BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Hakikat Prinsip Kesantunan Berbahasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Hakikat Prinsip Kesantunan Berbahasa"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Prinsip Kesantunan Berbahasa Prinsip kesantunan menurut Leech adalah kesantunan berbahasa tidak hanya terungkap dalam isi percakapan, tetapi juga dalam cara percakapan dikendalikan dan dipola oleh para pemeran sertanya (Leech, 1993: 219). Tata cara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tata cara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses belajar mengajar bahasa. Pendapat dari Leech mengenai prinsip kesantunan sejalan dengan beberapa pakar antara lain; Lakoff (1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978). Teori mereka pada dasarnya beranjak dari pengamatan yang sama, yaitu bahwa di dalam komunikasi yang sebenarnya, penutur tidak mematuhi prinsip kerja sama dari pendapat Grice, yang terdiri atas maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara (Gunarwan, 2007: 187). Perbedaannya antara lain terletak pada bagaimana pakar-pakar tersebut melihat wujud kesantunan. Lakoff dan Leech melihatnya sebagai penerapan kaidah (kaidah sosial), sedangkan Fraser serta Brown dan Levinson melihatnya sebagai hasil pemilihan strategi. Fraser dalam Gunarwan (2007: 188) mendefinisikan kesantunan, dalam hal ini kesantunan berbahasa adalah property associated with neither exceeded any right nor failed to fulfill any obligation. Dengan kata lain kesantunan 7

2 digilib.uns.ac.id 8 berbahasa adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat pendengar atau petutur, penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari untuk memenuhi kewajibannya. Sementara itu, menurut Lakoff dalam Gunarwan (2007: 187), sebuah ujaran dikatakan santun jika ia tidak terdengar memaksa atau angkuh, ujaran itu memberi pilihan tindakan kepada lawan bicara, dan lawan bicara itu menjadi senang. Muslich (2006: 1) menyatakan bahwa kesantunan (politiness), sopan santun, atau etiket adalah tata cara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan berbahasa ini juga disebut tata krama berbahasa. Lebih lanjut Muslich (2006: 3-4) menyatakan bahwa dengan mengetahui tata cara berbahasa, diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tata cara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut. (1) Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu. (2) Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu. (3) Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan. (4) Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara. (5) Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara. (6) Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan. Sehingga, berpijak dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur

3 digilib.uns.ac.id 9 (penyapa) dan petutur (pesapa) untuk memperhatikan sopan santun dalam percakapan. Setiap kali berbicara dengan orang lain, dia akan membuat keputusan-keputusan menyangkut apa yang ingin dikatakannya dan bagaimana menyatakannya. Hal ini tidak hanya menyangkut tipe kalimat atau ujaran apa dan bagaimana, tetapi juga menyangkut variasi atau tingkat bahasa sehingga kode yang digunakan berkaitan tidak saja dengan apa yang dikatakan, tetapi juga motif sosial tertentu yang ingin menghormati lawan bicara atau ingin mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota golongan tertentu. Secara umum, santun merupakan suatu yang lazim dapat diterima oleh umum. Santun tidak santun bukan makna absolut sebuah bentuk bahasa. Karena itu tidak ada kalimat yang secara inheren santun atau tidak santun, yang menentukan kesantunan bentuk bahasa ditambah konteks ujaran hubungan antara penutur dan petutur. Oleh karena itu, situasi varibel penting dalam kesantunan. a. Prinsip-prinsip Kesantunan Berbahasa Kesantunan merupakan sebuah fenomena dalam kajian pragmatik. Setidaknya ada empat ancangan kesantunan dari para ahli yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu kesantunan dilihat dari pandangan kaidah sosial tokohnya adalah Lakoff, Fraser, Leech, Brown dan Levinson. Secara singkat berikut penjabaran pendapat-pendapat beliau. 1) Prinsip Kesantunan Menurut Robin Lakof Lakoff (dalam Chaer, 2010: 46) mengungkapkan jika ucapan seseorang ingin terdengar santu dihadapan lawa bicara maka ada tiga buah kaidah yang perlu dipatuhi. Ketiga buah kaidah tersebut adalah formalitas (formalitay),

4 digilib.uns.ac.id 10 ketidak tegasan (hesitancy) dan persamaan atau kesekawanan (equality or camaraderie). ketiga kaidah tersebut apa bila dijabarkan sebagai berikut. Kaidah pertama yaitu formalitas, berarti jangan memaksa atau angkuh. Kaidah kedua yaitu ketidaktegasan berarti berbuatlah sedemikan rupa sehingga lawan bicara dapat menentukan pilihan. Kaidah terakhir yaitu persamaan atau kesekawanan, berarti bertindak seolah-olah penutur dan lawan tutur menjadi sama. Jadi, menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan santun apabila tidak terdengar memaksa atau angkuh, tuturan tersebut seolah memberikan pilihan kepada lawan tutur, dan lawan tutur merasa tenang. 2) Prinsip Kesantunan Menurut Fraser Menurut Fraser (dalam Chaer, 2010: 47) kesentunan adalah properti yang diasosiasikan dengan tuturan dan di dalam hal ini menurut pendapat lawan tutur, bahwa penutur tidak melampaui kewajibannya. Sedangkan penghormatan adalah bagian dari aktivitas yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan bahasa sehari-hari. Jadi, jika seseorang tidak menggunakan bahasa sehari-hari kepada lawan tuturnya yang memiliki peringkat atau jabatan lebih tinggi, maka orang itu telah menunjukkan sikap hormat. Berperilaku hormat, menurut Fraser belum tentu berperilaku santun. Fraser (dalam Chaer, 2010: 47) mendefiiisikan kesantunan menjadi tiga hal. Pertama, kesantunan adalah properti atau bagian dari tuturan, jadi bukan tuturan itu sendiri. Kedua, ujaran dari lawan tuturlah yang menentukan apakah kesantunan terdapat pada sebuah tuturan. Maksudnya buah tuturan yang disampaikan oleh penutur mungkin dimaksudkan santun, tetapi belum

5 digilib.uns.ac.id 11 tentu santun di telinga lawan tuturnya, begitupan sebaliknya. Ketiga, kesantunan dikaitkan dengan hak dan kewajiban. Artinya sebuah tutran terdengar santun atau tidak dapat diukur berdasarakan (a) apakah penutur tidak melampaui haknya teradap lawan tuturnya, dan (b) apakah penutur memenuhi kewajiban kepada lawan tutur tersebut. 3) Prinsip Kesantunan Menurut Leech Leech membahas teori kesantunan dengan menitikberatkan atas dasar nosi, (1) biaya/cost dan keuntungan/benefit, (2) kesetujuan/agreement, (3) pujian/approbation, (4) simpati/antipati. Leech (1993) sendiri mendefinisikan prinsip kesantunan yaitu dengan cara meminimalkan ungkapan yang diyakini tidak santun. Ada enam maksim menurut Leech (1993) yakni sebagai berikut. Enam maksim menurut Leech (dalam Chaer 2010: 56-62) sebagai berikut. a) Maksim kebijaksanaan (tact maxim) Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Leech (dalam Chaer, 2010: 56) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya

6 digilib.uns.ac.id 12 lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung. b) Maksim kemurahan hati Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati menurut Leech (dalam Chaer, 2010: 57) para peserta pertuturan diharapkan dapat memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. c) Maksim penerimaan Maksim penghargaan menurut Leech (dalam Chaer, 2010: 57) dijelaskan bahwa seseorang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Maksim ini menghendaki setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan kerugian pada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang lain.

7 digilib.uns.ac.id 13 d) Maksim kerendahan hati Maksim kerendahan hati menurut Leech (dalam Chaer, 2010: 58) peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Maksim ini menuntut semua peserta pertuturan memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati jika di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. e) Maksim pemufakatan/kecocokan Maksim pemufakatan atau kecocokan menurut Leech (dalam Chaer, 2010: 59) diharapkan para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Maksim ini menghendaki agar setiap penutur dan lawan tutur memaksimalkan kesetujuan di dalam kegiatan bertutur dan meminimalkan ketidaksetujuan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun. f) Maksim kesimpatian Maksim ini diungkapkan dengan tuturan asertif dan ekspresif. Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dan meminimalkan rasa antipasti kepada lawan tuturnya. Jika

8 digilib.uns.ac.id 14 lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapat kesusahan, atau musibah penutur layak berduka, atau mengutarakan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Sikap antipati terhadap salah satu peserta tutur akan dianggap tindakan tidak santun. Simpulan yang dapat diambil dari teori kesantunan menurut Leech sebagai berikut. Pertama, Maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan hati, dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang berhubungan dengan keuntungan atau kerugian diri sendiri dan orang lain. Kedua, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian adalah maksim yang berhubungan dengan penilaian baik atau buruk penutur terhadap dirinya dan orang lain. Ketiga, maksim kebijaksanaan dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang berpusat pada orang lain. Terakhir, maksim penerimaan dan kerendahan hati adalah maksim yang berpusat pada diri sendiri. 4) Prinsip Kesantunan Menurut Brown Levinson Berikut beberapa prinsip kesantunan yang diungkapkan oleh Bronw Levinsen Yule (2010:134). a) Keinginan wajah Di dalam interaksi sosial sehari-hari, orang pada umumnya berperilaku seolah-olah ekspektasi mereka terhadap public selfimage yang mereka miliki akan dihargai orang lain. Jika seorang penutur mengatakan sesuatu yang merupakan ancaman terhadap ekspektasi orang lain mengenai self-image mereka, tindakan tersebut

9 digilib.uns.ac.id 15 dikatakan sebagai Face Threatening Act (FTA). Sebagai alternatif, seseorang dapat mengatakan sesuatu yang memiliki kemungkinan ancaman lebih kecil. Hal ini disebut sebagai Face Saving Act (FSA). b) Negative dan positive face Menurut Brown dan levinson, negative face adalah the basic claim to territories, personal preserves, and rights to nondistraction dan positive face adalah the positive and consistent image people have of themselves, and their desire for approval. Dapat dikatakan negative face adalah kebutuhan untuk mandiri dan positive face adalah kebutuhan untuk terkoneksi (menjalin hubungan). Sehubungan dengan negative dan positive face, maka dapat disimpulkan bahwa FSA berorientasi pada negative face dan mementingkan kepentingan orang lain, bahkan termasuk permintaan maaf atas gangguan yang diciptakan. FSA seperti ini dinamakan negative politeness. Sedangkan FSA yang berorientasi terhadap positive face seseorang akan cenderung menunjukkan solidaritas dan menekankan bahwa kedua pihak (penutur dan mitra tutur) menginginkan hal yang sama dan tujuan yang sama pula. FSA dalam bentuk ini dinamakan positive politeness. Secara singkat, Yule (2010:135) membedakan positive face dan negative face sebagai berikut.

10 digilib.uns.ac.id 16 Tabel 1. Perbedaan Positive Face dan Negative Face Aspek Positive Face Negative Face Keinginan Pendekatan social Kebebasan dari pembebanan Kebutuhan 1. Untuk terhubung. 2. Untuk diterima sebagai anggota kelompok yang memiliki tujuan yang sama. 3. Untuk mandiri. 4. Untuk memiliki kebebasan bertindak, dan tidak terbebani. Penekanan Pada solidaritas dan kesamaan Pada penghormatan dan kepedulian (Diadaptasi dari Yule (2010:135)) c) Negative dan positive politeness Negative politeness memberikan perhatian pada negative face, dengan menerapkan jarak antara penutur dan mitra tutur dan tidak mengganggu wilayah satu sama lain. Penutur menggunakannya untuk menghindari paksaan, dan memberikan mitra tutur pilihan. Penutur dapat menghindari kesan memaksa dengan menekankan kepentingan orang lain dengan menggunakan permintaan maaf, atau dengan mengajukan pertanyaan yang memberikan kemungkinan untuk menjawab tidak. Adanya pemberian pilihan berpengaruh pada tingkat

11 digilib.uns.ac.id 17 kesantunan. Semakin besar kemungkinan pilihan jawaban tidak diberikan, maka semakin sopan lah tuturan tersebut. Positive politeness bertujuan untuk menyelamatkan dengan menerapkan kedekatan dan solidaritas, biasanya dalam pertemanan atau persahabatan, membuat orang lain merasa nyaman dan menekankan bahwa kedua pihak (penutur dan mitra tutur) memiliki tujuan yang sama. d) Superstrategies dalam kesopanan Dalam setiap tindak tutur, setiap orang selalu memiliki banyak ekspresi tuturan. Brown dan Levinson (2010) menyarankan beberapa superstrategiesi bagi pengguna bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan cara yang sopan. Berdasarkan beberapa pendapat para tokoh mengenai prnsip kesantunan, penelitian ini akan memfokuskan pada pendapat Leech. Alasan memilih acuan dari Leech adalah pendapat dari beliau dianggap paling lengkap, terstruktur, dan mudah untuk dikaji. Pernyataan ini bukanlah menitikberatkan pada pendapat Leech saja yang paling baik, tetapi hanya sebagai salah satu pilihan peneliti yang paling sesuai digunakan untuk menganalisis kesantunan berbicara pada kegiatan berdiskusi di kelas khususnya di sekolah SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. b. Skala Kesantunan Berbahasa Skala kesantunan adalah peringkat kesantunan, mulai dari yang tidak santun sampai dengan yang paling santun. Berikut beberapa skala kesantunan dari Leech, Brown dan Levinsen, dan Lakoff.

12 digilib.uns.ac.id 18 1) Skala kesantunan menurut Leech Di dalam model kesantunan Leech, setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut skala kesantunan menurut Leech (dalam Chaer, 2010: 66-69). a) Cost benefit scale: Representing the cost or benefit of an act to speaker and hearer Menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal yang demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan dari mitra tutur, akan semakin dipandang tidak santunlah tuturan itu. b) Optimality scale: Indicating the degree of choice permitted to speaker and/or hearer by a specific linguistic act Menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur untuk menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. c) Indirectness scale: indicating the amount of inferencing required of the hearerin order to establish the intended speaker meaning

13 digilib.uns.ac.id 19 Menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. d) Authority scale : representing the status relationship between speaker and hearer. Menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. e) Social distance scale: Indicating the degree of familiarity between speaker and hearer. Menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecendurungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. 2) Skala kesantunan Brown Levinson Skala kesantunan menurut Brown Levinson (dalam Abdul Chaer : 2010 : 64-66) sebagai berikut. a) Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur Banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.

14 digilib.uns.ac.id 20 b) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur Didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur atau dapat dikatakan didasarkan pada speaker and hearer relative power (peringkat kekuasaan atau power rating). c) Skala peringkat tindak tutur antara penutur dan mitra tutur Skala peringkat tindak tutur atau disebut dengan rank rating atau lengkapnya the degree of imposition associated with the required expenditure of goods or services didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. 3) Skala kesantunan Robin Lakoff Robin Lakoff menyatakan tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan bertutur. a) Skala pertama atau skala formalitas Dinyatakan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh terkesan angkuh. b) Skala kedua atau skala ketidaktegasan/skala pilihan Menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat merasa nyaman dalam kegiatan bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua pihak. Tidak diperbolehkan terlalu tegang atau kaku.

15 digilib.uns.ac.id 21 c) Skala ketiga atau peringkat kesekawanan atau kesamaan Menunjukkan bahwa agar dapat bersikap santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Agar tercapai maksud yang demikian, penutur haruslah dapat menganggap mitra tutur sebagai sahabat. Dengan menganggap pihak yang satu sebagai sahabat bagi pihak lainnya, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai salah satu prasyarat kesantunan akan dapat tercapai. 2. Hakikat Berdiskusi a. Berdiskusi 1) Pengertian Diskusi Menurut Arsjad (2005:37) kata diskusi berasal dari bahasa Latin, discustion atau discusum yang artinya sama dengan bertukar pikiran. Akan tetapi belum tentu setiap kegiatan bertukar pikiran dapat dikatakan berdiskusi. Diskusi pada dasarnya merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Menurut Juhara, Budiman, dan Rohayati (2005: 51) diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisi pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide, dan pengajuan pertanyaan yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari atau memperoleh kebenaran.

16 digilib.uns.ac.id 22 Menurut Somad (2008:127), kegiatan diskusi merupakan wadah bagi para peserta untuk saling bertukar pikiran. Melalui kegiatan diskusi, Anda dapat mengemukakan pendapat, ide, dan pertanyaan seputar topik yang sedang dibicarakan. Kegiatan dapat dilakukan sedikitnya dua orang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan diskusi adalah kegiatan bertukar pikiran yang dilakukan oleh minimal dua orang untuk membahas dan menemukan solusi atas masalah yang dihadapi bersama. 2) Maksud dan Tujuan Diskusi Suatu diskusi kelompok belajar yang bebas dan teratur akan menumbuhkan kemampuan semua anggota kelompok untuk mengerti dan menerima gagasan dan teknik baru yang lebih baik. Karuru (2005: 793) menjelaskan, suatu kelompok tersusun dari berbagai keterampilan siswa, jenis kelamin, dan suku. Perbedaan tersebut bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Beberapa siswa mungkin belum mampu memahami cara menghargai gagasan orang lain. Hal ini terlihat sewaktu mereka bekerja sama dalam kelompok. Maksud berdiskusi menurut Samijo dan Mardiani, (1985:85) adalah memungkinkan tiap anggota kelompok belajar yang memiliki pengalaman masing-masing, dapat menyumbangkan dan mengutarakan pengetahuan dan pengalamannya dalam forum diskusi, sehingga bermanfaat untuk

17 digilib.uns.ac.id 23 meningkatkan pengetahuan para anggota kelompok. Sehingga maksud diskusi dalam garis besarnya, adalah memudahkan penerimaan (learning) bahan pelajaran baik dari hasil kuliah maupun rangkuman buku dan meningkatkan kemampuan berpikir serta memecahkan problem. Tujuan diskusi menurut Samijo dan Mardiani, (1985:85) terbagi menjadi tiga hal. Pertama, tiap anggota dapat melaksanakan tukar menukar informasi yang menyangkut pengetahuan dan pengalaman belajar, sehingga dapat menciptakan implikasi baru dalam kelompok. Kedua, setiap anggota kelompok dapat memetik keuntungan dari hasil diskusi kelompok yang tidak mungkin didapat dari membaca buku atau hasil mendengarkan kuliah. Terakhir, suatu ide atau gagasan yang baik dan positif yang hanya dimiliki oleh seseorang dapat diutarakan dalam kelompok belajar (diskusi), sehingga gagasan yang baik itu dapat dimiliki oleh kelompok Tujuan diskusi menurut Somad, Aminudin, dan Irawan (2008:127) adalah untuk menemukan solusi atau kebenaran tentang sesuatu yang diperbincangkan. Dengan berdiskusi, wawasan seseorang akan bertambah. Selain itu, daya nalar akan terlatih dan terbiasa mendengarkan serta menghargai pendapat orang lain. Goldberg dan Larson (1985:76) menguraikan bahwa, banyak penulis buku teks sepakat bahwa sebagai suatu bidang studi tujuan diskusi adalah untuk membantu mahasiswa agar lebih memahami proses diskusi serta meningkatkan sifat dan keterampilan mereka dalam berdiskusi.

18 digilib.uns.ac.id 24 Sehingga berdasar beberapa tokoh tersebut dapat disimpulkan maksud diskusi adalah kegiatan yang memberikan kemudahan bagi setiap pelaku diskusi untuk meningkatkan daya berpikir seseorang. Sedangkan tujuan dari berdiskusi adalah untuk menemukan alternatif pemecahan masalah dari topik yang sedang dibahas. 3) Manfaat Berdikusi Diskusi kelompok dapat menciptakan iklim yang memudahkan penerimaan bahan pelajaran serta dapat meningkatkan taraf berpikir siswa/ mahasiswa. Diskusi kelompok juga memungkinkan siswa/mahasiswa memiliki pengalaman yang lebih luas dan beraneka ragam, karena pengetahuan yang diperoleh dari berdiskusi belum tentu didapat dari membaca atau mendengarkan guru/dosen. Melalui diskusi seseorang dapat belajar, cara orang lain berfikir dan memecahkan masalah. Berdiskusi memiliki banyak manfaat, Arsjad dan Mukti (2005: 40) menyatakan manfaat diskusi diantaranya adalah sebagai berikut. (a) Diskusi lebih banyak melatih siswa/mahasiswa berfikir secara logis karena dalam diskusi ada proses argumentasi. (b) Argumentasi yang dikemukakan mendapat penilaian dari anggota yang lain, sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam memecahkan suatu masalah. (c) Umpan balik dapat diterima secara langsung, sehingga hal ini dapat memperbaiki cara berbicara si pembicara, baik yang menyangkut faktor kebahasaan ataupun nonkebahasaan. (d) Peserta yang pasif dapat dirangsang supaya aktif berbicara oleh moderator

19 digilib.uns.ac.id 25 atau peserta lain. (e) Para peserta diskusi turut memberikan saham, turut mempertimbangkan gagasan yang berbeda-beda dan turut merumuskan persetujuan bersama tanpa emosi untuk menang sendiri. Ahmadi (1993:72) memberikan uraian tentang manfaat berdiskusi sebagai berikut. (1) Siswa mendapat motivasi belajar yang lebih besar karena rasa tanggung jawab bersama. (2) Dalam kelompok belajar lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangan. (3) Dalam kelompok belajar lebih banyak yang turut memikirkannya. (4) Implikasi, keputusan kelompok lebih dapat diterima oleh semua anggota kelompok belajar, karena merupakan hasil pemikiran bersama. (5) Keuntungan diskusi kelompok tersebut akan memberikan kepada semua anggota kelompok untuk berbuat konstruktif, berfikir kreatif terhadap pokok masalahnya yang sedang dibicarakan dan menyumbangkan pangalamannya dan pengetahuannya untuk kepentingan bersama. Berdasarkan pendapat beberapa tokoh tersebut dapat disimpulkan manfaat berdiskusi sebagai berikut. Manfaat diskusi diantaranya adalah melatih seseorang untuk berpikir logis, mampu berlatih berbicara di depan umum, memberikan motivasi bagi peserta pasif, dan mampu memberikan alternatif pemecahan suatu masalah. Dengan demikian kegiatan diskusi di dalam kelas yang terlihat sepele ternyata memiliki manfaat yang besar baik bagi guru dan siswa.

20 digilib.uns.ac.id 26 4) Jenis-jenis Diskusi Diskusi memiliki macam-macam jenis. Jenis-jenis diskusi menurut Arsjad dan (2005:37-39) sebagai berikut. (1) Diskusi panel, (2) simposium, (3) seminar, (4) lokakarya, dan (5) brainstorming. Sedangkan menurut Sardiman (2001:152) sebagai berikut. (1) Diskusi kuliah, (2) diskusi kelas, (3) diskusi kelompok kecil, (4) simposium, (5) loka karya, (6) seminar, (7) diskusi panel, dan (8) sumbang saran (brainstorming) Goldberg dan Larson (1985:90-91) mengungkapakan jenis-jenis diskusi secara lengkap meliputi: (1) panel, (2) simposium, (3) forum, (4) seminar, (5) komite, (6) konferensi, (7) diskusi kasus, (8) kelompok pembahas, (9) dialog, dan (10) meja bundar. Pendapat tersebut kurang lebih senada dengan pendapat Asul Wiyanto (1992:136), sebagai berikut. (1) Whole group, (2) diskusi kelompok, (3) diskusi panel, (4) seminar, (5) simposium, (6) kolokium, (7) loka karya, (8) konferensi, (9) fish bowl, dan (10) debat. Berdasarkan jenis-jenis diskusi tersebut, yang biasa digunakan antarsiswa di dalam lokal adalah diskusi kelompok kecil. Jadi, yang dimaksud dengan diskusi kelompok kecil adalah suatu diskusi yang dilakukan dengan membagi para siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari 3 7 orang. Pelaksanaannya adalah, guru membagi atau memberikan permasalahan kepada setiap kelompok. Kemudian setiap kelompok membahas permasalahan tersebut, yang tertuang dalam bentuk paper atau makalah. Diskusi kecil ini, dapat diikuti dengan diskusi panel, jika wakil-wakil kelompok kecil tersebut menjadi pembicara.

21 digilib.uns.ac.id 27 b. Teknik Berdiskusi Berikut adalah teknik-teknik yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa menurut Nguyen Minh Hue (2010:34) mengatakan bahwa dari sudut pandang bangsa, jika siswa tidak cukup tahu, mereka tidak akan mampu melakukan tugas dengan baik, dan ini adalah salah satu penyebab keengganan siswa untuk berbicara. Teknik-teknik berikut ini praktis dalam diterapkan untuk menumbuhkan kemauan siswa untuk berbicara: (1) berikan siswa waktu lebih untuk melakukan tugas, (2) bawa pengalaman dalam tugas mahasiswa/siswa, (3) biarkan siswa untuk bersama-sama memecahkan tugas komunikatif (diskusi), (4) hadirkan kebutuhan individu siswa dan kemampuan, dan (5) menyediakan siswa dengan bimbingan tugas. From Nation s point of view, if students do not know enough, they will not be able to perform the task well, and this is one of the causes of students unwillingness to speak. The following techniques are practical in dealing with the problem: (1) Give Students More Time to do Tasks, (2) Bring the Tasks Within Students Experience, (3) Allow Students to Collaboratively Solve Communicative Tasks, (4) Provide Students with Task Guidance, and (5) Attend to Individual Students Needs and Ability. (Nguyen Minh Hue, 2010:1) Diskusi yang dilaksanakan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, biasanya dipimpin oleh salah satu siswa atau dipimpin langsung oleh guru. Akan tetapi tidak semua guru atau siswa mampu membimbing atau memimpin diskusi secara baik, tanpa mengalami latihan. Begitu juga, tidak semua siswa mampu berdiskusi dengan baik, tanpa adanya latihan dan persiapan yang matang terlebih dahulu.

22 digilib.uns.ac.id 28 c. Kemampuan Berdiskusi Untuk melihat apakah seseorang mampu atau tidak dalam diskusi, maka ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki menurut Materka (1991:60) antara lain sebagai berikut. 1) Kemampuan memberikan tanggapan Adapun yang dimaksud dengan kemampuan memberikan tanggapan menurut Materka adalah: kemampuan memberikan pernyataan, kemampuan memberikan jawaban, dan kemampuan memberikan pendapat dan saran. Kemudian, untuk melihat apakah seseorang itu mampu atau tidak dalam memberikan tanggapan, maka diukur melalui beberapa indikator, seperti yang dikemukakan oleh Materka, mudah dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai dengan pembahasan), menggunakan bahasa yang jelas, (baik dan benar). Di samping itu pula, tanggapan tersebut harus mempunyai nilai ilmiah. Adapun kemampuan memberikan tanggapan sebagai berikut. a) Kemampuan memberikan pertanyaan Kemampuan memberikan pertanyaan menurut Materka (1991:60) meliputi lima hal diantanya sebagai berikut. Pertama, pertanyaan harus mudah dimengerti, artinya setiap pertanyaan yang disampaikan mudah untuk dipahami atau dimengerti, sehingga peserta diskusi mudah pula untuk mencerna, serta tidak perlu mengulang-ulang pertanyaan tersebut. Kedua, pertanyaan harus merangsang/menarik, artinya setiap pertanyaan yang disampaikan dapat mengubah semangat para peserta untuk mengomentari pertanyaan tersebut. Ketiga, pertanyaan harus relevan (sesuai dengan

23 digilib.uns.ac.id 29 pembahasan), artinya pertanyaan yang disampaikan tersebut tidak keluar atau menyimpang dari pokok pembahasan, dan berfokus dari konteks permasalahan yang dibahas. Keempat, pertanyaan harus menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar), artinya pernyataan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak menggunakan bahasa daerah, apalagi bahasa yang tidak dimengerti oleh para peserta diskusi. Terakhir, pertanyaan bernilai ilmiah, artinya pernyataan yang disampaikan tersebut ada rujukan atau sumber pengambilannya, sehingga ada kejelasan argumentasi yang disampaikan. b) Kemampuan memberikan jawaban Kemampuan memberikan jawaban menurut Materka (1991:60) meliputi lima hal diantanya sebagai berikut. Pertama, jawaban harus mudah dimengerti, artinya setiap memberikan jawaban mudah untuk disimak, sehingga seluruh peserta mudah pula untuk mencernanya, serta tidak perlu mengulang isi pertanyaan tersebut. Kedua, jawaban harus merangsang/ menarik, artinya setiap jawaban yang disampaikan mendapat perhatian secara serius oleh peserta, di samping dapat menggugah para peserta untuk meminta informasi lebih lanjut. Ketiga, jawaban harus relevan (sesuai dengan pembahasan), artinya setiap jawaban yang diberikan sesuai dengan pertanyaan yang disampaikan, serta tidak lepas dari sasaran yang dikehendaki. Keempat, jawaban harus menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar), artinya setiap jawaban yang diberikan atau disampaikan, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia dan tidak menggunakan bahasa

24 digilib.uns.ac.id 30 daerah, apalagi menggunakna bahasa yang tidak dimengerti oleh peserta diskusi. Terakhir, jawaban harus bernilai ilmiah, artinya setiap jawaban yang disampaikan harus berdasarkan fakta-fakta yang jelas, seperti buku, kitab, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 2) Kemampuan memberikan pendapat atau saran Ketika seseorang memberikan dapat atau saran pastilah memuat beberapa hal atau kriteria. Materka (1990:61) membagi kriteria memberikan pendapat atau saran yang baik menjadi lima, diantaranya sebagai berikut. Pertama, pendapat atau saran harus mudah dimengerti, artinya setiap memberikan pendapat atau saran, mudah untuk dipahami dan dimengerti, sehingga disamping mudah untuk dicerna, mudah pula untuk ditanggapi. Kedua, pendapat atau saran merangsang / menarik, artinya setiap pendapat atau saran yang disampaikan dapat membuat peserta betul-betul memperhatikan apa yang disampaikan tersebut, ditambah gaya bahasa yang memukau. Ketiga, pendapat atau saran relevan (sesuai dengan pembahasan), artinya setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus sesuai dengan pembahasan atau permasalahan yang sedang dibahas, tidak melenceng dari sasaran yang dikehendaki. Keempat, pendapat atau saran menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar), artinya setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan tidak menggunakan bahasa lain yang tidak dimengerti oleh peserta. Terakhir, pendapat atau saran bernilai ilmiah, artinya setiap setiap pendapat atau saran

25 digilib.uns.ac.id 31 yang disampaikan tidak asal-asalan saja, melainkan berdasarkan konsepkonsep yang telah diambil dari beberapa literatur atau pendapat para ahli. 3) Kemampuan beraktivitas Adapun yang dimaksud dengan kemampuan beraktivitas menurut Materka adalah aktivitas memberikan pertanyaan, aktivitas memberikan jawaban, dan aktivitas memberikan pendapat atau saran. Adapun yang termasuk dalam kemampuan beraktivitas terbagi menjadi tiga sebagai berikut. Pertama, aktivitas memberikan pertanyaan, artinya aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan pertanyaan pada saat proses diskusi berlangsung. Keaktivan dalam memberikan pertanyaan, akan memberikan pengaruh terhadap suasana diskusi tersebut. Kedua, aktivitas memberikan jawaban, artinya aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan jawaban pada saat proses diskusi berlangsung. Hal ini, bisa terlihat manakala posisinya sebagai pemakalah atau penyaji. Terakhir, aktivitas memberikan pendapat atau saran, artinya aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan pendapat atau saran pada saat proses diskusi berlangsung. Keaktivannya dalam memberikan saran tersebut, dikarenakan ia memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan.

26 digilib.uns.ac.id 32 B. Penelitian yang Relevan Pengkajian terhadap beberapa penelitian yang relevan telah dilakukan oleh peneliti untuk mencapai langkah penyusunan kerangka teoretis. Selain itu juga untuk menghindari adanya duplikasi yang sia-sia dan memberikan perspektif yang jelas mengenai hakikat dan kegunaan penelitian dalam perkembangan secara keseluruhan. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Rohma pada tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul Analisis Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa di Terminal Giwangan Yogyakarta. Peneliti melakukan penelitian dalam bidang pragmatik berupa tuturan lisan yang terjadi di terminal Giwangan Yogyakarta. Subjek penelitian ini adalah semua peristiwa berbahasa yang terjadi di terminal Giwangan. Hasil penelitiannya berupa deskripsi jenis penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan dan faktor yang melatarbelakangi penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan berbahasa di terminal Giwangan. Anam pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK Kelas XII Karangan Yustinah dan Ahmad Iskak. Hasil penelitian ini berupa deskripsi penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam buku ajar bahasa Indonesia tataran unggul untuk SMK dan MAK kelas XII, beserta tingkat kesantunan buku ajar tersebut. Gunarwan tahun 1994 melakukan penelitian dengan judul Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian

27 digilib.uns.ac.id 33 Sosiopragmatik. Gunarwan dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hierarki kesantunan direktif bahasa Indonesia dan hierarki kesantunan direktif bahasa Jawa ternyata memiliki kesamaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa para subjek penelitian tersebut menggunakan satu norma kebudayaan di dalam menilai kesantunan bentuk-bentuk ujaran direktif di dalam kedua bahasa itu. Simpulan lain dalam penelitian tersebut, yaitu, bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di Jakarta termasuk monokultural di dalam kebudayaan Jawa, tidak ada perbedaan penilaian kesantunan direktif bahasa Indonesia menurut variabel kelompok umur, ketidaklangsungan tindak ujaran tidak sejajar dengan kesantunan berbahasa, dan kesantunan berbahasa itu memang bersifat semesta (universal), manifestasinya berbeda-beda menurut masyarakat budayanya. Simpen melakukan penelitian dengan judul Kesantunan Berbahasa pada Penutur Bahasa Kambera di Sumba Timur. Penelitian tersebut bertumpu pada teori linguistik kebudayaan dan teori sosiopragmatik. Adapun hasil penelitiannya adalah kesantunan berbahasa pada penutur bahasa Kambera yang menggambarkan ideologi sebagai dasar kesantunan berbahasa. Satuan verbal yang digunakan untuk kesantunan berbahasa dapat berbentuk kata, gabungan kata, kalimat, dan peribahasa. Kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh faktor status, jenis kelamin, usia, dan hubungan kekerabatan. Makna kesantunan merefleksikan latar budaya yang dianut penutur dengan berorientasi pada sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, hubungan kekerabatan, stratifikasi sosial, dan sistem pernikahan. Heseelbein tahun 2001 melakukan penelitian dengan judul Speaking a Common Language. Penelitian ini mengkaji dialog dalam percakapan sopan

28 digilib.uns.ac.id 34 dalam dunia bisnis agar bisnis sukses dan lancar. Relevansinya terkait dengan kesopanan atau kesantunan, perbedaannya pada bentuk dan objek yang diteliti. Thomas Holtgraves tahun 2005 melakukan penelitian dengan judul Social Psychology, Cognitive Psychology, and Linguistic Politeness. Penelitian Holtgraves mengkaji bahwa kesantunan dapat dilihat sebagai suatu konstruksi teoretis yang ada di titik proses budaya, sosial, kognitif, dan linguistik. Kajian dari ilmu sosiologi linguistik mendominasi pada penelitian ini. Downes tahun melakukan penelitian dengan judul The Imperative and Pragmatic yang mengatakan bahwa dalam kajian pragmatik dipastikan ada bentuk imperatif. Downes juga menegaskan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji bahasa tidak hanya berdasarkan yang terwujud tetapi pada hal-hal atau unsur-unsur lain yang mengikuti bahasa tersebut. Penelitian tersebut hanya mengkaji imperatif dari segi tindak tutur ucapan langsung, bukan tulisan. Selanjutnya, penelitian dengan objek kajian facebook dilakukan oleh Blattner dan Fiori pada tahun 2009 dengan judul Facebook in the Language Classroom: Promises and Possibilities. Penelitian ini mengkaji bahasa facebook dalam kelas bahasa untuk interaksi belajar mengajar. Bahasa tersebut digunakan oleh guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada masalah yang diteliti dan subjek penelitian. Beberapa penelitian tersebut memiliki kerelevanan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek kajian kesantunan berbahasa. Namun, dalam penelitian ini subjek dan pokok masalah kajian agak berbeda dengan beberapa penelitian yang relevan tersebut. Penelitian ini menggunakan subjek guru dan siswa ketika

29 digilib.uns.ac.id 35 kegiatan berdiskusi di kelas di SMA Muhammadiayah 1 Karanganyar. Adapun pokok masalah yang menjadi objek kajiannya, yaitu bentuk pelanggaran, pematuhan, dan penyebab terjadinya pelanggaran kesantunan berbahasa dalam kegiatan berdiskusi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dengan bertumpu pada pendekatan sosiopragmatik. C. Kerangka Berpikir Penelitian Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Berdiskusi Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ini menganalisis pelanggaran dan pematuhan prinsip kesantunan berbahasa pada kegiatan diskusi kelas, siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. Data berupa tuturan percakapan yang terjadi pada saat kegiatan diskusi kelas yang melanggar dan mematuhi maksimmaksim kesantunan. Ada pengukur kesantunan yang digunakan untuk menentukan tuturan pada pelaksanaan kegiatan diskusi, yakni maksim-maksim kesantunan berbahasa, yang diturunkan menjadi indikator kesantunan. Langkah penelitian Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Berdiskusi Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ini dilakukan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam keterampilan berbicara ketika kegiatan berdiskusi di kelas. Pada kegiatan diskusi ini, dalam satu kelas dibuat kelompokkelompok yang beranggotakan 4-6 orang. Setiap kelompok diberi tugas untuk mendiskusikan suatu topik, kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil penelitiannya di dalam kegiatan diskusi kelas. Kelompok yang lain diminta

30 digilib.uns.ac.id 36 untuk menanggapinya. Tuturan-tuturan yang terjadi pada saat pelaksanaan diskusi kelas tersebut, disimak, direkam, dan dicatat menggunakan kartu data. Tuturantuturan tersebut dianalisis, mana yang melanggar dan yang tidak melanggar, berdasarkan indicator-indikator kesantunan. Dari analisis tersebut, akan diketahui tuturan yang melanggar dari maksim dan yang sudah mematuhi maksim kesantunan berbahasa. Langkah selanjutnya, setelah kegiatan diskusi kelas berakhir, guru memberikan penguatan materi dan evaluasi, mengenai tata cara berdiskusi yang santun dan pemilihan kata yang tepat sesuai dengan prinsip kesantunan berbahasa. Dengan memasukkan prinsip kesantunan berbahasa pada keterampilan berbicara, khususnya diskusi kelas, siswa akan mengetahui cara berdiskusi yang santun, dan pilihan kata yang tepat agar terjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan guru, maupun siswa dengan siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Kerangka pikir penelitian ini secara garis besar ditunjukkan pada gambar berikut.

31 digilib.uns.ac.id 37 Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Berdiskusi Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Tuturan yang terjadi pada kegiatan diskusi kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa Bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa Penyebab pelanggaran prinsip kesantunan Implikasi prinsip kesantunan berbahasa pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Gambar 1. Kerangka Berpikir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian penulisan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kesopanan Berbahasa Kesopanan berbahasa sangat diperlukan bagi penutur dan petutur. Menurut Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property associated with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang paling utama bagi manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi. Berbahasa berkaitan dengan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini media sosial twitter banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk memperoleh informasi maupun untuk berkomunikasi. Pengguna

Lebih terperinci

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik I Made Rai Arta 1 Abstrak Tulisan ini memuat kajian prinsip kerjasama dan kesantunan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana

BAB I PENDAHULUAN. penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. saling memahami apa yang mereka bicarakan. Fenomena ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. saling memahami apa yang mereka bicarakan. Fenomena ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemakaian bahasa sebagai sarana komunikasi kurang begitu diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. Mereka berfikir bahwa yang terpenting dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu dalam kehidupan. Bahasa pada dasarnya dapat digunakan untuk menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran kita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW Syamsul Arif Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Kesantunan berbahasa merupakan hal yang penting dalam kegiatan berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam KBBI edisi ketiga (1990) dijelaskan yang dimaksud dengan

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam KBBI edisi ketiga (1990) dijelaskan yang dimaksud dengan BAB II KAJIAN TEORI H. Kesantunan Berbahasa Kesantunan berbahasa merupakan salah satu kajian dari ilmu pragmatik. Jika seseorang membahas mengenai kesantunan berbahasa, berarti pula membicarakan pragmatik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi vital yang dimiliki oleh manusia dan digunakan untuk berinteraksi antarsesamanya. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat

Lebih terperinci

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media yang utama dalam komunikasi manusia untuk menyampaikan informasi. Bahasa itu bersifat unik bagi manusia sekaligus bersifat universal. Anderson

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal yang menjadi latar belakang pemilihan topik penelitian, termasuk mensignifikasikan pemilihan topik penelitian

Lebih terperinci

PRINSIP KESANTUNAN DAN KEBERHASILAN KETERAMPILAN BERBICARA

PRINSIP KESANTUNAN DAN KEBERHASILAN KETERAMPILAN BERBICARA PRINSIP KESANTUNAN DAN KEBERHASILAN KETERAMPILAN BERBICARA Diana Tustiantina 1) Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dianatustiantina@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dari komunikasi adalah percakapan. Percakapan menurut Levinson

BAB I PENDAHULUAN. umum dari komunikasi adalah percakapan. Percakapan menurut Levinson BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan salah satu hal terpenting bagi manusia untuk menjaga hubungan dengan manusia lain, bahkan sejak lahir di dunia. Salah satu bentuk umum dari komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan melakukan komunikasi dengan sesamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan sosial dalam masyarakat. Kesantunan berbahasa sendiri merupakan pengungkapan gagasan, ide atau pendapat

Lebih terperinci

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI Irfai Fathurohman Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian ini bagi pembelajaran

BAB V PENUTUP. Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian ini bagi pembelajaran BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian Analisis Pemanfaatan Prinsip Kesantunan Berbahasa pada Kegiatan Diskusi Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak akan melanjutkan hidup ini dengan baik dan teratur tanpa ada bahasa. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam drama seri House M.D. di mana tuturantuturan dokter Gregory House

Lebih terperinci

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR Oleh: Nanang Maulana Email: abiemaulana7@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mathla ul Anwar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian yang serupa sudah pernah dilakukan oleh Atfalul Anam, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi tersebut ditulis tahun 2011 dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Namun seiring perkembangan semua itu telah berubah seiring

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam  /2007/11/19/snowballthrowing/) 8 BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA 2.1 Teknik Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Teknik Snowball Throwing Kiranawati (dalam http://gurupkn.wordpress.com /2007/11/19/snowballthrowing/)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN DISKUSI KELAS SISWA KELAS XI SMA N 1 SLEMAN SKRIPSI

ANALISIS PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN DISKUSI KELAS SISWA KELAS XI SMA N 1 SLEMAN SKRIPSI ANALISIS PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN DISKUSI KELAS SISWA KELAS XI SMA N 1 SLEMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik) IMPLEMENTASI KESANTUNAN LEECH TERHADAP KEHIDUPAN BERMASYARAKAT (Suatu Strategi untuk Menciptakan Kerukunan Hidup Bermasyarakat yang Damai dan Harmonis) Nisa Afifah S111308007 Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulis dalam berkomunikasi. Menurut Arifin (2000: 3), dalam wacana lisan,

BAB I PENDAHULUAN. tulis dalam berkomunikasi. Menurut Arifin (2000: 3), dalam wacana lisan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Secara umum penggunaan bahasa lisan lebih sering digunakan dari pada bahasa tulis dalam berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan perguruan tinggi pasti terdapat tenaga kependidikan. Dalam tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan perguruan tinggi pasti terdapat tenaga kependidikan. Dalam tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar istilah tenaga kependidikan tentunaya sudah tidak asing lagi,di sekolah dan perguruan tinggi pasti terdapat tenaga kependidikan. Dalam tenaga kependidikan

Lebih terperinci

Oleh: Wenny Setiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhamadiyah Purworejo

Oleh: Wenny Setiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhamadiyah Purworejo PENERAPAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERCAKAPAN FILM SANG PENCERAH SUTRADARA HANUNG BRAMANTYO, RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK DAN BERBICARA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan pikiran manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif bagi manusia. Tanpa bahasa, sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaannya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun non verbal).

BAB I PENDAHULUAN. perasaannya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun non verbal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang.bahkan, bahasa merupakan cermin kepribadian bangsa.artinya, melalui bahasa seseorang atau suatu bangsa dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa sumber kajian yang dijadikan acuan dari penelitian ini yaitu hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial atau makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, dalam proses interaksi sosial manusia, peristiwa komunikasi tidak pernah

Lebih terperinci

Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK

Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia   ABSTRAK REALISASI PRINSIP KESOPANAN BERBAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN SMA MUHAMMADIYAH PURWOREJO TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DI SMA Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kekuasaan. Bahasa-bahasa para politisi tersebut yang. pesan yang disampaikan dapat sampai pada sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kekuasaan. Bahasa-bahasa para politisi tersebut yang. pesan yang disampaikan dapat sampai pada sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Bahasa adalah komunikasi atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN Dhafid Wahyu Utomo 1 Bayu Permana Sukma 2 Abstrak Di ranah formal, seperti di perguruan tinggi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim

BAB IV PENUTUP. Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim prinsip kesantunan tuturan tokoh-tokoh dalam drama serial Korea God s Quiz. Setelah melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya senantiasa berkomunikasi dengan manusia lain dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi melalui media bahasa. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan atau dihindari dari kehidupan manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah sistem, artinya,

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-I Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Baryadi (2005: 67) sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DI LINGKUNGAN TERMINAL SEKITAR WILAYAH BOJONEGORO DENGAN PRINSIP KESANTUNAN LEECH

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DI LINGKUNGAN TERMINAL SEKITAR WILAYAH BOJONEGORO DENGAN PRINSIP KESANTUNAN LEECH Analisis Kesantunan Berbahasa (Rodhiati Rahmawati) 149 ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DI LINGKUNGAN TERMINAL SEKITAR WILAYAH BOJONEGORO DENGAN PRINSIP KESANTUNAN LEECH Rodhiati Rahmawati MTsN Bojonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuturan manusia dapat diekspresikan melalui media masa baik lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara)

Lebih terperinci

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A KESANTUNAN BERBICARA PENYIAR RADIO SE-EKS KARESIDENAN SURAKARTA: KAJIAN PRAGMATIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik dan sebagainya. Berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN KELAS VIII E SMPN 2 KOTA BENGKULU TAHUN AJARAN 2016/2017

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN KELAS VIII E SMPN 2 KOTA BENGKULU TAHUN AJARAN 2016/2017 10 ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN KELAS VIII E SMPN 2 KOTA BENGKULU TAHUN AJARAN 2016/2017 Ayu Wulan Dari 1, Dian Eka Chandra W. 2, dan Marina Siti Sugiyati 3 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wujud yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Setiap komunikasi dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesantunan dalam berbahasa di lingkungan masyarakat dan sekolah sangatlah penting, karena dengan bertutur dan berkomunikasi dengan santun dapat menjaga nilai diri sebagai

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK

KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK Dr.H.Muhammad Sukri,M.Hum., dan Siti Maryam, M.Pd. FKIP Universitas Mataram sukrimuhammad75@gmail.com Abstrak Masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen penelitian, data dan sumber data penelitian, dan teknik analisis data. 3.1 Metode Penelitian Untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK STIMULUS KESANTUNAN BERBAHASA MEMBENTUK KARAKTER PADA ANAK Octaria Putri Nurharyani Roch Widjatini Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: octariaputri97@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia. Manusia berbahasa setiap hari untuk berkomunikasi. Berbahasa adalah suatu kebutuhan, artinya berbahasa merupakan

Lebih terperinci

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh EKANA FAUJI A 310 080 133 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 1 UNIVERSITASS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur yang menggunakan pendekatan pragmatik sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri individu yang beretika adalah individu tersebut santun berbahasa. Santun berbahasa adalah bagaimana bahasa menunjukkan jarak sosial diantara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik tata krama (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1493). Kesopanan juga merupakan

Lebih terperinci

REALISASI PRINSIP KESOPANAN TUTURAN PENGAMEN PANTURA DAN PENGAMEN PASUNDAN

REALISASI PRINSIP KESOPANAN TUTURAN PENGAMEN PANTURA DAN PENGAMEN PASUNDAN REALISASI PRINSIP KESOPANAN TUTURAN PENGAMEN PANTURA DAN PENGAMEN PASUNDAN Dewi Anggia Huzniawati Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI gigie_kaka@yahoo.com Abstrak Penelitian ini dilatar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selatan, bahasa yang paling sering disebut Hangungmal ( 한국말 ; 韩国말 ), atau

BAB I PENDAHULUAN. Selatan, bahasa yang paling sering disebut Hangungmal ( 한국말 ; 韩国말 ), atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Korea ( 한국어 / 조선말 ) adalah bahasa yang paling luas digunakan di Korea, dan merupakan bahasa resmi Korea Selatan. Secara keseluruhan terdapat sekitar 78 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia dikenal adanya bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama kehidupan bermasyarakat yang menuntut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seseorang ketika berbicara tidak lepas dari penggunaan bahasa. Pengertian bahasa menurut KBBI (2007:88) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunkaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk sosial, dorongan untuk berkomunikasi muncul dari keinginan manusia untuk dapat berinteraksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan rancangan penelitian, sumber data

III. METODE PENELITIAN. Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan rancangan penelitian, sumber data III. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan rancangan penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif. Kentjono (dalam Chaer, 2007: 32) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH.

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH. TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng. bambangsulistyo@yahoo.com PENDAHULUAN Kata moral atau moralitas sering digunakan secara sinonim dengan kata

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI Oleh: Latifah Dwi Wahyuni Program Pascasarjana Linguistik Deskriptif UNS Surakarta Abstrak Komunikasi dapat

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA Gusdi Sastra dan Alex Dermawan Fak. Sastra Universitas Andalas Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah alat komunikasi, manusia dapat saling memahami satu sama lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah alat komunikasi, manusia dapat saling memahami satu sama lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar sesama dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain sehingga dapat

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi jual-beli. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap transaksi jual-beli di

BAB I PENDAHULUAN. interaksi jual-beli. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap transaksi jual-beli di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar kata pasar tidak lebih dari anggapan bahwa adanya pembeli dan penjual harus bertemu secara langsung untuk mengadakan interaksi jual-beli. Hal ini dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB V PEMANFAATAN HASIL ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB SEBAGAI BAHAN AJAR

BAB V PEMANFAATAN HASIL ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB SEBAGAI BAHAN AJAR 175 BAB V PEMANFAATAN HASIL ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB SEBAGAI BAHAN AJAR A. Pengantar Pada sub bab ini peneliti memanfaatkan hasil analisis terhadap kesantunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kesantunan berbahasa dalam percakapan. Penelitian kualitatif adalah prosedur

III. METODE PENELITIAN. kesantunan berbahasa dalam percakapan. Penelitian kualitatif adalah prosedur 61 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam percakapan. Penelitian kualitatif adalah prosedur

Lebih terperinci

ANALISIS PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DAN IMPLIKATUR DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA SMA NEGERI 1 SUMBAWA BESAR. Oleh. Sri Astiani 1) Sri Sugiarto 2)

ANALISIS PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DAN IMPLIKATUR DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA SMA NEGERI 1 SUMBAWA BESAR. Oleh. Sri Astiani 1) Sri Sugiarto 2) ANALISIS PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DAN IMPLIKATUR DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA SMA NEGERI 1 SUMBAWA BESAR Oleh Sri Astiani 1) Sri Sugiarto 2) 1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Tanpa bahasa manusia tidak mungkin dapat berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Jawa antara lain untuk melestarikan budaya Jawa dan membentuk budi pekerti generasi bangsa. Hal tersebut tertuang dalam standar isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

Pengertian Komentar. Unsur-Unsur Diskusi. Materi. Manusia, sebagai pelaksana. Terdiri dari moderator, notulis, peserta dan pemakalah/penyaji

Pengertian Komentar. Unsur-Unsur Diskusi. Materi. Manusia, sebagai pelaksana. Terdiri dari moderator, notulis, peserta dan pemakalah/penyaji Pengertian Komentar Pendapat seseorang dalam sebuah diskusi tentu akan mengundang reaksi dari peserta lain. Reaksi tersebut merupakan komentar/tanggapan yang dapat berupa persetujuan ataupun penolakan.

Lebih terperinci

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan oleh manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun pengalaman kepada orang lain. Selain sebagai media komuninikasi, bahasa juga dipakai

Lebih terperinci