MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET"

Transkripsi

1 MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Juni 2006 Bejo Slamet NIM E ii

3 ABSTRAK BEJO SLAMET. Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu). Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan HENDRAYANTO. Salah satu luaran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai yang merupakan indikator fungsi DAS dalam pengaturan proses, khususnya dalam alih ragam hujan menjadi aliran. Terdapat sifat khas dalam sistem DAS yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan (hujan) tertentu dan sifat ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Sifat khas sistem DAS ini adalah hidrograf satuan (unit hydrograph). Data pengukuran tinggi muka air, debit, hujan harian dan hujan yang lebih pendek dengan kualitas baik tidak selalu tersedia di setiap DAS sehingga untuk mendapatkan informasi tentang hidrograf satuan didekati dengan pendekatan hidrograf satuan sintetik (HSS) yang diantaranya memanfaatkan data morfometri DAS. Pendekatan dengan HSS bersifat empiris dan seringkali bersifat setempat, sehingga untuk digunakan di tempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan model hidrograf satuan sintetik terbaik di DAS Ciliwung Hulu, (2) Mendapatkan informasi keberlakuan model hidrograf satuan sintetik di DAS yang lainnya, dan (3) Mendapatkan model HSS dengan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi. Penerapan HSS Gama 1 untuk menduga hidrograf satuan di DAS Ciliwung Hulu masih belum memuaskan terlihat dari besarnya nilai coefficient of efficiency (CE) yang hanya 0,81, 0,85, 0,73 dan 0,81 secara bertutut-turut untuk HSS tahun 2003, 2004, 2005 dan HS periode Setelah dilakukan penyesuaian konstanta model terjadi peningkatan keakuratan dibandingkan dengan hidrograf satuan (HS) pengukurannya dimana nilai CE secara berturut-turut untuk tahun 2003, 2004 dan 2005 adalah sebesar 0,98, 0,95,dan 0,93. Penyesuaian untuk HSS Gama 1 dengan HS pengukuran rata -rata (HS periode ) diperoleh 2 (dua) buah set model penyesuaian yaitu HSS Gama 1 Solver 1 dan HSS Gama 1 Solver 2. Nilai CE kedua set model tersebut adalah sebesar 0,98 yang berarti kedua model memberikan bentuk hidrograf yang tidak berbeda dengan HS pengukuran. Validasi kedua set model dengan data DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu belum memberikan unjuk kerja yang baik dimana nilai CE hanya sebesar -1,02 dan 0,37. Nilai CE masih jauh dari nilai 1 (satu) sehingga bentuk HSS masih jauh berbeda dengan HS pengukurannya. Validasi kedua set model di DAS Progo diperoleh nilai CE secara berturut -turut sebesar 0,86 dan 0,92. Namun besarnya Absolute Error dari debit puncak HSS terhadap HS pengukuran masih tinggi yaitu sebesar -6,22 m 3 /det dan -4,48 m 3 /det. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa parameter morfometri DAS dapat dipergunakan untuk menduga hidrograf satuan, namun konstanta model sangat bervariasi untuk setiap DAS, sehingga untuk mendapatkan hasil pendugaan yang lebih akurat diperlukan penyesuaian konstanta di setiap tempat. Simplifikasi model HSS dilakukan dengan menggunakan parameter yang relatif mudah diukur di Peta Rupa Bumi yaitu luas DAS (A), panjang sunga i utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN). Besarnya koefisien determinasi (R 2 ) secara berturut-turut untuk persamaan penduga waktu puncak (TP), debit puncak (QP) dan waktu dasar (TB) adalah sebesar 90,30 %, 99,20 % dan 93,50 %. Kata Kunci : Ciliwung Hulu, Daerah Aliran Sungai, Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Morfometri DAS iii

4 MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET Tesis Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 iv

5 Judul Tesis : Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakan Parameter Morfometri (Studi Kasus Di DAS Ciliwung Hulu) Nama NIM : Bejo Slamet : E Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Lailan Syaufina, M.Sc Ketua Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 20 Juni 2006 Tanggal Lulus : v

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc dan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran, dan kritik kepada penulis selama penelitian dan penyus unan tesis ini. 2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA atas kesediannya untuk menjadi dosen penguji luar komisi atas koreksian, saran dan masukannya dalam perbaikan tesis ini. 3. Kepala Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (PIPWS) Jakarta atas bantuan data yang diberikan kepada penulis. 4. Fadli, S.Hut atas bantuan data morfometri DTA Cipopokol, data Tinggi Muka Air (TMA) dari AWLR di Cipopokol, kurva lengkung kalibrasi dan data debitnya. 5. Ir. Sayogo Hutomo, MSi yang telah membantu penulis dalam me ncari literatur di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarya. 6. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa (BPPS) kepada penulis. 7. Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan biaya pendidikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 8. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi IPK angkatan 2002, 2003 dan 2004 atas bantuan dan kebersamaan selama penulis mengkuti kuliah di IPB, terutama Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si atas bantuan Laptopnya. 9. Orang tua dan mertua penulis yang telah memberikan doa dan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana IPB. 10. Istri dan kedua buah hati penulis yang telah dengan sabar dalam menghadapi berbagai suka duka selama penulis menyelesaikan studi S2 ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan. Bogor, Juni 2006 Bejo Slamet vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 9 Juli 1975 dari orang tua Bapak Sunarjo dan Ibu Mujamilah. Tahun 1993 penulis lulus dari SMAN 1 Temanggung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1994 penulis diterima di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan lulus Bulan Desember tahun Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penulis menikah dengan Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si pada tahun 2000 dan telah dikarunia 2 orang buah hati yaitu Fachry Mustafa Salim (5 tahun) dan Afifah Mufidah Salmah (2,5 Tahun). vii

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Daerah Aliran Sungai... 5 Morfometri Daerah Aliran Sungai... 6 Hidrograf... 7 Bentuk Hidrograf... 8 Hidrograf Satuan... 9 Penentuan Hidrograf Satuan Pengukuran Penentuan Tebal Hujan Efektif Hidrograf Satuan Sintetik METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Sumber Data Metode Penelitian viii

9 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Bentuk dan Hidrologi DAS Jenis Tanah dan Topografi Iklim HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hidrograf Aliran Sungai Ciliwung Morfometri DAS Ciliwung Hulu Penerapan Model Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 DAS Ciliwung Hulu Penyesuaian HSS Gama 1 Dengan DAS Ciliwung Hulu Validasi Model HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Simplifikasi Model HSS Menggunakan Parameter Morfometri DAS SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas Masing-Masing Sub DAS yang Berada di DAS Ciliwung Hulu30 2. Jenis Tanah di DAS Ciliwung Hulu Kelas Kelerengan di DAS Ciliwung Hulu Keadaan Iklim DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Pengukuran pada Stasiun Klimatologi Citeko Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ciliwung Hulu Periode Curah Hujan Tahunan di DAS Ciliwung Hulu Periode Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum di DAS Ciliwung Hulu Lengkung Kalibrasi Hubungan Antara Tinggi Muka Air (H) dengan Debit Sungai Ciliwung di SPAS Katulampa Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Hasil Pengukuran Morfometri Jaringan Sungai di DAS Ciliwung Hulu Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu Komponen HSS Gama 1 dan HS Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Hasil Uji Kuantitatif HSS Gama 1 terhadap HS Pengukuran Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Model HSS Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Sebelum Penyesuaian Konstanta Model Terhadap Hidrograf Satuan Pengukuran...50 x

11 21. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Model HSS Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model Terhadap HS Rata-Rata Pengukuran Morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Nilai Parameter Uji Kuantitatif HSS Gama 1 Terhadap Hidrograf Satuan Pengukuran DTA Cipopokol Sub-Das Cisadane Hulu Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model HSS Gama 1 Di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Morfometri DAS Progo Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Progo Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model HSS Gama 1 Dan HSS Gama 1 Penyesuaian di DAS Progo Morfometri DAS Contoh untuk Pendugaan Besaran TP, QP dan TB Matriks Korelasi Antar Parameter dan Korelasi Antara Parameter Morfometri dengan Variabel Hidrograf Satuan Persamaan-Persamaan Model Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Simplifikasi Rasio Dimensi Hidrograf Satuan Perbandingan Hasil Simulasi antara HSS Gama 1 dengan HSS Simplifikasi xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bentuk Hidrograf Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu Dan Limpasannya Berbanding Lurus Dengan Tebal Hujan Efektif (Soemarto 1987) Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi (Soemarto 1987) Metode Pemisahan Aliran Dasar (Base Flow) dari Hidrograf Aliran Total Konsep Indeks Phi (F) Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik US SCS Penetapan Tingkat-Tingkat Sungai Menurut Strahler Penentuan Faktor Lebar DAS Penetapan Relatif Upper Area (RUA) suatu DAS Diagram alir Tahapan Penelitian Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu di Katulampa dengan Alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) Hubungan Antara Orde Sungai Dengan Jumlah Segmen Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik DAS Ciliwung Hulu dengan Menggunakan Model HSS Gama Hidrograf Satuan Pengukuran Tahunan dan HSS Gama 1 Hasil Pemodelan di DAS Ciliwung Hulu Hidrograf Satuan Pengukuran Periode dan Hasil Pemodelan Dengan HSS Gama 1 di DAS Ciliwung Hulu Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Setelah Dilakukan Penyesuaian Dan Hidrograf Satuan Rata-Rata Hasil Pengukuran Hidrograf Satuan Pengukuran dan HSS Gama 1 di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane H ulu...55 xii

13 21. Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik DAS Progo Bentuk Umum Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Simplifikasi Gambar HSS Simplifikasi Setelah Penghalusan Boxplot Analisis Uji -t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan Hasil Simulasi dengan HSS Gama 1 terhadap Hasil Simulasi HSS Simplifikasi Hasil Uji-t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan Hasil Pengukuran dengan (A) HSS Gama 1 dan (B) HSS Simplifikasi...68 xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu HSS Gama 1 Hasil Simulasi dan Hidrograf Satuan Pengukuran Di DAS Ciliwung Hulu Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata, HSS Gama 1, HSS Gama 1 Penyesuaian dengan Data DAS Ciliwung Hulu Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian dengan Menggunakan Peta Rupa Bumi Skala 1: Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Dengan Mempertimbangkan Lembah Sebagai Saluran Drainase Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DAS Progo, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun Hidrograf Satuan Pengukuran di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Waktu Puncak (TP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Debit Puncak (QP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Waktu Dasar (TB) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Gama 1 dengan TP HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan QP HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi xiv

15 16. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan TB HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Gama 1 dengan TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Simplifikasi dengan TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Simplifikasi dengan QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Simplifikasi dengan TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 1 (Satu) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 2 (dua) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 3 (tiga) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 4 (empat) dan Panjang Sungai orde 5 (lima) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : Morfometri 32 DAS yang Dipergunakan untuk Perbandingan Hasil Simulasi antara HSS Gama 1 dengan HSS Simplifikasi Peta Jaringan Sungai DAS Ciliwung Hulu Peta Jaringan Sungai DAS Progo...99 xv

16

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu sistem hidrologi, yang terdiri dari subsistem masukan, proses dan subsistem luaran. Salah satu luaran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai (Agus et al. 2002). Debit aliran sungai dapat dijadikan sebagai indikator fungsi DAS dalam pengaturan proses, khususnya alih ragam hujan menjadi aliran. Debit sungai juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kondisi DAS yang bersangkutan, sehingga debit aliran sungai perlu disajikan dalam bentuk sajian yang informatif. Bentuk penyajian debit yang informatif adalah dalam bentuk hidrograf. Hidrograf merupakan penyajian grafis hubungan debit aliran dengan waktu (Sri Harto 1993) yang menggambarkan perilaku debit dalam kurun waktu tertentu. Proses alih ragam curah hujan menjadi debit sebenarnya melalui dua tahap. Tahap pertama adalah fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektif yang kemudian bergerak menuju jaringan aliran terdekat, dan tahap kedua adalah fungsi transfer yang mentransfer air dari titik masuknya di jaringan aliran sampai outlet yang diekspresikan dalam bentuk kurva hidrograf satuan sesaat (instaneous unit hydrograph/iuh) yang merupakan fungsi debit aliran terhadap waktu (Dooge 1973). Sherman (1932, diacu dalam Sri Harto 1993) mengemukakan bahwa dalam sistem DAS terdapat sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan (respon) DAS terhadap suatu masukan (hujan) tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam konsep hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan (unit hydrograph ). Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi secara merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satuan waktu yang ditetapkan (Seyhan 1977). Hujan efektif merupakan sisa hujan dalam bentuk limpasan setelah dikurangi dengan evaporasi, intersepsi dan infiltrasi. Hidrograf satuan dapat diperoleh jika terdapat rekaman data curah hujan jam-jaman yang tersebar merata serta data debit jam -jaman dengan kuantitas,

18 kualitas dan kontinuitas yang baik dari DAS yang bersangkutan. Data hasil pengukuran tinggi muka air, debit, hujan harian dan hujan yang lebih pendek, dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang baik tidak selalu tersedia di setiap DAS sehingga dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan tanpa mempergunakan data tersebut. Selama bertahun-tahun para ahli hidrologi mencoba untuk menghubungkan antara respon hidrologi suatu DAS dengan morfologi DAS dan struktur topografinya (Ajward & Muzik 2000). Metode seperti ini dikenal dengan hidrograf satuan sintetik. Dengan demikian berkembang penurunan hidrograf satuan sintetik yang didasarkan atas karakteristik fisik dari suatu DAS. Beberapa pendekatan telah dikemukakan oleh para ahli hidrologi diantaranya adalah yang dikembangkan oleh Snyder 1938, metode Nakayasu, US SCS, dan Common. Metode hidrograf satuan sintetik dikembangkan berdasarkan data empiris, dimana pendekatan empiris ini seringkali bersifat setempat sehingga untuk digunakan ditempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya. Sri Harto (200a) mengemukakan bahwa metode-metode yang dikembangkan di luar negeri tersebut ketika diterapkan di Indonesia menunjukkan penyimpangan yang besar dibandingkan dengan hidrograf-satuan terukurnya. Sehingga Sri Harto (1993) mengembangkan model hidrograf satuan yang dikenal dengan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1. Model HSS Gama 1 dibangun berdasarkan hasil pengukuran terhadap morfometri 30 DAS yang ada di Pulau Jawa. Daerah aliran sungai di Jawa Barat yang digunakan untuk membangun model HSS Gama 1 adalah DAS Cikapundung, Cikarang, Cimanuk, Cisanggarung, Citandui, Cimandiri, Ciliman, Ciujung, dan Cisadane (Sri Harto 2000a). Mengingat model HSS Gama 1 juga dikembangkan berdasarkan data empiris, maka model ini harus diuji keberlakuannya pada DAS-DAS yang lain. Pendugaan hidrograf satuan sintetik dari DAS yang tidak mempunyai stasiun hidrometri dengan menggunakan parameter morfom etri banyak dipergunakan karena data morfometri lebih mudah diperoleh. Selain itu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sherman (1932, diacu dalam Sri Harto 1993) bahwa hidrograf satuan merupakan sifat khas yang menunjukkan sifat 2

19 tanggapan (respon) DAS terha dap suatu masukan (hujan) tertentu. Sifat khas ini dapat dijadikan sebagai dasar penentuan tipologi suatu DAS yang diperlukan dalam penilaian kinerja pengelolaan DAS. HSS Gama 1 dan metode hidrograf satuan sintetik lainnya masih menggunakan parameter morfometri DAS yang relatif sulit diukur. Pengukuran morfometri untuk model HSS Gama 1 memerlukan ketelitian dan waktu yang lama, sehingga model ini tentunya kurang diminati oleh para penggunan meskipun menurut Sri Harto (2000a) model ini mempunyai tingkat keakuratan yang baik dalam menduga hidrograf satuan di Indonesia. Diperlukan penyederhanaan (simplifikasi) terhadap model HSS Gama 1 menjadi model yang tingkat ketelitiannya memadai namun menggunakan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan model hidrograf satuan sintetik menggunakan parameter morfometri DAS yang sesuai dengan hidrograf satuan pengukuran DAS Ciliwung Hulu. 2. Mendapatkan informasi keberlakuan persamaan model hidrograf satuan sintetik DAS Ciliwung pada saat diterapkan di DAS yang lainnya. 3. Mendapatkan model HSS simplifikasi yang menggunakan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur pada Peta Rupa Bumi. Manfaat Penelitian Sebagai salah satu alat yang sederhana (simple tool) untuk pendugaan hidrograf satuan bagi DAS-DAS yang tidak mempunyai stasiun hidrometri terutama dalam kegiatan perancangan bangunan air serta untuk pengembangan kriteria penilaian kinerja pengelolaan DAS terkait tipologi DAS. 3

20 Hipotesis penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Model empiris yang dibangun dari beberapa DAS contoh akan selalu memerlukan penyesuaian ketika diterapkan di DAS lain. 2. Model yang lebih sederhana tidak selalu mempunyai keakuratan yang rendah dalam menduga variabel pokok hidrograf satuan dibandingkan dengan model yang lebih kompleks. 4

21 TINJAUAN PUSTAKA Daerah aliran Sungai Daerah aliran sungai yang diartikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh pembatas topografi (to pography divide) yang menangkap, menampung dan mengalirkan air hujan ke suatu titik patusan (outlet) telah secara luas diterima sebagai satuan (unit) pengelolaan sumberdaya alam yang ada di dalam DAS (Tim IPB 2002). DAS sebagai sistem hidrologi dimana titik patusan merupakan titik kajian hasil air (water yield) menjelaskan lebih lanjut bahwa air di titik patusan tidak hanya berasal dari aliran di permukaan tanah (surface flow) tetapi juga berasal dari aliran di dalam tanah, yaitu aliran bawah permukaan (sub surface flow) dan aliran bumi (ground water flow). Pergerakan aliran bawah permukaan dan aliran bumi dipengaruhi oleh sifat tanah dan jenis serta struktur batuan (geology) yang terdapat disuatu DAS. Dengan melihat sistem hidrologi tersebut, batas s uatu DAS tidak hanya batas di permukaan tanah saja tetapi juga terdapat batas di dalam tanah, di mana batas keduanya tidak selalu bersesuaian (coincide). Batas di dalam tanah (di bawah permukaan tanah) relatif lebih sulit ditetapkan dan cenderung bersifat dinamis, sehingga dalam kegiatan praktis, batas suatu DAS hanya menggunakan batas di permukaan tanah, yang bersifat definitif untuk aliran permukaan dan bersifat indikatif untuk aliran di dalam tanah dan untuk keseluruhan sistem hidrologi DAS tersebut (Putro et al. 2003). Mengacu kepada pengertian DAS dalam uraian di atas, maka di dalam suatu DAS terdapat berbagai komponen sumberdaya, baik sumberdaya alam (natural capital), yaitu udara (atmosphere), tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi, satwa, sumberdaya manusia (human capital) beserta pranata institusi formal maupun informal masyarakat (social capital), maupun sumberdaya buatan (man made capital) yang satu sama lain saling berinteraksi (interaction). Komponenkomponen sumberdaya tersebut adalah khas untuk suatu DAS sehingga menjadi karakteristik dari DAS tersebut (Putro et al. 2003). Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satuan perencanaan terkecil mempunyai karakter yang spesifik yang sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, 5

22 topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan tataguna lahan (Seyhan 1977). Istilah one river, one plan, one management yang populer mengindikasikan pentingnya DAS dikelola sebagai suatu kesatuan utuh ekosistem sumberdaya alam (Tim IPB 2002). Cakupan luas suatu DAS bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar yang memiliki komponen-komponen masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan polusi/sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi, sehingga Asdak (2002), menyatakan bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air. Morfometri Daerah Aliran Sungai Istilah morfometri secara umum diaplikasikan pada pengukuran bentuk dan pola. Terkait dengan morfometri DAS maka yang dimaksud dengan morfometri DAS adalah pengukuran bentuk dan pola DAS dari suatu peta. Dikarenakan adanya saling hubungan antar faktor, salah satu (biasanya yang paling mudah diukur) seringkali dapat dijadikan sebagai pewakil untuk faktor yang lainnya. Faktor-faktor yang terpilih dapat dipergunakan untuk menduga respon hidrologi dari suatu daerah aliran sungai atau DAS terhadap masukan curah hujan di kawasan tersebut. Selain itu morfometri DAS juga dapat dijadikan sebagai faktor pembeda antara satu DAS dengan DAS lainnya untuk tujuan pembandingan maupun klasifikasi (Gordon et al. 1992). Parameter daerah tangkapan baik itu parameter topografi maupun parameter morfometri telah dikenal mempunyai pengaruh terhadap proses alih ragam hujan menjadi aliran/debit. Terdapat beberapa persamaan aliran yang kebanyakan persamaan empiris dan sintetik yang dibangun dengan menggunakan parameter DAS dikarenakan oleh ketiadaan data aliran (Sri Harto 2000a). Kontribusi dari aliran interflow yang tertunda dan aliran air tanah (ground water) ke sungai utamanya tergantung kepada variabel iklim dan topografi DAS. 6

23 Faktor topografi yang dominan adalah kelerengan DAS dan kerapatan Drainase (Mazvimavi et al. 2004). Hidrograf Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu (Sri Harto 1993). Sedangkan hidrogaf limpasan didefinisikan sebagi grafik yang kontinyu yang menunjukkan sifat-sifat dari aliran sungai berkaitan dengan waktu. Normalnya diperoleh dari garis pencatatan kontinyu yang mengindikasikan debit dengan waktu (Viessman et al. 1989). Hidrograf memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi (karakteristik) yang ada di DAS secara bersama-sama, sehingga apabila karakteristik DAS berubah maka akan menyebabkan perubahan bentuk hidrograf (Sosrodarsono & Takeda 1983). Hidrograf juga menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan (Sri Harto 1993). Linsley et al. (1982) menyatakan terdapat 3 (tiga) komponen penyusun hidrograf, yaitu : (1) aliran di atas tanah (overland flow/surface runoff), ialah air yang dalam perjalannya menuju saluran melalui permukaan tanah; (2) aliran bawah permukaan (interflow/ subsurface storm flow), ialah sebagian air yang memasuki permukaan tanah dan bergerak ke samping melalui lapisan atas tanah sampai saluran sungai. Kecepatan pergerakan aliran bawah permukaan ini lebih lambat dibandingkan dengan aliran permukaan; dan (3) aliran air tanah (groundwater flow) yang juga disebut sebagai aliran dasar. Sedangkan Viessman et al. (1989) menambahkan satu komponen lagi sebagai penyusun hidrograf. Sehingga menurutnya komponen hidrograf terdiri dari : (1) aliran permukaan langsung, (2) aliran antara (inter flow), (3) air tanah atau aliran dasar, dan (4) presipitasi di saluran air (channel precipitation). Wilson (1990) mengemukakan bahwa mula-mula yang ada hanya aliran dasar yaitu aliran yang berasal dari air tanah dan akuifer-akuifer yang berbatasan dengan sungai yang mengalir terus menerus secara perlahan-lahan sepanjang waktu. Segera setelah hujan mulai turun, terdapat suatu periode awal dari intersepsi dan infiltrasi sebelum setiap limpasan terukur mencapai aliran 7

24 sungai/anak sungai dan selama per iode turunnya hujan kehilangan tersebut akan terus berlangsung tetapi dalam jumlah yang semakin kecil. Apabila kehilangan awal telah terpenuhi, maka limpasan permukaan akan mulai terjadi dan akan berlanjut terus hingga mencapai suatu nilai puncak yang terjadi pada waktu TP. Kemudian limpasan permukaan akan turun sepanjang sisi turun (recession limb) sampai hilang sama sekali. Bentuk Hidrograf Bentuk hidrograf pada umumnya dapat sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain (Sri Harto 1993; Viessman et al. 1989). Seyhan (1977) mengemukakan bahwa hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun. Sedangkan untuk hidrograf jangka panjang dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu Hidrograf bergigi, hidrograf halus dan hidrograf yang ditunjukkan oleh sungai-sungai besar (Ward 1967, diacu dalam Seyhan 1977). Perbedaan antara jangka pendek dan jangka panjang tersebut tergantung pada panjang waktu dari tujuan pengamatan yang dilakukan (Kobatake 2000). Seyhan (1977), Viessman et al. (1989) dan Sri Harto (1993) membagi hidrograf menjadi 3 (tiga) bagian yaitu sisi naik (rising limb), Puncak (crest ) dan sisi resesi (recession limb). Oleh sebab itu bentuk hidrograf dapat ditandai dari tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge) dan waktu dasar (base time). Waktu naik adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai terjadinya debit puncak. Debit puncak (Qp) adalah debit maksimum yang terjadi dalam kejadian hujan tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan (Sri Harto 1993). Karakter kontribusi air tanah pada aliran banjir sangat berbeda dari limpasan permukaan, maka kontribusi air tanah harus dianalisis secara terpisah, dan oleh karenanya salah satu syarat utama dalam analisis hidrograf ialah memisahkankedua hal tersebut (Wilson 1990). 8

25 Debit (m 3 /detik) TP QP Tp = waktu naik Qp = debit puncak Tb = waktu dasar Sisi Naik/Lengkung Naik Sisi Resesi/Lengkung Resesi TB Waktu (jam) Gambar 1. Bentuk Hidrograf Hidrograf Satuan Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi secara merata di seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satuan waktu yang ditetapkan (Sherman 1932, diacu dalam Sri Harto 1993). Bentuk hidrograf satuan yang benar untuk DAS tertentu dapat diperkirakan dengan suatu rata -rata dari sejumlah hidrograf satuan yang diperoleh untuk DAS yang sama atau dengan hidrograf satuan tunggal dari suatu hujan badai yang hebat, yang terpusatkan dan terdistribusi dengan baik (Banes 1952; Gray 1973, diacu dalam Seyhan 1977). Namun demikian Sri Harto (1993) mengemukakan bahwa tidak pernah terdapat petunjuk tentang berapa jumlah kasus yang diperlukan untuk memperoleh hidrograf satuan ini. Semakin sedikit jumlah kasus banjir yang dipergunakan, makin besar nilai debit puncak yang diperoleh dibandingkan dengan menggunakan jumlah kasus banjir yang banyak. Wilson (1990) menekankan bahwa korelasi yang dicari adalah antara hujan bersih atau hujan ef ektif (yaitu sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah semua kehilangan akibat evaporasi, intersepsi dan infiltrasi telah diperhitungkan) dan limpasan permukaan (yaitu hidrograf limpasan dikurangi aliran dasar). Metode ini meliputi 3 (tiga) prinsip, yaitu : 9

26 a. Pada hujan bersih intensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi mempunyai durasi yang sama menghasilkan limpasan dengan periode yang sama, meskipun jumlahnya berbeda b. Pada hujan bersih intensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi mempunyai durasi yang sama menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada setiap waktu sembarang memiliki proporsi yang sama terhadap satu sama lain seperti intensitas hujan. Ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam suatu waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebanyak n kali lipat. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan bersih berintensitas seragam yang memiliki pe riode -periode yang berdekatan dan atau tersendiri. Soemarto (1987) mengemukakan 4 (empat) dalil dalam teori klasik tentang hidrograf satuan, yang menganggap bahwa teori hidrograf satuan merupakan penerapan dari teori sistem linier dalam bidang hidrologi. Keempat dalil tersebut adalah sebagai berikut : a. Dalil I (Prinsip merata) : hidrograf satuan ditimbulkan oleh satu satuan hujan lebih yang terjadi merata di seluruh DAS, selama waktu yang ditetapkan. b. Dalil II (prinsip waktu dasar konstan) : dalam suatu DAS, hidrograf satuan yang dihasilkan oleh hujan-hujan efektif dalam waktu yang sama akan mempunyai waktu dasar yang sama, tanpa melihat intensitas hujannya (Gambar 2). c. Dalil III (prinsip linearitas) : besarnya limpasan langsung pada suatu DAS berbanding lurus terhadap tebal hujan efektif, yang berlaku bagi semua hujan dengan waktu yang sama (Gambar 2). d. Dalil IV (prinsip superposisi): total hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh beberapa kejadian hujan yang terpisah merupakan penjumlahan dari tiap-tiap hidrograf satuan (Gambar 3). 10

27 Hujan (Masukan) Hidrograf Satuan (Keluaran) Q2 = d2 Q1 = d1 Gambar 2. Hidrograf Satuan Bebas Terhadap Waktu Dan Limpasannya Berbanding Lurus Dengan Tebal Hujan Efektif (Soemarto 1987) Hujan (Masukan) Qh 1 = Q Qh 2 = Q 12 + Q 21 Qh 3 = Q 13 + Q 22 Gambar 3. Hidrograf Satuan Memenuhi Prinsip Superposisi (Soemarto 1987) 11

28 Schulz (1980) mengemukakan bahwa aplikasi dari konsep hidrograf satuan dari suatu hidrograf aliran permukaan membutuhkan analisis pemisahan aliran permukaan dari aliran dasar terhadap hidrograf hasil pencatatan. Analisis hidrograf satuan dari perekaman aliran membutuhkan pengisolasian aliran permukaan dari total aliran. Terdapat tiga metode yang umum digunakan untuk memisahkan aliran dasar (base flow) dari total hidrograf yang tercatat, yaitu : a. Straight line method b. Fixed Base Length Method c. Variab le Slope Method T Days = (DA) 0.2 DA = Luas DAS (mil 2 ) T Days Titik Infleksi Debit = Straight Line Method 2 = Fixed Base Lenght Method 3 = Variable Slope Method Waktu Gambar 4. Metode Pemisahan Aliran Dasar (Base Flow) dari Hidrograf Aliran Total Hidrograf satuan pengukuran dapat diperoleh jika tersedia data rekaman AWLR (automatic water level recorder), pengukuran debit yang cukup dan data hujan (manual dan otomatis). Untuk memudahkan analisis, dipilih kasus hidrograf yang terpisah (isolated ) dan mempunyai satu puncak (single peak) serta distribusi hujan yang cukup (Sri Harto 1993). Sesudah hidrograf satuan ditentukan untuk suatu lokasi tertentu, adalah mungkin untuk menaksir limpasan permukaan dari suatu curah hujan dengan berbagai lama hujan dan intensitas. Hal ini dapat diketahui dengan memanfaatkan informasi kedalaman hujan dan lama hujan efektif yang ditentukan (Seyhan 1977). Untuk mengatasi kendala tidak 12

29 tersedianya data yang cukup dikarenakan oleh kurangnya stasiun pengukuran pada sejumlah sungai, maka dikembangkanlah beberapa hidrograf satuan sintetik (Veissman et al. 1989). Penentuan Hidrograf Satuan Pengukuran Untuk menurunkan hidrograf satuan dari suatu hujan yang sederhana dapat dilakukan dengan cara membagi nilai aliran langsung kurva debit dengan besarnya kedalaman hujan efektif sehingga diperoleh hidrograf satuan. Waktu dasar (Tb) diasumsikan konstan untuk hujan denan durasi yang sama (Bedient & Huber 1989). Persamaan Konvolusi diskret, seperti yang tersebut di bawah, merupakan kegunaan dari hidrograf satuan untuk menentukan aliran langsung (direct runoff) Qn, dengan hujan efektif tertentu Pm, dan hidrograf satuan U n-m+1 (Wilson 1990). Q 1 = P 1 U 1 + Q 2 = P 2 U 1 + P 1 U 2 + Q 3 = P 3 U 1 + P 2 U 2 + P 1 U 3... Q M = P M U 1 + P M-1 U P 1 U M Q M+1 = 0 + P M U P 2 U M P 1 U M+1... QN-1 = PMUN-M+1 PM-1UN-M+1 QN = PMU N-M+1 Jika terdapat M denyut (pulse) hujan efektif dan N denyut (pulse) aliran langsung dari sutau hujan yang dipertimbangkan untuk dipergunakan dalam menetapkan hidrograf satuan, maka terdapat sebanyak N persamaan yang dapat dibuat untuk menentukan besarnya Qn, dengan n = 1, 2,3,..., N. Persamaan tersebut akan terdiri dari N-M +1 nilai yang belum diketahui dari hidrograf satuan. Beberapa persamaan akan berulang karena terdapat lebih banyak persamaan (N) daripada yang tidak diketahui (N-M + 1). Proses kebalikannya disebut dengan Dekonvolusi, yaitu dipergunakan untuk menurunkan hidrograf satuan dari data hujan efektif Pm tertentu dan aliran langsung Qn tertentu. Besaran hidrograf satuan pada U 1 dan U 2 dapat dicari dengan cara seperti berikut : U1 = Q1/P1 U 2 = (Q 2 P 2 U 1 )/P 1 demikian seterusnya, sehingga diperoleh hasil hidrograf satuan dari data pengukuran. 13

30 Penentuan Tebal Hujan Efektif Hujan kotor (gross rainfall) yang jatuh dalam suatu kawasan akan terdistribusi dalam beberapa komponen. Komponen tersebut adalah Evaporasi, infiltrasi, depression storage, detention storage, dan direct runoff/aliran langsung (Bedient & Huber 1989). Dengan demikian Hujan lebih atau hujan efektif adalah sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah kehilangan akibat evaporasi, intersepsi dan infiltrasi (Wilson 1990). Hujan lebih (volume dari limpasan) untuk suatu kejadian hujan dapat ditentukan dengan menggunakan sala h satu dari persamaan infiltrasi yang sudah dikembangkan (Ward 1995). Viessman et al. (1989) mengemukakan bahwa salah satu metode untuk mengetahui tebal hujan yang menyebabkan direct runoff (DRO) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Tebal Hujan efektif = Dimana : DRO : Aliran langsung yang terukur (m 3 /s) t ( DROx t)... (1) : Interval waktu pengukuran (jam) A : Luas DAS (m 2 ) A Schulz (1980) mengemukakan bahwa manakala hidrograf pengukuran dan hujan dianalisis, perbedaan antara volume hujan dengan volume runoff dapat didefinisikan sebagai indeks phi (F). Indeks phi (F) merupakan laju hujan rata-rata dimana diatas indeks ini besarnya volume runoff sama dengan volume hujan. Jika volume infiltrasi desebut dengan basin recharge, maka indeks phi (F) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : φ = Basin Recharge F Lama Hujan = t... (2) Konsep indeks phi (F) adalah sebagaimana yang disajikan pada Gambar 5. Perkiraan indeks infiltrasi juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang secara hidrologik dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi. Persamaan pendekatannya (Harto 1993) adalah sebagai berikut : F = 10,4903 3, A 2 + 1, (A/SN) 4... (3) 14

31 Dimana : A = luas DAS (dalam km 2 ) SN = perbandingan antara jumlah orde sungai tingkat satu dengan jumlah orde sungai semua tingkat Intensitas Hujan (mm/jam) Intensistas Hujan Indeks Phi Hujan yang menjadi DRO Basin Recharge Waktu (Jam) F Gambar 5. Konsep Indeks Phi (F) Hidrograf Satuan Sintetik Seyhan (1977) mengemukakan bahwa beberapa parameter fisik DAS berperan dalam menentukan bentuk hidrograf satuan selain karakteristik hujan. Parameter fisik DAS tersebut adalah luas DAS, kemiringan, pola drainase, dan lainlain. Parameter-parameter fisik DAS itulah yang akan dipergunakan untuk menetapkan besarnya hidrograf satuan dari DAS yang bersangkutan dengan metode hidrograf satuan sintetik. Keuntungan dari penggunaan hidrograf satuan sintetik adalah bisa mensintesasikan hidrograf dari DAS yang terukur dan menggunakannya untuk DAS yang tidak terukur (Seyhan 1977). Kelemahan dari hidrograf satuan sintetik adalah karena persamaan hidrograf satuan sintetik dibuat secara empiris dengan data yang diperoleh pada tempat-tempat lokal. Oleh karena itu, persamaan tersebut terbatas pada kawasan dengan kondisi geografis yang serupa dengan kawasan dimana persamaan tersebut diperoleh (Seyhan 1977; Sri Harto 1993). 15

32 Hidrograf satuan sintetik yang memanfaatkan parameter DAS dan sudah umum dikenal adalah metode yang dikembangkan oleh Snyder tahun Metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya (Seyhan 1977; Linsley et al. 1982; Veissman et al. 1989; Sri Harto 1993). Model-model hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan diantaranya adalah : Model Snyder Persamaan-persamaan yang diturunkan dengan menggunakan metode Snyder (Seyhan 1977; Linsley et al. 1982; Veissman et al. 1989; Sri Harto 1993) adalah: t l = Ct (L. Lc) 0,3... (4) tr = tl /5,5... (5) Qp = (640 Cp.A)/t l...(6) T = 3 + tl/8...(7) t lr = t l + 0,25 (t R t l )...(8) Dengan : tl = time lag atau waktu capai puncak dari pusat hujan (jam) Ct = tetapan yang berkisar antara 0,7-1,0 L = panjang sungai utama (mil) Lc = panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat DAS (mil) tr = lama hujan lebih (jam) Cp = tetapan berkisar antara 0,35-0,5 t lr = waktu capai puncak bila lama hujan tidak sama dengan tr T = time base atau waktu dasar (jam) A = luas DAS (dalam mil persegi) Qp = debit puncak (kaki kubik per detik atau cfs) Model US SCS US SCS mengembangkan rumus dengan koefisien-koefisien empirik yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hidrograf satuan model US SCS terdiri dari 4 variabel pokok yaitu t L (time lag), 16

33 Qp (m 3 /detik), T p (jam), dan Tb (jam). Persamaan-persamaan yang dikembangkan dari model ini adalah sebagai berikut (Wanielista et al. 1997): 1. Persamaan time lag (t L ) t L ( S + 1) 0,7 0,8 L =... (9) 0, Y dimana : t L = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (jam) L = panjang aliran sungai utama (ft) S = retensi maksimum (inchi), S = 1000/CN 10 CN= bilangan kurva (curve number), yaitu suatu indeks yang menyatakan pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah, perlakuan terhadap tanah pertanian, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya. Y = kemiringan lereng (%) 2. Persamaan time to peak (T p ) D T p = + t L... (10) 2 dimana : T p = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam) t L = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (jam) 3. Persam aan peak discharge (Q p ) Q p 484 A =... (11) T p dimana : Q p = debit puncak/laju puncak aliran permukaan (cfs) T p = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam) A = luas DAS (mil 2 ) 4. Persamaan time base (T b ) T = 2,67... (12) b T p dimana: 17

34 Tb = waktu dasar (jam) T p = waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam) Pada penggambaran kurva hidrograf satuan sintetik, sering pula untuk DAS kecil diambil nilai T b = 3 ~ 5 T p. i D t L Q p Tp Tb Gambar 6. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik US SCS t Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1 Untuk kasus di Indonesia, Sri Harto (1993) mengembangkan metode penentuan hidrograf satuan sintetik yang dikembangkan berdasarkan data empiris hasil penelitiannya terhadap beberapa parameter morfometri DAS. Parameter DAS yang diperlukan dalam membuat hubungan antara pengalihragaman hujan menjadi debit adalah : 1. Faktor-sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungaisungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai-sungai semua tingkat. Penetapan tingkat-tingkat sungai dilakukan dengan metode Strahler yaitu: a) Sungai-sungai paling ujung adalah sungai-sungai tingkat satu. b) Apabila dua buah sungai dengan tingkat yang sama bertemu akan terbentuk sungai satu tingkat lebih tinggi c) Apabila sebuah sungai dengan suatu tingkat bertemu dengan sungai lain dengan tingkat yang lebih rendah maka tingkat sungai pertama tidak berubah. 18

35 Gambar 7. Penetapan Tingkat-Tingkat Sungai Menurut Strahler 2. Frekuensi-sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah orde sungaisungai tingkat satu dengan jumlah orde sungai-sungai semua tingkat 3. Faktor-lebar (WF) yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri (Gambar 8). 4. Rasio luas DAS bagian hulu atau Relatif Upper Area (RUA) adalah perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS di sungai, melewati titik tersebut (Au) dengan luas total DAS (A) (Gambar 9). 5. Faktor-simetri (SIM) yaitu hasil kali antara faktor -lebar (WF) dengan luas DAS bagian hulu (RUA). WU D C WL B A A D = L A B = 0,25 L A C = 0,75 L WF = W U/W L SIM = WF. RUA Gambar 8. Penentuan Faktor Lebar DAS 19

36 Au = Titik Berat DAS RUA = Au/A Gambar 9. Penetapan Relatif Upper Area (RUA) suatu DAS 6. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak lain adalah jumlah orde sungai tingkat satu dikurangi satu. 7. Kerapatan jaringan drainase (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS. 8. Kemiringan rata-rata DAS/Slope (S) yaitu perbandingan selisih antara ketinggian titik tertinggi dan ketinggian titik keluaran (outlet) pada sungai utama, dengan panjang sungai utama yang terletak pada kedua titik tersebut. 9. Panjang Sungai Utama (L) yaitu panjang sungai utama yang diukur mulai dari outlet sampai ke hulu 10. Luas total DAS (A) Komponen hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama 1 terdiri dari 4 (empat) variabel pokok yaitu : waktu-naik/time to rise (TR), debit-puncak/peak-discharge (QP), waktu dasar/time to base (TB) dan koefisien tampungan (K), dengan persamaan-persamaan (Sri Harto 1993) sebagai berikut : TR = 0,43 (L/100 SF) 3 + 1,0665 SIM + 1, (13) QP = 0,1836 A 0,5886 TR -0,4008 JN 0, (14) TB = 27,4132 TR 0,1457 S -0,0986 SN 0,7344 RUA 0, (15) Sedangkan untuk koefisien tampungan dipergunakan untuk menetapkan kurva resesi hidrograf satuan sintetik yang didekati dengan persamaan berikut : K = 0,5617 A 0,1798 S -0,1446 SF -1,0897 D 0, (16) 20

37 Sisi resesi dinyatakan dalam bentuk persamaan eksponensial sebagai berikut: Qt = Qp e -t/k... (17) Dimana : Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp, da lam m 3 /detik Qp = debit puncak (dengan waktu pada saat debit puncak dianggap t = 0), dalam m 3 /detik K = koefisien tampungan Sri Harto (2000b) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang pernah dilakukan selama ini, model Nakayasu juga cukup baik untuk dipergunakan di Indonesia meskipun memerlukan koreksi. Apabila karena suatu alasan Model HSS Gama 1 tidak dapat dipergunakan, maka disarankan untuk menggunakan model Nakayasu dengan koreksi untuk waktu capai puncak (time to peak) dikalikan dengan 0,75 dan debit puncak dikalikan dengan 1,25. Selain metode hidrograf satuan sintetik tersebut, masih terdapat beberapa model hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan. Diantaranya adalah model Distribusi Gamma, Metode Gray, Espey 10 -minute Synthetic Unit Hydrograph, Clark s Instantaneous Unit Hydrograph (IUH) Time-Area Method, Nash s Synthetic IUH, Colorado Unit-Hydrograph Procedure/CUHP (Veissman et al. 1989). 21

38 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan selama 7 bulan dimulai pada bulan September 2005 hingga bulan Maret Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : Peta Rupa Bumi Digital skala 1 : Lembar Salabintana, Lembar Ciawi, Lembar Cisarua, data tinggi muka air jam-jaman, data curah hujan jam-jaman, curvimeter, planimeter, seperangkat PC, perangkat lunak Microsoft Excel dan perangkat lunak Rainbow versi 1.1. Data tinggi muka air (TMA) jam-jaman dan curah hujan jam-jaman di DAS Ciliwung Hulu yang dipergunakan adalah periode pengukuran tahun 2003 sampai Untuk validasi model dipergunakan data morfometri daerah tangkapan air (DTA) Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu dan hidrograf satuan pengukur an tahun 2004 sampai 2005 serta data morfometri dan hidrograf satuan pengukuran DAS Progo tahun 1977 sampai Sumber Data Peta Rupa Bumi Digital Skala 1 : diperoleh dari BAKOSURTANAL sedangkan data tinggi muka air (TMA) hasil rekaman alat automatic water level recorder (AWLR) dan curah hujan jam-jaman di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai (PIPWS) Ciliwung-Cisadane Jakarta dan dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Metode Penelitian Pemilihan Hidrograf Direct Runoff Pemilihan hidrograf direct runoff dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Pemilihan debit banjir atau direct runoff (DRO) yang mempunyai puncak tunggal 2. Penetapan hujan yang menyebabkan hidrograf direct runoff (DRO) tersebut. 22

39 3. Mencari curah hujan rata-rata DAS sesuai dengan hidrograf DRO terpilih dengan menggunakan metode aritmatika. Analisis Hidrograf Tahap awal adalah memisahkan aliran dasar (base flow) sehingga diperoleh hidrograf aliran langsung saja. Adapun tahapannya adalah sebagai be rikut : 1. Stage hydrograph dialihragamkan menjadi discharge hydrograph dengan bantuan lengkung kalibrasi. Lengkung Kalibrasi DAS Ciliwung Hulu di Katulampa dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk masing-masing tahun perekaman. 2. Aliran dasar dipisahkan dari hydrograf total dengan metode Straight line method. 3. Setelah aliran dasar (base flow) dipisahkan dari hidrograf total maka diperoleh hidrograf direct runoff (DRO). Penentuan Tabal Hujan Efektif 1. Penentuan tebal hujan efektif yang menyebabkan direct runoff (DRO) dilakukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh (Viessman et al. 1989) yaitu. Tebal Hujan efektif = DRO t ( DROx t) : Aliran langsung yang terukur (m 3 /s) : Interval waktu pengukuran (jam) A : Luas DAS (m 2 ) 2. Setelah diketahui besaran hujan efektif yang membentuk hidrograf DRO, A tahap selanjutnya adalah menurunkan hidrograf satuan dari hidrograf DRO tersebut. Penurunan Hidrograf Satuan Hidrograf Satuan pengukuran diperoleh dengan cara membagi setiap ordinat hidrograf DRO terukur dengan besarnya hujan efektif yang membentuk DRO. Sebagai contoh jika total volume hujan efektif adalah 5 mm, maka seluruh nilai ordinat dari hidrograf DRO harus dibagi dengan 5 untuk mendapatkan hidrograf satuan dengan ketebalan hujan efektif sebesar 1 mm. 23

40 Simulasi Model HSS Gama 1 dengan Morfometri DAS Ciliwung Hulu Parameter morfometri DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari pengukuran Peta Rupa Bumi skala 1 : , pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik. Pengukuran Morfometri DAS Ciliwung Hulu dilakukan terhadap parameter : a) Luas DAS (A), b) Panjang Sungai Utama (L), c) Penetapan orde sungai dengan menggunakan metode Strahler dan pengukuran panjang setiap segmen (orde) sungai, d) Pengukuran lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur pada titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri (outlet), e) Penentuan titik berat DAS f) Pengukuran luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS di sungai, melewati titik tersebut (Au) g) Pengukuran ketinggian titik tertinggi dan ketinggian titik keluaran (outlet) pada sungai utama. Setelah parameter yang diukur tersebut diperoleh, langkah selanjutnya adalah penghitungan parameter-parameter berikut : a) Faktor Sumber (SF) b) Frekuensi Sumber (SN) c) Faktor Lebar (WF) d) Rasio luas DAS bagian hulu atau Relatif Upper Area (RUA) e) Faktor Simetri (SIM) f) Jumlah pertemuan sungai (JN) g) Kerapatan jaringan drainase (D) h) Kemiringan rata-rata DAS/Slope (S) Tahapan selanjutnya adalah memasukkan semua parameter yang diperoleh ke dalam persamaan model HSS Gama 1 untuk mendapatkan besaran waktunaik/time to rise (TR), debit-puncak/peak -discharge (QP), waktu dasar/time to base 24

41 (TB) dan koefisien tampungan (K). Kurva sisi resesi HSS Gama 1 ditetapkan dengan menggunakan koefisien tampungan (K). Setelah itu dilakukan penggambaran HSS Gama 1 untuk DAS Ciliwung Hulu yang merupakan hubungan antara waktu (pada sumbu x) dengan debit (sumbu y). Analisis Perbandingan kuantitatif Untuk membandingkan secara kuantitatif antara hidrograf satuan sintetik dan hidrograf satuan pengukuran dilakukan dengan metode yang dikemukakan oleh (Chou & Wang 2002) yaitu: 1. Coefficient of efficiency (CE): CE = 1 $ 2 N qt () qt () t = 1... (18) N 2 qt () q t= 1 2. Relative error dari volume total (EV) EV = N t= 1 qt $ () qt () N x 100 %... (19) qt () t= 1 3. Absolute error dari debit puncak (AEQp) ^ AEQp = QP Qp... (20) 4. Relative error dari debit puncak (EQp) qp $ qp EQp= x100%... (21) qp 5. Absolute error dari waktu puncak (ETp) ^ ETp = TP Tp... (22) Dimana q $ (t) merupakan estimasi hasil simulasi dari q(t), sedangkan q (t) merupakan nilai rata-rata dari q(t). 25

42 Penyesuaian Konstanta Model Penyesuaian model dilakukan untuk mendapatkan model HSS Gama 1 yang sesuai dengan hidrograf satuan pengukuran DAS Ciliwung Hulu. Penyesuaian model dilakukan dengan meminimalkan selisih antara hidrograf sataun hasil pengukuran dengan hidrograf satuan sintetik Gama 1 hasil simulasi melalui perubahan konstanta model HSS Gama 1 menggunakan solver command dalam perangkat lunak Microsoft Excel. Model yang mempunyai nilai parameter uji kuantitatif baik dengan ciri-ciri mempunyai nilai coefficient of efficiency (CE) mendekati nilai 1 (satu), relative error dari volume total (EV) mendekati nilai 0 (nol), absolute error dari debit puncak (AEQp) yang mendekati nilai 0 (nol), relative error dari debit puncak (EQp) yang mendekati nilai 0 (nol), dan absolute error dari waktu puncak (ETp) yang nilainya mendekati nilai 0 (nol) saja yang selanjutnya dipergunakan untuk menduga hidrograf satuan di DAS yang lainnya. Validasi Model Terpilih Validasi terhadap model yang telah disesuaikan konstantanya tersebut dilakukan dengan menggunakan data hidrograf satuan pengukuran dan data morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu yang mempunyai luas 1,40 km 2 untuk periode pengukuran tahun 2004 sampai 2005 serta hidrograf satuan pengukuran DAS Progo yang mempunyai luas 411,67 km 2 untuk periode tahun 1977 sampai Hasil simulasi hidrograf satuan sintetik dari model yang telah disesuaikan konstantanya tersebut, kemudian diuji lagi dengan metode yang dikemukakan oleh Chou & Wang (2002). Penyederhanaan (Simplifikasi) Model Penyederhanaan (simplifikasi) terhadap model HSS Gama 1 dilakukan untuk mendapatkan model HSS dengan tingkat keakuratan pendugaan yang baik namun menggunakan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi. Tahapan awal dari penyederhanaan (simplifikasi) model ini adalah melakukan analisis korelasi antara variabel pokok hidrograf satuan sintetik yaitu waktu-naik/time to rise (TR), debit-puncak/peak-discharge (QP), dan waktu 26

43 dasar/time to base (TB) dengan parameter morfometri DAS. DAS yang dipergunakan untuk analisis ini adalah sebanyak 9 (sembilan) buah dengan kriteria mempunyai data pengukuran morfometri dan data pengukuran variabel pokok hidrograf satuan. Hasil dari analisis korelasi ini kemudian dibuat matrik korelasi untuk memudahkan pemilihan parameter morfometri DAS yang pengukurannya pada Peta Rupa Bumi lebih mudah dilakukan namun mempunyai tingkat korelasi yang tinggi. Parameter morfometri DAS yang dipergunakan dalam simplifikasi model HSS Gama 1 ini adalah luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN). Tahap kedua dari pengembangan Model HSS simplifikasi ini adalah membuat regresi hubungan antara ketiga parameter morfometri DAS tersebut dengan masing-masing variabel pokok hidrograf satuan yaitu waktu puncak (TP), debit puncak (QP) dan waktu dasar (TB). Keakuratan penyederhaan (simplifikasi) model ini dilihat dari besarnya koefisien determinasi yang diperoleh. Semakin tinggi koefisien determinasinya maka model akan semakin baik. Tahap ketiga adalah melakukan analisi uji-t hasil simulasi menggunakan model HSS Simplifikasi dengan hasil simulasi yang menggunakan model HSS Gama 1. Uji-t dilakukan terhadap setiap variabel pokok yang dihasilkan oleh masing-masing model. Analisis uji-t dilakukan dengan memanfaatkan data morfometri 31 DAS yang telah diketahui morfometrinya. Uji-t dimaksudkan untuk mengetahui hasil simulasi dengan model HSS Simplifikasi berbeda nyata atau tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan hasil simulasi menggunakan model HSS Gama 1. Penggunaan Model HSS Gama 1 sebagai pembanding adalah karena model HSS Gama 1 diasumsikan mempunyai keakuratan yang baik dalam menduga variabel pokok hidrograf satuan DAS-DAS di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa). Adapun tahapan dari penelitian ini disajikan dalam Gambar

44 08/$, 3(56,$3$1 3(1*8038/$1 ' $7$87$0$ &XUDK+XMDQ 7LQJJL0XND$LU 0RUIRPHWUL '$6 3HQHQWXDQ +LGURJUDI6DWXDQ 3HQJDPDWDQ 3HQJXNXUDQ 0RUIRPHWUL' $6 &LOLZXQJ+XOX $QDOLVLV.RUHODVL 0RGHO +LGURJUDI6DWXDQ 6LQWHWLN* DPD $QDOLVLV5HJUHVL 8ML.XDQWLWDWLI 7LGDN%DLN 3HQ\HVXDLDQ 0RGHO 0RGHO+66 6LPSOLILNDVL 0RGHO+66 *DPD %DLN $QDOLVLV8ML W 0RGHO 9DOLG 0RGHO+66 6LPSOLILNDVL9DOLG Gambar 10. Diagram alir Tahapan Penelitian 28

45 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu mencakup areal seluas 146 km 2 yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai m dpl. Secara geografis DAS Ciliwung Hulu berada di posisi LS dan BT. Secara administratif pemerintahan DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota Madya Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kecamatan Kota Bogor Selatan). DAS Ciliwung Hulu berbatasan dengan Sub DAS Cisadane Hulu di sebelah selatan dan Barat, Sub DAS Cibeet di sebelah Utara dan DAS Citarum di sebelah Timur. Luas DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan adalah Ha. Adapaun tempat pengukuran aliran sungai untuk DAS Ciliw ung Hulu adalah di Katulampa, yang terletak pada LS dan BT dengan elevasi 367 m dpl. Bentuk dan Hidrologi DAS Bentuk Sub-DAS Ciliwung Hulu lebih menyerupai bentuk kipas dengan outlet pengukuran di Katulampa. Panjang sungai Ciliwung dari hulu sampai di SPAS Katulampa adalah 16,5 km dengan kemiringan rata-rata 13,5%. Bentuk topografi DAS Ciliwung Hulu umumnya kasar -sangat kasar, bentuk lereng terjalsangat terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu Sub DAS Tugu (Ciliwung Hulu), Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km 2 ), 15-45% (52,9 km 2 ), dan sisanya lebih dari 45%. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan (Irianto 2000). 29

46 Tabel 1. Luas Masing-Masing Sub DAS yang Berada di DAS Ciliwung Hulu No. Sub DAS Luas Ha % 1 Sub DAS Tugu / Hulu Ciliwung Sub DAS Cisarua Sub DAS Cibogo Sub DAS Cisukabirus Sub DAS Ciesek Sub DAS Ciseuseupan Sub DAS K atulampa Jumlah Sumber : Irianto (2000) Jenis Tanah dan Topografi Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor (1986) dan Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu (1992), di wilayah hulu terdapat formasi volkanik (komplek utama Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango). Lereng di Hulu bervariasi dan lereng di atas 25% adalah yang dominan. Jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu merupakan hasil perombakan dari bahan induk tufa vulkanik. Jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu di didominasi oleh Asosiasi Typic Hapludonds Typic Troposammens dan Asosiasi Andic Humitropepts Typic Dystropepts. Secara detail jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 2. Fisiografi DAS Ciliwung Hulu bervariasi mulai dari datar (0-8%) sampai curam (>45%). DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal sampai terjal sebesar 54,68%. Adapun luas masing-masing kelas lereng di DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 3. 30

47 Tabel 2. Jenis Tanah di DAS Ciliwung Hulu No Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase 1 Kompleks Typic Troporthens Typic Fluvaquents 282,00 1,88 2 Typic Hapludents 1.641,00 10,97 3 Typic Dystropepts 1.879,00 12,56 4 Typic Humitropepts 245,00 1,64 5 TypicEutropepts 2.206,00 14,74 6 Typic Hapludonds 2.154,00 14,39 7 Typic Troposammens 27,00 0,18 8 Asosiasi Typic Hapludonds Typic Troposammens 3.680,00 24,59 9 Asosiasi Andic Humitropepts Typic Dystropepts 2.850,00 19,05 Jumlah ,00 100,00 Sumber : Peta tanah semi Detail DAS Ciliwung Hulu, Puslitanak 1992 (Irianto 2000) Tabel 3. Kelas Kelerengan di DAS Ciliwung Hulu No Kelas Kelerengan (%) Luas (Ha) Prosentase ,00 32, ,00 12, ,00 25, ,00 12,95 5 > ,00 16,66 Jumlah ,00 100,00 Sumber : Irianto (200 0) Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar DAS Ciliwung Hulu berada di daerah dengan kelas kelerengan yang agak curam sampai curam. Kondisi topografi wilayah yang seperti ini akan mempengaruhi perilaku respon hidrologi terhadap masukan curah hujan yang jatuh di wilayah DAS Ciliwung Hulu. 31

48 Iklim Kondisi iklim di DAS Ciliwung Hulu berdasarkan pengukuran pada Stasiun Klimatologi Citeko disajikan pada Tabel 4. Suhu udara maupun kelembaban nisbi udara tidak mengalami fluktuasi yang besar sepanjang tahun. Suhu rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 22,6 0 C, sedangkan suhu rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Pebruari dan Desember yaitu sebesar 21,1 0 C. Suhu maksimum bulanan sebesar 26,9 0 C terjadi pada bulan September dan suhu minimum bulanan sebesar 17,5 0 C terjadi pada bulan Agustus. Kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Nopember sebesar 86,3%, sedangkan kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan September sebesar 77,7% (Kuswadi 2002). Tabel 4. Keadaan Iklim DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Pengukuran pada Stasiun Klimatologi Citeko No Bulan Rata-Rata Suhu Udara RH LPM KA ETo 0 C 0 C 0 C % % Knot mm 1 Januari 24,5 20,2 22,4 84,7 32,7 3,7 3,5 2 Pebruari 23,8 18,3 21,1 83,0 28,3 4,2 3,4 3 Maret 25,8 18,3 22,1 84,0 36,0 4,2 3,6 4 April 26,0 19,1 22,6 86,0 47,3 4,1 3,5 5 Mei 26,2 18,0 22,1 83,0 59,0 3,2 3,6 6 Juni 25,8 18,1 22,0 81,3 44,0 3,7 3,3 7 Juli 25,6 17,8 21,7 82,7 44,7 4,9 3,5 8 Agustus 26,3 17,5 21,9 78,7 74,7 3,6 4,3 9 September 26,9 17,7 22,3 77,7 44,3 3,8 4,2 10 Oktober 25,8 18,1 22,0 84,3 45,3 3,8 3,8 11 Nopember 25,4 18,2 21,8 86,3 28,0 3,1 3,2 12 Desember 26,3 17,9 22,1 80,3 39,3 4,8 4,1 Keterangan : RH = kelembaban nisbi, LPM = Lama penyinaran matahari, KA = Kecepatan angin, Eto = evapotranspirasi Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Darmaga (Kuswadi 2002) Berdasarkan hasil pengukuran dilakukan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan rata -rata bulanan di DAS ciliwung Hulu berkisar antara 82,2 mm sampai 681,4 mm. Curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus dan yang tertinggi pada bulan Januari. Distribusi curah hujan ratarata bulanan di DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 5. 32

49 Tabel 5. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ciliwung Hulu Periode No Bulan Nama Stasiun CH Citeko Ciawi Katulampa Gn. Mas*) DAS (mm) (mm) (mm) (mm) 1 Januari 548,4 548,2 503,0 555,4 538,8 2 Pebruari 477,5 434,3 416,2 681,4 502,4 3 Maret 343,5 425,0 430,6 398,6 399,4 4 April 258,6 372,0 350,0 367,6 337,0 5 Mei 176,6 314,4 339,3 247,8 269,5 6 Juni 114,2 200,5 221,5 220,6 189,2 7 Juli 104,7 171,5 192,1 126,8 148,8 8 Agustus 85,9 190,5 205,7 93,4 143,9 9 September 143,1 232,1 272,6 82,2 182,5 10 Oktober 206,6 388,0 388,9 299,8 320,8 11 Nopember 313,1 389,8 422,8 454,6 395,1 12 Desember 331,5 382,5 351,7 214,6 320,1 Keterangan : Data Stasiun Gn. Mas periode Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Tabel 6. Curah Hujan Tahunan di DAS Ciliwung Hulu Periode Citeko Ciawi Katulampa Tahun CH (mm) HH CH (mm) HH CH (mm) HH , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 156 Keterangan : CH = Curah Hujan, HH = Hari Hujan Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika 33

50 HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang periode pencatatan bervariasi mulai tahun 1981 sampai tahun Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu Curah Hujan Harian Maksimum (mm) No Tahun Katulampa Ciawi Citeko ,5 112, ,0 120, ,5 117, ,0 74, ,0 186,0 87, ,0 135,0 94, ,0 135,0 216, ,0 141,0 264, ,5 136,0 100, ,0 106,0 140, ,0 227,0 151, ,0 213,0 135, ,0 144,0 84, ,0 131,0 109, ,0 150,0 118, ,0 91,5 123, ,0 100,0 69, ,0 130,0 87, ,0 101,0 134, ,0 109,5 96, ,0 154,0 111, ,0 129,0 145, ,0 155,0 128,8 *) Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Hasil perhitungan periode ulang curah hujan harian maksimum di DAS Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 8. 34

51 Tabel 8. Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum di DAS Ciliwung Hulu Periode Ulang (tahun) Peluang Kejadian Terlampaui (%) Peluang Kejadi an Tidak Terlampaui (%) Hujan Harian Maksimum (mm/hari) 100 1,0 99,0 198,9 50 2,0 98,0 186,5 25 4,0 96,0 174,0 20 5,0 95,0 170, ,0 90,0 157, , , , ,7 Tabel 8 menunjukkan bahwa besarnya curah hujan harian maksimum untuk periode ulang 100 tahun adalah 198,9 mm/hari, untuk periode ulang 50 tahun adalah 186,5 mm/hari, 25 tahun sebesar 174,0 mm/hari, periode ulang 10 tahun sebesar 157,2 mm/hari dan periode ulang 5 tahun sebesar 143,9 mm/hari. Berdasarkan data kejadian banjir tahun 2002 total curah hujan harian selama 3 hari berturut-turut dari tanggal 29 s/d 31 Januari 2002 untuk Ciliwung Hulu tercatat 233 mm, dan dari total curah hujan tersebut sebesar 62,3 % telah berubah menjadi aliran permukaan dengan total run off 145 mm dengan debit aliran maksimum sebesar 378 m 3 /det yang berlangsung selama 5 jam berturutturut (Tim IPB 2002). Debit maksimum tahun 2002 tercatat 525 m 3 /det yang terjadi pada tanggal 18 Januari 2002 yang diakibatkan oleh hujan sebesar 66 mm selama dua hari dan berubah menjadi aliran permukaan sebesar 50 mm atau 75 % dari total curah hujan tetapi hanya berlangsung selama 2 jam sehingga tidak menimbulkan banjir yang besar dibanding kejadian akhir Januari Berdasarkan data rata -rata debit dan curah hujan dari tahun 1981 s/d 2001 terlihat bahwa debit Ciliwung hulu adalah mm/th dengan rata -rata curah hujan tahunan sebesar mm/th ternyata koefisien run off tahunan telah mencapai 67 % dengan demikian baik koefisien tahunan maupun kejadian hujan tunggal tidak jauh berbeda. Koefisien aliran permukaan di Ciliwung hulu berkisar antara % dari total curah hujan, sehingga memerlukan perhatian yang serius, terutama harus ada upaya penerapan teknologi untuk menurunkan koefisien aliran permukaan (Tim IPB 2002). 35

52 Hidrograf Aliran Sungai Ciliwung Lengkung Kalibrasi Untuk mendapatkan data debit jam-jaman diperlukan adanya lengkung kalibrasi yang menyatakan hubungan antara tinggi muka air (TMA) dengan besarnya debit untuk setiap tinggi muka air yang terukur. Pembuatan lengkung kalibrasi ini diperlukan karena di SPAS Katulampa alat pencatat otomatis yang dipasang adalah pencatat tinggi muka air (automatic water level recorder/awlr) bukan alat pengukur debit secara langsung. Pembuatan lengkung kalibrasi untuk SPAS Katulampa dilakukan setiap tahun karena outlet DAS Ciliwung Hulu di Katulampa dari waktu ke waktu mengalami perubahan dimensi. Perubahan dimensi outlet DAS Ciliwung Hulu ini disebabkan oleh tumbuhnya tanaman di badan saluran air, endapan tanah dan pasir yang terbawa oleh aliran air maupun faktor-faktor lainnya. Lengkung kalibrasi cukup dibuat satu kali dan dapat dipergunakan untuk seterusnya jika dimensi outlet dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan. Gambar 11. Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu di Katulampa dengan Alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) 36

53 Data yang digunakan untuk membuat lengkung kalibrasi aliran sungai Ciliwung di SPAS Katulampa adalah data pengukuran tinggi muka air (H) dan data hasil pengukuran debit (Q). Persamaan lengkung kalibrasi untuk mengalihragamkan tinggi muka air me njadi debit yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan yang dibuat oleh Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. Hasil penelitian hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit pada stasiun pengamat arus sungai (SPAS) Katulampa disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Lengkung Kalibrasi Hubungan Antara Tinggi Muka Air (H) dengan Debit Sungai Ciliwung di SPAS Katulampa Tahun Persamaan Lengkung Kalibrasi 1996 Q = 32,428(H - 0,320) 1, Q = 42,652(H - 0,100) 2, Q = 42,652(H - 0,100) 2, Q = 42,652(H - 0,100) 2, Q = 42,652(H - 0,100) 2, Q = 28,984(H - 0,140) 1, Q = 28,984(H - 0,140) 1, Q = 28,984(H - 0,140) 1, Q = 11,403(H - 0,200) 1, Q = 13,097(H - 0,100) 1,427 H : Tinggi muka air (m) Q : Debit sungai (m 3 /detik) Debit Aliran Permukaan Langsung Debit aliran Sungai Ciliwung hasil alih ragam tinggi muka air (TMA) dengan menggunakan lengkung kalibrasi masih berupa hidrograf aliran total. Hidrograf aliran permukaan langsung dapat diperoleh dengan terlebih dahulu memisahkan aliran dasar (base flow). Setelah dilakukan pemisahan aliran dasar (base flow) dengan metode straight line maka diperoleh hidrograf direct runoff (hidrograf DRO). Hidrograf DRO pengukuran terpilih untuk masing-masing tahun disajikan dalam Tabel 10, Tabel 11 dan Tabel

54 Tabel 10. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun 2003 Curah Hujan Parameter Tebal DRO Tanggal (mm) Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) (mm) 08/08/ , ,82 29/08/ , ,13 25/11/ , ,56 06/12/ , ,01 21/12/ , ,35 23/12/ , ,85 Keterangan : Qp = Debit Puncak TR = Time of Rise / Waktu puncak TB = Time Base / Waktu dasar Tabel 11. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) terpilih untuk periode tahun 2004 Curah Hujan Parameter Tebal DRO Tanggal (mm) Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) (mm) 17/02/04 43,6 7, ,48 25/02/04 14,7 3, ,31 18/03/04 11,0 3, ,55 10/05/04 5,6 2, ,31 27/05/04 12,2 5, ,72 14/07/04 16,7 5, ,80 15/09/04 5,8 0, ,04 17/09/04 10,5 4, ,70 09/10/04 8,1 4, ,65 07/11/04 18,1 6, ,72 13/11/04 5,3 4, ,54 30/11/04 9,9 5, ,09 09/12/04 0,7 1, ,23 Keterangan : Qp = Debit Puncak TR = Time of Rise / Waktu puncak TB = Time Base / Waktu dasar 38

55 Tabel 12. Parameter Hidrograf Aliran Permukaan Langsung (Direct Run Off) Terpilih untuk periode tahun 2005 Tanggal Curah Hujan Parameter Tebal DRO (mm) Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) (mm) 14/01/05 4,9 7, ,15 03/02/05 1,5 4, ,52 11/02/05 9,3 10, ,80 16/02/05 9,3 5, ,67 18/02/05 5,9 7, ,05 19/02/05 9,3 10, ,89 20/02/05 33,5 11, ,60 01/03/05 2,1 10, ,57 13/03/05 8,5 5, ,69 27/03/05 10,9 8, ,62 29/03/05 23,2 14, ,92 11/04/05 6,0 6, ,30 14/04/05 14,9 6, ,04 18/04/05 6,9 5, ,23 12/06/05 6,5 6, ,18 25/06/05 6,0 10, ,73 15/07/05 5,1 10, ,70 16/07/05 10,8 10, ,31 11/08/05 1,4 8, ,39 18/09/05 8,7 9, ,46 16/10/05 16,2 7, ,10 04/11/05 6,1 6, ,03 07/11/05 11,1 11, ,07 Keterangan : Qp = Debit Puncak TR = Time of Rise / Waktu puncak TB = Time Base / Waktu dasar Debit Hidrograf Satuan Hidrograf satuan pengukuran untuk setiap kejadian hujan terpilih periode tahun 2003 sampai 2005 dengan kedalaman hujan efektif sebesar 1 mm disajikan dalam Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15. Tabel 13. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2003 Tanggal Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) 08/08/2003 8, /08/2003 8, /11/2003 8, /12/2003 8, /12/2003 8, /12/2003 6,

56 Tabel 14. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2004 Tanggal Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) 17/02/04 5, /02/04 11, /03/04 5, /05/04 7, /05/04 7, /07/04 7, /09/04 7, /09/04 5, /10/04 7, /11/04 9, /11/04 9, /11/04 5, /12/04 7, Tabel 15. Variabel Pokok Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2005 Tanggal Qp (m3/detik) TR (jam) TB (jam) 14/01/05 6, /02/05 8, /02/05 5, /02/05 8, /02/05 6, /02/05 5, /02/05 7, /03/05 6, /03/05 7, /03/05 5, /03/05 4, /04/05 5, /04/05 6, /04/05 4, /06/05 5, /06/05 5, /07/05 6, /07/05 8, /08/05 6, /09/05 6, /10/05 7, /11/05 5, /11/05 10,

57 Morfometri DAS Ciliwung Hulu Hasil pengukuran morfometri jaringan sungai di DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Hasil Pengukuran Morfometri Jaringan Sungai di DAS Ciliwung Hulu Orde Sungai Jumlah Segmen Panjang (km) , , , , ,26 Total ,08 Tabel 16 menunjukkan bahwa kecenderungan semakin tinggi orde sungainya maka jumlah segmennya akan semakin kecil. Meskipun demikian untuk orde 5 (lima) jumlah segmennya lebih besar dari orde 4 (empat). Hal ini dapat terjadi karena di bagian tengah DAS Ciliwung Hulu bentuknya menyempit dan di sebelah kiri dan kanan sungai utama banyak dijumpai sungai-sungai dengan orde 1 yang bertemu dengan sungai orde 5, akibatnya segmen sungai orde 5 yang memanjang dibagian tengah DAS terbagi lagi menjadi beberapa segmen orde 5. Hubungan antara orde sungai dengan jumlah segmen sungai disajikan dalam Gambar 12. 3,000 Logaritma Jumlah Segmen 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 y = -0,2749x + 2,6665 R 2 = 0,9305 0, Orde Sungai Gambar 12. Hubungan Antara Orde Sungai Dengan Jumlah Segmen 41

58 Parameter morfometri DAS Ciliwung Hulu yang digunakan untuk menduga hidrograf satuan sintetik dengan model HSS Gama 1 disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu No Parameter Morfometri Besaran 1 Faktor Sumber/Source Factor (SF) 0, Frekuensi Sumber/Source frequency (SN) 0, Panjang Sungai Maksimum (L) 24,46 km 4 Lebar DAS pada titik 0,75L dan tegak lurus dengan outlet 11,00 km 5 Lebar DAS pada titik 0,25L dan tegak lurus dengan outlet 5,75 km 6 Faktor Lebar/width Factor (WF) 1,913 7 Luas total DAS (A) 149,230 km 2 8 Luas DAS Sebelah Hulu (A U ) 81,033 km 2 9 Luas Relatif DAS Bagian Hulu/relative Upstream Area (RUA) = A U /A 0, Faktor simetri/symmetry factor (SIM) = WF x RUA 1, Jumlah Pertemuan Sungai/Joint Frequency (JN) Jumlah Panjang sungai untuk semua order (? Li) 438,08 km 13 Kerapatan Drainase/drainage density (D) 2, Kemiringan DAS/Slope (S) 0,1112 Penerapan Model Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 DAS Ciliwung Hulu Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1 terdiri dari empat variabel pokok, yaitu waktu-naik/time of rise (TR), debit puncak (QP), waktu-dasar/time-base (TB) dan sisi resesi yang ditentukan oleh nilai koefisien tampungan/ storage coefficient (K). Hasil Perhitungan untuk masing-masing variabel pokok HSS Gama 1 tersebut adalah sebaga i berikut : Waktu-naik/time of rise (TR) 3 L TR = 0,43 + 1,0665SIM + 1, SF 3 24,46 TR = 0,43 + (1,0665x1,0384) + 1, x0,5287 TR = 2,428 Jam Waktu naik (TR) untuk DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model HSS Gama 1 adalah sebesar 2,428 jam. 42

59 Debit Puncak (QP) QP = 0,1836A 0,5886 0,4008 TR JN 0,2381 QP = 0,5886 0,4008 0,2381 0,1836(149,230) (2,428) (263) Qp = 9,2297 m 3 /det Debit Puncak (QP) untuk DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model HSS Gama 1 adalah sebesar 9,2297 m 3 /det. Time Base (TB) 0,1457 0,0986 0,7344 0,2574 TB = 27,4132TR S SN RUA TB = 27,4132(2,428) 0,1112 0,5048 0,5428 0,1457 0,0986 0,7344 0,2574 TB = 20,036 Jam Waktu dasar/time base (TB) untuk DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model HSS Gama 1 adalah sebesar 20,036 jam. Koefisien Tampungan/Coefficient Storage (K) 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 K = 0,5617A S SF K = 0,5617(149,230) 0,1112 0,5287 2,936 D 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 K = 3,9908 Koefisien Tampungan/Coefficient Storage (K) untuk DAS Ciliwung Hulu denga n menggunakan model HSS Gama 1 adalah sebesar 3,9908. Sisi Resesi/Recession Limb Sisi resesi dari hidrograf satuan sintetik DAS Ciliwung Hulu dengan model HSS Gama 1 ini mengikuti persamaan sebagai berikut : / Qt = Qpe. t K Qt= Qp. e t /3,

60 Bentuk dari hidrograf satuan sintetik DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model HSS Gama 1 adalah seperti Gambar 13. Debit (m3/det) Waktu (Jam) Gambar 13. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik DAS Ciliwung Hulu dengan Menggunakan Model HSS Gama 1 Komponen hidrograf satuan DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Tabel 18. Hasil simulasi dengan menggunakan model Hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama 1 dan Hidrograf Satuan pengukuran di DAS Ciliwung Hulu periode tahun 2003 sampai 2005 disajikan dalam Gambar 14. Tabel 18. Komponen HSS Gama 1 dan HS Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Parameter HS Pengukuran Tahun : HSS Gama 1 Waktu Puncak (TP) 2 Jam 3 Jam 3 Jam 2,43 Jam Debit Puncak (QP) 6,60 m 3 /det 6,22 m 3 /det 5,42 m 3 /det 9,23 m 3 /det Waktu Dasar (TB) 36 Jam 30 Jam 31 Jam 20,04 Jam Debit (m3/det) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, HSS GAMA1 HS 2003 HS 2004 HS Waktu (Jam) Gambar 14. Hidrograf Satuan Pengukuran Tahunan dan HSS Gama 1 Hasil Pemodelan di DAS Ciliwung Hulu 44

61 Debit (m3/det) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Waktu (Jam) HSS GAMA1 HS Periode Gambar 15. Hidrograf Satuan Pengukuran Periode dan Hasil Pemodelan Dengan HSS Gama 1 di DAS Ciliwung Hulu Gambar 14 dan Gambar 15 memperlihatkan bahwa bentuk hidrograf satuan sintetik Gama 1 menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan hidrograf satuan pengukuran. Hasil analisis uji kuantitatif antara hidrograf satuan sintetik Gama 1 dengan hidrograf satuan pengukuran untuk masing-masing tahun disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19. Hasil Uji Kuantitatif HSS Gama 1 terhadap HS Pengukuran. NO Parameter Tahun Periode Coefficient of efficiency (CE) 0,81 0,85 0,73 0,81 2 Relative error dari volume total (EV) 16% 18% 18% 17% 3 Absolute Error dari debit puncak (AEQp) 2,63 m 3 /det 3,01 m 3 /det 3,81 m 3 /det 3,22 m 3 /det 4 Relative error dari debit puncak (EQp) 39,85 % 48,39 % 70,30 % 53,58 % 5 Absolute error dari waktu puncak (ETp) 0,43 jam -0,57 Jam -0,57 Jam 0,43 Jam Nilai coefficient of efficiency (CE) menunjukkan seberapa dekat bentuk hidrograf satuan sintetik menyerupai bentuk hidrograf satuan hasil pengukurannya. Nilai CE semakin mendekati 1 (satu) maka hidrograf satuan sintetik mempunyai bentuk yang sama dengan hidrograf satuan hasil pengukuran. Nilai relative error dari volume total (EV) menunjukkan besarnya kesalahan relatif antara volume total hidrograf satuan hasil model dengan hidrograf satuan pengukuran. Nilai EV semakin mendekati 0 (nol) maka model akan semakin baik tingkat keakuratannya. Nilai EV 0 (nol) berarti volume hidrograf satuan sintetik hasil model dengan hidrograf satuan pengukuran tidak berbeda. Nilai absolute error dari debit puncak 45

62 (AEQp) menunjukkan seberapa besar perbedaan debit puncak hasil simulasi model dengan debit puncak pengukuran. Nilai AEQp akan semakin baik jika mendekati nilai 0 (nol). Nilai relative error dari debit puncak (EQp) menunjukkan besarnya kesalahan relatif antara debit puncak hasil model dengan debit puncak hidrograf satuan pengukuran. Nilai EQp semakin mendekati 0 (nol) semakin baik, jika EQp bernilai nol berarti debit puncak hidrograf satuan sintetik hasil model dengan debit puncak hidrograf satuan pengukuran tidak berbeda. Nilai absolute error dari waktu puncak (ETp) menunjukkan kesalahan absolut antara waktu puncak hidrograf satuan sintetik hasil model dengan waktu puncak pengukuran. Nilai ETp yang semakin jauh dari 0 (nol) baik bernilai negatif maupun positif berarti waktu puncak hidrograf satuan sintetik hasil model dengan waktu puncak hidrograf satuan pengukuran berbeda. Tabel 19 menunjukkan bahwa hasil dari model HSS Gama 1 mempunyai nilai coefficient of efficiency (CE) yang berkisar antara 0,73 sampai 0,85. Nilai ini memperlihatkan bahwa pemodelan HSS Gama 1 di DAS Ciliwung Hulu masih menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan hidrograf satuan pengukurannya. Selain itu ditinjau dari besarnya nilai relative error volume tota l (EV) masih cukup besar yaitu berkisar antara 16% sampai 18%. Parameter uji lain yang menunjukkan bahwa HSS Gama 1 masih belum baik dalam menduga hidrograf satuan di DAS Ciliwung Hulu adalah nilai relative error debit puncak (EQp) yang masih tinggi yaitu diatas 39 %. Tahun 2005 nilai EQp mencapai 70,30%, hal ini berarti perbedaan antara besarnya debit puncak antara HSS Gama 1 dengan hidrograf satuan pengukuran masih tinggi. Besaran debit puncak dalam analisis hidrologi merupakan parameter yang sanga t penting, sehingga model hidrograf satuan sintetik Gama 1 perlu disesuaikan agar pendugaannya mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Besarnya absolute error waktu puncak (ETp) juga masih cukup tinggi. Hasil pemodelan dengan HSS Gama 1 diperoleh hasil besarnya perbedaan antara waktu puncak hidrograf satuan sintetik dengan waktu puncak hidrograf satuan pengukuran masih berada diatas 25 menit (0,43 jam). Nilai ETp yang cukup tinggi dapat diakibatkan oleh karena pembuatan selang waktu pengamatan debit pengukuran selama 1 jam sehingga ketika terjadi perbedaan waktu puncak hidrograf 46

63 dengan waktu puncak hasil pengukuran menjadi cukup lama. Pengamatan dengan selang waktu yang lebih pendek diharapkan dapat memperbaiki nilai ETp. Penyesuaian HSS Gama 1 Dengan DAS Ciliwung Hulu Penyesuaian model dilakukan dengan cara meminimalkan perbedaan nilai hasil pemodelan dengan nilai pengukuran. Persamaan hasil penyesuaian konstanta model untuk setiap variabel pokok HSS Gama 1 bagi masing-masing tahun adalah seperti berikut : 1. Tahun 2003 Persamaan waktu-naik/time of rise (TR) HSS tahun 2003 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah : 3 L TR = 0,43 + 0,6548SIM + 1, SF Persamaan debit puncak (QP) HSS tahun 2003 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah: QP = 0,1215A 0,5886 0,4008 TR JN 0,2381 Persamaan koefisien tampungan/coefficient storage (K) HSS tahun 2003 setelah penyesuaian konstanta model adalah: K = 0,7219 A S SF 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 D Persamaan Sisi Resesi HSS tahun 2003 setelah penyesuaian konstanta model : Qt = Qpe. t /5,1292 Bentuk hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah penyesuaian model untuk tahun 2003 disajikan dalam Gambar

64 Debit (m3/det) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Waktu (jam) HSS GAMA 1 PENYESUAIAN HS 2003 Gambar 16. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Tahun 2004 Persamaan waktu-naik/time of rise (TR) HSS tahun 2004 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah : 3 L TR= 0,43 + 1,6178SIM + 1, SF Persamaan debit puncak (QP) HSS tahun 2004 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah : QP = 0,1347A 0,5886 0,4008 TR JN 0,2381 Persamaan koefisien tampungan/coefficient storage (K) HSS tahun 2004 setelah penyesuaian konstanta model adalah : K = 0,6749 A S SF 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 D Persamaan Sisi Resesi HSS tahun 2004 setelah penyesuaian konstanta model : Qt= Qp. e t /4,7948 Bentuk hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah penyesuaian model untuk tahun 2004 disajikan dalam Gambar

65 Debit (m3/det) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 HSS GAMA 1 PENYESUAIAN HS , Waktu (jam) Gambar 17. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun Tahun 2005 Persamaan waktu-naik/time of rise (TR) HSS tahun 2005 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah : 3 L TR = 0,43 + 1,6178SIM + 1, SF Persamaan debit puncak (QP) HSS tahun 2005 setelah dilakukan penyesuaian konstanta model adalah : QP = 0,1174A TR 0,5886 0,4008 JN 0,2381 Persamaan koefisien tampungan/coefficient storage (K) HSS tahun 2005 setelah penyesuaian konstanta model adalah : K = 0,8065 A S SF 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 D Persamaan Sisi Resesi HSS tahun 2005 setelah penyesuaian konstanta model : Qt = Qp. e t /5,7300 Bentuk hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah penyesuaian model untuk tahun 2005 disajikan dalam Gambar

66 Debit (m3/det) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 HSS GAMA 1 PENYESUAIAN HS , Waktu (jam) Gambar 18. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Hidrograf Satuan Pengukuran Tahun 2005 Hasil analisis uji kuantitatif Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 setelah penyesuaian konstanta model terhadap hidrograf satuan pengukuran masingmasing tahun disajikan dalam Tabel 20. Tabel 20. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Model HSS Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model dan Sebelum Penyesuaian Konstanta Model Terhadap Hidrograf Satuan Pengukuran NO Parameter Tahun B T B T B T 1 CE 0,81 0,98 0,85 0,95 0,73 0,93 2 EV 16% -0,03 18% -0,07 18% -0,08 3 AEQp 2,63 m 3 /det 0,00 m 3 /det 3,01 m 3 /det 0,00 m 3 /det 3,81 m 3 /det 0,00 m 3 /det 4 EQp 39,85 % -0,01 % 48,39 % 0,05% 70,30 % 0,03 % 5 ETp 0,43 jam 0,00 jam -0,57 Jam 0,00 jam -0,57 Jam 0,00 jam Keterangan : B = Belum disesuaikan T = Telah Disesuaikan CE = Coefficient of efficiency EV = Relative error dari volume total EQp= Relative error dari debit Puncak AEQp = Absolute error dari debit Puncak ETp = Absolute error dari Debit Puncak Tabel 20 menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyesuaian terhadap konstanta modelnya, terjadi peningkatan keakuratan dugaan bentuk hidrograf satuan untuk masing-masing tahun, dimana bentuk HSS hasil penyesuaian semakin mendekati bentuk hidrograf satuan pengukurannya yang ditunjukkan oleh besarnya nilai coefficient of efficiency (CE) mendekati nilai 1. Nilai 50

67 coefficient of efficiency (CE) yang telah lebih dari 0,90 menunjukkan bahwa model HSS penyesuaian mempunyai tingkat keakuratan pendugaan yang baik, serta didukung oleh nilai parameter uji EV, AEQp, Eqp dan Etp yang telah mendekati atau sama dengan nilai 0 (nol). Sedangkan HSS Gama 1 yang belum disesuaikan konstanta modelnya memberikan dugaan bentuk hidrograf yang berbeda dengan hidrograf pengukuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa model HSS Gama 1 yang dikembangkan berdasarkan data empiris dari 30 DAS contoh ketika akan diterapkan untuk menduga bentuk hidrograf satuan DAS lainnya masih diperlukan adanya penyesuaian konstanta model. Penyesuaian konstanta model meningkatkan keakuratan pendugaan bentuk hidrograf satuan yang hampir menyer upai bentuk pengukuran. Konstanta model HSS Gama 1 bervariasi untuk setiap tahunnya, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh faktor lain yang berubah dari tahun ke tahun selain morfometri DAS. Hidrograf Satuan Sintetik penyesuaian yang dipergunakan untuk menduga bentuk hidrograf satuan DAS yang lain adalah adalah hidrograf satuan sintetik penyesuaian dengan hidrograf satuan pengukuran rata-rata di DAS Ciliwung Hulu. Penggunaan hidrograf satuan pengukuran rata-rata dimaksudkan agar model bisa berlaku untuk semua kurun waktu pengamatan bukan hanya untuk satu kurun waktu pengamatan saja. Hasil penyesuaian konstanta model HSS Gama 1 terhadap data morfometri dan data hidrograf satuan pengukuran rata-rata di DAS Ciliwung Hulu diperoleh 2 (dua) buah set model HSS Gama 1 yang telah disesuaikan konstanta modelnya. Kedua model HSS Gama 1 penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut : 1. HSS Gama 1 Solver 1 Untuk persamaan TP yang dirubah adalah konstanta dari SIM, untuk persamaan QP yang dirubah adalah konstanta dari A, dan untuk persamaan K yang dirubah adalah konstanta dari S. 2. HSS Gama 1 Solver 2 Metode ini dilakukan dengan cara merubah semua konstanta untuk masingmasing persamaan secara bersama-sama. 51

68 Hasil penyesuaian model HSS Gama 1 dengan kedua metode tersebut diperoleh model baru dengan masing-masing persamaan sebagai berikut : 1. HSS Gama 1 Solver 1 3 L TR = 0,43 + 0,6949SIM + 1, SF 2. HSS Gama 1 Solver 2 3,0004 L TR = 0, ,8737SIM + 1, SF 0,4874 0,4008 0,2381 QP = 0,1836 A TR JN 0,5768 0,4024 0,2249 QP = 0,1264 A TR JN 0,1798 0,3225 1,0897 0,0452 K = 0,5617A S SF Qt = Qpe. t /5,8989 D 0,2371 0,1697 1,0970 0,0575 K = 0,5820 A S SF Qt = Qpe. t /5,9247 D 0,1457 0,0986 0,7344 0,2574 TB = 52,0739TR S SN RUA 0,2376 0,3898 0,6438 0,1764 TB = 27,4180TR S SN RUA Bentuk hidrograf satuan sintetik untuk DAS Ciliwung Hulu setelah dilakukan penyesuaian konstanta model disajikan dalam Gambar 19. Sedangkan analisis uji kuantitatif bagi kedua set model tersebut disajikan dalam Tabel 21. Debit (m3/jam) 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, HS PENGUKURAN HSS GAMA 1 HSS GAMA 1 SOLVER 1 HSS Gama 1 SOLVER Waktu (jam) Gambar 19. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Setelah Dilakukan Penyesuaian Dan Hidrograf Satuan Rata -Rata Hasil Pengukuran Tabel 21. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Model HSS Gama 1 Setelah Penyesuaian Konstanta Model Terhadap HS Rata-Rata Pengukuran NO Parameter Model HSS Gama 1 Solver 1 Solver 2 1 Coefficient of efficiency (CE) 0,81 0,99 0,99 2 Relative error dari volume total (EV) 17 % -1 % -1 % 3 Absolute Error dari debit puncak (AEQp) 3,22 m 3 /det 0 m 3 /det 0 m 3 /det 4 Relative error dari debit Puncak (EQp) 53,58 % 0,00 % 0,00 % 5 Absolute error dari waktu Puncak (ETp) 0,43 Jam 0 jam 0 jam 52

69 Model HSS Gama 1 Solver 1 maupun Gama 1 Solver 2 memberikan hasil pendugaan bentuk hidrograf satuan DAS Ciliwung Hulu dengan sangat memuaskan. Nilai Coefficient of efficiency (CE) semakin mendekati 1 (satu) yang berarti hidrograf hasil simulasi mempunyai bentuk yang hampir sama dengan hidrograf satuan pengukuran. Penyesuaian konstanta model semakin meningkatkan tingkat keakuratan pendugaan yang dapat dilihat dari perbaikan nilai relative error volume total (EV) yang semula sebesar 17% menjadi -1%. Hal ini menunjukkan bahwa antara hidrograf satuan hasil pengukuran dengan HSS Gama 1 Solver 1 maupun HSS Gama 1 Solver 2 tidak terjadi perbedaan volume. Penyesuaian konstanta model juga meningkatkan ketelitian dalam menduga besarnya debit puncak yaitu terjadi perubahan nilai EQp dari 53,58% menjadi 0,00% atau yang tadinya terjadi perbedaan absolut debit puncak sebesar 3,22 m 3 /det menjadi tidak terjadi perbedaan debit puncak. Dengan kata lain debit puncak HS pengukuran dengan HSS Gama 1 Solver 1 maupun HSS Gama 1 Solver 2 tidak berbeda. Penyesuaian konstanta mode l juga meningkatkan keakuratan pendugaan waktu puncak yang ditunjukkan oleh perubahan nilai Etp dari 0,43 jam menjadi 0 jam, yang berarti setelah penyesuaian konstanta model tidak terjadi perbedaan antara waktu puncak HSS dengan waktu puncak hidrograf satuan pengukuran. Berdasarkan nilai-nilai parameter uji kuantitatif tersebut maka model HSS Gama 1 Solver 1 maupun HSS Gama 1 Solver 2 dapat diterapkan di DAS Ciliwung Hulu dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Validasi Model HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Validasi model dilakuk an agar model yang dikembangkan dengan menggunakan DAS Ciliwung Hulu ini dapat diketahui keberlakuannya di DAS yang lain. Validasi model dilakukan dengan menggunakan data morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu yang diukur oleh Fadli dalam penyelesaian tugas akhir di Fakultas Kehutanan IPB, sedangkan data TMA yang dipergunakan adalah hasil perekaman (Automatic Water Level Recorder) yang terdapat di DTA Cipopokol. Parameter morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu disajikan dalam Tabel

70 Tabel 22. Morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu No Parameter Morfometri Besaran (a) (b) 1 Faktor Sumber/Source Factor (SF) 0,78 0,47 2 Frekuensi Sumber/Source frequency (SN) 0,60 0,53 3 Panjang Sungai Maksimum (L) 2,41 km 2,41 km 4 Lebar DAS pada titik 0,75L dan tegak lurus dengan outlet 0,51 km 0,51 km 5 Lebar DAS pada titik 0,25L dan tegak lurus dengan outlet 0,83 km 0,83 km 6 Faktor Lebar/width Factor (WF) 1,61 1,61 7 Luas total DAS (A) 1,40 km 2 1,40 km 2 8 Luas DAS Sebelah Hulu (A U) 0,71 km 2 0,71 km 2 9 Luas Relatif DAS Bagian Hulu/Relative Upstream Area (RUA) 0,51 0,51 10 Faktor simetri/symmetry factor (SIM) = WF x RUA 0,82 0,82 11 Jumlah Pertemuan Sungai/Joint Frequency (JN) Jumlah Panjang sun gai untuk semua order (? Li) 4,70 km 5,63 km 13 Kerapatan Drainase/drainage density (D) 3,37 4,04 14 Kemiringan DAS/Slope 0,0695 0,0695 Ket : (a) = Menggunakan Peta rupa bumi skala 1 : (b) = Mempertimbangkan lembah sebagai saluran drainase (sungai) Sumber : Hasil pengukuran Fadli dalam penyelesaian tugas akhir di Fakultas Kehutanan IPB tahun 2006 Hasil simulasi hidrograf satuan sintetik Gama 1 yang belum disesuaikan untuk DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil analisis perbandingan kuantitatif HSS Gama 1 di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu terhadap hidrograf satuan pengukuran disajikan dalam Tabel 23. Tabel 23. Nilai Parameter Uji Kuantitatif HSS Gama 1 Terhadap Hidrograf Satuan Pengukuran DTA Cipopokol Sub-Das Cisadane Hulu NO Parameter Nilai HSS Gama 1 HSS Gama 1 (b) (a) 1 Coefficient of efficiency (CE) 0,20-0,50 2 Relative error dari volume total (EV) 15 % 116 % 3 Absolute Error dari debit puncak (AEQp) -0,05 m 3 /det 0,02 m 3 /det 4 Relative error dari debit Puncak (EQp) -19,08% 9,00% 5 Absolute error dari waktu Puncak (ETp) 1,65 jam 1,65 jam keterangan : (a) = Menggunakan Peta rupa bumi skala 1 : , (b) = Mempertimbangkan lembah sebagai saluran drainase (sungai) 54

71 Debit (m3/det) 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 HSS Gama 1 (A) HSS Gama 1 (B) HS Observasi 0, ,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5 9,5 10,5 Waktu (jam) Gambar 20. Hidrograf Satuan Pengukuran dan HSS Gama 1 di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Tabel 23 dan Gambar 20 memperlihatkan bahwa model HSS Gama 1 pada saat digunakan untuk menduga hidrograf satuan di DTA Cipopokol Sub- DAS Cisadane Hulu memperlihatka n perbedaan yang signifikan dengan hidrograf satuan pengukurannya. Nilai CE yang sangat kecil menunjukkan bahwa bentuk hidrograf satuan sintetik Gama 1 yang dibangun dengan data pengukuran morfometri DTA pada Peta Rupa Bumi skala 1 : berbeda dengan hidrograf pengukuran. Demikian halnya dengan HSS Gama 1 yang dibangun dengan data morfometri yang mempertimbangkan lembah sebagai saluran drainase (sungai) juga mempunyai nilai CE yang jauh dari nilai 1. Nilai EV pada Tabel 23 juga masih jauh dari nilai 0 (nol) yang menunjukkan bahwa volume total HSS Gama 1 berbeda secara signifian dengan volume total hidrograf satuan pengukuran. Perbedaan antara debit puncak HSS Gama 1 dengan hidrograf satuan pengukuran adalah sebesar -0,05 m 3 /det (-19,08%) untuk model yang menggunakan data pengukuran morfometri DTA pada Peta Rupa Bumi skala 1 : denggan nilai negatif yang menunjukkan bahwa besaran debit puncak dugaan lebih kecil dari besaran debit puncak pengukuran. Sedangkan model HSS Gama 1 yang memanfaatkan data lembah sebagai saluran drainase memperlihatkan perbedaan antara debit puncak model dengan debit puncak pengukuran sebesar 0,02 m 3 /det (9,00 %). Selain itu 55

72 besarnya kesalahan absolut antara waktu puncak HSS Gama 1 dengan waktu puncak hidrograf satuan pengukuran juga masih besar yaitu mencapai 1,65 jam. Hasil validasi kedua set model (HSS Gama 1 Solver 1 maupun HSS Gama 1 Solver 2) dengan menggunakan data Morfometri DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu disajikan dalam Gambar 21 sedangkan hasil uji kuantitatifnya disajikan dalam Tabel 24. 0,30 0,25 Pengukuran Gama 1 (a) debit (m3/det) 0,20 0,15 0,10 Solver 1 (a) Gama 1 (b) Solver 2 (b) Solver 2 (a) Solver 1 (b) 0,05 0, Waktu (Jam) Gambar 21. Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu Tabel 24. Perubahan Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model HSS Gama 1 Di DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu NO Parameter Model HSS (a) (b) Gama 1 Solver 1 Solver Gama 1 Solver 1 Solver 2 2 0,20 0,10 0,37-0,50-1,02 0,13 1 Coefficient of efficiency (CE) 2 Relative error volume total (EV) 3 Absolute error Debit -0,05-0,40-0,10 Puncak (AEQp) m 3 /det m 3 /det m 3 /det 4 Relative error debit Puncak (EQp) 5 Absolute error waktu Puncak (ETp) keterangan : (a) = Menggunakan Peta Rupa Bumi skala 1 : , (b) = Mempertimbangkan lembah sebagai saluran drainase (sungai) 15 % 40 % -14 % 116 % 180 % 16 % 0,02 m 3 /det 0,03 m 3 /det -0,05 m 3 /det -19,08% -16,88% -41,13% 9,00 % 12,00% -21,96% 1,65 jam 1,35 jam 1,31 jam 1,65 jam 1,35 jam 1,31 jam 56

73 Gambar 21 dan Tabel 24 menunjukkan bahwa penerapan HSS Gama 1 hasil penyesuaian dalam menduga hidrograf satuan DTA Cipopokol Sub-DAS Cisadane Hulu belum menunjukkan hasil yang baik. Nilai Coefficient of efficiency untuk semua model yang diuji masih jauh dari nilai 1 (satu). Demikian juga untuk parameter uji yang lain masih menunjukkan besarnya penyimpangan bentuk HSS terhadap hidrograf pengukuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk menduga hidrograf satuan dari suatu DAS atau sub-das yang mempunyai karakteristik morfometri DAS berbeda dengan DAS Ciliwung Hulu masih diperlukan adanya penyesuaian terhadap konstanta modelnya. Penyesuaian model dibutuhkan agar pendugaan bentuk hidrograf satuan semakin meningkat keakuratannya. Validasi model penyesuaian (HSS Gama 1 Solver 1 maupun HSS Gama 1 Solver 2) juga dilakukan dengan menggunakan data DAS Progo dengan outletnya di Kranggan Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah. Morfometri DAS Progo yang dipergunakan untuk simulasi disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Morfometri DAS Progo No Parameter Morfometri Besaran 1 Faktor Sumber/Source Factor (SF) 0,572 2 Frekuensi Sumber/Source frequency (SN) 0,744 3 Panjang Sungai Maksimum (L) 36,50 km 4 Faktor Lebar/width Factor (WF) 0,420 5 Luas total DAS (A) 411,67 km 2 6 Luas Relatif DAS B agian Hulu/relative Upstream Area 0,420 (RUA) = A U /A 7 Faktor simetri/symmetry factor (SIM) = WF x RUA 0,180 8 Jumlah Pertemuan Sungai/Joint Frequency (JN) Kerapatan Drainase/drainage density (D) 2, Kemiringan DAS/Slope (S) 0,0479 Sumber : Sri Harto (1990) Hidrograf satuan pengukuran di DAS Progo terpilih yang dipergunakan untuk validasi model HSS Gama 1 hasil penyesuaian disajikan dalam Tabel 26. Hidrograf satuan hasil pengukuran di DAS Progo diperoleh dari hasil penelitian Darmadi (1990). 57

74 Tabel 26. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Progo Waktu Debit (m 3 /detik) Untuk Kejadian Hujan Pada : (Jam) 10/05/ /06/ /01/ /02/1980 Rata-Rata 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 1,11 9,01 25,09 19,96 13, ,04 19,10 15,78 20,29 18, ,00 15,33 12,23 18,20 15, ,86 11,63 9,37 12,31 11,54 5 9,85 9,28 7,06 12,91 9,78 6 7,24 7,80 5,41 6,98 6,86 7 6,30 6,58 4,64 6,35 5,97 8 5,41 5,32 4,08 5,22 5,01 9 4,99 5,30 3,71 4,63 4, ,31 3,92 3,36 3,10 3, ,92 3,45 3,18 2,34 3, ,54 2,99 2,99 1,60 2, ,95 2,66 2,66 0,48 2, ,72 2,34 2,33 0,00 1, ,50 2,03 2,16 2, ,17 1,73 2,00 1, ,96 1,53 1,87 1, ,56 1,33 1,67 1, ,18 1,06 1,51 1, ,65 0,87 1,21 0, ,32 0,00 1,06 0, ,16 0,78 0, ,00 0,26 0, ,00 0,00 Sumber : Darmadi (1990) Hasil pemodelan hidrograf satuan sintetik dengan menggunakan Model HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 setelah penyesuaian konstanta model di DAS Progo disajikan dalam Gambar 22. Model HSS Gama 1 penyesuaian sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 22 belum memberikan hasil pendugaan hidrograf satuan yang memuaskan ketika diterapkan di DAS Progo. Model HSS Gama 1 memberikan hasil yang lebih tinggi untuk parameter debit puncak dibandingkan dengan debit puncak hidrograf satuan pengukuran rata -rata di DAS Progo. Sedangkan HSS Gama 1 penyesuaian menghasilkan dugaan debit puncak yang lebih rendah. Kurva resesi HSS masih menyimpang dari bentuk kurva resesi hidrograf satuan pengukuran rata-ratanya. Secara umum model yang diterapkan masih menunjukkan penyimpangan dibandingkan dengan hidrograf satuan pengukuran sehingga ketika akan diterapkan di DAS Progo perlu dilakukan 58

75 lagi penyesuaian konstanta model. Hasil uji kuantitatif terhadap ketiga model yang diterapkan di DAS Progo disajikan dalam Tabel Debit (m3/det) HSS GAMA 1 GAMA 1 SOLVER 1 GAMA 1 SOLVER 2 HS 10 Mei 1977 HS 21 Juni 1977 HS 6 Januari 1978 HS 11 Pebruari 1980 HS PENGUKURAN RATA-RATA , Waktu (Jam) Gambar 22. Hidrograf Satuan Pengukuran dan Hidrograf Satuan Sintetik DAS Progo Tabel 27. Nilai Parameter Uji Kuantitatif Penerapan Model HSS Gama 1 Dan HSS Gama 1 Penyesuaian di DAS Progo NO Parameter Model HSS Gama 1 Gama 1 Solver 1 Gama 1 Solver 2 1 Coefficient of efficiency (CE) 0,98 0,86 0,92 2 Relative error dari volume total (EV) 4% 7 % - 1 % 3 Absolute Error dari debit puncak (AEQP) 3,50 m 3 /det -6,22 m 3 /det -4,48 m 3 /det 4 Relative error dari debit Puncak (EQp) 19,17% -33,99% -24,50% 5 Absolute error dari waktu Puncak (ETp) -0,53 jam -0,59 jam -0,75 jam Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa parameter morfometri DAS dapat dipergunakan untuk menduga hidrograf satuan, namun konstanta model sangat bervariasi untuk setiap DAS, sehingga untuk mendapatkan hasil pendugaan yang lebih akurat diperlukan penyesuaian konstanta model di setiap tempat. HSS Gama 1 yang belum disesuaikan konstantanya masih memberikan bentuk hidrograf satuan yang berbeda dengan hidrograf hasil pengukuran. HSS Gama 1 yang telah disesuaikan konstanta modelnya memberikan nilai pendugaan bentuk hidrograf yang baik untuk DAS yang bersangkutan. Namun pada saat hasil penyesuaian konstanta dari suatu DAS akan diterapkan pada DAS yang lain juga 59

76 belum memberikan hasil yang memuaskan. Dengan demikian hipotesis pertama penelitian ini diterima yang berarti penerapan model di DAS lain memerlukan penyesuaian konstanta model. Pemanfaatan data morfometri DAS memberikan hasil yang baik untuk menduga hidrograf satuan setelah dilakukan penyesuaian terhadap konstanta model. Bervariasinya konstanta model untuk setiap DAS menunjukkan adanya faktor lain selain morfom etri yang mempengaruhi bentuk hidrograf satuan suatu DAS. Selain konstanta bervariasi antar DAS, hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa konstanta model bervariasi antar waktu meskipun berada dalam satu DAS yang sama. Kondisi ini ditunjukkan oleh perlunya penyesuaian terhadap konstanta model agar diperoleh model dugaan yang terbaik untuk masing-masing tahun pengukuran. Simplifikasi Model HSS Menggunakan Parameter Morfometri DAS Penggunaan model HSS Gama 1 setelah penyesuaian mempunyai tingkat keakuratan pendugaan bentuk hidrograf satuan yang baik, namun saat diterapkan menemui beberapa kendala. Kendala yang dihadapi diantaranya adalah pengukuran parameter morfometri HSS Gama 1 memerlukan waktu yang lama terutama untuk DAS-DAS dengan jumlah panja ng segmen sungai yang banyak. Pengukuran parameter morfometri HSS Gama 1 membutuhkan kesabaran dan ketelitian karena minimal dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran untuk mendapatkan hasil baik. Parameter tertentu seperti penentuan titik berat DAS dan luas Sub- DAS untuk setiap orde sungai cukup sulit dilakukan. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh terhadap para pengguna yang menginginkan adanya model HSS namun dengan menggunakan parameter morfometri yang pengukurannya relatif lebih mudah dilakukan di peta serta mempunyai tingkat keakuratan pendugaan cukup baik. Untuk mengatasi hal ini diperlukan simplifikasi (penyederhanaan) terhadap model HSS Gama 1. Simplifikasi dilakukan dengan menggunakan pasangan data beberapa morfometri DAS dengan variabel hidrograf satuan. Morfometri dan pasangan data yang dipergunakan untuk simplifikasi model HSS Gama 1 disajikan dalam Tabel 28 dan

77 61

78 Simplifikasi model ini diharapkan mampu menemukan parameter morfometri DAS yang mempunyai tingkat keeratan baik dengan variabel pokok hidrograf satuan pengukuran melalui analisis korelasi. Setelah korelasi diketahui, selanjutnya adalah membuat persamaan hubungan antara parameter morfometri DAS dengan variabel pokok hidrograf satuan tersebut. Korelasi antara parameter morfometri denga n variabel hidrograf satuan disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan bahwa parameter morfometri DAS yang pengukurannya pada peta tidak rumit serta tidak membutuhkan waktu yang lama namun mempunyai tingkat keeratan yang baik dengan variabel pokok hidrograf satuan adalah luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN). Dengan memanfaatkan ketiga parameter tersebut diperoleh hasil persamaan regresi hubungan antara parameter luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN) dengan variabel pokok hidrograf satuan yang disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30. Persamaan-Persamaan Model Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Simplifikasi No Parameter Koefisien Determinasi 1 TP = 0,4989 A -0,332 L 0,927 R2 = 90,30 % 2 QP = 0,0912 A 1,790 L -1,19 JN -0,162 R2 = 99,20 % 3 TB = 2,9376 A -0,375 L 0,628 JN 0,351 R2 = 93,80 % Simplifikasi model HSS Gama 1 yang dilakukan masih mempunyai kelemahan karena jumlah data DAS Contoh yang digunakan hanya 9 DAS. Namun demikian besarnya koe fisien determinasi persamaan regresinya cukup tinggi. Koefisien determinasi yang terkecil diperoleh untuk persamaan TP yaitu sebesar 90,30%. Sedangkan untuk variabel QP dan TB koefisien determinasi yang diperoleh lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 99,20% dan 93,80% yang berarti besarnya keragaman peubah QP dapat diterangkan oleh peubah morfometri A, L, dan JN sebesar 99,20% dan selainnya dipengaruhi oleh faktor lain, sedangkan untuk keragaman nilai TB mampu dijelaskan oleh parameter morfometri A, L dan JN sebesar 93,80% dan selainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Persamaan penduga hasil simplifikasi ini masih memerlukan pengujian keberlakuannya di DAS yang lain agar diketahui konsistensi hubungan antara 62

79 parameter yang dipergunakan dengan besaran variabel hidrograf satuan. Bentuk HSS simplifikasi dengan menggunakan persamaan seperti yang tercantum dalam Tabel 27 berbentuk hidrograf satuan yang kasar, yaitu berupa bentuk segitiga yang menyatakan hubungan antara waktu dengan debit pada saat t = 0, t = TP dan t = TB seperti yang disajikan dalam Gambar 23. Debit (m2/detik) ,32 HSS SIMPLIFIKASI 0 5,98 11,96 17,94 Waktu (Jam) Gambar 23. Bentuk Umum Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Simplifikasi Bentuk HSS Simplifikasi yang masih berupa segitiga tersebut dapat dihaluskan dengan menggunakan Rasio Dimensi Hidrograf Satuan (Wanielista et al. 1997) seperti yang disajikan dalam Tabel 31. Hidrograf Satuan Sintetik hasil penghalusan terhadap HSS simplifikasi (Gambar 23) disajikan dalam Gambar Debit (m3/detik) W a kt u ( Ja m) Gambar 24. Gambar HSS Simplifikasi Setelah Penghalusan 63

80 Rasio Waktu (t/tp) 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,5 4,0 4,5 5,0 Tabel 31. Rasio Dimensi Hidrograf Satuan Rasio Debit (Q/Qp) 0,000 0,015 0,075 0,16 0,28 0,43 0,60 0,77 0,89 1,00 0,98 0,92 0,84 0,75 0,65 0,57 0,43 0,32 0,24 0,18 0,13 0,098 0,036 0,018 0,009 0,004 1 Model HSS Simplifikasi ini merupakan model empiris, sehingga untuk mengetahui keberlakuan penerapannya di DAS lain masih memerlukan pengujian lebih lanjut. Penelitian ini mengingat keterbatasan data belum sampai pada uji validasi model di DAS yang lain. Namun dengan koefisien determinasi yang cukup tinggi persamaan regresi antara parametrer morfometri dengan variabel pokok hidrograf satuan, menunjukkan bahwa parameter morfometri DAS yang pengukurannya lebih mudah dilakukan tersebut mempunyai tingkat keakuratan yang baik dalam menduga besarnya variabel pokok hidrograf satuan. Pengujian model HSS simplifikasi yang intensif pada berbagai DAS dengan jaringan morfometri maupun ukuran DAS yang berbeda akan semakin memperjelas bagaimana hubungan antara parameter morfometri luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN) dengan variabel pokok hidrograf satuan. Semakin banyak DAS yang bisa dipergunakan untuk 64

81 memvalidasi model HSS simplifikasi ini, maka tipologi DAS yang berupa hubungan antara bentuk hidrograf satuan dengan morfometri DAS dapat terus dikembangkan. Tipologi DAS tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi dasar dalam penentuan tolok ukur penilaian kinerja pengelolaan DAS di Indonesia. Hasil simulasi dengan menggunakan model HSS Gama 1 maupun HSS simplifikasi untuk 31 DAS yang telah diketahui morfometrinya disajikan dalam Tabel 29. Hasil simulasi ini untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara hasil simulasi dengan menggunakan HSS Gama 1 dengan HSS Simplifikasi dalam menduga besaran variabel hidrograf satuan. Tabel 32 menunjukkan masih adanya perbedaan hasil antara variabel hidrograf sataun hasil pengukuran dengan variabel hidrograf satuan hasil simulasi baik yang menggunakan Model HSS Gama 1 maupun Model HSS Simplifikasi. Sri Harto (2000a) mengemukakan berdasarkan hasil-hasil pengujian keberlakuan dari model HSS Gama 1 ini dapat diketahui bahwa model HSS Gama 1 mempunyai tingkat keakuratan yang baik dalam menduga hidrograf satuan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Dalam rangka mengatasi kesulitan mendapatkan data DAS yang mempunyai hidrograf satuan pengukuran untuk validasi model HSS Simplifikasi ini, maka dilakukan analisi uji-t antara HSS Gama 1 dengan HSS Simplifikasi. Asumsi dari pengujian ini adalah bahwa HSS Gama 1 telah teruji mempunyai tingkat keakuratan pendugaan yang cukup baik dalam menduga variabel hidrograf satuan sebagaimana yang dikemukakan oleh (Sri Harto 2000a). Pada taraf nyata 5% hasil uji-t menunjukkan bahwa hasil simulasi untuk variabel hidrograf satuan TP dengan Model HSS Gama 1 tidak berbeda nyata dengan hasil simulasi Model HSS Simplifikasi pada taraf nyata 5 %. Sedangkan untuk variabel QP dan TB, hasil uji-t pada taraf nyata 5 % menunjukkan perbedaan hasil antara Model HSS Gama 1dengan Model HSS Simplifikasi. Hasil analisis uji-t antara hasil simulasi menggunakan Model HSS Gama 1 dan Model HSS Simplifikasi untuk masing-masing variabel pokok hidrograf satuan di sajikan dalam Gambar

82 66

83 TP HSS Gama 1 VS TP HSS Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) Ho _ X Differences QP HSS Gama 1 VS QP HSS Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) _ X Ho Differences TB HSS Gama 1 VS TB HSS Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) Ho _ X Differences Gambar 25. Boxplot Analisis Uji-t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan Hasil Simulasi dengan HSS Gama 1 terhadap Hasil Simulasi HSS Simplifikasi 67

84 Hasil uji t antara HSS Gama 1 maupun HSS Simplifikasi dengan data observasi disajikan dalam Gambar 26. TP Observasi VS TP Gama 1 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) TP Observasi VS TP Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) _ X _ X Ho Ho Differences Differences QP Observasi VS QP Gama 1 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) QP Observasi VS QP Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) _ X Ho Ho _ X -10,0-7,5-5,0-2,5 Differences 0,0 2,5 5,0 0,0 2,5 5,0 Differences 7,5 10,0 12,5 TB Observasi VS TB Gama 1 (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) TB Observasi VS TB Simplifikasi (with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) Ho _ X _ X Ho Differences A ,5-10,0-7,5-5,0-2,5 Differences Gambar 26. Hasil Uji-t antara Variabel Pokok Hidrograf Satuan Hasil Pengukuran dengan (A) HSS Gama 1 dan (B) HSS Simplifikasi B 0,0 2,5 5,0 68

85 Gambar 26 menunjukkan bahwa hasil simulasi antara HSS Gama 1 maupun HSS Simplifikasi untuk semua variabel pokok hidrograf satuan tidak berbeda nyata dengan hasil pengukurannya. Hal ini menunjukkan bahwa HSS Simplifikasi mempunyai tingkat keakuratan yang cukup baik dalam menduga besaran variabel pokok hidrograf satuan. Namun demikian untuk mengetahui konsistensi hubungan antara parameter morfometri luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN) dengan variabel pokok hidrograf satuan DAS-DAS di Indonesia, maka model HSS Simplifikasi tersebut masih memerlukan validasi dengan menggunakan data dari DAS-DAS lainnya yang ada di Indonesia. 69

86 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Penggunaan hidrograf satuan sintetik bagi suatu DAS yang mempunyai karakteristik morfometri berbeda dengan DAS dimana model dikembangkan harus dilakukan penyesuaian agar diperoleh pendugaan yang akurat. 2. Model hidrograf satuan sintetik Gama 1 yang telah disesuaikan konstanta modelnya mampu menduga bentuk hidrograf satuan pengukuran rata -rata di DAS Ciliwung Hulu dengan keakuratan yang tinggi. 3. Model hidrograf satuan sintetik Gama 1 yang telah disesuaikan konstanta modelnya dengan data pengukuran hidrograf satuan DAS Ciliwung Hulu belum mampu menduga bentuk hidrograf satuan di DTA Cipopokol Sub- DAS Cisadane Hulu dan DAS Progo dengan baik. Dengan kata lain masih memerlukan penyesuaian konstanta model. 4. Penyederhanaan Model HSS gama 1 dengan menggunakan parameter morfometri yang relatif lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi yaitu parameter luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan jumlah pertemuan sungai (JN) mampu menduga besaran variabel pokok hidrograf satuan dengan tingkat keakuratan yang cukup baik. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Pemanfaatan hidrograf satuan pengukuran yang mempunyai selang waktu yang lebih pendek perlu dilakukan untuk meminimalkan perbedaan antara waktu puncak model hidrograf satuan sintetik dengan waktu puncak hidrograf satuan pengukuran. 2. Model HSS Simplifikasi yang telah diperoleh tersebut perlu diuji keberlakuannya dengan menggunakan data DAS yang lainnya. 70

87 DAFTAR PUSTAKA Agus F, Vadari T, Sukristiyonubowo, Hermianto B, Bricquet JP, Maglinao A Catchment Size and Land Management Systems Affect Water and Sediment Yields. In: Proceedings 12th International Soil Conservation Organization Conference May 26-31, 2002, Beijing China. Volume II. pp Ajward MH, Muzik I A Spatially Varied Unit Hydrograph Model. J Environ Hydrol 2000;8 (7). [terhubung berkala]. [16 Apr 2005]. Asdak C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bedient PB, Huber WC Hydrology and Floodplain Analysis. Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Company. Chou CM, Wang RY On-line Estimation of Unit Hydrograph Using The Wavelet-Based LMS algorithm. Hydrol Sci. 47 (5): Darmadi Analisis Hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Dooge JCI Linear theory of Hydrologic System. Technical Bulletin No Washington : United State Department of agricultural. Gordon ND, McMahon TA, Finlayson BL Stream Hydrology An Introduction For Ecologist. John Wiley & Sons Irianto S Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu Menggunakan Model HEC-1. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Kobatake S Runoff Analysis of Head Water. Di dalam Fukushima Y, editor. Hydrology Related to Headwater Management. The Textbook for 10th IHP Training Course in Kiryu-City, 24 Jul 6 Agu Nagoya : The Institute for Hydrospheric -atmospheric Sciences, Nagoya University and UNESCO. Hlm Kuswadi D Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor Linsley RK, Kohler MA, Paulhus JLH Hidrologi Untuk Insinyur. Hermawan Y, penerjemah; Sianipar Y, Haryadi E, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Hydrology for Engieneers. Mazvimavi D, Meijerink AMJ, Stein A Prediction of Base Flows From Basin Characteristic : a Case Study From Zimbabwe. Hydrol Sci. 49 (4):

88 Putro HR, Saleh MB, Hendrayanto, Ichwandi I, Sudaryanto Sistem Insentif Rehabilitasi Lahan dalam Kerangka Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor: Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Schulz EF Problem in Applied Hydrology. Ed Ke-6. Fort Collins, Colorado: Water Resources Publications. Seyhan E Dasar - Dasar Hidrologi. Subagyo S, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University. Terjemahan dari: Fundamentals of Hydrology. Soemarto CD Hidrologi Tehnik. Surabaya: Usaha Nasional. Sosrodarsono D, Takeda K Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramitra. Sri Harto Aliran Dasar Karakteristik Beberapa Sungai di Pulau Jawa. Forum Teknik 2 (12): Sri Harto Analisis Hidrologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sri Harto. 2000a. Some Typical Cathment Parameter and Flow Component of Rivers on The Island of Java. Forum Teknik Jilid 24 3: Sri Harto. 2000b. Hidrologi : Teori, Masalah, Penyelesaian. Yogyakarta : Nafiri Offset. [Tim IPB] Tim Institut Pertanian Bogor Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Das Ciliwung Untuk Pengendalian Banjir Di Ibukota Jakarta. Makalah Sintesa untuk Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu Di Era Otonomi Daerah : Peningkatan Kapasitas Multipihak Dalam Pengendalian Banjir DKI Jakarta. 8 Mei Jakarta: IPB. Viessman W, Lewis GL, Knapp JW Introduction to Hydrology. Ed Ke-3. New York: Harper & Row, Publisher, Inc. Ward AD Surface Runoff and Subsurface Runoff. Di dalam : Ward AD & Elliot WD, editor. Environmental Hydrology. Boca Raton Florida : Lewis Publishers. Wanielista M, Kersten R, Eaglin R Hydrology (Water Quantity and Quality Control). Toronto : John Wiley & Sons, Inc Wilson EM Hidrologi Teknik. Marjuki A, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terje mahan dari: Engieneering Hydrology. 72

89 73

90 Lampiran 1. Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung REPORT ON FREQUENCY ANALYSIS ============================ on 22th of Month 5, 2006 at 6 Hour 10 Minute CH Max CiliwungHulu File : MaxNew.DTA Path : e OBSERVATIONS CH Max Ciliwung Hulu ============ year observation observations ANALYSIS CH Max Ciliwung Hulu ======== Analyzed Time Serie : from 1981 to observations - 0 extremes - 0 zero-observations observations < TRANSFORMATION = none Mean = Standard Dev = GUMBEL DISTRIBUTION Plotting position relationship = Weibull event = a - 1/b ln[ln[te/(te-1)]] where a = b = Te : Return Period of event 74

91 Lampiran 1. (Lanjutan) PROBABILITY TABLE CH Max Ciliwung Hulu ================= Return period Probability of Probability of Magnitude (years) Exceedance (%) Non-Exceedance (%) Event Return period Magnitude (years) Event

92 Lampiran 2. HSS Gama 1 Hasil Simulasi dan Hidrograf Satuan Pengukuran Di DAS Ciliwung Hulu HSS Hidrograf Satuan Pengukuran (m 3 /detik) Waktu Gama Rata-Rata 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 3,80 4,43 3,07 3,72 3,74 2 7,60 6,60 6,19 5,25 6,01 3 8,00 5,68 6,22 5,42 5,77 4 6,22 4,15 4,96 4,69 4,60 5 4,84 3,23 3,81 4,02 3,68 6 3,77 2,57 2,95 3,26 2,92 7 2,94 2,10 2,38 2,73 2,40 8 2,28 1,77 2,02 2,20 1,99 9 1,78 1,53 1,69 1,85 1, ,38 1,30 1,41 1,50 1, ,08 1,15 1,15 1,29 1, ,84 1,02 0,98 1,15 1, ,65 0,97 0,87 0,97 0, ,51 0,85 0,74 0,87 0, ,40 0,76 0,66 0,69 0, ,31 0,61 0,59 0,57 0, ,24 0,56 0,46 0,44 0, ,19 0,49 0,47 0,32 0, ,15 0,38 0,38 0,29 0, ,11 0,31 0,31 0,24 0, ,09 0,25 0,21 0,18 0, ,07 0,26 0,22 0,19 0, ,05 0,21 0,17 0,14 0, ,04 0,10 0,14 0,13 0, ,03 0,05 0,05 0,10 0, ,03 0,04 0,04 0,06 0, ,02 0,03 0,03 0,16 0, ,02 0,03 0,06 0,09 0, ,01 0,05 0,01 0,08 0, ,01 0,05 0,00 0,01 0, ,01 0,05 0,00 0,00 0, ,01 0,04 0,00 0,00 0, ,00 0,04 0,00 0,00 0, ,00 0,04 0,00 0,00 0, ,00 0,02 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Rata-rata 1,28 1,13 1,14 1,15 1,14 76

93 Lampiran 3. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata, HSS Gama 1, HSS Gama 1 Penyesuaian dengan Data DAS Ciliwung Hulu Waktu Hidrograf Satuan HSS Gama 1 (m 3 /detik) (jam) Pengukuran Asli Solver 1 Solver 2 0 0,00 0,00 0,00 0,00 1 3,74 3,89 3,01 3,01 2 6,01 7,79 6,01 6,01 2,3859 5,92 9,29 5,63 5,63 3 5,77 7,97 5,07 5,08 4 4,60 6,20 4,28 4,29 5 3,68 4,83 3,61 3,62 6 2,92 3,76 3,05 3,06 7 2,40 2,92 2,57 2,58 8 1,99 2,28 2,17 2,18 9 1,69 1,77 1,83 1, ,40 1,38 1,55 1, ,20 1,07 1,31 1, ,05 0,84 1,10 1, ,94 0,65 0,93 0, ,82 0,51 0,79 0, ,70 0,39 0,66 0, ,59 0,31 0,56 0, ,49 0,24 0,47 0, ,42 0,19 0,40 0, ,35 0,14 0,34 0, ,29 0,11 0,28 0, ,21 0,09 0,24 0, ,23 0,07 0,20 0, ,18 0,05 0,17 0, ,12 0,04 0,14 0, ,07 0,03 0,12 0, ,05 0,03 0,10 0, ,07 0,02 0,09 0, ,06 0,02 0,07 0, ,05 0,01 0,06 0, ,02 0,01 0,05 0, ,02 0,01 0,04 0, ,01 0,01 0,04 0, ,01 0,00 0,03 0, ,01 0,00 0,03 0, ,01 0,00 0,02 0, ,00 0,00 0,02 0, ,00 0,00 0,02 0, ,00 0,00 0,07 0, ,00 0,00 0,01 0, ,00 0,00 0,01 0, ,00 0,00 0,01 0, ,00 0,00 0,01 0, ,00 0,00 0,01 0, ,00 0,00 0,00 0,01 77

94 Lampiran 4. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol Sub- DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian dengan Menggunakan Peta Rupa Bumi Skala 1: Waktu Hidrograf Satuan HSS Gama 1 (m 3 /detik) (Jam) Pengukuran ASLI SOLVER 1 SOLVER 2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,24 0,04 0,05 0,04 1,00 0,21 0,09 0,09 0,08 1,50 0,17 0,13 0,14 0,12 1,81 0,12 0,16 0,19 0,14 1,85 0,11 0,16 0,20 0,14 2,00 0,08 0,18 0,18 0,12 2,15 0,07 0,19 0,17 0,11 2,50 0,03 0,15 0,14 0,09 3,00 0,01 0,10 0,11 0,06 3,50 0,01 0,06 0,09 0,04 4,00 0,00 0,04 0,07 0,03 4,50 0,00 0,03 0,05 0,02 5,00 0,00 0,02 0,04 0,01 5,50 0,00 0,01 0,03 0,01 6,00 0,00 0,01 0,02 0,01 6,50 0,00 0,01 0,02 0,00 7,00 0,00 0,00 0,01 0,00 7,50 0,00 0,00 0,01 0,00 8,00 0,00 0,00 0,01 0,00 8,50 0,00 0,00 0,01 0,00 9,00 0,00 0,00 0,01 0,00 9,50 0,00 0,00 0,00 0,00 78

95 Lampiran 5. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DTA Cipopokol Sub- DAS Cisadane Hulu, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Dengan Mempertimbangkan Lembah Sebagai Saluran Drainase Waktu HS HSS Gama 1 (m 3 /detik) (Jam) Pengukuran ASLI SOLVER 1 SOLVER 2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,24 0,06 0,07 0,05 1,00 0,21 0,12 0,13 0,10 1,50 0,17 0,18 0,20 0,16 1,81 0,12 0,22 0,26 0,19 1,85 0,11 0,22 0,27 0,18 2,00 0,08 0,24 0,26 0,17 2,15 0,07 0,26 0,25 0,16 2,50 0,03 0,22 0,22 0,14 3,00 0,01 0,18 0,19 0,12 3,50 0,01 0,14 0,17 0,09 4,00 0,00 0,11 0,14 0,08 4,50 0,00 0,09 0,12 0,06 5,00 0,00 0,07 0,11 0,05 5,50 0,00 0,05 0,09 0,04 6,00 0,00 0,04 0,08 0,03 6,50 0,00 0,03 0,07 0,03 7,00 0,00 0,03 0,06 0,02 7,50 0,00 0,02 0,05 0,02 8,00 0,00 0,02 0,04 0,02 8,50 0,00 0,01 0,04 0,01 9,00 0,00 0,01 0,03 0,01 9,50 0,00 0,01 0,03 0,01 10,00 0,00 0,01 0,02 0,01 10,50 0,00 0,01 0,02 0,01 11,00 0,00 0,00 0,02 0,00 11,50 0,00 0,00 0,02 0,00 12,00 0,00 0,00 0,01 0,00 12,50 0,00 0,00 0,01 0,00 13,00 0,00 0,00 0,01 0,00 13,50 0,00 0,00 0,01 0,00 14,00 0,00 0,00 0,01 0,00 14,50 0,00 0,00 0,01 0,00 15,00 0,00 0,00 0,01 0,00 15,50 0,00 0,00 0,00 0,00 79

96 Lampiran 6. Hidrograf Satuan Pengukuran Rata-Rata di DAS Progo, HSS Gama 1, dan HSS Gama 1 Hasil Penyesuaian Debit (m 3 /detik) Waktu HSS GAMA 1 GAMA SOLVER 1 GAMA SOLVER 2 HS Pengukuran 0 0,00 0,00 0,00 0, ,80 8,59 11,03 13, ,59 11,26 12,56 18, ,98 10,00 11,06 15, ,03 8,88 9,74 11, ,63 7,88 8,57 9,78 6 8,67 7,00 7,55 6,86 7 7,07 6,22 6,65 5,97 8 5,76 5,52 5,85 5,01 9 4,70 4,90 5,15 4, ,83 4,35 4,54 3, ,13 3,87 3,99 3, ,55 3,43 3,52 2, ,08 3,05 3,10 2, ,70 2,71 2,72 1, ,38 2,41 2,40 2, ,13 2,14 2,11 1, ,92 1,90 1,86 1, ,75 1,68 1,64 1, ,61 1,50 1,44 1, ,50 1,33 1,27 0, ,41 1,18 1,12 0, ,33 1,05 0,98 0, ,27 0,93 0,87 0, ,22 0,83 0,76 0, ,18 0,73 0, ,15 0,65 0, ,12 0,58 0, ,10 0,51 0, ,08 0,46 0, ,06 0,41 0, ,05 0,36 0, ,04 0,32 0, ,04 0,28 0, ,03 0,25 0, ,02 0,22 0, ,02 0,20 0, ,02 0,18 0, ,01 0,16 0, ,01 0,14 0, ,01 0,12 0, ,01 0,11 0, ,01 0,10 0, ,00 0,09 0, ,08 0, ,07 0,05 80

97 Lampiran 6. (Lanjutan) Debit (m 3 /detik) Waktu HSS GAMA 1 GAMA SOLVER 1 GAMA SOLVER 2 HS Pengukuran 46 0,06 0, ,05 0, ,05 0, ,04 0, ,04 0, ,03 0, ,03 0, ,03 0, ,02 0, ,02 0, ,02 0, ,02 0, ,01 0, ,01 0, ,01 0, ,01 0, ,01 0, ,01 0, ,01 0, , , , ,00 81

98 Lampiran 7. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun 2003 Hidrograf Satuan (m3/det) pada Tanggal : Jam 25/11/03 21/12/03 23/12/03 29/08/03 08/08/03 06/12/03 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 8,47 1,22 2,95 1,31 3,65 8,99 2 6,31 2,66 6,83 8,53 8,06 7,22 3 4,43 8,20 5,27 6,46 5,01 4,74 4 3,04 5,99 4,05 4,77 4,08 2,94 5 2,43 4,47 3,29 3,51 3,19 2,47 6 1,96 3,24 2,58 2,60 2,55 2,46 7 1,69 2,37 2,24 2,12 1,94 2,23 8 1,52 1,96 1,91 1,68 1,74 1,81 9 1,27 1,67 1,59 1,48 1,54 1, ,19 1,39 1,29 1,29 1,35 1, ,04 1,21 1,14 1,17 1,15 1, ,96 1,03 0,99 1,00 1,15 1, ,89 0,94 0,98 0,94 1,14 0, ,89 0,85 0,84 0,79 0,95 0, ,81 0,75 0,84 0,64 0,76 0, ,74 0,66 0,83 0,51 0,58 0, ,67 0,58 0,83 0,43 0,57 0, ,60 0,49 0,68 0,39 0,56 0, ,54 0,41 0,55 0,32 0,38 0, ,47 0,32 0,41 0,25 0,38 0, ,41 0,31 0,40 0,16 0,20 0, ,34 0,22 0,40 0,14 0, ,34 0,15 0,27 0,11 0, ,12 0,13 0,14 0,11 0, ,12 0,05 0,01 0,08 0, ,06 0,03 0,01 0, ,01 0,02 0,00 0, ,00 0,00 0, , , , , , , , ,00 82

99 Lampiran 8. Hidrograf Satuan Pengukuran di DAS Ciliwung Hulu Tahun 2004 Hidrograf Satuan (m3/det) pada Tanggal : Jam 09/10/0415/09/04 17/09/04 27/05/04 25/02/04 17/02/04 18/03/0410/05/04 14/07/04 13/11/04 09/12/0430/11/04 07/11/04 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,96 1,13 4,42 0,37 7,16 2,01 2,58 5,28 0,61 8,54 0,87 0,14 5,83 2 7,57 7,23 5,98 5,36 11,05 5,34 4,04 7,73 4,95 9,04 1,18 1,77 9,28 3 6,47 6,77 4,98 7,02 6,24 4,92 5,60 6,45 7,06 6,90 7,32 4,45 6,64 4 4,48 5,42 4,05 4,93 4,03 4,64 5,07 5,22 5,61 4,95 6,43 5,30 4,31 5 4,10 4,06 3,34 3,77 2,76 3,57 4,04 4,05 3,98 3,20 4,76 4,43 3,44 6 3,21 3,16 2,67 3,04 1,95 3,06 3,06 3,28 3,10 2,38 3,22 3,61 2,62 7 2,55 2,26 2,19 2,35 1,55 2,56 2,58 2,54 2,55 1,97 2,51 3,09 2,17 8 2,08 1,81 2,04 2,17 1,16 2,08 2,12 2,17 2,16 1,57 2,51 2,60 1,73 9 1,77 1,58 1,74 1,84 1,16 1,84 1,67 1,46 1,80 1,18 2,16 2,35 1, ,48 1,35 1,45 1,67 0,77 1,61 1,45 1,11 1,56 0,81 1,83 2,00 1, ,32 1,13 1,30 1,35 0,77 1,38 1,24 0,76 1,34 0,45 1,50 1,67 0, ,16 1,13 1,16 1,18 0,77 1,15 1,02 0,42 1,12 0,26 1,18 1,55 0, ,01 0,90 1,02 1,02 0,77 1,04 1,02 0,40 1,01 0,06 1,18 1,44 0, ,87 0,90 0,89 0,86 0,39 0,92 0,81 0,38 0,91 0,00 1,18 1,22 0, ,72 0,68 0,76 0,85 0,39 0,81 0,81 0,04 0,71 0,87 1,11 0, ,58 0,68 0,63 0,69 0,39 0,70 0,81 0,03 0,62 0,87 1,00 0, ,44 0,45 0,62 0,68 0,00 0,69 0,60 0,00 0,52 0,58 0,80 0, ,31 0,23 0,62 0,52 0,58 0,60 0,52 0,58 0,70 0, ,18 0,23 0,37 0,37 0,47 0,60 0,34 0,29 0, ,05 0,23 0,37 0,36 0,36 0,40 0,34 0,29 0, ,02 0,00 0,25 0,34 0,36 0,40 0,25 0,00 0, ,00 0,24 0,20 0,25 0,40 0,16 0, ,12 0,18 0,24 0,20 0,08 0, ,12 0,17 0,24 0,20 0,00 0, ,00 0,02 0,13 0,00 0, ,00 0,01 0,12 0, ,00 0,00 0,12 0, ,11 0, , ,00 83

100 84

101 85

102 Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Waktu Puncak (TP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Regression Analysis: Log TP versus Log A; Log L The regression equation is Log TP = - 0,302-0,332 Log A + 0,927 Log L Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,59 0,004 Log A -0,3323 0,2010-1,65 0,149 Log L 0,9268 0,2997 3,09 0,021 S = 0, R-Sq = 95,3% R-Sq(adj) = 93,8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 0, , ,12 0,000 Residual Error 6 0, ,00551 Total 8 0,70621 Source DF Seq SS Log A 1 0,62050 Log L 1 0,

103 Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Debit Puncak (QP) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Regression Analysis: Log QP versus Log A; Log L; Log JN The regression equation is Log QP = - 1,04 + 1,79 Log A - 1,19 Log L - 0,162 Log JN Predictor Coef SE Coef T P Constant -1, , ,90 0,000 Log A 1,7882 0,1813 9,86 0,000 Log L -1,1903 0,2746-4,34 0,007 Log JN -0, , ,74 0,143 S = 0, R-Sq = 99,6% R-Sq(adj) = 99,4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 5,9586 1, ,07 0,000 Residual Error 5 0,0218 0,0044 Total 8 5,9804 Source DF Seq SS Log A 1 5,8413 Log L 1 0,1041 Log JN 1 0,

104 Lampiran 13. Hasil Analisis Statistik Regresi Parameter Morfometri dengan Waktu Dasar (TB) Hidrograf Satuan Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Regression Analysis: Log TB versus Log A; Log L; Log JN The regression equation is Log TB = 0,468-0,375 Log A + 0,628 Log L + 0,351 Log JN Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,4682 0,1185 3,95 0,011 Log A -0,3755 0,3086-1,22 0,278 Log L 0,6280 0,4674 1,34 0,237 Log JN 0,3514 0,1590 2,21 0,078 S = 0, R-Sq = 93,2% R-Sq(adj) = 89,1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 0, , ,86 0,002 Residual Error 5 0, ,01264 Total 8 0,93038 Source DF Seq SS Log A 1 0,75879 Log L 1 0,04665 Log JN 1 0,06172 Unusual Observations Obs Log A Log TB Fit SE Fit Residual St Resid 7 2,17 1,5563 1,3743 0,0719 0,1820 2,11R R denotes an observation with a large standardized residual. 88

105 Lampiran 14. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP H SS Gama 1 dengan TP HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TP Gama 1; TP Simpli Paired T for TP Gama 1 - TP Simpli N Mean StDev SE Mean TP Gama , , ,87684 TP Simpli 32 2, , ,17057 Difference 32 1, , , % CI for mean difference: (-0,10265; 3,08265) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1,91 P-Value = 0,066 Lampiran 15. Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan QP HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: QP Gama 1; QP Simpli Paired T for QP Gama 1 - QP Simpli N Mean StDev SE Mean QP Gama , ,5965 2,9339 QP Simpli 32 36, ,7472 6,4960 Difference 32-14, ,0965 3, % CI for mean difference: (-21,9904; -6,0571) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -3,59 P-Value = 0,001 Lampiran 16. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan TB HSS Simplifikasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TB Gama 1; TB Simpli Paired T for TB Gama 1 - TB Simpli N Mean StDev SE Mean TB Gama ,3369 6,7367 1,1909 TB Simpli 32 26, ,1245 2,3201 Difference 32 4, , , % CI for mean difference: (1,17327; 8,29548) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 2,71 P-Value = 0,011 89

106 Lampiran 17. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Gama 1 dengan TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TP Gama 1; TP Paired T for TP Gama 1 - TP N Mean StDev SE Mean TP Gama 1 9 2, , ,19370 TP 9 2, , ,84574 Difference 9-0, , , % CI for mean difference: (-2,202267; 1,468934) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,46 P-Value = 0,657 Lampiran 18. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TP HSS Simplifikasi dengan TP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TP Simpli; TP Paired T for TP Simpli - TP N Mean StDev SE Mean TP Simpli 9 1, , ,28685 TP 9 2, , ,84574 Difference 9-0, , , % CI for mean difference: (-2,415206; 0,961872) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,99 P-Value = 0,350 Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Gama 1 dengan QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: QP Gama 1; QP Paired T for QP Gama 1 - QP N Mean StDev SE Mean QP Gama ,8756 8,8703 2,9568 QP 9 12, ,0320 3,6773 Difference 9 0, , , % CI for mean difference: (-3,308991; 3,497880) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0,06 P-Value = 0,951 90

107 Lampiran 20. Hasil Analisis Statistik Uji t antara QP HSS Simplifikasi dengan QP Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: QP Simpli; QP Paired T for QP Simpli - QP N Mean StDev SE Mean QP Simpli 9 14, ,2931 4,4310 QP 9 12, ,0320 3,6773 Difference 9 1, , , % CI for mean difference: (-1,00689; 4,93134) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1,52 P-Value = 0,166 Lampiran 21. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Gama 1 dengan TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TB Gama 1; TB Paired T for TB Gama 1 - TB N Mean StDev SE Mean TB Gama ,1133 5,7865 1,9288 TB 9 20, ,5291 3,5097 Difference 9 8, , , % CI for mean difference: (-0,11308; 16,11753) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 2,27 P-Value = 0,053 Lampiran 22. Hasil Analisis Statistik Uji t antara TB HSS Simplifikasi dengan TB Observasi Menggunakan Perangkat Lunak Minitab Versi 14. Paired T-Test and CI: TB Simpli; TB Paired T for TB Simpli - TB N Mean StDev SE Mean TB Simpli 9 19,3922 8,8635 2,9545 TB 9 20, ,5291 3,5097 Difference 9-0, , , % CI for mean difference: (-4,478934; 3,041156) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,44 P-Value = 0,671 91

108 Lampiran 23. Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 1 (Satu) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) 1 0, , , , , ,61 2 0, , , , , ,73 4 0, , , , , ,56 6 0, , , , , ,57 8 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , a 0, , , , , , b 0, , , , , ,56 476b 3, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,73 92

109 Lampiran 24. Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 2 (dua) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : No Panjang No Panjang No Panjang Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) 5 0, , ,98 7 0, , ,10 9 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , a 0, , , a 0, , ,47 145a 0, , , a 0, , , a 0, , , , , , , , ,05 500a 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,13 93

110 Lampiran 24. (Lanjutan) No Panjang No Panjang No Panjang Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) 141 0, , , , , , , , , , , , , , ,88 Lampiran 25. Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 3 (tiga) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : No Panjang No Panjang Segmen (km) Segmen (km) 31 2, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24 476a 0, ,03 528a 0, , , , , ,47 94

111 Lampiran 26. Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 4 (empat) dan Panjang Sungai orde 5 (lima) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta Rupa Bumi Skala 1 : No Orde Panjang No Orde Panjang Segmen Sungai (km) Segmen Sungai (km) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,75 529a 5 0, , , ,38 95

112 96

113 97

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daerah aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA Daerah aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA Daerah aliran Sungai Daerah aliran sungai yang diartikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh pembatas topografi (to pography divide) yang menangkap, menampung dan mengalirkan air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan selama 7 bulan dimulai pada bulan September 2005 hingga bulan Maret 2006. Bahan dan

Lebih terperinci

Bejo Slamet 1), Lailan Syaufina 2), dan Hendrayanto 2)

Bejo Slamet 1), Lailan Syaufina 2), dan Hendrayanto 2) 59 MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA 1 DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU (GAMA 1 SYNTHETIC UNIT HYDROGRAPH MODIFICATION ON UPPER CILIWUNG WATERSHED) Bejo Slamet 1), Lailan Syaufina 2),

Lebih terperinci

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI 3.1. Pengantar Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu

Lebih terperinci

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14 Perhitungan Debit Maksimum Dengan HSS (Hidrograf Satuan DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. Sintetis) TS-A 2015 Kelompok 14 Sakti Arri Nugroho 15050724011 Salsabilla Putri Nur Hakiem 15050724064

Lebih terperinci

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA Vera Wim Andiese* * Abstract One of the methods to determine design of flood discharge that had been developed

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian terletak di Bandar Lampung dengan objek penelitian DAS Way

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian terletak di Bandar Lampung dengan objek penelitian DAS Way BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Bandar Lampung dengan objek penelitian DAS Way Kuala Garuntang (Sungai Way Kuala) dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK Fatiha Nadia 1), Manyuk Fauzi 2), dan Ari Sandhyavitri 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

IX. HIDROGRAF SATUAN

IX. HIDROGRAF SATUAN IX. HIDROGRAF SATUAN Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan mangkus (efektif) yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu

Lebih terperinci

PEMODELAN PARAMETER α PADA HIDROGRAF SATUAN SINTETIK NAKAYASU ( STUDI BANDING DENGAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMAI )

PEMODELAN PARAMETER α PADA HIDROGRAF SATUAN SINTETIK NAKAYASU ( STUDI BANDING DENGAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMAI ) PEMODELAN PARAMETER α PADA HIDROGRAF SATUAN SINTETIK NAKAYASU ( STUDI BANDING DENGAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMAI ) M. Ramadani Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air laut menguap karena adanya radiasi matahari menjadi awan, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Air laut menguap karena adanya radiasi matahari menjadi awan, kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi atau daur hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya kembali mengalir ke laut. Air laut menguap

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan

Lebih terperinci

ANALISA WAKTU DASAR DAN VOLUME HIDROGRAF SATUAN BERDASARKAN PERSAMAAN BENTUK HIDROGRAF FUNGSI α (ALPHA) DAN δ (DELTA) PADA DPS-DPS DI PULAU JAWA

ANALISA WAKTU DASAR DAN VOLUME HIDROGRAF SATUAN BERDASARKAN PERSAMAAN BENTUK HIDROGRAF FUNGSI α (ALPHA) DAN δ (DELTA) PADA DPS-DPS DI PULAU JAWA ANALISA WAKTU DASAR DAN VOLUME HIDROGRAF SATUAN BERDASARKAN PERSAMAAN BENTUK HIDROGRAF FUNGSI α (ALPHA) DAN δ (DELTA) PADA DPS-DPS DI PULAU JAWA Oni Febriani Jurusan Teknik Sipil Politeknik Bengkalis Jl.

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan ulan keterangan e atau fakta mengenai fenomenana hidrologi seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS Muhamad Iqbal Tias Pratomo 1), Sobriyah 2), Agus Hari Wahyudi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS Muhammad Fajar Angga Safrida 1), Sobriyah 2), Agus Hari Wahyudi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

MODUL: Hidrologi II (TS533) BAB II PEMBELAJARAN

MODUL: Hidrologi II (TS533) BAB II PEMBELAJARAN BAB II PEMBELAJARAN A. Rencana Belajar Kompetensi : Setelah mengikuti perkuliah ini mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Jenis kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrograf merupakan hubungan antara waktu dan aliran, baik berupa kedalaman aliran maupun debit aliran. Data hidrograf aliran sangat berguna dalam perencanaan sumber

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DAS

BAB IV. ANALISIS DAS BAB IV. ANALISIS DAS 4.1. Hidromorfometri DAS Para pakar akhir-akhir ini banyak menggunakan pendekatan hidromorfometri DAS untuk menerangkan proses-proses hidrologi. Kepekaan DAS untuk mengubah hujan menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) Ag. Padma Laksitaningtyas Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta Email:

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah kekuatan pendorong dari semua alam.air adalah salah satu dari empat unsur penting di dunia ini. Air memiliki begitu banyak manfaat dan tak ada kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Studi tentang Model Hidrograf Satuan Sintetik pada Sub DAS Bayur Samarinda, Kalimantan Timur. Oleh : Muhammad Syafrudin*)

Studi tentang Model Hidrograf Satuan Sintetik pada Sub DAS Bayur Samarinda, Kalimantan Timur. Oleh : Muhammad Syafrudin*) Studi tentang Model Hidrograf Satuan Sintetik pada Sub DAS Bayur Samarinda, Kalimantan Timur Oleh : Muhammad Syafrudin*) Abstract The present research entitled Study of Synthetic Unit Hydrograph Model

Lebih terperinci

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m) Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu Luas L ms (km) L c (km) aws (%) h 10 (m) h 85 (m) Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46 Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05 Cisarua

Lebih terperinci

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI...x ABSTRACT... xi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract KESESUAIN MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK STUDI KASUS SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI SIAK BAGIAN HULU Nurhasanah Junia 1), Manyuk Fauzi 2), Imam Suprayogi ) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Curah hujan diukur setiap hari dengan interval pengukuran dua puluh empat jam dengan satuan mm/hari. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh Automatic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Teori-teori yang dikemukakan dalam studi ini, adalah teori yang relevan dengan analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS TAPAKIS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS TAPAKIS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK ANALISIS KARAKTERISTIK DAS TAPAKIS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK Rifqi Zahri 1), Manyuk Fauzi 2), Bambang Sujatmoko 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrograf dapat digambarkan sebagai suatu penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Selain itu, hidrograf dapat menunjukkan respon menyeluruh Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hujan Rata-Rata Suatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata suatu daerah. Analisis data hujan untuk

Lebih terperinci

HYDROGRAPH HYDROGRAPH 5/3/2017

HYDROGRAPH HYDROGRAPH 5/3/2017 5/3/2 HYDROGRAH REKAYASA HIDROLOGI Norma usita, ST.MT. HYDROGRAH Debit rencana banjir atau imasan banjir rencana di tentukan dengan beberaa metode, yaitu analitis, rasional, infitrasi, dan emiris. Metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Melengkapi Data Hujan yang Hilang Data yang ideal adalah data yang untuk dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi dalam praktek sangat sering dijumpai data yang tidak lengkap

Lebih terperinci

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU Agreista Vidyna Qoriaulfa 1, Annisa Ratna Putri 1, Huriyah Fadhillah 1, Puji Harsanto 2, Jazaul Ikhsan

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, mengalirkan dan selanjutnya

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka perencanaan bangunan dam yang dilengkapi PLTMH di kampus Tembalang ini sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS DI KOTA PEKANBARU BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS DI KOTA PEKANBARU BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK ANALISIS KARAKTERISTIK DAS DI KOTA PEKANBARU BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK Fatiha Nadia 1), Manyuk Fauzi 2), Ary Sandhyavitri 2) 1) Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Waduk Ciniru ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uraian Umum Bendungan (waduk) mempunyai fungsi yaitu menampung dan menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari daerah pengaliran sunyainya (DPS).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1. Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara Dengan Menggunakan Metode Hasper, Melchior dan Nakayasu Yulyana Aurdin Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM Email

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI II

REKAYASA HIDROLOGI II REKAYASA HIDROLOGI II PENDAHULUAN TIK Review Analisis Hidrologi Dasar 1 ILMU HIDROLOGI Ilmu Hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan dari mana asal mula air yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG

EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG Muhammad Reza Aditya Ready Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jl.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 digilib.uns.ac.id ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2002-2014 di stasiun curah hujan Eromoko,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis awal yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya debit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN Spectra Nomor 9 Volume V Januari 7: 5-64 PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN Ibnu Hidayat P.J. Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP

Lebih terperinci

PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR

PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR Oleh : Gede Ariahastha Wicaksana NIM : 1104105102 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV - 1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan lingkungan dewasa ini menjadi isu penting yang mengundang perhatian baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Zen (1982, dalam Martopo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

HIDROGRAF SATUAN SINTETIK LIMANTARA (Studi kasus di sebagian DAS Di Indonesia)

HIDROGRAF SATUAN SINTETIK LIMANTARA (Studi kasus di sebagian DAS Di Indonesia) HIDROGRAF SATUAN SINTETIK LIMANTARA (Studi kasus di sebagian DAS Di Indonesia) Lily Montarcih L. Dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 ABSTRACT Ideally,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode Hidrograf Satuan Sintetik (synthetic unit hydrograph) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Metode Hidrograf Satuan Sintetik (synthetic unit hydrograph) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Hidrograf Satuan Sintetik (synthetic unit hydrograph) di Indonesia merupakan metode empiris yang sebagian besar digunakan di Indonesia untuk membuat perhitungan

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: AGUSTINUS CALVIN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 14 No. 1 Juli 2013 (57-64)

INFO TEKNIK Volume 14 No. 1 Juli 2013 (57-64) INFO TEKNIK Volume 14 No. 1 Juli 2013 (57-64) ANALISIS PENURUNAN HIDROGRAF SATUAN REPRESENTATIF Nilna Amal Dosen Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan Abstract Indonesia has

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii MOTTO... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi ABSTRAK... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan...1

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P

BAB VI P E N U T U P 102 BAB VI P E N U T U P 6.1. KESIMPULAN Dari analisa mengenai Pengaruh Perubahan Peruntukan Lahan Terhadap Aspek Hidrologi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya perubahan tata guna lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperkirakan debit aliran sungai pada periode banjir sering dilakukan pada pekerjaan perancangan bangunan air seperti perancangan tanggul banjir, jembatan, bendung

Lebih terperinci