PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK LOKASI BANDARA BARU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK LOKASI BANDARA BARU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK LOKASI BANDARA BARU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ruth Amelia, S.T. 1* I Gde Budi Indrawan, S.T., M.Eng., Ph.D. 2 1 PT. Sarathy Geotech and Engineering Services, part of SGES Pvt Ltd India ruthamelia@sarathygeotech.com 2 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia igbindrawan.ugm@gmail.com ABSTRAK Atas pertimbangan pemerintah akan peningkatan kebutuhan penerbangan dan keamanan terhadap penduduk sekitar, Bandara Adisutjipto direncanakan akan dipindahkan ke kawasan sepanjang Pantai Congot-Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, diperlukan penelitian kondisi geologi teknik pada kawasan tersebut. Penelitian diawali dengan pemetaan geologi teknik yang terdiri dari aspek morfologi, litologi dan sifat keteknikan, tata guna lahan, serta struktur geologi. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji Dynamic Cone Penetrometer (DCP) di lapangan dan analisis data sekunder, yaitu Cone Penetration Test (CPT), California Bearing Ratio (CBR), pemboran, master plan bandara baru Yogyakarta oleh PUSTRAL UGM, peta landaan tsunami BPDP-BPPT Yogyakarta, peta potensi banjir Yogyakarta pada Juni 2017 oleh BMKG Yogyakarta, serta peta percepatan tanah maksimum kawasan Yogyakarta oleh Tim Revisi Gempa Indonesia Data tersebut digunakan untuk penentuan daya dukung tanah, tipe tanah, tipe perkerasan landasan pacu, kedalaman fondasi, garis sempadan, percepatan tanah maksimum, dan zona inundasi tsunami. Lokasi penelitian terdiri dari morfologi satuan dataran pantai, dataran alluvial, dan dataran fluvial, litologi berupa endapan pasir dengan kondisi lapuk pada area pemukiman dengan nilai daya dukung tanah (qa) yang diijinkan antara 0,32-5,57 kg/cm 2 dan tidak lapuk pada kawasan gumuk pasir pantai dengan nilai qa antara 0,17-5,58 kg/cm 2. Perkerasan yang sesuai untuk landasan pacu kawasan tersebut, yaitu low rigid pavement dengan kedalaman fondasi mencapai 3,94 m. Desain konstruksi yang sesuai dapat meminimalisasi resiko potensi kebencanaan untuk pembangunan bandara pada kawasan tersebut. Kata Kunci : daya dukung tanah, geologi teknik, kebencanaan, Kulon Progo 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Geologi teknik yang mencakup aspek morfologi, litologi dan sifat keteknikannya, struktur geologi, dan hidrogeologi adalah hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang ahli geologi untuk menentukan calon lokasi suatu kawasan konstruksi. Beberapa aspek ini berkonstribusi besar terhadap perencanaan konstruksi yang dilakukan oleh ahli sipil. Aspek kebencanaan juga perlu mendapat perhatian untuk mencegah adanya kerusakan terhadap konstruksi yang telah didirikan. Ahli geologi diperlukan untuk memberikan rekomendasi kemungkinan bencana geologi yang akan terjadi berdasarkan kondisi geologi yang menyusun kawasan konstruksi tersebut. Dengan adanya analisis kebencanaan terhadap suatu kawasan konstruksi, diharapkan dapat mengantisipasi bencana tersebut dengan meminimalisasi dampak negatif yang dihasilkan. Menurut PT. Angkasa Pura 1 (2012), salah satu bandara di Yogyakarta, Bandara Adisutjipto, sudah dilakukan evaluasi pembangunannya dan dapat dikatakan kurang aman karena lokasinya sangat dekat dengan pemukiman padat penduduk. Selain itu, bandara ini diperkirakan tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan penerbangan di kawasan Yogyakarta yang merupakan kawasan wisata, yaitu mencapai 2-3 juta penumpang per 35

2 tahunnya. Oleh karena itu, PT. Angkasa Pura 1 (Persero) bersama Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berencana untuk memindahkan Bandara Yogyakarta ke tempat yang lebih aman untuk penerbangan. Lokasi yang ditetapkan sebagai pengganti Bandara Adisutjipto yaitu sepanjang Pantai Congot Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Kawasan ini dipilih dengan pertimbangan yang menyangkut aspek keamanan dalam operasi penerbangan karena daerah tersebut memiliki kemiringan lereng yang kecil dan akses yang mudah dijangkau dari dan ke Kota Yogyakarta. Pemukiman yang belum padat penduduk juga menjadi pertimbangan pemilihan kawasan tersebut. Studi geologi masih menjadi penentu lokasi ini untuk dikembangkan sebagai kawasan bandara. Pra studi kelayakan sudah dilakukan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, yaitu penyelidikan tanah yang meliputi pemboran, uji CPT (Cone Penetration Test), dan uji CBR (California Bearing Ratio). Namun, penyelidikan aspek geologi teknik pada kawasan tersebut belum dievaluasi secara detil dan belum ada rekomendasi lebih lanjut untuk calon lokasi pembangunan bandara dari aspek tersebut Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi geologi teknik lokasi bandara dengan melakukan pemetaan geologi teknik yang terdiri dari aspek morfologi, litologi dan sifat keteknikannya, struktur geologi, dan tata guna lahan. Data kebencanaan geologi seperti peta landaan tsunami kawasan Kulon Progo oleh BPDP-BPPT, peta potensi banjir Yogyakarta Maret - Mei 2015 oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta peta percepatan maksimum tanah (Peak Ground Acceleration / PGA) Indonesia yang difokuskan terhadap lokasi penelitian oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dianalisis dalam penelitian ini. Lokasi penelitian ini berada di sepanjang Pantai Congot - Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dimana bandara baru direncanakan akan dibangun (Gambar 1.). 2. Data 2.1. Geomorfologi Menurut Bemmelen (1949), Kulon Progo merupakan zona Jawa Tengah bagian selatan berupa plato yang luas, juga merupakan tinggian yang dibatasi oleh depresi Kebumen di bagian barat dan depresi Yogyakarta di bagian timur. Kulon Progo terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi berdasarkan relief dan proses terbentuknya, yaitu Satuan Pegunungan Kulon Progo, Satuan Perbukitan Sentolo, Satuan Teras Progo, Satuan Dataran Alluvial, dan Satuan Dataran Pantai. Aspek geomorfologi merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam perencanaan konstruksi. Morfologi di kawasan ini tergolong dataran karena didasarkan pada kemiringan lereng sekitar yang relatif datar. Secara morfogenesa, kawasan ini tergolong didominasi oleh proses pasang surut air laut karena lokasinya yang sangat dekat dengan laut (pantai), sehingga morfologi secara umum di kawasan ini yaitu satuan dataran alluvial pantai (coastal alluvial plain) (Gambar 2.). Kawasan ini terbentuk karena perkembangan pantai yang telah lanjut dan bergeser ke arah darat dimana sekarang telah tertutup oleh material-material hasil sedimentasi proses fluvio-marine, yang tersusun oleh material aluvium (pasir dengan sedikit kandungan lempung). Sedimen pada kawasan pantai secara umum merupakan produk kejadian glasiasi pada Pleistosen dan zona pelapukan terestrial pada saat ini. Proses fluvio- 36

3 marinemengindikasikan bahwa ada 3 sub proses yang dominan terjadi pada suatu tempat, yaitu proses fluvial, proses marine, atau transisi antara proses pada fluvial dan marine. Secara umum, lokasi penelitian lebih cenderung terjadi pengendapan oleh proses transisi antara keduanya. Hal ini didasarkan dari rekaman sedimen yang terendapakan secara vertikal pada data pemboran dan tipe tanah oleh interpretasi data CPT, serta secara lateral dari hasil pemetaan geologi dan geologi teknik yang sudah dilakukan. Pada sub satuan gumuk pasir di selatan lokasi penelitian, sedimen terendapkan oleh agen angin, yaitu pasir berukuran halus sesuai dengan daya angkut angin untuk mengangkut materialsedimen dengan berat jenis rendah. Litologi tersebut membentuk gumuk pasir yang digunakan untuk lahan tambak warga. Sedimen ini memiliki sumber darat yang kaya akan kandungan besi berasal dari hulu (perbukitan Kulon Progo) dan membentuk gumuk pasir di kawasan selatan. Oleh karena posisinya sangat rentan terhadap perubahan muka air laut dan gelombang harian, maka sedimen tersebut mengalami pencucian secara terus-menerus. Tingkat abrasi di sekitar garis pantai tersebut sangat tinggi, sehingga gelombang mampu menghilangkan sedimen berukuran kecil seperti lempung dan lanau dan menghasilkan sedimen pasir dengan tingkat keseragaman tinggi dan berbentuk rounded pada kenampakan di permukaan. Pada sub satuan dataran aluvial pantai (alluvial coastal plain), ditemukan sedimen pasir dengan kenampakan lebih lapuk dibandingkan dengan bagian selatan. Sumber material yang menyusun kawasan ini pada dasarnya dari gumuk pasir di bagian selatan itu. Namun karena tingkat pelapukan yang tinggi di kawasan tersebut, sehingga pori-pori sedimen jenuh akan air dan membuat pasir yang berada dalam keadaan segar menjadi tidak terlihat komposisinya (lapuk). Tingkat pelapukan yang tinggi juga didukung karena penggunaan lahan untuk pemukiman dan pertanian yang menggunakan air dalam jumlah banyak. Angin berperan pada kondisi kini karena material yang diangkutnya memiliki komposisi pasir halus dan tidak ada kandungan biotik dalam pasir tersebut di permukaan. Namun, berdasarkan hasil analisis data pemboran didapatkan kemungkinan adanya perubahan agen transportasi sedimen pasir dilihat dari kandungan pasir dan perubahan ukuran butir dari suksesi sedimen secara vertikal pada data pemboran dan analisis tipe tanah CPT. Meskipun terdapat perubahan agen transportasi sedimen pada suksesi vertikal, namun unit geomorfologi pada kawasan ini tidak berubah karena hanya berpengaruh pada kedalaman dangkal Litologi dan Sifat Keteknikan Secara regional, daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi Kulon Progo yang disusun oleh Rahardjo dkk (1995) dengan tatanan stratigrafi regional dari tertua sampai termuda, yaitu Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Andesit Tua (Tmok), Formasi Jonggrangan (Tmj), Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Wates, Formasi Sleman dan Yogyakarta. Lokasi penelitian ini terdapat di Formasi Wates bagian tengah dan selatan yang terdiri dari endapan aluvial di sebelah utara dan endapan gumuk pasir di sebelah selatan yang berumur Holosen dan didominasi oleh litologi pasir. Aspek litologi memiliki peranan yang penting dalam mempengaruhi kestabilan dan kekedapan konstruksi suatu bandara. Aspek litologi yang ditekankan pada konstruksi bandara ini adalah jenis dan karakteristik tanah berdasarkan klasifikasi tanah untuk perencanaan bandara. Klasifikasi tanah berkontribusi dalam perencanaan konstruksi landasan. Setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda. Berdasarkan klasifikasi, dapat dikelompokkan tanah dengan kategori baik, sedang, dan jelek terhadap kegiatan perkerasan landasan yang akan dilakukan pada konstruksi bandara. Jenis tanah yang digolongkan baik, yaitu tanah dengan gradasi baik serta bersifat porous dan 37

4 permeabel sehingga mudah dalam perencanaan perkerasan dan sistem drainase. Istilah pasir, kerikil, lempung, dan lanau merupakan ukuran partikel pada batas ukuran butir yang ditentukan dan juga menggambarkan sifat khusus tanah. Lempung memiliki sifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir yang memiliki sifat sebaliknya dari lempung. Berdasarkan hasil pemetaan di lapangan yang berjumlah 41 titik pengamatan, litologi penyusun daerah pemetaan terdiri dari sedimen pasir (Gambar 3.). Pasir ini berwarna hitam yang berukuran halus (0,25-0,5 mm) dengan pemilahan baik. Tidak ada struktur sedimen yang ditemukan di lokasi penelitian ini. Pasir ini memiliki kondisi lepas dan tidak terkompaksi. Di beberapa tempat, sedimen pasir ini terlapukkan menjadi tanah pasir. Komposisi yang ada dalam sedimen ini terdiri dari mineral besi dengan kelimpahan tinggi, dan litik andesit dari hulu yang banyak litologi andesit. Sedimen ini terbentuk karena pengendapan atau sedimentasi proses fluvio-marine dimana lokasi penelitian merupakan bagian hilir dari sungai sehingga kemampuan erosinya lebih rendah bila dibandingkan dengan sedimentasinya. Pada bagian selatan, sedimen ini terkena proses pencucian oleh gelombang laut yang tinggi di sepanjang garis Pantai Congot-Glagah sehingga memiliki ukuran butir yang relatif seragam. Sedimen ini menutupi keseluruhan daerah di lokasi penelitian. Pada kedalaman lebih dari 4,6 meter terdiri dari dense or cemented sand yang proses transportasinya oleh agen sungai karena ada sedimen yang memiliki daya rekat sehingga tersemenkan dengan baik dan didukung dengan semakin termampatkan ke dalam akibat pembebanan oleh sedimen yang lebih muda dan mengakibatkan densitasnya meningkat. Hal tersebut dikarenakan juga agen sungai pula yang mengantarkan sumber yang berasal dari hulu yang kaya akan besi. Pada kedalaman 4,0-4,6 meter terdapat sedimen dengan jenis very shell sand yang memungkinkan agen yang dominan yaitu marine karena adanya pecahan koral (biotik) yang sampai ke darat dan terkandung dalam pasir yang terendapkan. Pada kedalaman 2,0-3,6 meter juga terdapat very shell sand dan pada kedalaman 2,0 3,0 meter terdapat sedimen yaitu clayey silt dan sandy silt sehingga kemungkinan adanya percampuran sedimen yang dibawa oleh marine dan fluvial yang berpotensi mengangkut sedimen berukuran halus tersebut (transisi). Pada kedalamansampai 0,6 meter juga masih dipengaruhi oleh marine, namun pada kedalaman 1,5 meter terdapat sedimen clayey silt dan sandy silt yang memungkinkan agen sungai juga berperan mengangkut sedimen dengan energi yang rendah. Semakin ke atas, pengaruh angin menjadi dominan pada kondisi recent karena tekanan angin pada kawasan tersebut sangat tinggi. Dengan adanya perbedaan agen transportasi pada sub satuan morfologi tersebut, maka membuat sedimen yang berada di kawasan itu berbeda dari sifat teknisnya sehingga terbagi menjadi 2, yaitu endapan pasir tidak terlapukkan dan endapan pasir terlapukkan yang dinyatakan dalam peta geologi teknik lokasi penelitian (Gambar 4.). Endapan pasir terdiri dari pasir yang berukuran halus dengan kondisi material lepas dan tidak terlapukkan. Sedimen ini menutupi 30% dari total area pemetaan dan menyebar di selatan lokasi penelitian. Sedimen ini merupakan sedimen pantai di sepanjang garis pantai dengan nilai tahanan konus (qc) antara kg/cm 2 dan nilai daya dukung tanah yang diijinkan antara 0,32-5,57 kg/cm 2. Sedimen ini berwarna abu-abu kehitaman dengan kandungan mineral besi yang tinggi. Sedimen ini berkumpul membentuk gumuk pasir di beberapa tempat sepanjang garis pantai. Berdasarkan data pemboran, kedalaman muka air tanah di lokasi tersebut sekitar 2 meter. Tahanan konus merupakan daya yang dimiliki sedimen jika mendapatkan pembebanan atau tekanan atau gaya di atasnya. Semakin rendah nilainya, maka akan mudah mendapat tekanan atau tercungkil dan diangkut. Dengan nilai tahanan konus itu, kemungkinan agen yang mengangkutnya adalah angin dan marine. Pada 38

5 sedimen yang memiliki tahanan konus rendah, angin lebih memungkinkan untuk mentransportasikannya, sedangkan semakin tinggi nilainya akan ada pengaruh gelombang laut yang memilah sedimen tersebut sehingga membuatnya lebih seragam dan dalam kondisi segar (tidak terlapukkan). Endapan pasir terlapukkan terdiri dari pasir yang berukuran halus dengan kondisi material lepas dan terlapukkan tinggi. Endapan ini menutupi 70% dari total area pemetaan dan menyebar di selatan lokasi penelitian. Endapan ini memiliki nilai tahanan konus (qc) antara kg/cm 2 dan nilai daya dukung tanah yang diijinkan antara 0,17-5,57 kg/cm 2. Endapan ini berwarna coklat kehitaman. Berdasarkan data pemboran, kedalaman muka air tanah di lokasi tersebut sekitar 0,5 2,0 meter. Dengan nilai tahanan konus tersebut, memungkinkan agen angin masih berperan di bagian permukaan untuk mengangkut sedimen tersebut dan ada pengaruh fluvial dalam transportasi sedimen karena dalam hal ini agen air lebih dominan dan mampu mencungkil sedimen agar dapat ditransportasikan. Implikasi sifat keteknikan antara 2 sedimen tersebut tidak hanya terhadap lapuk tidaknya litologi tersebut, namun aspek lainnya yaitu warna. Pada sedimen pasir tidak terlapukkan ataukenampakan mineralnya masih terlihat, memiliki kenampakan warna abuabu kehitaman dengan kenampakan mineral besi yang dominan. Sedangkan, pada sedimen pasir yang sudah terlapukkan memiliki warna lebih kecoklatan dengan kenampakan mineral yang sudah tidak terlihat. Pelapukkan yang tinggi di kawasan utara akibat pemanfaatan wilayah yang didominasi oleh penggunaan air yang banyak ini yang menjadi kontrol perubahan kenampakan fisik sedimen tersebut. Implementasi kondisi geologi teknik pada lokasi penelitian tersebut terhadap pembangunan bandara adalah kecocokan secara morfologi kawasan tersebut terhadap penentuan awal lokasi pembangunan bandara yaitu morfologi dataran. Namun, dengan tipe litologi dan sifat keteknikan yang dimiliki oleh litologi tersebut, kemungkinan untuk mendapatkan tanah dasar dengan kekuatan tinggi sebagai fondasi sangat rendah dan kalaupun memang ada, kedalamannya tidak dangkal. Oleh karena itu, jika pembangunan tetap dilakukan di lokasi tersebut, kemungkinan besar fondasi akan diletakkan dalam tergantung tipe sedimen secara vertikal. Dengan kondisi keteknikan tersebut, pembangunan landasan pacu juga membutuhkan material perkerasan dengan kualitas yang tinggi akibat sifat mudah lepas dan lapuk tersebut. Oleh karena itu, penentuan tipe tanah untuk kepentingan kecocokan terhadap fondasi yang akan direncanakan dilakukan dengan menggunakan data Cone Penetration Test yang memiliki ketelitian relatif tinggi dengan pengukuran setiap 20 cm sehingga penentuan tipe tanah dapat secara detil dilakukan. Pada lokasi penelitian, terdapat 15 data hasil uji Cone Penetration Test (CPT) yang dilakukan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM yang digunakan untuk mengetahui tipe tanah dan kedalaman fondasi yang direncanakan akan dibangun. Tipe tanah diinterpretasikan menggunakan grafik Schmertmann, 1978 dengan analisis nilai tahanan konus (qc, MPa) dan perbandingan friksi (fr,%). Diketahui bahwa 1 MPa = 10,1 kg/cm 2. Dari data CPT, dapat diketahui daya dukung tanah yang diijinkan untuk perencanaan konstruksi suatu bangunan. Nilai daya dukung tanah yang diijinkan di lokasi tersebut dapat diketahui dengan rasio antara tahanan konus dengan konstanta 40 dalam satuan kg/cm 2 yang merupakan rumus dari Meyerhof. Terzaghi tidak diterapkan dalam perhitungan ini karena belum ada desain khusus maupun elemen yang mempengaruhi perhitungan tersebut. Berdasarkan informasi cuaca yang diberikan, maka dapat diinterpretasikan bahwa uji dilakukan pada kondisi kering dan kandungan air diabaikan. Secara umum, dari pengeplotan nilai tahanan konus pada grafik Schmertman ini membuktikan bahwa lokasi penelitian ini didominasi oleh tanah pasir, yang terbagi menjadi loose sand, sand, very 39

6 shell sand, dan dense or cementedsand. Semakin dalam, maka akan ditemukan jenis tanah pasir yang terkompaksi atau terpadatkantinggi yang ditandai oleh jenis tanah dense or cemented sand yang cocok untuk fondasi. Kondisi tanah secara lateral dapat ditunjukkan pada Gambar 6. Semakin ke timur akan ditemukan tipe tanah jenis loose sand yang menebal dan kemudian menipis. Tipe tanah dense orcemented sand yang memiliki tingkat kekompakan yang tinggi cenderung menipis semakin ketimur. Jenis tanah sand tersebar menebal dan kemudian menipis semakin ke timur. Pada Gambar 7., semakin ke selatan, jenis tanah loose sand akan menebal pada titik TS-21 dan menipis kembali. Sedangkan jenis tanah sand akan menebal semakin ke selatan. Lalu, jenis tanah dense or cementedsand akan mengalami penebalan pada TS-25 dan kembali menipis. Hal ini mungkin sajadikarenakan semakin ke selatan akan ditemui litologi yang semakin resisten akibat proses pencucian oleh gelombang laut yang dinyatakan oleh adanya gumuk pasir. Sifat dense mungkin dikarenakan proses pembebanan dari pasir yang tertumpuk di atasnya sehingga semakin ke bawah akan ditemui pasir dengan tingkat kompaksi yang tinggi. Dari kenampakan lateral penyebaran sedimen dari barat ke timur, didapatkan hasil adanya penipisan sedimen loose sand di ujung barat dan timur yang mengindikasikan agen angin kurang berperan dominan pada kawasan tersebut (fluida air), sedangkan pada bagian tengah peran angin dominan dengan adanya penebalan sedimen tersebut. Hal ini diyakini dari ketebalan very shellsand yang menebal pada bagian ujung barat dan timur yang merupakan campur tangan fluida airhasil pecahan koral. Semakin ke selatan, sedimen pasir mendominasi sehingga pengaruh air di kawasan paling selatan mempengaruhi sangat besar dan didukung adanya pasir dengan pecahan koral tersebut Struktur Geologi Menurut Rahardjo dkk. (1995), Kulon Progo sudah mengalami 3 fase tektonik, yaitu Fase Tektonik Oligosen Awal Akhir, Fase Tektonik Miosen Awal, dan Fase Tektonik Pliosen Plistosen. Lokasi penelitian ini ditutupi oleh endapan dengan tingkat lapuk yang tinggi. Pemetaan di lapangan tidak ditemukan adanya struktur geologi, baik kekar, sesar, maupun lipatan. Hal ini berawal dari tidak ditemukannya struktur geologi pada peta geologi regional oleh Rahardjo, dkk (1995) dan dikonfirmasi dari kegiatan pemetaan di lapangan Tata Guna Lahan Lokasi penelitian ini banyak dimanfaatkan warga untuk pemukiman, pertanian, dan tambak di sekitar gumuk pasir (Gambar 5.). Pemetaan tata guna lahan ini dilakukan karena adanya kontrol sifat keteknikan tanah dari penggunaan lahan di kawasan tersebut. Semakin tinggi penggunaan lahan untuk pemukiman dan pertanian, maka akan membuat tanah atau endapan menjadi lapuk karena penggunaan air yang tinggi sebagai kontrol pelapukan. Di kawasan ini terdapat 3 penggunaan lahan, yaitu pemukiman, pertanian, dan tambak di areal gumuk pasir. Penggunaan lahan untuk pemukiman berpola di sepanjang jalan besar dan sekitar sungai. Penggunaan lahan untuk pertanian hampir menutupi seluruh lokasi penelitian. Gumuk pasir yang dimanfaatkan untuk tambak terdapat di selatan lokasi penelitian. Hal ini terbukti bahwa sifat keteknikan litologi di selatan lokasi penelitian kurang terlapukkan bila dibandingkan dengan di utara karena penggunaan lahan untuk pemukiman dan pertanian yang sangat intensif. Tambak yang ada di sekitar gumuk pasir tidak menutupi keseluruhan gumuk pasir sehingga tidak berkontribusi lebih terhadap pelapukan litologi tersebut Kedalaman Fondasi 40

7 Data CPT juga digunakan untuk mengetahui kedalaman fondasi yang cocok untuk bangunan bandara. Perhitungan difokuskan terhadap pembangunan terminal bandara. Berdasarkan Master Plan Bandara Baru Yogyakarta, luas bangunan pada tahap 1, yaitu m 2. Bangunan terminal bandara direncanakan akan dibangun dengan spesifikasi 3 lantai dan menggunakan bahan beton (PUSTRAL UGM, 2015). Asumsi yang dapat dilakukan adalah bahwa tiap lantai akan memiliki luas m 2 / 3 lantai = m 2. Beban bangunan terminal dapat dihitung dari beban mati, beban normal, beban gempa, beban angin, dan beban khusus. Namun, karena perencanaan bangunan belum detil dilakukan, maka beban khusus diabaikan. Beban mati merupakan perkalian antara luas bangunan, tebal beton yang akan digunakan, dan berat beton. Beban hidup merupakan total dari perkalian luas bangunan dengan beban lantai dan luas bangunan dengan beban atap. Beban angin merupakan perkalian antara luas bangunan dengan standar yang digunakan untuk kawasan dekat pantai. Beban gempa merupakan perkalian antara beban nominal, daktilitas, dan probabilitasi terlampaui beban tersebut dalam 50 tahun untuk gempa ringan dengan masa layan bangunan 50 tahun. Beban nominal merupakan total dari beban hidup dan beban mati. Namun, karena suatu bangunan harus mengacu pada SNI pembuatan gedung yang aman dari gempa sehingga seluruh beban, baik beban hidup dan beban mati harus dikalikan dengan koefisien reduksi sesuai dengan tujuan bangunan tersebut. Terkhusus untuk beban hidup, total beban harus dikalikan dengan koefisien peninjauan gempa sesuai dengan tujuan bangunan serta koefisien reduksi beban hidup kumulatif berdasarkan jumlah lantai yang direncanakan. Beban Mati = Luas bangunan x Tebal Beton x Berat beton bertulang standar x Koefisien reduksi = m2 x 0,125 m x 2400 kg/m2 x 0,9 = kg Beban Hidup = [(Luas bangunan x beban lantai)+(luas bangunan x beban atap)] x koefisien reduksi beban hidup kumulatif x koefisien reduksi untuk peninjauan gempa = [( m 2 x 100 kg/m 2 ) + ( m 2 x 100 kg/m 2 )] x 0,9 x 0,9 = kg Beban Angin = Luas bangunan x standar beban bangunan di dekat pantai = m 2 x 40 kg/m 2 = kg Beban Gempa = Beban nominal x Daktilitas x Probabilitas terlampaui beban dalam 50 tahun = ( ) kg x 5,3 x 0,1 = kg x 5,3 x 0,1 = kg Maka, total beban yang bekerja disalurkan kepada fondasi yaitu : Total Beban = Beban Mati + Beban Hidup + Beban Angin + Beban Gempa = kg kg kg kg = kg Fondasi yang direncanakan untuk menahan beban ini dan biasa digunakan, yaitu fondasi telapak (tapak) dengan alas berbentuk balok berjumlah 1200 buah dengan ukuran 150 cm x 150 cm. Maka, beban yang bekerja tiap fondasi tapak, yaitu : Beban tiap fondasi = Total Beban : Jumlah fondasi 41

8 = kg : 1200 = ,2 kg Maka, daya dukung fondasi yang diijinkan (qa) untuk bangunan ini, yaitu : qa bangunan rencana = Beban tiap fondasi : Luas ukuran rencana fondasi = ,2 kg : (150 cm x 150 cm) = 2,76 kg/cm 2 Bangunan akan aman jika daya dukung tanah yang diijinkan (qa tanah) lebih besar dari daya dukung bangunan rencana (qa fondasi), sehingga akan lebih baik jika fondasi diletakkan di lapisan tanah yang memiliki nilai daya dukung yang lebih besar dari daya dukung fondasinya. Oleh karena itu, kedalaman fondasi tiap titik pengukuran akan diletakkan berbeda-beda tergantung nilai daya dukung tanahnya seperti yang telah dijelaskan pada Tabel 2. Jika menggunakan data kedalaman muka air tanah, maka fondasi tersebut diletakkan pada kedalaman yang melebihi kedalaman muka air tanah yang diinterpretasi dari data pemboran. Hal ini akan berdampak pada nilai daya dukung tanah yang akan berubah. Ini dikarenakan zona geser yang terletak di bawah fondasi sepenuhnya terendam air Tipe Perkerasan Landasan Pacu Tipe perkerasan suatu jalan atau landasan dapat ditentukan dari nilai California BearingRatio (CBR) yang bisa didapatkan dari pengukuran Dynamic Cone Penetrometer (DCP) atauanalisis laboratorium. Dari uji ini dapat diketahui daya dukung tanah yang dinyatakan dengan nilai CBR dalam satuan persen. Dengan alat DCP dapat diketahui nilai CBR in situ dan dilakukan pada tanah dengan kualitas yang rendah. Nilai CBR yang didapatkan dari pengukuran DCP tergolong rendah yaitu rata-rata 1,0 6,0%. Hal ini dikarenakan pengujian dilakukan di kawasan yang memiliki kualitas tanah yang rendah. Kualitas tanah yang rendah ini diinterpretasikan dari penggunaan lahan untuk pertanian yang banyak menggunakan air sehingga bisa menurunkan daya dukung tanah. Namun, nilai ini yang cocok digunakan untuk penentuan tipe perkerasan karena merupakan nilai yang langsungdidapatkan di lapangan (keadaan aslinya) dan untuk mencegah terjadinya penurunan untuk beban yang besar jika menggunakan nilai CBR yang tinggi. Pengujian CBR laboratorium sudah dilakukan oleh PUSTRAL UGM dan menghasilkan nilai CBR terendah pada Tabel 3. Landasan pacu calon bandara ini rencananya akan dilakukan perkerasan kaku dengan bahan dasar beton. Oleh karena itu, nilai CBR perlu dikonversi ke nilai modulus reaksi tanah dasar (k) dalam satuan kpa/mm. Nilai terendah dari semua data CBR ini yaitu 6,4% atau jika dikonversikan ke modulus reaksi tanah dasar, yaitu 43 kpa/mm. Setelah nilai modulus reaksi tanah dasar terendah didapat,maka dapat ditentukan tipe perkerasan kaku yang akan diterapkan pada landasan pacu calon bandara, yaitu jenis low pavement (Tabel 4.). Tipe ini dapat dinyatakan dengan kode PCN dan ACN untuk menentukan apakah tipe pesawat rencana sesuai dengan kondisi tanah. Tipe fondasi atau perkerasan yang akan diterapkan pada landasan pacu dapat dinyatakan dalam kode PCN (Pavement Classification Number). Nilai PCN landasan ini yaitu 43 yang didapat dari nilai modulus reaksi tanah dasar. Tipe perkerasan yang akan dibangun yaitu jenis perkerasan kaku dengan kategori subgrade pavement yaitu ultra low. Maksimum tekanan ban yaitu tinggi, tanpa batas dimana metode evaluasi perkerasan ini dilakukan dengan evaluasi teknis (T). Maka, kode PCN landasan ini yaitu PCN/43/R/D/W/T. Kode ACN (Aircraft Classification Number) yaitu 43 memberikan 42

9 infomasi tipe pesawat jenis B yang direncanakan menjadi pesawat terbesar yang akan melintasi landasan tersebut cocok dengan jenis tanah di kawasan tersebut, terutama untuk tipe pesawat B D (domestik) dengan maksimum berat 2,72 kn dan tekanan ban 1,04 MPa Zonasi Kebencanaan Garis Sempadan Banjir Sungai Bogowonto terletak di sebelah barat lokasi penelitian yang bermuara di Pantai Congot, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Sungai ini tergolong sungai bertanggul yang jauh dari kawasan perkotaan Sungai ini memiliki debit yang tinggi dan fluktuatif di bagian hilir karena ada pengaruh pasang surut air laut. Berdasarkan PP RI No.38 tahun 2011 tentang Sungai, penetapan garis sempadan diperlukan agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Dengan tipe sungai yang merupakan sungai yang bertanggul dan jauh dari kawasan perkotaan (Wates), maka lokasi garis sempadan pada sungai ini ditetapkan minimal berjarak 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan konstruksi akan aman jika berjarak minimum 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Ini dimaksudkan agar konstruksi bandara terhindar dari banjir yang mungkin saja terjadi di sekitar Sungai Bogowonto. Langkah penentuan garis sempadan ini adalah sebagai respon dari berbagai prediksi potensi rawan banjir yang dikeluarkan oleh BMKG. Pada Bulan Maret - Mei 2015, BMKG memprediksi bahwa Kecamatan Temon berpotensi rawan banjir, meskipun tingkat rendahsedang. Selain langkah penentuan garis sempadan (garis aman), maka langkah lain yang bisa dilakukan adalah perencanaan desain dan drainase bandara yang matang karena ini kawasan hilir dimana banjir yang terjadi bisa jadi merupakan banjir kiriman dari hulu Percepatan Tanah Maksimum (PGA) Analisis percepatan tanah maksimum untuk konstruksi bangunan menggunakan peta dengan 10% dan 2% kemungkinan terlampaui dalam 50 tahun umur bangunan. Hal ini dikarenakan akan menggambarkan kondisi life safety dan collapse prevention. Pengaruh faktor beban rencana dari gempa ditinjau dalam perencanaan struktur. Akibat pengaruh gempa rencana, suatu struktur harus masih bisa berdiri meskipun berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Berdasarkan peta percepatan tanah maksimum pada level gempa 10% dalam 50 tahun untuk periode ulang gempa 500 tahun, lokasi penelitian berada pada nilai PGA (Ao) 0,2-0,25 gal yang ditandai oleh warna hijau muda (Gambar 8.). Berdasarkan peta percepatan tanah maksimum pada level gempa 2% dalam 50 tahun untuk periode ulang gempa 2500 tahun, lokasi penelitian berada pada nilai PGA 0,4-0,45 gal yang ditandai dengan warna kuning tua di peta. Hal ini membuktikan bahwa bangunan yang sudah berumur 50 tahun akan mungkin 10% terlampaui beban bangunannya pada kecepatan gempa maksimum 0,2-0,25 gal atau 0,02-0,025 m/s 2 dan akan mungkin 2% terlampaui beban bangunannya pada kecepatan gempa maksimum (Ao) 0,4-0,45 gal atau 0,04-0,045 m/s 2 (Gambar 9.). Nilai PGA tersebut diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung untuk menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur yang akan dibangun. Berdasarkan SNI , lokasi penelitian berada di wilayah 3 dimana nilai Ao yaitu 0,23 gal. 43

10 Oleh karena itu, suatu konstruksi bangunan diperlukan adanya koefisien reduksi untuk peninjauan gempa terhadap beban bangunan yang direncanakan (beban nominal) dan juga dalam perhitungan beban total yang akan dikenakan pada suatu fondasi akan lebih baik diikutkan beban gempa. Koefisien reduksi didasarkan pada jumlah lantai dan pencegahan dari bahaya percepatan gempa tersebut. Hal ini memberikan implikasi dalam perhitungan beban untuk memperhitungkan daktilitas pada struktur atas gedung seperti yang sudah dihitung untuk menentukan kedalaman fondasi Zona Inundasi Tsunami Analisis zona inundasi tsunami pada lokasi penelitian dilakukan menggunakan peta zona inundasi tsunami oleh BPDP-BPPT (2012). Lokasi penelitian terletak pada zona inundasi 1 dan 2. Zona inundasi 1 merupakan zona dengan tinggi tsunami 0,0-0,5 meter yang ditandai dengan warna oranye. Sedangkan zona inundasi 2 merupakan zona dengan tinggi tsunami 0,5 3,0 meter (Gambar 10.). Lokasi penelitian yang merupakan lokasi perencanaan pembangunan bandara terletak pada zona inundasi tsunami 1 dan 2. Ini menandakan bahwa lokasi perencanaan bangunan ini rawan tsunami dengan ketinggian tersebut. Berdasarkan prinsip rencana dan perancangan menghadapi tsunami menurut National Tsunami Hazard Mitigation Program (2001), maka perlu adanya perancangan yang matang terhadap bangunan untuk mengurangi kerusakan yang akan diakibatkan. Konstruksi bangunan yang sebaiknya didirikan menggunakan struktur kerangka beton bertulang dan pada terminal bandara terutama di lantai pertama perlu dinaikkan di atas kemungkinan tertinggi ombak, yaitu sekitar 3 meter. Pilar bangunan akan menahan dampak tersebut dan tindakan membangun penahan atau bumper pemecah air atau ombak bisa menjadi pilihan jika kawasan tersebut akan tetap didirikan konstruksi bandara Analisis Potensi Kebencanaan Analisis kebencanaan merupakan upaya preventif agar dampak negatif yang dihasilkan dapat diminimalisasikan. Lokasi penelitian berada di sebelah timur Sungai Bogowonto yang merupakan sungai bertanggul yang jauh dari kawasan perkotaan dan mengalir berakhir ke Samudera Hindia melalui Pantai Congot. Tingkat sedimentasi yang tinggi mengakibatkan perlunya kewaspadaan masyarakat dan pemerintah, terutama dalam pembangunan konstruksi. Agar fungsi sungai dan manusia tidak terganggu, maka perlunya garis sempadan banjir sesuai dengan karakteristik sungai tersebut. Jadi akan lebih baik pembangunan berjarak minimal 5 meter dari sungai tersebut. Banjir yang terjadi juga tidak terfokuskan pada letaknya terhadap sungai, namun juga terhadap laut yang memiliki dimensi yang lebih besar untuk mengalirkan air. Hal itu didukung pulaadanya longshore current yang sering mengabrasi sedimen sepanjang pantai. Maka, perlunya pemetaan lebih lanjut terhadap muka air laut di kawasan tersebut. Karena lokasinya yang dekat dengan pertemuan dua lempeng, potensi gempa sangat tinggi dan ini didukung dengan jenis tanah pada kawasan tersebut tergolong lunak. Kawasan ini berpotensi 10% atau periode 0,1 untuk terlampaui beban maksimum bangunan pada kecepatan gempa 0,2-0,25 gal untuk periodisasi gempa 500 tahun dan berpotensi 2% terlampaui massa bangunan pada kecepatan gempa 0,4-0,45 gal untuk periodisasi ulang gempa 2500 tahun. Nilai ini akan berpengaruh terhadap perhitungan beban bangunan untuk mencegah runtuh karena gempa. Perhitungan beban total perlu dikalikan dengan faktor daktilitas struktur atas bangunan. Hal ini akan berpengaruh terhadap baiknya kedalaman fondasi yang kokoh berdasarkan tipe tanahnya. 44

11 Dampak primer dari gempa tersebut salah satunya adalah tsunami karena kawasan ini dekat dengan pantai. Dari data BPDP-BPPT (2012), diketahui calon lokasi landasan pacu berpotensi terkena landaan gelombang maksimum setinggi 3 meter. Hal ini akan menjadi rekomendasi untuk pengembang bandara untuk menaikkan landasan dan bangunan setinggi gelombang maksimum tersebut. Kebencanaan ini juga akan berpengaruh dari jenis sedimen yang menutupi kawasan tersebut. Karena kawasan tersebut didominasi oleh sand-silt, maka ketika gempa akan berpengaruh terjadinya likuifaksi karena menghasilkan flow slides ketika sedimen itu bergetar, terutama untuk sifat permeabilitas sedang-tinggi. Kemungkinan juga akan terjadi collapse pada pasir jenis drysand ketika basah. Bencana geologi yang mungkin terjadi akan berimplikasi terhadap ketahanandan kualitas sedimen yang menurun dan berpengaruh ke fondasi dan pemipaan bawah tanah. 3. Hasil dan Pembahasan Menurut Thornbury (1964), lokasi yang baik untuk konstruksi bandara harus memenuhi syarat dari aspek morfologi, yaitu relatif datar untuk kemudahan orientasi landasan pacu, memberikan kemudahan dalam sistem drainase, memberikan kemudahan untuk perkembangan bandara seperti ketersediaan air, serta aman dari bahaya banjir dan kabut. Dari aspek morfologi, kondisi tersebut mendukung untuk pembangunan bandara mengingat kondisinya yang datar. Namun dari aspek litologi dan sifat keteknikannya, kondisi tersebut kurang mendukung karena kondisinya yang dominan lapuk dan tanah dasarnya terletak di kedalaman yang tinggi. Oleh karena itu, analisis tipe tanah dan penentuan kedalaman fondasi berdasarkan sifat sedimen tersebut yaitu kemampuan menahan beban di atasnya yang dinyatakan dengan nilai daya dukung tanah. Penentuan tipe sedimen menggunakan hasil analisis CPT dan pemboran dimana tipe tanah dominan merupakan loose sand, sand, very shell sand, dan dense orcemented sand. Semua hasil CPT ini dibandingkan dengan data pemboran dan memberikaninterpretasi agen pengendapannya yang diawali oleh agen air dan diakhiri dengan angin pada kondisi recent. Hal ini akan berpengaruh ke sifat keteknikannya dimana pada sedimen yang diendapkan oleh air memiliki tingkat densitas yang tinggi dibandingkan dengan yang oleh angin dan berimplikasi ke nilai tahanan konusnya untuk fondasi. Hal ini berpengaruh ke fondasi yang diletakkan pada sedimen dengan nilai tahanan konus tinggi. Untuk menentukan kedalaman fondasi, beban bangunan dari master plan dihitung, terdiri dari beban hidup, beban mati, beban gempa, beban angin, dan beban khusus. Dari beban bangunan yaitu kg dapat diketahui daya dukung fondasi yaitu 2,76 kg/cm 2. Agar bangunan aman dan terhindar dari keruntuhan, maka daya dukung fondasi harus lebih rendah nilainya daripada nilai daya dukung tanah sehingga kedalaman fondasi rakit yang cocok yaitu 3,94 meter di bawah datum lokal. Untuk landasan pacu yang memiliki dimensi panjang sekitar 3 km perlu dilakukan perkerasan karena tipe tanah di bagian atas, terutama dari kedalaman 0-1,5 meter masih tergolong loose sand sehingga akan lebih baik dilakukan perkerasan kaku dengan tipe low pavement dandengan perkerasan ini dapat dilintasi pesawat terbesar rencana yaitu B D. Dengan desain 3 lantai pada bangunan terminal bandara, perhitungan beban gempa tetap dilakukan untuk meminimalisasi beban bangunan yang berlebihan dengan mengkalikan daktilitas struktur atas pada beban total dan penentuan percepatan tanah maksimum yang mungkin 10% terlampaui bebannya jika ada gempa dengan kecepatan 0,2-0,25 gal untuk periode ulang gempa 500 tahun serta 2% terlampaui pada kecepatan 0,4-45

12 0,45 gal untuk periode ulang gempa 2500 tahun. Daktilitas penuh dipilih berdasarkan niai PGA dengan periode ulang gempa 500 tahun, yaitu 5,3 yang dikalikan dengan beban total bangunan. Agar terhindar banjir yang mungkin terjadi, rekomendasi jarak 5 meter dari sungai menjadi opsi penting. Karena daerah ini termasuk zona yang mungkin terkena gelombang setinggi 3 meter, maka peninggian kedudukan landasan juga bisa menjadi opsi dalamperancangan bangunan. Bahaya collapse dan likuifaksi sebagai bahaya sekunder dari gempa perlu diwaspadai mengingat kondisi keteknikan sedimen yang permeabel dan mudah menghasilkan flow slides ketika sedimen mengalami getaran. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai penyelidikan geologi teknik di lokasi pembangunan bandara baru di sepanjang Pantai Congot - Glagah, Kecamatan Temon, Daerah Istimewa Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Kondisi geologi teknik kawasan ini mendukung perencanaan pembangunan bandara karena memenuhi syarat morfologi datar dan terdiri dari sedimen pasir yang mampu menampung air dalam jumlah yang cukup, meskipun dari sifat keteknikan bersifat lepas dan lunak akibat perbedaan agen sedimentasi pada suksesi vertikal dan lateral. Kedalaman fondasi yang dianjurkan yaitu 3,9 meter di bawah datum lokal dan didukung dengan tipe sedimen jenis dense or cemented sand. Tipe perkerasan yang cocok untuk landasan pacu yaitu perkerasan kaku dengan tipe C (lowrigid pavement) dengan tebal sekitar 1,5 meter agar mampu dilintasi pesawat terbesarrencana yaitu B D dan didasari dari jenis tanah yang masih lepas agar konstruksi lebih tahan lama. Dari analisis kebencanaan, lokasi penelitian rawan banjir, gempa, dan tsunami sehingga pembangunan sebaiknya berjarak 5 meter dari tepi sungai. Lokasi ini mungkin 10% terlampaui beban total pada kecepatan gempa 0,2-0,25 gal dan kemungkinan 2% pada kecepatan 0,4-0,45 gal. Lokasi ini berpotensi terkena landaan gelombang (run up) mencapai 3 meter. Bahaya sekunder seperti likuifaksi dan collapse karena sifat fisis dan teknis sedimen perlu diwaspadai untuk mengurangi dampak negatif yang dirasakan pada pembangunan sepanjang garis pantai. Dari kesimpulan tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan untuk perencanaan pembangunan bandara di lokasi tersebut, yaitu : Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai dampak banjir di kawasan tersebut, baik drainase maupun pasang surut air laut; Sistem drainase dan pemompaan bandara perlu dirancang dengan baik agar banjir yang mungkin terjadi tidak menghambat jalannya penerbangan; Kualitas beton yang dijadikan sebagai fondasi bangunan terminal tersebut harus tinggi karena berada di bawah muka air tanah serta perlunya pertimbangan beban gempa dan beban khusus dalam konstruksi; Untuk mengantisipasi tsunami, perlu dilakukan peninggian kedudukan bangunan dan landasan pacu dari gelombang maksimum yang ada di kawasan tersebut. Pembangunan pilar penahan atau bumper pemecah air atau ombak akan menahan dampak tersebut; Diperlukan evaluasi bangunan tahan gempa oleh ahli sipil agar memiliki daya tahan yang tinggi dan terhindar dari kerusakan struktur bawah ketika gempa. Acknowledgements Paper ini dibuat sebagai pengembangan dari penelitian skripsi. Ucapan terima kasih Penulis berikan kepada pihak yang membantu dan berkontribusi dalam pembuatan paper 46

13 ini, yaitu Dosen beserta Staf Jurusan Teknik Geologi dan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang telah membantu dalam menyediakan data yang mendukung hasil penelitian. Penelitian lengkap dari paper ini dapat diakses melalui katalog perpustakaan Teknik Geologi UGM. Daftar Pustaka Alif, T.F., Novita, E., Hananto, A.A., Mulyata, (2011),Peta Dasar Zonasi Tingkat PeringatanTsunami, Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK)- BARKOSURTANAL, Bogor. American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), (1986)., Guidefor The Design of Pavement Structures, AASHTO, Washington DC. Austroads, (1987),A Guide to the Visual Assesment of Pavement Condition, Austroads, Australia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Direkotrat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, Badan Informasi Geospasial (BIG), (2015), Peta PotensiBanjir Maret Mei 2015 kawasan Yogyakarta. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, (2011), Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNo.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Balai Pengkajian Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT), (2012),Peta Zonasi Inundasi Tsunami Glagah Indah, Wates skala 1: BadanInformasi Geospasial dan BPPT: Yogyakarta. Bemmelen, van, (1949),The Geology of Indonesia, Vol. 1 A. Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pemukiman dan Prasarana Wilayah, (2002),Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk StrukturBangunan Gedung SNI , Pusat Penelitian dan Pengembangan TeknologiPemukiman, Bandung. Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, (2002),Keputusan DirekturJenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/12C/vi/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Jakarta. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, (1983),Peraturan Pembebanan Indonesia untukgedung 1983, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan:, Bandung. Hardiyatmo, H.C., (2002), Mekanika Tanah 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hardiyatmo, H.C., (2002), Mekanika Tanah 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hardiyatmo, H.C., (2010),Teknik Fondasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hardiyatmo, H.C., (2011),Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah., Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta. Hasibuan, G., Sudarsono, U., Sudjarwo, I.B., Candana, IBP.A, (2007),Geologi Teknik DaerahKertajati Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Badan Geologi, Bandung. 47

14 Horonjeff, R., McKelvey, F.X., (1993),Perencanaan Dan Perancangan Bandar Udara, 3 rd ed jilid 2. Erlangga, Jakarta. Indriyanto. I.B., (2004),Tinjauan Aspek Geologi Teknik dalam Perencanaan Suatu KonstruksiBandar Udara, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/12C/VI/2002, PetunjukPelaksanaan Pemuatan Rencana Induk Bandar Udara, Menteri Perhubungan RepublikIndonesia, Jakarta. Keputusan Menteri Perhubungan no. KP 1164, (2013),Penetapan Lokasi Bandara Baru dikabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Menteri PerhubunganRepublik Indonesia, Jakarta. Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM., PSEKP UGM., Landrum and Brown, (2012),MasterPlan of New Yogyakarta International Airport, Angkasa Pura 1 Airports- GVK, Yogyakarta. Rahardjo,W., Sukandarrumidi., Rosidi, (1995), Peta Geologi Lembar Yogyakarta dan skala 1:100000, Direktorat Geologi, Bandung. Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, (2010),Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 sebagai AcuanDasar Perencanaan dan Perancangan Infrastruktur Tahan Gempa, Laporan studi. Uniform Building Code (UBC), (1997), International Conference of Building Official Vol.2. Study Report. 48

15 Gambar 1. Lokasi Penelitian 49

16 Gambar 2. Peta Geomorfologi Lokasi Penelitian Gambar 3. Peta Geologi Lokasi Penelitian 50

17 Gambar 4. Peta Geologi Teknik Lokasi Penelitian Gambar 5. Penggunaan lahan pada lokasi penelitian 51

18 Gambar 6. Sayatan tipe tanah dari barat ke timur pada lokasi penelitian T 52

19 S Gambar 7. Sayatan tipe tanah dari utara ke selatan pada lokasi penelitian Gambar 8. Peta PGA probabilitas 10% untuk masa layan bangunan 50 tahun 53

20 Gambar 9. Peta PGA probabilitas 2% untuk masa layan bangunan 50 tahun Gambar 10. Peta zona landaan tsunami BPDP-BPPT pada lokasi penelitian 54

21 Tabel 1. Ringkasan interpretasi hasil pemboran dan kedalaman muka air tanah 55

22 Tabel 2. Penentuan kedalaman fondasi berdasarkan nilai daya dukung tanah dan faktor keamanan 56

23 Tabel 3. Penentuan nilai k terendah untuk interpretasi tipe perkerasan kaku Tabel 4. Penentuan tipe perkerasan kaku 57

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini, transportasi memiliki peranan yang penting dalam perkembangan suatu negara, sehingga kegiatan perencanaan dalam pembangunan sarana dan prasarana perlu

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah wisatawan di Desa Parangtritis selama tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan objek wisata Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta)

PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta) PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta) Anita Widianti, Dedi Wahyudi & Willis Diana Teknik Sipil FT Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang ada diatasmya. Peran tanah

BAB I PENDAHULUAN. pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang ada diatasmya. Peran tanah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan fisik infrastruktur. Tanah merupakan dasar pijakan terakhir

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan tatanan geologi Indonesia berada pada tiga pertemuan lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Bemmelen, 1949).

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Kekurangan uji sondir :

ABSTRACT. Kekurangan uji sondir : SAINTEK VOL 6, NO 1 TAHUN 2011 KORELASI NILAI HAMBATAN KONUS (Q C ) DAN CBR LAPANGAN PADA TANAH LEMPUNG DESA IMBODU Fadly Achmad Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam.

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam. Materi Ajar Mitigasi Bencana Tsunami Di Kawasan Pesisir Parangtritis ( K.D Mengenal Cara Cara Menghadapi Bencana Alam Kelas VI SD ) Oleh : Bhian Rangga J.R Prodi Geografi FKIP UNS Berikut kerangka konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riau merupakan Provinsi yang terletak di bagian tengah Pulau Sumatra. Pulau Sumatra merupakan Pulau di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Pulau Sumatra berada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan sumber daya alam yang berlimpah. Kondisi sumber daya alam Indonesia saat ini, sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011))

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011)) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan tatanan tektoniknya, wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan antara tiga lempeng benua dan samudra yang sangat aktif bergerak satu terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kondisi topografi maupun kondisi geologi yang berbeda-beda pada setiap pulau. Pada satu pulau, jenis tanah maupun

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM : ANALISIS PARAMETER KUAT GESER TANAH DENGAN GEOTEXTILE Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D 100 030 074 NIRM

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR CULVERT LENGKUNG DI BAWAH LINTASAN LANDAS PACU BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

ANALISIS STRUKTUR CULVERT LENGKUNG DI BAWAH LINTASAN LANDAS PACU BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA ANALISIS STRUKTUR CULVERT LENGKUNG DI BAWAH LINTASAN LANDAS PACU BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA Ashar Saputra 1, Bambang Wijanarka 2 1 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Konsep Perencanaan Dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan perkuatan lereng dengan menggunakan geosintetik, tahap awal yang harus dilakukan adalah evaluasi data dari hasil

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG

ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA SABILISASI ANAH (Farhan - anjung) ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA SABILISASI ANAH LEMPUNG oleh: Farhan Asmoro riputro eknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK VOLUME 7 NO.1, FEBRUARI 2011 IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG Febrin Anas Ismail 1 ABSTRAK Pasca gempa 30 September 2009 Gedung Poltekes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Depok terletak disebelah Selatan Jakarta yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota. Bila dilihat dari peta Geologi Jakarta Bogor (Direktorat Jendral Pertambangan,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH DAN PENURUNAN PONDASI PADA DAERAH PESISIR PANTAI UTARA KABUPATEN BANGKA

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH DAN PENURUNAN PONDASI PADA DAERAH PESISIR PANTAI UTARA KABUPATEN BANGKA ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH DAN PENURUNAN PONDASI PADA DAERAH PESISIR PANTAI UTARA KABUPATEN BANGKA Ferra Fahriani Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung Email: f2_ferra@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 84 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Hazard Gempa Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Ez-Frisk dan menghasilkan peta hazard yang dibedakan berdasarkan sumber-sumber gempa yaitu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses yang terjadi alami atau diawali oleh tindakan manusia dan menimbulkan risiko atau bahaya terhadap

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG KANTOR KALIMANTAN SAWIT KUSUMA

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG KANTOR KALIMANTAN SAWIT KUSUMA PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG KANTOR KALIMANTAN SAWIT KUSUMA Stephan 1), M. Yusuf 2), Gatot Setya Budi 2) Abstrak Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, maka peraturan-peraturan yang mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan penyusun beton yang telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan dan Konstruksi, Teknik Sipil UMY meliputi: pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci