BAB III LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB III LANDASAN TEORI 3. 1 Konsep Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh erosi yang disebabkan oleh aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Gerusan lokal merupakan proses alamiah yang disebabkan oleh perubahan morfologi sungai atau adanya struktur air yang menghalangi aliran, misalnya abutmen, pilar jembatan, krib, dll. Adanya struktur sungai menyebabkan perubahan karakteristik suatu aliran, seperti kecepatan dan turbulensi aliran sehingga menimbulkan transpor sedimen dan menyebabkan gerusan. Pilar merupakan bagian struktur bawah jembatan yang dapat menyebabkan perubahan pola aliran sungai sehingga akan menyebabkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Mekanisme gerusan lokal pada pilar Menurut Richardson dkk. (1990) dalam Achmadi (2001), gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan ialah akibat sistem pusaran (horseshoe vortex) yang timbul karena aliran dirintangi oleh suatu bangunan. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu pilar, yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah (down flow), karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh pilar. Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Pada dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar dan akan terus berlanjut hingga tercapai kesetimbangan. Interaksi aliran dan pilar akan membentuk busur ombak (bow wave) yang disebut surface roller yang kemudian bergerak kesamping dan terjadi pemisahan aliran yang selanjutnya membentuk wake vortex dibagian belakang pilar jembatan. 7

2 8 Gambar 3. 1 Skema pola aliran dan gerusan lokal di sekitar pilar silinder (Richadson dkk, 1990 dalam Achmadi, 2001) Dalam mempelajari gerusan lokal, harus dibedakan antar clear-water scour dan live bed scour : a. Clear-water scour : Pertambahan kedalaman gerusan terbentuk secara perlahan lahan, ketika kapasitas kerluarnya transportasi sedimen pada lobang gerusan adalah nol. b. Sediment-transport scour (Live-bed scour) : Kedalaman gerusan bertambah dengan cepat dan akan mencapai nilai kesetimbangan, ketika kapasitas keluarnya transportasi sedimen adalah sama dengan masuknya transport sedimen pada lobang gerusan. Gambar 3. 2 Kedalaman gerusan sebagai fungsi waktu (Richardson dkk, 1990 menurut Achmadi,2001)

3 9 Gambar 3.2 menunjukan bahwa clear-water scour mencapai gerusan maksimum memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan live-bed scour. Karena clear-water scour terjadi umumnya pada material dasar yang kasar. Kenyataannya clear-water scour tidak mencapai gerusan maksimumnya sampai setelah beberapa banjir. Maka clear-water scour mencapai maksimum berkisar 10% lebih besar dari pada live-bed scour maksimum. Menurut Jazaul Ikhsan dan Wahyu Hidayat (2006), faktor faktor yang mempengaruhi kedalaman area gerusan diantaranya kemiringan, garis lurus normal (natural alignment) dan perubahan saluran, jenis dan sejumlah material dasar yang diangkut, debit aliran, keterbatasan atau perubahan aliran yang melalui jembatan dan saluran, geometri dan garis lurus normal pilar, perubahan alami atau perubahan aliran yang melalui jembatan dan saluran, kecelakaan, seperti runtuhnya struktur. Menurut Wiyono H.S dkk, 2006, variabel variabel yang berpengaruh pada gerusan lokal, meliputi: 1. Kondisi fluida, yaitu: a. Kerapatan ( b. Kekentalan / viskositas kinematis (υ) c. Gravitasi (g) d. Kecepatan (U) e. Kedalaman aliran (d o ) 2. Kondisi dasar sungai, yaitu: a. Diameter butiran sedimen (D s ) b. Kerapatan massa ( s ) c. Distribusi butiran d. Bentuk butiran 3. Faktor geometric pilar, yaitu: a. Tebal pilar (b) b. Panjang pilar (L) c. Sudut arah aliran (α)

4 10 d. Jarak antar pilar ( ) Karena variabel yang sangat banyak maka dikaji yang relatif dominan dan diperoleh bahwa kedalaman gerusan (d s ) merupakan fungsi dari: d s = f ( υ, d, D s, s, d o, U, b, α, λ) (3.1) 3. 2 HEC-RAS Versi HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran yang berada di sungai, River Analysis System (RAS). Software HEC-RAS ini dibuat oleh Hydrolic Engineering Center yang merupakan satu divisi didalam Institute For Water Resources (IWR), dibawah US Army Corps Of Engineers (USACE). HEC-RAS versi baru dirilis pada September HEC-RAS dapat melakukan analisis hitungan satu dimensi pada profil muka air aliran permanen (steady flow), hitungan satu/dua dimensi pada profil muka air aliran tidak permanen (unsteady flow), hitungan angkutan sedimen, analisis kualitas air, dan fitur desain hidraulik. Menurut Istiarto (2011) bahwa umumnya dalam tahap mendesain jembatan cukup dibutuhkan parameter aliran pada debit desain. Dengan demikian, cukup dilakukan analisis aliran permanen (steady flow analysis). Steady flow adalah kondisi aliran yang kecepatannya tidak berubah dengan waktu Persamaan Pada HEC-RAS Menurut Prayuda (2015) Hitungan hidrolika aliran pada dasarnya adalah mencari kedalaman dan kecepatan aliran di sepanjang alur yang ditimbulkan oleh debit yang masuk ke dalam alur dan kedalaman aliran di batas hilir. Pada HEC-RAS 5.0.3, hitungan hidrolika dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu aliran permanen 1 dimensi (1D steady flow), aliran tidak permanen 1 dimensi (1D unsteady flow), dan aliran tidak permanen 2 dimensi (2D unsteady flow).

5 Persamaan Energi HEC-RAS menghitung profil muka air dari satu tampang lintang ke tampang lintang lainnya dengan persamaan energi melalui prosedur iterative yang disebut dengan standard step method. Persamaan energi yang dimaksud adalah (Bernoulli, 1738) : α α (3.2) Dimana: = Elevasi dari saluran utama 1 dan 2 (m) = Kedalaman air penampang1 dan 2 (m) α α = Koefisien energi pada penampang 1 dan 2 = Kecepatan aliran rata rata (total perubahan / total area aliran) (m/s) g = Percepatan grafitasi (m/s) h e = Kehilangan energi (m) Gambar 3.1 Diagram yang menampilkan hubungan hubungan variabel persamaan energi. Gambar 3. 3 Hubungan pada persamaan energi (HEC-RAS Reference Manual, 2016) Kehilangan energi (h e ) diantara 2 (dua) penampang disebabkan oleh gesekan (friction losses) dan kehilangan energi (konstrasi /

6 12 ekspansi). Persamaan dari kehilangan energi adalah sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : α α (3.3) Dimana: L = Panjang jangkauan kedua penampang yang diberi bobot menurut debit = Kemiringan garis energi karena gesekan diantara 2 (dua) penampang C = Koefisien atas kehilangan energi (penyempitan atau perluasan) Dimana panjang jangkauan kedua penampang yang diberi bobot, jumlahkan sebagai (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : (3.4) Dimana: L lob, L ch, L rob = Panjang ruas penampang sungai untuk aliran di sisi kiri, tengah, dan sisi kanan. = Debit yang mengalir pada sisi kiri, tengah, dan sisi kanan Kapasitas Angkutan Sedimen Ketentuan dari kapasitas angkut dan koefisien kecepatan untuk tampang lintang dihitung dengan membagi aliran kedalam beberapa bagian, kecapatan terbagi merata. HEC-RAS menggunakan pendekatan pembagian aliran pada area bantaran tampang aliran. Kapasitas angkut dihitung dengan pembagi penampang sungai dengan mengacu pada persamaan Manning s (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : (3.5) (3.6)

7 13 Dimana: K = Kapasitas tampang sedimen S f = Kemiringan pada garis energi n = Angka kekasaran (manning) A = Luas tampang aliran (tampang basah) setiap bagian tampang R = Radius hidrolik Program ini menjumlahkan tambahan angkutan pada bantaran yang diperoleh dari bantaran kiri dan bantaran kanan. Angkutan sedimen pada saluran dihitung secara normal sebagai elemen angkutan sedimen. Total kapasitas angkutan sedimen untuk suatu penampang adalah dengan menjumlahkan angkutan pada tiga bagian (kiri, tengah, dan kanan) perhatikan Gambar 3.2. Gambar 3. 4 Metode pembagian tampang untuk angkutan sedimen (HEC-RAS Reference Manual, 2016) Metode Alternatif tersedia pada HEC-RAS untuk menghitung kapasitas sedimen diantara setiap titik koordinat pada penampang (Gambar 3.3). Angkutan sedimen kemudian di totalkan untuk mendapatkan nilai total dari tepi kiri dan tepi kanan. Metode ini digunakan pada kesatuan program HEC-2. Metode ini dipertahankan sebagai opsi sampai HEC-RAS memerintahkan untuk menerbitkan kembali penyelidikan yang dikembangkan oleh HEC-2.

