BAB I PENDAHULUAN. Bencana kekeringan terjadi disebabkan oleh menurunnya jumlah curah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana kekeringan terjadi disebabkan oleh menurunnya jumlah curah hujan. Penurunan curah hujan tersebut telah mengakibatkan penurunan jumlah ketersediaan air sehingga kelembaban tanah juga menurun secara signifikan dibawah rata-rata normal. (Parwati dan Suwarsono, 2008; Hwang, 2009; Zolotokrilyn, 2011). Curah hujan yang rendah dapat membuat kelembaban tanah menurun, sehingga dapat berdampak pada kondisi sosial ekonomi, terutama pada lahan pertanian. Risiko kekeringan tersebut terjadi pada daerah-daerah yang rentan terhadap ancaman bencana kekeringan (Parwati, dan Suwarsono, 2008; Raharjo, 2010). Penurunan kelembaban tanah pada lahan pertanian dapat berdampak pada produksi pertanian. Pada lahan pertanian kelembaban tanah pada zona akar memberikan peranan dalam pertumbuhan tananam. Kabupaten Purworejo merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki risiko kekeringan yang tinggi, berdasarkan indeks risiko bencana kekeringan Jawa Tengah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Kekeringan pertanian di Kabupaten Purworejo masuk dalam kawasan rawan bencana kekeringan (katam.litbang.deptan.go.id, 2014). Bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Purworejo ini terjadi pada beberapa kecamatan. Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber media diketahui bahwa dari tahun kecamatan-kecamatan yang mengalami bencana kekeringan meliputi 1

2 Kecamatan Bagelen, Grabag, Kemiri, dan Purworejo (sigapbencana-bansos.info, 2010; suaramerdeka.com, 2011; KRjogja.com, 2012). Kecamatan Purworejo merupakan kecamatan yang sering mengalami kekeringan, tercatat sebanyak sembilan desa di Kecamatan Purworejo ini mengalami kekeringan yaitu Desa Brengong, Cangkrep Kidul, Donorati, Ganggeng, Pacakelen, Plipir, Sidomulyo, Sidorejo, dan Wonotulus (KRjogja.com, 2012). Bencana kekeringan pada tahun 2012 telah mengakibatkan m 2 sawah di Desa Brenggong gagal panen akibat kekurangan air irigasi. Upaya telah dilakukan dengan menggunakan sumur bor, tetapi debit yang dihasilkan sangat kecil yakni hanya 1,3 liter/detik dengan kedalaman 150 m. Dampak dari kekeringan ini juga mengakibatkan kurang lebih 60 ha sawah di Desa Plipir, Ganggeng, Pacekelan, dan Cangkrep kekurangan air irigasi dan hasil panen turun sebanyak 50% (KRjogja.com, 2012). Narendra (2008) menggunakan pemodelan soil moisture untuk mendeteksi kekeringan di Sub-Das Kaligesing, berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa desa Brenggong, Pacekelan, Plipir, Ganggeng, dan Cangkrep Kidul merupakan daerah yang rawan terhadap bencana kekeringan pertanian. Narendra (2008) mendeteksi kekeringan pertanian dengan menggunakan batasan Daerah Aliran Sungai dan menguji pemodelan soil moisture terhadap indeks kekeringan Standarized Precipitation Index (SPI) untuk mendeteksi kekeringan pertanian, sehingga diperlukannya penelitian lebih lanjut di desa-desa rawan kekeringan tersebut untuk menilai tingkat risikonya agar dapat dirumuskan upaya penanggulangan bencana kekeringan pertanian tersebut. 2

3 Kekeringan yang terjadi di Kecamatan Purworejo tersebut telah mempengaruhi hasil produksi pertanian. Kekeringan pada kawasan pertanian dapat dideteksi dengan memodelkan kadar air dalam tanah untuk mengukur kelembaban tanah. Melalui kemampuan respons tanaman terhadap variasi lingkungan/iklim sehingga dimungkinkan untuk menganalisis kekeringan pertanian. Model kadar air dalam tanah ini mampu menghitung volume air dalam tanah pada suatu periode yang sama antara jumlah infiltrasi dengan jumlah air yang didistribusikan dari tanah pada periode tersebut. Parameter dari pemodelan ini sangat bervariasi, mulai dari yang sederhana (curah hujan dan evapotranspirasi) hingga model yang kompleks (Nagarajan, 2009). Penentuan kawasan yang berisiko bencana kekeringan pertanian ini perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak dari kekeringan pertanian. Analisis risiko kekeringan pertanian pada penelitian ini dilakukan dengan memodelkan kadar air dalam tanah untuk mengetahui kelembaban tanah yang mempengaruhi kekeringan pertanian di Kecamatan Purworejo, dengan menggunakan GIS melalui Soil Moisture Deficit Index (SMDI). Hasil dari pemodelan tersebut dikorelasikan dengan Standarized Precipitiation Index (SPI) sebagai model validasi dari pemodelan Soil Moisture Deficit Index (SMDI). Berdasarkan hasil penelitian dari Narasimhan (2004) dan Narendra (2008) diketahui bahwa deteksi kekeringan menggunakan SPI dan Soil Moisture memeliki korelasi, sehingga dapat efektif sebagai model validasi terhadap deteksi kekeringan pertanian tersebut. Tingkat kerentanan kekeringan pertanian ini dianalisa dengan memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Selanjutnya, penilaian risiko kekeringan pertanian 3

4 tersebut dengan berdasarkan dari tingkatan bahaya dan kerentanan bencana kekeringan pertanian. 1.2 Permasalahan Penelitian Kekurangan air untuk irigasi mengakibatkan kelembaban tanah menurun. Selama musim kemarau terjadi penurunan curah hujan yang signifikan yang mengakibatkan penurunan kadar air dalam tanah. Berdasarkan dokumen Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2013) diketahui bahwa defisit air baku dan irigasi di DAS Bogowonto mencapai 5,109 juta m 3 /tahun pada wilayah penelitian. Adanya penilaian mengenai tingkat risiko kekeringan di wilayah penelitian dapat membantu mengurangi kerugian produksi pertanian. Geoinformasi dibutuhkan untuk memetakan tingkat risiko bencana kekeringan, agar upaya mitigasi dan penanggulangan bencana kekeringan di wilayah penelitian dapat dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. Penilaian kekeringan pertanian melalui SMDI dilakukan untuk memberikan informasi terhadap bahaya kekeringan pertanian. SMDI ini memberikan informasi mengenai defisit kelembaban tanah di areal pertanian. Parameter yang digunakan untuk perhitungan SMDI ini menggunakan pemodelan kadar air dalam tanah sederhana dengan menggunakan parameter curah hujan dan evapotranspirasi. Sehingga pemodelan SMDI ini diharapkan dapat memberikan informasi bahaya kekeringan pertanian. Kekeringan pertanian ini memberikan dampak negatif pada produksi pertanian di Kecamatan Purworejo, sehingga diperlukannya penilaian kerentanan 4

5 terhadap areal pertanian. Kerentanan areal pertanian terhadap bencana kekeringan ini dapat dinilai melalui penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan tersebut termasuk elemen risiko yang terdampak terhadap bencana kekeringan. Penilaian faktor-faktor kerentanan dapat dinilai melalui studi literatur. Berdasarkan penilaian bahaya dan kerentanan tersebut maka risiko bencana kekeringan dapat dilakukan. Berkaitan dengan penelitian ini, permasalahan umum pada lokasi penelitian adalah sebagai berikuti : 1) Bahaya kekeringan pertanian akibat kurangnya air irigasi memerlukan identifikasi melalui SMDI. 2) Penilaian kerentanan kekeringan di wilayah penelitian diperlukan karena bencana kekeringan telah berdampak pada kerugian produksi pertanian. 3) Risiko kekeringan terhadap pertanian perlu dilakukan penilaian sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk perumusan mitigasi terhadap penanggulangan bencana kekeringan pertanian di wilayah penelitian. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu mengetahui tingkat risiko kekeringan di Kecamatan Purworejo. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi bahaya kekeringan berdasarkan SMDI. 2. Menganalisis tingkat kerentanan kekeringan. 3. Menganalisis tingkat risiko bencana kekeringan. 5

6 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat bagi keilmuan dan bagi pembangunan. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi keilmuan Penelitian ini bermanfaat bagi keilmuan dengan memberikan informasi mengenai deteksi kekeringan dengan menggunakan indikator SMDI melalui GIS, dan bermanfaat untuk penilaian kerentanan kekeringan dari faktor fisik dan infrastruktur, sosial, dan ekonomi, sehingga didapatkan penilaian terhadap risiko bencana kekeringan pertanian di kawasan penelitian. 2. Bagi pembangunan Penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan karena penelitian ini memberikan geoinformasi mengenai risiko kekeringan di wilayah penelitian, sehingga Pemerintah Daerah Purworejo bersama Dinas Pertanian dan pengelolaan DAS dapat mengambil tindakan mengenai antisipasi bencana kekeringan di wilayah penelitian dengan memberikan upaya mitigasi yang dapat dilakukan. 6