BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum yang baru, baik yang diciptakan untuk menunjang pembangunan itu sendiri maupun yang merupakan refleksi perkembangan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Tujuan dari pembaharuan hukum sendiri jelas harus terarah pada usaha pembentukan sistem hukum nasional dan hukum yang responsif pada kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan begitu kegiatan pembaharuan hukum mempunyai arti yang luas, yang bergerak merefleksikan perubahan-perubahan baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial dan seirama dengan perkembangan dan peningkatan kebutuhan-kebutuhan dan corak interaksi dari masyarakat. Pemahaman terhadap berbagai sistem hukum saat ini semakin memegang peranan penting. Hal ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari, mengingat interaksi antar bangsa yang semakin intense baik yang bersifat privat maupun publik yang di dalamnya diperlukan aturan main yang didasarkan pada suatu norma hukum atau Legal Norm tertentu yang sangat dipengaruhi oleh sistem

2 hukum masing-masing negara. 1 Pemahaman tentang sistem hukum bermanfaat dalam memahami bagaimana menentukan arah pembangunan hukum nasional yang responsif terhadap instrumen-instrumen hukum asing, namun tidak menanggalkan dan meninggalkan budaya hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Begitu juga hal nya terkait dengan sistem hukum pengangkutan yang berlaku di Indonesia pada saat ini. Sejalan dengan pelaksanan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya di bidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan ekonomi yang senantiasa harus diperhatikan tumbuh-kembang peranannya. Untuk memperlancar arus barang dan jasa guna menunjang kegiatan perdagangan tersebut, diperlukan adanya sarana pengangkutan yang memadai, baik pengangkutan melalui darat, laut maupun udara. Pengembangan sarana pengangkutan tersebut pastinya memerlukan sistem yang lebih efektif dan efisien untuk kepentingan nasional, maka dari itu sangatlah diperlukan pada saat ini suatu sistem atau jaringan kerja yang mampu mewujudkan pelayanan dengan kualitas yang lebih efisien, lebih produktif dan lebih kompetitif. Sistem hukum pengangkutan yang berlaku di dunia pada saat ini sudah semakin berkembang, begitu juga halnya di Indonesia. Saat ini hukum pengangkutan yang berlaku di Indonesia tidak hanya menjadikan KUH Dagang saja sebagai dasar hukum atau acuan hukum nya, namun sudah semakin banyak aturan-aturan hukum, baik melalui Undang-Undang peraturan presiden, peraturan 1 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, ( PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), hlm V.

3 menteri, maupun peraturan lainnya yang lebih khusus mengatur tentang hukum pengangkutan tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar pastinya sangat memerlukan suatu perkembangan dalam sistem hukum yang mengatur mengenai sistem hukum pengangkutan agar dapat lebih maju dan siap dalam mengahadapi persaingan ekonomi global. Proses globalisasi yang semakin lama semakin intens terjadi memberi implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk dapat mengantisipasi dan bisa beradaptasi dengan kecenderungan globalisasi dan bisa menuju peratapan dunia (compression of the world ) yang semakin tanpa batas ( borderless ). 2 Untuk mengantisipasi saling bersinggungan dibidang ekonomi memerlukan adanya harmonisasi hukum ekonomi lintas negara termasuk kesepakatan aturan main yang berlaku. Pada dasarnya tujuan utama suatu negara melakukan hubungan internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasional yang tidak dimiliki di dalam negeri sehingga di perlukan suatu kerja-sama untuk mempertemukan kepentingan nasional antar-negara. Dalam kaitannya dengan kerjasama antar negara tersebut, para menteri luar negeri di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand merancang Joint declaration yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerja-sama yang bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Upaya pembentukan organisasi kerja-sama kawasan telah membuahkan 2 Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Infestasi dan Perdagangan Luar Negeri:Dinamika Globalisasi dan Perannysa Dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008, (Jakarta : LIPI Press, 2008), Hlm 15-16, diakses pada tanggal 4 agustus 2010.

4 hasil dengan di tanda-tangani nya Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok pada tanggal 08 agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Deklarasi tersebut menandai berdirinya perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN ). Kini ASEAN terdiri dari sepuluh (10) negara yaitu Lima (5) negara pendiri dan Lima (5) negara yang bergabung kemudian yaitu Brunei darussalam (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), dan Kamboja (1999). 3 Pentingnya suatu Visi bersama untuk membangun integrasi Ekonomi bersama antar negara di kawasan ASEAN telah mendorong para pemimpin negara-negara ASEAN untuk membuat suatu Deklarasi bersama yang disebut dengan Declaration On The Asean Economic Community (AEC) blueprint yang ditanda-tangani pada tanggal 20 November 2007 yang lalu, yang merupakan cetak biru untuk melakukan Transformasi guna menjadikan ASEAN sebagai suatu single market and production base, highly competitive, and fully integrated into global community by Deklarasi tersebut merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kesepakatan dalam Declaration of ASEAN concord II (Bali Concord II), yang pada salah satu butir kesepakatannya, menegaskan kembali National Single Window (NSW). 4 3 Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Tahun diunduh 22 Agustus Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, Penerapan Sistem National Single Window Menuju Otomasi Sistem Pelayanan yang Terintegrasi Untuk Mewujudkan Reformasi Layanan Publik di Bidang Ekspor-Impor, diunduh pada 21 Mei 2010.

5 Salah satu komitmen bersama dalam melaksanakan deklarasi tersebut adalah kesepakatan untuk membangun ASEAN Single Window (ASW) yang merupakan sistem terintegrasi yang mewadahi suatu lingkungan fasilitas perdagangan (trade-facilitating environtment), yang didasari pada standarisasi data, informasi parameter, prosedur, formalitas, dan international best practises, yang berkaitan dengan proses kepabean dan keluar masuk barang. Pada tingkat Nasional, pada hari senin tanggal 17 desember 2007, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan, mewakili Pemerintah Indonesia secara resmi melakukan peresmiaan Implementasi Tahap Kesatu Sistem NSW di Indonesia dan sekaligus melakukan peluncuran Official Website dan Portal INSW sebagai gerbang utama sistem layanan publik yang terintegrasi secara elektronik, yang menyediakan fasilitas untuk pelayanan seluruh kegiatan yang terkait dengan Ekspor-impor. 5 Suatu negara memiliki tujuan neraca perdagangan yang surplus atau ekspor lebih besar dari pada impor. Dengan demikian liberalisasi perdagangan akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni pertumbuhan ekspor dan impor. Pertumbuhan ekspor dan impor inilah yang menentukan Neraca Perdagangan Surplus atau Defisit. Penerapan INSW ini juga untuk mempermudah para pelaku usaha untuk dapat melakukan pengeluaran barang impor atau pemasukan barang ekspor dari dan ke kawasan pabean dengan menggunakan dokumen yang hanya diajukan melalui satu jendela saja, yang artinya pelayanan ini bersifat satu penyampaian, 5 Ibid.

6 satu pemrosesan, dan satu pemutusan (Single Submission, Single Processing, dan Single Decision). Dalam bahasa sederhana NSW merupakan kantor maya (Virtual Office) yang menangani proses perizinan ekspor- impor dilakukan secara elektronik penuh, dimana sebelumnya pengusaha menggunakan kertas (manual) atau Disket/USB (semi-elektronik) untuk mengurus dokumen. Dengan adanya NSW proses perizinan dilakukan secara cepat, menghemat waktu dan biaya karena tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan sehingga tidak terjadi hubungan dengan pihak (contact person) pejabat, barang pun bisa tiba dengan cepat di tempat tujuan, biaya produksi dan transaksi menjadi rendah sehingga mampu menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pelaksanaan NSW ini membawa tantangan baru. Tantangan mendasar adalah Harmonisasi Data. Pembagian informasi antara instansi sepertinya sederhana, tetapi seringkali sangat sulit. Instansi yang berbeda memiliki peraturan yang berbeda untuk barang atau pelabuhan yang sama. Demi terciptanya kesesuaian berbagai jenis data adalah tugas yang panjang dan berat, tetapi harus dilakukan demi berbagi informasi, namun perlu disusun rangkaian data bersama sehingga tidak ada kesalahpahaman atau salah tafsir antar instansi. Tantangan kedua adalah masalah teknis : metode pertukaran data. Seperti harmonisasi data, masalah ini sepertinya sederhana, akan tetapi dalam sistem TI warisan yang menggunakan sistem keamanan dan protokol keamanan berbeda, hal ini adalah tantangan. Tantangan ketiga adalah masalah Legalitas. Pembagian data antar instansi memerlukan kerangka hukum yang memastikan semua pihak dapat

7 mengandalkan informasi yang dimasukkan secara elektronik dan dibagi menjadi sistem jendela tunggal. 6 Berdasarkan pemikiran pentingnya penerapan INSW tersebut sebagai layanan publik yang terintegrasi secara elektronik, yang menyediakan fasilitas untuk pelayanan seluruh kegiatan yang terkait dengan ekspor-impor dimana hal tersebut merupakan hal yang baru di indonesia, serta bagaimana pula efektivitas yang muncul hingga saat ini sejak diterapkannya INSW tersebut, maka dalam skripsi ini masalah yang dibahas mengenai : Efektivitas Penerapan Indonesia Nasional Single Window ( INSW ) berdasarkan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 Sebagai Upaya Pendorong Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor (Studi Pada Bea dan Cukai Belawan). B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan penulisan uraikan adalah : 1. Bagaimanakah jalannya arus barang ekspor dan impor dalam perdagangan internasional? 2. Bagaimana penerapan Sistem INSW terkait dengan prosedur Kepabean dan dampaknya bagi perdagangan ekspor-impor di Indonesia? 6 Li San Cheung (Pierre), Surat Pembaca, diunduh pada 22 agustus 2010.

8 3. Bagaiamanakah bentuk efektivitas yang muncul tehadap Penerapan sistem INSW pada Bea dan Cukai Belawan dalam upaya pendorong kelancaran arus barang ekspor dan impor? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan I. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain : a. Untuk mengetahui jalannya arus perdagangan internasional. b. Untuk mengetahui penerapan Sistem INSW terkait dengan prosedur Kepabean dan dampaknya bagi perdagangan eksporimpor di Indonesia. c. Untuk mengetahui efektivitas yang muncul tehadap Penerapan sistem INSW pada Dirjen Bea dan Cukai Belawan sebagai upaya peningkatan kinerja sistem hukum Pengangkutan di Indonesia. II. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut : a. Secara teoretis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang perdagangan internasional dan bagaimana ciri-ciri beserta karakteristiknya, untuk mengetahui para pihak yang terkait dalam teknik perdagangan internasional, beserta hubungan pihak

9 Kepabean dalam kegiatan pengangkutan di pelabuhan. Selain itu, dapat juga memberikan informasi kepada masyaraakat agar lebih mengenal penerapan sistem INSW tersebut dalam kegiatan ekspor-impor di Indonesia. b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran Juridis bagi pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum bisnis maupun perdagangan baik nasional maupun internasional maupun pihak lain yang merasa tertarik terhadap masalah yang akan dibahas. D. Keaslian Penulisan Keaslian penulisan skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku dan beberapa sumber lain yang berkaitan dengan judul, ditambah sumber riset dari Bea dan Cukai di pelabuhan Belawan kota Medan. Setelah penulis melihat perpustakaan di Fakultas Hukum jurusan Hukum Perdata Dagang yang ada, penulis tidak menjumpai judul skripsi ini. Dalam penulisan ini yang harus ditekankan adalah bagaimana efektivitas yang muncul terhadap penerapan INSW ini sebagai upaya pendorong kelancaran arus barang ekspor dan impor. Selain itu juga karena penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana proses berlakunya penerapan masuknya barang ekspor dan impor melalui portal INSW di Bea dan Cukai Belawan.

10 Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan hukum Perdata, hukum Dagang, hukum Internasional, hukum Pengangkutan, serta Peraturan Perundang-undangan yang membahas mengenai pertanggung-jawaban pengangkut terhadap barang yang diangkut melalui pengangkutan laut, beserta Undang-undang tentang Kepabean dan peraturan presiden yang menjadi dasar hukum penerapan INSW tersebut, oleh karena itu penulisan ini asli karya penulis. E. Tinjauan Kepustakaan Demi kelancaran arus barang ekspor dan impor dalam perdagangan internasional diperlukan suatu sistem yang dapat memperlancar kegiatan ekspor dan impor tersebut. Dalam hal ini kepabeanan dalam pelaksanaan tugas sebagai pengawas lalu-lintas barang tidak terlepas dari sistem dan prosedur yang berlaku dalam perdagangan internasional atau yang dikenal dengan sebutan teknik perdagangan internasional. Semua tata cara yang diketahui dan dilaksanakan oleh orang atau badan hukum dalam transaksi perdagangan global, terutama dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban para pihak yang terkait didalamnya. Beberapa hal yang terkait dalam transaksi perdagangan internasioanl adalah berupa Dokumendokumen pelengkap dan incoterm. Dokumen-dokumen pelengkap tersebut sangatlah erat berkaitan dengan hukum pengangkutan. Dalam pelaksanaan pengangkutan terlebih dahulu harus dilakukan perjanjian pengangkutan agar lebih mudah untuk mengetahui pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi masalah dan resiko yang di tanggung,

11 WIWOHO Soedjono, mengemukakan pertanggung jawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada dibawah penguasaan nya yaitu di pelabuhan pemuatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. 7 Berdasarkan ilmu yang diperoleh melalui penjelasan dosen, Bapak Hasnil Siregar, dalam perkuliahan hukum pengangkutan, dapat ditafsirkan bahwa pertanggung jawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada dibawah penguasaan pengangkut sampai pada saat barang-barang itu diserahkan kepada consignee atau penerima barang. Berbicara Pengangkutan, dimana sebelum melakukan perjanjian khususnya perjanjian yang dilakukan melalui transaksi secara elektronik, tentunya tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian ini terdapat dalam Buku III KUH Perdata, dimana KUH Perdata ini memiliki sifat terbuka artinya ketentuanketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari Dosen, Bapak Tan Kamello yang menjelaskan dalam materi kuliah Hukum Perdata, bahwa sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan 7 Wiwoho Soedjono, Hukum Laut Khusus Tentang Pengangkutan Barang di Indonesia, (Liberty, Yogyakarta, 1986), Hlm.59

12 perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut: 1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian; 2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Oleh sebab itu, jelaslah bahwa sebelum melakukan kegiatan pengangkutan haruslah terjadi kesepakatan para pihak dalam bentuk perjanjian. selanjutnya mengenai hubungan hukum pengangkutan dengan sistem INSW, dimana pihak kepabeanan sebagai pengawas adalah hubungan hak dan kewajiban secara bertimbal-balik, yang timbul karena perbuatan, kejadian, dan keadaan dalam proses pengangkutan. Dalam pengangkutan barang melalui laut, pelabuhan merupakan tempat tiba nya sarana pengangkut, dimana dalam kedatangan sarana pengangkut tersebut di pelabuhan tujuan wajiblah mendapat pengawasan dari pihak Bea dan Cukai. Kegiatan pengangkutan barang di pelabuhan tujuan baik yang di dalam daerah pabean dan membawa barang-barang yang berasal dari luar daerah pabean maupun yang berasal dari dari dalam daerah pabean yang diangkut melalui luar daerah pabean merupakan objek pengawasan dari Bea dan Cukai.

13 Oleh sebab itu dalam kegiatan pengangkutan ini, pihak Bea dan Cukai sebagai pengawas dan fasilitas yang bertugas dalam mengawasi keluar-masuknya arus barang, serta sebagai pengamanan penerimaan negara demi lancarnya arus administrasi dan barang sudah barang tentu berperan penting dalam Pengangkutan barang khusus nya di pelabuhan. Pada saat ini sudah diperkenalkan adanya suatu sistem baru yang dikenal dengan INSW. Dimana dengan diluncurkannya satu sistem yang sangat penting tersebut, yaitu Sistem Nasional Single Window diharapkan dapat mewujudkan terciptanya kelancaraan arus barang ekspor, impor, dan transit, dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Sistem ini terletak dalam konteks yang lebih besar, dalam perspektif yang lebih makro, baik nasional, regional, dalam arti kawasan dan kemudian global. Disini kesiapan sistem pelayanan ekspor-impor yang ada di institusi Kepabeanan merupakan kunci utama keberhasilan penerapan sistem NSW, mengingat penerapan sistem ini dari awal diarahkan kepada dukungan percepatan proses pemberian Customs Clearance. Demikian juga yang terkait dengan aspek teknis lainnya, seperti penggunaan format elemen data yang mengikuti standar internasional, penetapan bisnis proses yang comply and compatible dengan international best practices, akan menjadi titik kunci dalam mendukung keberhasilan penerapan sistem NSW. 8 F. Metode Penelitian 8 Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, Penerapan Sistem National Single Window Menuju Otomasi Sistem Pelayanan yang Terintegrasi Untuk Mewujudkan Reformasi Layanan Publik di Bidang Ekspor-Impor, diunduh pada 21 Mei 2010.

14 Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yaitu pengumupulan data yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian penulis mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. 1. Lokasi Penelitian Penelitian di lakukan di kantor Bea dan Cukai Belawan 2. Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatifempiris, 9 dalam penelitian empiris 10 dilakukan untuk memperoleh data primer yaitu dengan melakukan studi dan wawancara kepada pihak Bea dan cukai Belawan Medan, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundangundangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan hukum primer. Berupa peraturan perundangundangan, yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Peraturan Presiden no 10 tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka INSW. b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti ahli hukum 9 Pada hukum normatif-empiris yang diteliti adalah data primer dan data sekunder. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakarta, 1986), hlm Penelitian hukum empiris atau dengan istilah lain biasa digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat pula disebut dengan penelitian lapangan.

15 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasaan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa Indonesia, ensiklopedi, dan sejenisnya. 3. Teknik pengumpulan data a. Studi Kepustakaan (Library research) yaitu metode pengumpulan data dengan mempelajari dan melakukan analisa secara sistematika terhadap sejumlah literatur di perpustakaan berupa buku-buku dan peraturan perundangundangan, catatan materi perkuliahan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. b. Studi Lapangan (Field research) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada pihak Bea dan Cukai Belawan Medan sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pengoperasian sistem NSW. 4. Analisis data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang

16 berhubungan dengan skripsi ini, dalam hal ini diperoleh dari hasil wawancara terhadap pihak Bea dan Cukai Belawan Medan. G. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (Lima) bab, dimana masing-masing bab akan menguraikan permasalahannya secara tersendiri. Dalam 5 (Lima) bab terperinci akan diuraikan pokok-pokok pembahasannya, sebagai berikut ; BAB I : Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar belakang, Pokok permasalahan, Tujuan dan manfaat Penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penelitian, Sistematika penulisan. BAB II : Bab ini akan membahas tentang Jalannya arus barang ekspor dan impor dalam perdagangan internasional, pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan perdagangan internasional, beserta peran dan tanggung jawab hukum pihak Kepabean yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 sebagai pengawas atas lalu-lintas keluar-masuk barang ekspor dan impor daerah kepabeanan juga latar belakang lahirnya sistem INSW. BAB III : Bab ini akan membahas Penerapan sistem INSW terkait dengan prosedur Kepabean dan dampaknya bagi perdagangan ekspor-

17 impor di Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia Nasional single Window, dimana isinya memuat tentang strategi dan pengembangan sistem tersebut, tahapan-tahapan dalam penerapan sistem INSW, serta bentuk perlindungan hukum terhadap pihak pengguna portal INSW, baik instansi pemerintah maupun pemakai jasa pelabuhan (eksportir, importir) atas implementasi sistem INSW tersebut. BAB IV : Bab ini akan membahas tentang efektivitas Penerapan INSW pada Bea dan Cukai Belawan Medan yaitu instansi yang bertanggung jawab atas pengoperasian sistem NSW tersebut sebagai adaya upaya pendorong kelancaran arus barang ekspor dan impor, dimana isinya memuat tentang mekanisme penerapan sistem INSW, efektivitas seperti apa yang muncul dengan lahirnya sistem INSW serta hambatan apa yang muncul dalam pelaksanaan INSW tersebut pada Bea dan Cukai Belawan,Medan. BAB V : Bab Penutup, berisikan kesimpulan berdasarkan uraian dan data yang merupakan kesimpulan dan saran atas permasalahan yang di bahas, dan saran-saran yang bermanfaat dan dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka. 192 DAFTAR PUSTAKA BUKU AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Proses globalisasi yang semakin lama semakin intens terjadi memberi implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk mengantisipasi dan bisa beradaptasi dengan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW 3.1 GAMBARAN UMUM Terminologi dari UN/CEFACT, Single Window adalah sebuah sistem yang memungkinkan kalangan perdagangan (traders) cukup menyampaikan informasi kepada satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

National Single Window;

National Single Window; PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1894, 2015 KEMENKEU. Impor. Barang. Larangan. Pembatasan. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.04/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter No.1074. 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. National Single Window. Pengelola Portal Indonesia. Organisasi Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 /PMK.01/2015

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 A. Pendahuluan Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 OVERVIEW INSW Bali Concord 2003 menyatakan bahwa Masyarakat Bersama ASEAN memerlukan ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG PELAKSANAAN UJICOBA IMPLEMENTASI SISTEM NATIONAL SINGLE

Lebih terperinci

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR Direktorat Teknis Kepabeanan DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI FUNGSI IMPLEMENTASI DJBC 1 Revenue Collector Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS NAMA : ARY FITRIA NANDINI NPM : 0706175621 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER HUKUM HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak semula setiap orang memerlukan orang lain. Seseorang memerlukan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA

BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA A. SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW I. Tujuan dan Manfaat Penerapan INSW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribuan tahun yang lalu pelabuhan-pelabuhan yang ada pada awalnya dibangun di sungai-sungai dan perairan pedalaman, kemudian berkembang secara bertahap, pelabuhan dibangun

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG KETENTUAN PELAYANAN PERIJINAN EKSPOR DAN IMPOR DENGAN SISTEM ELEKTRONIK MELALUI INATRADE DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini 1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.84, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMUNIKASI. INFORMASI. Penggunaan. Sistem Elektronik. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi di bawah Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi di bawah Kementrian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi di bawah Kementrian Keuangan yang memiliki tugas pokok untuk mengawasi lalu lintas keluar masuknya barang dari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Alat Ukur. Perlengkapan. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG ALAT-ALAT UKUR,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/PERMENTAN/KR.100/3/2017 TENTANG TATA CARA TINDAKAN KARANTINA HEWAN DAN TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA DI PUSAT LOGISTIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta berdiri sejak tahun 1950, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang sedang. dilaksanakan pemerintah Indonesia dewasa ini, perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang sedang. dilaksanakan pemerintah Indonesia dewasa ini, perkembangan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah Indonesia dewasa ini, perkembangan teknologi, informasi, dan transportasi yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah pembangunan di Negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sebuah jenis usaha skala kecil atau bisa juga disebut bentuk ekonomi kreatif yang didesain dengan tujuan untuk membantu

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1211, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Dokumen Pelengkap. Data Elektronik. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.04/2014 TENTANG PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, dalam dunia internasional tiap-tiap Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan untuk mencapai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1034, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Sistem Sertifikasi Mandiri. Percontohan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. No.249, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.04/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan internasional atau masyarakat mengenal sebagai ekspor dan impor dipandang penting dalam kaitanya dengan kepabeanan dan pungutan atau pajak dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci