BAB II KAJIAN TEORI. Model pembelajaran experiential learning merupakan model yang. perlakuan/treatment saat pembelajaran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. Model pembelajaran experiential learning merupakan model yang. perlakuan/treatment saat pembelajaran."

Transkripsi

1 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Experiential Learning Model pembelajaran experiential learning merupakan model yang diterapkan di kelas eksperimen. Kelas eksperimen adalah kelas yang dikenai perlakuan/treatment saat pembelajaran. a. Pengertian Model Pembelajaran Experiential Learning Menurut Baharuddin dan Esa (2010:165) model experiential learning merupakan model yang menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri siswa untuk berhasil dalam belajarnya. Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami keberhasilan dengan memberikan kebebasan siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami. Tujuan dari model ini adalah untuk memengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa, dan memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. 6

2 7 Menurut Juhrodin (2013:1) model pembelajaran experiential learning merupakan proses yang berkesinambungan dan digambarkansebagai siklus serta berdasarkan kepada pengalaman, menyiratkan bahwa siswa digiring untuk mempelajari situasi tentang ideide dan keyakinan siswa sendiri pada tingkat yang berbeda dalam sebuah proses elaborasi. Model experiential learning dibangun di atas gagasan bahwa pemahaman bukan merupakan unsur tetap atau tidak berubah tetapi pemahaman itu dibentuk (formed) dan terbentuk kembali (reformed) melalui pengalaman. Berdasarkan kajian diatas, maka peneliti merumuskan model pembelajaran experiential learning adalah suatu model yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai serta sikap melalui pengalamannya secara langsung. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Experiential Learning Baharuddin dan Esa (2010:166) langkah-langkah model pembelajaran experiential learning adalah sebagai berikut: 1) Tahap pengalaman nyata Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat

3 8 memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar. 2) Tahap observasi reflektif Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar. 3) Tahap konseptualisasi Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

4 9 4) Tahap implementasi Tahap terakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. 2. Model Pengajaran Langsung Model pengajaran langsung merupakan model yang diterapkan di kelas kontrol. Kelas kontrol adalah kelas yang tidak dikenai perlakuan/treatment saat pembelajaran. a. Pengertian Model Pengajaran Langsung Menurut Trianto (2009:41) pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher center. Menurut Suprijono (2013:46) pengajaran langsung dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole-class teaching. Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar guru yang terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada siswa dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran langsung adalah suatu pengajaran yang

5 10 berpusat pada guru sebagai penyampai materi, sedangkan siswa menjadi pengamat dan pendengar yang tekun. b. Langkah-langkah Model Pengajaran Langsung Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2012: 47-52) sintaks model pengajaran langsung meliputi lima tahap, yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan informasi latar belakang pelajaran dan pentingnya pelajaran yang akan diterima serta mempersiapkan siswa untuk belajar. Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran. 2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyampaikan informasi tahap demi tahap. Saat mendemonstrasikan suatu konsep atau keterampilan dengan berhasil, guru perlu dengan sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonsrasikan dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya. 3) Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar dan

6 11 memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi baru. 4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Tahap ini kadang-kadang disebut juga dengan tahap resitasi, yaitu guru memberikan beberapa pertanyaan lisan atau tertulis kepada siswa dan guru memberi respon terhadap jawaban siswa. Kegiatan ini merupakan aspek yang penting dalam pembelajaran langsung, karena tanpa mengetahui hasilnya latihan tidak banyak manfaat bagi siswa. 5) Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang baru saja diperoleh secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan oleh siswa secara pribadi yang dilakukan dirumah atau diluar jam pelajaran. Perbedaan model pembelajaran yang diterapkan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen terletak pada pemberian perlakuan saat proses pembelajaran. Pengaruh dari diberikannya perlakuan terlihat dari perbedaan hasil belajar pada kedua kelas. Pada kelas kontrol guru menerapkan model pengajaran langsung, dimana dalam pembelajaran guru aktif menyampaikan materi kepada siswa secara langsung atau ceramah. Pada kelas eksperimen guru menerapkan model experiential learning, dimana dalam kegiatan belajar mengajar mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuan, keterampilan serta sikap melalui pengalamannya secara langsung. Oleh karena itu, model ini akan

7 12 bermakna karena siswa berperan serta dan terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. 3. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Gagne mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja (Komalasari, 2010:2). Menurut Slameto (2003:2) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses terbentuknya tingkah laku baru dari rangkaian kegiatan yang membentuk pribadi manusia seutuhnya. b. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2010:22). Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Saat kegiatan pembelajaran guru bertugas untuk merancang instrumen

8 13 yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Setiap proses belajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, di samping diukur dari segi prosesnya. 1) Ranah Kognitif Hasil belajar dalam ranah kognitif tercermin atau terwujud dalam aneka kemampuan intelektual siswa (Supratiknya, 2012:8). Tabel Taksonomi Bloom Ranah kognitif Hasil Revisi Lorin Anderson Menciptakan (Creating) Mengevaluasi (Evaluating) Menganalisis (Analysing) Menelurkan aneka gagasan, produk, atau cara melihat persoalan yang baru. Kata kunci: Merancang, mengkontruksi, merencanakan, memproduksi, membuat penemuan baru. Memberikan pembenaran terhadap sebuah keputusan atau rangkaian tindakan tertentu, membuat penilaian tentang nilai dari sebuah gagasan atau benda/hal. Mengurai informasi ke dalam bagianbagian atau unsur-unsur untuk menjajaki atau menemukan pemahaman dan hubungan-hubungan, memilih materi atau konsep ke dalam bagian-bagian sehingga terstruktur organisasinyadapat dipahami, membedakan anatar fakta dan pendapat. Kata kunci: Membandingkan, mengorganisasikan atau menata, mendekonstruksi, menginterogasi, menemukan, menemukan perbedaan, mengatribusikan atau menemukan penyebab atau kaitan antara dua hal, menganalisis, mengurai, membandingkan, menjelaskan dengan diagram, memberikan ilustrasi, memberikan kerangka garis besar, membedakan.

9 14 Menerapkan (Applying) Memahami (Understanding) Mengingat (Remembering) Menggunakan informasi dalam situasi lain dalam kehidupan sehari-hari (familiar situasion). Menerapkan hasil belajar di kelas dam situasi baru di luar kelas. Kata kunci: Menerapkan, melaksanakan (carrying out), menggunakan, mengeksekusi, menghitung, menyusun, mendemonstrasikan, memprediksikan. Menjelaskan aneka gagasan atau konsep. Memahami makna, terjemahan, perluasan atau penjabaran dan penafsiran dari aneka perintah atau masalah. Merumuskan sebuah masalah dengan kata-kata sendiri. Kata kunci: Menginterpretasikan, memberi contoh, memberikan ringkasan, memparafrasekan atau menjelaskandengan kata-kata sendiri, mengklasifikasikan, menjelaskan, menginferensikan atau menyimpulkan, membandingkan, membuat etimasi atau perkiraan, membuat generalisasi, memberikan contoh, memprediksikan, menerjemahkan, membedakan, menguraikan lebih lanjut. Mengingat kembali data atau informasi. Kata kunci: membuat daftar, mendeskripsikan, menabulasikan, menggunakan secara semestinya, mendefinisikan, mengidentifikasikan, mengetahui, menemukan kesamaan, membuat kerangka (outline), mengingat kembali, mereproduksi, memilih, menyatakan, mengenali (recognising), melacak, menamai, menemukan. 2) Ranah Afektif Taksonomi ranah afektif yang paling luas dipakai adalah hasil rumusan Krathwohl, Bloom, dan Masia. Taksonomi ini menghasilkan emosi atau perasaan siswa terhadap aneka pengalaman belajar yang diperolehnya di dalam maupun di luar kelas, atau cara siswa menanggapi orang, benda, atau situasi

10 15 dengan menggunakan perasaannya. Emosi atau perasaan yang dimaksud meliputi sikap, minat, perhatian, kesadaran, nilai, apresiasi, entusiasme, dan motivasi yang juga diasumsikan tersusun secara hirarki mulai dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks, dan yang tercermin dalam aneka bentuk perilaku siswa (Supratiknya, 2012:12). Tabel 2.2 Taksonomi Tujuan Pengajaran Ranah Afektif (Krathwohl, Bloom, dan Masia, 1964) Taraf Kemampuan Mau menginternalisasikan nilai-nilai (karakterisasi). Memiliki suatu sistem nilai yang dijadikan pedoman berperilaku, sehingga perilaku menjadi konsisten, bisa di prediksikan dan yang terpenting menjadi ciri atau karakteristik pribadi yang bersangkutan. (Internalizing Values) Uraian Mau menunjukkan perilaku yang dikendalikan oleh suatu sistem nilai. Kata kunci:bertindak, menunjukkan, mempraktekkan, memodifikasikan, mendengarkan, mengusulkan, mengajukan pertanyaan, memverifikasikan, memberikan layanan. Contoh: menunjukkan kemandirian saat mengerjakan sesuatu secara mandiri. Mampu bekerjasama dalam aktivitaskelompok. Menerapkan pendekatan sasaran (objective approah) dalam memecahkan masalah. Menunjukkan komitmen terhadap etika dalam praktek sehari-hari. Mau mengubah pendapat dan perilaku menyesuaikan diri dengan bukti-bukti baru. Menghargai orang lain apa adanya, bukan berdasarkan penampilan mereka.

11 16 Mau mengorganisasikan niali-nilai. Mengorganisasikan nilai ke dalam skala prioritas (mengurutkan dari yang paling penting/bernilai sampai yang paling kurang penting/kurang bernilai) dengan cara membandingkan berbagai nilai yang berbeda, mengatasi konflik-konflik yang terjadi antar nilai-nilai yang berbeda tersebut, dan akhirnya mampu menciptakan suatu system nilai yang khas bagi dirinya. (Organization) Mau memberikan nilai/mau memandang bernilai, mulai dari sekedar menerima sesuatu sebagai bernilai sampai menunjukkan komitmen yang lebih kompleks. Kemampuan ini didasari oleh internalisasi terhadap serangkaian nilainilai spesifik tertentu. (Valuing) Mau mengorganisasikan nilai-nilai mengikuti urutan prioritas tertentu. Kata kunci: menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menjelaskan, merumuskan, menggeneralisasikan, mengintegrasikan, memodifikasi, mengorganisasikan, menyintesiskan. Contoh: Menyadari pentingnya menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab. Mau bertanggung jawab atas tindakannya. Menjelaskan fungsi perencanaan sistematis dalam pemecahan masalah. Mau menerima dan mengikuti aneka standar etika profesi. Mampu menyusun rencana masa depan selaras dengan kemampuan, minat dan keyakinan pribadi. Mampu mengatur waktu secara efektif untuk memenuhi kebutuhan belajar dan bermain dengan teman. Mau memberikan nilai pada sesuatu. Kata kunci: menunjukkan, menjelaskan, mengikuti, mempersilakan, memberikan, pembenaran, mengusulkan, memilih, mempelajari. Contoh: Menunjukkan keyakinan tentang keunggulan proses yang demokratis. Peka terhadap keberagaman individu maupun budaya. Menunjukkan kemampuan memecahkan aneka masalah. Mau mengusulkan suatu

12 17 Mau memberikan respon terhadap fenomena tertentu, meliputi mau berpartisipasi aktif, mau memberikan perhatian dan reaksi terhadap fenomena tertentu. Hasil belajar yang ditekankan: mau menjawab dan merasakan kepuasan dengan memberikan respon. (Responding to phenomena) Mau menerima fenomena tertentu, yaitu mau menyadari, mau mendengarkan atau mau memberikan perhatian. (Receiving phenomena) rencana perbaikan kehidupan bersama dan mengikutinya dengan penuh komitmen. Mau berperan aktif dalam kegiatan belajar, berpartisipasi. Kata kunci: mau menjawab, memberikan bantuan, mau mengikuti perintah, memberi salam, mau membantu, mau melakukan, memilih. Contoh: Mau berpartisipasi dalam diskusi kelas. Mau memberikan presentasi di depan kelas. Mau mengajukan pertanyaan tentang aneka gagasan, konsep, model yang baru didengar untuk lebih memahaminya. Mengetahui aturan tentang keberhasilan dan mau mematuhinya. Mau menyadari, menunjukkan kemauan untuk mendengarkan. Kata kunci: bertanya, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan, menyebut nama, menunjuk, duduk, menjawab pertanyaan. Contoh: Mendengarkan guru atau teman dengan rasa hormat. Mendengarkan dan mengingat nama orang atau teman yang baru diperkenalkan. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk meneliti karakter rasa ingin tahu. Menurut Hadi dan Nilam (2010:3) ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita

13 18 ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Menurut Kemendiknas (2010:10) rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwarasa ingin tahu adalah suatu keinginan yang muncul yang dapat membangkitkan rasa penasaran seseorang untuk menyelidiki peristiwa yang terjadi. Tabel 2.3 Hasil belajar aspek afektif Ranah Afektif Rasa Ingin Tahu Indikator 1. Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran 2. Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi. 3. Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru didengar. 4. Bertanya tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas.

14 19 3) Ranah Psikomotor Ranah psikomotor mencakup kemampuan menggunakan aneka ketrampilan motor, koornidasi, dan gerakan fisik. Pengembangan aneka ketrampilan ini menuntut praktek atau latihan, dan kemajuan atau keberhasilannya dapat diukur dari peningkatan kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur, atau teknik dalam melaksanakan tugas atau aktivitas motor tertentu (Supratiknya, 2012:15). Tabel 2.4 Taksonomi Tujuan Pengajaran Ranah Psikomotor (Simpson, 1972) Taraf Kemampuan Mampu menghasilkan gerakan baru. Mampu menciptakan aneka pola gerakan baru sesuai tuntunan suatu situasi atau problem khusus tertentu. Hasil belajar yang ditekankan berupa kreativitas yang dilandasi aneka ketrampilan taraf tinggi. (Origination) Mampu beradaptasi. Aneka keterampilan sudah dikuasai dengan baik, sehingga siswa mampu memodifikasikan pola gerakan agar sesuai dengan tuntutan situasi Uraian Mampu menciptakan pola gerakan baru. Kata kunci: menata, membangun, mengombinasikan, mengarang (compose), mengonstruksi, menciptakan, merancang, memulai (initiate), mengawali (originate), membuat. Contoh: Merumuskan suatu teori baru tentang cara mencapai kebugaran. Mengembangkan program pelatihan kebugaran baru yang komprehensif. Menciptakan pola senam kesegaran jasmani baru. Mampu memodifikasi aneka keterampilan motor disesuaikan dengan tuntutan situasi baru. Kata Kunci: beradaptasi, mengubah, menata kembali, mengorganisasikan kembali, merevisi, menciptakan variasi.

15 20 khusus tertentu. (Adaptation) Mampu melakukan respon kompleks secara lancar. Mampu melakukan tindakan motor secara terampil yang melibatkan pola gerakan yang kompleks. Ketermpilan atau ketangkasan ditunjukkan oleh gerakan yang cepat, akurat dan sangat terkoordinasi, yang dilakukan dengan energi atau upaya minimum. Kategori ini mencakup mengerjakan tugas tanpa ragu-ragu dan melakukan gerakan secara otomatis. (Complex Overt Response) Mampu melakukan respon secara mekanik. Merupakan tahap piawai dalam mempelajari suatu ketrampilan kompleks. Hasil belajar sudah menyatu dengan kebiasaan, sehingga gerakan-gerakan bisa dilakukan dengan percaya diri dan lancar. Contoh: Mampu memberikan respon yang efektif terhadap aneka pengalaman yang tidak diharapkan. Mampu memodifikasikan pengajaran olah raga dan kesehatan agar lebih sesuai dengan kebutuhan murid. Melaksanakan tugas dengan sebuah mesin yang aslinya tidak dimaksudkan untuk itu (mesin tidak menjadi rusak dan tidakan tersebut tidak membahayakan). Menunjukkan tahap agak lanjut menguasai suatu ketrampilan kompleks. Kata Kunci: merakit, membangun, mengonstruksi, memperbaiki, memanipulasikan, mengukur, mengorganisasikan, membuat sketsa. Contoh: Memarkir mobil di ruang parker yang sempit. Mengetik computer dengan cepat dan tepat. Menunjukkan kepiawaian saat bermain piano. Catatan: kata-kata kunci kategori ini sama seperti kategori mampu melakukan secara mekanik, namun dengan tambahan kata sifat yang menunjukkan bahwa aktivitas atau gerakan tersebut dilakukan secara lebih cepat, lebih baik, lebih tepat. Mampu melakukan suatu keterampilan motor yang kompleks. Kata kunci: merakit, membangun, mengonstruksi, memperbaiki, memanipulasikan, mengukur, mengorganisasikan, membuat sketsa. Contoh: Mengetik computer dengan lancar. Memperbaiki kran yang bocor. Mengemudikan

16 21 (Mechanism) Mampu melakukan respon tertentu dengan bimbingan guru. Merupakan tahap awal dalam mempelajari suatu keterampilan kompleks, mencakup kemampuan, mencontoh atau coba salah. Keterampilan yang memadai akan dicapai lewat latihan. (Guided Response) Memiliki kesiapan untuk bertindak. Kesiapan untuk bertindak, meliputi kesiapan mental, fisik, dan emosi. Ketiganya merupakan disposisi yang mendasari respon seseorang terhadap berbagai situasi yang dihadapi (kadang-kadang) juga disebut mindset). (Set) Mampu mempersepsikan. Mampu menggunakan petunjuk isyarat sensoris untuk membimbing aktivitas motor, meliputi kepekaan menangkap stimulasi sensoris, kemampuan memilih petunjuk isyarat sensoris dan kemampuan menerjemahkannya ke dalam tindakan. (Perception) mobil. Menunjukkan tahap awal menguasai suatu keterampilan kompleks, meliputi kemampuan mengikuti contoh atau mencontoh. Kata kunci: mencontoh, melacak, mengikuti, mereproduksi, menanggapi, mereaksi. Contoh: Menulis huruf latin tegak Menunjukkan kesiapan untuk bertindak. Kata kunci: mulai, mempertontonkan, menjelaskan, bereaksi, menyatakan, menunjukkan. Contoh: Tahu dan mampu melakukan serangkaian langkah dalam proses menghasilkan produk tertentu. Menunjukkan hasrat untuk mempelajari sebuah proses baru. Catatan: Sub-kemampuan psikomotor ini memiliki kaitan erat dengan sub-kemampuan merespon fenomena dalam ranah afektif. Mampu menggunakan tandatanda sensoris untuk membimbing aktivitas fisik tertentu. Kata kunci: Memilih, mendeskripsikan, mendeteksi, membedakan, mengidentifikasikan, mengisolasi, menghubungkan dan menyeleksi. Contoh: Mampu mendeteksi petunjuk isyarat komunikasi nonverbal. Mampu memperkirakan arah jatuh dari bola yang dilempar dan selanjutnya menuju lokasi untuk

17 22 menangkap bola itu. Menyetel panas oven untuk mengurangi temperatur berdasarkan bau makanan yang sedang dipanggang. 4. Materi IPA Pada penelitian ini, materi yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah materi daur air pada kelas V semester II. Tabel 2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya Kompetensi Dasar 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat memengaruhinya. alam. Sumber : Panduan KTSP Menurut Pamungkas, A (2012:1) siklus hidrologi adalah lingkaran peredaran air di bumi yang mempunyai jumlah tetap dan senantiasa bergerak. Siklus Hidrologi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sirkulasi atau peredaran air secara umum. Siklus hidrologi terjadi karena proses-proses yang mengikuti gejalagejala meteorologi dan klimatologi sebagai berikut: a. Evaporasi, yaitu proses penguapan dari benda-benda mati yang merupakan proses perubahan dari wujud air menjadi gas.

18 23 b. Transpirasi, yaitu proses penguapan yang dilakukan oleh tumbuhtumbuhan melalui permukaan daun. c. Evapotranspirasi, yaitu proses penggabungan antara evaporasi dan transpirasi. d. Kondensasi, yaitu perubahan dari uap air rnenjadi titik-titik air (pengembunan) akibat terjadinya penurunan salju. e. Infiltrasi, yaitu proses pembesaran atau pergerakan air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Menurut Azmiyawati, dkk (2008:146) daur air merupakan sirkulasi (perputaran) air secara terus-menerus dari bumi ke atmosfer dan kembali ke Bumi. Daur air terjadi melalui proses evaporasi (penguapan), presipitasi (pengendapan) dan kondensasi (pengembunan). Daur air dapat terganggu dengan adanya kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang dapat memengaruhi daur air adalah a. Penebangan pohon secara liar. b. Betonisasi atau pengaspalan jalan, terutama jalan-jalan di kampung. Materi daur air pada satuan tingkat sekolah dasar lebih sederhana dari pada satuan tingkat sekolah lanjutan. Sesuai dengan kutipan diatas materi pelajaran IPA yang akan diajarkan pada penelitian adalah proses daur air yang terjadi melaui proses

19 24 evaporasi, presipitasi dan kondensasi serta kegiatan manusia yang mempengaruhi daur air. 5. Hakikat IPA a. Pengertian IPA Menurut Trianto (2011:136) IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science berasal dari Bahasa Latin science yang berarti saya tahu. Seiring dengan perkembangan science diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam. Wahyana mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiahdalam Trianto(2011:136). Menurut Mulyasa (2009:110) IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu ilmiah yang dapat dikembangkan ketika siswa melakukan percobaan. Sikap ingin tahu sebagai bagian dari sikap

20 25 ilmiah yang merupakan sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamati. b. Hakikat Pembelajaran IPA Pada hakikatnya proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses. Siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Menurut Mulyasa (2009:111) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kesabaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

21 26 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang menerapkan model pembelajaran experiential learningolehwita dan Ririn(2010) tentang Pengaruh Model Pembelajaran Experiential Learning Terhadap Konsep Diri dan Pemahaman Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Singaraja dengan kesimpulan bahwa hasil penelitianmenunjukkan bahwa model pembelajaran experiential learninglebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam konsep diri dan pemahaman konsep.dari penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan model experiential learningdapat membuat pembelajaran lebih efektif. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan karena menguji variabel yang sama walaupun dengan melihat pengaruhnya yang berbeda.

22 27 C. Kerangka Berpikir Untuk mengatasi pembelajaran yang hanya pada aktivitas guru, maka peneliti mencoba mengeksperimenkan model experiential learning dalam belajar. Hal ini karena model ini merupakan model pembelajaran yang mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan menggunakan pembelajaran dengan model experiential learning, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pengajaran langsung. Setelah itu maka akan terlihat perbandingan pengaruh hasil belajar, baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor antar kedua kelas. Sebagaimana dijelaskan pada bagan dibawah ini: Penggunaan modelexperient ial learning pengaruh Aspek kognitif Aspek kognitif Aspek kognitif Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

23 28 1. Terdapat pengaruh model pembelajaran experiential learningterhadap hasil belajar IPA materi daur air pada aspek kognitif di kelas V SD Negeri Menganti. 2. Terdapat pengaruh model pembelajaran experiential learningterhadap hasil belajar IPA materi daur air pada aspek afektif di kelas V SD Negeri Menganti. 3. Terdapat pengaruh model pembelajaran experiential learning terhadap hasil belajar IPA materi daur air pada aspek psikomotor di kelas V SD Negeri Menganti.

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI A. Arti Kata Afektif Kata afektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2001) adalah berbagai perilaku yang berkaitan dengan perasaan, sedangkan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasi Belajar IPA Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Baedhowi *) Abstrak: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih menekankan pada kompetensi (competency-based curriculum) dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan dalam belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Skinner (Wisudawati dan Sulistyowati,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah peragaan atau pertunjukan untuk menampilkan suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode demonstrasi adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

Evaluasi Belajar Siswa

Evaluasi Belajar Siswa Evaluasi Belajar Siswa EVALUASI Proses penentuan seberapa jauh individu atau kelompok telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai suatu tindakan mengukur dan menilai. Mengukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan diera

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan

TINJAUAN PUSTAKA. keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Talking Stick Model Talking Stick merupakan salah satu model yang menekankan pada keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP PENDAHULUAN Dengan mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar nasional pendidikan, setiap satuan pendidikan (sekolah) diberi kebebasan (harus) mengembangkan Kurikulum

Lebih terperinci

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia Taksonomi Bloom 1. Ranah Kognitif Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori dan Penelitian Relevan 1. Deskripsi Teori a. Belajar Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION

HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION SKRIPSI HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 12 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh

Lebih terperinci

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Demonstrasi 1. Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam lingkungan nyata (Taufiq dkk : 6.2). Suatu teori biasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam lingkungan nyata (Taufiq dkk : 6.2). Suatu teori biasanya 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori - teori belajar Teori dapat diartikan sebagai seperangkat hipotesis (anggapan atau pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya) yang diorganisasikan secara koheren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya yang diperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70). BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan IPA Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya terkait dengan ilmu pendidikan dan IPA itu sendiri. Sebelum mengetahui lebih jelas mengenai pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktivitas Belajar 2.1.1. Pengertian Aktivitas Belajar Sanjaya (2009: 130) mengungkapkan bahwa aktifitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktifitas fisik akan tetapi juga meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. 1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Belajar Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, dan tingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab II kajian pustaka berisi tentang kajian teoriyang menjelaskan tentang pembelajaran,pengertian dari IPA sebagai ilmu pengetahuan yang berisi tentang alam semesta. Hasil belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pendidikan IPA SD BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Pendidikan IPA SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang dipelajari oleh semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu alam atau dalam bahasa Inggris disebut natural science atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam dikenal juga dengan istilah sains. Sains berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Dalam

Lebih terperinci

MANFA NFA TUJUAN PEMBELAJARAN

MANFA NFA TUJUAN PEMBELAJARAN Retno Wahyuningsih 1 PENGERTIAN Ranah hasil belajar siswa dikelompokkan sebuah taksonomi Taksonomi adalah usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri tertentu. 1 MANFAAT Untuk menentukan

Lebih terperinci

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh DELI MA RUF NIM : 151 409 192 (Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

Taksonomi Perilaku. 1.mengidentifikasikan. C1 Pengetahuan Mengatahui... Misalnya: istilah, kata benda, kata kerja

Taksonomi Perilaku. 1.mengidentifikasikan. C1 Pengetahuan Mengatahui... Misalnya: istilah, kata benda, kata kerja Taksonomi Kata-kata Kerja Operasional C1 Pengetahuan Mengatahui... Misalnya: istilah, kata benda, kata kerja C2 Pemahaman Menerjemahkan Menafsirkan Memperkirakan Menentukan... Misalnya: metode, prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur terpenting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang dikaji

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 2.1 Hakikat Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Wujud Benda

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 2.1 Hakikat Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Wujud Benda BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Wujud Benda 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2001 : 1), Hasil belajar adalah bila seseorang

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar (Anni dkk, 2009: 85). Perolehan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA

BAB II UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA 10 BAB II 10 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal 5 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal 2.1.1 Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal Kata pecahan berasal dari bahasa latin fractus (pecah).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan Perencanaan Pembelajaran: Proses pengambilan keputusan hasil berfikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran identik dengan internalisasi konsep-konsep ilmu pengetahuan ke dalam diri siswa yang melibatkan serangkaian aktivitas berpikir dari fase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sedangkan pembelajaran adalah usaha dari seorang guru

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR A. Model Pembelajaran Novick Model Pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics BELAJAR DAN PEMBELAJARAN FISIKA Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI TEORI BELAJAR BELAJAR Proses perubahan perilaku Diperoleh dari Physics PENGALAMAN Lanjutan STRATEGI MENGAJAR STRATEGI Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing. a. Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing. a. Model Pembelajaran Kooperatif 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing a. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran memerlukan inovasi agar pembelajaran berjalan lebih bervariasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

Bagian 2. EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur.

Bagian 2. EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur. Bagian 2 EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur. Prinsip-Prinsip Dasar Tes Hasil Belajar 1. Mengukur Hasil Belajar. 2. Mengukur sample yang representatif

Lebih terperinci