8 14 Gambar 3. 5 Metode alternative dari pembagian tampang untuk angkutan sedimen (HEC-2 Style) (HEC-RAS Reference Manual, 2016) Energi kinetik Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh fluida karena pengaruh kecepatan yang dimilikinya. Karena memodelkan dengan model satu dimensi, jadi hanya satu muka air dan untuk itu ada satu energi yang diperhitungkan antar tampang lintang. Untuk memberi elevasi muka air, energi kinetik (rata-rata) yang diperoleh dari perhitungan tinggi energi kinetik dari ketiga tampang lintang (tepi kiri, tengah, dan tepi kanan). Gambar 3.4 berikut memperlihatkan bagaimana energi kinetik diperoleh dari tampang lintang bagian tengah dan tepi kanan (tidak ada bagian tepi kiri). Gambar 3. 6 Contoh perhitungan memperoleh energi kinetik (HEC-RAS Reference Manual, 2016)

9 15 Untuk menghitung energi kinetik rata rata diperlukan koefisien tinggi kecepatan, yang dihitung dengan cara sebagai berikut (HEC- RAS Reference Manual, 2016): (3.7) [ ] (3.8) (3.9) Pada umumnya: (3.10) Koefisien kecepatan di hitung berdasarkan dengan angkutan sedimen di ketiga aliran (sisi kiri, tengah, dan sisi kanan). Juga dapat di tulis dengan hubungan angkutan sedimen dan luas area, sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016): [ ] (3.11) Dimana: A t A lob, A ch, A rob K t K lob, K ch, K rob = Total luas area tampang lintang = Luas area bantaran/tepi kiri, tengah, dan tepi kanan (persfektif) = Total angkutan sedimen = Angkutan sedimen bantaran/tepi kiri, tengah, dan tepi kanan (persfektif)

10 Kehilangan energi akibat gesekan Kehilangan energy akibat gesekan diakibatkan oleh adanya gesekan air dengan dinding saluran sungai dan perubahan aliran yang diakibatkan oleh belokan dan perubahan penampang. Kehilangan energi akibat gesekan pada HEC-RAS sebagai hasil dari dan L (Persamaan 3.3), dimana adalah kemiringan garis energi karena gesekan (Friction slope) dan panjang sungai L didefinisikan pada persamaan 3.4. Kemiringan garis energi karena gesekan (friction slope) disuatu tampang dihitung dengan persamaan manning sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : ( ) (3.12) Penyempitan dan perluasan tampang Penyempitan dan perluasan tampang pada HEC-RAS dihitung dengan persamaan (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : α α (3.13) Dimana: C = Koefisien penyempitan atau perluasan (lihat Tabel 3.1) Tabel 3. 1 Koefisien penyempitan dan perluasan tampang Penyempitan Perluasan Tidak berubah Masa berangsur - angsur Karena ada Jembatan Tiba tiba Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) HEC-RAS mengasumsi bahwa penyempitan terjadi kapan saja saat kecepatan hilir lebih besar dari kecepatan hulu. Demikian juga, saat kecepatan hulu lebih besar dari kecepatan hilir akan terjadi perluasan.

11 Batas (Limitation) Aliran Tetap Satu Dimensi Menurut anggapan secara mutlak dalam menganalisis pernyataan yang digunakan dalam HEC-RAS bahwa : a. Aliran sungai adalah aliran tetap (Steady flow) b. Aliran berangsur angsur berubah (kecuali pada bangunan struktur hidraulik seperti: Jembatan, Gorong gorong, dan Bendungan. Pada sebagian lokasi, dimana aliran dapat dengan cepat berubah, persamaan momentum atau persamaan empriris lainnya digunakan.) c. Aliran satu dimensi d. Saluran sungai memiliki kemiringan (slope) yang kecil, kurang dari 1:10. Aliran dianggap tetap (steady) karena hubungan waktu tidak bergantung pada persamaan energi (Persamaan 3.2). Aliran dianggap berangsur angsur berubah karena persamaan 3.2 berdasarkan pada dasar bahwa adanya pembagian tekanan hidrostatis pada setiap tampang. Pada lokasi dimana aliran dengan cepat berubah, HEC-RAS mengganti persamaan momentum atau persamaan empiris yang lain. Batas slope yang kurang dari 1:10 berdasarkan fakta bahwa bermula dari persamaan energi dihitung tekanan vertikalnya, dengan (HEC- RAS Reference Manual, 2016) : (3.14) Dimana: H p = Tekanan vertikal d = Kedalaman aliran = Kemiringan saluran bawah ditandakan dengan derajat Tabel 3. 2 Kemiringan dan nilai Kemiringan Derajat 1:10 5,71 0,995 2:10 11,31 0,981

12 18 Kemiringan Derajat 3:10 16,70 0,958 4:10 21,80 0,929 5:10 26,57 0,894 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) 3. 4 Angka Kekasaran (Manning s) Angka kekasaran manning adalah suatu nilai koefisien yang menunjukan kekasaran sautu permukaan saluran atau sungai baik pada sisi maupun dasar saluran atau sungai. Pemilihan angka manning dengan tepat dapat memperhitungkan elevasi muka air. Angka kekasaran manning adalah sangat bervariasi dan bergantung pada angka dari faktor faktor yang mencakup, seperti: kekasaran permukaan, tumbuhan, ketidakteraturan saluran, penjajaran saluran, gerusan dan endapan, halangan, ukuran dan bentuk saluran, pergantian cuaca, suhu, dan sedimen dasar dan sedimen suspensi. Pada dasarnya, angka Manning seharusnya dikalibrasi saat sewaktu-waktu mengamati informasi tentang elevasi muka air tersedia. Ada beberapa referensi pengguna yang dapat di akses untuk menunjukan angka manning untuk beberapa tipe saluran. Kompilasi yang luas dari angka kekasaran untuk saluran utama dan daratan banjir dapat ditemukan pada buku Chow-1959 Open-Channel Hydraulics. Buku ini menyajikan beberapa tipe saluran, dengan gambaran saluran yang mana angkanya telah terkalibrasi (Tabel 3.3). Tabel 3. 3 Angka kekasaran (Manning s) Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum A. Saluran Alami 1. Saluran Utama a. Bersih, lurus, terisi penuh, 0,033 tanpa celah atau ceruk dalam b. Seperti diatas, tapi lebih banyak batu dan rumput liar

13 19 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum c. Bersih, berkelok, banyak ceruk, bertebing d. Seperti diatas, tapi banyak rumput liar dan batu e. Seperti diatas, tidak terisi penuh, banyak kemiringan dan penampang yang tidak efektif f. Seperti d tapi lebih banyak batu g. Daerah lembam, rumput liar, ceruk dalam h. Jangkauan rumput liar banyak, ceruk dalam, atau saat banjir banyak kayu dan semak 0,033 0,04 0,045 0,70 0,045 0,048 0,070 0,100 0,045 0,055 0,060 0,080 0,150 semak 2. Dataran Banjir a. Padang rumput tanpa belukar 1) Rumput pendek 2) Rumput Tinggi b. Area Tanam 1) Tanpa Tanaman 2) Kumpulan Tanaman dibariskan 3) Kumpulan tanaman di ladang c. Belukar 1) Belukar terpencar, banyak rumput liar 2) Belukar dan pohon yang 0,020 0,045 0,070 0,060

14 20 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum jarang, pada musim dingin 3) Belukar dan pohon yang jarang, pada musim panas 4) Belukar sedang, pada musim dingin 5) Belukar sedang, pada 0,045 0,070 0,060 0,070 0,100 0,080 0,110 0,160 musim panas d. Pohon 1) Lahan kosong dengan tunggul pohon, tanpa tunas 2) Seperti diatas, banyak tunas 3) Banyak pohon tegak, sedikit pohon turun, sedikit semak-semak, ranting mendekati aliran 4) Seperti diatas, tapi ranting masuk pada aliran Banyak pepohonan, musim 0,080 0,1 0,110 0,060 0,100 0,120 0,150 0,080 0,120 0,160 0,2 panas, lurus 3. Saluran di pegunungan, tanpa tanaman pada saluran, teping terjal dengan pohon dan belukar di sepanjang tebing a. Dasar: kerikil, kerakal, dan sedikit batu besar b. Dasar: kerakal dan banyak batu besar 0,070

15 21 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum B. Saluran yang dibangun 1. Beton a. Dipoles dengan sekop b. Dipoles sedikit c. Dipoles, dasar batu kali d. Tidak dipoles e. Adukan semprot, penampang rata f. Adukan semprot, penampang 0,011 0,013 0,015 0,014 0,016 0,018 0,013 0,015 0,017 0,017 0,019 0,022 0,015 0,016 0,020 0,020 0,023 bergelombang g. Galian batu yang rata/teratur h. Galian batu yang tidak teratur 0,017 0,022 0,021 0, Dasar beton dipoles sedikit dengan sisi: a. Batu dalam adukan b. Batu tak teratur dalam adukan c. Adukan batu dan semen, diplaster d. Adukan batu dan semen e. Batu kosong atau riprap 0,015 0,017 0,016 0,020 0,021 0,017 0,020 0,020 0,020 0,024 0, Dasar batu kali dengan sisi: a. Beton b. Batu tidak teratur dalam adukan semen c. Batu kosong atau riprap 0,017 0,020 0,023 0,020 0,023 0,033 0,026 0, Bata a. Diglasir b. Dalam adukan semen 0,011 0,012 0,013 0,015 0,015 0,018

16 22 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum 5. Baja/Logam a. Permukaan halus b. Permukaan berombak 0,011 0,021 0,012 0, Aspal a. Halus b. Kasar 0,013 0,013 0, Lapisan tumbuhan 0,500 C. Saluran yang digali atau ditimbun 1. Tanah lurus dan seragam a. Bersih, baru selesai dibuat b. Bersih, telah melapuk c. Batu kali, penampang seragam, bersih d. Rumput pendek, sedikit belukar 0,016 0,018 0,022 0,022 0,018 0,022 0,027 0,020 0, Tanah bergelombang dan lembam a. Tanpa Tanaman b. Rumput, dan beberapa belukar c. Banyak belukar atau tanaman air pada saluran dalam d. Dasar tanah dan reruntuhan tebing e. Dasar bebatuan dan belukar pada tebing f. Dasar kerakal dan tepi bersih 0,023 0,028 0, Hasil Galian dan Timbunan a. Tanpa tumbuhan b. Sedikit semak pada tebing 0,028 0,033 0, Pecahan batu a. Halus dan seragam 0,04

17 23 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum b. Tajam dan tidak beraturan 5. Saluran tak terawat, belurar dan semak semak a. Dasar bersih, semak pada bagian sisi b. Seperti diatas, lebih tinggi setinggi aliran c. Belukar lebat setinggi kedalaman aliran d. Semak semak lebat setinggi saluran setinggi aliran e. Belukar lebat setinggi kedalaman aliran f. Semak semak lebat setinggi saluran 0,045 0,080 0,080 0,07 0,080 0,100 0,080 0,100 0,080 0,110 0,120 0,140 0,120 0,140 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) 3. 5 Analisa Gerusan Pada Pilar Jembatan Gerusan yang terjadi disekitar pilar jembatan ialah terjadi akibat sistem pusaran (horseshoe vortex) yang timbul karena aliran dirintangi oleh suatu bangunan. Hoershoe vortex mengangkat material dari sekitar pilar, dan membuat lubang gerusan. Pada HEC-RAS menyajikan 2 (dua) persamaan/formula yang dapat dipakai untuk menganisa besarnya kedalaman gerusan pada pilar, yaitu persamaan Colorado State University (CSU) dan persaman Froechlich (1991). Pada HEC.18 Persamaan CSU lebih direkomendasikan untuk menghitung besarnya kedalaman gerusan. Persamaan CSU dapat menghitung kedalaman gerusan pilar pada kondisi live-bed dan clear-water. Persamaan CSU adalah sebagai berikut: a y r (3.15)

18 24 Dimana : ys = Kedalaman gerusan (m) y1 = Kedalaman aliran pada hulu pilar (m) K1= Faktor koreksi bentuk penampang pilar (Tabel 3.4) K2= Faktor koreksi arah datang aliran air K3= Faktor koreksi kondisi dasar permukaan dan gundukan (Tabel 3.5) K4= Faktor koreksi ketahanan dasar saluran (Tabel 3.6) a = Tebal pilar (m) L = Panjang pilar (m) Fr = Angka Froude V1= Kecepatan rata-rata aliran pada hulu pilar (m/s) G = Nilar gravitasi (9.81 m/s 2 ) Untuk pilar berbentuk round nose yang sejajar dengan aliran, kedalaman gerusan maksimumnya sebagai berikut: kali lebar pilar a untuk r kali lebar pilar a untuk r Pilihan faktor koreksi Kw untuk lebar pilar pada air yang dangkal dapat diaplikasi dalam persamaan CSU ( ) Untuk V/V C < 1 (3.16) ( ) Untuk V/V C > 1 (3.17) Karena fakor koreksi dikembangkan berdasarkan batas data flume, maka tidak otomatis terhitung di HEC-RAS. Maka dari itu dapat diaplikasi secara manual faktor untuk memperhitungkan kedalaman gerusan, atau dapat di kombinasi dengan salah satu faktor koreksi (K 1 sampai K 4 ).

19 25 Gambar 3. 7 Beberapa bentuk pilar (Federal Highway Administration s (FHWA), 2012) Tabel 3. 4 Faktor koreksi untuk bentuk penampang pilar Bentuk Ujung Pilar K1 Persegi 1,1 Bulat 1,0 Lingkaran Silinder 1,0 Kumpulan Silinder 1,0 Tajam 0,9 Sumber : HEC-RAS 18 (1995) Faktor koreksi untuk arah datang aliran (K2) dapat pula dikalkulasi dengan cara (HEC-RAS Reference Manual, 2016): ( ) (3.18) Dimana: L = Panjang Pilar (m) = Sudut datang aliran Jika L/a lebih besar dari 12, dipakai hasil L/a = 12 sebagai nilai yang paling

20 26 besar. Jika sudut datang aliran lebih besar dari 5 derajat, K 2 mennguasai dan K 1 harus bernilai 1.0. Tabel 3. 5 Faktor koreksi untuk kondisi dasar saluran (K 3 ) Kondisi Dasar Tinggi Gundukan (m) K3 Clear Water Scour Dasar rata dan aliran anti-dune Gundukan kecil 10 > H Gundukan sedang 30 > H Gundukan besar H Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) Faktor koreksi K4 mengurangi kedalaman gerusan untuk perlindungan lubang gerusan pada material dasar yang memiliki D 50 lebih besar atau sama dengan 0,007 kaki (0,002 m) dan D 95 lebih besar atau sama dengan 0,066 kaki (0,020 m). Nilai faktor koreksi dari penelitian terbaru oleh Molinas di Colorado State University menunjukan bahwa ketika kecepatan aliran datang (V 1 ) lebih kecil daripada kecepatan kritis (V c90 ) terhadap ukuran D 90 pada material dasar dan terdapat gradasi pada ukuran material dasar, D 90 akan membatasi kedalaman gerusan. Persamaan yang dikembangkan oleh Jones untuk menganalisis data adalah sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016): (3.19) = * c i i + (3.20) * + (3.21) * + (3.22)

21 27 (3.23) (3.23) Dimana: Vr V 1 V i50 V i95 V c90 V c50 a y K u = Kecepatan rasio = Kecepatan aliran rata rata saluran atau area tepi saluran pada penampang hulu jembatan, f/t (m/s) = Kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada pilar untuk ukuran butiran D 50, f/t (m/s) = Kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada pilar untuk ukuran butiran D 95, f/t (m/s) = Kecepatan kritis pada ukuran material dasar D90 (m/s) = Kecepatan kritis pada ukuran material dasar D50 (m/s) = Tebal pilar (m) = Kedalaman air pada hulu pilar, ft (m) = (English units), 6.19 (S.I units) Tabel 3. 6 Batasan nilai K4 dan ukuran dasar sedimen Faktor Koreksi K4 Ukuran material dasar Nilai minimum minimum K4 D. ft (. m) 0.4 D. ft (. m) Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami ataupun yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Gerusan Lokal Proses yang mengikuti aliran pada sungai adalah proses penggerusan, angkutan sedimen dan pengendapan, dimana proses tersebut berurutan mengikuti arah aliran

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU Pilar (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan Aliran Superkritik) Anjelita Suratinoyo 2, Puji Harsanto 3, Jaza ul Ikhsan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Gerusan Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

dimana: Fr = bilangan Froude U = kecepatan aliran (m/dtk) g = percepatan gravitasi (m/dtk 2 ) h = kedalaman aliran (m) Nilai U diperoleh dengan rumus:

dimana: Fr = bilangan Froude U = kecepatan aliran (m/dtk) g = percepatan gravitasi (m/dtk 2 ) h = kedalaman aliran (m) Nilai U diperoleh dengan rumus: BAB III LANDASAN TEORI A. Perilaku Aliran Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Froude. Froude membedakan tipe aliran sebagai berikut: 1. Aliran kritis, merupakan aliran yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterangan melalui kutipan teori dari pihak yang kompeten di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterangan melalui kutipan teori dari pihak yang kompeten di bidang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Dalam bab ini akan disajikan beberapa penjelasan terkait berbagai macam aspek yang nantinya dipakai sebagai acuan peneletian. Ditekankan pada hal yang berhubungan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN ALIRAN PERMANEN FTSP-UG NURYANTO,ST.,MT. 1.1 BATAS KEDALAMAN ALIRAN DI UJUNG HILIR SALURAN Contoh situasi kedalaman aliran kritis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantrito Kasihan Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Badan Standarisasi Nasional, Metode Pengukuran Tinggi Muka Air Pada Model Fisik, SNI

DAFTAR PUSTAKA. 1. Badan Standarisasi Nasional, Metode Pengukuran Tinggi Muka Air Pada Model Fisik, SNI DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Standarisasi Nasional, Metode Pengukuran Tinggi Muka Air Pada Model Fisik, SNI 03-3411-1994 2. Badan Standarisasi Nasional, Metode Pembuatan Model Fisik Sungai Dengan Dasar Tetap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Progo adalah salah satu sungai vulkanik dengan jalur aliran yang akan dilewati oleh aliran lahar yang berasal dari G. Merapi yang berlokasi di Kabupaten Dati

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran permanen (steady flow) yang selanjutnya membandingkan kedalaman dan kecepatan aliran pada eksperimen di laboratorium dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Diketahui jika hasil simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran dengan steady flow yang selanjutnya akan dilakukan analisa dengan gerusan pada pilar jembatan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK Dalam mempelajari perilaku hidraulika lairan, perlu dilakukan permode;lan yang menggambarkan kondisi sebuah saluran. Permodelan dapat dilakukan dengan menggunakan software

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal serta beberapa tugas akhir tentang gerusan lokal yang digunakan untuk menunjang penelitian, baik pada

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS

PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS Ichsanul Barokah 1, Didik Purwantoro 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) Physical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1 Studi Pustaka Dalam melakukan studi pustaka tentang kasus Sudetan Wonosari ini diperoleh data awal yang merupakan data sekunder untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (raifall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran, baik melalui

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Boundary Conditions : - Debit - Hulu = slope - Hilir = slope Ukuran Pilar Data Hasil Uji Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK Dalam mempelajari perilaku hidraulika aliran, perlu dilakukan permodelan yang mampu menggambarkan kondisi sebuah aliran. Permodelan dapat dilakukan dengan menggunakan HEC-RAS

Lebih terperinci

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA BAB VI ANALISIS HIDROLIKA 6. Tinjauan Umum Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, bahwa salah satu penyebab

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY lutjito@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this research is to find out

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus karena suatu rintangan, baik itu karena sungai, danau, kali, atau jalan raya. Menurut

Lebih terperinci

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN UMUM Culvert/ gorong-gorong adalah sebuah conduit yang diletakkan di bawah sebuah timbunan, seperti misalnya timbunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) Mathematical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS SUNGAI LOGAWA DALAM MENAMPUNG DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN PROGRAM HEC RAS

KAJIAN KAPASITAS SUNGAI LOGAWA DALAM MENAMPUNG DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN PROGRAM HEC RAS 88 JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No.. Juli 006: 88-9 KAJIAN KAPASITAS SUNGAI LOGAWA DALAM MENAMPUNG DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN PROGRAM HEC RAS Suroso Jurusan Teknik Sipil Universitas Soedirman Purwokerto

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Penelitian ini dimodelkan dengan manggunakan software iric : Nays2DH 1.0 yang dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University dan Yasutuki Shimizu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning Standar Nasional Indonesia Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA 5.1. TINJAUAN UMUM Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II,

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK A. Pemodelan Hidrolika Saluran drainase primer di Jalan Sultan Syahrir disimulasikan dengan membuat permodelan untuk analisis hidrolika. Menggunakan software HEC-RAS versi

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo merupakan daerah aliran sungai yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo merupakan daerah aliran sungai yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo merupakan daerah aliran sungai yang pengelolaannya di bawah BWS Progo Opak Oyo DIY. Sungai utama dari DAS ini adalah Sungai Progo

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS

BAB III METODA ANALISIS BAB III METODA ANALISIS 3.1 Metodologi Penelitian Sungai Cirarab yang terletak di Kabupaten Tangerang memiliki panjang sungai sepanjang 20,9 kilometer. Sungai ini merupakan sungai tunggal (tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Tebing Sungai Erosi adalah perpindahan dan pengikisan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diakibatkan oleh media alami. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab

Lebih terperinci

Nizar Achmad, S.T. M.Eng

Nizar Achmad, S.T. M.Eng Nizar Achmad, S.T. M.Eng Pendahuluan HEC RAS(Hidraulic Engineering Corps, River Analysis System) dikembangkan oleh Insinyur Militer Amerika Serikat (US Army Corps of Engineer) Digunakan internal Militer

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Kata kunci: abutmen, gerusan, plat pelindung Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY Email: lutjito@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka maupun pada saluran tertutup (pipe flow). Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL THE INFLUENCE OF PLACEMENT CURTAINS 3 LINE STRAIGHT AND 3 LINE ARCH TO THE DEPTH OF SCOUR DEPTH Yoga Putra

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR SUNGAI TERHADAP PARAMETER KEDALAMAN

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR SUNGAI TERHADAP PARAMETER KEDALAMAN ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR SUNGAI TERHADAP PARAMETER KEDALAMAN Fasdarsyah Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email: zakyb@yahoo.co.id Abstrak Sedimen dasar sungai yang terbawa oleh

Lebih terperinci

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek D125 Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek Faradilla Ayu Rizki Shiami, Umboro Lasminto, dan Wasis Wardoyo Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) Study on Local Scour Groundsill Due To Variation of Q (discharge), I (slope) and T (time) SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 145 PERBANDINGAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN BERBENTUK SPILL-THROUGH ABUTMENT DAN VERTICAL WALL WITHOUT WING Oleh: Jennifer Claudia 1), Hendro Suyanto

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah 15 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di sepanjang daerah rendaman Sungai Cisangkuy di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. (Sumber : Foto

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Banjir merupakan salah satu masalah lingkungan yang sering terjadi di lingkungan daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian. Diakibatkan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI Teknik Sungai Transpor Sedimen di Sungai 2 Di sungai air mengalir karena gaya gravitasi (gravitational flow) air mengalir memiliki energi kinetik dasar sungai dibentuk oleh

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar Belakang

BAB I Pendahuluan Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang mengikis dasar saluran. Kerusakan jembatan akibat gerusan pada pondasi pier atau abutment adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI Simposium Nasional eknologi erapan (SN)2 214 ISSN:2339-28X SUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN IPE GRADASI MAERIAL DASAR SUNGAI Jazaul Ikhsan 1 1 Jurusan eknik Sipil, Fakultas eknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai GERUSAN LOKAL Teknik Sungai Gerusan Lokal (Local Scour) Mekanisme Prediksi kedalaman gerusan Pengendalian Erosi Lokal (Local Scour) Pilar jembatan gerusan Pangkal jembatan gerusan dan (kemungkinan) endapan

Lebih terperinci

PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P

PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P ANGGAPAN YANG DIGUNAKAN ZAT CAIR ADALAH IDEAL ZAT CAIR ADALAH HOMOGEN DAN TIDAK TERMAMPATKAN ALIRAN KONTINYU DAN SEPANJANG GARIS ARUS GAYA YANG BEKERJA HANYA

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER Nur Qudus Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 9,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci