan datang langsung ke lokasi pengrajin atau memesan melalui telepon, selanjutnya pengrajin akan melakukan pembelian bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan kepada pemasok (supplier). Setelah mendapatkan kebutuhan pengrajin akan membagikan pekerjaan tersebut kepada pekerja untuk diproses. Juru nyoret akan memperbanyak motif batik yang akan dikerjakan, apabila telah selesai maka kain yang telah digambar akan diberikan kepada juru batik untuk di canting selama beberapa hari. Batik yang telah selesai di canting akan diberikan warna oleh juru warna sesuai warna yang diinginkan. Proses produksi kain batik tulis selesai, dan diserahkan kepada pengrajin untuk dijual kepada C-70

4 Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat) konsumen. Namun,terkadang pengrajin mengolah kain batik tulis tersebut menjadi produk lainnya. Untuk itu pengrajin melakukan pemesanan kepada konveksi untuk melakukan proses penjahitan. Setelah produk selesai dijahit maka konveksi akan menyetorkan produk tersebut kepada pengrajin untuk dijual kepada konsumen. Selain melakukan order kepada konveksi terkadang pengrajin pun melakukan order ke sesama pengrajin Bayat untuk melakukan pewarnaan kain khusunya teknik pewarnaan alam dan saling menitipkan kain hasil produksinya. Aliran informasi pemesanan dan proses produksi batik tulis di desa Jarum, Bayat ditampilkan pada gambar 2 dibawah ini. Gambar 2 Aliran informasi rantai nilai industri batik tulis Bayat B. Aktivitas Nilai Tambah Produksi Batik Tulis Bayat Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada Tabel 1 diketahui untuk memproduksi kain batik tulis warna alam dibutuhkan biaya sekitar Rp dengan biaya pendukung lainnya sekitar Rp Sehingga total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp dengan harga jual rata-rata sebesar Rp Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi kain batik tulis warna sintetis dibutuhkan biaya sekitar dengan biaya pendukung lainnya sekitar Rp Sehingga total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp dengan harga jual rata-rata sebesar Rp Maka diperoleh nilai tambah untuk kain batik tulis warna alam dan sintetis sebesar 66,06 % dan 62,12% untuk penjualan kepada pelanggan perseorangan. Diperoleh pula 61,93% dan 57,68% untuk penjualan kepada retailer dan wholesaler. No Jenis biaya Tabel 1 Nilai Tambah Produksi Batik Tulis di Desa Jarum, Bayat Biaya terendah Biaya rata-rata Biaya tertinggi Biaya produksi Biaya produksi Harga jual Harga jual rata-rata warna alam rata-rata warna sintetis warna alam warna sintetis Nilai tambah % warna alam Nilai tambah % warna sintetis Biaya produksi 1 Kain mori (2 meter) Rp Rp ,00 Rp ,25% 9,43% 2 Malam/ Lilin (0,25 Kg) Rp Rp Rp ,19% 2,50% Pewarna (tiap kebutuhan dapat digunakan bersama untuk 60 kain) 3 4 alam (1 Kg) sintetis (0,1 Kg) Biaya tenaga kerja juru nyoret (per kain) juru batik (per kain) juru warna (per hari 10 kain) Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rata-rata biaya produksi batik tulis Rp Rp ,48% 29,36% 5 Bahan pendukung Rp Rp ,50% (tawas,tunjung,kapur) 1,71% 6 Listrik Rp Rp Rp ,00% 5,71% Peralatan (masa pakai 6 bulan) 7 Kompor/Anglo Rp Rp Rp ,42% 0,48% wajan kecil Rp Rp Rp ,33% 0,38% canting Rp 833 Rp 833 Rp 833 0,21% 0,24% Rata-rata biaya pendukung Rp Rp ,46% 8,52% Rata-rata biaya produksi dan pendukung Rp Rp ,94% 37,88% 8 Penjualan batik pelanggan retailer & wholesaler Rp Rp Rp Rp ,04% 1,25% 12,50% 1,25% 66,06% 61,93% 0,29% 1,43% 14,29% 1,43% 62,12% 57,68% C-71

5 Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma C. Analisis Rantai Nilai Batik Tulis Bayat Berdasarkan gambar dibawah ini diketahui bahwa nilai tambah terbesar terdapat pada operasi dan outbond logistic sebesar Rp Hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja pengrajin Bayat baik juru nyoret, juru batik, dan juru warna cukup tinggi sebanding dengan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Selanjutnya nilai tambah terbesar kedua ditempati oleh inbound logistic sebesar Rp karena harga bahan baku yang cukup tinggi dan hanya tersedia di luar wilayah Klaten yaitu di kota Solo dapat dilihat pada Gambar 3. Dan yang terakhir adalah penjualan dan pemasaran serta servis sebesar Rp karena proses pemeliharaan peralatan masih yang dilakukan sederhana dan tidak rutin serta penjualan dan pemasaran dilakukan secara tradisional sehingga pengrajin tidak memerlukan biaya yang tinggi. Gambar 3 Contoh gambar grafik dengan warna kontras D. Pemetaan Rantai Nilai Batik Tulis Bayat Setelah didapatkan hasil analisis rantai nilai maka digambarkan model pembentukan nilai industri batik Bayat sebagai salah satu industri kreatif. Pada industri kreatif, proses penciptaan nilai dalam hal ini industri batik bersinggungan dengan pengembangan desain dalam menciptakan produknya. Untuk menyusun pemetaan rantai nilai ini didapatkan data pendukung melalui observasi dan metode wawancara in depth dengan para pelaku. Dengan adanya pemetaan rantai nilai akan memberikan kemudahan bagi para pelaku yang bersinggungan dengan industri batik Bayat atau stakeholder untuk mengembangkan industri tersebut. Dengan memperhatikan empat tahapan dalam pengembangaannya yaitu kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi. Maka berikut ditampilkan model pemetaan rantai nilai industri batik Bayat pada Gambar 4. C-72

6 Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat) Gambar 4 Pemetaan rantai nilai industri kreatif batik tulis Bayat IV. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini. 1. Didapatkan aliran informasi dan pemesanan terkait aktivitas dalam rantai nilai industri batik Bayat mulai dari proses pengadaan bahan baku, proses produksi, hingga proses penjualan dan pemasaran kepada konsumen akhir. 2. Didapatkan hasil biaya total untuk memproduksi kain batik tulis warna alam dibutuhkan biaya sekitar Rp dengan harga jual rata-rata sebesar Rp Sedangkan biaya total yang dibutuhkan untuk memproduksi kain batik tulis warna sintetis Rp dengan harga jual rata-rata sebesar Rp Maka diperoleh nilai tambah untuk kain batik tulis warna alam sebesar 66,06 % untuk penjualan kepada pelanggan perseorangan dan 61,93% untuk penjualan kepada retailer dan wholesaler. Dan nilai tambah untuk kain batik tulis warna sintetis sebesar 62,12% untuk penjualan kepada pelanggan perseorangan dan 57,68% untuk penjualan kepada retailer dan wholesaler. 3. Didapatkan hasil dari analisis rantai nilai bahwa profit margin yang dihasilkan sebesar Rp per potong kain dengan ukuran 2m. Profit margin yang dihasilkan dari produk batik tulis dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kinerja para pengrajin batik dengan mempertimbangkan aktivitas inbound logistic, operasi, penjualan dan pemasaran, serta outbound logistic. Pada aktivitas outbound logistic dan operasi perlu dipertimbangkan mengenai biaya tenaga kerja. Pada aktivitas inbound logistic perlu dipertimbangkan proses pengadaan bahan baku untuk kain mori dan pewarna. Pada aktivitas penjualan dan pemasaran serta servis harus mempertimbangkan proses pemasaran produk batik tulis. 4. Didapatkan model pembentukan nilai industri batik tulis Bayat melalui pemetaan terdiri atas empat tahapan kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi. Dengan adanya pemetaan ini akan memberikan kemudahan bagi para pelaku yang bersinggungan dengan industri batik diantarnya pengrajin, tenaga kerja, konsumen, UMKM, dan perguruan tinggi untul mengembangkan industri batik Bayat. C-73

7 Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, 2014, Perusahaan Industri dan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Usaha Di Kabupaten Klaten Tahun Diakses Pada 26 Juni Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025: Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia Dinas perindustrian dan perdagangan Koperasi dan UMKM, 2014, Kabupaten Klaten Ishack, 2004, Profil Sukses Sektor Industri di Klaten, Usahawan, XVI/IV, hlm Kaplinsky, R., Memedovic, O., Morris, M. L. & Readman, J The Global Wood Furniture Value Chain: What Prospects for Upgrading by Developing Countries, Vienna, United Nations Industrial Development Organization. Machfoedz, Mas ud, 2004, Perubahan Peran Akuntan Manajemen, Media Akutan Manajemen, Meida Akuntansi No 38/Maret. Makki, M. F. dkk, 2001, Nilai Tambah Agroindustri pada Sistem Agribisnis Kedelai di Kalimantan Selatan, Dalam jurnal Agro Ekonomika. Vol. VI. No. 1. Juli Mangifera, L, 2015, Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Pada Produk Batik Tulis di Surakarta, Jurnal Manajemen dan Bisnis BENEFIT, 19 (1), p Nurmiansyah, 2011, Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Industri Pakaian Jadi di Indonesia, Tesis tidak dipublikasikan, Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada. Peraturan Daerah Kota Surakarta No 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun Porter, E. M Competitive Advantage-Creating and Sustaining Superior Performance, New York : Free Press. Tarigan, R, 2004, Ekonomi Regional, Bumi Angkasa, Jakarta. UNESCO. Indonesia Batik : UNESCO, 2009 Widarsono, Agus, 2009, Strategic Value Chain Analysis (Analisis Stratejik Rantai Nilai : Suatu Pendekatan Manajemen Biaya. World Economic Forum, 2016, The Global Competitiveness Report , The World Economic Forum, Switzerland C-74

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan dalam perdagangan internasional yang ketat mangharuskan setiap negara untuk menyiapkan industrinya agar dapat bersaing. Daya saing yang tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses pada 08 November 2016 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. 1  diakses pada 08 November 2016 pukul WIB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepara selain terkenal sebagai kota ukir, kota mebel, juga memiliki sejumlah sentra usaha lainnya. Salah satunya adalah sentra kerajinan rotan. Sentra kerajinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional di segala bidang, tidak terkecuali

Lebih terperinci

Analisis Proses Bisnis. Mia Fitriawati M.Kom

Analisis Proses Bisnis. Mia Fitriawati M.Kom Analisis Proses Bisnis Mia Fitriawati M.Kom Pendahuluan Paradigma bisnis dari comparative advantage menjadi competitive advantage, yang memaksa kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersama dengan berkembangnya dunia bisnis, banyak perusahaan yang terus mencoba menghasilkan produk yang berkualitas yang mengakibatkan timbulnya persaingan antar perusahaan.

Lebih terperinci

Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Industri Shuttlecock (Studi Kasus: Industri Kecil Shuttecock Jempol)

Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Industri Shuttlecock (Studi Kasus: Industri Kecil Shuttecock Jempol) Petunjuk Sitasi: Hapsari, D., Liquiddanu, E., & Pujiyanto, E. (2017). Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Industri Shuttlecock (Studi Kasus: Industri Kecil Shuttecock Jempol). Prosiding SNTI dan SATELIT

Lebih terperinci

ANALISIS VALUE CHAIN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK BATIK

ANALISIS VALUE CHAIN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK BATIK ANALISIS VALUE CHAIN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK BATIK Suhartini (1), Evi Yuliawati (2) Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jalan Arief Rachman Hakim 100 Surabaya Telp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran era pertanian ke era industrialisasi dan semakin majunya era

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran era pertanian ke era industrialisasi dan semakin majunya era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran era pertanian ke era industrialisasi dan semakin majunya era komunikasi serta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari pola pikir dalam masyarakat.

Lebih terperinci

Pemodelan Proses Bisnis. Mia Fitriawati M.Kom

Pemodelan Proses Bisnis. Mia Fitriawati M.Kom Pemodelan Proses Bisnis Mia Fitriawati M.Kom Pemodelan Proses Bisnis Pemodelan Proses Bisnis Pemodelan Proses (process modelling) merupakan pusat dari berbagai macam bentuk pemodelan, karena pemodelan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM :

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM : BISNIS BATIK ONLINE Mata Kuliah Lingkungan Bisnis NAMA KELAS : AKHMAD DAHLAN : 11-S1TI-01 NIM : 11.11.4658 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Seiring dengan perkembangan batik yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kawasan Cigondewah merupakan salah satu kawasan pemukiman, sekaligus dikenal sebagai kawasan industri tekstil sejak tahun 1990-an, yang tumbuh seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan strategis pada awalnya merupakan tradisi yang dikembangkan oleh organisasi sektor swasta menghadapi perubahan dalam memenangkan persaingan. Tetapi dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN LAMPIRAN PENELITIAN Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN BATIK MUKTI RAHAYU DIKABUPATEN MAGETAN LAMPIRAN 1 FORMULA WAWANCARA

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI NILAI ( VALUE CHAIN

ANALISIS RANTAI NILAI ( VALUE CHAIN ANALISIS RANTAI NILAI ( VALUE CHAIN ) PADA PRODUK BATIK TULIS DI SURAKARTA TESIS Diajukan Kepada Program Studi Megister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan pemerintah, lembaga lembaga di sektor keuangan, dan para pelaku usaha. Percepatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan analisis value chain telah banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan analisis value chain telah banyak BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan analisis value chain telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam. Suhartini (2014), profit margin dari produk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat 15 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan sejak adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat luas dan mempengaruhi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR.. iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GRAFIK..

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR.. iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GRAFIK.. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN.. i ii iii KATA PENGANTAR.. iv DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR... vi x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GRAFIK.. xii DAFTAR LAMPIRAN.. xiii

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ascani, dkk New Economic Geography and Economic Integration: A Review. London: SEARCH.

DAFTAR PUSTAKA. Ascani, dkk New Economic Geography and Economic Integration: A Review. London: SEARCH. DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, Armida S. 2014. Arah Kebijakan dan Strategi Percepatan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Manado: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Seni batik merupakan salah satu kebudayaan lokal yang telah mengakar di seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Bila awalnya kerajinan batik hanya berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gunungkidul tepatnya pada sentra IKM mebel kayu di Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Sedangkan

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Diskusi mengenai topik minggu lalu.

Diskusi mengenai topik minggu lalu. Topik hari ini Diskusi mengenai topik minggu lalu. Review tentang strategi. Pengenalan strategi pemasaran. Pengenalan strategi produksi / operasi. Pengenalan strategi sumber daya manusia. Pengenalan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, sektor ekonomi Indonesia mengalami perubahan. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor pertanian. Namun seiring

Lebih terperinci

Lima Tahun Kedua ( ) Lokasi. Setiap Sentra Cluster UMKM. Setiap Sentra UMKM. Per Kecamatan yang

Lima Tahun Kedua ( ) Lokasi. Setiap Sentra Cluster UMKM. Setiap Sentra UMKM. Per Kecamatan yang 1 2 inovasi dengan cirri khas masingmasing produk agar dikenal masyarakat luas pemasaran distribusi wilayah pasar dengan lebih hasil ke masyarakat lebih luas. Membuat patung berupa ikon produk percluster,

Lebih terperinci

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya saing bisnis di pasar global tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pelaku dalam memanajemeni usahanya tetapi juga oleh kinerja dari berbagai aktor yang terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi persaingan yang semakin tinggi dan kompetitif tidak dapat dihindarkan. Situasi ini

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Majalengka

Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Majalengka Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Majalengka Tjutju Tarliah *1), Dedeh Kurniasih 2) 1) Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jl. Setiabudhi 193, Bandung, 40153, Indonesia 2) Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan pengelolaan sumberdaya wilayah secara mandiri. Kebijakan tersebut membuka

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, negara-negara di seluruh dunia menjadi satu

Lebih terperinci

Identifikasi Aktivitas Rantai Pasok Industri Hijab Pemula Berdasarkan Value Chain Analysis

Identifikasi Aktivitas Rantai Pasok Industri Hijab Pemula Berdasarkan Value Chain Analysis Petunjuk Sitasi: Prasetyawati, M., & Sudarwati, W. (2017). Identifikasi Rantai Pasok Industri Hijab Pemula Berdasarkan Value Chain Analysis. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. H87-95). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu Negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dinilai menjadi negara yang sukses dibidang perekonomian saat ini. Hal ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang baik dibanding dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam organisasi, lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat karena majunya teknologi dan globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada akhir tahun 2015 ini, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus: Pembangunan Kawasan Sentra Industri Mebel Kecamatan

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Supply Chain Management pada hakekatnya adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Analisis Rantai Nilai Produk Kain Gray di Perusahaan Tekstil (Studi Kasus: PT XYZ)

Pengembangan Aplikasi Analisis Rantai Nilai Produk Kain Gray di Perusahaan Tekstil (Studi Kasus: PT XYZ) Pengembangan Aplikasi Analisis Rantai Nilai Produk Kain Gray di Perusahaan Tekstil (Studi Kasus: PT XYZ) Sonna Kristina #1, Julia Gunawan #2 # Teknik Industri, Institut Teknologi Harapan Bangsa Jl. DipatiukurNo.80-84

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan dewasa ini dituntut agar lebih inovatif dan kreatif dalam bersaing agar mampu memenangkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan sebuah kota adalah sektor ekonomi. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki tingkat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam menunjang keberhasilan pembangunan Bangsa dan Negara. Oleh karena itu perlu diupayakan langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Batik telah menjadi identitas bangsa Indonesia di mata dunia Internsional. Batik merupakan warisan budaya leluhur yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah dalam skala nasional cenderung berorientasi pada sistem top down yang di dalam penerapannya memiliki berbagai kekurangan. Menurut Wahyuni (2013),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar di dunia. Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan secara nasional di

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Perusahaan Mebel Ekspor dengan Benchmarking Rantai Nilai (Studi Kasus PT. X dan PT. Y)

Peningkatan Daya Saing Perusahaan Mebel Ekspor dengan Benchmarking Rantai Nilai (Studi Kasus PT. X dan PT. Y) Petunjuk Sitasi: Putri, L. K., Liquiddanu, E., & Suletra, I. W. (2017). Peningkatan Daya Saing Perusahaan Mebel Ekspor dengan Benchmarking Rantai Nilai. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. F104-110).

Lebih terperinci

Liana Mangifera Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta

Liana Mangifera Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta ANALISIS RANTAI NILAI ( VALUE CHAIN ) PADA PRODUK BATIK TULIS DI SURAKARTA Liana Mangifera Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Surakarta Email: mangiferalia@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warisan budaya Indonesia sangat beragam, salah satunya kain tradisional yaitu Batik. Batik dalam Bahasa Jawa ditulis dengan bathik, mengacu pada huruf Jawa tha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB 3 PENTINGNYA TEKNOLOGI INFORMASI

BAB 3 PENTINGNYA TEKNOLOGI INFORMASI BAB 3 PENTINGNYA TEKNOLOGI INFORMASI A. Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk memformulasi strategi pencapaian peluang profit melalui maksimisasi penerimaan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UKM) maupun bisnis startup ikut membeludak. Tercatat menurut majalah SWA,

BAB I PENDAHULUAN. (UKM) maupun bisnis startup ikut membeludak. Tercatat menurut majalah SWA, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang perindustrian di Indonesia semakin berkembang pesat terlihat dari semakin banyaknya perusahaan yang berdiri. Ditambah juga dari kampanye pemerintah yang menyerukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

Program Pascasarjana. Disusun Oleh:

Program Pascasarjana. Disusun Oleh: ANALISIS RANTAI NILAI ( VALUE CHAIN ) PADA PRODUK BATIK TULIS DI SURAKARTAA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Munculnya new economy membuat perekonomian global tumbuh dengan cepat, hal tersebut terlihat dari perkembangan teknologi informasi yang lebih maju, penciptaan

Lebih terperinci

BAB III Landasan Teori

BAB III Landasan Teori BAB III Landasan Teori 3.1 Sistem Informasi Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolaan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh : SURYO PRATOMO L2D 004 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini perusahaan-perusahaan dalam menjalankan usahanya haruslah. pelanggan maupun mitra usaha. Sistem komunikasi dan kemudahan dalam

PENDAHULUAN. Saat ini perusahaan-perusahaan dalam menjalankan usahanya haruslah. pelanggan maupun mitra usaha. Sistem komunikasi dan kemudahan dalam PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perusahaan-perusahaan dalam menjalankan usahanya haruslah semakin kompetitif. Tuntutan menjadi kompetitif ini telah mendorong terjadinya perubahan demi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia usaha sedang meningkat pesat, terlihat bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan yang sangat besar untuk pembangunan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI BATIK BERBASIS DIAMOND PORTER MODELLING. Suhartini (1), Evi Yuliawati (2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI BATIK BERBASIS DIAMOND PORTER MODELLING. Suhartini (1), Evi Yuliawati (2) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU & CALL FOR PAPERS UNISBANK (SENDI_U) Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat ISBN:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. kategori tersebut dapat digolongkan menjadi pekerja informal. Berdasarkan data BPS

Bab I. Pendahuluan. kategori tersebut dapat digolongkan menjadi pekerja informal. Berdasarkan data BPS Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pekerja formal dapat digolongkan berdasarkan penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh tetap dan juga karyawan atau buruh, tidak termasuk dalam kategori tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor ekonomi (Tambunan,

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN TEMU FEDEP SUBOSUKAWONOSRATEN TEMA PENGUATAN KELEMBAGAAN FEDEP UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF SUBOSUKAWONOSRATEN Surakarta, 27 April 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu persaingan nasional, regional, maupun internasional. Tahun 2014, indeks

BAB I PENDAHULUAN. baik itu persaingan nasional, regional, maupun internasional. Tahun 2014, indeks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menimbulkan adanya persaingan yang ketat diantara semua negara. Hal ini mendorong setiap perusahaan yang ada untuk mempersiapkan strategi

Lebih terperinci

Penilaian Manfaat Ekonomi Penerapan Standar dengan Metodologi ISO: Studi Kasus di UMKM Batik XYZ Semarang

Penilaian Manfaat Ekonomi Penerapan Standar dengan Metodologi ISO: Studi Kasus di UMKM Batik XYZ Semarang Penilaian Manfaat Ekonomi Penerapan Standar dengan Metodologi ISO: Studi Kasus di UMKM Batik XYZ Semarang M. Mujiya Ulkhaq *1) dan Susatyo N.W. Pramono 2) 1,2) Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi sebagai akibat adanya krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan Juli 1997, berakibat bangkrutnya perusahaanperusahaan berskala besar tetapi

Lebih terperinci

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN UD. Oca Batik Madura adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan batik tulis yang sedang berkembang dan professional. UD. Oca Batik Madura merupakan salah satu perusahaan yang ikut

Lebih terperinci

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan strategi rantai pasok yang diterapkan di perusahaan distribusi dan akan digunakan dalam menganalisis permasalahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Dasar Enterprise Arsitektur 3.1.1. Enterprise Architecture Enterprise Architecture atau dikenal dengan arsitektur enterprise adalah deskripsi yang didalamnya termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menjadi semakin penting terutama setelah krisis melanda Indonesia. Kelompok usaha kecil pada saat krisis ekonomi dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen strategis adalah seperangkat keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari perusahaani. Ini mencakup pemindaian lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang disertai dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran sebuah kota, daerah,dan negara telah menjadi sangat penting saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri agar lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM

STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM PENDAHULUAN UKM adalah salah satu sektor ekonomi yang sangat diperhitungkan di Indonesia karena kontribusinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC)

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal tahun 2016 merupakan tonggak baru bagi sistem perdagangan di wilayah ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC) atau dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal BAB I GAMBARAN USAHA 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Seni batik di Indonesia usianya telah sangat tua, namun belum diketahui secara pasti kapan mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak negara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA. kompetitif sendiri, agar tidak kalah dalam persaingan global, baik itu

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA. kompetitif sendiri, agar tidak kalah dalam persaingan global, baik itu BAB IV ANALISIS DATA A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA Diberlakukannya ACFTA sebagai sebuah perdagangan bebas, memaksa setiap industri atau perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif

Lebih terperinci

Lampiran 1 DAFTAR WAWANCARA

Lampiran 1 DAFTAR WAWANCARA L.1 Lampiran 1 DAFTAR WAWANCARA Daftar pertanyaan wawancara Direktur PD. Bintang Cemerlang (Bapak Johan) mengenai keadaan di perusahaan 1. Perusahaan bapak bergerak di bidang apa? Jawab: Perusahaan kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kompetitior asing dan dalam negeri, organisasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kompetitior asing dan dalam negeri, organisasi diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi persaingan saat ini dapat dikatakan bahwa pada jaman sekarang perubahan sangat cepat terjadi, dimulai dari kemajuan teknologi, sistem perdagangan globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tulang punggung ekonomi didasarkan pada suatu anggapan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tulang punggung ekonomi didasarkan pada suatu anggapan bahwa sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan pembangunan dengan menekankan pembangunan industri sebagai tulang punggung ekonomi didasarkan pada suatu anggapan bahwa sektor industri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 sampai saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 sampai saat ini belum juga berakhir. Keadaan tersebut diperparah dengan adanya permasalahan permasalahan

Lebih terperinci

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Implikasi Secara Umum 1. Pengembangan manajemen logistik Manajemen Rantai Pasokan pada hakikatnya pengembangan lebih lanjut dari manajemen logistik, yaitu

Lebih terperinci