BAB II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1.Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran tertutup (pipa atau pipe flow) maupun pada saluran terbuka. Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan bebas ang berkaitan langsung dengan parameter parameter aliran, seperti: kecepatan, kekentalan, gradien dan geometri saluran. Menurut Ven Te Chow (1959), ada beberapa golongan jenis aliran air pada saluran terbuka, aitu : 1. Aliran tunak (stead flow) a. Aliran seragam (uniform flow) b. Aliran berubah, meliputi : Aliran berubah lambat laun (graduall varied flow) Aliran berubah tiba tiba (rapidl varied flow) 2. Aliran tak tunak (unstead flow) a. Aliran seragam (uniform flow) b. Aliran berubah, meliputi : Aliran berubah lambat laun (graduall varied flow) Aliran berubah tiba tiba (rapidl varied flow) Pembagian aliran air menjadi aliran tunak dan aliran tak tunak menggunakan waktu sebagai kriteria. Aliran tunak adalah aliran ang memiliki kedalaman aliran ang dapat dianggap konstan atau tidak berubah selama suatu selang waktu tertentu. Sedang, aliran tak tunak adalah aliran ang memiliki kedalaman aliran ang berubah sesuai dengan waktu. Persamaan ang menatakan aliran tunak adalah h Q U = 0 ; = 0 ; = 0 t t t Pembagian aliran air menjadi aliran seragam dan aliran berubah menggunakan ruang sebagai kriteria. Aliran seragam adalah aliran ang memiliki kedalaman aliran II-1

2 ang dapat dianggap konstan atau tidak berubah pada setiap penampang saluran. Sedang, aliran berubah adalah aliran ang memiliki kedalaman aliran ang berubah pada setiap penampang saluran. Persamaan matematis ang menatakan aliran h Q U seragam adalah = 0; = 0 ; = 0 x x x Dalam kasus ini, bila mengacu pada geometri dan kondisi dasar saluran, maka aliran termasuk tunak-seragam (stead-uniform flow) Perilaku Aliran Dalam saluran terbuka terdapat dua persamaan untuk membedakan perilaku aliran, aitu persamaan bilangan Renold dan persamaan bilangan Froude. Bilangan Renold akan membagi aliran menjadi laminar, transisi dan turbulen, sedangkan bilangan Froude akan membagi aliran menjadi subkritis, kritis dan superkritis. Persamaan untuk menghitung bilangan Renold : U.l Re = ν Dimana : Re : bilangan Renold (non dimensional) U : kecepatan aliran (m/detik) l : panjang karakteristik (meter) ν : viskositas kinematik (m 2 /detik) Sedangkan perilaku aliran ang dibedakan berdasarkan atas bilangan Renold, aitu : 1. Aliran laminar : Re < Aliran turbulen : 2000 Re Aliran transisi : Re > 4000 Persamaan untuk menghitung bilangan Froude adalah: Fr = U g. h Dimana : Fr : bilangan Froude (non dimensional) U : kecepatan aliran (m/detik) g : percepatan gravitasi (m/detik 2 ) II-2

3 h : kedalaman aliran (meter) Sementara perilaku aliran ang dibedakan berdasarkan atas bilangan Froude, aitu : 1. Aliran subkritis : Fr < 1 2. Aliran kritis : Fr = 1 3. Aliran superkritis : Fr > Distribusi Kecepatan Pada Saluran Terbuka Distribusi kecepatan pada saluran terbuka dipengaruhi oleh beberapa kondisi; aitu kekasaran dasar saluran, dan bentuk saluran Distribusi Kecepatan Karena Kekasaran Dasar Saluran Distribusi kecepatan melalui suatu kedalaman aliran dengan dasar saluran halus dan kasar. Gambar 2. 1 Distribusi Kecepatan pada Aliran dengan Dasar Saluran Halus dan Kasar II-3

4 Gambar 2. 2 Aliran dengan Dasar Saluran Halus dan Kasar Kecepatan maksimum biasana terjadi di bawah permukaan bebas sedalam 0,05 s.d. 0,25 kali kedalaman (0,05.h s.d. 0,25.h). Tegangan geser pada lapisan dekat dasar saluran dengan ketebalan 0,1.h dianggap konstan, aitu sebesar τ b. Sedangkan, tegangan geser turbulen (τ t ) dominan pada sebagian besar kedalaman aliran. Untuk dasar hidrolis halus, tegangan geser viskos dominan pada daerah ang 5. ν dekat dasar saluran. Ketebalan sublapisan viskos ini mencapai δ v =. Sublapisan U diatas sublapisan viskos adalah lapisan turbulen dengan bagian utama aitu sublapisan logaritmik. Antara sublapisan viskos dan sublapisan logaritmik terdapat sublapisan transisi. Diatas sublapisan logaritmik terdapat sublapisan luar. Sketsa sublapisan pada dasar saluran halus dapat dilihat pada Gambar 2.3. * Gambar 2. 3 Sublapisan untuk Dasar Halus II-4

5 Pengukuran Debit Debit air adalah fungsi dari kecepatan arus dan luas penampang ang dilaluina. Karena itu pengukuran debit dilakukan dengan pengukuran arus dan luas penampangna Pengukuran Kecepatan Aliran Pada Saluran Terbuka Besar dan arah kecepatan dalam saluran terbuka diperoleh dari pengukuran arus. Untuk pengukuran di lapangan, pengukuran arus dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengukuran arus dengan menggunakan currentmeter dilakukan pada beberapa titik potongan melintang. Dari pengukuran ini akan diperoleh distribusi kecepatan. 2. Pengukuran kecepatan dilakukan pada 3 (tiga) kedalaman pada masingmasing potongan melintang; aitu pada kedalaman 0.2, 0.6, dan 0.8. Berdasarkan teori, kecepatan rata-rata dapat dirumuskan dengan: V = v0.2d + v0.6d + v0.8d 3 Dimana: d : kedalaman aliran Gambar skema pengukuran kecepatan pada saluran terbuka dapat dilihat pada Gambar 2.4. II-5

6 Gambar 2. 4 Sketsa Pengukuran Arus pada 3 (Tiga) Kedalaman Terdapat dua jenis currentmeter, aitu : 1. Tipe Price (kerucut) Arus air memutar kerucut, banak putaran dicatat pada counter : U = e + f. N Dimana : e, f : konstanta tergantung jenis alat N : banak putaran (frekuensi) per satuan waktu U : kecepatan 2. Tipe Baling-baling (propeller) Arus air memutar baling-baling, banak putaran dibaca pada counter dan waktu dicatat pada stopwatch. II-6

7 Tabel 2. 1 Metode Pengukuran Kecepatan (U) dengan Current Meter Kedalaman Titik pengamatan Metode sungai saluran (pengukuran) U (kecepatan rata-rata) (m) 1 titik 0,3 0,6 0,6.d U = U0,6. d 2 titik 0,61 3,0 0,2.d dan 0,8.d U =.( U0,2. d + U 0,8. d ) 3 titik 3,1 6,0 5 titik 6,1 10,0 0,2.d; 0,6.d dan 0,8.d U.A 0,3 ; 0,2.d; 0,6.d; 0,8d; U.B 0, = 4.( U + 2 U + U ) U 0,2. d. 0,6. d 0,8. d 1 U = A 0,2. d 0,6. d. 0,8. d + 10.( U + 3. U + 2. U + 3 U U ) B Banak titik > 10,0 U.A 0,5;1,0;2,0 10,0 ; U.B 0,5 1 U = B.( luasdiagramkecepa tan) Dimana : e, f : konstanta tergantung jenis alat N : jumlah putaran (frekuensi) baling-baling per satuan waktu U : e + f.n U : kecepatan Pengukuran Penampang Melintang Pada Saluran Terbuka Pengukuran penampang melintang pada saluran terbuka di lapangan dilakukan dengan metode sebagai berikut: II-7

8 1. Mid Section Method o 3 o 2 a1 a2 a 3 o 1 a a 3 titik awal D 5 D 2 D 3 D 4 U 5, D 5 U 2, D 2 U 4, D 4 U 3, D 3 Gambar 2. 5 Skema Mid Section Method Dimana : 1, 2, 3 : titik pengukuran o 1, o 2, o 3 : jarak titik pengukuran terhadap titik acuan D 1, D 2, D 3 : kedalaman air pada titik pengukuran kecepatan a 1, a 2, a 3 : lebar irisan sungai a + a Luas penampang basah sub irisan 3 = ( ) a + a. D Debit melalui sub irisan 3 = ( ) 2. Mean Section Method U D 3 o 3 o 2 a1 a2 a 3 o titik awal D 5 D 2 Dd 3 D 4 U 5, D 5 U 2, D 2 U 4, D 4 U 3, D 3 Gambar 2. 6 Skema Mean Section Method II-8

9 d + d Luas penampang basah sub irisan 3 4 = ( ) U + U 2 d + d. 2. D Debit melalui sub irisan 3 4 = ( ) 3. D 3 Transportasi Sedimen Secara teoritis saluran stabil adalah suatu keadaan dimana gerusan dan pengendapan tidak terjadi disepanjang sungai atau saluran. Dalam proses mempelajari gerusan, tidak lepas dari karakteristik sedimen ang ada. Transportasi sedimen dan sifat-sifat aliran, pada sungai alam akan terganggu dengan adana penahan sedimen ang dibangun melintang sungai. Saat dasar sungai berubah, perubahan akan berlangsung secara lambat laun sehingga akan tercapai keadaan sungai ang stabil ang disebabkan oleh sifat-sifat hidraulik aliran dan transportasi sedimen. Titik dimana partikel pada dasar saluran mulai bergerak adalah faktor ang paling penting dalam mekanika transport sedimen. Distribusi kecepatan dan pergerakan sedimen pada tikungan saluran dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2. 7 Distribusi Kecepatan dan Pergerakan Sedimen pada Tikungan Saluran (Sumber: Bridge Scour: Aplication of Ground Penetrating Radar, 2000) II-9

10 Jenis Angkutan Sedimen Jenis angkutan sedimen dalam aliran ada tiga macam, aitu : 1. Beban material dasar (bed load) Meliputi semua ukuran sedimen (> 0,064 mm) dan mampu diangkut oleh air. Partikelna dapat bergerak dengan menggelinding (rolling), bergeser (sliding) atau melenting (saltating) dengan kecepatan lebih rendah dari kecepatan aliran. 2. Wash load atau suspended load Meliputi partikel halus (< 0,064 mm) dan mampu bergerak dalam bentuk suspensi dalam air di atas dasar saluran secara melaang. Partikel tersuspensi terangkut dan tetap berada dalam aliran melalui proses pencampuran turbulensi. 3. Beban terlarut (dissolve load) Meliputi material ang terangkut dalam bentuk larutan. Gerakan Awal Angkutan Sedimen Pergerakan awal angkutan sedimen adalah fungsi dari tegangan geser kritis (τ cr, critical shear stress), kecepatan kritis (U cr, critical velocit) dan gaa angkat. Tegangan geser kritis ini ada dua macam, aitu : 1. Gaa ang bekerja (applied forces) Gaa aliran dan komponen berat partikel dalam arah ke bawah dalam keadaan terendam. 2. Gaa penahan (resisting forces) Komponen berat partikel terendam lurus terhadap dasar dan gaa gaa ang timbul antar partikel di sekelilingna. II-10

11 Gambar 2. 8 Gaa gaa ang Bekerja pada Suatu Partikel Dalam suatu partikel sedimen, gaa gaa bekerja aitu : 1. Drag force ang bekerja sejajar terhadap dasar 2. Gaa lain ang bekerja tegak lurus tehadap dasar ang dapat mengangkat butiran, ang disebabkan oleh : a. Perbedaan kecepatan di atas dan di bawah butiran ang menimbulkan gradien tekanan ang cenderung akan mengangkat butiran. b. Pusaran turbulen ang menimbulkan komponen kecepatan lokal ang bekerja ke atas di dekat dasar. Perhitungan Angkutan Sedimen Angkutan sedimen dasar merupakan fungsi dari kapasitas transport aliran. Tujuan perhitungan angkutan sedimen ini aitu memberikan jumlah maksimum material ang dapat diangkut untuk kondisi aliran dan jenis sedimen tertentu. Ada beberapa formula dalam perhitungan angkutan sedimen: 1. Menurut Van Rijn (1984) a. Untuk angkutan sedimen dasar (s b ) II-11

12 s b U. h = 0,005. g. d ( U U ) cr 0,5 ( ) 50. s 1 2,5 d h 50 1,2 b. Untuk angkutan sedimen tersuspensi (s s ) s s U. h ( U U ) 2,4 cr d 50 = 0,012. 0,5. d g. d.( s 1) h 50 ( ) 0,6 Dimana : s b : volume transpor sedimen dasar (m 2 /detik) s s : volume transpor sedimen tersuspensi (m 2 /detik) h : kedalaman aliran (meter) s : berat spesifik butiran R b : jari jari hidrolis terhadap dasar (meter) U : kecepatan aliran (m/detik) U cr : kecepatan rata rata kritis aliran (m/detik) Selanjutna kecepatan kritis aliran dihitung dengan formula Van Rijn (1984). 1. Untuk 0,5 d 50 2,0 mm digunakan rumus : 0,6 12. R b ( ) U cr = 8,5. d 50. log 3. d 2. Untuk 0,1 d 50 0,5 mm 90 0,1 12. R b ( ) U cr = 0,19. d 50. log 3. d 90 Dimana : U cr : kecepatan rata rata kritis aliran (m/detik) d 50 : diameter butiran dengan 50% butiran lolos saringan (meter) d 90 : diameter butiran dengan 90% butiran lolos saringan (meter) R b : jari-jari hidrolis terhadap dasar (meter) A R b = P A : luas basah penampang (meter 2 ) * II-12

13 P : keliling basah penampang (meter) Jenis dan Mekanisme Gerusan Ada beberapa jenis gerusan ang terjadi di sepanjang saluran terbuka selama terjadi aliran dari hulu ke hilir. Gerusan ang terjadi pada sungai dapat digolongkan menjadi : 1. Gerusan umum (general scour) Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami ang terjadi pada saluran terbuka. Gambar 2. 9 Gerusan Umum (General Scour) di Tikungan Sungai (Lokasi: Sungai Simpang Aur-Lemau, Kabupaten Bengkulu Utara, 3 April 2008) II-13

14 2. Gerusan akibat penempitan di alur sungai (contraction scour) Gambar Contraction Flume, NTNU (Sumber: 3. Gerusan lokal (local scour) Gerusan lokal ini pada umumna diakibatkan oleh adana bangunan air, misalna tiang, pilar atau abutment jembatan. Ada dua macam gerusan lokal, aitu : i. Clear water scour Terjadi jika tegangan geser ang terjadi lebih besar daripada tegangan geser kritis. Pergerakan sedimen hana terjadi pada sekitar abutment. Ada dua macam : Untuk U 0, 5 U cr Gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen tidak terjadi. Untuk U 0,5 1, 0 U cr Gerusan lokal terjadi menerus dan proses transportasi sedimen tidak terjadi II-14

15 ii.live-bed scour Terjadi karena adana perpindahan sedimen. Yaitu jika U > 1, 0 U cr Dimana: U : kecepatan aliran rata rata (m/detik) U cr : kecepatan aliran kritis (m/detik) Menurut teori Mellvile (1993), dengan mengacu pada kondisi batas di atas, dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran berbanding terbalik dengan kedalaman gerusan ang terjadi. Semakin tinggi kecepatan aliran, kedalaman gerusan akan semakin rendah. Contoh gerusan lokal dan mekanisme ang terjadi karena pier dan abutment jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.11 s.d Gambar Gambar Local Scour Pada Pier (Lokasi Sungai Cimanceuri-Teluk Naga, Banten, Desember 2007) II-15

16 Gambar Mekanisme Local Scour pada Pier (Sumber: Evaluation of Potensial Bridge Scour in Missouri, USGS, 2003) Gambar Local Scour Pada Abutment (Lokasi: Desa Karang Panggung, Sungai Simpang Aur-Lemau, Kabupaten Bengkulu Utara, 3 April 2008) II-16

17 Gambar Mekanisme Local Scour pada Abutment (Sumber: Local Scour at Abutment: A Review, Abdul Karim Barbhuia and Subhashis De, 2004) Hubungan kedalaman gerusan sebagai fungsi waktu dapat dilihat pada Gambar Gambar Hubungan Kedalaman Gerusan ( s ) sebagai Fungsi dari Waktu (t) (Sumber: Local Scour at Abutment: A Review, Abdul Karim Barbhuia and Subhashis De, 2004) II-17

18 Gerusan Lokal dan Penebabna Gerusan lokal ini terjadi di sekitar bangunan air, seperti sekitar pier jembatan dan abutment ang disebabkan aliran sungai. Kecepatan aliran dan penempitan di sekitar jembatan akibat bangunan air tersebut menebabkan sedimen terangkut. Secara umum, kedalaman dari gerusan lokal ini lebih besar daripada gerusan umum dan gerusan akibat penempitan di alur sungai. Gerusan lokal ini dapat mempengaruhi kestabilan struktur jembatan. Bahkan berbahaa juga untuk pengaman jembatan seperti riprap revetment jika perhitunganna tidak memperhitungkan gerusan lokal. Faktor-faktor ang menebabkan gerusan lokal antara lain: 1. Bangunan air ang mengurangi lebar sungai, seperti pier dan abutment jembatan. 2. Proeksi lengan dari bangunan air terhadap aliran. 3. Lengan dari bangunan air. 4. Kedalaman aliran. 5. Kecepatan aliran. 6. Ukuran dari material dasar. 7. Sudut dari aliran. 8. Bentuk dari bangunan air. 9. Konfigurasi material dasar. 10. Formasi es (untuk sungai di musim dingin). 11. Reruntuhan tebing Abutment Abutment adalah struktur penangga jembatan. Biasana terletak di tebing sungai. Pembangunan abutment ang memakan lebar sungai menebabkan penempitan (vortex). Pada debit ang sama, penempitan badan sungai inilah salah satu kondisi ang mempengaruhi terjadina gerusan lokal. Gerusan lokal di sekitar abutment, bisa II-18

19 berupa live-bed scour ataupun clear water scour, terjadi di sekitar hulu abutment dan berakhir di hilir abutment. Jenis abutment ada beberapa macam: 1. Spill-through abutment 2. Dinding vertikal tanpa saap 3. Dinding vertikal dengan saap Gambar Bentuk-bentuk Abutment (Sumber HEC 18, 1995) a b Gambar a. Vertical-wall Abutment; b. Wing-wall Abutment (Sumber: FHWA, 2004) II-19

20 Gambar Model Saluran dengan Abutment Dinding Vertikal Bersaap (Sumber: Journal Hdraulic Engineering Volume 133, Issue 4, pp , April 2007, The Univ. of Iowa, Iowa Cit) Formula Local-scour Pada Abutment Lace (1930) Lace (1993) mengembangkan formula untuk memprediksi kedalaman maksimum gerusan ang terjadi di sekitar pier dan abutment. Formula Lace ini berlaku untuk debit dengan range: 0,7 Q 1,73 (satuan m 3 /detik), range kedalaman: 0,5 h 3,0, dan range Bilangan Froude: 0,14 Fr 0,21. Formula Lace: 1/ 3 s Q = 0,47k 3 h fh 1 Dimana: s : kedalaman maksimum gerusan (meter) h : kedalaman aliran (meter) Q : debit (m 3 /detik) f : faktor endapan f = 1,76 d 50 d 50 : gradasi sedimen 50% lolos saringan (mm) II-20

21 k : faktor ampifikasi, untuk abutment bernilai 2.75 Laursen (1960) Laursen (1960) mengembangkan hubungan antara kedalaman gerusan pada abutment jembatan terhadap perawatan abutment. Live-bed scour hana sebagai salah satu fungsi dari rasio panjang abutment terhadap kedalaman aliran, L a, dan rasio debit per satuan lebar di daerah overbank aliran terhadap debit per satuan lebar di daerah gerusan. Daerah gerusan diasumsikan berupa lebar konstan dan besarna adalah 2,75 kali kedalaman gerusan. Formula ang dihasilkan adalah: a L a a 7 / 6 1 s ,5 s a = 2,75 1 1/ 2 a τ 1 τ c Dimana: L a : panjang abutment (meter) a s : kedalaman aliran (meter) : kedalaman maksimum gerusan (meter) τ 1 : tegangan geser dasar saluran (kg/meter.detik 2 ) τ c : tegangan kritis untuk gerak awal sedimen (kg/meter.detik 2 ) Formula di atas hana bisa diselesaikan dengan cara iterasi. Selanjutna, Richardson, dkk (1991), menederhanakan formula di atas menjadi: s a L' = 1,3. a 0,48 Dimana: s : kedalaman maksimum gerusan (meter) a : kedalaman aliran (meter) L : lebar abutment (meter) II-21

22 Formula Laursen ang telah dimodifikasi tersebut bisa diselesaikan dengan cara ang lebih sederhana, aitu: 0,48 L' s = 1,3.. a a Froehlich (1989) Untuk menghitung live-bed scour ang terjadi pada abutment dapat menggunakan formula Froehlich ang diperoleh dari hasil analisis regresi 170 data perhitungan dari percobaan laboratorium. Formula Froehlich ini adalah salah satu formula pendekatan empiris. s a 0.43 L' 0.61 = 2,27. K1. K 2.. Fr + 1 a Dimana: s : kedalaman gerusan (meter) a : kedalaman aliran (meter) K 1 : koefisien bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2) K 2 : koefisien sudut abutment terhadap aliran (θ/90) 0.13 θ<90º : untuk aliran di hulu abutment θ>90º : untuk aliran di hilir abutment Nilai θ dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan Tabel 2.3 L : lebar abutment (meter) Fr : bilangan Froude U Fr = g a U : kecepatan aliran (m/dt) g : percepatan gravitasi = 9.81 m/s 2 a : kedalamaan aliran (meter) II-22

23 Tabel 2. 2 Koefisien Bentuk Abutment (Sumber Mellvile, 1997) Bentuk Abutment K 1 Dinding vertikal 1,00 Dinding vertikal dengan saap 0,75 Spill-through abutment 0,45 Untuk kondisi lapangan di mana perbandingan antara lebar abutment terhadap L' kedalaman lebih besar dari 25 a s a = 4. Fr 1. 0,55 0,33 K > 25 Dimana: s : kedalaman gerusan (meter) a Fr : kedalaman aliran (meter) : bilangan Froude K 1 : koefisien bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2) Gambar Faktor Koreksi untuk Kemiringan Abutment terhadap Aliran (Sumber HEC 18, 1995) II-23

24 Tabel 2. 3 Koefisien Sudut Abutment terhadap Aliran (Sumber: Scour at Bridge, Waterware Consultant, ) Attack Angle (Degree) K The HIRE Equation (Richardson, 1990) Formula HIRE dikembangkan berdasarkan data hasil investigasi lapangan dari Sungai Mississipi. Formula ini direkomendasikan oleh HEC-18, dalam kondisi rasio lebar abutment dan kedalaman aliran lebih besar dari 25 formula dari HIRE: L' Berikut adalah s = K 0,55 1 0,33 41 K 2FN,1 Dimana: s : kedalaman gerusan 1 : kedalaman aliran di kaki abutment K 1 : faktor koreksi dari bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2) K 2 : faktor koreksi dari sudut aliran (dapat dilihat pada Gambar 2.21, dan Tabel 2. 3) F N,1 : bilangan Froude di hilir abutment Mellvile (1997) Mellvile (1997) menimpulkan dari banak hasil eksperimen local scour pada abutment jembatan saluran persegi dan memformulasikan kedalaman maksimum gerusan berdasarkan pendekatan empiris dari koefisien aliran, bentuk abutment, II-24

25 alignment, dan panjang abutment. Mellvile juga mengklasifikasikan abutment menjadi: La a. Abutment panjang > 25 La b. Abutment pendek < 1 Dimana : L a : panjang abutment (meter) a a a : kedalaman rata-rata aliran (meter) Sementara perbandingan antara panjang abutment dengan kedalaman aliran untuk abutment sedang berada di kisaran antarana. Berikut adalah formula Melville ang dikembangkan untuk perhitungan kedalaman gerusan pada clear-water scour dan live-bed scour: = K s 0,5 L. K i. K1. K 2.( a. La ) Dimana: s : kedalaman gerusan (meter) a L a K L : kedalaman aliran (meter) : panjang abutment (meter) : faktor kombinasi antara kedalaman aliran dengan panjang abutment = 10 K i : faktor intensitas aliran = U U cr U : kecepatan aliran (m/dt) U cr : kecepatan kritis saat sedimen akan bergerak (m/dt) K 1 : faktor bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2) K 2 : faktor alignment abutment (dapat dilihat pada Gambar 2.21, dan Tabel 2. 3) II-25

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka maupun pada saluran tertutup (pipe flow). Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan

Lebih terperinci

Gerusan yang Terjadi di Sekitar Abutment Tanpa Sayap pada Jembatan (Kajian Laboratorium) Agung Wiyono H.S. 1) Widyaningtias 2)

Gerusan yang Terjadi di Sekitar Abutment Tanpa Sayap pada Jembatan (Kajian Laboratorium) Agung Wiyono H.S. 1) Widyaningtias 2) Wiono, Vol..14 No. Widaningtias. 4 Desember 27 urnal TEKNIK SIPIL Gerusan ang Terjadi di Sekitar Abutment Tanpa Saap pada Jembatan (Kajian Laboratorium) Abstrak Agung Wiono H.S. 1) Widaningtias 2) Sungai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

Agung Wiyono. Joko Nugroho. Widyaningtias. Eka Risma Zaidun. Kata-kata Kunci : Abutment, gerusan, saluran menikung, saluran lurus, dan sedimentasi.

Agung Wiyono. Joko Nugroho. Widyaningtias. Eka Risma Zaidun. Kata-kata Kunci : Abutment, gerusan, saluran menikung, saluran lurus, dan sedimentasi. Wiono, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekaasa Sipil Perbandingan Gerusan Lokal ang Terjadi di Sekitar Abutment Dinding Vertikal Tanpa Saap dan dengan Saap pada Saluran Lurus, Tikungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 145 PERBANDINGAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN BERBENTUK SPILL-THROUGH ABUTMENT DAN VERTICAL WALL WITHOUT WING Oleh: Jennifer Claudia 1), Hendro Suyanto

Lebih terperinci

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMENT DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS, TIKUNGAN 90 DERAJAT, DAN 180 DERAJAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantrito Kasihan Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel Pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar Lokasi asal sampel Sungai Progo segmen Kebon Agung II Jenis sampel Sedimen dasar sungai Berat sampel yang di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Mekanika Fluida II. Aliran Berubah Lambat

Mekanika Fluida II. Aliran Berubah Lambat Mekanika Fluida II Aliran Berubah Lambat Introduction Perilaku dasar berubah lambat: - Kedalaman hidrolis berubah secara lambat pada arah longitudinal - Faktor pengendali aliran ada di kombinasi di hulu

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar Belakang

BAB I Pendahuluan Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang mengikis dasar saluran. Kerusakan jembatan akibat gerusan pada pondasi pier atau abutment adalah

Lebih terperinci

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Gerusan Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami ataupun yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( ) PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO Oleh : Dyah Riza Suryani (3107100701) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Fifi Sofia 2. Mahendra Andiek M., ST.,MT. BAB I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU Pilar (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan Aliran Superkritik) Anjelita Suratinoyo 2, Puji Harsanto 3, Jaza ul Ikhsan

Lebih terperinci

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloquium Doctum/ Ujian

Lebih terperinci

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Diketahui jika hasil simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran dengan steady flow yang selanjutnya akan dilakukan analisa dengan gerusan pada pilar jembatan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016 ARTIKEL ILMIAH STUDI EXPERIMEN DISTRIBUSI KECEPATAN PADA SALURAN MENIKUNG DI SUNGAI BATANG LUBUH Disusun Oleh : NUR EFENDI NIM: 1110 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) Physical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

TRANSPOR SEDIMEN SUSPENSI (SUSPENDED LOAD TRANSPORT)

TRANSPOR SEDIMEN SUSPENSI (SUSPENDED LOAD TRANSPORT) TRANSPOR SEDIMEN SUSPENSI (SUSPENDED LOAD TRANSPORT) PENGANTAR Paparan mengenai transpor sedimen suspensi pada bahan kuliah ini disarikan dari buku referensi: Graf, W.H., dan Altinakar, M.S., 1998, Fluvial

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB III Metode Penelitian Laboratorium BAB III Metode Penelitian Laboratorium 3.1. Model Saluran Terbuka Pemodelan fisik untuk mempelajari perbandingan gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaca modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik.

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaca modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah membaa modul mahasiswa memahami kegunaan Energi Spesifik. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah membaa modul dan menelesailkan ontoh soal, mahasiswa mampu menjelaskan penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Lajurady NRP: 0921054 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E. ABSTRAK Pada saat ini sering terjadi kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

Hidraulika Saluran Terbuka. Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM

Hidraulika Saluran Terbuka. Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Hidraulika Saluran Terbuka Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Pendahuluan Pengaliran saluran terbuka: pengaliran tak bertekanan pengaliran yang muka airnya berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI Zezen Solide NRP : 9421002 NIRM : 41077011940256 Pembimbing : Endang Ariani, Ir., Dipl. HE. FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1 Studi Pustaka Dalam melakukan studi pustaka tentang kasus Sudetan Wonosari ini diperoleh data awal yang merupakan data sekunder untuk keperluan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Progo adalah salah satu sungai vulkanik dengan jalur aliran yang akan dilewati oleh aliran lahar yang berasal dari G. Merapi yang berlokasi di Kabupaten Dati

Lebih terperinci

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil ANDY AZIS 09 0404 029 BIDANG STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai 57 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3. 1 Konsep Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh erosi yang disebabkan oleh aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Gerusan lokal merupakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS

PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS Ichsanul Barokah 1, Didik Purwantoro 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tipe Morfologi Sungai Perhitungan berikut ini akan menjelaskan langkah-langkah analisis hitungan hidrometri dari Kali Putih kemudian menentukan jenis atau tipe morfologinya.

Lebih terperinci

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai GERUSAN LOKAL Teknik Sungai Gerusan Lokal (Local Scour) Mekanisme Prediksi kedalaman gerusan Pengendalian Erosi Lokal (Local Scour) Pilar jembatan gerusan Pangkal jembatan gerusan dan (kemungkinan) endapan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai Saluran yang dijumpai dialam mempunyai beberapa morfologi sungai, sungai lurus, sungai dengan tikungan dan sungai yang menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel analisis ukuran butiran pada segmen 1 1. Segmen 1 Jembatan Bogem Lokasi asal sampel Jenis sampel Berat sampel yang di uji Sungai Opak pada segmen 1 Jembatan Bogem

Lebih terperinci

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI Teknik Sungai Transpor Sedimen di Sungai 2 Di sungai air mengalir karena gaya gravitasi (gravitational flow) air mengalir memiliki energi kinetik dasar sungai dibentuk oleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran permanen (steady flow) yang selanjutnya membandingkan kedalaman dan kecepatan aliran pada eksperimen di laboratorium dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. TINJAUAN UMUM Hidrolika adalah bagian dari ilmu yang mempelajari perilaku air baik dalam keadaan diam atau yang disebut hidrostatika maupun dalam keadaan bergerak atau disebut

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT

TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN POLA GERUSAN PADA TIKUNGAN SUNGAI AKIBAT PENAMBAHAN DEBIT OLEH: YUNI CAHYA S. DATIES D 111 05 049 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 Create PDF files

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY lutjito@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this research is to find out

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) Irham 1* dan Kurniati 2 1,2 Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln B. Aceh Medan

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI KECEPATAN ALIRAN SUNGAI MUSI (RUAS JEMBATAN AMPERA SAMPAI DENGAN PULAU KEMARO)

ANALISIS DISTRIBUSI KECEPATAN ALIRAN SUNGAI MUSI (RUAS JEMBATAN AMPERA SAMPAI DENGAN PULAU KEMARO) ANALISIS DISTRIBUSI KECEPATAN ALIRAN SUNGAI MUSI (RUAS JEMBATAN AMPERA SAMPAI DENGAN PULAU KEMARO) Fathona Fajri Junaidi Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya * Korespondensi

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Mulai Kajian pustaka Perhitungan dengan formula empiris Eksperimen/pengukuran dan Pengujian pada : - Saluran utuh - Saluran yang dipersempit Analisis

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa Email : kirana_firsty@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo Hilir. Contoh perhitungan

Lebih terperinci

MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED

MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED MODEL LABORATORIUM PENGARUH VARIASI SUDUT ARAH PENGAMAN PILAR TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PADA JEMBATAN DENGAN PILAR CYLINDER GROUPED Sarbaini 1) Mudjiatko 2) Rinaldi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) Study on Local Scour Groundsill Due To Variation of Q (discharge), I (slope) and T (time) SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN. Skripsi

PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN. Skripsi PENGARUH KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP PERILAKU GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Skripsi Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata S1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : Nama : Mukhammad

Lebih terperinci

dimana: Fr = bilangan Froude U = kecepatan aliran (m/dtk) g = percepatan gravitasi (m/dtk 2 ) h = kedalaman aliran (m) Nilai U diperoleh dengan rumus:

dimana: Fr = bilangan Froude U = kecepatan aliran (m/dtk) g = percepatan gravitasi (m/dtk 2 ) h = kedalaman aliran (m) Nilai U diperoleh dengan rumus: BAB III LANDASAN TEORI A. Perilaku Aliran Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Froude. Froude membedakan tipe aliran sebagai berikut: 1. Aliran kritis, merupakan aliran yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Hasil Pengamatan Fisik Percobaan dilakukan untuk mengetahui pola gerusan dan sedimentasi yang terjadi pada saluran akiba adanya abutment. Abutment yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI)

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) Fuad Halim Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci