Gambar 2.1. Parameter-parameter yang mempengaruhi ukuran suatu populasi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 2.1. Parameter-parameter yang mempengaruhi ukuran suatu populasi."

Transkripsi

1 URAIAN MATERI Dalam hirarki ekologi, populasi menempati dasar hirarki, dimana populasi adalah unit terkecil dalam kajian ekologi. Populasi merupakan kumpulan individu-individu yang sejenis pada waktu dan tempat tertentu. Suatu kelompok organisme dikatakan sejenis apabila terjadi biaksilang antara individu jantan dengan betina yang fertil akan menghasilkan keturunan yang fertil pula. Nama dari suatu populasi didasarkan pada jenis organisme yang menjadi anggota populasi tersebut. Misalnya populasi ayam, berarti seluruh anggotanya adalah ayam. Setiap populasi biasanya memiliki karakter yang spesifik dan karakter statistik seperti kepadatan (densitas), angka kelahiran (natalitas), angka kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, pertumbuhan serta karakter biologi seperti potensi biotik, sifat genetik, prilaku dan pencaran (dispersi). Selain hal di atas, populasi juga memiliki karakter genetik, seperti keadaptifan, ketegaran reproduktif dan presistensi. Pada bagian ini kita akan dibahas tentang konsep dasar populasi, parameter-parameter populasi, dinamika populasi, pertumbuhan dan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi dan distribusi dan kelimpahan dari suatu populasi. 2.1 Ciri dan Parameter Populasi Suatu populasi pada dasarnya memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dari populasi lainnya. Ciri suatu populasi dapat ditandai berdasarkan persfektif biologi maupun dari persfektif statistik. Berdasarkan persfektif biologi, populasi memiliki ciri-ciri antara lain: a. Mempunyai struktur dan organisasi tertentu yang dapat bersifat fluktuatif maupun konstan seiring dengan berjalannya waktu. b. Mempunyai sejarah ontogeni dari mulai lahir, tumbuh, dewasa menjadi tua hingga mati (punah). c. Dapat dikenai faktor-faktor lingkungan sebagai bentuk respon terhadap perubahan lingkungan d. Mempunyai sifat hereditas dalam bentuk gen pool (genangan gen). e. Terintegrasi oleh faktor-faktor hereditas dan lingkungan yanag mempengaruhi kestabilannya. Sedangkan berdasarkan persfektif statistik, populasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mempunyai kelimpahan dan kerapatan/kepadatan (densitas), dengan parameterparameter utama yang mempengaruhi. b. Mempunyai sebaran dan struktur umur c. Memiliki pola dispersi (pola sebaran individu intra-populasi)

2 d. Memiliki genangan gen (gen pool) Pada dasarnya tidak ada satupun populasi dengan jumlah individu yang selalu konstan, namun selalu berfluktuasi Kelimpahan suatu populasi sejalan dengan waktu akan mengalami perubahan, akibat beroperasinya faktor-faktor yang meningkatkan dan menurunkan jumlah individu dalam populasi. Pada dasarnya ada 4 parameter utama yang menentukan kelimpahan suatu populasi, yaitu: a. Natalitas; menunjukkan angka kelahiran individu dalam populasi dan memberikan efek meningkatnya kelimpahan populasi. b. Mortalitas; menunjukkan angka kematian individu dalam populasi dan memberikan efek menurunnya kelimpahan populasi. c. Imigrasi; merupakan masuknya individu-individu dari area lain ke dalam populasi dan memberikan efek meningkatnya tingkat kelimpahan populasi itu. d. Emigrasi; menunjukkan perpindahan individu-individu suatu populasi keluar dari area populasi dan memberikan efek menurunnya kelimpahan populasi tersebut. NATALITAS EMIGRASI POPULASI IMIGRASI MORTALITAS Gambar 2.1. Parameter-parameter yang mempengaruhi ukuran suatu populasi. Tinggi rendahnya laju natalitas suatu populasi tergantung pada banyak faktor, yang secara garis besar dibedakan menjadi faktor faktor bawaan dan faktor-faktor lingkungan. Faktor bawaan meliputi kemampuan berbiak (fekunditas dan fertilitasnya) dan kemampuan induk dalam perawatan anaknya. Sedangkan faktor-faktor lingkungan dapat berupa

3 ketersediaan sumber daya (seperti ruang, makanan dan kondisi yang sesuai). Pengertian natalitas menyangkut dua aspek perkembangbiakan, yaitu Fekunditas dan fertilitas. Fekunditas menunjukkan potensi suatu populasi untuk menghasilkan individu baru, laju fekunditas manusia misalnya, adalah rata-rata 1 bayi per 9 11 bulan per-wanita usia subur. Sedangkan fertilitas lebih menunjukkan kinerja perkembangbiakan yang direalisasikan dalam populasi dengan kata lain fertilitas lebih menunjukkan pada jumlah anak yang dihasilkan. Seperti halnya natalitas, mortalitas juga tidak selalu dalam keadaan konstan, melainkan mengalami perubahan dan bervariasi menurut stadia perkembangan (umur). Dengan kata lain kebanyakan species hewan menunjukkan mortalitas spesifik umur. Mortalitas ini juga sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan lingkungan dan interaksinya dengan populasi lain yang dapat menekan ukuran suatu populasi, seperti kompetisi, predatorisme, parasitisme dan parasitoidisme. 2.2 Pertumbuhan Populasi Untuk menjaga kesintasan dari setiap species, suatu species secara umum mempunyai strategi yang dapat berbeda-beda dalam kemampuannya berbiak. Hal ini didasarkan pada kemampuan induk suatu species dalam memelihara, merawat, menjaga dan melindungi anaknya serta ketersediaan sumber daya bagi species tersebut. Ada dua macam strategi berbiak hewan dalam mempertahan kan kesintasan jenisnya, yaitu strategi-r dan strategi-k. Secara umum dapat dikatakan bahwa species-species hewan yang dikategorikan sebagai species-r memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Biasanya mempunyai daya biak yang tinggi dan nilai koefesien laju pertumbuhan populasi (r) yang tinggi pula atau memiliki jumlah keturunan yang besar. b. Biasanya mampu untuk menempati habitat-habitat yang belum mantap (tidak menentu dan tidak dapat diramal). c. Lebih mampu untuk secara cepat menempati area-area atau lahan-lahan yang tandus dan yang masih kosong kehidupan. d. Relatif cepat dewasa seksualnya (memiliki siklus hidup yang pendek) atau waktu generasi yang pendek. e. Berukuran tubuh kecil dan mungki semelpar. f. Kemampuan mengurus anak rendah, sehingga resiko kematian tinggi (laju mortalitas tinggi). g. Ukuran populasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (bukan oleh kepadatan populasi itu sendiri).

4 Sedangkan hewan yang memiliki strategi-k memiliki ciri-ciri yang merupakan kebalikannya, yaitu: a. Koefesien laju pertumbuhan populasinya rendah (jumlah anak sedikit). b. Kemampuan daya bersaingnya tinggi, sehingga mampu menjaga tingkat kelimpahan populasinya agar sekitar tingkat daya dukung lingkungannya (K). c. Habitat yang ditempatinya adalah yang sudah mapan, konstan atau bersifat musiman (dapat diramal). Habitat-habitat yang demikian tidak mengalami fluktuasi kondisi lingkungan yang bersifat acak dan populasi-populasi species yang menempati habitat demikian kerapatannya relatif konstan. d. Memiliki masa hidup yang panjang (daur hidup dan waktu generasi panjang) e. Kemampuan menjaga keturunannya sangat baik. f. Ukuran populasinya sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasinya sendiri Dalam populasi-populasi, species-k diantara individu-individu muda maupun dewasanya terjadi persaingan-persaingan yang keras, yang mempengaruhi natalitas dan laju kesintasannya. 2.3 Dinamika Populasi Jumlah individu dalam populasi hewan tidak pernah konstan. Kelimpahan populasi tersebut sejalan dengan waktu akan mengalami perubahan akibat beroperasinya faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan jumlah individu dalam populasi. Ada empat parameter utama yang menentukan tingkat kelimpahan populasinya, yaitu; natalitas, mortalitas dan migrasi (emigrasi dan migrasi). Apabila sejumlah kecil individu species tertentu menyerbu (menginvasi) suatu habitat baru dan disukai, jumlah mereka akan semakin bertambah sampai mencapai suatu maksimum yang dapat di dukung oleh lingkungan. Jika suatu populasi dibiarkan tumbuh dalam keadaan ideal, maka populasi hewan akan tumbuh secara logistik, dimana kurva pertumbuhan akan berbentuk huruf S atau sigmoid (gambar 2.2.a). Pada model kurva-s ini akan memperlihatkan tahapan pertumbuhan yang lambat, fase pertumbuhan terpacu (sangat cepat), dan fase pertumbuhan melambat kembali dan akhirnya suatu masa kesetimbangan. Sebaliknya ketika kondisi dan sumber daya pendukung kehidupan suatu hewan ada dalam keadaan tak terbatas, maka pupulasi hewan akan tumbuh secara eksponensial atau berbentuk huruf-j (gambar 2.2.b) Pada awalnya pertumbuhan populasi memperlihatkan fase pertumbuhan lambat, hal ini disebabkan pada awalnya individu yang merupakan hewan yang meninvasi pertama kali

5 membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru, menemukan pasangan dan menghasilkan individu muda. Pada fase berikutnya, pertumbuhan populasi berada pada fase dengan laju yang lebih cepat. Hal ini disebabkan tekanan lingkungan lebih kecil dan laju pertambahan terutama bergantung pada kapasitas organisme untuk berjuang dan berkembangbiak. Ini adalah fase pertumbuhan terpacu Jumlah individu Jumlah individu (a) waktu (b) waktu Gambar 2.2. Grafik pertumbuhan populasi: (a) kurva eksponensial; (b) kurva logistik. Fase pertumbuhan terpacu berlanjut sampai laju pertumbuhan mencapai tingkat maksimum. Selanjutnya laju pertambahan populasi semakin melambat yang ditandai dengan semakin sedikitnya anggota baru yang ditambahkan dalam satuan waktu tertentu. Akhirnya populasi akan cenderung menstabilkan diri, tanpa kenaikan atau penurunan jumlah individu. Kenyataan di alam, meskipun daya makanan dan tempat sebenarnya masih mampu mendukung, sering populasi tidak selalu berkembang, namun cenderung menjadi stabil. Hal ini mencirikan bahwa pertumbuhan populasi tidak hanya diatur oleh faktor-faktor lingkungan luar, tetapi juga oleh faktor-faktor di dalam populasi itu sendiri. Untuk itu harus diperhitungkan pula interaksi suatu populasi tertentu dengan populasi-populasi species lainnya yang menghuni habitat yang sama. Umumnya dalam suatu komunitas yang mantap, dengan banyak species yang hidup dalam lingkungan relatif tetap, tingkat populasi cenderung tetap.

6 Gambar 2.3. Kurva stasioner dari pertumbuhan populasi: a) fase lag; b) fase eksponensial; c) fase stasioner; d) fase penurunan 2.4 Distribusi dan Kelimpahan Salah satu ciri populasi adalah memiliki pola sebarannya (dispersi). Pola sebaran hewan secara umum bergantung pada sifat fisiko-kimia lingkungan maupun keistimewaan biologis hewan itu sendiri. Secara umum dikenal 3 pola dispersi, yaitu: a. Acak (random); dimana individu-individu menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok di tempat lainnya. b. Seragam (uniform); dimana individu-individu menyebar dalam beberapa tempat tertentu dalam komunitas secara teratur. c. Mengelompok atau teragregasi (clumped); dimana individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Sebaran acak terjadi apabila faktor-faktor (kondisi dan sumber daya) lingkungan di area yang ditempati bersifat seragam atau homogen. Hal ini berarti bahwa peluang setiap individu untuk menempati satu tempat tidak berbeda dengan menempati tempat lainnya dan kehadiran suatu individu disuatu tempat tidak akan mempengaruhi kehadiran individu lainnya. Pola sebaran acak ini jarang dijumpai pada populasi-populasi alami, karena lingkungan itu umumnya heterogen, dan jarang sekali yang homogen. Pola sebaran seragam juga jarang dijumpai di lingkungan alami, meskipun tidak sejarang pola acak. Pola seragam terjadi apabila di antara individu-individu populasi terjadi persaingan yang keras atau karena ada teritorialisme. Populasi dengan pola seragam ini dapat dijumpai diberbagai lingkungan binaan (pertanian atau perkebunan).

7 Pola sebaran individu umumnya terjadi secara berkelompok, hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu: a. Individu-individu memberikan respon yang sama terhadap suatu kondisi lokal yang baik maupun terhadap perubahan-perubahan cuaca. b. Sebagai hasil dari aktivitas perkembangbiakan; adanya kelompok-kelompok kawin yang selanjutnya menghasilkan kelompok induk dan anak-anaknya. c. Sifat sosial hewan; adanya atraksi-atraksi sosial yang menghasilkan pengelompokan aktif membentuk koloni, sehingga peluang individu dalam kelompok untuk survive meningkat. (a) (b) (c) Gambar 2.4. Pola sebaran pada hewan: a) pola acak; b) pola seragam; c) pola mengelompok. Pola dispersi suatu populasi dapat ditentukan secara statistik dengan melihat perbandingan antara nilai rataan dengan variansi dari jumlah pencuplikan. Secara statistik hubungan antara rataan (x) dan variansinya (S 2 ) yang menentukan pola dispersi suatu hewan dapat ditentukan sebagai berikut: Bila S 2 = x berarti hewan menyebar secara acak Bila S 2 > x berarti hewan pola dispersi hewan berkelompok (agregat) Bila S 2 < x berarti hewan pola dispersi hewan seragam (uniform) S 2 = n X 2 ( X) 2 n(n-1) Kelimpahan merupakan besarnya jumlah individu dalam suatu populasi dalam suatu habitat. Sedangkan Kerapatan/ Kepadatan/Densitas (density) merupakan ukuran besarnya populasi dalam satuan ruang atau volume. Jadi, kepadatan menyatakan banyaknya individu dalam satuan raung, sedangkankan kelimpahan hanya dinyatakan sebagai banyaknya

8 individu. Ukuran besarnya populasi (yang dinyatakan sebagai kepadatan) suatu organisme dapat digambarkan sebagai cacah individu (untuk populasi-populasi yang punya ukuran tubuh cenderung sama), atau biomassa (untuk populasi-populasi yang memiliki ukuran tubuh cenderung sangat berbeda) populasi persatuan ruang atau volume. Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk mengetahui kelimpahan suatu hewan pada suatu habitat adalah metode sensus. Namun apabila habitat terlalu luas dan area yang sulit untuk mengkoleksi hewan, menjadikan metode sensus sulit untuk dapat dilaksanakan. Untuk itu penggunaan metode pencuplikan atau sampling merupakan jalan alternatif untuk menaksir kepadatan dan kelimpahan pada suatu habitat, dengan catatan sampel yang diambil harus bersifat refresentatif. Beberapa metode yang acapkali digunakan dalam pencuplikan hewan adalah metode: a. Plot (volume); menggunakan kuadrat (berpetak), linkaran, segienam, segitiga dan sebagainya. b. Transek(line transec, belt transec) c. Penandaan (Capture Mark Release and Recapture Methode CMR) d. Pemindahan/Removal/pemindahan e. Jebakan (misalnya light trap, fitfall trap, jebakan tikus, dan lain-lain) f. Cacah artifak, cacah butir tinja, frekuensi vokalisasi, dll. Metode pencuplikan yang paling sering digunakan adalah metode kuadrat. Namun tidak semua species hewan kelimpahan maupun kepadatannya dapat ditentukan dengan metode sensus ataupun pencuplikan kuadrat, khususnya untuk hewan-hewan yang memiliki mobilitas yang tinggi. Untuk kelompok hewan seperti itu, metode yang sering digunakan untuk menaksir kelimpahan atau kepadatan adalah metode Mengkap-menandai-melepaskanmenangkap kembali atau capture-mark-recapture methods (metode CMR). Metode ini dikenal juga sebagai metode (indeks) Peterson-Lincold berdasarkan nama penemupenemunya. Pada dasarnya metode CMR ini merupakan modifikasi dari metode pencuplikan, dimana pencuplikannya dilakukan pada dua periode yang berbeda. Pada periode pertama hewan ditangkap, kemudian ditandai, lalu dilepaskan kembali. Setelah hewan yang dilepas dan telah diberi tanda berbaur lagi dalam populasi, dilakukan penangkapan kembali pada periode kedua dan dicacah berapa jumlahnya yang bertanda maupun keseluruhannya. Interval antara waktu kedua periode pencuplikan itu harus cukup lama, agar memberikan peluang pada hewan-hewan bertanda untuk berbaur dengan hewan yang tidak tertangkap pada periode pertama. Namun juga jangan terlalu lama (hingga natalitas, mortalitas dan migrasi

9 terjadi)yang memungkinkan terjadinya pengenceran populasi akibat bertambahnya atau berkurangnya populasi akibat pengaruh natalitas, mortalitas maupun migrasi. Pada metode ini, pelepasan kembali individu yang bertanda, diusahakan menyebar merata agar pada periode penangkapan berikutnya individu-individu yg telah bertanda tersebut tidak hanya mengelompok di sekitar tempat pelepasan. Untuk menaksir kelimpahan populasinya, digunakan rumus: a. Apabila nilai M besar ( M 30). N = M x n m dengan Standart Deviasi = M 2 x n(n - m) M 3 b. Apabila nilai M kecil ( M < 30) M ( n + 1) N = m + 1 dengan Standart Deviasi = M 2 x (n + 1)(n - m) (m + 1) 2 (m + 2) Keterangan: N = Taksiran kelimpahan populasi M = Jumlah individu yang ditandai dan dilepaskan kembali pada periode pencuplikan pertama. n = Jumlah total individu yang tertangkap pada periode penangkapan kedua (yang bertanda maupun yang tidak bertanda). m = Jumlah individu yang bertanda, yang tertangkap kembali pada periode penangkapan kedua. Cara menandai hewan bermacam-macam, tergantung species hewan yang diteliti, habitatnya, lama periode pengamatan dan tujuan pengamatan. Tetapi ada beberapa persyaratan-persyaratan umum yang harus dipenuhi agar metode CMR dapat diterapkan, antara lain: a. Individu yang bertanda dan tidak bertanda dapat tertangkap kembali secara acak atau memiliki peluang yang sama untuk tertangkap. b. Tanda yang diberikan harus mudah dikenali kembali dan tidak hilang atau rusak sampai periode penangkapan berikutnya. c. Pemberian tanda tidak mempengaruhi aktifitas, prilaku dan peluang hidup.

10 d. Setelah diberi tanda, hewan-hewan tersebut harus dapat berbaur dengan yang lain dalam populasi. e. Individu yang bertanda dan tidak bertanda memiliki resiko mortalitas yang sama. f. Populasi adalah tertutup Metode CMR merupakan metode degan memberi tanda pada hewan yg tertangkap, dilepaskan dan ditangkap kembali. Metode CMR dapat digunakan apabila memenuhi beberapa asumsi, antara lain: 1. Individu yang bertanda dan tidak bertanda dapat tertangkap kembali secara acak. 2. Individu yang bertanda dan tidak bertanda memiliki resiko mortalitas yang sama. 3. Tanda yang diberikan tidak hilang sampai periode penangkapan berikutnya. 4. Pemberian tanda tdk mempengaruhi hidup individu. 5. Populasi adalah tertutup Metode lain yang sering digunakan untuk menaksir kelimpahan populasi adalah metode pemindahan atau penghilangan (removal methods). Kedua metode ini sering digunakan ketika metode cacah sulit untuk dilakukan, misalnya habitat, namun bila CMR Methods cocok digunakan untuk hewan-hewan yang berukuran relatif besar (berkaitan dengan meminimalisasi efek penandaan dan penangkapan pertama), maka removal methods, lebih cocok digunakan pada hewan berukuran yang lebih kecil. Metode ini pada dasarnya merupakan modifikasi dari metode pencuplikan. Hewan ditangkap beberapa kali dalam selang waktu yang pendek. Pada setiap periode penagkapan, individu-individu hasil tangkapan dipindahkan (dihilangkan) dari populasi asal di habitatnya secara permanen. Landasan teoritis metode pemindahan ini adalah karena upaya penangkapan pada setiap periode dilakukan dengan cara yang sama, maka jumlah tangkapan pada suatu periode akan lebih kecil dari jumlah hail tangkapanpada periode sebelumnya. Metode ini sering juga dikenal sebagai teknik penangkapan per-satuan upaya ( catch per-unit effort technique ). Asumsi dasar yang digunakan dalam metode ini adalah: a. Selang waktu antar periode penangkapan adalah pendek (singkat) selama seluruh periode penangkapan, (populasi hewan tetap atau stasioner). b. Setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk tertangkap dalam setiap upaya penangkapan. c. Peluang tangkapan adalah sama pada setiap periode penangkapan (hewan tidak belajar menghindar dari penangkapan).

11 Taksiran kelimpahan hewan untuk metode penghilangan ini dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu: metode singkat, metode grafik dan metode regresi. a. Metode singkat (short methods) Metode yang hanya membutuhkan data hasil penangkapan dari dua periode penangkapan. Bila dilakukan lebih, maka yang digunakan hanya data penangkapan pertama dan kedua saja. Taksiran kelimpahan populasinya (N) dihitung dengan rumus: N = (y 1) 2 y 1 y 2 Dimana : y 1 = Jumlah individu yang tertangkap pada periode penangkapan ke-1 y2 = Jumlah individu yang tertangkap pada periode penangkapan ke-2 b. Metode Grafik Metode ini menggunakan grafik untuk menentukan taksiran kelimpahan populasi suatu hewan. Jumlah individu tangkapan kumulatif dinyatakan sebagai sumbu-x, sedangkan sumbu-y menyatakan jumlah individu hasil tangkapan pada suatu periode penangkapan. Misalnya pada periode penangkapan pertama diperoleh 6 individu, periode penangkapan kedua diperoleh 3 individu, periode penangkapan ketiga diperoleh 2 individu, periode penangkapan keempat diperoleh 1 individu, dan periode penangkapan kelima tidak ditemukan sama sekali, maka taaksiran kelimpahan individunya adalah 12 individu (gambar 5.1.). Penangkapan tidak dibatasi sampai berapa kali periode penangkapan, semakin banyak semakin baik tetapi apabila hasil penangkapan sudah tidak ada individu yang tertangkap, sebaiknya penangkapan periode berikutnya tidak usah diteruskan. Sesudah semua titik-titik hasil tangkapan itu digambarkan, dengan menggunakan mistar, ditarik suatu garis lurus yang paling sesuai melalui pancaran titik-titik tersebut. Titik potong garis lurus dengan sumbu-x memberikan angka taksiran tentang besar populasi hewan (N) yang dimiliki.

12 dst Jumlah individu tangkapan kumulatif Gambar 2.4. Grafik taksiran kelimpahan individu dengan metode grafik pada removal methods. c. Analisis regresi linier. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode grafik, tetapi lebih akurat bahkan paling akurat dibandingkan dengan kedua metode di atas. Periode penangkapan dinyatakan sebagai x, sedangkan angka-angka jumlah individu hasil tangkapan kumulatif (y) dihitung dengan rumus persamaan linier ŷ = ax + b Dimana : b = n X.Y ( X)( Y) n X 2 ( X) 2 a = Y b X n 2.5 Interaksi Organisme Interaksi yang terjadi diantara sesama individu dalam satu populasi disebut Interaksi Intra-spesifik. Interaksi intra-spesifik terjadi dalam memperebutkan sumber daya sejenis yang keberadaannya terbatas, sehingga kompetisi menjadi sangat ketat dikarenakan kebutuhan sumber daya yang diperebutkan sama dan tidak dapat digantikan dengan sumber daya yang lain.

13 Tabel Macam-macam interaksi pada hewan yang diuntungkan (+); dirugikan (-); dan tidak memberikan pengaruh (0). Dampak Bagi yang kuat/lebih besar interaksi Mutualisme; Parasitisme; Bagi yang + Komensalisme Protokoperasi Parasitoidisme lemah/lebih 0 Alotropi Netralisme Alini kecil - Predatorisme Amensalisme Kompetisi Interaksi yang terjadi diantara sesama individu dalam satu populasi disebut Interaksi Intra-spesifik Interaksi intra-spesifik terjadi dalam memperebutkan sumber daya sejenis yang keberadaannya terbatas, sehingga kompetisi menjadi sangat ketat dikarenakan kebutuhan sumber daya yang diperebutkan sama dan tidak dapat digantikan dengan sumber daya yang lain. Interaksi yang terjadi diantara sesama individu dalam satu populasi disebut Interaksi Intra-spesifik. Interaksi intra-spesifik terjadi dalam memperebutkan sumber daya sejenis yang keberadaannya terbatas, sehingga kompetisi menjadi sangat ketat dikarenakan kebutuhan sumber daya yang diperebutkan sama dan tidak dapat digantikan dengan sumber daya yang lain. Tipe interaksi positif merupakan interaksi yang memberikan keuntungan bagi organisme yang berinteraksi. Keuntungan tersebut bisa diarasakan oleh kedua organisme yang berinteraksi (misalnya mutualisme dan protokooperasi) maupun bagi salah satu organisme tanpa menyebabkan kerugian bagi organisme yang lainnya. Tipe interaksi negatif, ditunjukkan oleh interaksi kompetisi, parasitisme, predasi dan amensalisme. Neutralisme yang benar-benar, jarang dijumpai di alam, hal ini mungkin ada interaksi tidak langsung antar semua populasi yang terjadi di dalam suatu ekosistem. 2.6 Struktur Komunitas Komunitas merupakan kesatuan dari populasi-populasi pada suatu ruang dan waktu tertentu. Komunitas merupakan komponen biotik. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar species, tetapi oleh jumlah relatif organisme dari speciesspecies tersebut. Kelimpahan relatif suatu species dapat mempengaruhi fungsi suatu

14 komunitas, distribusi individu antar species dalam komunitas bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan komunitas dan pada akhirnya pada stabilitas komunitas. Pada komunitas alami, diketahui bahwa keterdapatan species yang jarang lebih banyak daripada species yang dominan. Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mempelajari struktur komunitas diantaranya dengan menggunakan kurva hubungan species-abudance, kurva species area dan menghitung indeks keanekaragaman. Cara yang paling sederhana untuk menentukan karakter komunitas adalah dengan cara menghitung jumlah individu atau jumlah species yang terdapat pada suatu lokasi pengamatan yang merupakan bentuk kelimpahannya, dan membandingkannya dengan komunitas lainnya. Kelimpahan dinyatakan sebagai jumlah individu hewan pada suatu habitat. Kelimpahan dinyatakan tanpa mempertimbangkan luas area seperti halnya kepadatan. Pada dasarnya kelimpahan populasi suatu species hewan mengandung dua aspek, yaitu aspek Intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi-rendahnya kepadatan populasi dalam area-area yang dihuni suatu populasi hewan. Sedangkan prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati species dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran). Suatu populasi hewan yang memiliki intensitas dan prevalensi tinggi dinyatakan sebagai populasi yang berlimpah, sebaliknya populasi hewan yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dinyatakan sebagai species langka. Kelangkaan suatu populasi hewan dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab, antara lain: a. Area yang dihuni species hewan tersebut menjadi sempit atau jarang. b. Tempat yang dihuni populasi hewan tersebut hanya cocok-huni untuk waktu yang singkat saja. c. Kehadiran species lain yang berperan sebagai kompetitor, parasit atau predatornya. d. Ketersediaan sumber daya yang penting (seperti makanan dan tempat berbiak) menjadi berkurang. e. Variasi genetik relatif sempit. f. Plastisitas fenotifik individu-individu species hewan sangat rendah. Menentukan kelimpahan (jumlah individu) dalam suatu populasi dilakukan dengan metode pencacahan (sensus) atau metode sampling. Metode pencacahan pada dasarnya adalah melakukan penghitungan secara langsung terhadap individu-individu dalam suatu populasi atau suatu koloni. Metode ini biasanya dilakukan pada hewan-hewan yang berukuran besar dengan habitat yang tidak terlalu luas.

15 Sedangkan metode sampling dilakukan banyak pada hewan-hewan kecil (invertebrata) dengan suatu perangkap tertentu atau kuadrat pada suatu habitat yang tidak memungkinkan dilakukannya sensus. Kelimpahan hewan dinyatakan sebagai jumlah hewan suatu jenis yang terperangkap pada suatu perangkap atau kuadrat (disebut juga kelimpahan absolut). Sedangkan kelimpahan relatif merupakan proporsi individu suatu jenis dengan jumlah individu total keseluruhan jenis. Komposisi dalam suatu komunitas, dapat dinyatakan dengan keanekaragaman. Keanekaragaman banyak digunakan untuk mengidentifikasikan kondisi lingkungan suatu ekosistem. Keanekaragaman suatu komunitas, dapat dinyatakan dengan kekayaan species (species richness) atau indeks keanekaragaman. Kekayaan species dinyatakan sebagai banyaknya species pada suatu komunitas tanpa mempertimbangkan besarnya ukuran populasi suatu species. Sedangkan indeks keanekaragaman yang sering digunakan untuk menyatakan keanekaragaman suatu komunitas yang mempertimbangkan jumlah individu dari masingmasing jenis digunakan indeks keanekaragaman Shanon-Wienner (H ) dengan rumus sebagai berikut: H = - pi ln pi pi = Jumlah individu suatu species Jumlah individu total Sedangkan untuk membandingkan komposisi dua komunitas yang berbeda, dapat dilakukan dengan menghitung indeks similarity atau indeks kesamaan. Pengukuran indeks similarity dapat mengacu pada rumus indeks kesamaan sorensen atau Bray-curtis atau Jaccard kedua komunitas Membandingkan kesamaan dua biotop juga dapat diukur dengan assosiasi. RANGKUMAN Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang Populasi dan Komunitas. Dengan demikian sebagai seorang guru, Anda telah memiliki kompetensi profesional untuk materi Populasi dan Komunitas. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut: Populasi adalah kumpulan individu-individu yang sejenis (dikatakan sejenis bila berbiak, individu jantan dengan betina bersifat fertil, dan memiliki keturunan yang fertil pula) pada waktu dan tempat tertentu.

16 Kelimpahan suatu populasi sejalan dengan waktu akan mengalami perubahan, akibat beroperasinya faktor-faktor yang meningkatkan dan menurunkan jumlah individu dalam populasi. Faktor-faktor tersebut meliputi natalitas, mortalitas, emigrasi dan imigrasi. Suatu populasi pada umumnya akan memiliki pola sebaran pada hewan ada tiga bentuk, yaitu acak, seragam atau mengelompok. Namun di alam pola sebaran populasi cenderung berkelompok. Interaksi yang terjadi diantara sesama individu dalam satu populasi disebut Interaksi Intraspesifik, sedangkan Interaksi yang terjadi diantara individu dari populasi yang berbeda disebut Interaksi Inter-spesifik. Bentuk interaksi dapat berupa kompetisi, mutualisme, protokooperasi, komensalisme, parasitisme, parasitoidisme dan predaorisme. Komunitas dicirikan dengan keanekaragaman, dominansi species, dan indeks nilai pentingnya.

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

TERMINOLOGI POPULASI. Populasi (bahasa Latin populus =rakyat, atau penduduk). Terminologi :

TERMINOLOGI POPULASI. Populasi (bahasa Latin populus =rakyat, atau penduduk). Terminologi : MATERI AJAR Sifat-sifat populasi Kepadatan populasi dan indeks jumlah relatif Konsep dasar tentang laju (rate) Natalitas dan mortalitas Penyebaran umur populasi TERMINOLOGI POPULASI Populasi (bahasa Latin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam penelitian ekologi seringkali seseorang perlu mendapatkan informasi besarnya populasi makhluk hidup di alam, baik di laboratorium, di lapangan seperti : hutan,

Lebih terperinci

Konsep Populasi dan Komunitas. Ekologi Perairan Pertemuan Saifullah Jurusan Perikanan Untirta

Konsep Populasi dan Komunitas. Ekologi Perairan Pertemuan Saifullah Jurusan Perikanan Untirta Konsep Populasi dan Komunitas Ekologi Perairan Pertemuan 10-11 Saifullah Jurusan Perikanan Untirta Konsep Populasi Individu Populasi kelompok organisme dari spesies yang sama dan menduduki ruang atau

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIII: POPULASI DAN KOMUNITAS. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIII: POPULASI DAN KOMUNITAS. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIII: POPULASI DAN KOMUNITAS Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 DINAMIKA POPULASI I. Struktur dan Dinamika Populasi Definisi populasi Densitas/kepadatan Pola penyebaran populasi Pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari

Lebih terperinci

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System) Sistem Populasi Hama Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Sistem Kehidupan (Life System) Populasi hama berinteraksi dengan ekosistem disekitarnya Konsep sistem kehidupan (Clark et al.

Lebih terperinci

Populasi. Species. Bagaimana kita mengidentifikasikan suatu species?

Populasi. Species. Bagaimana kita mengidentifikasikan suatu species? POPULASI Populasi Species Bagaimana kita mengidentifikasikan suatu species? Berdasarkan taksonomi? * Berdasarkan morfologi * Tingkahlaku breeding * Hambatan habitat Berdasarkan Ekologi? * Ekotipe * Ekoline

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PLANKTON. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

KEANEKARAGAMAN PLANKTON. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp KEANEKARAGAMAN PLANKTON Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Keanekaragaman Biodiversitas (Keanekaragaman) adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan, dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi Faktor biotik dalam lingkungan Tim dosen biologi FAKTOR BIOTIK Di alam jarang sekali ditemukan organisme yang hidup sendirian, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan organisme lain. Antar jasad dalam

Lebih terperinci

(Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK

(Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK (Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK EKOLOGI PERTANIAN (AGROEKOLOGI) Bagaimana mengaplikasikan konsep dan prinsip-prinsip ekologi untuk mendesain dan memanage sistem produksi pangan

Lebih terperinci

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T.

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T. EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN Oleh : Amalia, S.T., M.T. DEFINISI EKOLOGI EKOLOGI (Yunani) Oikos = lingkungan tempat tinggal Logos = Pengetahuan / ilmu yang dipelajari EKOLOGI yaitu hubungan antara organisme

Lebih terperinci

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember EKOLOGI TEMA 5 KOMUNITAS bag. 2 Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember KOMUNITAS Keanekaragaman Komunitas Pola Komunitas dan Ekoton Keanekaragaman

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 5. Bioekologi 5.1. Gerak (movement) Nematoda seringkali disebut sebagai aquatic animal, karena pada dasarnya untuk keperluan gerak sangat tergantung adanya film air. Film air bagi nematoda tidak saja berfungsi

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Interaksi Antar Komponen dalam Ekosistem dan Kepadatan Populasi Manusia untuk kegiatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian terhadap sejumlah individu yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teoritis Penduduk adalah orang atau manusia yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, sedangkan populasi mencakup seluruh organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas (Biodiversity) Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUATU BIDANG PERMASALAHAN EKOLOGI*)

PEMILIHAN SUATU BIDANG PERMASALAHAN EKOLOGI*) PEMILIHAN SUATU BIDANG PERMASALAHAN EKOLOGI*) Oleh Dr. Leonardus Banilodu, M.S. Dosen Biologi dan Ekologi FMIPA dan FKIP Unika Widya Mandira Jln. Jend. A. Yani 50-52 Telp. (0380) 833395 Kupang 85225, Timor

Lebih terperinci

SIMULASI ESTIMASI POPULASI HEWAN

SIMULASI ESTIMASI POPULASI HEWAN SIMULASI ESTIMASI POPULASI HEWAN Dawam Suprayogi, A1C408049 Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat dan relung merupakan dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah tempat suatu organisme hidup. Habitat suatu organisme dapat disebut alamat suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN KERUSAKAN AKIBAT HAMA

POKOK BAHASAN KERUSAKAN AKIBAT HAMA POKOK BAHASAN KERUSAKAN AKIBAT HAMA Teknik Pengambilan Sampel dan Pengamatan Hama Dalam Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) Untuk melakukan pengendalian (kimiawi) hrs dilakukan berdasarkan monitoring / pemantauan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman merupakan sebuah konsep yang merujuk pada variasi dan perbedaan dari berbagai individu dalam sebuah komunitas (WCMC 1992), dimana mereka berinteraksi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia di kategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencangkup lima masalah

Lebih terperinci

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi

Lebih terperinci

4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG

4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 61 4.1 Pendahuluan Indeks resiliensi yang diformulasikan di dalam bab 2 merupakan penilaian tingkat resiliensi terumbu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam matriks (Anton, 2000:45). kolom (garis vertikal) yang dikandungnya. Suatu matriks dengan hanya

BAB II LANDASAN TEORI. dalam matriks (Anton, 2000:45). kolom (garis vertikal) yang dikandungnya. Suatu matriks dengan hanya BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks. Pengertian Matriks Definisi II.A. Matriks adalah suatu susunan bilangan-bilangan berbentuk segiempat. Bilangan-bilangan dalam susunan itu disebut anggota dalam matriks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI. III. Populasi Manusia Pertumbuhan populasi saat ini Struktur umur

DINAMIKA POPULASI. III. Populasi Manusia Pertumbuhan populasi saat ini Struktur umur I. Struktur dan Dinamika Populasi Definisi populasi Densitas/kepadatan Pola penyebaran populasi Pertumbuhan populasi (eksponensial, logistik) Faktor pembatas pertumbuhan II. Keberlangsungan Hidup Tabel

Lebih terperinci

1. Individu. 2. Populasi. 3. Komunitas. 4. Ekosistem. 5. Bioesfer

1. Individu. 2. Populasi. 3. Komunitas. 4. Ekosistem. 5. Bioesfer 1. Individu 2. Populasi 3. Komunitas 4. Ekosistem 5. Bioesfer Kata individu berasal dari bahasa latin individum yang berarti tidak dapat dibagi. Dalam ekologi, individu berarti satu organisme. Misalnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

pengisian data dan cara pembuatan grafik. setelah pengolahan dan analisa perhitungan serta saran-saran yang

pengisian data dan cara pembuatan grafik. setelah pengolahan dan analisa perhitungan serta saran-saran yang Pada bab ini dijelaskan tentang cara pengaktifan jendela excel, pengisian data dan cara pembuatan grafik. BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup yang mencakup kesimpulan yang diambil setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 4. Kepadatan Populasi Hubungannya dengan LingkunganLatihan Soal 4.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 4. Kepadatan Populasi Hubungannya dengan LingkunganLatihan Soal 4.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 4. Kepadatan Populasi Hubungannya dengan LingkunganLatihan Soal 4.1 1. Perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang ditempati adalah... Dinamika penduduk Kepadatan

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Perameter

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

SIMULASI ESTIMASI POPULASI

SIMULASI ESTIMASI POPULASI SIMULASI ESTIMASI POPULASI I. PENDAHUALUAN A. Latar Belakang Ekologi adalah ilmu yang membicarakan tentang hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya serta antara organisme itu sendiri. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan distribusi penduduk karena perubahan beberapa komponen demografi seperti Kelahiran (Fertilitas),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (Sofjan Assauri: 1984). Usaha untuk melihat situasi pada masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STATISTIKA DESKRIPTIF (TK) KODE / SKS: KD / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STATISTIKA DESKRIPTIF (TK) KODE / SKS: KD / 2 SKS Minggu Pokok Bahasan ke dan TIU 1 1. Pendahulua n tentang konsep statistika dan notasi penjumlahan Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar 1.1. Konsep statistika Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian statistika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian murni atau pure research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian murni atau pure research yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian murni atau pure research yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian terhadap sejumlah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Penduduk Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum disajikan data hasil penelitian setiap variabel yang dikaji dalam penelitian ini, terlebih dahulu secara ringkas akan dideskripsikan karakteristik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menetapkan itik Rambon yang telah dibudidayakan dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik Tegal dengan itik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

KERAPATAN DAN POLA DISTRIBUSI POHON KELAPA HIJAU (Cocos nucifera) PADA WILAYAH TIDAK BERPENGHUNI DI DESA BARIANG. Nor Aiyda 1, Lagiono 1.

KERAPATAN DAN POLA DISTRIBUSI POHON KELAPA HIJAU (Cocos nucifera) PADA WILAYAH TIDAK BERPENGHUNI DI DESA BARIANG. Nor Aiyda 1, Lagiono 1. Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608 Vol. 1 No.3 (2015) : 1-9 KERAPATAN DAN POLA DISTRIBUSI POHON KELAPA HIJAU (Cocos nucifera) PADA WILAYAH TIDAK BERPENGHUNI DI DESA BARIANG Nor Aiyda 1, Lagiono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan perekonomian suatu negara memberikan pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Jika keadaan perekonomian suatu negara itu meningkat, berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN

MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN KOMUNITAS TUMBUHAN Disusun oleh : Irma Pebriyani Risa Ukhti Muslima Sandya Puspa Kartilla JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan. BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan. Sebelum dilakukan proses pembaharuan peramalan, terlebih dahulu dilakukan proses peramalan dan uji kestabilitasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci