PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI"

Transkripsi

1 PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI Oleh : MERY CHARDIANE PASE F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRACT Mery Chardiane Pase. F The Influence of Edible Coating on the Shelf Life and Quality of Minimally Processed Dragon Fruit Stored in Modified Atmosphere Packaging. Under supervision of Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc. Minimally processed dragon fruit has a limited shelf life which can be extended if the fruits are subjected to edible coating and modified atmosphere packaging combined with low temperature storage. The objective of this study was to determine the influence of edible coating used for minimally processed dragon fruit on its quality and shelf life. Objective and organoleptic tests were conducted every two days observing the critical quality parameters of edible coated minimally processed fruits. The results indicated that selected glucomannan concentration for edible coating solution was 0.55%. The study recommended that edible coated minimally processed dragon fruits stored in a packaging made out of LDP no.4 as the bottom container with a ratio of 229 g fruits/180 cm 2 areal, and stored at 5 C using stretch film for the modified atmosphere packaging. At the validated packaging design, edible coated minimally processed dragon fruits had four day shelf life with an organoleptic score of 3.5 in the range of 1-5. Key words : Dragon fruit, edible coating, glucomannan, minimally processed, shelf life.

3 PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI MERY CHARDIANE PASE F SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Skripsi : Pengaruh Pelapisan Edibel Terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Naga Terolah Minimal yang Disimpan dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Nama NIM : Mery Chardiane Pase : F Bogor, Agustus 2010 Menyetujui Dosen Pembimbing Akademik Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc. NIP Mengetahui Ketua Departemen Teknik Pertanian Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP Tanggal Lulus:

5 Mery Chardiane Pase. F PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc RINGKASAN Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah buah naga. Pembudidayaan serta usaha buah naga di Indonesia memang belum lama dikenal, sehingga dapat dikatakan bahwa buah naga ini merupakan pendatang baru bagi dunia pertanian di Indonesia dan merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan dan pengembangan tanaman buah naga cocok dibudidayakan didaerah tropis, seperti di Indonesia. Masyarakat di kota besar mulai menyadari akan manfaat buah yang baik untuk kesehatan. Akan tetapi dengan meningkatnya aktivitas, membuat konsumen lebih memilih produk siap hidang yang langsung dapat dikonsumsi. Untuk penyediaan buah naga segar siap santap dengan masa simpan yang cukup dan mutu tetap dipertahankan, maka diperlukan perlakuan khusus pasca proses, diantaranya melapisinya dengan lapisan edibel dan dikemas dengan teknik kemasan atmosfer termodifikasi, serta dengan penyimpanan suhu rendah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari penggunaan pelapis edibel pada buah naga berdaging merah terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi selama penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah sedangkan secara khusus adalah menentukan konsentrasi glukomanan dalam pelapis edibel bagi buah naga terolah minimal, menentukan komposisi O 2 dan CO 2 serta suhu untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel, mengamati perubahan mutu buah naga terolah minimal berlapis edibel yang terjadi selama proses penyimpanan, menentukan jenis film kemasan untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi, serta menentukan umur simpan buah naga terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi. Bahan pelapis edibel irisan buah naga adalah glukomanan dengan perlakuan tiga tingkat konsentrasi, yaitu 0.50%, 0.55%, 0.60%, dan tanpa pelapis edibel pada suhu 5 C. Hasil pengukuran laju produksi CO 2 irisan buah naga berlapis edibel pada konsentrasi glukomanan 0.50%, 0.55%, 0.60%, dan tanpa pelapis edibel berturut-turut adalah mlco 2 /kg.jam, mlco 2 /kg.jam, mlco 2 /kg.jam, dan mlco 2 /kg.jam sedangkan laju konsumsi O 2 berturutturut adalah mlo 2 /kg.jam, mlo 2 /kg.jam, mlo 2 /kg.jam, dan mlo 2 /kg.jam. Konsentrasi glukomanan 0.55% dipilih untuk pelapis edibel bagi penelitian tahap selanjutnya. Perlakuan suhu penyimpanan yang diteliti adalah 5 C, 10 C, dan suhu ruang untuk irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55%. Hasil pengukuran laju produksi CO 2 pada suhu 5 C, 10 C, dan suhu ruang berturut-turut adalah mlco 2 /kg.jam, mlco 2 /kg.jam, dan mlco 2 /kg.jam sedangkan laju konsumsi O 2 pada suhu 5 C, 10 C, dan suhu ruang untuk irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% berturut-turut adalah 18.78

6 Mery Chardiane Pase. F PENGARUH PELAPISAN EDIBEL TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL YANG DISIMPAN DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc mlo 2 /kg.jam, mlo 2 /kg.jam, dan mlo 2 /kg.jam. Berdasarkan hasil tersebut, maka suhu yang dipilih untuk penelitian tahap selanjutnya adalah 5 C. Untuk menentukan komposisi optimum kemasan atmosfer termodifikasi diamati parameter mutu, seperti perubahan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna, dan uji organoleptik untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 5, 6, 7. Komposisi gas yang digunakan dalam penelitian, yaitu (1) 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2, (2) 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2, serta (3) 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2. Analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga komposisi yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Dengan demikian, parameter kritis yang dijadikan acuan untuk pemilihan komposisi gas ialah warna dan uji organoleptik yang menentukan bahwa komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 memberikan produk yang dipilih panelis. Berdasarkan kurva permeabilitas film kemasan terhadap konsentrasi CO 2 dan O 2 maka film kemasan yang terpilih adalah polypropylen (PP) dan stretch film (SF). Untuk selanjutnya dilakukan uji validasi untuk memilih kemasan terbaik. Wadah kemasan menggunakan wadah LDP no. 4 ukuran 10 cm x 18 cm. Permeabilitas film kemasan terhadap O 2 dan CO 2 menggunakan data hasil penelitian Gunadnya (1993). Untuk polypropylen PO 2 = 565 ml.mil/m 2.jam.atm sedangkan PCO 2 = 364 ml.mil/m 2.jam.atm dengan tebal kemasan = mil dan luas wadah m 2. Untuk stretch film PO 2 = 342 ml.mil/m 2.jam.atm sedangkan PCO 2 = 888 ml.mil/m 2.jam.atm dengan tebal kemasan 1.14 mil dan luas wadah m 2. Dengan perhitungan menggunakan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989) didapatkan berat optimal untuk kemasan polypropylen berkisar antara kg kg sedangkan berat optimal untuk stretch film berkisar antara kg kg, sehingga diputuskan berat optimal irisan buah naga pada kemasan polypropylen adalah 90 gram sedangkan pada stretch film adalah 229 gram. Dalam uji validasi kemasan parameter yang dijadikan acuan adalah perubahan warna, kekerasan, aroma, rasa, dan uji organoleptik selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk kedua film kemasan berpengaruh nyata terhadap kelima parameter yang diujikan. Dari hasil tersebut, penggunaan film kemasan stretch film lebih baik dibandingkan polypropylen. Buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dalam kemasan atmosfer termodifikasi disarankan menggunakan film kemasan stretch film pada wadah LDP no. 4 berukuran 10 cm x 18 cm agar mencapai masa simpan 4 hari dengan nilai skor organoleptik 3.50 pada suhu penyimpanan 5 C. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar diamati besaran berat irisan buah atau luasan kemasan yang beragam untuk mendapatkan masa simpan terpanjang.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1988 dari orang tua yang bernama Drs. Paulus Pase, SH., MM. dan Maria Ima Dhera. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan kanak-kanak sampai dengan SLTP di Bekasi, Jawa Barat. Pendidikan kanak-kanak di TK Strada Bhakti Wiyata pada tahun 1994, kemudian pendidikan dasar di SD Strada Bhakti Wiyata pada tahun 2000, lalu melanjutkan ke SLTP Strada Bhakti Wiyata dan tamat pada tahun Tahun 2006, penulis lulus dari SMAK Syuradikara, Ende, Flores, NTT dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Kemudian pada tahun 2007 penulis masuk di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Mekanika Fluida pada tahun akademik 2008/2009, asisten praktikum pada mata kuliah Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik pada tahun akademik 2009/2010 dan 2010/2011 serta asisten praktikum mata kuliah praktikum Termodinamika dan Pindah Panas pada tahun 2010/2011. Penulis juga terdaftar menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai Staf Departemen HRD, pegurus Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) sebagai Staf Advokasi Kemahasiswaan, serta pengurus di Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSRATIM). Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills, Tbk, Jakarta dengan judul laporan Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Produksi Tepung Terigu (Wheat Flour) Di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills, Tbk, Jakarta. Pada tahun 2010 penulis melakukan penelitian masalah khusus dengan judul Pengaruh Pelapisan Edibel Terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Naga Terolah Minimal yang Disimpan dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME karena hanya atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Pengaruh Pelapisan Edibel Terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Naga Terolah Minimal yang Disimpan dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc. Sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan. 2. Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan, STP, M.Si. dan Ibu Ir. Putiati Mahdar, MAppSc, sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 3. Bapak Sulyaden, yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 4. Mama, Papa, kakakku (Gabriel Ahli Perdana Pase), adik-adikku (Petrus Kadafi Pase dan Anastasia Elisabeth Putri Pase), Susan, Eni, serta seluruh keluarga besar yang telah banyak membantu dan memberikan doa dan dukungannya. 5. Saudara seperguruanku Helena Ariesty dan Ilham Dani Fisla tempat berbagi suka dan duka serta semua teman TPPHP. 6. Sahabat-sahabat terbaikku Defra, Micha, Eni, Yofa, Indun, Atsenk, Ijo, Ozo, Rambey, Ipunk, David, Saldin, Fanny, Abed, Arif, Andi, Sam, Nanda, terima kasih atas persahabatan kita, kebersamaan, waktu yang sering kita habiskan untuk belajar dan bermain bersama, dan juga seluruh teman-teman TEP 43 yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 7. Sahabat-sahabat di rumah keduaku, Rida, Cile, Septi, Selly, Rere, Niaw, Ratri, serta semua penghuni Wisma Asri juga Om Rizal dan Tante Anggy serta Shella, Adel, dan Diana, terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. i

9 8. Mba Riany Ananti Musfira yang selama ini telah banyak memberikan bantuan dan tidak bosan-bosannya memberikan jawaban-jawaban yang selalu ditanyakan penulis. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2010 Penulis ii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 3 C. Tujuan... 3 D. Manfaat... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA...5 A. Buah Naga... 5 B. Laju Respirasi Buah-buahan C. Buah Terolah Minimal D. Buah Terolah Minimal dengan Pelapis Edibel (Edible Coating) E. Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi pada Suhu Rendah III. METODE PENELITIAN...22 A. Tempat dan Waktu B. Bahan dan Alat C. Prosedur Penelitian D. Pengamatan Mutu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...37 A. Pengukuran Laju Respirasi pada Persentase Konsentrasi Glukomanan yang Berbeda iii

11 B. Pengukuran Laju Respirasi pada Berbagai Suhu C. Penentuan Komposisi O 2 dan CO 2 Kemasan Atmosfer Termodifikasi D. Penentuan Jenis Film Kemasan E. Uji Validasi Kemasan V. SIMPULAN DAN SARAN...73 A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA...75 LAMPIRAN...82 iv

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi gizi per 100 gram daging buah naga Perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml.mil/m 2.jam.atm) Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ buah naga terolah minimal pada konsentrasi glukomanan yang berbeda Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai suhu Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (Gunadnya 1993) Berat optimal buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk film kemasan polypropylen Berat optimal buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk film kemasan stretch film v

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) Tanaman buah naga (Anonim 2008) Bagan alir prosedur tahapan pelaksanaan penelitian Hasil proses buah naga terolah minimal Pelapisan buah naga terolah minimal dengan film edibel Diagram standard operation procedure (SOP) pelapisan buah naga terolah minimal (Paramawati 1998) Neraca massa muah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.50% pada suhu 5 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.55% pada suhu 5 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.60% pada suhu 5 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal tanpa pelapis edibel pada suhu 5 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu 5 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu 10 C Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu ruang Penentuan komposisi O 2 dan CO 2 optimum Grafik perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan Grafik perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan Grafik total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan vi

14 19 Grafik perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan Grafik perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan Grafik penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan Komposisi atmosfer terpilih untuk buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% di atas kurva permeabilitas O 2 dan CO 2 dari berbagai film kemasan Konsentrasi gas O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan stretch film pada suhu 5 C Konsentrasi gas O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan polypropylen pada suhu 5 C Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan atmosfer termodifikasi untuk buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% menggunakan film polypropylen (PP) dan stretch film (SF) pada suhu 5 C Perubahan susut bobot pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Perubahan kekerasan pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Perubahan nilai warna (L) pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Perubahan nilai warna (a) pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Perubahan total padatan terlarut pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Penilaian panelis terhadap warna buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Penilaian panelis terhadap aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C vii

15 34 Penilaian panelis terhadap rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Penilaian panelis terhadap organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C viii

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel pada berbagai konsentrasi glukomanan Tabel laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai suhu Tabel perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Tabel perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Tabel perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Tabel perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Tabel perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Data konsentrasi O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) pasif ix

17 16 Tabel perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Tabel perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Tabel perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Tabel perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Tabel perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada jenis film kemasan polypropylen selama penyimpanan Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada jenis film kemasan stretch film selama penyimpanan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik warna buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan kedua kemasan x

18 30 Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Gambar potongan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kedua jenis film kemasan selama penyimpanan xi

19 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, buah-buahan secara tradisional banyak disajikan dalam bentuk terolah minimal, seperti mangga, semangka, pepaya, dan nenas. Di samping itu, konsumen dewasa ini membutuhkan buah-buahan yang telah siap saji dalam jumlah sekali makan, segar, dan dihidangkan beraneka ragam. Buah naga umumnya dikonsumsi setelah dikupas kulitnya terlebih dahulu. Semakin meningkatnya aktivitas masyarakat saat ini menyebabkan keterbatasan waktu untuk melakukan pengupasan, sehingga diperlukan ketersediaan buah naga terolah minimal. Buah naga terolah minimal merupakan produk pangan siap santap yang dapat langsung dikonsumsi karena telah dilakukan pemotongan, pengupasan kulit buah, dan pencucian terlebih dahulu. Akibat adanya luka bekas pengupasan dan pemotongan menyebabkan meningkatnya laju respirasi, sehingga terjadi penurunan kualitas dan pendeknya umur simpan (Shewfelt 1987). Selanjutnya, diperlukan penanganan pasca terolah minimal untuk memperpanjang umur simpan dan menekan penurunan kualitas seminimal mungkin. Salah satu alternatif yang dapat digunakan yakni pelapisan buah terolah minimal dengan lapisan yang dapat dimakan (pelapis edibel) kemudian menyimpannya pada suhu rendah dengan memodifikasi dan mengendalikan komposisi atmosfer penyimpanannya. Pelapisan buah segar terolah minimal dengan pelapis edibel bertujuan sebagai pengganti fungsi dari kulit buah yang telah hilang akibat pengupasan. Keunggulan pelapis edibel yakni kemampuannya sebagai penahan oksigen (O 2 ), karbondioksida (CO 2 ), dan uap air, sehingga mampu menciptakan atmosfer internal yang sesuai agar buah yang terlapisi tetap dapat melakukan respirasi untuk mempertahankan kesegaran dan mencegah kerusakan (Baldwin 1994). Namun pelapis edibel yang optimal sangat tergantung dari formulasi yang tepat dengan kondisi bahan yang dilapisi. 1

20 Pada penelitian ini yang digunakan sebagai pelapis edibel adalah glukomanan dari konjak. Glukomanan adalah rantai panjang karbohidrat yang diproduksi dari umbi iles-iles (Amorphophallus oncophyllus) yang banyak tumbuh di Indonesia dan diekspor ke Cina, Jepang, dan Korea. Konjak glukomanan merupakan serat alam kental yang paling mudah larut dan membentuk larutan yang sangat kental. Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis yang mempunyai sifat tembus pandang. Dengan penambahan gliserin atau NaOH lapisan tipis yang terbentuk bersifat kedap air (Budiman 1970). Glukomanan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar sekitar 138 sampai 200 persen. Glukomanan juga mempunyai sifat mencair seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba pengganti agar (Boelhasrin et al. 1970). Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah buah naga. Pembudidayaan serta usaha buah naga di Indonesia memang belum lama dikenal. Selain itu, dapat dikatakan bahwa buah naga ini merupakan pendatang baru bagi dunia pertanian di Indonesia dan merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan. Hal ini dikarenakan pengembangan tanaman buah naga sangat bagus dibudidayakan di daerah tropis, seperti di Indonesia. Saat ini Vietnam dan Thailand merupakan pemasok buah naga terbesar di dunia. Buah naga yang masuk ke tanah air pada tahun 2006 mencapai antara ton/tahun, namun jumlah ini hanya mampu memenuhi separuh dari permintaan konsumen. Sementara di pasar lokal, buah naga lokal juga sanggup bersaing dengan buah naga impor (Andipati 2006). Pada tahun 2006, total produksi buah naga dari perkebunan di Malang, Yogyakarta, Semarang, Pasuruan, Jombang, dan Klaten sebesar ton/tahun. Buah naga memiliki daya tarik tersendiri, baik dari segi bentuk maupun rasa. Buah naga yang digunakan adalah buah naga berdaging merah. Bentuk buah naga ini oval dengan kulit bersisik hijau. Pada umumnya buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga karena kandungan airnya yang cukup tinggi sebesar 83%. Buah naga ini juga 2

21 mengandung zat-zat berkhasiat sebagai obat, diantaranya dapat berguna sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker, pelindung kesehatan mulut, dan gejala keputihan. Untuk penyediaan buah naga segar yang siap santap serta memperpanjang masa simpan buah dengan mutu yang tetap dipertahankan, maka dalam penelitian ini buah naga terolah minimal akan dilakukan dengan memberikan lapisan edibel. Selain itu, perlakuan pada buah naga pada penelitian sebelumnya (Solihati 2008) baru terbatas pada pengemasan atmosfer termodifikasi pada buah naga terolah minimal dan buah naga utuh, sehingga pada penelitian ini untuk mengetahui umur simpan dan mutu buah naga terolah minimal, maka dilakukan pemberian lapisan edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi serta pada suhu rendah. B. Permasalahan Umur simpan buah yang terolah minimal relatif pendek karena telah mengalami proses pengupasan dan pemotongan. Selain itu, kebutuhan pasar akan buah yang siap saji dalam jumlah sekali makan, segar, dan dihidangkan beraneka ragam menuntut agar buah yang dijajakan dapat dipertahankan mutunya sehingga dilakukan penggunaan pelapis edibel pada buah naga berdaging merah terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi selama penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah. C. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari penggunaan pelapis edibel pada buah naga berdaging merah terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi selama penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian adalah : 1. Menentukan konsentrasi glukomanan dalam pelapis edibel bagi buah naga terolah minimal. 3

22 2. Menentukan komposisi O 2 dan CO 2 serta suhu untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel. 3. Mengamati perubahan mutu buah naga terolah minimal berlapis edibel yang terjadi selama proses penyimpanan. 4. Menentukan jenis film kemasan untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi. 5. Menentukan umur simpan buah naga terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi. D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para produsen buah naga terolah minimal untuk memperpanjang masa simpan irisan segar buah naga selama dijajakan di pasaran (eceran) sehingga konsumen memperoleh kepuasan. Untuk bidang ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui umur simpan buah naga terolah minimal berlapis edibel. 4

23 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Naga Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup popular. Hal ini dapat disebabkan karena selain penampilannya yang eksotik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan. Buah naga dalam bahasa Inggris disebut pitaya. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan namun sekarang juga dibudidayakan di negara-negara Asia, seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Buah ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia Utara, dan Tiongkok Selatan. Nama buah naga atau dragon fruit muncul karena buah ini memiliki warna merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang mirip dengan sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina. Dulu masyarakat Cina kuno sering menyajikan buah ini dengan meletakkannya diantara dua ekor patung naga diatas meja altar dan dipercaya akan mendatangkan berkah (Kristanto 2008). Bentuk buah naga berdaging merah dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Buah naga berdaging merah (Hylocereus costaricensis). Tanaman buah naga disebut night blooming cereus karena berbunga hanya semalam. Saat panjang sekitar 30 cm, kuncup bunga biasanya akan membuka. Sekitar pukul 21.00, mahkota bunga bagian luar yang berwarna krem tampak mekar. Ketika tengah malam (pukul 00.00), mahkota bagian 5

24 dalam yang berwarna putih dan benang sari yang berwarna kuning akan bermekaran dan memancarkan aroma harum. Aroma ini akan mengundang datangnya kelelawar, yang bertugas menyerbuki bunga kemudian dari bunga akan terbentuk buah. Buah berbentuk bulat mengerucut, tebal kulit 2-3 cm, dan di permukaan kulit buah terdapat sulur sepanjang 1-2 cm (Anonim 2001). Buah naga dihasilkan dari tanaman sejenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini mempunyai sulur batang yang tumbuh menjalar. Batangnya berwarna hijau dengan bentuk segitiga. Bunganya besar, berwarna putih, harum, dan mekar di malam hari. Setelah bunga layu akan terbentuk bakal buah yang menggelantung di setiap batangnya. Kultivar aslinya tanaman ini berasal dari hutan teduh. Orang biasanya memperbanyak tanaman dengan cara stek atau menyemai biji. Tanaman akan tumbuh subur jika media tanam porous (tidak becek), kaya akan unsur hara, berpasir, cukup sinar matahari, dan bersuhu antara C. Jika perawatan cukup baik, tanaman akan mulai berbuah pada umur bulan. Selain buah naga dengan daging putih, varietas buah naga banyak ragamnya. Ada yang berkulit kuning dengan daging buah putih (Selenicereus megalanthus) atau berkulit merah dengan daging buah merah (Hylocereus costaricensis). Berat rata-rata buah ini berkisar antara gram. Sekilas rasa buah naga seperti buah kiwi, kombinasi antara manis dan asam yang menyegarkan. Kita bisa menyantapnya sebagai buah meja, diolah menjadi puding, isi pai, campuran salad, atau es buah. Buah naga mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000 dan bukan dari budidaya sendiri melainkan diimpor dari Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangannya. Tanaman ini mulai dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 2001, di beberapa daerah di Jawa Timur, di antaranya Mojokerto, Pasuruan, Jember, dan sekitarnya. Tetapi sampai saat ini pun areal penanaman buah naga masih bisa dibilang sedikit dan hanya ada di daerah 6

25 tertentu karena memang masih tergolong langka dan belum dikenal masyarakat luas. Buah naga merupakan buah non-klimakterik (buah yang bila dipanen mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada tingkat kematangan yang optimum) dan peka mengalami chilling injury. Setelah berumur tahun, tanaman ini mulai berbunga dan berbuah. Pemanenan pada tanaman buah naga dilakukan pada buah naga yang memiliki ciri-ciri warna kulit merah mengkilap dan jumbai atau sisik berubah warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemanenan dilakukan menggunakan gunting. Buah ini sudah bisa dipanen 30 hari setelah bunga mekar tetapi lebih baik untuk menunda pemanenan hingga mencapai 50 hari untuk mendapatkan buah yang manis. Umur produktif tanaman buah naga ini berkisar antara tahun (Anonim 2008). Bentuk tanaman buah naga dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tanaman buah naga, Anonim (2008) ( plants.usda.gov/java/classificationservlet?source=pro file&symbol=spermatophyta&display=63). 7

26 Berikut adalah tabel komposisi gizi per 100 gram daging buah naga (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi gizi per 100 gram daging buah naga Kandungan Gizi Jumlah (%) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Serat/dietary fiber (g) Betakaroten (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) 8-9 Niasin (mg) Hingga kini terdapat empat jenis tanaman buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek yang baik. Keempat jenis tersebut yaitu (Kristanto 2008): 1. Hylocereus undatus Hylocereus undatus yang lebih populer dengan sebutan white pitaya adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah dan daging berwarna putih. Berat buah rata-rata gram. Dibanding jenis yang lain, kadar kemanisannya tergolong rendah, sekitar Brix. Tanaman ini lebih banyak dikembangkan di negara-negara produsen utama buah naga dibanding jenis lainnya. 2. Hylocereus polyrhizus Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan mencapai Brix. 8

27 Tanaman ini tergolong jenis yang sering berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya, tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya tergolong rendah. Berat rata-rata buahnya hanya sekitar 400 gram. 3. Hylocereus costaricensis Buah Hylocereus costaricensis sepintas mirip dengan Hylocereus polyrhizus namun warna daging buahnya lebih merah. Itulah sebabnya tanaman ini disebut buah naga berdaging super merah. Berat buahnya sekitar gram. Rasanya manis dengan kadar kemanisan mencapai Brix. 4. Selenicereus megalanthus Selenicereus megalanthus berpenampilan berbeda dibanding jenis anggota genus Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga lainnya karena memiliki kadar kemanisan mencapai Brix. Sayangnya buah yang dijuluki yellow pitaya ini kurang populer dibanding jenis lainnya. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh bobot buahnya yang tergolong kecil, hanya sekitar gram. Buah naga diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim 2009): Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Agiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cactales Famili : Cactaceae Subfamily : Hylocereanea Genus : Hylocereus dan Selenicereus Species : - Hylocereus undatus - Hylocereus polyrhizus - Hylocereus costaricensis - Selenicereus megalanthus 9

28 Khasiat yang membuat buah naga ini banyak dicari masyarakat, antara lain dapat menurunkan kolesterol, menurunkan kadar lemak, penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan, obat keluhan keputihan, mencegah kanker usus, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata, sebagai bahan kosmetik, mengobati sembelit, mengobati hipertensi, memperhalus kulit wajah, dan meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim 2007). B. Laju Respirasi Buah-buahan Respirasi merupakan suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan dengan persamaan kimia sebagai berikut: C 6 H 12 O O 2 6 CO H 2 O kkal energi Respirasi dibedakan dalam tiga tingkatan: (i) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, (ii) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan (iii) transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO 2, air, dan energi (Pantastico 1986). Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran CO 2 dan O 2, yaitu dengan pengukuran laju penggunaan O 2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO 2. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah setelah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan (Pantastico 1986). Berdasarkan laju respirasinya, buah-buahan digolongkan dalam dua kategori, yaitu klimaterik dan non-klimaterik. Buah klimaterik ditandai dengan pola respirasi sebelum terjadi kelayuan, yaitu pada saat kelayuan tiba-tiba produksi CO 2 meningkat dan kemudian turun lagi sedangkan pada buah non-klimaterik pola respirasinya tidak menunjukkan adanya kenaikan produksi CO 2 yang mencolok (Winarno & Aman 1981). 10

29 Penyimpanan buah segar terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan termodifikasi merupakan sistem dinamis dan terdapat beberapa proses yang terjadi secara simultan, yaitu respirasi produk, pindah massa, dan pindah panas melalui film kemasan. Dalam kemasan, pada awalnya sistem dalam keadaan tidak setimbang dan kemudian konsentrasi O 2 menurun serta konsentrasi CO 2 dan H 2 O meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses pindah massa, yaitu pindah massa O 2 dari udara atmosfer ke dalam kemasan, serta pindah massa CO 2 dan H 2 O dari dalam kemasan ke udara atmosfer. Kays (1991) mengatakan bahwa komposisi gas udara dengan nyata mempengaruhi laju respirasi maupun metabolisme buah dan sayuran. Respirasi merupakan indikator yang baik bagi aktivitas metabolik jaringan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap potensi umur simpan buah. Oleh karena itu, apabila laju respirasi diketahui, maka perencanaan penanganan buah segar terolah minimal berlapis edibel dapat diatur sedemikian rupa sehingga kerusakan pasca proses dapat diperkecil semaksimal mungkin. C. Buah Terolah Minimal (Minimally Processed) Pada umumnya, buah yang akan dikonsumsi oleh konsumen merupakan buah yang telah masak. Selain itu, dengan bertambahnya aktivitas serta jam kerja yang tinggi, maka para konsumen lebih menginginkan buah siap hidang yang tentunya segar serta berpenampilan menarik. Salah satu cara untuk memenuhi keinginan konsumen adalah dengan menyajikan buah terolah minimal yang praktis dikonsumsi serta sesuai kebutuhan. Teknologi olah minimal (minimally processing) mencakup semua operasi seperti pencucian, sortasi, trimming, pengupasan, pengirisan, dan coring (pembuangan biji) yang cenderung tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya (Shewfelt 1987). Produk olahan minimal lebih mudah mengalami kerusakan dibandingkan dengan produk utuh (Krochta et al. 1992). Pengolahan minimal yang dilakukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran pada dasarnya adalah membuat luka terbuka pada buah-buahan dan sayur-sayuran tersebut. Adanya 11

30 luka tersebut akan menyebabkan terjadinya berbagai proses yang pada akhirnya menurunkan kualitas, misalnya oksidasi enzimatis yang menyebabkan pencoklatan, peningkatan laju respirasi yang menyebabkan peningkatan laju kehilangan bobot, peningkatan laju pelayuan dan pembusukan, serta mempermudah masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan buah-buahan atau sayur-sayuran. Sementara itu, Garcia dan Barrett (2002) menyatakan bahwa terbatasnya umur simpan produk olahan minimal buah-buahan dan sayursayuran adalah kerusakan mikrobiologis, kerusakan karena menjadi kering, perubahan warna atau browning, perubahan warna menjadi lebih pucat, perubahan tekstur dan terjadinya penyimpangan flavor dan bau. Kriteria utama produk olahan minimal bagi konsumen adalah penampakan produk dengan faktor utama adalah warna produk. Kerusakan akibat membuang kulit, mengiris, mengambil inti, dan sebagainya, dapat diminimalkan dengan mempelajari akibat dari berbagai teknik yang digunakan untuk masing-masing tahapan proses. Sebagai contoh, stabilitas dari koyakan letuce dapat diperpanjang ketika potongan dilakukan dengan menggunakan mata pisau tajam pada kegiatan pengirisan (Bolin et al. 1977). Hasil penelitian Musfira (2008) memaparkan laju respirasi irisan bit pada suhu 0 C, 5 C, dan suhu ruang berturut-turut adalah 2.81 ml CO 2 / kg.jam dan 2.59 ml O 2 /kg.jam, 5.48 ml CO 2 /kg.jam dan 6.46 ml O 2 /kg.jam, serta ml/ CO 2 kg.jam dan ml O 2 /kg.jam. Menurut Solihati (2008) rata-rata laju produksi CO 2 buah naga terolah minimal pada suhu ruang, 10 C, dan 5 C berturut-turut adalah ml/kg.jam, ml/kg.jam, dan ml/kg.jam. sedangkan rata-rata laju konsumsi O 2 pada masing-masing suhu sebesar ml/kg.jam, ml/kg.jam, dan ml/kg.jam. Dillah (2009) menyimpulkan bahwa irisan buah campuran kedondong, nenas, dan jambu air pada suhu 5 C, 10 C, dan ruang berturut-turut adalah 5.18 ml CO 2 /kg.jam dan 6.04 ml O 2 /kg.jam, 5.6 ml CO 2 /kg.jam dan 7.56 ml O 2 /kg.jam, serta ml CO 2 /kg.jam dan ml O 2 /kg.jam. Menurut Sugiarto (2005) laju respirasi bawang daun rajangan pada masa 12

31 penyimpanan adalah ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu kamar), ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu 10 C), serta ml O 2 /kg.jam dan ml CO 2 /kg.jam (suhu 5 C). Martini (2005) memaparkan laju konsumsi O 2 dan produksi CO 2 pada jambu biji terolah minimal tanpa biji pada suhu 10 C sebesar 4.02 ml O 2 /kg.jam dan 3.48 ml CO 2 /kg.jam sedangkan pada suhu 15 C sebesar 8.89 ml O 2 /kg.jam dan 9.42 ml CO 2 /kg.jam. Untuk laju konsumsi O 2 dan produksi CO 2 pada jambu biji terolah minimal dengan biji pada suhu 10 C sebesar 5.17 ml O 2 /kg.jam dan 3.62 ml CO 2 /kg.jam sedangkan pada suhu 15 C sebesar 7.83 ml O 2 /kg.jam dan 6.42 ml CO 2 /kg.jam. D. Buah Terolah Minimal Dengan Pelapis Edibel (Edible Coating) Salah satu perlakuan terhadap produk terolah minimal untuk memperpanjang masa simpannya, yakni dengan menggunakan pelapis edibel (edible coating). Keuntungan pelapis edibel selain dapat melindungi produk pangan juga penampakan asli produk dapat dipertahankan, dapat langsung dimakan, serta aman. Menurut Krochta (1992), edible coating adalah lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan bisa dimakan, yang digunakan di atas atau diantara produk pangan, berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (uap air, O 2, CO 2 ) atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti zat antimikrobial dan antioksidan. Wong et al. (1994), menyatakan bahwa secara teoritis bahan edible coating harus memiliki beberapa sifat, antara lain menahan kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet, dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. Bahan dasar pembentuk edible coating sangat mempengaruhi sifat-sifat edible coating itu sendiri. Edible coating yang berasal dari hidrokoloid memiliki ketahanan yang baik terhadap gas O 2 dan CO 2, meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air rendah akibat sifat 13

32 hidrofiliknya. Oleh karena itu, protein dan polisakarida tidak dapat digunakan sebagai penahan (barrier) terhadap kelembaban pada permukaan yang mempunyai aktivitas air permukaan tinggi (Garnida 2006). Hal ini menurut Wong et al. (1994) berarti lapisan hidrofilik sebaiknya dihindari penggunaannya untuk menyimpan buah pada kelembaban relatif yang tinggi. Edible coating dari lipid merupakan tahanan yang baik terhadap uap air, meningkatkan kilap permukaan dan mengurangi abrasi. Pada suhu ruang, bahan yang berasal dari lemak merupakan barrier terhadap uap air yang terbaik. Sedangkan edible coating yang berasal dari polisakarida menurut Baldwin (1994) lebih unggul dalam menahan perpindahan gas dibandingkan uap air. Menurut Wong et al. (1994), edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari emulsi campuran beberapa bahan. Metode penggunaan edible coating pada buah dan sayuran menurut Grant dan Burns (1994) dapat berupa pencelupan (dip application), pembuihan (foam application), penyemprotan (spray application), penetesan (drip application), dan penetesan terkendali (controlled drip application). Cara aplikasi ini tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk, dan hasil yang diinginkan. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai pelapis edibel adalah glukomanan. Menurut Marchesault dan Sarko (1967) berdasarkan bentuk ikatannya dibedakan menjadi dua golongan manan, yaitu glukomanan dan galaktomanan. Glukomanan merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan D-glukosa dan D-mannosa dengan perbandingan dua banding satu (Smith & Srivasta 1956). Hasil analisis secara metilasi yang dilakukan Rebbers dan Smith (1954) menunjukkan bahwa glukomanan disusun oleh D- glikopiranosa dan D-mannopiranosa berikatan 1.4 β-glikosida. Glukomanan banyak terdapat dalam tanaman Konjak/Iles-iles. Konjak glukomanan merupakan serat alam kental yang paling mudah larut dan membentuk larutan yang sangat kental. Keunggulan glukomanan dari konjak (Firmansyah 2010) adalah: 14

33 1) Merupakan serat yang secara alami bisa larut dalam air, tidak mengandung lemak gula, tepung atau protein 2) Tidak mengandung/rendah kalori 3) Bebas dari gandum 4) Tembus cahaya dan bersifat seperti agar-agar serta tidak berbau 5) Dapat disimpan di bawah suhu ruangan selama sekitar satu tahun Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis yang mempunyai sifat tembus pandang. Dengan penambahan gliserin atau NaOH lapisan tipis yang terbentuk bersifat kedap air (Budiman 1970). Glukomanan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar sekitar %. Glukomanan juga mempunyai sifat mencair seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam pertumbuhan mikroba pengganti agar (Boelhasrin et al. 1970). Berdasarkan sifat melekatnya tepung manan lebih baik jika dibandingkan dengan perekat lainnya, seperti jagung dan beras. Pada suhu yang rendah daya rekatnya tidak hilang sehingga banyak digunakan dalam industri perekat kertas (Soedarsono & Abdulmanap 1963). Di dalam industri farmasi, larutan tepung manan digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet. Pada pembuatan tablet dibutuhkan suatu bahan pengisi yang dapat memecah tablet di dalam lambung, biasanya digunakan pati atau agar-agar yang mempunyai sifat mengembang dalam air. Karena manan mempunyai sifat mengembang yang lebih besar dibandingkan pati dan agar-agar, maka pemakaian tepung manan dalam pembuatan tablet akan memberikan hasil yang lebih baik (Budiman 1970). Di dalam industri makanan tepung manan dapat digunakan sebagai zat pengental, misalnya dalam pembuatan sirup, sari buah, dan sebagainya. Di Jepang, tepung manan telah secara luas digunakan untuk makanan tradisional dengan shirataki dan konyaku. Menurut Dekker (1979), jika manan dikonsumsi maka bahan makanan dapat berperan sebagai serat dietari yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berikut adalah perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang. 15

34 Tabel 2. Perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang Karakteristik Sanindo, Indonesia 1) Kyo-B, Jepang 2) Propal Shimizu, Jepang 2) Warna Coklat Keabuan Putih Putih Kekentalan (cps) < Kadar glukomanan (%) ) 2) : Soewandhi et al : Internet, 2001b Glukomanan yang paling baik adalah glukomanan kualitas A dengan kekentalan di atas cps. Dari segi harga dibandingkan dengan pelapis edibel lain, yakni low methoxy protein, harga glukomanan lebih murah. Harga glukomanan Rp / kg sedangkan harga low methoxy pectin Rp /kg. Sehingga harga low methoxy pectin adalah 15 kali dari harga glukomanan. Hasil penelitian Andina (2005) menyebutkan bahwa perlakuan buah melon berlapis edibel pektin mampu mempertahankan umur simpan dan mutu buah melon yang lebih baik sampai hari ke-18 penyimpanan pada suhu 5 C dibandingkan tanpa pelapis edibel di mana buah melon hanya bertahan 10 hari. Riyanto (2005) memaparkan bahwa Isinglass dengan karakterisasi yang terpilih, yaitu konsentrasi asam asetat 1.5% dan pemberian gelembung renang kering sebanyak 0.5 gram dalam 100 ml larutan asam asetat selama pencelupan 30 menit dapat mempertahankan masa simpan udang masak dari 2 hari menjadi 5 hari selama penyimpanan dingin suhu 0-5 C. Ratule (1999) menyatakan bahwa lama masa simpan buah mangga siap hidang terlapis film edibel adalah 6.6 hari. Paramawati (1998) juga menyatakan bahwa suku salak segar terbungkus pelapis edibel mempunyai umur simpan 9.2 hari dengan kombinasi komposisi atmosfer 6±1% O 2 dan 14±2% CO 2 pada suhu 5 C. Fardiaz et al. (1999) memaparkan bahwa buah mangga arumanis terolah minimal berlapis edibel (low methoxy) yang disimpan pada suhu 5 C 16

35 dapat bertahan sampai hari ke-5 sedangkan jika disimpan pada suhu 10 C dapat bertahan sampai hari ke-4. Setiasih et al. (1998) menyimpulkan bahwa formula pelapis edibel dari pektin bermetoksi rendah yang ditambah 0.25% asam stearat disertai dengan perlakuan penyimpanan 10 C dan kelembaban 65% dapat digunakan pada mangga arumanis terolah minimal. E. Penyimpanan dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi pada Suhu Rendah Salah satu teknik penyimpanan segar komoditas hortikultura dapat dilakukan secara Modified Atmosfer Packaging (MAP). Teknik atmosfer termodifikasi adalah pengubahan komposisi udara dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu ke dalam udara normal (78.08% N 2, 20.95% O 2, dan 0.03% CO 2 ). Teknik atmosfer termodifikasi untuk produk buah-buahan dan sayur-sayuran selalu dicirikan dengan penurunan oksigen (O 2 ) dan peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO 2 ) (Kader 1992). Pengubahan komposisi udara tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kemasan tertentu yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida tertentu sehingga dengan sendirinya terjadi pengubahan komposisi udara. Perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan. Selain itu, adanya produksi karbondioksida oleh komoditi dan pertukaran gas dengan lingkungan melalui film kemasan (Zagory 1988). Batas toleransi konsentrasi kenaikan CO 2 atau penurunan O 2 bervariasi tergantung dari jenis komoditas. Jangkauan konsentrasi minimum O 2 dan maksimum CO 2 masing-masing antara % O 2 dan 2-15% CO 2 (Kader 1992). Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesegaran dari buah-buahan. Diketahui bahwa buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah panen, baik kerusakan secara fisik, mekanis, maupun mikrobiologis. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menghambat kelayuan, laju 17

36 kehilangan air, laju respirasi, dan kecepatan reaksi biokimia, serta laju pertumbuhan mikroba. Teknik penyimpanan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH), dan komposisi atmosfer udara penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada akhirnya dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan (Pantastico 1975). Penyimpanan dalam atmosfer termodifikasi tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah terutama pada daerah beriklim tropis. Panasnya udara lingkungan justru dapat mempercepat laju respirasi dan selanjutnya mempercepat kerusakan produk. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai penyimpanan dalam atmosfer termodifikasi pada suhu rendah. Solihati (2008) merekomendasikan penyimpanan buah naga terolah minimal dalam udara dengan komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 pada suhu 5 C selama 4 hari. Martini (2005) merekomendasikan jambu biji terolah minimal selama 8 hari pada suhu 10 C dalam komposisi atmosfer 1-3% O 2 dan 8-10% CO 2. Sukara (2007) menyarankan komposisi atmosfer untuk penyimpanan irisan sirsak terolah minimal adalah 11±1% O 2 dan 2±1% CO 2 pada suhu penyimpanan 5 C. Pada kondisi ini sirsak dapat bertahan hingga 6 hari dalam kemasan stretch film. Hasil penelitian Dillah (2009) memaparkan bahwa komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah campuran kedondong, nenas, dan jambu air adalah 7-9% CO 2 dan 8-10% O 2 pada suhu penyimpanan 5 C. Sugiarto (2005) menyarankan komposisi atmosfer yang disarankan untuk bawang daun rajangan adalah 3-5% O 2 dan 3-5% CO 2 pada suhu 5 C selama 14 hari. Musfira (2008) merekomendasikan komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan irisan bit adalah 1-3% CO 2 dan 7-9% O 2 pada suhu penyimpanan 0 C. Ratule (1999) memaparkan bahwa kondisi optimum penyimpanan buah mangga siap hidang berlapis film edibel adalah komposisi atmosfer 4±1% O 2 dan 11±2% CO 2 pada suhu penyimpanan 10 C. 18

37 Paramawati (1998) menyimpulkan bahwa kondisi penyimpanan suku salak segar terbungkus pelapis edibel adalah pada perlakuan penyimpanan dengan komposisi gas 6±1% O 2 dan 14±2% CO 2 pada suhu penyimpanan 5 C. Purwadaria et al. (1997) memaparkan bahwa umur simpan buah mangga arumanis terolah minimal pada suhu 15 adalah 6 hari lebih pendek dibanding penyimpanan suhu 10 C yakni 8 hari. Kemasan merupakan komponen penting dalam teknik atmosfer termodifikasi. Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang masa simpan produk pangan. Film plastik yang digunakan untuk pengemasan dalam atmosfer termodifikasi ada berbagai jenis yang penting dapat memberikan fungsi perlindungan, memiliki kekuatan, kemampuan dikelim panas, kejernihan, dan kemampuan cetaknya (printable surface). Namun demikian yang paling penting untuk pengemasan atmosfer termodifikasi adalah permeabilitasnya terhadap oksigen dan karbondioksida (Zagory 1995). Koefisien permeabilitas film plastik untuk pengemasan dapat dilihat pada Tabel 3 (Gunadnya 1993). Tabel 3. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml.mil/m 2.jam.atm) 10 C a) 15 C a) 25 C b) Jenis Film Kemasan O 2 CO 2 O 2 CO 2 CO2 CO 2 Low-density Polyethylene (LDPE) Polypropylene (PP) Stretch film White stretch film Keterangan: a) b) : hasil perhitungan : hasil penetapan Model umum matematika untuk menghitung permeabilitas kemasan berdasarkan konsentrasi O 2 dan CO 2 dapat menggunakan persamaan (8) dan (9) sebagai berikut (Deily dan Rizvi 1981) : 19

38 K y = WR y A(y a y)......(8) K z = WR z A(z z a )...(9) K y : permeabilitas terhadap O 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) K z : permeabilitas terhadap CO 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) Untuk mendapatkan rancangan kemasan berupa berat produk yang dikemas dilakukan perhitungan menggunakan persamaan (10) sebagai berikut (Mannappeuma dan Singh 1989) : W = P y A(y a y) R y b = P za (z Z a )...(10) R z b di mana: A : luas permukaan kemasan (m 2 ) W : berat bahan yang dikemas (kg) P y : permeabilitas terhadap O 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) y a : konsentrasi O 2 udara normal (%) y : konsentrasi O 2 dalam kemasan (%) R y : laju konsumsi O 2 (ml/kg,jam) P z : permeabilitas terhadap CO 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) z a : konsentrasi CO 2 udara normal (%) z : konsentrasi CO 2 dalam kemasan (%) R z : laju konsumsi CO 2 (ml/kg,jam) b : tebal kemasan (mil) Hasil penelitian Solihati (2008) memaparkan bahwa buah naga terolah minimal seberat kg yang dikemas menggunakan styrofoam 20

39 berukuran 11 cm x 15 cm dan stretch film serta disimpan pada suhu 5 C dapat bertahan sampai hari ke-6. Berdasarkan penelitian Musfira (2008) menyimpulkan bahwa irisan bit dengan berat 200 g yang dikemas menggunakan film stretch film pada wadah styrofoam berukuran 8 cm x 8 cm masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-10. Rusmono et al. (1999) memaparkan bahwa mangga arumanis terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan stretch film pada penyimpanan 10 C dapat bertahan sampai hari ke-5. Dillah (2009) memaparkan bahwa irisan buah campuran kedondong, nenas, dan jambu air dengan berat 200 g yang dikemas menggunakan kemasan white stretch film pada wadah styrofoam berukuran 12 cm x 7 cm masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-8. Sugiarto (2005) menyimpulkan bahwa umur simpan bawang daun rajangan (100 g) yang dikemas dalam kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas kantung cm 2 dengan suhu penyimpanan 5 C adalah 14 hari. Ratule (1999) memaparkan bahwa kemasan terpilih untuk penyimpanan buah mangga siap hidang adalah stretch film selama 6.6 hari. Nasution (1999) juga memaparkan bahwa kemasan untuk mangga arumanis terolah minimal berlapis edibel untuk memperoleh masa simpan yang terpanjang adalah menggunakan wadah tryfoam (15 cm x 20 cm) dengan film kemasan stretch film selama 7.55 hari. Paramawati (1998) menyimpulkan bahwa jenis film kemasan yang memenuhi persyaratan untuk mengemas suku salak segar terbungkus pelapis edibel adalah jenis white stretch film. 21

40 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 3 bulan terhitung mulai Maret 2010 hingga Juni B. Bahan dan Alat Buah naga berdaging merah dipanen pada umur 50 hari setelah bunga mekar dengan berat rata-rata 0.40 kg/buah dan diperoleh dari kebun Taman Buah Mekarsari di Jl. Cileungsi-Jonggol, Kabupaten Bogor. Buah dibawa ke laboratorium dengan dikemas dalam karton pada suhu ruang dan terlindung dari sinar matahari. Bahan tambahan lainnya meliputi stretch film, polypropylen, wadah LDP no.4, alkohol 96%, lilin (malam), selang plastik ¼ inchi, gas O 2, CO 2, N 2, asam sitrat, asam askorbat, CaCl 2, serta glukomanan dari pabrik Rhado Gel. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah continuous gas analyzer merk Shimadzu tipe IRA-170 untuk mengukur konsentrasi CO 2, continuous gas analyzer merk Shimadzu tipe Portable Oxygen Tester untuk pengukuran komposisi O 2, rheometer merk Sun model CP-300 untuk mengukur kekerasan bahan, chromameter Minolta tipe CR-200 untuk uji warna, refractometer untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan digital untuk mengukur berat, lemari pendingin, toples, timbangan analitik, sendok, wadah plastik, talenan, pisau untuk mengiris bahan, masker, dan sarung tangan. C. Prosedur Penelitian Pada penelitian ini dilakukan percobaan pelapisan edibel (edible coating) pada buah naga terolah minimal. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yang setiap pelaksanaannya diawali dengan penyiapan lapisan 22

41 edibel (larutan) dan buah naga terolah minimal, yang kemudian dilakukan pelapisan, pengemasan (teknik atmosfer termodifikasi), dan penyimpanan pada suhu rendah. Hasil yang didapat dari tahap sebelumnya dijadikan masukan untuk perlakuan tahap berikutnya. Prosedur tahap pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada Gambar Tahapan Persiapan a. Pembuatan Lapisan Edibel Untuk pembuatan larutan glukomanan dengan konsentrasi 0.55%, sebanyak 1000 ml aquades dituangkan ke dalam gelas ukur. Setelah itu, sebanyak 5.5 gram tepung glukomanan dilarutkan ke dalam air tersebut sambil terus diaduk, sehingga akan didapatkan pelapis edibel yakni larutan glukomanan 0.55%. Selain itu larutan CaCl 2 (kalsium klorida) dengan konsentrasi 0.75%, sebanyak 1000 ml aquades dituangkan ke dalam gelas ukur. Setelah itu, sebanyak 7.5 gram CaCl 2 (kalsium klorida) dilarutkan ke dalam air tersebut sambil terus diaduk, sehingga akan didapatkan larutan CaCl %. Untuk antioksidan digunakan asam askorbat dan asam sitrat masing-masing sebanyak 150 ppm. Sebanyak 1000 ml aquades dituangkan ke dalam gelas ukur. Setelah itu, sebanyak 0.15 gram asam askorbat dan 0.15 asam sitrat dilarutkan ke dalam air tersebut sambil terus diaduk, sehingga akan didapatkan larutan antioksidan. 23

42 Pembuatan Lapisan Edibel Pengolahan Minimum Buah Naga Pelapisan Olahan Minimum Penyimpanan Edibel 0.5%, 0.55%, 0.6%, tanpa edibel Toples kaca Komposisi Gas Wadah Toples Kaca Penyimpanan Pengukuran Konsentrasi Gas Pengkajian Perancangan Atmosfer Termodifikasi Pengukuran [O 2 ] dan [CO 2 ] Kesetimbangan Setiap Produk Perhitungan Laju Respirasi Setiap Berat Produk Laju Respirasi Maksimum Pengkajian Parameter Respirasi 0.5%, 5 C, 3 komposisi Pengukuran Konsentrasi Gas Pengkajian Perubahan Gas Dalam Kemasan Pengemasan Penyimpanan Berat Produk Pengukuran Pengamatan 5 C, 10 C, suhu Ruang Penentuan Konsentrasi Lapisan Edibel dan Suhu Optimum Komposisi Gas Optimum Wadah Styrofoam Pengkajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Uji objektif Stretch Film dan Polypropilen 5 C, 2 ulangan Uji Subjektif Gambar 3 Bagan alir Prosedur Tahapan Pelaksanaan Penelitian 24

43 b. Pengolahan Minimal Buah Proses penyiapan buah naga terolah minimal, yaitu membelah buah naga menjadi 2 bagian kemudian pengirisan daging buah menjadi 4-5 potong per sisi muka. Hasil pengolahan minimum buah naga tersebut disajikan pada Gambar 4. Kulit Bagian yang digunakan Gambar 4. Hasil proses buah naga terolah minimal. c. Pelapisan Buah Naga Terolah Minimal dengan Film Edibel Persiapan pelapisan buah naga terolah minimal sesuai dengan standard operation procedure (SOP), yaitu sebagai berikut: 1. Mengkondisikan ruang kerja: suhu C dan RH 65-70% 2. Membersihkan meja kerja dan mensterilkan peralatan olah dengan alkohol 96% 3. Pada saat kerja menggunakan jas lab, topi, masker, dan sarung tangan. 4. Mensortir buah naga berdasarkan berat: 400±50 g, warna merah cerah, sehat, tidak cacat atau luka. Kemudian dicuci dengan air biasa dan meniriskannya. Selanjutnya dipotong dan disisihkan bagian yang tidak digunakan (kulit). Buah naga terolah minimal segera dilapisi dengan lapisan edibel. Proses pelapisannya dapat dilihat pada Gambar 5. Buah naga terolah minimal direndam dalam larutan antioksidan selama 30 detik 25

44 diikuti dengan penirisan selama 10 detik. Kemudian dicelupkan untuk pertama kalinya ke dalam larutan glukomanan 0.55% sebagai pelapis edibel, selama 15 detik diikuti dengan penirisan 5 detik. Lalu dicelupkan ke dalam CaCl 2 (0.75%) selama 15 detik diikuti dengan penirisan selama 5 detik. Selanjutnya dicelupkan untuk kedua kalinya ke dalam larutan glukomanan selama 15 detik disertai penirisan 5 detik dan untuk kedua kalinya juga dicelupkan ke dalam larutan CaCl 2 selama 15 detik disertai penirisan selama 5 detik. Terakhir dilakukan penirisan (diangin-anginkan) selama menit dan kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca untuk digunakan sesuai dengan perlakuan pada setiap tahap penelitian. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 5. Proses pelapisan buah naga terolah minimal dengan film edibel: (a) buah naga terolah minimal; (b) pencelupan pada larutan antioksidan; (c) pencelupan pada larutan glukomanan; (d) pencelupan pada larutan CaCl 2 ; (e) penirisan pada jaring pengering; (f) buah naga terolah minimal berlapis edibel. 26

45 Buah Naga Utuh Sortasi dan Pembersihan Pemotongan dengan tebal 2 cm dan pengupasan Penambahan antioksidan, yakni asam sitrat 150 ppm + asam askorbat 150 ppm (dicelupkan selama 30 detik) Tiriskan selama 10 detik Celupkan potongan buah naga ke dalam glukomanan, selama 15 detik Tiriskan selama 5 detik Celupkan potongan buah naga ke dalam CaCl 2, selama 15 detik Tiriskan selama 5 detik Celupkan potongan buah naga ke dalam Glukomanan, selama 15 detik Tiriskan selama 5 detik Celupkan potongan buah naga ke dalam CaCl 2, selama 15 detik Tiriskan selama 5 detik Buah dikeringkan pada tray berlobang Gambar 6. Diagram standard operation procedure (SOP) pelapisan buah naga terolah minimal (Paramawati 1998). 27

46 Berikut adalah neraca massa buah naga dari keadaan utuh, terolah minimal, berlapis edibel, sampai pada pengemasan. Buah Naga Utuh ( 400 gram) Pemotongan menjadi 2 bagian Pemotongan masing-masing bagian dengan tebal 2 cm dan pengupasan Berat kulit (170 gram) Berat daging (230 gram) Pelapisan Edibel Pengemasan Pengemasan dengan stretch film (229 gram) Pengemasan dengan polypropylen (90 gram) Gambar 7. Neraca massa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55%. 28

47 2. Tahapan Penelitian a. Penentuan Laju Respirasi pada Persentase Konsentrasi Glukomanan yang Berbeda Buah naga yang telah matang diolah minimal kemudian dicelupkan ke larutan antioksidan, glukomanan, dan CaCl 2. Perlakuan yang dilakukan adalah penentuan laju respirasi dengan konsentrasi glukomanan yang berbeda-beda. Taraf perlakuan untuk persentase glukomanan adalah 0.50 %, 0.55%, 0.60%, dan tanpa pelapis edibel. Masing-masing konsentrasi nantinya akan dipilih salah satu sehingga dapat diaplikasikan ke buah naga. Mula-mula buah naga yang telah terolah minimal dipotong menjadi 4-5 irisan dengan berat sekitar gram kemudian dicelupkan ke dalam laruran antioksidan, dilapisi edibel (larutan glukomanan), dan dicelupkan ke dalam larutan CaCl 2. Irisan buah naga yang telah terlapis edibel dimasukkan ke dalam toples kaca dengan tutup yang dilengkapi dua buah lubang untuk pengukuran komposisi O 2 dan CO 2. Lubang disambung dengan selang plastik yang dapat ditutup dengan menggunakan klip. Pengambilan data laju konsumsi O 2 dan produksi CO 2 dilakukan setiap 4 jam sekali pada hari ke-1, setelah itu pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali pada hari ke-2, 12 jam sekali pada hari ke-3, serta 24 jam sekali pada hari ke-4, dan seterusnya. Pengukuran dihentikan jika buah naga yang disimpan pada suhu yang dinginkan telah mengalami kerusakan berupa perubahan warna, timbulnya mikroba, serta buah naga telah mengalami bau yang tidak diinginkan. Untuk penentuan laju respirasi pada penelitian kali ini tidak dilakukan uji organoleptik. Data yang diperoleh pada pengukuran ini berupa perubahan konsentrasi gas O 2 dan CO 2 yang diukur pada 3 konsentrasi pelapis edibel yang berbeda yakni larutan glukomanan 0.50 %, 0.55%, 0.60%, serta tanpa pelapis edibel pada suhu 5 C. Laju respirasi 29

48 diukur berdasarkan persamaan yang dikembangkan Mannapperuma dan Singh (1989): R = V W x dx dt...(11) di mana: R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas (ml) W = berat sampel (kg) dx dt = perubahan konsentrasi gas O 2 dan CO 2 terhadap waktu (%/jam) b. Penentuan Laju Respirasi dengan Suhu Pada tahap ini dilakukan penentuan laju respirasi dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda, yaitu suhu 5 o C, 10 o C, dan suhu ruang. Penentuan laju respirasi dengan indikator berupa suhu bertujuan agar dapat ditentukan suhu yang tepat untuk penyimpanan buah naga yang telah terolah minimal dan berlapis edibel. Mula-mula buah naga yang telah terolah minimal dipotong menjadi 4-5 irisan dengan berat sekitar gram kemudian dicelupkan ke dalam laruran antioksidan, dilapisi edibel (larutan glukomanan), dan dicelupkan ke dalam larutan CaCl 2. Irisan buah naga yang telah berlapis edibel dimasukkan ke dalam toples kaca dengan tutup yang dilengkapi dua buah lubang untuk pengukuran komposisi O 2 dan CO 2. Lubang disambung dengan selang plastik yang dapat ditutup dengan menggunakan klip. Pengambilan data laju konsumsi O 2 dan produksi CO 2 dilakukan setiap 4 jam sekali pada hari ke-1, setelah itu pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali pada hari ke-2, 12 jam sekali pada hari ke-3, serta 24 jam sekali pada hari ke-4, dan seterusnya. Pengukuran dihentikan jika buah naga yang disimpan pada suhu yang dinginkan telah mengalami kerusakan berupa perubahan warna, timbulnya mikroba, serta buah naga telah 30

49 mengalami bau yang tidak diinginkan. Untuk penentuan laju respirasi pada penelitian kali ini tidak dilakukan uji organoleptik. Data yang diperoleh pada pengukuran ini berupa perubahan konsentrasi gas O 2 dan CO 2 yang diukur pada 3 suhu berbeda, yaitu 5 C, 10 C, dan pada suhu ruang. Laju respirasi diukur berdasarkan persamaan (11) yang dikembangkan Mannapperuma dan Singh (1989). c. Penentuan Komposisi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Tahap ini dilakukan untuk menentukan komposisi atmosfer, yaitu O 2 dan CO 2 optimum yang mampu memberikan mutu penyimpanan yang baik untuk buah naga. Penentuan kombinasi kadar O 2 dan CO 2 optimum dilakukan berdasarkan pada hasil penelitian tahap pertama dan kedua. Perlakuan komposisi gas yang diujikan: a. Komposisi 1 (2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 ) b. Komposisi 2 (3-5% O 2 dan 5-7% CO 2 ) c. Komposisi 3 (5-6% O 2 dan 8-10% CO 2 ) Pengendalian konsentrasi gas O 2 dan CO 2 pada setiap taraf konsentrasi dilakukan setiap hari selama masa pengamatan. Penelitian komposisi O 2 dan CO 2 optimum, yakni irisan buah naga segar sebanyak 2 muka dipotong menjadi 4-5 irisan per muka seberat gram dibersihkan kulitnya untuk masing-masing muka dilapisi edibel sesuai SOP. Kemudian dimasukkan ke dalam toples plastik dengan tutup yang dilengkapi 2 buah lubang yang disambung dengan selang plastik. Tutup toples dilapisi lilin malam guna menghindari kebocoran gas. Konsentrasi dalam toples diatur sehingga berada pada konsentrasi yang dikehendaki. Toples 31

50 disimpan pada lemari pendingin pada suhu terpilih hasil percobaan pada tahap kedua. Pengaturan komposisi atmosfer sesuai perlakuan dilakukan dengan mengatur debit gas O 2, N 2, dan CO 2 menggunakan flowmeter. Debit flowmeter dipertahankan setelah mendapat komposisi yang diinginkan kemudian disemprotkan ke dalam wadah toples yang telah terisi irisan buah naga segar berlapis edibel. Pembacaan komposisi atmosfer yang diinginkan dilakukan menggunakan Continuous Gas Analyzer dan Portable Oxygen Tester. Setelah komposisi O 2 mendekati batas maksimum dan konsentrasi CO 2 mendekati batas minimum, maka penyemprotan gas dihentikan. Kemudian bagian ujung selang ditutup rapat dan selang dilipat serta dijepit untuk mencegah masuknya gas CO 2 dan O 2 dari luar. Penentuan pengaruh komposisi atmosfer terhadap pengamatan yang dilakukan diuji menggunakan analisis statistik. Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Jumlah satuan percobaan 3 x 2 x 1 = 6 unit. Perlakuan yang diujikan adalah komposisi atmosfer penyimpanan, yaitu (1) 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2, (2) 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2, serta (3) 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2. Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari hasil uji ANOVA dapat disimpulkan apakah berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode 32

51 pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan rata-rata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SPSS. d. Pemilihan Jenis Film dan Validasi Kemasan Termodifikasi Jenis film kemasan ditentukan setelah dari percobaan tahap ketiga didapatkan komposisi O 2 dan CO 2 yang optimum. Hasil tersebut diplotkan dalam grafik jenis-jenis film kemasan (Gunadnya 1993). Dilakukan penyesuaian terhadap bobot bahan yang dikemas dan luas permukaan kemasan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Deily dan Rizvi (1981), persamaan (8) dan (9). Jenis kemasan terpilih adalah kemasan yang mempunyai permeabilitas mendekati permeabilitas hasil perhitungan. Selain itu, dilakukan pembandingan terhadap kemungkinan adanya pengembunan uap air pada permukaan film terpilih (Rusmono 1989). Di samping menggunakan jenis plastik film terpilih, plastik jenis lain dengan permeabilitas berbeda digunakan sebagai pembanding. Rancangan berupa berat produk optimal yang akan dikemas dapat diperoleh berdasarkan persamaan (10). Pada tahap ini, jenis film kemasan yang telah didapatkan diuji validitasnya. Pengujian dilakukan menggunakan dua jenis plastik lain dengan nilai permeabilitas yang berbeda sebagai pembanding. Untuk pengamatan kadar O 2 dan CO 2 dalam kemasan, dibuat 2 buah lubang pada salah satu sisi kemasan kemudian dipasang selang pada kedua lubang tersebut. Kedua selang tersebut dijepit dengan menggunakan klip. Pengukuran terhadap konsentrasi O 2 dan CO 2 dilakukan setiap hari sedangkan pengamatan terhadap susut bobot, uji kekerasan, warna dan uji organoleptik yang dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 5, 6, dan 7. Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari 33

52 hasil uji ANOVA disimpulkan apakah berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan rata-rata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SPSS. e. Penyimpanan Kemasan Atmosfer Termodifikasi dengan Film Terpilih Berdasarkan komposisi yang didapat dari tahap sebelumnya dan berdasarkan perhitungan, maka diperoleh berat buah naga segar berlapis edibel yang dapat diaplikasikan ke dalam wadah LDP no.4 dan ditutup dengan film terpilih pada suhu yang paling tepat untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel. Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari hasil uji ANOVA disimpulkan apakah berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan rata-rata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SPSS. 34

53 D. Pengamatan Mutu 1. Susut Bobot Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut : Susut bobot (g/100g) = W W a W di mana : W W a = bobot bahan awal penyimpanan (g) = bobot bahan akhir penyimpanan (g) x 100%...(12) 2. Uji Kekerasan Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda, yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal dengan dua kali pengulangan tiap dua hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak optimal lalu data yang diperoleh dirata-ratakan. 3. Uji Warna Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat chromameter. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a (warna kromatik campuran merah-hijau), dan nilai b (warna kromatik biru-kuning). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan irisan buah naga semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna akromatik merahhijau, bernilai +a dari untuk warna merah dan bernilai a dari 0-(- 80) untuk warna hijau. Nilai a yang semakin besar menunjukkan irisan buah naga semakin mendekati kebusukan. Pengujian dilakukan dengan 35

54 menempelkan sensor pada buah naga dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. 4. Total Padatan Terlarut Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Buah naga dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Perlakuan dilakukan tiga kali ulangan terhadap masingmasing sampel. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan Brix. 5. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan oleh panelis tidak terlatih sebanyak 10 orang untuk menerima perubahan sifat fisik dan kimia buah naga selama penyimpanan. Parameter pengamatan organoleptik meliputi warna buah, aroma buah, kekerasan, rasa, serta penilaian secara keseluruhan. Penilaian panelis ditabulasikan ke dalam skor 1 sampai 5. Di mana kriteria penilaiannya adalah (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) biasa; (4) suka; (5) sangat suka. Batas penolakan konsumen adalah 3.0 untuk penentuan komposisi (tahap 3) sedangkan pada validasi film kemasan (tahap 5) batas penolakan konsumen lebih tinggi yakni 3.5. Hal ini dikarenakan pada tahap ini sudah dilakukan pengaplikasian menggunakan wadah kemasan dan film kemasan sehingga tingkat penilaian konsumen pun menjadi semakin selektif terhadap penerimaan tampilan buah yang disajikan. 36

55 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Laju Respirasi pada Persentase Konsentrasi Glukomanan yang Berbeda Pada penelitian pendahuluan dilakukan penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan 3 konsentrasi edibel yang berbeda serta tanpa pelapis edibel. Sebagai pelapis edibel digunakan larutan glukomanan dengan konsentrasi masing-masing 0.50%, 0.55%, dan 0.60% pada suhu 5 C. Tujuan dari penelitian pendahuluan in, yakni untuk mengetahui konsentrasi larutan glukomanan paling baik yang akan digunakan sebagai pelapis edibel untuk tahap selanjutnya, di mana buah naga dapat bertahan lebih lama sekaligus untuk mengetahui umur simpan buah naga terolah minimal berlapis edibel. Perubahan laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel disajikan dengan grafik dalam Gambar Laju Respirasi (ml/kg.jam) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Lama Penyimpanan (jam ke-) Gambar 8. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.50% pada suhu 5 C. 37

56 35 Laju Respirasi (ml/kg.jam) Lama Penyimpanan (jam ke-) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Gambar 9. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.55% pada suhu 5 C Laju Respirasi (ml/kg.jam) Lama Penyimpanan (jam ke-) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Gambar 10. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan 0.60% pada suhu 5 C. 38

57 90 80 Laju Respirasi (ml/kg.jam) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Lama Penyimpanan (jam ke-) Gambar 11. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal tanpa pelapis edibel pada suhu 5 C. Buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi larutan glukomanan 0.50% mampu bertahan selama 119 jam (hari ke-5) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Pada buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi larutan glukomanan 0.55% mampu bertahan selama 119 jam (hari ke-5) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Buah naga terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi larutan glukomanan 0.60% hanya mampu bertahan selama 59 jam (hari ke-3) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Buah naga terolah minimal tanpa pelapis edibel hanya mampu bertahan selama 59 jam (hari ke-3) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Pada awal penyimpanan pada keempat konsentrasi, laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel berada pada puncaknya dan kemudian menurun. Hal ini disebabkan oleh terjadinya stress pada buah naga akibat perlakuan terolah minimal, yang menyebabkan meningkatnya kehilangan bagian-bagian sel dan mengakibatkan kontak yang lebih besar antara substrat hasil metabolisme dan enzim-enzim kompleks. 39

58 Nilai RQ (Respiratory Quotient) merupakan perbandingan produksi CO 2 dan konsumsi O 2. RQ digunakan untuk menentukan sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung, dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik atau anaerobik. Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ (Respiratory Quotient) buah naga terolah minimal berlapis edibel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ buah naga terolah minimal pada persentase konsentrasi glukomanan yang berbeda Konsentrasi Produksi CO 2 Konsumsi O 2 RQ Glukomanan (ml/kg.jam) (ml/kg.jam) 0.5% % % Tanpa edibel Pada umumnya, bila RQ sama dengan satu, yang dioksidasi adalah gula. Suatu nilai RQ yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik. Bila RQ kurang dari satu, maka ada beberapa kemungkinan: (a) substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa; (b) oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-zat antara lainnya; (c) CO 2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO 2 (Pantastico 1986). Besarnya kuosien tidak saja dipengaruhi oleh sebab-sebab kimiawi tetapi juga oleh sebab-sebab fisik, terutama perbedaan dalam koefisien daya larut dan koefisien difusi gas O 2 dan CO 2 (Pantastico 1986). Pelapis edibel pada buah naga terolah minimal berperan sebagai penahan (barrier) dari perpindahan gas O 2, CO 2, dan uap air, sehingga dengan adanya pelapis edibel ini mempengaruhi besarnya kuosien respirasi karena laju respirasi semakin kecil di mana jumlah konsumsi O 2 semakin kecil yang dapat menyebabkan 40

59 jumlah produksi CO 2 juga semakin berkurang. Pelapis edibel yang terlalu tipis menyebabkan penghambatan respirasi dan transpirasi kurang efektif sedangkan pelapis edibel yang terlalu tebal menyebabkan hampir seluruh pori-pori buah terolah minimal tertutup sehingga akan mengakibatkan respirasi anaerob, yakni respirasi tanpa O 2, sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan yang normal. Parameter yang digunakan buah naga terolah minimal berlapis edibel dikatakan mengalami pembusukan adalah permukaan buah menjadi melunak, berlendir, dan perlahan-lahan mulai hancur (benyek), serta menimbulkan bau yang menyengat. Tingkat kecerahan dari tiap-tiap irisan buah menentukan kelayakan irisan buah. Buah yang rusak akan mengalami perubahan warna. Perubahan yang terjadi pada buah naga adalah warnanya yang semakin pucat. Warna yang pucat dan tidak menarik akan mengurangi ketertarikan konsumen. Dari grafik pada Gambar 8-11 dapat dilihat bahwa konsentrasi glukomanan yang dipakai adalah glukomanan dengan konsentrasi 0.55% karena dari lamanya buah dapat bertahan, yakni 5 hari dengan laju respirasi terkecil. Hal ini disebabkan karena semakin besar laju respirasi maka buah akan semakin cepat pula mengalami pembusukan. B. Pengukuran Laju Respirasi pada Berbagai Suhu Pengukuran laju respirasi irisan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dengan suhu berbeda dilakukan untuk mengetahui suhu optimal penyimpanannya. Laju respirasi yang rendah biasanya disertai oleh umur simpan yang panjang, yakni berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada 3 suhu yang berbeda, yaitu 5 C, 10 C, dan suhu ruang diperoleh laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 yang berbeda. Perubahan laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel disajikan dengan grafik pada Gambar

60 35 30 Laju Respirasi (ml/kg.jam) Komposisi O2 Komposisi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Lama Penyimpanan (jam ke-) Gambar 12. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu 5 C. 30 Laju Respirasi (ml/kg.jam) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Lama Penyimpanan (jam ke-) Gambar 13. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu 10 C. 42

61 Laju Respirasi (ml/kg.jam) Komposisi O2 Komposisi CO2 Rusak Fisik dan Biologi Lama Penyimpanan (jam ke-) Gambar 14. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu ruang. Buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan selama 30 jam (hari ke-1) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Pada suhu 10 C, buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% mampu bertahan selama 72 jam (hari ke-3) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% yang paling lama bertahan adalah pada penyimpanan suhu 5 C yang mampu bertahan selama 120 jam (hari ke- 5) dengan laju respirasi sebesar mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. Pada awal penyimpanan di suhu 5 C dan 10 C, laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% berada pada puncaknya dan kemudian menurun. Hal ini disebabkan oleh terjadinya stress pada buah naga akibat perlakuan terolah minimal, yang menyebabkan meningkatnya kehilangan bagian-bagian sel dan mengakibatkan kontak yang lebih besar antara substrat hasil metabolisme dan enzim-enzim kompleks. Dari grafik dapat dilihat bahwa laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu ruang lebih besar jika 43

62 dibandingkan laju respirasi buah pada suhu 5 C dan 10 C. Semakin besar laju respirasi maka buah akan semakin cepat pula mengalami pembusukan. Sebaliknya semakin rendah suhu penyimpanan buah maka akan semakin menurun pula laju respirasinya. Nilai RQ (Respiratory Quotient) merupakan perbandingan produksi CO 2 dan konsumsi O 2. RQ digunakan untuk menentukan sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung, dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik atau anaerobik. Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ (Respiratory Quotient) buah naga terolah minimal berlapis edibel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai suhu Suhu Produksi CO 2 (ml/kg.jam) 5 C C Ruang Konsumsi O 2 (ml/kg.jam) RQ Pada umumnya, bila RQ sama dengan satu, yang dioksidasi adalah gula. Suatu nilai RQ yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik. Bila RQ kurang dari satu, maka ada beberapa kemungkinan: (a) substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa; (b) oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-zat antara lainnya; (c) CO 2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO 2 (Pantastico 1986). Besarnya kuosien tidak saja dipengaruhi oleh sebab-sebab kimiawi tetapi juga oleh sebab-sebab fisik, terutama perbedaan dalam koefisien daya 44

63 larut dan koefisien difusi gas O 2 dan CO 2 (Pantastico 1986). Pelapis edibel pada buah naga terolah minimal berperan sebagai penahan (barrier) dari perpindahan gas O 2, CO 2, dan uap air, sehingga dengan adanya pelapis edibel ini mempengaruhi besarnya kuosien respirasi karena laju respirasi semakin kecil di mana jumlah konsumsi O 2 semakin kecil yang dapat menyebabkan jumlah produksi CO 2 juga semakin berkurang. Parameter yang digunakan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dikatakan mengalami pembusukan adalah permukaan buah menjadi melunak, berlendir, dan perlahan-lahan mulai hancur (benyek), serta menimbulkan bau yang menyengat. Tingkat kecerahan dari tiap-tiap irisan buah menentukan kelayakan irisan buah. Buah yang rusak akan mengalami perubahan warna. Perubahan yang terjadi pada buah naga adalah warnanya yang semakin pucat. Warna yang pucat dan tidak menarik akan mengurangi ketertarikan konsumen. Dari grafik pada hasil dapat dilihat bahwa suhu yang dipakai adalah 5 C karena dari lamanya buah dapat bertahan, yakni 5 hari dengan laju repirasi terkecil. Hal ini disebabkan karena semakin besar laju respirasi maka buah akan semakin cepat pula mengalami pembusukan. C. Penentuan Komposisi O 2 dan CO 2 Kemasan Atmosfer Termodifikasi Tahap ini dilakukan pada suhu hasil penelitian sebelumnya, yaitu 5 C. Komposisi yang diujikan didapat berdasarkan laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada tahap sebelumnya. Selain itu, digunakan literatur berdasarkan hasil penelitian Solihati (2008), sehingga didapatkan 3 komposisi yang diujikan, yaitu (1) 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2, (2) 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2, serta (3) 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2. Parameter yang diamati adalah susut bobot, kekerasan, perubahan warna, dan uji organoleptik. Dari parameter susut bobot dan perubahan warna, komposisi yang dipilih yaitu yang mempunyai rata-rata perubahan terkecil, sedangkan kekerasan dan uji organoleptik dipilih yang memiliki nilai rata-rata terbesar. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 5, 6, dan 7. 45

64 Setelah hari ke-7 pengamatan untuk seluruh komposisi dihentikan karena nilai organoleptiknya berada di bawah batas penerimaan panelis (3.0). Gambar 15. Penentuan komposisi O 2 dan CO 2 optimum. 1. Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Hasil yang didapat dirata-ratakan dan diplotkan seperti disajikan dalam Gambar Susut Bobot (g/100g) % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 16. Grafik perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. Selama masa penyimpanan 7 hari buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% mengalami penurunan bobot akibat buah naga terolah minimal yang melakukan respirasi mengubah gula 46

65 menjadi CO 2 dan H 2 O yang hilang melalui proses penguapan uap air. Hal tersebut menyebabkan presentasi laju susut bobotnya semakin meningkat. Tabel perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa ketiga komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Uji lanjut Duncan juga menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai susut bobot antar ketiga komposisi tidak berbeda nyata secara signifikan. Pada hari terakhir penyimpanan komposisi 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2 merupakan komposisi dengan laju susut bobot terbesar, diikuti dengan komposisi 2-4% CO 2 dan 7-9% CO 2 kemudian 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran 9. Susut bobot merupakan parameter mutu pasca panen buah-buahan yang berkaitan dengan banyaknya air yang hilang, baik karena proses transpirasi maupun respirasi. Oleh karena itu, untuk mempertahankan masa simpan buah naga terolah minimal diperlukan usaha untuk menghambat hilangnya uap air tersebut. Peranan pelapis edibel terhadap buah naga terolah minimal selama penyimpanan pada suhu rendah sebagai upaya memperkecil susut bobot cukup efektif karena suhu yang rendah dapat menghambat proses metabolisme atau respirasi sehingga kehilangan zat-zat makro relatif kecil. Pelapis edibel berperan untuk memperkecil transpirasi dan memperlambat proses respirasi, sehingga kehilangan air dari dalam buah naga terolah minimal dapat diperkecil dan penurunan susut bobot dapat diperkecil pula. Susut bobot selama penyimpanan disebabkan terutama oleh transpirasi, yaitu hilangnya uap air. Berkaitan dengan laju kehilangan air dari buah naga terolah minimal, menunjukkan bahwa pelapis edibel mampu menghambat laju penguapan air. Selain itu, laju transmisi uap air pelapis edibel yang relatif rendah dapat mengakibatkan 47

66 penghambatan transfer uap air dari dalam buah ke lingkungan (Garnida 2007). 2. Kekerasan Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan, maka akan menyebabkan buah naga terolah minimal berlapis edibel menjadi lunak selama penyimpanan. Pengukuran kekerasan dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan menggunakan jarum berdiameter 2.5 mm dan kedalaman irisan 2 mm serta kecepatan tekanan 60 mm/m. Hasil uji kekerasan disajikan pada Gambar Kekerasan (Newton) % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama penyimpanan (Hari ke-) Gambar 17. Grafik perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. Dari grafik dapat dilihat bahwa kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel pada ketiga komposisi mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh ukuran irisan buah naga yang tidak seragam. Selain itu, kondisi setiap buah naga setelah panen tidak seragam. Tabel perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 4. 48

67 Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa ketiga komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan. Begitu juga dengan uji lanjut Duncan yang menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai kekerasan antara ketiga komposisi tidak berbeda secara signifikan. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada Lampiran 10. Lambatnya pelunakan buah naga terolah minimal selama penyimpanan diduga karena pelapisan edibel menghambat transpirasi, sehingga kehilangan air dari buah berkurang dan ketegaran buah lebih tinggi. Dugaan ini didukung oleh Lownds et al. (1993) yang menyatakan bahwa pelunakan pada buah berhubungan secara langsung dengan kehilangan air dari buah. Peningkatan pelunakan disebabkan oleh penguapan air. Air sel yang menguap menyebabkan sel menjadi menciut, ruang antar sel menjadi menyatu, dan zak pektin yang berada pada ruang antar sel akan saling berikatan (Pantastico 1986). Pada buah terolah minimal meningkatnya pelunakan selama penyimpanan lebih banyak disebabkan oleh degradasi dinding sel akibat hilangnya kulit sebagai pelindung alami (Seymor et al. 1993). Perubahan nilai kekerasan pada perlakuan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disebabkan karena penggunaan CaCl 2. CaCl 2 mampu mempertahankan tekstur buah sehingga buah tidak cepat lunak. Perendaman buah dalam larutan CaCl 2 menyebabkan pori-pori buah akan tertutup karena ion kalsium yang terdapat pada CaCl 2 akan berikatan dengan pektin membentuk Ca-Pektat yang tidak larut dalam air dan menghasilkan tekstur yang keras sehingga laju respirasi buah dapat ditekan dan nantinya akan memperpanjang umur simpan dari buah naga terolah minimal tersebut. 3. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin 49

68 besar pula kadar kemanisan buah. Grafik total padatan terlarut ( Brix) dapat dilihat pada Gambar Total Padatan Terlarut ( Brix) % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 18. Grafik total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan penghambatan banyaknya zat yang terlarut pada buah. Berdasarkan data total padatan terlarut pada Lampiran 5, dapat dilihat bahwa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada hari ke-7 pengamatan mengalami penurunan nilai. Hal ini disebabkan selama penyimpanan terjadi proses transpirasi, yaitu keluarnya air dari bahan dan terakumulasi sebagai uap air, sehingga bahan terlarut ikut keluar dari sel. Kenaikan total gula selama penyimpanan disebabkan karena masih tersedianya zat pati yang dapat dirombak menjadi gula. Menurut Hulme (1970) pada buah klimaterik perubahan yang jelas selama proses pematangan buah adalah kenaikan kadar gula dan penurunan zat patinya. Winarno dan Aman (1981), menyatakan bahwa peningkatan total gula disebabkan karena terjadinya akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati sedangkan penurunan terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut berfluktuasi. Hal ini disebabkan tingkat kematangan buah yang berbeda. Nilai total padatan terlarut tertinggi terdapat pada komposisi 1 (2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 ) di hari ke-7 pengamatan dengan nilai Brix, maka 50

69 komposisi 1 merupakan komposisi atmosfer terbaik untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55%. Berdasarkan hasil analisis statistik untuk total padatan terlarut pada Lampiran 11, menunjukkan bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55%. Hasil uji lanjut Duncan juga menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai total padatan terlarut antar keempat komposisi tidak berbeda secara signifikan. 4. Warna Perubahan warna pada irisan buah naga ditandai dengan semakin pucatnya warna permukaan irisan buah naga atau bertambahnya tingkat kecerahan/nilai warna (L) dan bertambahnya nilai warna (a) yang menandakan irisan buah naga semakin mendekati kerusakan. Hasil perubahan tingkat kecerahan irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan dalam Gambar 19 sedangkan tabel perubahan tingkat kecerahan disajikan pada Lampiran 6. Hasil perubahan nilai warna (a) irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan dalam Gambar 20 sedangkan tabel perubahan nilai warna (a) disajikan pada Lampiran Nilai warna L % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 19. Grafik perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. 51

70 Dari grafik dapat dilihat bahwa tingkat kecerahan irisan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada ketiga komposisi yang diujikan berfluktuatif akan tetapi antar ketiga komposisi memiliki pola perubahan nilai warna (L) yang tidak berbeda jauh. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna (L). Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai (L) antar keempat komposisi tidak berbeda secara signifikan. Uji Duncan pada hari terakhir penyimpanan memberikan hasil komposisi yang memiliki perubahan nilai warna (L) yang paling besar adalah 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2, diikuti dengan komposisi 3-5% O 2 dan 7-9% CO 2, serta 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran 12. Model warna HSI adalah model warna lain yang membagi suatu warna menjadi tiga komponen penyusunnya, yaitu corak (hue), kejenuhan (saturation), dan intensitas (intensity) (Rahmawati et al. 2009). 1. Hue adalah warna yang dipantulkan dari atau memancarkan melalui suatu obyek. Itu diukur sebagai lokasi pada standard colour wheel yang dinyatakan dalam tingkat antara 0 C dan 360. Pada umumnya, hue dikenali dengan nama dari warna seperti merah, orange, atau hijau. 2. Saturation kadang-kadang disebut chroma adalah kemurnian atau kekuatan dari warna. 3. Intensity adalah tingkat keterangan relatif atau kegelapan dari warna. Pada umunya diukur dalam presentase dari 0% (hitam) ke 100% putih. Model ini adalah warna yang dianggap paling sesuai dengan persepsi manusia dalam memandang suatu warna. Sistem warna HSI merupakan 52

71 warna pelengkap yang dihasilkan dari pengaturan warna RGB (Red Green Blue) yang diproyeksikan ke diagonal utama, yaitu dari warna hitam ke warna putih. Sistem HSI memisahkan informasi warna sebuah citra dari informasi intensitasnya. Informasi warna diwakili dengan nilai hue dan saturasi sedangkan intensitas menggambarkan kecerahan sebuah citra, yang ditentukan dengan kwantitas cahaya (Ahmad 2005) Nilai warna (a) % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 20. Grafik perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. Dilihat dari grafik hasil nilai warna (a) untuk ketiga komposisi yang didapat berfluktuatif. Hasil uji analisis sidik ragam menyatakan bahwa ketiga atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna (a). Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai (a) antara ketiga komposisi tidak berbeda secara signifikan. Uji Duncan pada hari terakhir penyimpanan memberikan hasil komposisi yang memiliki perubahan nilai warna (a) yang paling besar adalah 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2, diikuti 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2 kemudian 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran

72 Model warna L a b berdasar atas persepsi manusia atas warna. L a b menguraikan warna dalam kaitannya dengan luminance atau lightnesscomponents (L) dan dua chromatic components (a), komponen merah dan hijau, dan (b) komponen kuning dan biru. Model warna L a b ini dirancang untuk mendekati penglihatan manusia. Hal ini menginspirasikan untuk keseragaman persepsi dan komponen L-nya secara erat cocok dengan persepsi manusia tentang lightness (kecerahan). Hal demikian dapat digunakan untuk membuat koreksi keseimbangan warna yang akurat dengan memodifikasi output kurva di komponen a dan b, atau untuk menyesuaikan kontras ringan menggunakan komponen L (Rahmawati et al. 2009). 5. Organoleptik Penampakan buah secara visual merupakan faktor utama dalam pengambilan keputusan oleh konsumen dalam membeli suatu produk. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap mutu buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% yang meiputi warna, rasa, aroma, dan kekerasan dengan lima skala numerik. Uji organoleptik dilakukan pada 10 orang panelis tidak terlatih. Setiap panelis melakukan pengujian tingkat kesukaan terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% sebanyak 2 kali ulangan. Hasil penilaian panelis disajikan pada Gambar 21 sedangkan tabel penilaian panelis disajikan dalam Lampiran 8. 54

73 Nilai Organoleptik % O2 & 7-9% CO2 3-5% O2 & 5-7% CO2 5-6% O2 & 8-10% CO Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 21. Grafik penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai komposisi atmosfer selama penyimpanan. Dari grafik dapat dilihat bahwa komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 masih diterima panelis sampai hari ke-7 sedangkan komposisi 3-5% O 2 dan 5-7 CO 2 serta 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2 sudah berada di bawah batas penerimaan hedonik (3.0) sejak hari ke-5 penyimpanan. Hasil uji analisis sidik ragam menyatakan bahwa ketiga atmosfer yang diujikan berpengaruh nyata terhadap organoleptik secara keseluruhan pada hari ke-6 sedangkan pada hari ke-2, 4, 5, dan 7 tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa selama penyimpanan nilai organoleptik secara keseluruhan antara ketiga komposisi tidak berbeda secara signifikan hanya pada hari ke-6 antar ketiga komposisi berbeda signifikan. Uji Duncan pada hari ke-6 penyimpanan memberikan hasil komposisi yang memiliki nilai organoleptik yang paling besar adalah 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2, diikuti 5-6% O 2 dan 8-10% CO 2, kemudian 3-5% O 2 dan 5-7% CO 2. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan nilai organoleptik keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran

74 Perubahan tingkat kesukaan selama penyimpanan cenderung menurun. Keadaan tersebut disebabkan buah naga selama penyimpanan terus-menerus melakukan proses degradasi terhadap komponenkomponen di dalamnya untuk kelangsungan aktivitasnya. Komponenkomponen tersebut semakin berkurang kuantitasnya dan berdampak kepada penilaian organoleptik, yaitu rasa, aroma, kekerasan, dan warna, di mana penurunan terhadap rasa lebih dominan. D. Penentuan Jenis Film Kemasan Dalam menentukan jenis film kemasan terpilih parameter mutu kritis yang digunakan, yaitu perubahan warna dan organoleptik. Nilai yang dijadikan acuan dari kedua parameter tersebut didapat dari penelitian tahap sebelumnya. Perubahan warna dipilih yang paling kecil dan uji hedonik dipilih yang di atas batas penerimaan 3.0. Dari kedua parameter mutu kritis ini, diputuskan bahwa penyimpanan dengan komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 menjadi komposisi terpilih yang akan digunakan untuk menentukan jenis film kemasan yang digunakan pada tahap selanjutnya. Komposisi ini kemudian diplot pada kurva permeabilitas film kemasan (Gambar 22). Gambar 22. Komposisi atmosfer terpilih untuk buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% di atas kurva permeabilitas O 2 dan CO 2 dari berbagai film kemasan. 56

75 Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai O 2 dan CO 2 pada komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 berada pada zona stretch film dan polypropylen. Maka kedua jenis kemasan tersebut akan digunakan untuk pencapaian optimum pengemasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada tahap selanjutnya. E. Uji Validasi Kemasan Kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) yang digunakan adalah MAP pasif di mana kesetimbangan komposisi O 2 dan CO 2 yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Untuk uji validasi kemasan sebelumnya dilakukan perancangan kemasan. Dalam perancangan kemasan diperlukan ukuran wadah kemasan yang digunakan dan berat optimal yang dapat dikemas pada masing-masing kemasan. Dengan pertimbangan meminimalkan kerusakan pada permukaan irisan buah naga, wadah kemasan yang digunakan adalah wadah LDP no.4 dengan ukuran 10 cm x 18 cm. Berat optimal dihitung berdasarkan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989) dalam persamaan (3). Permeabilitas yang digunakan mengacu pada hasil penelitian Gunadnya (1993) seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (Gunadnya 1993) Jenis film kemasan Tebal (mil) Permeabilitas (ml.mil/m 2.jam/atm) 10 C a) 15 C a) 25 C b) B c) O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO 2 LDPE Polypropylen Stretch film White stretch film a) Hasil perhitungan b) Hasil penetapan metode ASTM 1413 c) Pada suhu 25 C 57

76 Hasil perhitungan berat optimal untuk film kemasan polypropylen disajikan pada Tabel 7 sedangkan untuk stretch film disajikan pada Tabel 8. Tabel 7. Berat optimal buah naga terolah minmal berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk film kemasan polypropylen * Konsentrasi Tebal Film (mil) Permeabilitas (ml.mil/m 2.jam.atm) Luas Kemasan (m 2 ) Laju Respirasi (ml/kg.jam) Berat (kg) * 7% CO % CO % O % O : Berat hasil perhitungan Tabel 8. Berat optimal buah naga terolah minmal berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk film kemasan stretch film Konsentrasi Tebal Permeabilitas Luas Laju Berat Film (mil) (ml.mil/m 2.jam.atm) Kemasan (m 2 ) Respirasi (ml/kg.jam) (kg) 7% CO % CO % O % O * : Berat hasil perhitungan Dari hasil perhitungan diperoleh berat optimal untuk film kemasan polypropylen berkisar antara kg kg sedangkan berat optimal untuk stretch film berkisar antara kg kg, sehingga diputuskan berat optimal irisan buah naga pada kemasan polypropylen adalah 90 gram sedangkan pada stretch film adalah 229 gram. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 5, 6, dan 7 di mana parameter yang diamati terdiri dari susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna, 58

77 dan uji organoleptik. Selain itu, setiap hari juga dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi CO 2 dan O 2 dalam kemasan untuk mengetahui apakah komposisi atmosfer yang diinginkan tercapai atau tidak. 1. Perubahan Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) pasif tergantung pada respirasi produk yang menggunakan O 2 dalam kantong bersegel dan menggantinya dengan CO 2 sebagai hasil samping dari respirasi aerobik. Kantong tersebut membatasi perpindahan gas ke dalam atau keluar kemasan sesuai permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2. Seiring waktu, sistem akan mencapai titik keseimbangan atmosfer termodifikasi dengan konsentrasi O 2 lebih rendah dari udara normal (21%) dan konsentrasi CO 2 lebih tinggi dari udara normal (0.03%). Dalam hal ini yang diinginkan adalah tercapainya komposisi 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2. Akan tetapi berdasarkan pengamatan konsentrasi O 2 dan CO 2 yang dilakukan selama 7 hari penyimpanan diperoleh hasil bahwa komposisi atmosfer yang diinginkan yaitu 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 tidak tercapai. Baik untuk kemasan polypropylen dan stretch film konsentrasi O 2 dan CO 2 tidak tercapai sesuai yang diharapkan. Grafik perubahan O 2 dan CO 2 pada masing-masing kemasan dapat dilihat pada Grafik 23 dan Konsentrasi Gas (%) O2 CO Lama Penyimpanan (Hari Ke-) Gambar 23. Konsentrasi gas O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan stretch film pada suhu 5 C. 59

78 Konsentrasi Gas (%) O2 CO Lama Penyimpanan (Hari Ke-) Gambar 24. Konsentrasi gas O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan polypropylen pada suhu 5 C. Keadaan atmosfer termodifikasi pada kemasan polypropylen dan stretch film tidak tercapai diduga akibat kurang rapatnya film kemasan dalam menutup wadah irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55%. Meskipun hal ini sudah diantisipasi dengan menggunakan doubletape, kemungkinan kebocoran dapat terjadi. Selain itu, kemungkinan tidak tercapainya konsentrasi yang diinginkan adalah karena ukuran wadah yang digunakan sama sedangkan berat irisan buah naga yang dimasukkan ke dalam wadah berbeda-beda. Selama penyimpanan uap air yang terdapat pada stretch film lebih sedikit bila dibandingkan dengan kemasan yang menggunakan polypropylen. Perbedaan akumulasi uap air ini dapat dilihat pada Gambar 25. PP SF Hari Ke-0 60

79 Hari Ke-2 Hari Ke-4 Hari Ke-5 Gambar 25. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan atmosfer termodifikasi untuk buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% menggunakan film polypropylen (PP) dan stretch film (SF) pada suhu 5 C. Karena pengemasan yang digunakan adalah MAP pasif, diduga penyebab utama tidak tercapainya kondisi atmosfer yang diinginkan akibat tidak terdapatnya literatur mengenai permeabilitas O 2 dan CO 2 pada suhu 5 C. Permeabilitas yang digunakan mengacu pada hasil penelitian Gunadnya (1993) di mana suhu untuk permeabilitas CO 2 dan O 2 pada stretch film dan polypropylen adalah 10 C, sehingga berat optimal yang didapat tidak menghasilkan komposisi yang diinginkan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai komposisi yang diinginkan, yaitu berat tiap kemasan ditambah agar aktivitas laju respirasi meningkat. Saat aktivitas laju respirasi meningkat, maka irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% akan mengambil lebih banyak O 2 61

80 sehingga O 2 dalam kemasan akan berkurang dan CO 2 yang dihasilkan akan bertambah, sehingga diharapkan komposisi yang diinginkan akan tercapai. Selain itu, ukuran kemasan untuk kedua jenis film kemasan sebaiknya dibedakan karena berat irisan buah tiap kemasan berbeda sehingga respirasi dapat berlangsung optimal. Usaha yang lain, yaitu menggunakan kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) aktif dimana udara di dalam kemasan pada awal penyimpanan dikontrol dengan cara menambah CO 2 atau mengurangi O 2 dengan dibantu alat Continuous Gas Analyzer untuk mengukur konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam kemasan, sehingga komposisi yang diinginkan yaitu 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 dapat tercapai. Selain MAP aktif, dapat juga dilakukan pengemasan vakum. Prinsip dasar dari pengemasan vakum ini adalah pengaturan tekanan disekeliling produk yang disimpan, dimana tekanan tersebut lebih rendah dari tekanan atmosfer pada udara luar. Menurut Sacharow dan Griffin (1980) pengemasan vakum adalah pengemasan dengan gas hampa (tekanan kurang dari 1 atm). Pengemasan vakum diperlukan untuk mengeluarkan O 2 dari kemasan, sehingga dapat menambah umur simpan. Plastik yang digunakan dalam pengemasan vakum, yaitu plastik yang mempunyai permeabilitas O 2 yang rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas. Pengemasan vakum irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55%, yakni dengan mengkondisikan gas hampa atau mengurangi tekanan hingga kurang dari 1 atm di dalam kemasan. Lalu irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% akan menggunakan O 2 dalam kemasan untuk respirasi, sehingga akan menambah kevakuman namun CO 2 juga akan terbentuk selama respirasi. 2. Susut Bobot Hasil perubahan susut bobot disajikan pada Gambar 26 sedangkan tabel perubahan susut bobot dapat dilihat pada Lampiran

81 Susut bobot (g/100g) Lama Penyimpanan (Hari ke-) SF PP Gambar 26. Perubahan susut bobot pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada kedua kemasan mempunyai kecenderungan menurun sampai hari terakhir penyimpanan tetapi film kemasan polypropylen mempunyai nilai penurunan lebih tinggi dibandingkan stretch film. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua jenis film yang diujikan berpengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa film kemasan yang memiliki perubahan nilai susut bobot terkecil adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan susut bobot irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Kekerasan Hasil perubahan kekerasan disajikan pada Gambar 27 sedangkan tabel perubahan nilai kekerasan dapat dilihat pada Lampiran

82 Kekerasan (Newton) SF PP Lama penyimpanan (Hari ke-) Gambar 27. Perubahan kekerasan pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada kedua kemasan mempunyai kecenderungan menurun sampai hari terakhir penyimpanan tetapi film kemasan stretch film mempunyai nilai kekerasan lebih tinggi dibandingkan polypropylen. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa pada hari ke-2 dan ke-4 kedua jenis film yang diujikan berpengaruh nyata sedangkan pada hari ke-5, ke-6, dan ke-7 tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa film kemasan yang memiliki nilai kekerasan terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan kekerasan irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Warna Hasil perubahan nilai warna (L) disajikan pada Gambar 28 sedangkan tabel perubahan nilai warna (L) dapat dilihat pada Lampiran 18. Perubahan nilai warna (a) dapat dilihat pada Gambar 29 sedangkan tabel perubahan nilai warna (a) dapat dilihat pada Lampiran

83 Nilai warna L SF PP Rusak Fisik dan Biologis Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 28. Perubahan nilai warna (L) pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C Nilai warna (a) SF PP Rusak Fisik dan Biologis Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 29. Perubahan nilai warna (a) pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa pola perubahan tingkat kecerahan irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua kemasan tidak berbeda. Pada hari ke-4 nilai kecerahannya menurun tetapi kemudian meningkat kembali sampai hari terakhir penyimpanan (hari ke- 7). 65

84 Hasil analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap nilai warna (L). Uji lanjut Duncan juga menyatakan bahwa nilai (L) antar kedua kemasan berbeda signifikan selama penyimpanan dan pada hari terakhir penyimpanan diketahui bahwa film kemasan polypropylen memiliki nilai warna (L) terbesar. Dari grafik perubahan nilai warna (a) dapat dilihat bahwa kedua kemasan memiliki pola perubahan yang tidak berbeda. Pada hari ke-4 nilai warna (a) menurun tetapi kemudian meningkat kembali sampai hari terakhir penyimpanan (hari ke-7). Hasil analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua jenis film kemasan yang diujikan berpengaruh nyata selama hari penyimpanan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai (a) kedua film kemasan berbeda signifikan selama penyimpanan. Pada hari ke-7 uji lanjut Duncan menyatakan bahwa film kemasan yang mempunyai nilai warna (a) terbesar adalah polypropylen. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran 25 sedangkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Total Padatan Terlarut Hasil perubahan total padatan terlarut dapat dilihat pada Grafik 30 sedangkan tabel perubahan total padatan terlarut dapat dilihat pada Lampiran

85 TPT ( Brix) SF PP Rusak Fisik dan Biologis Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 30. Perubahan total padatan terlarut pada dua jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada kedua kemasan mempunyai kecenderungan menurun sampai hari terakhir penyimpanan tetapi film kemasan stretch film mempunyai nilai total padatan terlarut lebih tinggi dibandingkan polypropylen. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa pada hari ke-2 kedua jenis film yang diujikan tidak berpengaruh nyata sedangkan pada hari ke-4 sampai hari terakhir penyimpanan (hari ke-7) kedua jenis film yang diujikan berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai total padatan terlarut pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-7 kedua film kemasan berbeda signifikan. Pada hari terakhir (hari ke-7) penyimpanan uji lanjut Duncan menyatakan yang memiliki nilai total padatan terlarut terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan total padatan terlarut irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Organoleptik Warna Hasil penilaian panelis terhadap warna buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Gambar

86 Gambar 31. Penilaian panelis terhadap warna buah naga terolah minimal berlapis edibel 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa warna irisan buah naga untuk kemasan polypropylen dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-2 penyimpanan sedangkan kemasan stretch film dapat diterima panelis sampai hari ke-5. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik warna selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai organoleptik warna kedua film kemasan yang diujikan berbeda signifikan selama penyimpanan. Pada hari terakhir penyimpanan nilai organoleptik warna yang terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan uji organoleptik warna buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Organoleptik Kekerasan Hasil penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Gambar

87 Gambar 32. Penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa kekerasan irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk kemasan polypropylen pada hari kedua penyimpanan sudah di bawah batas penerimaan panelis (3.5) sedangkan kemasan stretch film dapat diterima panelis sampai hari ke-4. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik kekerasan selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai organoleptik kekerasan kedua film kemasan yang diujikan berbeda signifikan selama penyimpanan. Pada hari terakhir penyimpanan nilai organoleptik kekerasan yang terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan uji organoleptik kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Organoleptik Aroma Hasil penilaian panelis terhadap aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Gambar

88 Gambar 33. Penilaian panelis terhadap aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa aroma irisan buah naga berlapis edibel 0.55% untuk kemasan polypropylen pada hari kedua penyimpanan sudah di bawah batas penerimaan panelis (3.5) sedangkan kemasan stretch film dapat diterima panelis sampai hari ke-2. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik aroma selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai organoleptik aroma kedua film kemasan yang diujikan berbeda signifikan selama penyimpanan. Pada hari terakhir penyimpanan nilai organoleptik aroma yang terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan uji organoleptik aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran Organoleptik Rasa Hasil penilaian panelis terhadap rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Gambar

89 Gambar 34. Penilaian panelis terhadap rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Dari grafik dapat dilihat bahwa rasa irisan buah naga berlapis edibel glukomanan 0.55% untuk kemasan polypropylen dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-2 penyimpanan sedangkan kemasan stretch film dapat diterima panelis sampai hari ke-4. Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik rasa selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai organoleptik rasa kedua film kemasan yang diujikan berbeda signifikan selama penyimpanan. Pada hari terakhir penyimpanan nilai organoleptik rasa yang terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan uji organoleptik rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel dapat dilihat pada Lampiran Organoleptik Keseluruhan Hasil penilaian panelis terhadap organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% disajikan pada Gambar

90 6 Nilai Organoleptik Total SF PP Lama Penyimpanan (Hari ke-) Gambar 35. Penilaian panelis terhadap organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 C. Tabel nilai organoleptik untuk film kemasan polypropylen dan stretch film dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22. Dari grafik dapat dilihat bahwa organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel pada kemasan stretch film dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-4 penyimpanan sedangkan pada polypropylen pada hari kedua penyimpanan sudah di bawah batas penerimaan panelis (3.5). Analisis sidik ragam menyatakan bahwa kedua kemasan yang diujikan berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik secara keseluruhan pada hari ke-2, ke-5, dan ke-6. Sedangkan pada hari ke-4 dan ke-7, kedua kemasan yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik secara keseluruhan. Uji lanjut Duncan pada hari ke-7 menyatakan bahwa nilai organoleptik secara keseluruhan kedua film kemasan yang diujikan berbeda signifikan. Pada hari terakhir penyimpanan nilai organoleptik secara keseluruhan yang terbesar adalah stretch film. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan uji organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dapat dilihat pada Lampiran

91 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Konsentrasi glukomanan yang terpilih bagi pelapis edibel untuk buah naga terolah minimal adalah 0.55% yang menghasilkan laju respirasi buah terendah dibandingkan dengan konsentrasi glukomanan 0.50% dan 0.60%. 2. Penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada suhu 5 C menghasilkan laju respirasi terendah, yaitu mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam dibandingkan pada suhu 10 C yaitu mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam dan suhu ruang yaitu mlco 2 /kg.jam dan mlo 2 /kg.jam. 3. Komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% adalah 2-4% O 2 dan 7-9% CO 2 pada suhu penyimpanan 5 C. 4. Jenis film kemasan stretch film menghasilkan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% yang lebih baik dibandingkan dari film kemasan polypropylen berdasarkan perbandingan warna, kekerasan, aroma, rasa, serta organoleptik secara keseluruhan. 5. Buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% dengan berat 229 gram yang dikemas menggunakan stretch film pada wadah LDP no. 4 berukuran 10 cm x 18 cm masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-4 dengan nilai rataan skor organoleptik 3.5 dari selang 1-5 pada suhu penyimpanan 5 C. B. Saran 1. Untuk mencapai komposisi O 2 dan CO 2 yang diinginkan pada kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% usaha yang dapat dilakukan adalah: a. Menambah berat irisan buah naga berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi pasif. 73

92 b. Mencoba penggunaan kemasan atmosfer aktif atau keadaan vakum pada awal penyimpanan. 2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perlu dilakukan pengamatan tingkat kesukaan panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel terlebih dahulu sebelum uji organoleptik dilakukan agar hasil yang didapat lebih akurat. 3. Keragaman berat buah atau luas kemasan perlu diteliti lebih lanjut untuk memperoleh desain kemasan yang menghasilkan masa simpan yang lebih panjang. 74

93 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, U Pengolahan Citra Digital. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Andina, F.D Pengaruh Pemberian Lapisan Edibel (Edible Coating) terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Melon (Cucumis melo L.) Terolah Minimal Selama Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Andipati, Tanaman Obat. (1 Maret 2010) Anonim, Penampilan Eksotis Sang Naga di Pot. (25 Februari 2010) Anonim, (5 Maret 2010) Anonim, Hylocereus costaricensis (Haw) Britton & Rose Nightblooming Cactus. matophyta&display=63 (25 Februari 2010) Anonim, (5 Maret 2010) Baldwin, E.A Edible Coating for Fresh Fruits and Vegetables: Past, present, and future. P In J.M. Krochta, E.A. Baldwin and M.O. Nispeperos-Carrie-do (ed.) Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co, Inc, Pennsylvania. Boelharsin, S. Dan T. Budiman Iles-iles dan Penggunaannya dalam Teknologi. Acta Pharmaceutica I (1) : 1-5. Bolin, H.R., A.E. Stafford, A.D. King, Jr. Dan C.C Huxoll Factors Affecting the Storage Stability of Shredded Lettuce. J. Food Sci. 75

94 Budiman, T Penggunaan Iles-iles sebagai Pengikat dan Penghancur dalam Tablet [skripsi]. Bandung: Departemen Kimia-Biologi, Institut Teknologi Bandung. Deily, K.R. and Rizvi Optimazation of Parameter for Packaging of Fresh Cut Peaches in Polymeric Films. J. Food Process Eng. 5 : Dekker, R.F.H. dan G.N. Richard Hemmicelluloses Their Occurrence, Purification Properties and Modal of Action. Adv. In Carbohydrate Chem. Vol. 32. AP-Press Inc, London. Dillah, S.Q Kajian Penyimpanan Irisan Buah Campuran Nenas, Kedondong, dan Jambu Air dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, D., I.S. Setiasih, H.K. Purwadaria, and A. Apriyantono Quantitative Descriptive Analysis and Volatile Component Analysis of Minimally Processed Arumanis Mango Coated With Edible Film. Proccedings the 19 th ASEAN/1 st APEC Seminar on Postharvest Technology : Quality Assurance in Agricultural Produce. Ho Chi Minh City, Vietnam, November 9-12, Firmansyah, F Glukomanan. (21 April 2010) Flint, F.O and R.F.P. Johnson A Study of Film Formation by Soy Protein Isolate. J. Food Science. 46 : Garcia, E. And D.M. Barret Presentative treatment for fresh-cut fruit and vegetables In. O. Lamikanra. Ed. Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Science, Technology and Market. CRC Press. New York, NY, USA. Garnida, Y Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein, dan Lipid untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal. J. INFOMATEK. 8(4) :

95 Garnida, Y Memperpanjang Umur Simpan Buah Durian Terolah Minimal dengan Formulasi Bahan Edible Coating Pada Suhu Beku. J. INFOMATEK. 9(2) : Gontard, N., S. Guilbert., and Jean-Louis Cuq Water and Glycerol as Plasticizers Affect Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J. Food Science. 58 (1) : Grant, L.A. and Burns, J Application of Coating. Didalam: J.M. Krochta. E.A. Baldwin and M.O. Nisperos-Carriedo.(ed.). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Hal 189. Technomic Publ. Co. Inc., Lancaster, Pennsylvania. Gunadnya, I.B.P Pengkajian Penyimpanan Salak Segar dalam Kemasan Film dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hulme, A.C The Biochemistry of Fruits and Their Products. Academic Press, New York. Kader, A.A Modified Atmospheres during Transport and Storage. Dalam Postharvest Technology of Horticultural Crops, Second Edition. University of California, Division of Agriculture and Natural Resources. Kays, S.J Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, New York. Kristanto, D Buah Naga, Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta. Krochta, J.M Control of Mass Transfer in Food with Edible Coatings and Film. P In Sing, R.P dan M.A. Wirakartakusumah (ed). Advances in Food Engineering. CRP Press. Boca Raton F1 : Lownds, N.K., M. Banaras, and P.W. Bosland Relationship between Postharvest Water Loss and Physical Properties of Pepper Fruits. J. Hortic. Sci. 35 (2) :

96 Mannapperuma, J.D. and R.P. Singh Modelling of Gas Exchange in Polymeric Package of Fruit and Vegetables. Paper for ASAE Winter Meeting. Chicago, Illinois, USA, December 12-13, Marchesault, R.H. dan A. Sarko X-Ray Structure of Polysaccarides. Di Dalam M.L. Wolform (ed.). Advaces in Carbohydrate Chemistry. Vol. 22. AP- Press Inc., London. Martini, A Penyimpanan Jambu Biji Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Musfira, R.A Kajian Penyimpanan Irisan Bit (Beta vulgaris L.) Segar Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasution, D.A Pengkajian Laju Respirasi, Perubahan Komposisi Gas, dan Perubahan Mutu Buah Mangga Arumanis Terolah Minimal dengan Lapisan Edibel dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pantastico, E.B Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Pantastico, E.B Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan Kamaryani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Paramawati, R Penentuan Komposisi Atmosfir Penyimpanan Suku Salak Segar Terbungkus Pelapis Edibel [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Park, H.J., C.L. Weller., P.J. Vergano., and R.F. Testin Permeability and Mechanical Properties of Cellulose-Based Edible Films. J. Food Science. 58(6) :

97 Purwadaria, H.K., I K. Budaraga, L. Pujantoro, dan I W. Budiastra Pengkajian Awal Respirasi Minimally Processed Buah Mangga Arumanis Pada Kondisi Penyimpanan Atmosfir Normal. Prosiding Seminar Tahunan PERTETA. Bandung, 7-8 Juli Purwadaria, H.K and S. Wuryani Respiration Model for Edible Coated Minimally Processed Mango. Proccedings the 6 th International Mango Symposium. Pataya, Thailand, April 6-9, Rahmawati, A., M. Sulaeman, Muh.N. Huda, M.A. Priyadi Makalah Model-Model Warna dalam Dunia Desain Grafis. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Widya Pratama, Pekalongan. Ratule, M.T Penentuan Komposisi Atmosfir Penyimpanan Irisan Buah Mangga Segar Terlapis Film Edibel [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rebber, P.A. and F. Smith The Constitution of Iles Mannan. JACS. 76: Riyanto, B Pengembangan Pelapis Edible dari Isinglass dan Aplikasinya untuk Mempertahankan Mutu Udang Masak [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rusmono, M Simulasi Model Pendugaan Masa Simpan Tomat Segar dalam Sistem Penyimpanan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rusmono, M., S. Wuryani, H.K. Purwadaria, dan A.M. Syarief Model Respirasi dan Konsentrasi Gas dalam Kemasan Atmosfir Untuk Buah Segar Terolah Minimal dan Terlapis Film Edibel. Prosiding Seminar dan Kongres PERTETA. Yogyakarta, Juli Rusmono, M., A.M. Syarief, and H.K. Purwadaria Modelling Respiration of Edible Coated Minimally Processes Mango in Modified Atmosphere Packaging. Proccedings the 19 th ASEAN/1 st APEC Seminar on Postharvest 79

98 Technology : Quality Assurance in Agricultural Produce. Ho Chi Minh City, Vietnam, November 9-12, Sacharow, S. And R.C. Griffin Principles of Food Packaging. The AVI Publ., Co., Westport. Connecticut. USA. Setiasih, I.S., S. Wuryani, M. Rusmono, and D. Ferdiaz Preliminary Study on Utilization of Low Methoxy Pectins and Alginates as Edible Coatings for Minimally Processed Fruits. Proccedings Third International Symposium of Horticultural Economics in Developing Countries and 1st International Conference of Woman and Horticultural Development. Malang, Indonesia, October 13-17, Setiasih, I.S., Zulfebriadi, D. Fardiaz, dan H.K. Purwadaria Karakteristik Mangga Terolah Minimal yang Dilapisi Pelapis Edibel. Prosiding Seminar dan Kongres PERTETA, Yogyakarta. Seymor, G.B., J.E. Taylor, and G.A. Tucker Biochemistry of Fruit Rippening. London : Chapman and Hail. Shewfelt, R.L Quality of Minimally Processed Fruits and Vegetables. J. Food Quality. Smith, F. Dan H.C. Srivastava Acetoysis of Glukomanan of Iles Manan. JACS. 78: Soedarsono dan Abdulmanap Berbagai Keterangan Mengenai Iles-iles. PDIN, Jakarta. Solihati, A.A Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Buah Naga (Hylocereus Undatus) Terolah Minimal [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sugiarto Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 80

99 Sukara, G.N Kajian Penyimpanan Irisan Sirsak (Annona muricata Linn.) Segar Terolah Minimal dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G dan M.A. Wirakartakusumah Fisiologi Lepas Panen. Penerbit Sastra Hudaya, Jakarta. Wong, D.W.S., S.J. Tillin, J.S. Hudson, and A.E. Pavlath Gas Exchange in Cut Apples with Bilayer Coatings. J. Agric. Food Chem. 42 (10) : Wuryani, S., M. Rusmono, H.K. Purwadaria, dan A.M. Syarief Pengkajian Model Respirasi Salak Pondoh Terolah Minimal dengan Pelapis Edibel. Buletin Keteknikan Pertanian. 12(3). Wuryani, S., Zulfebriadi, H.K. Purwadaria, dan A.M. Syarief Penentuan Konstanta Laju Perubahan Mutu Mangga Terolah Minimal Berlapis Film Edibel. Prosiding Seminar dan Kongres PERTETA, Yogyakarta. Wuryani, S., I W. Budiastra, A.M. Syarief, and H.K. Purwadaria Model Predicting The Self Life of Edible Coated Minimally Processed Salak. Proccedings the 19 th ASEAN/1 st APEC Seminar on Postharvest Technology : Quality Assurance in Agricultural Produce. Ho Chi Minh City, Vietnam, November 9-12, Zagory, D. And A.A. Kader Modified Atmosphere Packaging of Produce. J. Food Technology. 42(8). Zagory, D Principles And Pratice Of Modified Atmosphere Packaging Of Horticultural Commodities. In Farber, J.M. dan K.L. Dodds. Principles of Modified Atmosphere and Sous Vide Product Packaging. Technomic Publ. Co., Lancaster, PA, USA. 81

100 LAMPIRAN 82

101 Lampiran 1. Tabel laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel pada berbagai konsentrasi glukomanan Jam 0.50% 0.55% 0.60% Tanpa Edibel ke- O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO

102 Lampiran 2. Tabel laju respirasi buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada berbagai suhu Jam 5 10 Suhu ruang ke- O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO Lampiran 3. Tabel perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Penyimpanan 2-4% O 2 & 7-9% CO 2 Susut Bobot (g/100g) 3-5% O 2 & 5-7% CO 2 5-6% O 2 & 8-10% CO

103 Lampiran 4. Tabel perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Penyimpanan 2-4% O 2 & 7-9% CO 2 Kekerasan (Newton) 3-5% O 2 & 5-7% CO 2 5-6% O 2 & 8-10% CO Lampiran 5. Tabel perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke- 2-4% O 2 & 7-9% CO 2 Total Gula ( Brix) 3-5% O 2 & 5-7% CO 2 5-6% O 2 & 8-10% CO

104 Lampiran 6. Tabel perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke- 2-4% O 2 & 7-9% CO 2 Nilai Warna (L) 3-5% O 2 & 5-7% CO 2 5-6% O 2 & 8-10% CO Lampiran 7. Tabel perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Nilai Warna (a) Ke- 2-4% O 2 & 3-5% O 2 & 5-6% O 2 & 7-9% CO 2 5-7% CO % CO

105 Lampiran 8. Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke- 2-4% O 2 & 7-9% CO 2 Nilai Organoleptik 3-5% O 2 & 5-7% CO 2 5-6% O 2 & 8-10% CO Lampiran 9. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.022 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.656 (Adjusted R Squared =.427) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig

106 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.026 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.433 (Adjusted R Squared =.056) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..242 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.025 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.316 (Adjusted R Squared = -.139) 88

107 Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..357 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.023 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.271 (Adjusted R Squared = -.216) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig

108 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.037 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.352 (Adjusted R Squared = -.079) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..304 Keterangan: k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) 90

109 Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.000 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.056 (Adjusted R Squared = -.574) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..703 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 3.333E-5 a E Intercept f E E Error Total Corrected Total a. R Squared =.037 (Adjusted R Squared = -.605) 91

110 Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k g..786 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.008 a Intercept E3.000 f Error E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.983 (Adjusted R Squared =.971) Duncan Perlakuan N Subset k k k Sig

111 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.000 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.329 (Adjusted R Squared = -.118) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..320 Keterangan: k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) 93

112 Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.337 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.253 (Adjusted R Squared = -.245) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..385 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.397 (Adjusted R Squared = -.006) 94

113 Duncan Perlakuan N Subset 1 k k k Sig..253 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.203 a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.055 (Adjusted R Squared = -.575) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig

114 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.463 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.149 (Adjusted R Squared = -.418) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..536 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.266 (Adjusted R Squared = -.224) 96

115 Duncan Perlak uan N Subset k k k Sig Keterangan: k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.431 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.089 (Adjusted R Squared = -.518) 97

116 Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..651 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.849 (Adjusted R Squared =.749) Duncan Perlakua n N Subset 1 2 k k k Sig

117 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.129 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.043 (Adjusted R Squared = -.595) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..742 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.803 (Adjusted R Squared =.671) 99

118 Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..052 Hari Ke-7 Anova Source Keterangan: Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.175 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.064 (Adjusted R Squared = -.560) Duncan Perlakua n N Subset k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) 1 k k k Sig..703 k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) 100

119 Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.069 (Adjusted R Squared = -.551) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..687 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.894 (Adjusted R Squared =.823) 101

120 Duncan Perlakua n N Subset 1 2 k k k Sig Hari Ke-6 Hari Ke-5 Anova Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared =.043).316) Duncan Duncan Perlakua Perlakua n N Subset Subset 1 k1 n N k3 k k2 k Sig. k Sig

121 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept f Error Total Corrected Total a. R Squared =.500 (Adjusted R Squared =.167) Duncan Perlakua n N Subset 1 k k k Sig..202 Keterangan: k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) 103

122 Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.035 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.620 (Adjusted R Squared =.367) Duncan Perlak uan N Subset K K K Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.049 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.859 (Adjusted R Squared =.764) 104

123 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 K K K Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.126 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.859 (Adjusted R Squared =.765) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 K K K Sig

124 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.979 (Adjusted R Squared =.965) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 K K K Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.040 a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.396 (Adjusted R Squared = -.006) 106

125 Duncan Perlak uan N Subset K K K Sig Keterangan: k1 : komposisi 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) k2 : komposisi 2 (3-5% O2 dan 5-7% CO2) k3 : komposisi 3 (5-6% O2 dan 8-10% CO2) Lampiran 15. Data konsentrasi O 2 dan CO 2 buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) pasif Jam ke- SF Perlakuan O2 CO2 O2 CO PP 107

126 Lampiran 16. Tabel perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Susut Bobot (g/100g) Penyimpanan SF PP Lampiran 17. Tabel perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Kekerasan (Newton) Penyimpanan SF PP

127 Lampiran 18. Tabel perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Penyimpanan SF Nilai Warna L PP Lampiran 19. Tabel perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Penyimpanan SF Nilai Warna (a) PP

128 Lampiran 20. Tabel perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada dua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Penyimpanan Total Gula ( Brix) SF PP Lampiran 21. Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada jenis film kemasan polypropylen selama penyimpanan Hari Ke- Nilai Organoleptik Warna Kekerasan Aroma Rasa Rata-rata Lampiran 22. Tabel penilaian panelis terhadap buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada jenis film kemasan stretch film selama penyimpanan Hari Ke- Nilai Organoleptik Warna Kekerasan Aroma Rasa Rata-rata

129 Lampiran 23. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-0 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E6.000 Intercept E6.000 f E6.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E4.000 Intercept E5.000 f E4.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) 111

130 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E6.000 Intercept E7.000 f E6.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig

131 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E6.000 Intercept E7.000 f E6.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E6.000 Intercept E7.000 f E6.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) 113

132 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E5.000 Intercept E6.000 f E5.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP E2 SF E2 Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 114

133 Lampiran 24. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 7.350E-5 a E Intercept E4.000 f E E Error 8.000E E-6 Total Corrected Total 8.150E-5 5 a. R Squared =.902 (Adjusted R Squared =.877) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.000 a Intercept E5.000 f Error 4.000E E-6 Total Corrected Total a. R Squared =.987 (Adjusted R Squared =.983) 115

134 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.000 a Intercept E3.000 f Error 6.267E E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.878 (Adjusted R Squared =.847) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

135 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.000 a Intercept E3.000 f Error E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.594 (Adjusted R Squared =.492) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 8.067E-5 a E Intercept E3.000 f E E Error 3.067E E-6 Total Corrected Total a. R Squared =.725 (Adjusted R Squared =.656) 117

136 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film Lampiran 25. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan nilai warna (L) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.607 a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.938 (Adjusted R Squared =.923) 118

137 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.962 (Adjusted R Squared =.953) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

138 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.470 a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.948 (Adjusted R Squared =.935) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.968 (Adjusted R Squared =.960) 120

139 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.375 a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.904 (Adjusted R Squared =.880) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 121

140 Lampiran 26. Hari Ke-2 Anova Source Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan nilai warna (a) buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.997 (Adjusted R Squared =.996) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.998 (Adjusted R Squared =.997) 122

141 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E5.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.996 (Adjusted R Squared =.995) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig

142 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.997 (Adjusted R Squared =.996) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.999) 124

143 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 SF PP Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film Lampiran 27. Hari Ke-2 Anova Source Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan total padatan terlarut buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.459 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.644 (Adjusted R Squared =.555) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

144 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.901 (Adjusted R Squared =.876) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.914 (Adjusted R Squared =.892) 126

145 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.970 (Adjusted R Squared =.963) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

146 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.908 (Adjusted R Squared =.884) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 128

147 Lampiran 28. Hari Ke-2 Anova Source Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik warna buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.960 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.135 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.997 (Adjusted R Squared =.996) 129

148 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.252 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.998 (Adjusted R Squared =.998) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

149 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.735 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E4.000 Intercept E5.000 f E4.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) 131

150 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film Lampiran 29. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik kekerasan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E4.000 Intercept E5.000 f E4.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

151 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.240 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.998 (Adjusted R Squared =.998) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.194 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.998 (Adjusted R Squared =.997) 133

152 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.653 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

153 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.821 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 135

154 Lampiran 30. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik aroma buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.988 (Adjusted R Squared =.985) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.173 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.998 (Adjusted R Squared =.997) 136

155 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.154 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.997 (Adjusted R Squared =.997) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

156 Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.317 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.998) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.844 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared =.999) 138

157 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film Lampiran 31. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik rasa buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.595 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.967 (Adjusted R Squared =.959) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

158 Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.331 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.943 (Adjusted R Squared =.928) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.163 a Intercept E4.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.890 (Adjusted R Squared =.862) 140

159 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 f Error Total Corrected Total a. R Squared =.987 (Adjusted R Squared =.984) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

160 Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 142

161 Lampiran 32. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan uji organoleptik secara keseluruhan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% selama penyimpanan pada kedua kemasan Hari Ke-0 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.068 a E3.001 Intercept E6.000 f E3.001 Error 1.000E E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.998) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-2 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.740 a E4.000 Intercept E6.000 f E4.000 Error E-5 Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) 143

162 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-4 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.094 a E3.015 Intercept E5.001 f E3.015 Error 5.000E E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig

163 Hari Ke-5 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.123 a E3.000 Intercept E5.000 f E3.000 Error 1.000E E-5 Total Corrected Total a. R Squared =.999 (Adjusted R Squared =.999) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-6 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.518 a E4.000 Intercept E5.000 f E4.000 Error E-5 Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) 145

164 Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Hari Ke-7 Anova Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.522 a E4.006 Intercept E5.001 f E4.006 Error 5.000E E-5 Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan Perlak uan N Subset 1 2 PP SF Sig Keterangan: PP SF : Polypropylen : Stretch Film 146

165 Lampiran 33. Gambar potongan buah naga terolah minimal berlapis edibel glukomanan 0.55% pada kedua jenis film kemasan selama penyimpanan Hari Ke-0 Hari Ke-2 Hari Ke-4 Hari Ke-5 147

Gambar 1. Buah naga berdaging merah (Hylocereus costaricensis).

Gambar 1. Buah naga berdaging merah (Hylocereus costaricensis). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Naga Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup popular. Hal ini dapat disebabkan karena selain penampilannya yang eksotik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Buah Sawo

TINJAUAN PUSTAKA. A. Buah Sawo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Sawo Diduga tanaman sawo berasal dari Amerika Tengah, yakni Meksiko dan Indian Barat. Tanaman sawo telah menyebar luas di daerah tropik, termasuk Indonesia. Pohon sawo dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I BUAH NAGA. (Hylocereus undatus) Sumber: https://www.google.co.id/search?q=budidaya+buah+naga

BAB I BUAH NAGA. (Hylocereus undatus) Sumber: https://www.google.co.id/search?q=budidaya+buah+naga BAB I BUAH NAGA (Hylocereus undatus) Gambar 1.1. Tanaman buah naga (kiri) dan buah naga siap dipanen (kanan) Sumber: https://www.google.co.id/search?q=budidaya+buah+naga A. Latar Belakang Buah Naga Buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi konsumennya sehingga tercipta persaingan yang cukup ketat. Produk

BAB I PENDAHULUAN. bagi konsumennya sehingga tercipta persaingan yang cukup ketat. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini berbagai bentuk makanan dan minuman kesehatan banyak beredar di masyarakat. Para produsen berusaha untuk menawarkan yang terbaik bagi konsumennya sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUAH NAGA DI INDONESIA TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

PELUANG BISNIS BUAH NAGA DI INDONESIA TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUAH NAGA DI INDONESIA TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Disusun oleh : RAHMANDHANI KURNIAWAN 11.02.8063 D3MI-03 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAK Buah naga adalah buah dari beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Tanaman buah naga yang awalnya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Buah naga masuk ke Indonesia dan menjadi populer sekitar tahun 2000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Buah Naga Buah naga termasuk famili Cactaceae dengan biji berkeping dua (dikotil). Famili ini meliputi 120-200 genera yang terdiri atas 1 500-2 000 spesies yang ditemukan khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : RIZKI ANNISA 110305031 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengetahui banyaknya penyakit yang diderita oleh masyarakat sekarang karena pola makan atau cara hidup mereka yang kurang sehat atau tidak memperdulikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Buah naga merupakan tanaman kaktus dari famili Cactaceae dengan subfamily

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Buah naga merupakan tanaman kaktus dari famili Cactaceae dengan subfamily BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merupakan tanaman kaktus dari famili Cactaceae dengan subfamily Cactoidea, yang terdiri dari buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merupakan tanaman sejenis kaktus yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merupakan tanaman sejenis kaktus yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merupakan tanaman sejenis kaktus yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Buah naga mulai masuk ke Indonesia pada awal tahun 2000. Karakter

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH NAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH NAGA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH NAGA Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup populer. Hal ini dapat disebabkan oleh penampilannya yang eksotik, rasanya yang manis menyegarkan, dan manfaat kesehatan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$) PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perkembangan volume dan nilai perdagangan tanaman hias, sayur-sayuran, buah-buahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semangka (Citrullus vulgaris Schard.) merupakan buah yang digemari masyarakat Indonesia karena rasanya manis, renyah, dan kandungan airnya banyak, kulitnya keras dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL

PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL PENGARUH EDIBLE COATING DARI PATI JAGUNG DAN LAMA PENCELUPAN TERHADAP MUTU BUAH NENAS TEROLAH MINIMAL SKRIPSI OLEH : NIA NAZRAH HASIBUAN 110305002 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN Skripsi sebagai salah satu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di Indonesia adalah kue talam. Kue ini merupakan kue yang berbahan dasar tepung beras dan tepung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO DAGING DAN KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI SKRIPSI

PENGARUH RASIO DAGING DAN KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI SKRIPSI PENGARUH RASIO DAGING DAN KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI SKRIPSI OLEH : ANINDYA PUTRI HARDITA NIM : 1111105044 JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Jambu Biji Jambu batu (Psidium guajava L.) atau sering juga disebut jambu biji, jambu siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil, disebarkan ke Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON LUTHFI HADI CHANDRA 050305033 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. Buah Naga Merah. Buah Pembawa Berkah

1. Buah Naga Merah. Buah Pembawa Berkah 1. Buah Naga Merah Buah naga atau dragon fruit (buah dari tanaman Hylocereus undatus) termasuk pendatang baru yang cukup popular. Masuk akal, selain penampilannya yang eksotik, rasanya asam manis menyegarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembungkus dari buah buahan dan sayuran dapat menggantikan beberapa pembungkus sintetik yang biasanya digunakan untuk mengawetkan dan melindungi makanan tersebut. Edible

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN BUAH NAGA MERAH DENGAN SIRSAK DAN KONSENTRASI AGAR-AGAR TERHADAP MUTU SELAI LEMBARAN

PENGARUH PERBANDINGAN BUAH NAGA MERAH DENGAN SIRSAK DAN KONSENTRASI AGAR-AGAR TERHADAP MUTU SELAI LEMBARAN PENGARUH PERBANDINGAN BUAH NAGA MERAH DENGAN SIRSAK DAN KONSENTRASI AGAR-AGAR TERHADAP MUTU SELAI LEMBARAN SKRIPSI Oleh: YOLANDA MARIA SELINA TARIGAN 090305020/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk seperti bintang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu tanaman asli Asia Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari, 1995). Durian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buah ini memiliki ciri-ciri yang unik yaitu memiliki kulit seperti kulit naga. Buah naga

BAB I PENDAHULUAN. Buah ini memiliki ciri-ciri yang unik yaitu memiliki kulit seperti kulit naga. Buah naga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah naga merupakan jenis buah yang sudah tidak asing lagi di negara kita. Buah ini memiliki ciri-ciri yang unik yaitu memiliki kulit seperti kulit naga. Buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

Erin Karlina 1, Ratna 2, Zulfahrizal 3 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Erin Karlina 1, Ratna 2, Zulfahrizal 3 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Variasi Ketebalan Kemasan Plastik Polypropylen Pada Pengemasan Vakum Buah Melon (Cucumis Melo L) Terolah Minimal (Variation The Thickness Variation Polypropylen In Plastic Packaging Vacuum Packaging Fruit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci