STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY HAMZAH AL IMRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY HAMZAH AL IMRAN"

Transkripsi

1 1 STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY HAMZAH AL IMRAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

2 2 STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Program Studi Teknik Sipil Disusun dan Diajukan Oleh HAMZAH AL IMRAN Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

3 3

4 4 Yang bertanda tangan di bawah ini : PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Nama : Hamzah Al Imran Nomor Mahasiswa : P Program Studi : Teknik Sipil Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 14 Mei 2013 Yang menyatakan, Hamzah Al Imran

5 5 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala dengan selesainya tesisi ini. Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil pengamatan kejadian runtuhnya suatu bangunan jembatan disebabkan oleh pilar jembatan yang roboh karena terjadi gerusan di sekitar pilar tersebut sehingga penulis melakukan penelitian di laboratorium sungai untuk menganalisis pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya. Banyak kendala yang di hadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan tesis ini, berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini dapat selesai. Dalam kesempatan ini penulis denga tulus menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M.Eng sebagai Ketua Komisi Penasihat dan Bapak Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, ST., MT. Sebagai Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. H. Irwan Akib, M. Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar atas bantuan, perhatian dan dorongannya. Rekan seperjuangan Lutfi Hair Djunur, Yuni Damayanti yang memberikan perhatian dan bantuannya.

6 6 Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil Konsentrasi Keairan angkatan Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, saudara-saudara penulis atas do a dan dorongan moril yang telah diberikan. Ucapan terimakasihku yang tak terhingga untuk istriku tercinta Nenny, ST., MT dan anak-anakku Ahmad Fauzan Fathurrahman, Nurul Miftahul Qalbi dan Ahmad Maula Ifdhal Rahman atas segala kesabarannya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan digunakan untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua termasuk penelitian lebih lanjut. Makassar, 14 Mei 2013 Hamzah Al Imran

7 7 ABSTRAK HAMZAH AL IMRAN. Studi Pengaruh Kelompok Tiang Terhadap Gerusan (dibimbing oleh Muh. Saleh Pallu dan Mukhsan Putra Hatta). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang dan pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi. Penelitian ini adalah penelitian experimental di laboratorium dengan tiga variasi, yaitu debit pengaliran (Q), kecepatan aliran (V), dan waktu (t), serta tiga model kelompok tiang berbentuk heksagonal. Tipe I jarak antara tiang 1,4.L, tipe II jarak antara tiang 1,0.L dan tipe III jarak antara tiang 0,6.L Melalui penelitian dengan waktu pengaliran 60 menit dan debit 0,0118 m 3 /dtk diperoleh hasil bahwa volume gerusan untuk kelompok tiang tipe I adalah ,40 cm 3 atau 41,16%, kelompok tiang tipe II adalah ,90 cm 3 atau 46,44%, dan kelompok tiang tipe III adalah ,89 cm 3 atau 53,73%. Model kelompok tiang yang efektif dari tiga kelompok tiang adalah tipe I karena volume gerusan lebih kecil. Kata kunci : gerusan, kelompok tiang tipe heksagonal, saluran

8 8 ABSTRACT HAMZAH AL IMRAN. The effect of Pier Groups on Scour Study (Supervised by Muh. Saleh Pallu and Mukhsan Putra Hatta). This aims of study is to find out the velocity effect at the pier groups with a different pier distance toward the botlom scour depth. It is a laboratory experimental research with three variations with drainage discharge, velocity, and length of flow time. Three hexagonal pier groups type were utilized. Type I with 1,4.L pier distance, Type II with 1,0.L pier distance, and Type III with 0,6.L pier distance. The results revealed that with a time 60 minutes and discharge runoff of m 3 /sec, the scour volumes were cm 3 or 41.16% (for type I pier group); cm 3 or 46.44% (for type II pier group), and cm 3 or 53.73% (for type III pier group). The effective distance between pier occured in type I pier group, as indicated by small volume of scour. Keywords : scour, hexagonal pier groups, channel

9 9

10 10

11 11 DAFTAR ISI halaman PRAKATA ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN v vii viii ix xi xiii xvi xviii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 4 D. Manfaat Penelitian 4 E. Batasan Masalah 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya 6 B. Landasan Teori 9 1. Konsep Dasar Gerusan 9 2. Aliran Melalui Saluran Terbuka Gradasi Sedimen 17

12 12 4. Ukuran Pilar dan Ukuran Butir Material Dasar 21 C. Hipotesis 26 D. Kerangka Pikir Penelitian 28 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 29 B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 29 C. Pencatatan Data 30 D. Bahan dan Peralatan Penelitian 33 E. Variabel yang Diteliti 35 F. Perancangan Model Penelitian 35 G. Diagram Alur Penelitian 37 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Bilangan Froude 41 B. Perhitungan Bilangan Reynold 43 C. Perhitungan Koefisien Chezy 45 D. Perubahan Dasar Saluran 49 E. Data Hasil Penelitian dan Pembahasan 52 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 71 B. Saran 72 DAFTAR PUSTAKA 73 LAMPIRAN

13 13 DAFTAR TABEL Nomor halaman 1. Koefisien koreksi untuk bentuk penampang pilar Koefisien koreksi untuk arah datang aliran air Rancangan simulasi percobaan Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang Kedalaman aliran Kecepatan aliran Debit aliran 49

14 16. Perhitungan volume gerusan 62 14

15 15 DAFTAR GAMBAR Nomor halaman 1. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka Distribusi kecepatan aliran pada saluran terbuka Kedalaman gerusan setimbang di sekitar pilar fungsi ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih Koefisien baku (K σ ) fungsi standar deviasi geometri ukuran butir Diagram shields, hubungan tegangan geser kritis dengan bilangan reynolds Hubungan kedalaman gerusan seimbang (y se ) dengan ukuran butir relatif (b/d 50 ) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen Hubungan koefisien reduksi ukuran butir relatif K(b/d 50 ) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen Sketsa bentuk penampang pilar Kerangka pikir penelitian Grafik analisa saringan material pembentukan dasar saluran Diagram alur penelitian Susunan model kelompok tiang tipe Susunan model kelompok tiang tipe Susunan model kelompok tiang tipe Denah dan penampang melintang model saluran Model saluran dan peralatan penelitian 40

16 Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q1=0,0063 m 3 /dtk Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q2=0,0092 m 3 /dtk Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q3= m 3 /dtk Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 5 dan Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 9,11 dan Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kolompok tiang pada pias 14, 15 dan Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 20 dan Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=20 menit 64

17 Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=40 menit Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang tiang untuk t=60 menit Hubungan antara volume gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua tipe kelompok tiang Hubungan antara kecepatan aliran dengan persentase kedalaman gerusan untuk semua variasi waktu pada semua tipe kelompok tiang Pola dan arah aliran Illustrasi proses terjadinya gerusan di sekitar kelompok tiang 70

18 18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor halaman 1. Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 2 (1.L) Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 2 (1.L) Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 2 (1.L) Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 2 (1.L) Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) 84

19 Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 2 (1.L) Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 2 (1.L) Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Data pengamatan model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) Data pengamatan model kelompok tiang tipe 2 (1.L) Data pengamatan model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) Dokumentasi penelitian 99

20 20 DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN Lambang/singkatan A b C D D * D s d 50 F * Fr g h l L P Q U 0 u * R ρ w τ c τ 0 Arti dan keterangan Luas penampang basah Lebar dasar saluran Koefisien Chezy Jarak antar tiang Partikel parameter Diameter butiran sedimen Diameter median material Dimensi tegangan geser Bilangan Froude Gravitasi Kedalaman aliran Kemiringan dasar saluran Lebar tiang Keliling basah Debit pengaliran Kecepatan aliran Kecepatan geser Jari-jari hidrolis kerapatan massa air Tegangan geser kritis Tegangan geser

21 21 γ s γ Ʋ α Berat jenis butiran sedimen Berat jenis air viskositas kinematik Koefisien kecepatan aliran

22 22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai sejak jaman purba menjadi suatu unsur alam yang sangat berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya menarik manusia untuk bermukim disekitarnya. Kehidupan sehari-hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan terhadapnya yang perlu untuk lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya. Tetapi kesadaran datang terlambat, bahwa manusia harus melakukannya secara bersahabat, agar tidak timbul dampak yang akan merugikan dikemudian hari. Dalam melakukan tindakan rekayasa terhadap sebuah sungai agar kita dapat mengambil manfaat darinya, kita harus mengetahui sifatsifat alamiah dan menyesuaikan tindakan-tindakan kita secara bersahabat kepada sifat-sifat itu agar kesetimbangan alam tidak akan terganggu. Aliran yang terjadi pada suatu sungai seringkali di sertai dengan angkutan sedimen dan proses gerusan. Proses gerusan akan terbentuk secara alamiah karena adanya pengaruh morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi aliran sungai. Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial

23 23 namun terkadang dapat juga terjadi pada sungai yang keras. Gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di sekitar pondasi dari sebuah bangunan yang terletak pada aliran air. Gerusan biasanya terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan akibat bangunan artificial (Breusers & Raudkivi, 1991) Perubahan morfologi sungai di ikuti dengan perubahan karakteristik sungai yang dapat menyebabkan perubahan pola aliran. Bila di tengah sungai terdapat bangunan berupa pilar jembatan maka akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring) dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di sekitar pilar jembatan tersebut. Proses gerusan di mulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan yang lebih tinggi, partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan semakin besar, baik ukuran maupun kedalamannya bahkan kedalaman gerusan maksimum akan di capai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik. Lebih jauh lagi ditegaskan bahwa kecepatan gerusan relatif tetap meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan transpor sedimen baik yang masuk ataupun yang keluar lubang gerusan, jadi kedalaman ratarata terjadi pada kondisi equilibrium scour depth.( Chabert dan Engal Dinger, 1956 dalam Breuser dan Raudkiv,1991). Sungai-sungai di Indonesia terutama di daerah hulu, sangat sensitif terhadap terjadinya degradasi. Selain itu akibat kehadiran

24 24 beberapa tiang di dalam sungai akan mempengaruhi pola aliran, sehingga terjadi kontraksi aliran pada bagian penampang dan peningkatan turbulensi aliran di sekitar tiang. Dalam bidang Teknik Sipil digunakan metode eksperimental untuk mengkaji berbagai macam fenomena, baik fenomena fisik saluran, fenomena pengaliran maupun fenomena akibat adanya tiang di sungai. maka perlu diadakan penelitian terhadap saluran terbuka dari tanah yang diatasnya diletakkan beberapa tiang, dan selanjutnya di uji dengan model tes fisik di laboratorium teknik sungai. Maksud dari penulisan ini ialah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan yang akan terjadi pada dasar sungai. Adapun judul dari penelitian ini adalah: Studi Pengaruh Kelompok Tiang Terhadap Gerusan.

25 25 B. Rumusan Masalah Masalah yang di bahas dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang. 2. Bagaimana pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi. C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui besaran kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang. 2. Untuk menganalisis pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi. D. Manfaat Penelitian Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan informasi para peneliti dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan gerusan, yang diakibatkan oleh adanya kelompok tiang di sungai.

26 26 E. Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat berjalan efektif dan mencapai sasaran yang ingin di capai maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilaksanakan pada laboratorium Teknik sungai Universitas Hasanuddin. 2. Skala yang digunakan pada model tiang adalah 1 : Material yang digunakan sebagai bahan dasar saluran adalah pasir. 4. Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tawar. 5. Bentuk kelompok tiang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tiang berbentuk segi enam (hexagonal) di simulasi dalam 3 tipe. 6. Saluran berbentuk trapesium dengan lebar dasar saluran (b) : 50 cm, tinggi saluran (h) : 20 cm dan panjang saluran (L) : 200 cm. 7. Variabel penelitian adalah debit (Q), kecepatan (V), tinggi muka air (h), kedalaman gerusan (Ds), serta jarak antar tiang (l).

27 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya 1. Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Rawiyah.(2006). Dengan judul penelitian: Pengaruh bentuk pilar jembatan terhadap potensi gerusan lokal. Hasil penelitian mereka adalah perubahan debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan, semakin besar debit yang digunakan, maka kedalaman gerusan yang terjadi juga akan semakin besar pula, pada pengujian dengan debit aliran Q1 = 361 cm 3 /dtk. gerusan maksimum yang terjadi sebesar (ds) = 2,03 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 1,7 cm untuk pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 1,53 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q2= 848 cm 3 /dtk, (ds) = 2,87 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 2,8 cm pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 2,33 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q3 = 1087 cm 3 /dtk (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk bulat. Pilar yang paling baik digunakan untuk pilar jembatan adalah pilar dengan bentuk bulat, Jika dibandingkan dengan pilar dengan bentuk persegi dan jajaran genjang. 2. Anid Supriyadi, Bambang Agus Kironoto dan Bambang Yulistyanto (2007). Judul penelitian: Tingkat efektifitas penanganan gerusan pada

28 28 pilar silinder dengan tirai dan plat. Dari penelitian yang mereka lakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : tirai (screen) mampu mereduksi kedalaman gerusan maksimum di sekitar pilar lebih dari 40 %. Model tirai dengan satu baris jari-jari, bentuk paling sederhana, pemakaian plat datar kaku hanya mampu memberikan reduksi kedalaman gerusan maksimum sebesar 20,39 %, untuk bentuk plat penuh mengelilingi pilar model P1, pemakaian tirai memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan pemakaian plat datar untuk melindungi gerusan yang terjadi disekitar pilar. 3. Cahyono Ikhsan dan Solichin (2008). Dengan judul penelitian : Analisis susunan tirai optimal sebagai proteksi pada pilar jembatan dari gerusan lokal. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut yaitu: Pola aliran yang terjadi di tengah saluran yang terdapat penghalang berupa pilar maka akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring) dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di sekitar pilar jembatan tersebut. Gerusan lokal di sekitar pilar merupakan akibat langsung dari interaksi antar pilar, aliran sungai, dan material sedimen dasar sungai. Nilai reduksi yang paling besar terjadi pada pilar segiempat ujung bulat, dengan proteksi susunan tirai tipe zig-zag yaitu sebesar 31,5561 %, Sedangkan nilai reduksi yang paling besar pada pilar silinder dengan proteksi susunan tirai tipe zig-zag sebesar 38,5323 %. Nilai reduksi yang paling besar pada pilar segiempat ujung bulat, dengan proteksi jarak tirai 2d yaitu sebesar %,

29 29 Sedangkan nilai reduksi yang paling besar pada pilar silinder dengan proteksi jarak tirai 2d sebesar %. 4. Muhammad Yunus Ali (2004). Dengan judul penelitian: Studi pengaruh bentuk pilar jembatan terhadap potensi gerusan, kesimpulan yang di dapat berdasarkan hasil percobaan memperlihatkan bahwa kedalaman gerusan untuk pilar ujung segi empat = m, pilar ujung bulat = dan pilar ujung segi tiga = m. 5. Nur Qudus dan Asih Suprapti Agustina (2007). Dengan judul penelitian: Mekanisme perilaku gerusan lokal pada pilar tunggal dengan variasi diameter. Dari hasil penelitian yang mereka lakukan dapat di simpulkan sebagai berikut: Kedalaman gerusan mengalami pertambahan dengan cepat pada menit-menit awal dan perubahan kedalaman semakin mengecil hingga mendekati keseimbangan. Posisi kedalaman gerusan maksimum pada samping pilar, hal ini terjadi karena dominasi penyempitan aliran, semakin sempit aliran maka kecepatan semakin besar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada masingmasing pilar semakin meningkat seiring dengan peningkatan variasi diameter pilar, dalam penelitian ini terjadi dua macam gerusan, yaitu gerusan lokal disekitar model pilar yang terjadi karena pola aliran di sekitar model dan gerusan dilokalisir di alur sungai yang terjadi karena penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi lebih terpusat.

30 30 B. Landasan Teori 1. Konsep Dasar Gerusan Dasar sungai yang tersusun dari endapan material sungai adalah akibat dari suatu proses erosi dan deposisi yang dihasilkan oleh perubahan pola aliran pada sungai alluvial. Berubahnya pola aliran dapat terjadi karena terdapat halangan/rintangan pada sungai, berupa pilar jembatan, krib sungai, spur dikes, abutmen jembatan, dan sebagainya. Bangunan semacam ini di pandang dapat mengubah geometri alur serta pola aliran, yang selanjutnya di ikuti dengan terjadi gerusan lokal di dekat bangunan tersebut (Legono 1990) dalam Rinaldi (2002:5). Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air. Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan oleh aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas. Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai ruang dan waktu, disamping itu ada hubungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas saluran itu sendiri. Menurut Laursen (1952) dalam Mulyandari (2010), gerusan adalah pembesaran dari suatu aliran yang disertai oleh pemindahan material melalui aksi gerak fluida. Sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :

31 31 1. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk kedalam daerah gerusan. 2. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan yang di sebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik dengan waktu. Bresuers dan Raudviki (1991) dalam Mulyandari (2010), membagi gerusan yang terjadi pada suatu struktur berdasarkan dua kategori yaitu : 1. Tipe dari gerusan a. Gerusan umum (general scour), gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai. b. Gerusan di lokalisir (contriction scour) gerusan ini terjadi akibat penyempitan di alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat. c. Gerusan lokal (local scour), gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air misalnya; tiang, pilar jembatan, dan lain-lain. 2. Gerusan dalam perbedaan kondisi angkutan a. Kondisi clear water scour di mana gerusan dengan air bersih terjadi jika material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak terangkut. b. Kondisi live bed scour di mana gerusan yang di sertai dengan angkutan sedimen material dasar.

32 Mekanisme dan Proses Penggerusan Gerusan yang terjadi di sekitar tiang merupakan akibat dari adanya sistem pusaran (vortex system) yang terjadi di sekitar tiang. Sistem-sistem pusaran ini merupakan mekanisme dasar dari penggerusan setempat. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : Struktur-struktur pusaran air terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari tiga sistem dasar, yaitu : a. Sistem pusaran sepatu kuda (Horseshoe-Vortex Sistem). b. Sistem pusaran baling-baling (Wake-Vortex sistem). c. Sistem pusaran menggulung (Trailin-Vortex Sistem). Sistem-sistem pusaran ini merupakan bagian integral dari struktur aliran dengan pengaruh yang besar pada komponen yang vertikal dari kecepatan aliran di sekitar tiang. Dengan adanya ujung tumpul pada tiang maka timbul daerah tekanan di mana di daerah tersebut terjadi pemusatan aliran. Jika daerah tekanan ini cukup kuat, maka akan menyebabkan pemisahan-pemisahan tiga dimensi dari lapisan-lapisan batas yang berputar, bergulung di depan pilar, membentuk sistem saluran sepatu kuda. Suatu ujung tumpul dari tiang menyebabakan pemusatan tekanan yang cukup besar untuk menimbulkan sistem di atas. Tiang-tiang yang berujung tajam tidak menimbulkan pusaran sepatu kuda, meskipun kenyataannya pusaran-pusaran tersebut lambat laun akan terjadi juga di sekitar tiang walaupun relatif kecil.

33 33 Jika penggerusan diakibatkan dari kecepatan aliran (energi kinetik) berarti kecepatan tersebut cukup kuat untuk menggerakkan partikelpartikel sedimen, penggerusan akan di mulai pada inti pusaran. 2. Aliran Melalui Saluran Terbuka Aliran air dalam suatu saluran terbuka merupakan aliran bebas (free flow) yang di pengaruhi oleh tekanan udara. Pada semua titik di sepanjang saluran, tekanan udara di permukaan air adalah sama, yang biasanya adalah tekanan atmosfir (Triatmodjo, 2008). Chow (1989), menyatakan saluran terbuka sebagai saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas yang dapat berupa saluran alam dan saluran buatan, saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat di bumi secara alamiah, mulai dari saluran kecil, sungai kecil di pegunungan sampai sungai besar yang bermuara dilaut 2.1. Klasifikasi Aliran Aliran pada saluran terbuka dapat di tinjau dari beberapa hal. Bila di tinjau berdasarkan perubahan kedalaman dan kecepatan aliran sesuai dengan ruang dan waktu maka dibedakan menjadi aliran tunak/tetap (steady flow) dan aliran tidak tunak/tidak tetap (unsteady flow). Aliran tetap terjadi apabila kedalaman, luas penampang, kecepatan dan debit di setiap penampang saluran adalah sama selama jangka waktu tertentu. Sedangkan aliran tidak tetap terjadi apabila kedalaman atau kecepatan aliran yang terjadi selalu berubah. Pada kedua keadaan aliran ini berlaku hukum kontinuitas.

34 34 Aliran tetap dan aliran tidak tetap memiliki sifat aliran seragam yaitu terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada setiap penampang. Menurut Chow (1989), aliran seragam adalah aliran yang mempunyai kecepatan konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan sejajar, dan distribusi tekanan adalah hidrostatis serta luas penampang tidak berubah terhadap ruang, baik besar maupun arahnya. Sebaliknya bila kedalaman tidak sama pada setiap penampang di sebut aliran tidak seragam. Menurut Triatmodjo (2008), aliran di sebut tidak seragam apabila variabel aliran seperti kedalaman, penampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan. Berdasarkan pengaruh gaya gravitasi maka aliran dapat di bagi menjadi aliran sub kritis, aliran kritis dan aliran superkritis. Aliran di sebut sub kritis apabila terjadi gangguan di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke hulu. Aliran kritis di pengaruhi oleh kondisi hilir. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran di sebut super kritis. Parameter yang membedakan ketiga aliran tersebut adalah parameter yang tidak berdimensi yang di kenal dengan angka Froude (Fr) yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya grafitasi, di rumuskan dengan : (1) Dimana: Fr = angka Froude

35 35 Ū L g = kecepatan rata-rata aliran (m/det) = panjang karateristik aliran (m) = Gaya Gravitasi Sehingga jika : Fr >1, maka Aliran bersifat superkritis Fr = 1, maka Aliran bersifat Kritis Fr < 1, maka Aliran bersifat subkritis Gambar 1 menunjukkan perbandingan antara kecepatan aliran dan kecepatan rambat gelombang karena adanya gangguan. Pada gambar 1a gangguan pada air diam (v = 0) akan menimbulkan gelombang yang merambat ke segala arah, gambar 1b menunjukkan aliran sub kritis di mana gelombang masih bisa menjalar ke arah hulu. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr < 1, gambar 1c adalah aliran kritis di mana kecepatan aliran sama dengan kecepatan rampat gelombang. Gambar 1. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka

36 36 Dalam keadaan ini Fr = 1, sedangkan gambar 1d adalah aliran super kritir di mana gelombang tidak bisa merambat ke hulu karena kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan rambat gelombang atau Fr > 1. Pada dasarnya tipe aliran pada saluran terbuka ditentukan oleh pengaruh kekentalan (viscosity) dan gravitasi sehubungan dengan gayagaya inersia aliran. Berdasarkan pengaruh kekentalan ini aliran dibedakan menjadi aliran laminer, aliran turbulen dan aliran transisi. Aliran bersifat laminer apabila gaya kekentalan relatif besar dibandingkan dengan gaya kelembaban/inersia sehingga pengaruh kekentalan sangat besar terhadap sifat aliran, dalam aliran ini partikel-partikel air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur. Aliran turbulen dapat terjadi bila gaya kekentalan relatif kecil dibandingkan dengan gaya kelembabannya, pada aliran turbulen partikel-partikel air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar dan tidak tetap, walaupun partikel-partikel dalam aliran tersebut secara keseluruhan tetap menunjukkan gerakan maju. Aliran di sebut transisi (peralihan) apabila keadaan aliran bersifat suatu campuran antara keadaan laminer dan turbulen. Pengaruh kekentalan terhadap kelembaban dinyatakan dengan bilangan Reynolds (Re). Reynolds menerapkan analisa dimensi pada hasil percobaannya dan menyimpulkan bahwa perubahan dari aliran laminer ke aliran turbulen terjadi suatu harga yang di kenal dengan angka Reynold (Re). Angka ini menyakatan perbandingan antara gaya-gaya kelembaman dengan gayagaya kekentalan yaitu:

37 37 (2) Dimana: Re = angka Reynold Ū = kecepatan rata-rata aliran (m/det) L = panjang karateristik aliran (m) = kekentalan (viscositas) kinematik cairan (m2/det). Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila angka Reynolds Re > 1000 dan aliran laminer apabila angka Re < 500. Dalam hal ini panjang karakteristik yang ada pada angka Reynolds adalah jari-jari hidraulis, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara luas penampang basah dan keliling basah. (Triatmodjo, 2008) Distribusi Kecepatan Aliran Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan aliran tergantung pada banyak faktor seperti bentuk saluran, kekasaran dinding, kekasaran dasar dan juga debit aliran. Distribusi kecepatan aliran tidak merata di setiap titik pada tampang melintang. Pada gambar 2 menunjukkan distribusi kecepatan aliran pada tampang melintang saluran dengan berbagai bentuk saluran, yang digambarkan dengan garis kontur kecepatan, terlihat bahwa kecepatan minimum terjadi di dekat dinding batas (dasar dan tebing saluran) dan bertambah besar dengan jarak menuju ke permukaan. Garis kontur kecepatan maksimum terjadi di tengah-tengah lebar saluran dan sedikit dibawah permukaan, hal ini terjadi karena adanya gesekan antara zat cair dan tebing saluran dan juga karena adanya

38 38 gesekan dengan udara pada permukaan. Untuk saluran yang sangat lebar distribusi kecepatan aliran di sekitar bagian tengah lebar saluran adalah sama, hal ini disebabkan karena sisi-sisi saluran tidak terpengaruh pada daerah tersebut, sehingga saluran di bagian itu di anggap 2 dimensi (vertikal). Keadaan ini akan terjadi apabila lebar saluran lebih besar dari 5 10 kali kedalaman aliran yang tergantung pada kekasaran dinding. Distribusi kecepatan aliran pada arah vertikal dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran pada berbagai kedalaman, semakin banyak titik pengukuran akan memberikan hasil yang semakin baik. Gambar 2. Distribusi kecepatan aliran pada saluran terbuka 2.3. Debit Pengaliran Debit pengaliran pada saluran dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Bambang Triadmodjo,2003): Q = V. A (3) Dimana:

39 39 Q V = Debit aliran (m 3 /dt) = Kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang aliran (m 2 ) 2.4. Perhitungan Koefisien Chezy Perhitungan koefisien Chezy menggambarkan tingkat kekasaran dari saluran dengan menggunakan formula Van Rijn dari Stickler. Perhitungan dengan rumus Van Rijn 12h C1 18log (4) ks dimana ks = 3. d 90 (untuk saluran pasir) Perhitungan dengan rumus Stikler 1/ 6 R C 2 25 ks (5) 3. Gradasi Sedimen Gradasi sedimen dari sedimen transpor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water scour). Dari Gambar 3 kedalaman gerusan (y s /b) tak berdimensi sebagai fungsi dari karakteristik gradasi sedimen material dasar (σ/d 50 ). Dimana σ adalah standar deviasi untuk ukuran butiran dan d 50 adalah ukuran partikel butiran rerata. Nilai kritikal dari σ/d 50 untuk melindunginya hanya dapat di capai dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan di mana kekuatan lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan

40 40 meningkatnya pusaran air. Dengan demikian nilai koefisien simpangan baku geometrik (σ g ) dari distribusi gradasi sedimen akan berpengaruh pada kedalaman gerusan air bersih dan dapat ditentukan dari nilai grafik seperti pada Gambar 4. Gambar 3.Kedalaman gerusan setimbang di sekitar pilar fungsi ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih (Sumber: Breusers dan Raudkivi, 1991 : 66) Gambar 4.koefisien simpangan baku (K σ ) fungsi standar deviasi geometri ukuran butir (Sumber: Breusers dan Raudkivi, 1991 : 67)

41 41 Estimasi kedalaman gerusan dikarenakan adanya pengaruh distribusi material dasar mempunyai nilai maksimum dalam kondisi setimbang pada aliran air bersih (clear water) menurut Breuser dan Raudviki (1991:67) adalah sebagai berikut : y se (σ)/b = K d. y se /b (6) 3.1. Awal Gerak Butiran Akibat adanya aliran air, timbul gaya-gaya yang bekerja pada material sedimen.gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk menggerakkan atau menyeret butiran material sedimen. Pada waktu gayagaya yang bekerja pada butiran sedimen mencapai suatu harga tertentu, sehingga apabila sedikit gaya di tambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak, maka kondisi tersebut di sebut kondisi kritik. Parameter aliran pada kondisi tersebut, seperti tegangan geser dasar (τo), kecepatan aliran (U) juga mencapai kondisi kritik (Kironoto, (1997) dalam Sucipto (1994:36)). Garde dan Raju (1977) dalam Sucipto (2004:36) menyatakan bahwa yang dikatakan sebagai awal gerakan butiran adalah salah satu dari kondisi berikut : 1. Satu butiran bergerak 2. Beberapa (sedikit) butiran bergerak 3. Butiran bersama-sama bergerak dari dasar 4. Kecenderungan pengangkutan butiran yang ada sampai habis. Tiga faktor yang berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen yaitu :

42 42 1. Kecepatan aliran dan diameter/ukuran butiran 2. Gaya angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran 3.2. Gaya geser kritis Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada material butiran di dasar sungai, gaya geser yang terjadi pada dasar sungai dirumuskan sebagai persamaan berikut (Masloman, 2006) : = p w RS (7) Dimana: = gaya geser dasar (N/m 2 ) p w = Rapat massa air (kg/m 3 ) = Percepatan gravitasi (m/det 2 ) R = Jari-jari hidrolis (m) S = Kemiringan dasar sungai Gambar 5. Diagram Shields, hubungan Tegangan Geser Kritis dengan Bilangan Reynolds

43 Angkutan Dasar (Bed Load Transport) Menurut Saleh Pallu (2007), Angkutan dasar terjadi apabila gerakan partikel sedimen terguling, tergelincir, atau kadang-kadang meloncat sepanjang dasar, hal ini disebut angkutan dasar (bed load transport). Pada umumnya, besar angkutan dasar pada sungai adalah berkisar 5 25% dari angkutan melayang. Material kasar tinggi persentasenya menjadi angkutan dasar. 4. Ukuran Pilar dan Ukuran Butir Material Dasar Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour sangat dipengaruhi adanya ukuran butiran material dasar relatif b/d 50 pada sungai alami maupun buatan. Untuk sungai alami umumnya koefisien ukuran butir relatif b/d 50 pada kecepatan relatif U/U c = 0,90 pada kondisi clear water dan umumnya kedalaman gerusan relatif ys/b tidak dipengaruhi oleh besarnya butiran dasar sungai selama b/d 50 > 25. Ukuran pilar mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal pada kondisi clear-water sampai kedalaman terakhir, tidak dengan jarak relatif (y s /b), jika pengaruh dari kedalaman relatif (y 0 /b) dan butiran relatif (b/d 50 ) pada kedalaman gerusan ditiadakan, maka nilai aktual dari (y s /b) juga tergantung pada peningkatan dari bed material. Pada kasus gerusan yang mengangkut sedimen (live bed), waktu diberikan untuk mencapai keseimbangan gerusan dan tergantung pada rasio dari tekanan dasar ke tekanan kritikal.

44 44 (Breuser 1971, Akkerman 1976, Konter 1976, 1982, Nakagawa dan Suzuki 1976) melakukan percobaan-percobaan untuk mempraktekkan pendekatan yang sama terhadap proses gerusan di sekitar pilar jembatan. Hasil dari percobaan-percobaan tersebut diantaranya pada kolom dengan ukuran kecil dimana (b/h 0 < 1) kedalaman maksimum gerusan dapat digambarkan dengan persamaan berikut yang berlaku pada seluruh fase dari proses gerusan asalkan y m,e >b : = 1 e [t - ][ ]γ (8) Dimana : b h 0 t t 1 y m y m,e = lebar pilar jembatan (m) = kedalaman aliran mula-mula (m) = waktu (s) = waktu ketika ym= b (s) = kedalaman maksimum gerusan pada saat t (m) = kedalaman gerusan maksimum pada saat setimbang (m) Pada fase perluasan (development phase), untuk t < t 1, persamaan di atas menjadi: [ ] γ (9) Menurut Nakagawa dan Suzuki (1976) dalam Miller (2003) dalam Okki (2007:31) nilai γ = dan t 1 bisa ditulis sebagai berikut : t 1 = 29.2 [ ] 3 [ ] 1.9 (10)

45 45 Dimana : b d 50 U c U 0 U 0 Q A = lebar pilar jembatan (m) = diameter rata-rata partikel (m) = kecepatan kritis rata-rata (m/s) = kecepatan rata-rata (m/s), dengan = Q/A = debit (m³/s) = luas penampang (m²) Δ = berat jenis relatif (-) Berdasarkan data Laursen dan Toch (1956) dalam Breuser dan Raudkivi(1971) menemukan persamaan untuk pilar bulat jembatan yaitu : y m,e = 1,35 K i b 0.7 h 0.3 (11) Dimana : b h 0 = lebar pilar jembatan (m) = kedalaman aliran (m) K i = faktor koreksi (untuk pilar bulat Ki = 1,0) y m,e = kedalaman gerusan saat setimbang (m) Volume lubang gerusan di bentuk untuk mengelilingi pilar dan berbanding diameter kubik dari pilar itu sendiri, berarti semakin lebar pilar semakin banyak gerusan dan semakin banyak pula waktu yang diperlukan untuk melakukan penggerusan. Koefisien pengaruh ukuran pilar dan ukuran butir material dasar (Kdt) ini menurut Ettema (1980) dalam Breuser (1991:68) dapat pula untuk live bed scour.

46 46 Dari uraian di atas lebih jelas dapat di lihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 yang memperlihatkan korelasi antara nilai kedalaman gerusan relative dengan ukuran butir relatif U/U c dengan ukuran butir relatif. Gambar 6.Hubungan kedalaman gerusan seimbang (y se ) dengan ukuran butir realtif (b/d 50 ) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen (Sumber : Breuser dan Raudkivi 1991:69) Gambar 7.Hubungan koefisien reduksi ukuran butir relatif K(b/d 50 ) dengan ukuran butir relatif (b/d 50 ) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen (Sumber : Breuser dan Raudkivi 1991:69)

47 Bentuk Pilar Pengaruh bentuk pilar berdasarkan potongan horizontal dari pilar telah di teliti oleh Laursen dan Toch (1956), Neil (1973) dan Dietz (1972). Bentuk potongan vertikal pilar juga dapat dijadikan dasar untuk menentukan faktor koreksi. Bentuk pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar jembatan yang tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga dapat mengurangi besarnya kedalaman gerusan. Hal ini juga tergantung pada panjang dan lebar (l/b) masing-masing bentuk pilar mempunyai koefisien faktor bentuk K 1 menurut Dietz (1971) dalam Breuser dan Raudkivi (1991:73) ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel. 1 Koefisien koreksi untuk bentuk penampang pilar Bentuk Ujung Pilar K 1 Persegi 1,1 Bulat 1.0 Lingkaran Silinder 1,0 Kumpulan Silinder 1,0 Tajam 0,9 Gambar 8. Sketsa bentuk penampang pilar

48 48 Tabel. 2 Koefisien koreksi untuk arah datang aliran air θ L/a=4 L/a=8 L/a=12 0 o 1,0 1,0 1,0 15 o 1,5 2,0 2,5 30 o 2,0 2,75 3,5 45 o 2,3 3,3 4,3 90 o 2,5 3,9 5,0 θ = sudut kemiringan aliran L = panjang pilar (m) C. Hipotesis Diperkiran keberadaan kelompok tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan yang akan terjadi. Bentuk dan dimensi dari kelompok tiang serta jarak antar tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang.

49 49 D. Kerangka Pikir Penelitian Masalah 1. Pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang. 2. Pengaruh jarak antara tiang terhadap kedalaman gerusan 1. Kajian Pustaka 2. Kecepatan Aliran 3. Gerusan dasar sungai 4. Jarak antar tiang Bentuk model kelompok tiang Hipotesis : diperkiran bentuk model dari kelompok tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan yang akan terjadi pada dasar sungai Uji Model Fisik 1. Pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan dapat di ketahui. 2. Volume gerusan dapat diketahui dari Model kelompok tiang Gambar 9. Kerangka pikir penelitian

50 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Sungai di Gedung Pusat Kegitan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin dengan waktu penelitian selama 2,5 bulan. B. Jenis Penelitian dan Sumber Data Jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimental, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur - literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut, serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat, dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni : 1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari simulasi model fisik di laboratorium. 2. Data Sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada, baik yang telah dilakukan di Laboratorium maupun dilakukan di tempat lain, yang berkaitan dengan penelitian pengaruh gerusan pada sungai terhadap kelompok tiang.

51 51 C. Pencatatan Data Pencatatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu awal sebelum running, pada saat running, dan setelah running. 1. Sebelum pengaliran 1. Kondisi awal sungai, elevasi dan kemiringan sungai tiap seksi yang ditinjau. 2. Pantauan debit aliran melalui tinggi air pada alat ukur debit Thomson (h T ). Rumus debit air (Q), diukur dengan menggunakan pengukur debit Thomson, dengan rumus debit: (12) Dimana: Q = debit aliran (m 3 /dt) Cd= koefisien debit G = grafitasi bumi (m/dt 2 ) H = kedalaman air pada bak pengukur debit (m) Gambaran gerusan yang ada pada tikungan diperoleh dari model hidrolik ini, merupakan gerusan rerata dari beberapa pengujian secara umum. Kalibrasi terhadap alat ukur debit Thompson, yaitu untuk menentukan koefisien debit Cd berdasarkan rumus debit pada persamaan 12. Untuk menentukan nilai Cd dari persamaan diatas, harus diketahui besarnya tinggi aliran (h t ) pada alat ukur debit. Agar diperoleh hasil Cd yang teliti maka dilakukan pengukuran tinggi h, dan Q yang berbeda-beda.

52 52 Dari hasil pengkalibrasian diperoleh koefisien debit Cd rata-rata yang dipergunakan dalam penelitian ini. Dimensi model dan kemampuan pompa menentukan debit maksimum yang dapat dialirkan. Debit maksimum diperoleh pada tinggi air pada alat ukur debit Thompson (h t). Dalam pengaliran ini dilakukan 3 (tiga) variasi tinggi aliran (h t ) 1. Ketinggian air h (m) Kalibrasi kedalaman aliran (h) dilakukan agar diperoleh kedalaman aliran. Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air, untuk mendapatkan aliran rata-rata (h t ) yang terjadi dilakukan dengan menggunakan mistar. 2. Kecapatan aliran air V (m/det) Kecepatan aliran (V) adalah kecepatan aliran air yang terjadi di sungai saat dilakukan pengujian. Kecepatan aliran diukur dengan alat pengukuran kecepatan aliran curren meter dengan rumus kecepatan: (13) dimana: V= Kecepatan aliran (m/dt) n= Jumlah putaran (dtk) Pelaksanaan pengukuran kecepatan dilaksanakan di 3 (tiga) posisi yaitu: di tepi kiri, di tegah saluran, dan di tepi kanan dengan

53 53 perletakan alat ukur flowacth 0, 61 h 1 dari dasar saluran untuk pengukuran satu titik. 3. Waktu running t (menit), diukur dengan menggunakan stop watch. Pelaksanaan running dengan mengalirkan air ke model saluran dengan menggunakan pompa. Pengaliran air melalui pipa sirkulasi ke bak penenang dan melalui alat ukur debit Thompson terus masuk ke saluran pengamatan. 2. Saat pengaliran data yang diambil 1. Ketinggaian aliran ditempat yang ditinjau (awal, tengah serta akhir dari saluran) 2. Pengaturan kecepatan dengan alat ukur kecepatan flowacth didepan bangunan, tengah bangunan dan bagian akhir bangunan yang ditinjau dengan 3 tempat pengukuran kecepatan tiap potongan melintang. 3. Sesudah pengaliran data yang diambil Untuk pengaliran selama 20, 40 dan 60 menit, data elevasi tiap tinjauan potongan melintang diambil sepanjang 100 cm sesudah bangunan kelompok tiang.

54 54 D. Bahan dan Peralatan Penelitian 1. Penyusunan model saluran untuk penelitian Saluran yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran pasir dengan penampang bentuk trapesium. Bentuk geometris dari saluran adalah saluran lurus dengan dinding permanen, lebar dasar saluran 0,50 m, tinggi saluran 0,20 m dan panjang saluran percobaan 15 m. Saluran ini dilengkapi dengan bak penampungan air dan bak pengaliran air yang berkapasitas 12 m 3, dengan dimensi panjang dan lebar bak air 3 m dan tinggi 1 m, serta dilengkapi mesin pompa air dengan kran pengatur aliran (debit) yang dibutuhkan untuk mengalirkan air ke bak pengaliran. 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : a. Tiang berbentuk segi enam (Hexagonal) dengan 3 model kelompok tiang yang mempunyai jarak antar tiang bervariasi. b. Saluran yang dibuat dari bahan pasir yang berasal dari sungai, yang telah di saring. c. Material pembentuk dasar sungai adalah material tidak berkohesi, dalam hal ini digunakan pasir sedang dengan diameter dominan 0,47 mm, yang diperoleh dari hasil analisa saringan terhadap material tersebut, berikut disajikan grafik analisa saringan material pembentuk sungai seperti pada gambar 10 berikut:

55 No. 4 Nomor Saringan No. 8 No. 30 No. 50 No. 100 No Persen Lolos (%) Diameter (mm) Gambar 10.Grafik analisa saringan material pembentukan dasar saluran 3. Alat ukur yang akan digunakan antara lain : a. Flow watch untuk mengukur kecepatan aliran. b. Stopwatch. c. Mistar ukur untuk mengukur kedalaman air, kedalaman gerusan dan elevasi dasar saluran sebelum dan setelah pengaliran. d. Pintu air berfungsi untuk mengalirkan air. e. Benang nilon yang berfungsi sebagai grid yang dipasang baik arah vertikal maupun arah longitudinal saluran. f. Mesin pompa air yang digunakan untuk sirkulasi air berkapasitas ltr/menit. g. Kamera dan peralatan lainnya yang digunakan untuk merekam dan pengambilan gambar untuk dokumentasi.

56 56 E. Variabel yang Diteliti Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka variabel yang diteliti adalah: debit (Q), waktu pengaliran(t), kecepatan aliran (V), gerusan saluran akibat adanya kelompok tiang. F. Perancangan Model Penelitian Pada penelitian ini digunakan 3 buah model kelompok tiang dengan spesifikasi adalah : Tipe 1. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 4 buah tiang dengan jarak antar tiang 1,4.L (gambar 12). Tipe 2. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 5 buah tiang dengan jarak antar tiang 1.L (gambar 13). Tipe 3. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 6 buah tiang dengan jarak antar tiang 0,6.L (gambar 14). Model tiang berbentuk segi enam (Hexagonal) dengan ukuran: Lebar 5 cm, Panjang 10 cm dan tinggi 40 cm. Tabel 3. Rancangan Simulasi Percobaan No Debit (m 3 /det) Variasi Waktu (t) 1 Q1, Q2, Q3 t1 = 20 menit t2 = 40 menit t3 = 60 menit Tipe Kelompok Tiang Percobaan tanpa model kelompok tiang Jumlah Percobaan 9 x percobaan

57 57 Lanjutan tabel 3. No Debit (m3/det) Variasi Waktu (t) Tipe Kelompok Tiang Jumlah Percobaan 2 Q1 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan 3 Q2 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan 4 Q3 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan Keterangan : MKT : Model Kelompok Tiang. t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan

58 58 G. Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Alat & Bahan Penelitian Perancangan dan Pembuatan Model Tiang Bentuk Hexagonal Uji Model/ Simulasi Pengamatan dan pengambilan data Metode Analisis Hasil Akhir Selesai Gambar 11. Diagram alur penelitian

59 59 Gambar 12. Model kelompok tiang tipe 1 Gambar 13. Model kelompok tiang tipe 2 Gambar 14. Model kelompok tiang tipe 3

60 60

61 61 Model saluran Peralatan penelitian Gambar 16. Model saluran dan peralatan penelitian

62 62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Bilangan Froude Jenis aliran yang terjadi dalam proses pengaliran dalam flume dapat dijabarkan berdasarkan bilangan Froude sebagai berikut : Dalam penelitian ini kondisi aliran dalam keadaan sub kritis yaitu bilangan Froude lebih kecil dari satu (Fr <1). Hasil perhitungan bilangan Froude untuk variasi debit Q1, Q2, Q3 dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6. Tabel 4. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang No. Tipe I Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran (b) Luas (A) Fr Keterangan m³/dt. m/dt. M m m² - 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis

63 63 Lanjutan Tabel 4 No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran (b) Luas (A) Fr Keterangan m³/dt. m/dt. M m m² - 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tabel 5. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang No. Tipe I Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran Luas (A) Fr Keterangan m³/dt. m/dt. M m m² - 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis Tabel 6. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran Luas (A) Fr Keterangan m³/dt. m/dt. M m m² - Tipe I 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis

64 64 Lanjutan tabel 6. No. Debit Kecepatan Kedalaman Lebar (Q) (V) (H) Saluran Luas (A) Fr Keterangan m³/dt. m/dt. M m m² - 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis B. Perhitungan Bilangan Reynold Tabel 7. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang No. Tipe I Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Reynolds m/dtk m m m² m m Re 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,3278 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,99434 Turbulen Tipe II 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,76365 Turbulen Tipe III 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,76365 Turbulen Ket.

65 65 Tabel 8. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Reynolds Ket. m/dtk m m m² m m Re Tipe I 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,63620 Turbulen Tipe II 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,6362 Turbulen Tipe III 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,6362 Turbulen Tabel 9. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Reynolds m/dtk m m m² m m Re Ket. Tipe I 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,76365 Turbulen Tipe II 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen

66 66 Lanjutan tabel 9. No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Reynolds Ket. m/dtk m m m² m m Re 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,76365 Turbulen Tipe III 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0, ,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0, ,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0, ,76365 Turbulen C. Perhitungan Koefisien Chezy Tabel 10. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang No. Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C m 3 /det m M m R m 1/2 /det m 1/2 /det m 1/2 /det Tipe I 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0361 0,5 0,0002 0, , , ,0547 Tipe II 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033

67 67 Tabel 11. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang No. Tipe I Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C m 3 /det m M m R m 1/2 /det m 1/2 /det m 1/2 /det 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tipe II 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tabel 12. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang No. Tipe I Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C m 3 /det m M m R m 1/2 /det m 1/2 /det m 1/2 /det 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tipe II

68 68 Lanjutan tabel 12. No. Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C m3/det m M m R m1/2/det m1/2/det m1/2/det 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , ,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0, , , , ,0092 0,0422 0,5 0,0002 0, , , , ,0118 0,0472 0,5 0,0002 0, , , , Kedalaman Aliran Kedalaman aliran (h) pada saat simulasi tanpa menggunakan kelompok tiang di ukur menggunakan meteran di sepanjang saluran. Hasil dari pengukuran kedalaman aliran ini terlihat seperti pada tabel 13. Tabel 13. Kedalaman Aliran Debit Elevasi Saluran Elevasi Muka Air (cm) Tinggi Aliran (cm) (cm3/dt.) (cm) 0, ,39 3,61 0, ,78 4,22 1, ,28 4,72 2. Kecepatan Aliran Kecepatan aliran dalam penelitian ini di ukur dengan menggunakan alat ukur Flow Watch. Pengukuran dilakukan sepanjang saluran area penelitian pada tiga bagian yaitu bagian kiri saluran, tengah saluran dan

69 69 tepi kanan saluran, hasil dari ketiga bagian pengukuran kemudian di rataratakan untuk memperoleh kecepatan aliran rata-rata. Data selengkapnya terlihat pada tabel 14. Tabel 14. Kecepatan Aliran Debit Kecepatan Aliran (U 0 ) Kecepatan Kiri Tengah Kanan Rata-rata (U 0 ) ( m3/dtk ) ( m/dtk ) ( m/dtk) (m/dtk) ( m/dtk) 0,0063 0,3 0,383 0,3 0,3280 0,0092 0,383 0,433 0,383 0,4000 0,0118 0,45 0,467 0,45 0, Debit Aliran Debit aliran yang di peroleh dari penelitian ini adalah hasil perkalian antara luas penampang basah saluran ( A ) dengan kecepatan aliran ( U 0 ), perhitungan debit aliran seperti pada tabel 15. Tabel 15. Debit Aliran Tinggi Aliran Luas Penampang Basah ( A ) (m 2 ) Kecepatan Ratarata ( U 0 ) Debit ( Q ) ( m ) (m/dt.) (m 3 /dt.) 0,036 0,0194 0,3280 0,0063 0,042 0,0229 0,4000 0,0092 0,047 0,0258 0,4560 0, Klasifikasi Aliran Aliran pada saluran terbuka di sebut turbulen apabila angka Reynold Re > 1000, dan laminer apabila Re < 500. Sedangkan aliran di sebut kritis

70 70 jika Fr = 1, Sub kritis Fr < 1 dan super kritis apabila Fr > 1. Hasil perhitungan pada tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa tipe aliran dalam penelitian ini adalah turbulen dan sub kritis. Tegangan geser dasar saluran sebesar 1,828 N/m 2, di mana 1,828 m/s > 0,639 m/s ( U * c > U * maka butiran bergerak) berdasarkan persamaan 3. D. Perubahan Dasar Saluran Perubahan dasar saluran dapat di analisis dengan pengukuran kedalaman gerusan di sekitar pilar setelah selesai di lakukan pengaliran dan dilakukan pada tiga bagian yaitu bagian depan, samping dan bagian belakang pilar dengan menggunakan mistar untuk mendapatkan data kontur yang akurat, jumlah titik pengamatan di buat sebanyak titik pengamatan, yaitu 46 grid benang dibentangkan melintang di atas model saluran yang telah di buat dan di beri tanda untuk memudahkan pengukuran sebanyak 25 titik dengan jarak antar titik dua centimeter. Titik pengamatan di sekitar pilar dan jarak penempatan pilar dapat di lihat pada gambar 17, 18 dan 19.

71 71 Gambar 17.Titik pengamatan untuk tipe 1 Gambar 18.Titik pengamatan untuk tipe 2

72 72 Gambar 19.Titik pengamatan untuk tipe 3 Pembentukan horseshoe vortek ini diakibatkan oleh tekanan air yang cukup kuat sehingga terjadi gerusan yang membentuk lubang kearah sisi-sisi tiang dengan kedalaman yang berbeda. Formasi pusaran air ini merupakan hasil dari penumpukan air pada hulu dan akselerasi aliran di sekitar bagian depan tiang. Gambar 20. Gerusan di sekitar moedel kelompok tiang tipe 1

73 73 Gambar 21. Gerusan di sekitar model kelompok tiang tipe 2 Gambar 22. Gerusan di sekitar model kelompok tiang tipe 3 E. Data hasil Penelitian dan Pembahasan Data utama yang di peroleh pada percobaan yang dilakukan di laboratorium adalah data kedalaman gerusan. Data-data tersebut akan

74 74 digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan hasil pengamatan fisik dengan kedalaman gerusan lokal. 1. Pengaruh waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan. Lama pengaliran akan mempengaruhi kedalaman gerusan yang terjadi, kedalaman gerusan kemudian akan mencapai keadaan konstan pada waktu tertentu. Pola aliran yang terjadi di tengah saluran terdapat penghalang berupa tiang maka akan mengakibatkan terjadinya gerusan local (local scrouring) dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di sekitar tiang, dapat dilihat pada gambar grafik 23, 24 dan 25. Gambar 23. Pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q1=0,0063 m 3 /dtk

75 75 Gambar 24. Pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q2=0,0092 m 3 /dtk Gambar 25. Pengaruh waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q3=0,0118 m 3 /dtk Data pengamatan dari tiga gambar di atas dilakukan pada titik tertentu yaitu pada tengah model kelompok tiang penelitian dengan tiga variasi waktu yang dialirkan dan debit (Q) yang sama, hal ini menunjukkan tingkat gerusan lokal di sekitar tiang yang berbeda. Pada pengamatan

76 76 gambar 23. Untuk debit Q1 di peroleh tingkat kedalaman gerusan maksimumnya lebih kecil yaitu 7,9 cm, sedangkan pengamatan pada gambar 25. dengan waktu pengaliran 60 menit, mengalami kedalaman gerusan lebih besar yaitu 8,9 cm. Untuk perubahan kedalaman gerusan pada masing-masing debit yang berbeda, hasil analisis dapat di lihat pada gambar di atas, pada gambar 23. terlihat kedalaman gerusan yang terjadi pada variasi waktu dengan tiga variasi tipe yang berbeda yaitu, pada kelompok tiang tipe I dengan t = 20 menit kedalaman gerusannya sebesar 5,9 cm, pada t = 40 menit kedalaman gerusannya sebesar 6,6 cm dan pada t = 60 menit kedalaman gerusan maksimum yang terjadi sebesar 6,8 cm. Pada kelompok tiang tipe II, kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada pada t = 20 menit, kedalaman gerusan 6,5 cm, pada t = 40 menit kedalaman gerusan, yaitu 6,4 cm, pada t = 60 menit, kedalaman gerusan maksimum, yaitu 7,5 cm. Pada kelompok tiang tipe III, kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada t = 20 menit, yaitu 7,5 cm, pada t = 40 menit kedalaman gerusan, yaitu 7,7 cm dan pada t = 60 menit, kedalaman gerusan maksimum yang terjadi adalah 7,9 cm. Dari analisis di simpulkan bahwa dari ketiga titik pengamatan, kedalaman gerusan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya atau peningkatan variasi waktu dan lamanya pengaliran mempunyai potensi kedalaman gerusannya lebih besar dari setiap debit yang sama.

77 77 2. Pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan. Dari hasil analisis pengamatan untuk kedalaman rata-rata gerusan pada setiap tipe kelompok tiang dengan variasi debit yang dialirkan dapat di lihat pada gambar grafik 26, 27 dan 28. Gambar 26. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-1 Gambar 27. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-2

78 78 Gambar 28. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-3 Pada grafik gambar 26 sampai gambar grafik 28 terlihat bahwa setiap tipe mempunyai kedalaman gerusan yang berbeda dari hasil percobaan, pada dasarnya perubahan debit sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan yang terjadi, akibat adanya bangunan tiang. Apabila debitnya bertambah maka kedalaman gerusan yang terjadi akan semakin dalam. Kecepatan dan perubahan debit sangat mempengaruhi terhadap nilai kedalaman gerusan. Kecepatan aliran yang berbeda akan mengakibatkan gaya yang bekerja untuk mengangkut butiran sedimen berbeda pula. 3. Jarak antara kelompok Tiang Jarak pada kelompok tiang pada penelitian ini, juga berpengaruh terhadap besaran gerusan disekitarnya. Penambahan gerusan akan terjadi di mana ada perubahan setempat seperti karakteristik tanah dasar setempat, serta adanya halangan pada aliran sungai berupa bangunan sungai.

79 79 Adanya halangan pada alur sungai akan menyebabkan perubahan pola aliran. Perubahan pola aliran tersebut menyebabkan gerusan lokal di sekitar bangunan tersebut. Bangunan bagian bawah jembatan (pangkal dan pilar jembatan) sebagai suatu struktur bangunan tidak lepas pula dari pengaruh gerusan lokal tersebut. Gambar grafik ini akan menunjukkan perubahan dasar akibat variasi jarak antara pilar pada setiap kelompok tiang dengan waktu aliran yang lama t = 60 menit dan debit yang lebih besar pula Q = 0,0118 m 3 /dtk Gambar 29. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 5 dan 6

80 80 Gambar 30. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 9,11,12 Gambar 31. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 14, 15 dan 17

81 81 Gambar 32. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 20 dan 21 Gambar grafik diatas terlihat perubahan kedalaman gerusan yang terjadi pada masing-masing tipe dengan debit yang sama dengan waktu yang berbeda. Pada gambar 30 pada kelompok tiang tipe I, dengan jarak 1,4 L cm kedalaman gerusan maksimum yang terjadi sebesar 6,9 cm, pada kelompok tiang tipe II dengan jarak tiang 1,0 L cm kedalaman gerusan maksimumnya sebesar 7,7 cm, sedangkan pada tipe kelompok tiang tipe III dengan jarak tiang 0,6 L cm kedalaman gerusan maksimumnya sebesar 8,4 cm. Posisi kedalaman gerusan maksimum pada tiga jarak tiang terletak di samping tiang. Hal ini terjadi karena dominasi penyempitan aliran antara tiang semakin sempit, maka kecepatan aliran semakin besar.

82 82 Dapat disimpulkan pilar dengan jarak 1,4 L mempunyai potensi kedalaman gerusan yang terkecil dari setiap debit, sedangkan tiang yang jarak 1,0 L dan 0,6 L mempunyai potensi kedalaman gerusan yang lebih besar dari setiap debit, hal ini biasa dikenal dengan Gerusan dilokalisir (constriction scour) gerusan yang diakibatkan penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat. 4. Volume Gerusan Gerusan dan endapan merupakan perilaku yang terjadi pada proses pengangkutan sedimen untuk setiap pengaliran, gerusan terjadi bilamana kapasitas pengangkutan yang masuk ke suatu area pengamatan lebih kecil dari pada kapasitas pengangkutan yang meninggalkan area tersebut. Sedangkan endapan bilamana kapasitas pengakutan yang masuk area pengamatan lebih besar dari pada yang meninggalkan area tersebut, dan bilamana kapasitas pengangkutan yang masuk dan meninggalkan area pengamatan di saluran sama maka terjadi kesetimbangan. Volume gerusan dan endapan dihitung berdasarkan perubahan luas penampang saluran dari bentuk sebelum dilakukan pengaliran sepanjang area pengamatan. Sesuai dengan tema penelitian ini yang difokuskan pada pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan, dapat di lihat pada tabel 16 yaitu hasil perhitungan volume gerusan.

83 83 Tabel 16. Perhitungan Volumen Gerusan NO 1 WAK TU TMA KEC. ALIRAN DEBIT (Q) MODEL KEDALA MAN GERUS AN RATA2 VOLUME GERUSA N VOLUME PERTAM BAHAN GERUSA N PERSEN TASE PERTAM BAHAN GERUSA N (t) (m) (m) (m3/dtk) (cm) (cm3) (cm3) (%) Tanpa Pilar 0, ,20-0% 2 Tipe I 3, , ,90 80,46% 0,0361 0,328 0, Tipe II 3, , ,24 79,70% 4 Tipe III 3, , ,75 81,37% 5 Tanpa Pilar 1, ,40-0% 6 20 Tipe I 3, , ,19 66,22% 0,0422 0,4 0, Menit Tipe II 1, , ,70 45,88% 8 Tipe III 3, , ,17 71,66% 9 Tanpa Pilar 0, ,60-0% 10 Tipe I 2, , ,46 71,95% 0,0472 0,456 0, Tipe II 2, , ,00 69,09% 12 Tipe III 3, , ,76 79,08% 13 Tanpa Pilar 0, ,40-0% 14 Tipe I 3, , ,74 76,85% 0,0361 0,328 0, Tipe II 3, , ,00 71,07% 16 Tipe III 3, , ,66 77,26% 17 Tanpa Pilar 1, ,80-0% Menit Tipe I Tipe II 4,20 2, , , , ,90 72,96% 60,62% 20 Tipe III 4, , ,01 72,85% 0,0422 0,4 0, Tanpa Pilar 1, ,20-0% 22 Tipe I 3, , ,75 65,36% 23 Tipe II 3, , ,67 65,80% 24 Tipe III 4, , ,56 71,39%

84 84 Lanjutan tabel 16. NO 25 WAK TU TMA KEC. ALIRA N DEBIT (Q) MODEL KEDALA MAN GERUS AN RATA2 VOLUME GERUSA N VOLUME PERTAMB AHAN GERUSA N PERSE NTASE PERTA MBAHA N GERUS AN (t) (m) (m) (m3/dtk) (cm) (cm3) (cm3) (%) Tanpa Pilar 0, ,20-0% 26 Tipe I 4, , ,06 77,03% 0,0361 0,328 0, Tipe II 4, , ,80 77,12% 28 Tipe III 4, , ,76 79,31% 29 Tanpa Pilar 1, ,20-0% Tipe I 5, , ,67 68,67% 0,0422 0,4 0, Menit Tipe II 3, , ,30 55,25% 32 Tipe III 4, , ,02 64,57% 33 Tanpa Pilar 2, ,20-0% 34 Tipe I 3, , ,20 41,16% 0,0472 0,456 0, Tipe II 4, , ,70 46,44% 36 Tipe III 4, , ,69 53,73% Hasil analisis kedalaman gerusan yang terjadi pada t = 20 menit untuk semua variasi debit dan semua tipe kelompok tiang, kedalaman gerusan terkecil terjadi pada tipe II yaitu 1,95 cm dengan Q = 0,0092 m 3 /dtk dan kedalaman gerusan terbesar terjadi pada tipe III yaitu 3,90 cm dengan Q = 0,0118 m 3 /dtk seperti pada gambar 33.

85 85 Gambar 33. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=20 menit Gambar 34. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=40 menit

86 86 Kedalaman gerusan yang terjadi pada t = 40 menit untuk semua variasi debit dan semua tipe kelompok tiang, gerusan terkecil terjadi pada tipe II yaitu 2,88 cm dengan Q = 0,0092 m 3 /dtk dan gerusan terbesar terjadi pada tipe III yaitu 4,70 cm dengan Q = 0,0118 m 3 /dtk seperti pada gambar 34. Gambar 35. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=60 menit Kedalaman gerusan yang terjadi pada t = 60 menit untuk semua variasi debit dan semua tipe kelompok tiang, gerusan terkecil terjadi pada tipe II yaitu 3,63 cm dengan Q = 0,0092 m 3 /dtk dan gerusan terbesar terjadi pada tipe III yaitu 4,77 cm dengan Q = 0,0118 m 3 /dtk seperti pada gambar 35.

87 87 Dari hasil analisis kecepatan aliran di hasilkan volume gerusan terkecil untuk V1 = 0,328 m/dtk yaitu 14432,44 cm 3 pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 15723,95 m 3 /dtk pada kelompok tiang tipe III. Pada V2 = 0,4 m/dtk volume gerusan terkecil 8992,10 cm 3 pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 17168,57 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe III dan V3 = 0,456 m/dtk volume gerusan terkecil 12149,60 cm 3 pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 17954,36 cm 3 untuk waktu pengaliran t = 20 menit. Waktu pengaliran t = 40 menit dengan kecepatan aliran V1 = 0,328 m/dtk volume gerusan terkecil 14028,40 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 17849,06 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe III pada V2 = 0,4 m/dtk volume gerusan terkecil 13251,70 cm 3 pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 19299,97 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe I, untuk V3 = 0,456 m/dtk volume gerusan terkecil 18087,87 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar 21619,76 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe III. Hasil analisis kecepatan aliran pada t = 60 menit untuk V1 = 0,328 m/dtk volume gerusan terkecil yaitu 18709,26 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe I dan volume gerusan terbesar yaitu 20771,96 cm 3 pada kelompok tiang tipe III, untuk V2 = 0,4 m/dtk volume gerusan terkecil 16718,50 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe II dan volume gerusan terbesar yaitu 23881,87 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe I dan V3 =

88 88 0,456 m/dtk volume gerusan terkecil 17242,40 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe I dan volume gerusan terbesar yaitu 21925,89 cm 3 terjadi pada kelompok tiang tipe III seperti pada gambar 36. Gambar 36. Hubungan antara volume gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua tipe kelompok tiang Hasil analisis persentase gerusan dengan variasi kecepatan pengaliran pada semua tipe kelompok tiang, persentase gerusan terkecil yaitu 41,16 % terjadi pada kelompok tiang tipe I dengan waktu pengaliran 60 menit serta debit 0,0118 m 3 /dtk dan persentase gerusan terbesar yaitu 81,37 % terjadi pada kelompok tiang tipe III dengan waktu pengaliran 20 menit serta debit 0,0063 m 3 /dtk, hubungan antara kecepatan aliran dengan persentase kedalaman gerusan untuk semua variasi waktu pada semua model kelompok tiang dapat dilihat pada gambar 37.

89 89 Gambar 37. Hubungan antara kecepatan aliran dengan persentase kedalaman gerusan untuk semua variasi waktu pada semua tipe kelompok tiang. 5. Pola Aliran dan Gerusan Disekitar Kelompok Tiang Hasil analisis proses perubahan kedalaman gerusan yang dilakukan di laboratorium menunjukan bahwa besaran kedalaman gerusan bervariasi sesuai dengan kecepatan aliran, diameter butiran, dan jarak antara tiap-tiap tipe kelompok tiang. Proses penggerusan di mulai dari sebelah hulu bangunan. Gerusan berawal di depan tiang yang kemudian membelok kesamping tiang, penggerusan terus terjadi sepanjang sisi tiang dan berhenti sampai jarak tertentu bagian hilir bangunan. Koordinat kontur gerusan yaitu untuk kordinat X searah dengan arah saluran atau searah dengan arah aliran air, kordinat Y melintang atau memotong saluran dan kordinat Z tegak lurus arah aliran (vertikal). Kedalaman gerusan (arah Z) diukur dengan interval jarak untuk arah X

90 90 sebesar 2 cm dan untuk arah Y sebesar 2 cm. Hasil pembacaan point gauge menghasilkan titik-titik kedalaman (arah Z) tiap koordinat arah X dan arah Y di permukaan material dasar dengan pola gerusan yang berbeda untuk setiap variasi penelitian. Selanjutnya data-data dan hasil pengukuran di olah untuk mendapatkan peta kontur, kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang ditampilkan sebagai kontur gerusan dalam Gambar 47. Pola aliran dan bentuk gerusan di tiap-tiap tiang untuk semua tipe kelompok tiang adalah sama, hanya kedalaman gerusannya yang berbeda. Kedalaman gerusannya selalu berada di depan, belakang dan sisi tiap tiang. Kedalaman maksimal selalu terjadi di sisi samping tiang (D) dikarenakan jarak pilar membentuk aliran lebih terpusat di samping pilar (down flow) yang alirannya tidak terhalangi oleh adanya bangunan air (C). Gambar 38. Pola dan arah aliran

91 91 Pada permukaan air interaksi aliran yang bergerak kearah tiang (A) akan terhalangi dan membentuk busur ombak (bow wave) yang di sebut sebagai gulungan permukaan (surface roller), dan pada saat terjadi pemisahan aliran pada struktur/tiang bagian dalam (B) mengalami wake vortices. Gambar 39. Illustrasi proses terjadinya gerusan di sekitar kelompok tiang

92 114 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian laboratorium dan analisis gerusan pada kelompok tiang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kecepatan aliran sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan yang terjadi pada menit-menit awal pengaliran, gerusan terjadi karena penempatan kelompok tiang di saluran, terjadinya gerusan lokal dan penurunan elevasi dasar disekitar pilar yang merupakan akibat langsung dari interaksi antar pilar, aliran, dan material sediman dasar saluran. Keberadaan pilar mengakibatkan terjadinya penumpukan tekanan dihulu pilar sehingga terjadi aliran bawah sepanjang sisi hulu pilar dan terjadi pusaran tapal kuda (horseshoe vortex) disekitar pilar. 2. Jarak pada kelompok tiang sangat berpengaruh terhadap besaran gerusan, semakin rapat jarak antar tiang semakin besar gerusan yang terjadi, waktu pengaliran 60 menit dengan Q=0,0118 m 3 /dtk jarak antar pilar 1,4.L cm kelompok tiang tipe I kedalaman gerusan maksimum yang terjadi sebesar 3,75 cm, pada kelompok tiang tipe II, jarak tiang 1,0.L cm kedalaman gerusan maksimumnya sebesar 4,12 cm sedangkan pada kelompok tiang tipe III, jarak tiang 0,6.L cm kedalaman gerusan maksimum adalah 4,77 cm.

93 115 B. SARAN Beberapa saran yang dapat kami berikan, antara lain : 1. Untuk penelitian lanjutan, disarankan meneliti pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan pada dinding saluran. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang model peredam gerusan di sekitar kelompok tiang. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai besarnya sudut datang arah aliran, dimensi tiang serta variasi jarak antar tiang. 4. Untuk meningkatkan keakuratan pengamatan serta pengambilan data yang lebih cermat, diperlukan peralatan ukur digital dengan pembacaan sampai empat digit dibelakang koma.

94 116 DAFTAR PUSTAKA Achmadi,T. 2001, Model Hidraulik Gerusan pada Pilar Jembatan, Universitas Diponegoro, Semarang. Aisyah, S Pola Gerusan Lokal diberbagai Bentuk Pilar Akibat Adanya Variasi Debit. Tugas Akhir. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Anggrahini Hidrolika saluran terbuka, Cetakan pertama Citra Media, Surabaya. Ariyanto Analisis Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal, Jurnal Teknik Sipil ( diakses 8 Pebruari 2011). Cahyono Ikhsan, Dkk Analisis Susunan Tirai Optimal Sebagai Proteksi Pada Pilar Jembatan Dari Gerusan Lokal Jurnal Teknik Sipil, UGM Yogyakarta, ( diakses 8 Pebruaria 2011). Darsono, S Pengendalian Erosi Untuk Mengatasi Angkutan Sedimen yang Berlebihan Pada Sungai, Jurnal ( diakses 8 Pebruaria 2011). Kodoatie. J Robert Hidrolika Terapan, Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa, Andi, Yogyakarta. Legono, D Hidraulika Bangunan Sungai, UGM Yogyakarta. Makrup, L Dasar-dasar analisis aliran di sungai dan muara, Cetakan pertama, UII Press, Yogyakarta. Mulyanto, H.R Sungai, Fungsi Dan Sifat-Sifatnya, Edisi Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Okky, M.W Pengaruh Arah Arus Aliran terhadap Gerusan Lokal di Sekitar Pilar Jembatan. Tugas Akhir, UNNES, Semarang. Oli I Aleks Studi Gerusan Sekitar Pilar Jembatan Akibat Aliran Sungai, (Tesis ), UGM, Yogyakarta. Pallu, M.Saleh Diktat Kuliah Mekanika Fluida. Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar.

95 117 Pallu, Saleh Diktat Kuliah Metode Penelitian Dan Penulisan Ilmiah. Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar. Pallu. M.Saleh. 2007, Diktat Sediment Transport, Teknik Sipil UniversitasHasanuddin, Makassar. Pallu. M.Saleh. 2010, Metode Penulisan Ilmiah, Universitas Hasanuddin, Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, 2012, Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi, Edisi 4, Makassar. Puspitarini, Dkk Model Pengendalian Gerusan Lokal Akibat Aliran Superkritik Di Hilir Pintu Air Jurnal Teknik Sipil, UGM Yogyakarta, ( diakses 8 Pebruari 2011). Raju. R, Pangaribuan Y.P Aliran Melalui Saluran Terbuka (Terjemahan ), Erlangga, Jakarta. Sosrodarsono, T Perbaikan dan Pengaturan Sungai, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Sucipto, Qudus,N Analisi Gerusan Lokal di Hilir Bed Protection. Jurnal, UNNES, Semarang ( diakses 8 Pebruari. Suprijanto, dkk Uji Model Fisik Dasar Bergerak Dengan Skala Distorsi pada Bangunan Pilar dan Pangkal Jembatan di Belokan Sungai, PIT XIII HATHI, Malang. Supriyadi, Dkk. 2007, Tingkat Efektifitas Penanganan Gerusan Pada Pilar Silinder Dengan Tirai Dan Plat Jurnal Teknik Sipil, ( diakses 8 Pebruari 2011). Triatmodjo, B Mekanika Fluida,Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,UGM, Yogyakarta. Triatmodjo, B Hidrolika I dan II, Beta Offset, Yogyakarta. Triatmodjo, B Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta. Yuwono, N Perencanaan Model Hidraulik, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM, Yogyakarta.

96 LAMPIRAN 118

97 119 Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 1(1,4.L) a. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 1 b. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 7 c. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 12

98 120 Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 1 (1,4.L) a. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 1 b. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 12 c. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 1- Q1 pada pias 19

99 121 Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 1 (1,4.L) a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 12 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 19

100 122 Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 1 (1,4.L) ` a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 12 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 1 pada pias 27

101 123 Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 2 (1.L) d. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 1 e. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 10 f. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 16

102 124 Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 2 (1.L) a. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 1 b. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 13 c. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 2- Q1 pada pias 19

103 125 Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 2 (1.L) a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 10 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 15

104 126 Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan disekitar kelompok tiang Tipe 2 (1.L) a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 19 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 2 pada pias 27

105 127 Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang Tipe 3 (0.6.L) a. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 1 b. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 9 c. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 17

106 128 Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang Tipe 3 (0.6.L) a. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 1 b. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 14 c. Pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan kelompok tiang tipe 3- Q1 pada pias 20

107 129 Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang Tipe 3 (0.6.L) a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 9 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 13

108 130 Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang Tipe 3 (0.6.L) a. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 1 b. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 6 c. Pengaruh debit (Q) terhadap kedalaman gerusan kelompok tiang tipe 3 pada pias 14

109 131 Pola dan arah gerusan model kelompok tiang Tipe 1 (1,4.L) a. Pola gerusan b. Arah gerusan

110 132 Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) C. Model 3 Dimensi dari kelompok tiang

111 133 Pola dan arah gerusan model kelompok tiang Tipe 2 (1.L) a. Pola gerusan b. Arah gerusan

112 134 Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 2 (1.L) c. Model 3 Dimensi dari kelompok tiang

113 135 Pola dan arah gerusan model kelompok tiang Tipe 3 (0,6.L) a. Pola gerusan b. Arah gerusan

114 136 Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) c. Model 3 Dimensi dari kelompok tiang

115 137 TABEL DATA HASIL PENGAMATAN LABORATORIUM Hari/Tgl Pengambilan Data : Selasa, TIPE I Q1 waktu: 20 menit Kecepatan (V) Tinggi Air (h) Debit (Q) : m³/dtk No Lokasi Pengukuran Flowatch (m/det) No Lokasi Pengukuran Mistar/Meter Suhu (t) : 27 C Kiri Tgh Kanan Kiri Tgh Kanan Jarak Antar Tiang (L) : 7 cm 1 Hulu 0,3 0,35 0,3 1 Hulu 0,35 0,35 0,35 Jarak Antar Tiang (P) : 7 cm 2 Tengah 0,3 0,4 0,3 2 Tengah 0,35 0,4 0,35 3 Hilir 0,3 0,4 0,3 3 Hilir 0,35 0,4 0,35 No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,1-1,2-1,2-1,2-1,3-1,4-1,5-1,6-1,9-1,9-1,9-2,2-2,2-2,2-2,1-2,1-2,1-2,1-2,1-2,1-1, ,1-1,2-1,2-1,3-1,6-1,8-1,8-1, ,1-2,4-2,2-2,2-2,1-2,1-2,1-2,1-2, ,1-1,1-1,1-1,2-1,2-1,3-1,4-1,4-1,5-1,7-1,9-2,1-2,1-2,2-2,3-2,4-2,4-2,4-2,4-2,3-2,3-2,2-2,2-2, ,1-1,1-1,2-1,3-1,3-1,4-1,5-1,6-1,7-2,1-2,1-2,1-2,3-2,3-2,3-2,4-2,4-2,4-2,4-2,4-2,4-2,3-2,2-2,2 5-1,1-1,1-1,2-1,3-1,3-1,6-1,6-1,6-1,7-1,9-2,1-2,2-2,4-2,4-2,4-2,4-2,4-2,4-2,5-2,5-2,5-2,4-2,4-2,3-2,3 6-1,1-1,1-1,5-1,5-1,6-1,8-2 -2,1-2,2-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,3-2,3-2,3 7-1,4-1,5-1,7-1,7-1,9-2 -2,1-2,2-2,4-2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,6-2,7-2,7-2,7-2,7-2,6-2,5-2,5-2,4-2,3 8-1,6-1,6-1,7-1,9-2,1-2,2-2,4-2,4-2,5-2,6-2,5-2,5-2,6-2,5-2,6-2,7-2,8-2,8-2,8-2,8-2,6-2,5-2,5-2,5-2,5 9-1,7-1,8-1,9-2,1-2,3-2,4-2,4-2,4-2,5-2,7-2,7-2,7-2,7-2,7-2,8-2,8-2,8-2,9-2,9-2,8-2,7-2,7-2,5-2,5-2,5 10-1,9-2 -2,1-2,2-2,3-2,3-2,4-2,4-2,4-2,5-2,5-2,8-2,5-2,6-2,6-2,8-2,8-2,9-2,9-2,9-2,8-2,6-2,6-2,5-2, ,5-2,5-2,5-2,5-2,6-2,6-2,5-2,6-2,7-2,7-2,7-2,8-3,1-3, , ,8-2,7-2,7 12-2,5-2,9-3 -3,1-3,8-3,1-3,8-3,1-2,9-2,8-3 -3,1-3,8-3,5-3,8-3,1-3,2-3,2-3,4-3,4-3, ,8-2,9 13-3,3-3,5-5,1-4,3-3,4-4,5-4,5-4,6-4,4-4,2-4,4-4,5-4,3-3,4-3,4-3,4-3,4-3,8-3,5-3 -2,5 14-3,2-3,8-4,3-3,7-4,9-4,7-4,5-4,9-3,8-4 -4,2-4 -2,2 15-2,9-3,9-4,5-4,2-4,9-5 -4,4-4,7-4,5-4,5-4,8-4,5-3,5 16-2,9-3,8-4,5-4,5-4,8-4,3-4,5-5 -3,4-3,5-3,6-3, ,1-2,5-3,6-3,6-2,7-3, ,8-4,2-3,8-4 -4,9-4,7-4,7-3,5-3,7-3,5-3,2-2, ,6-2,6-3 -3,5-3,5-3 -2,9-4,2-4,5-5,5-5,6-5 -4,3-4,3-4,8-4, ,2-4,5-4,5-4,5-4,5-3,7-2,4 19-2, ,5-4,5-4,5-4,2-4, ,2-5,2-6,2-6,5-6,4-4,7-5, , , ,4-3,9-4,5-4, ,3-5,3-5,8-6, ,2-5,5-6,5-5, ,5-4, ,9-4,5-4,5-4,5-4,5-5 -5, ,5-6 -6,3-6, ,2-3,8-2,9-2,3 22-4,6-4,6-4,5-4, ,5-4,5-4,7-3 -2,8 23-4,5-2,5-3,9-3,5-4 -4,5-4,5-4,5-4,5-4, ,7 24-2,5-2,5-3,5-3,6-4 -4,5-4,7-4,7-4,9-3,9-4 -2,8-2,7 25-2,5-2,5-2,5-3,2-3,5-3,6-4 -4,1-4,6-4,5-4,7-4,7-4 -4,4-4 -4,9-4,9-4,7-3,5-2,5-2,9 26-2,9-3,8-3,7-3,8-3 -3,5-5 -5,2-5,9-5,4-4 -4,5-5 -6,5-5,5-5,5-4,5-4 -3,5-3,9-4,5-4,2-4,3-4,5-2,5

116 138 Lanjutan tabel data hasil pengamatan laboratorium TIPE I Q1 t=20 menit No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,5-4,6-4,8-5,8-4,5-4,4-5,3-4,6-4,6-4,9-5,2-6,4-6,9-6 -5,7-5,7-5,6-4,8-4,9-6,2-6 -4,6-4 -4, ,8-3,9-4,2-5,5-4,4-3,9-4,8-4,6-4,6-5 -6,7-5,5-6, ,2-6,2-5,2-4,8-6,2-6 -5,2-5, ,6-3,6-3,9-5,4-5,5-5,1-5,1-5,5-6,2-5,2-5,3-5,8-6 -5,7-5 -5,3-5,3-5,8-5,5-3,5-2,9 30-3,5-3,7-4,2-4,3-4,6-5,6-5,8-4, ,2-3,9-3,6 31-2,9-3 -4,5-4,6-4,7-4,5-4,9-5,1-4,3-4 -4,5-3,9-3,5 32-3,2-3,2-4 -4,5-4, ,5 33-2,6-3 -3,7-4 -4,5-4,5-4,5-4,7-4,5-3,4-3,8-3 -3,5-3,7-3,7-4 -3,7-3, ,6 34-2,5-2,6-2,7-3, , ,5-3, ,1-4 -4,3-4, ,4-2,3-2,5-2,8-3,3-3,2-3,2-3, ,1-3,5-3,3-3 -2,7-2,8-3,3-3,3-3,3-3,4-3,1-3,5 36-2,4-2,5-2,3-2,3-2,5-2,9-3 -3, ,8-2,7-2,2-2,5-2,8-2,5-3 -2,9-2,5-2,5-3 -3, ,2 37-2,1-2,1-2,1-2,4-2,6-2,8-3,1-2,6-2,6-2,5-2,3-2,3-2,3-2,5-2,5-2,5-2,4-2,3-2,1-2,5-2,4-2,8-3 -3,1-3, ,2-2 -2,1-2,4-2,5-2,6-3 -2,5-2,2-2,2-2, ,5-2,2-2,2-2,2-2 -2,1-2,6-2,7-2,7-2,9-2,9 39-2,1-2,1-2 -2,2-2,1-2,5-2,6-2,8-2,6-2,5-2,3-2,2-2 -2,2-2,2-2, ,1-2,7-2,7-2, ,2-2,2-2,1-2,1-2,4-2,4-2,6-2,6-2,6-2,3-2,6-2,6-2,4-2,2-2,2-2, ,4-2,4-2,6-2,9-2,9-2, ,1-2 -2,1-2,2-2,4-2,6-2,6-2,5-2,3-2,2-2,1-2,2-2,1-2, ,1-2, ,2-2,2-2,2-2,2-2,3-2,5-2,7-2,7-2,5-2,5-2,5-2,3-2,6-2,6-2,6-2,5-2,5-2,6-2,2-2, ,1-2,1-2,1-2,1-2,5-2,3-2,4-2,4-2,4-2,4-2,4-2,2-2,2-2, ,9-1,9-2 -2,1-2,6-2, ,2-2,2-2,2-2,2-2,2-2,1-2,5-2,2-2,3-2,3-2,3-2, ,9-2 -1,9-1,9-2 -2,4-2,5-2,8-3 -2,9 45-2,4-2,3-2,3-2,2-2,5-2,5-2,5-2,4-2,2-2,5-2,4-2,4-2, ,9-2 -2,1-2,2-2,5-2, ,2-2,2-2,2-2,1-2,3-2,3-2,2-2,2-2,2-2,2-2,2-2,3-2, , ,1-2,2-2,5-2,5-2,9-3

117 139 TABEL DATA HASIL PENGAMATAN LABORATORIUM Hari/Tgl Pengambilan Data : Rabu, TIPE II Q1 waktu: 20 menit Kecepatan (V) Tinggi Air (h) Debit (Q) : m³/dtk No Lokasi Pengukuran Flowatch (m/det) No Lokasi Pengukuran Mistar/Meter Suhu (t) : 27 C Kiri Tgh Kanan Kiri Tgh Kanan Jarak Antar Tiang (L) : 5 cm 1 Hulu 0,3 0,35 0,3 1 Hulu 0,35 0,35 0,35 Jarak Antar Tiang (P) : 5 cm 2 Tengah 0,3 0,4 0,3 2 Tengah 0,35 0,4 0,35 3 Hilir 0,3 0,4 0,3 3 Hilir 0,35 0,4 0,35 No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,3-1 -1, ,5-1,4-1,4-1,5-1,7-1,8-1,3-1, , ,1-1,2-1, ,2-1,3-1,2-1 -1,2-1,4-1,5-1,5-1,7-1,8-1, , ,2-1, ,3-1,4-1,2-1,3-1,3-1,5-1,5-1,4-1,4-1,3-1,5-1,5-1,9-1,9-1,8-1,5-1,7-1,7-1 -1,4-1,4-1,4-1,4-1,4-1,4 4-1,4-1,3-1,4-1,4-1,4-1,5-1,5-1,4-1,4-1,6-1, ,5-1,4-1,4-1,4-1,4-1,4-1,4-1,4-1,4-1,3 5-1,3-1,5-1,4-1,4-1,4-1,4-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1, ,5-1,5-1,5-1,4-1,5-1,5-1,6-1,6-1,7 6-1,5-1,5-1,5-1,5-1,6-1,5-1,5-1,6-1,5-1,6-1,7-1,9-2 -2,3-2,1-2 -1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5 7-1,6-1,7-1,7-1,6-1,7-1,7-1,7-1,9-1,9-2 -1,9-2 -2,3-2,5-2,4-2, ,8-1,3-1,8-1,5-1,6-1,5-1,5 8-1,5-1,7-1,7-1,7-1,7-1,8-1,8-1,9-1,9-1,9-1,8-1,9-2 -2,3-2,4-2,4-2,5-1,8-1,5-1,8-1,5-1,9-1,7-1,7-1,5 9-1,7-1,7-1,7-1,8-1,7-1,7-1,7-1,8-1,8-1,8-1,9-2 -2, ,9-1,7-1,7-1,7-1,7-1,7-1,8-1,8-1,8-1,8 10-1,6-1,6-1,6-1,8-1,7-1,8-1,5-1,9-1, , ,9-1,7-1,7-1,7-1,7-1,7-1,7-1,5-1,4 11-1, , ,9-2 -1,9-2 -2,4-2,4-2,5-2,5-2,5-2, , ,9-2,3-2,5-2,5-2,5-2,6-2,4-2,2-2, , ,5-2,3-1,9-2,2-2 -2, ,2-2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,6-2,6-2,5-2, ,4-2, ,5-2,4-2,4-2, ,5-3 -2,5-2,5-2,5-2, ,5-2,2 15-3,4-3,5-3,5-2,5-2,5-2,5-2, ,5 16-2,5-4,5-4,6-2,4-2,5-3,7-3,9-4,5-4, ,3-5 -4,3-4,3-3,7-3,9-4,9-4, ,7-4 -4,4-4,6-4,8-5 -4,8-4 -4,7-4,7-4,7-4,4-4 -4,6-4,5-4,3-4,5-4,5-4, ,4-5,1-5 -5,5-5,1-4 -4,7-4,4-4,2-5, ,4-5 -5,5-4 -5,2-6 -5,7-5 -4,7-3 -2,8-3 -2,8 20-3,5-5 -5,3-5,5-5,5-5,5-6 -6,5-6, ,5-6,5-6, ,5-6,5-6,5-6,7-6,5-5,9-4 -3, ,5-5,5-5,5-6 -6, ,5-6,6-7 -6,7-6,7-6,9-7 -4,9-3,5 22-4,5-5,9-6,1-6,7-6,8-6,5-6,5-6,4-6, ,5-6 -5,9-5,5-6,5-6,5-6,5-6,5-6,4-3,2 24-4,3-5,8-5,4-6,7-6,7-6,4-6,6-6,7-6,5-4,7 25-3,3-3,9-5,8-5,7-6,1-6,4-6,5-6,1-6,2-6,4-6,4-6,7-6,3-6,9-6,6-6,5-6,4-6,8-5,9-4,3 26-2,8-3,5-3,9-4,8-5,5-5,2-5,2-5,5-5,5-5,4-5,3-5,6-5,8-6,1-6,5-6,3-6,1-6,1-6,2-5,9-5,6-5,5-5 -4,6-4,2

118 140 Lanjutan tabel data hasil pengamatan laboratorium TIPE II Q1 t=20 menit No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,5-4,2-5,8-5,2-5,8-6,5-6,2-5,6-4,9-5,2-5,1-5,2-5,9-5,8-5,4-5,8-6,2-6,1-5,4-5 -4,9-4,4-4,2 28-2,3-3,3-5,1-5,2-6 -6,9-7,1-6,1-5,2-5,9-7,2-6,2-6,1-6,2-6,9-6,7-5,2-5,1-4,7-4,7 29-3,1-5,1-5,7-6,7-5,6-6,9-6,2-7 -6, ,6-6,9-5,7-6,5-6,4-6,1-6,2-5,9-4,1 31-2,5-5,5-5,5-5,7-5,2-5,2-5,1-6,1-5,6-3,7 32-2,5-3,6-5,6-5,1-5, ,6-6,8-4,4-4,6-4,2-4,7-5 -5,3-5,1-5 -3,4-3,4 33-2,1-2,2-3,5-3,8-4,3-4,4-5 -5,5-4,2-4,7-4,7-4,2-4,5-3,7-4,2-3,9-3,7-4,2-4,9-4,2-4,2-4,2-4,7-2, ,6-2,2-2,2-2,2-3,4-3,7-3,8-3,7-3,6-3,9-3,7-3,8-3,8-3,5-3,4-3,3-3,3-3,3-3,2-4,1-3,9-3,9-3, ,2-1,9-1,9-2,5-2,8-3,1-3,2-3,3-3,3-3,3-3,1-3,3-3,3-3,1-2,6-2,6-2,5-3,1-3,3-3,3-3,2-3,1-2,8-2,8-2,7 36-2,3-2,1-1,8-2,1-2,4-2,4-2,4-2,6-2,7-2,4-2,4-2,7-2,8-2,5-1,9-1,4-5 -2,5-2,1-2,7-2,7-2,5-2,5-2,5-2,5 37-1,9-2,3-2,8-2,1-2,2-2,2-2,4-2,5-2,8-2,4-2,4-2,4-2,7-2,9-2,5-2,1-1,6-1,6-1,6-2,7-2,7-2,5-2,4-2,4-2,7 38-2,4-1,8-1,7-1,9-2 -2,1-2,2-2,3-2,5-2 -2,1-2,2-2,2-2 -1,6-1,2-1,3-1,3-1,3-2,1-2,4-2,3-2,1-2,1-2,5 39-1,9-1,9-1, ,1-2,1-2,2-2,4-2,2-2 -2,1-2,3-2,1-1,3-1,2-1,1-1 -1,5-2,1-2,2-2,2-1,8-1,9-2, ,6-1,8-1,8-1,8-1,9-1, ,8-1,8-2 -1,9-1,4-1,1-0,9-0,9-1 -1,6-2 -1,9-1,8-1,8-1,9-2,2 41-2,1-2,1-2,1-2,2-2,2-2,2-2,2-2,2-2,2-2,2-2,3-2,3-2,3-1,9-1,6-1,4-1,5-1,7-1,6-2,2-2,2-2,2-2,2-2,3-2,4 42-1,9-1,9-1,9-1,9-1,9-2 -1,9-1,9-1, ,8-1,5-1,3-1,2-1,1-1,2-1,2-1,7-2 -2,1-2 -2,1-2,3 43-1,9-1,9-1,9-1,8-2 -1,2-1,8-1,8-1,9-1,9-1,9-1,9-1,6-1,4-1,3-1,1-1,1-1,1-1,3-1, , ,8-1,7-1,8-2 -1,9-1,7-1,5-1,3-1,3-1,2-1,1-1 -1,4-1, ,9-1,8-1, ,8-1,6-1,4-1,3-1,3-1,3-1,2-1,4-1,6-1, ,9-1,9-1,9-1,9-2 -1,9-1,8-1,7-1,6-1,3-1,3-1,3-1,2-1,4-1,4-1,4-1,8-1,8-1,9-2 -2

119 141 TABEL DATA HASIL PENGAMATAN LABORATORIUM Hari/Tgl Pengambilan Data : Senin, TIPE III Q1 waktu: 20 menit Kecepatan (V) Tinggi Air (h) Debit (Q) : m³/dtk No Lokasi Pengukuran Flowatch (m/det) No Lokasi Pengukuran Mistar/Meter Suhu (t) : 28 C Kiri Tgh Kanan Kiri Tgh Kanan Jarak Antar Tiang (L) : 3 cm 1 Hulu 0,3 0,35 0,3 1 Hulu 0,35 0,35 0,35 Jarak Antar Tiang (P) : 3 cm 2 Tengah 0,3 0,4 0,3 2 Tengah 0,35 0,4 0,35 3 Hilir 0,3 0,4 0,3 3 Hilir 0,35 0,4 0,35 No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,1-1 -1,3-1,3-1 -1,4-1,8-1,5-1,5-1,6-1,5-1,5-1,7-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,4-1,4-1,4-1, ,3-1,3-1,3-1,4-1,5-1,4-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,5-1,4-1,3-1,2-1, ,4-1,3-1,4-1,5-1,5-1,5-1,5-2 -1, , ,9-1,9-1,6-1,6-1,5-1,5-1, ,4-1,4-1,4-1,5-1,5-1,5-1,5-1,6-1,6-2,1-1,9-1, , ,7-1,5-1,5-1,5-1,5 5-1,4-1,5-1,4-1,5-1,5-1,5-1,5-1,6-1, , ,9-1,8-1,7-1,8-1,7-1,5-1,5 6-1,5-1,4-1,5-1,5-1,5-1,6-1,7-1,7-1,7-1,4-2 -2,1-2,3-2,1-2,3-2,4-2,1-2 -2,1-2 -1,5-2 -1,7-1,9-1,9 7-1,5-1,5-1,9-1,7-1, ,1-2,4-2,5-2,4-2,5-2,4-2,2-2,2-2, ,5-1,6-1,7-1, ,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,5-2,5-2,4-2,4-2,1-2,1-2, ,5-1,6-1,7-1,9-1, ,1-2 -2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,1-2,3-2,3-2,1-2,5 10-2,5-1,6-1,8-2 -1, ,3-2,2-2,2-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,2-2,2-2,3-2,2-2,5-2,5-2,2 11-1,1-2 -1, ,5-2,5-2,4-2,5-2,6-2,4-2,3-2,4-2,7-2,7-2,5-2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2, ,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,4-2,5-2,4-2,4-2,5-2,6-2,6-2,6-2,6-2,5-2, ,4-2,4-2 -2,5-2,5-2,4-2,5-2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,5-2,5-2,5-2,6-2,5-2,5-2,4-2, ,1-2,4-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,4-2,6-2,9-3,3-3,2-3, ,7-2,8-3 -2,9-2,5-2,5-2,5 15-2,5-2,4-2,5-2,6-2, ,1-2, ,5-3,5-3,2-2,7-2,8-3 -2,5-2, ,5-2,5-3,4-3,5-2,9-2, ,5-3 -5,5-4 -2,9-2,5 18-4, ,5-4,9-3,4-3,5 19-5,4-5,4-4,5-4,5-4,5-3,9-3,5-3,6-3, ,5-3,5-3,9-3, ,8-3, ,5-4,5-4,5-4,5-4,5-4,5-4,5-4,4-4,5-4,5-3,5-3 -2,9-3,4-5,5-3,5-3,9-4,8-5 -5,5-5,4-4 -4,5-2,9 21-5,4-5 -5,5-5,5-5,5-5,6-5,6-5,5-6,5-3,7-3,8-5,4-5,5-4 -5,5-5,5-4,9-4, ,5-5, ,9-5,5-4,5 23-4,5-5,5-6,7-5,9-6,4-7,5-4,5 24-5,4-6, ,5-7, ,4-3,5-4,5-6,4-6,5-7 -7,2-7,5-7,5-7,1-7,5-7,5-7,5-7,5-7,8-7,5-7,8-4,5-4,4 26-2,4-2,5-2,6-4,3-4,6-4,9-4,5-5,2-6,7-6,9-6,6-7 -7,1-7,4-7,5-7,7-7,8-7,6-7,6-7,6-7,3-7,1-6,5-5,2-3,8

120 142 Lanjutan tabel data hasil pengamatan laboratorium TIPE III Q1 t=20 menit No.pias Elevasi Titik (cm) kedalaman gerusan (stasion) ,6-3,6-4,3-4,5-5,2-5,6-6,3-6,7-7,6-7,2-6,8-6,8-7,5-7,7-7,6-7,5-7,8-7,8-6,7-6,9-6,5-6,5-6,3-4, ,7-3,6-5,4-5,8-7,8-7,7-7,5-7,3-7,8-7,8-7,8-7,5-7,8-7,3-7,5-7,3-4,8-4, ,2-7,4-7,4-7,4-6,7-4, ,2-7,3-7,5-7,6-6,5-3,7 31-2,7-6 -6,4-6,8-6,7-5,9-3,7 32-2,4-2,3-2,2-2,2-2,2-5,5-5,9-5,5-6,3-6,2-6,2-6,1-6,1-5,9-5,4-5,4-5,2-3,4-3, ,4-2,9-3,5-3,6-3,3-4,2-4,5-4,9-4, ,9-4,7-5,1-5,2-5,1-4,9-4,3-4,5-4,5-4 -3,4-2,8-3,1 34-1,9-2,3-2,3-3,4-3,4-3,3-3,6-3,8-4,2-4,2-4,3-4,8-4,6-4,5-4,5-4,6-4,7-4,7-4,5-4,3-4,2-4,1-4,1-2,9-2,9 35-1,8-2 -2,5-2,8-2,8-2,8-3,3-3,1-3,5-3,3-3, , ,2-4,3-4,2-3,8-3,5-3,5-3 -2,8-2, ,7-2,2-2,7-2,8-2,7-2,9-3,1-3,4-3,3-3,5-3,7-3,8-3,8-3,8-3,8-4 -4,2-4,3-4 -3,1-3 -2,8-2,7-2,5 37-1,6-1,8-2,1-2,5-2,4-2,5-2,5-2,7-2,9-2,6-2,9-3,3-3,6-3,3-3,5-3,7-3,7-3,7-3,3-2,8-2,5-2,5-2,4-2,8-2,5 38-1,7-1,7-2 -2,5-2,5-2,4-2,5-2,6-2,6-2,6-2,6-2,9-3 -3,2-3,4-3,5-3,7-3,8-3,7-3,2-2,8-2,2-2,5-2, ,9-2 -2,1-2,6-2,6-2,6-2,5-2,8-2,5-2,6-2,8-3,1-3,2-3,3-3,5-3,5-3,5-3,5-2,9-2,5-2,4-2,3-2,5-2,8 40-1,7-1,7-1,7-1,8-2,3-2,6-2,5-2,2-2,2-2,2-2,1-2,2-2,5-2,7-2,8-2, ,9-2,5-2,2-2,1-2,1-2,4-2,4 41-2,1-2,1-2,1-2,4-2, ,7-2,6-2,6-2,5-2,4-3 -3,1-3,1-3,3-3,3-3,2-3 -2,7-2,5-2,5-2,5-2,8-2,5 42-1,8-1,8-1,8-1,8-2,4-2,7-2,4-2,2-2,1-2 -2,2-2,2-2,4-2,7-2,7-2,7-3 -2,9-2,7-2,4-2,3-2,3-2,4-2,4-2,5 43-1,7-1,8-1,8-1,9-2,4-2,7-2,6-2,4-2, ,3-2,5-2,5-2,5-2,7-2,8-2,4-2,2-2,2-2,3-2,4-2,5-2,5 44-1,6-1,7-1,8-1,8-2,2-2,7-2,6-2,5-2, ,3-2,5-2,5-2,5-2,5-2,5-2,6-2,2-2,2-2,2-2,4-2,5-2,5 45-1,6-1,8-1,8-1,9-2,3-2,6-2,6-2,5-2,1-2, ,2-2,5-2,4-2,4-2,4-2,5-2,5-2,4-2,2-2,3-2,4-2,4-2,5 46-1,6-1,8-1,9-1,8-2,3-2,5-2,5-2,4-2,2-2 -1,9-1,9-2,2-2,3-2,2-2,2-2,2-2,3-1,6-2,3-2,2-2,2-2,3-2,4-2,4

121 143 Dokumentasi penelitian a. Siap percobaan model kelompok tiang tipe I b. Pengukuran tinggi muka air pada saat pengaliran kelompok tiang tipe I

122 144 c. Pengukuran kecepatan aliran kelompok tiang tipe I d. Pengukuran kedalaman gerusan kelompok tiang tipe I

123 145 e. Kondisi pada saat pengaliran kelompok tiang tipe II f. Pengukuran kedalaman gerusan setelah pengaliran kelompok tiang tipe II

124 146 g. Siap percobaan model kelompok tiang tipe III h. Siap percobaan model kelompok tiang tipe III

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantrito Kasihan Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai Saluran yang dijumpai dialam mempunyai beberapa morfologi sungai, sungai lurus, sungai dengan tikungan dan sungai yang menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami ataupun yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo (2003:103) adalah saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo (2003:103) adalah saluran BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sungai Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo (2003:103) adalah saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai Saluran yang dijumpai dialam mempunyai beberapa morfologi sungai, sungai lurus, sungai dengan tikungan dan sungai yang menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang

Lebih terperinci

PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL

PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL ON THE EFFECT OF V POROUS SCREEN AS PROTECTIVE PIER BRIDGE FROM LOCAL SCOURS Erwin Affandy, M. Arsyad Thaha, Farouk Maricar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY lutjito@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this research is to find out

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka maupun pada saluran tertutup (pipe flow). Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Gerusan Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil ANDY AZIS 09 0404 029 BIDANG STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 145 PERBANDINGAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN BERBENTUK SPILL-THROUGH ABUTMENT DAN VERTICAL WALL WITHOUT WING Oleh: Jennifer Claudia 1), Hendro Suyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR JURNAL TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR M.S. Pallu 1, M.P.Hatta 1, D.P.Randanan 2 ABSTRAK Agradasi adalah penumpukan bahan-bahan

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI Zezen Solide NRP : 9421002 NIRM : 41077011940256 Pembimbing : Endang Ariani, Ir., Dipl. HE. FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS SUSUNAN TIRAI OPTIMAL SEBAGAI PROTEKSI PADA PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL

ANALISIS SUSUNAN TIRAI OPTIMAL SEBAGAI PROTEKSI PADA PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL ANALISIS SUSUNAN TIRAI OPTIMAL SEBAGAI PROTEKSI PADA PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL Cahyono Ikhsan Laboratorium Hidraulika Fakultas Teknik Sipil UNS, Jln Ir Sutami 36.a Surakarta 57126, Telp/Faks (0271)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS

TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) DisusunOleh : NAMA : Steven

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) Physical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa Email : kirana_firsty@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH ARAH ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN. Skripsi

PENGARUH ARAH ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN. Skripsi PENGARUH ARAH ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN Skripsi Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata S1 Untuk Mencapai Gelar Sarjana Disusun Oleh : Nama : Okky Martanto Wibowo Nim

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN)

MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN) MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN) Sarra Rahmadani, Ir. Terunajaya, M.Sc Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

PENGARUH KRIB HULU TIPE PERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI THE IMPACT OF PERMEABLE TYPE UPSTREAM GROIN ON SCOUR OF RIVER BEND

PENGARUH KRIB HULU TIPE PERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI THE IMPACT OF PERMEABLE TYPE UPSTREAM GROIN ON SCOUR OF RIVER BEND PENGARUH KRIB HULU TIPE PERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI THE IMPACT OF PERMEABLE TYPE UPSTREAM GROIN ON SCOUR OF RIVER BEND Hasdaryatmin Djufri 1, Mary Selintung 2, Mukhsan Putra Hatta 3 Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan

Lebih terperinci

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) Study on Local Scour Groundsill Due To Variation of Q (discharge), I (slope) and T (time) SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER Nur Qudus Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 9,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL PENGARUH KECEPATAN ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL S u c i p t o Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN. Skripsi

PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN. Skripsi PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Skripsi Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata S1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : Nama : Mukhammad

Lebih terperinci

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL THE INFLUENCE OF PLACEMENT CURTAINS 3 LINE STRAIGHT AND 3 LINE ARCH TO THE DEPTH OF SCOUR DEPTH Yoga Putra

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI)

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) Fuad Halim Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) Mathematical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

POLA GERUSAN LOKAL PADA MODEL PILAR JEMBATAN LINGKARAN GANDA (DOUBLE CIRCULAR)

POLA GERUSAN LOKAL PADA MODEL PILAR JEMBATAN LINGKARAN GANDA (DOUBLE CIRCULAR) POLA GERUSAN LOKAL PADA MODEL PILAR JEMBATAN LINGKARAN GANDA (DOUBLE CIRCULAR) M.Tony Iskandar, Mudjiatko, Trimaijon Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas

Lebih terperinci

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Kata kunci: abutmen, gerusan, plat pelindung Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY Email: lutjito@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN 1 (Studi Kasus: Pilar Tajam dan Pilar Kapsul pada Aliran Superkritik) Ahmad Arwana 2, Puji Harsanto 3, Jazaul Ikhsan 4 INTISARI Dengan adanya pilar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT

TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT OLEH: YUNI CAHYA S. DATIES D 111 05 049 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 Create PDF files

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI SEGITIGA LURUS DAN SEGITIGA LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI SEGITIGA LURUS DAN SEGITIGA LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PENGARUH PENEMPATAN TIRAI SEGITIGA LURUS DAN SEGITIGA LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL Muchtar Agus Tri Windarta 1 Didik Purwantoro 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Lajurady NRP: 0921054 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E. ABSTRAK Pada saat ini sering terjadi kerusakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED

MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED Sarbaini 1) Mudjiatko 2) Rinaldi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO KARAKTERISTIK GERUSAN PILAR SEGI EMPAT UJUNG BULAT PADA KONDISI TERJADI PENURUNAN DASAR SUNGAI DENGAN PROTEKSI TIRAI Alifi Yunar * Abstract This research represented curtain

Lebih terperinci

AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN

AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN April 14 Transpor Sedimen 2 Konsep Awal Gerak Awal gerak butir sedimen sangat penting dalam kaitannya dengan studi tentang transpor sedimen, degradasi dasar sungai, desain saluran

Lebih terperinci

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT Syarvina 1, Terunajaya 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1Kampus USU Medan Email: syarvina@gmail.com

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016 ARTIKEL ILMIAH STUDI EXPERIMEN DISTRIBUSI KECEPATAN PADA SALURAN MENIKUNG DI SUNGAI BATANG LUBUH Disusun Oleh : NUR EFENDI NIM: 1110 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI).

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma,,2013

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( ) PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO Oleh : Dyah Riza Suryani (3107100701) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Fifi Sofia 2. Mahendra Andiek M., ST.,MT. BAB I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama bagi kehidupan manusia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama bagi kehidupan manusia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai Sungai memiliki perananan yang sangat penting bagi mahkluk hidup terutama bagi kehidupan manusia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pemanfaatan sungai yang makin lama

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK Michael Chrisyie Daniel Bintang ) Mudjiatko ) Rinaldi ) ) Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU Pilar (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan Aliran Superkritik) Anjelita Suratinoyo 2, Puji Harsanto 3, Jaza ul Ikhsan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3. 1 Konsep Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh erosi yang disebabkan oleh aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Gerusan lokal merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1.Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran tertutup (pipa atau pipe flow) maupun pada saluran terbuka. Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL DI SEKITAR SEMI-CIRCULAR-END ABUTMENT DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL PADA FROUD NUMBER (Fr) 0,2

ANALISIS GERUSAN LOKAL DI SEKITAR SEMI-CIRCULAR-END ABUTMENT DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL PADA FROUD NUMBER (Fr) 0,2 ANALISIS GERUSAN LOKAL DI SEKITAR SEMI-CIRCULAR-END ABUTMENT DENGAN PERLINDUNGAN GROUNDSILL PADA FROUD NUMBER (Fr) 0,2 Sucipto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Lebih terperinci

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE GROUPED CYLINDER. Arie Perdana Putra 1) Mudjiatko 2) Siswanto 2)

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE GROUPED CYLINDER. Arie Perdana Putra 1) Mudjiatko 2) Siswanto 2) MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE GROUPED CYLINDER Arie Perdana Putra 1) Mudjiatko 2) Siswanto 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA Olviana Mokonio T Mananoma, L Tanudjaja, A Binilang Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SALURAN IRIGASI PADA EMBUNG KALEN DESA HARGOSARI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

PERANCANGAN SALURAN IRIGASI PADA EMBUNG KALEN DESA HARGOSARI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA PERANCANGAN SALURAN IRIGASI PADA EMBUNG KALEN DESA HARGOSARI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

GERUSAN DI SEKITAR DUA PILAR JEMBATAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

GERUSAN DI SEKITAR DUA PILAR JEMBATAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Laporan Penelitian Bidang Ilmu Teknik PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2015 GERUSAN DI SEKITAR DUA PILAR JEMBATAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA OLEH: LUTJITO, M.T. DIDIK PURWANTORO, M.Eng SUDIYONO AD.,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. TINJAUAN UMUM Hidrolika adalah bagian dari ilmu yang mempelajari perilaku air baik dalam keadaan diam atau yang disebut hidrostatika maupun dalam keadaan bergerak atau disebut

Lebih terperinci