BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter Pengertian Pendidikan Karakter Thomas Lickona dalam Agus Wibowo (2013:9) menyebutkan bahwa, karakter adalah A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way. (Posisi batin (karakter) dapat diandalkan untuk menanggapi situasi moral dengan cara baik) Dalam pandangan Lickona karakter yang baik meliputi pengetahuan tentang suatu kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan tersebut, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, timbulnya karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan motivasi, serta perilaku dan ketrampilan. Menurut Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27) karakter diartikan sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu atau seseorang untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti bahwa individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa mampu dalam menetapkan keputusan dan siap bertanggung jawab akibat dari keputusan yang dibuatnya. Helen G. Douglas dalam Muchlas Samani (2011:41) menyatakan bahwa karakter merupakan sikap yang tidak dapat diwariskan, akan tetapi sesuatu

2 12 yang dibangun sendiri secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, dan tindakan demi tindakan). Jadi karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta terwujud dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dari pendapat para tokoh di atas terdapat beberapa persamaan pandangan tentang karakter yaitu adanya nilai dasar yang menjadi ciri khas dari individu, perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya, untuk berbuat baik dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas pada seseorang atau individu yang tercermin dalam perilaku seseorang dalam lingkungannya, baik itu dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar. Ratna Megawangi dalam Dharma Kesuma (2011:5) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan seharihari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Menurut pendapat Ramli (2003:16), pendidikan karakter pada dasarnya memiliki esensi atau makna yang sama dengan apa yang disebut mengenai

3 13 pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Tujuan dari pemberian pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, serta warga negara yang baik. Dengan kriteria secara umum adalah adanya nilai-nilai sosial tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan yang diajarkan di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya Bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Jadi pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil (Samani dan Hariyanto, 2011:46). Akan tetapi dalam hal ini tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik yang menjadi komponen di sekolah haruslah terlibat dalam usaha pendidikan karakter ini. Wibowo (2012:36) mendefinisikan tentang pendidikan karakter dengan pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktekkan dalam kehidupannya baik di keluarga, masyarakat, dan negara.

4 14 Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005:7) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab melalui model dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai-nilai universal. Karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap bertanggung jawab akibat dari keputusan yang dibuatnya (Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27) Sedangkn menurut Kemdiknas (2010:2) bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Dari beberapa pendapat di atas terdapat persamaaan persepsi bahwa pendidikan karakter pada dasarnya berupa penanaman nilai-nilai luhur dalam rangka membina generasi bangsa, untuk bertanggung jawab melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, dari pengertian tentang pendidikan karakter para tokoh diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk menjadikan peserta didik

5 15 mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai sehingga menjadi pribadi yang luhur, untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab, dan menerapkan segala nilai-nilai luhur yang dimilikinya dalam kehidupannya sehari-hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan (Asmani, 2011:42). Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:7) menjelaskan tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah : a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik sebagai manusia dan waraga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious.

6 16 c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Nasional (Samani,2011:9) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya mempunyai tujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Menurut Agus (Agus,2012:22) menyatakan bahwa pendidikan karakter mempunyai tujuan yaitu membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Dari berbagai pandangan di atas, telah disebutkan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan karakter adalah membentuk, menanamkan,

7 17 memfasilitasi, dan mengembangkan nilai-nilai positif kepada peserta didik. Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan utama pendidikan karakter adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai yang positif kepada peserta didik, agar tercapai pembentukan karakter dan akhlak yang baik, sehingga menjadi manusia yang utuh, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab Proses Pendidikan Karakter Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, dari dahulu sampai sekarang (Dharma Kesuma, 2011:11). Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan kementerian pendidikan ada delapan belas karakter. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, pancasila, budaya,dan tujuan pendidikan nasional. Adapun delapan belas nilai tersebut yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Pusat Kurikulum Kementerian PendidikanNasional, 2009:9-10)

8 18 Akan tetapi terbentuknya nilai dan sikap karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti yang dinyatakan oleh V. Campbell dan R. Obligasi (1982) bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang, yaitu : a) Faktor keturunan b) Pengalaman masa kanak-kanak c) Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua d) Pengaruh lingkungan sebaya e) Lingkungan fisik dan sosial f) Substansi materi di sekolah atau lembaga pendidikan lain g) Media masa Dalam proses pendidikan karakter yang baik, perlu adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang menuntut individu untuk memiliki karakter positif tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam suatu komunitas pendidikan, sangat dibutuhkan karakter seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter positif lain sebab pendidik dalam komunitas pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi anak didiknya. Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan maka dilakukan penilaian yang merupakan kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran. Hasil Pembelajaran yang dicapai dapat dikategorikan dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Setiap peserta didik memiliki ranah tersebut,

9 19 hanya kedalamannya tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki keunggulan pada ranah kognitif atau pengetahuan, dan ada yang memiliki keunggulan pada ranah psikomotor atau ketrampilan. Namun keduanya harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik. Pengetahuan yang dimiliki seseorang harus dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Demikian juga ketrampilan yang dimiliki peserta didik juga harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik, yaitu dimanfaatkan untuk kebaikan (Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011: ) Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam individu menjadi pendorong semangat bagi pelaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat inilah kita dapat mengambil kesimpulan tentang tujuan penilaian karakter (Doni Koesoema, 2010:281) Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:10) dijelaskan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaaan pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan

10 20 membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut : (1) Menetapkan indikator dari nilai yang ditetapkan atau disepakati,(2) Menyusun berbagai instrument penilaian, (3) Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator, (4) Melakukan analisis dan evaluasi, (5) Melakukan tindak lanjut 2.2 Evaluasi Program Pengertian Evaluasi Program Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 2012:325). Menurut Anderson, dalam Arikunto (2004:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam dalam Arikunto (2004 : 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Sedangkan Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), mengatakan bahwa evaluasi program adalah

11 21 proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Jadi evaluasi program dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh pencapaian suatu program. Hal yang menjadi titik awal dari evaluasi program adalah keingintahuan penyusun program untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai atau belum. Jika sudah tercapai, bagaimana kualitas pencapaian kegiatan tersebut. Tetapi jika belum tercapai, maka : a) pada bagian manakah dari rencana kegiatan yang telah dibuat belum tercapai, dan b) apa sebab bagian rencana kegiatan tersebut belum tercapai. Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan untuk melihat pencapaian program. Dari beberapa pendapat diatas terdapat kesamaan persepsi bahwa evaluasi program pada dasarnya adalah suatu kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program, untuk memperoleh gambaran, dan sebagai informasi bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Dalam hal ini peneliti melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata sesuatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata

12 22 tersebut dengan kriteria sebagai kondisi yang diharapkan Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu program, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan Tujuan Evaluasi Program Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar (2009:22) bahwa program adalah serangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program tidak dievaluasi maka tidak dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambil keputusan dan kebijakan lanjutan dari program. Karena itu masukan hasil kebijakan evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi atau evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker). Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu : 1) Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya,

13 23 atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan 2) Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit) 3) Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat. 4) Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain. Menurut Endang Mulyatinigsih (2011: ), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk : a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama di tempat lain b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program itu perlu diteruskan, diperbaiki, atau dihentikan Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu dalam evaluasi program

14 24 pelaksana berpikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Selain itu juga ada beberapa tujuan lain dari evaluasi program yaitu untuk verifikasi kualitas dan manajemen program, mengidentifikasi strategi-strategi yang berhasil dan yang gagal, serta untuk mengukur efek atau manfaat dari suatu program. Jadi pada intinya bahwa tujuan evaluasi program adalah untuk meningkatkan efektivitas suatu kegiatan, untuk mengukur suatu program kegiatan yang telah dilaksanakan, dan untuk menentukan prioritas program yang akan dilaksanakan dimasa yang akan datang agar lebih baik Model Evaluasi Program Kegiatan evaluasi program memerlukan cara kerja yang jelas, yang tujuannya adalah menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program. Oleh karenanya dalam evaluasi program ini menggunakan pola atau model yang sudah dibakukan oleh para tokoh atau pakar evaluasi. Model evaluasi yang didesain oleh para ahli atau para pakar evaluasi, biasanya diberi nama sesuai dengan nama pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini sudah dianggap model standar atau merek standar dari pembuatnya (Farida YTN, 2008 :13) Menurut bentuknya, model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujaunnya sama yaitu

15 25 melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar (2009:40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu : 1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler 2) Goal Free Evaluation Model,dikembangkan oleh Scriven 3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven 4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake 5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake 6) CSE-UCLA Evaluation Model, 7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam, dan 8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus Oleh karena penelitian ini menggunakan model CIPP, maka berikut akan disajikan kajian tentang Model Evaluasi Program CIPP

16 Evaluasi Program Model CIPP Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP Evaluation Model. CIPP merupakan singkatan dari Contex, Input, Process, and Product. Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decision) yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk. Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam dan Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 tahap yang diuraikan sebagai berikut : a. Contect evaluation to serve planning decision. Orientasi utama dari evaluasi konteks ini adalah mengidentifikasi latar belakang perlunya mengadakan program dari beberapa subyek yang terlibat dalam pengambilan keputusan (Endang Mulyatiningsih, 2011:127)

17 27 Jadi Evaluasi konteks ini membantu seorang evaluator yang berkaitan dengan perencanaan keputusan, pengidentifikasian kebutuhan yang akan dicapai, dan perumusan tujuan program Aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan dilukiskan pada tabel di bawah ini. Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku Kepentingan-Tujuan Program Mewawancarai para penanggung jawab program untuk menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan sekolah yang perlu diselesaikan dengan program kegiatan Wawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai butuhankebutuhan dan nilai yang dituju dan potensial untuk pelaksanaan program. Menilai tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan sekolah dan aset-aset potensial yang bermanfaat terhadap program Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menelaah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai. Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memastikan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainnya. Memakai temuan-temuan evaluasi konteks selama atau pada akhir program untuk membantu menilai efektivitas dan signifikasi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.

18 28 b. Input evaluation structuring decision Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk melaksanakan program yang telah dipilih (Endang Mulyatiningih,2011:129). Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel di bawah ini Aktivitas Klien/Pemangku Aktivitas Evaluator Kepentingan-Tujuan Program Mengidentifkasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model dan perbandingan untuk program yang direncanakan. Menilai strategi program yang diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan feasibilitasnya. Menilai anggaran program untuk menentu kan kecukupan dalam membiayai kegiatan yang dilaksanakan Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa. Memakai temuan evaluasi masukan untuk merenca nakan suatu strategi program yang secara saintifik, ekonomis, sosial, politik dan teknologi dapat dipertahankan. Memakai temuan evaluasi masukan untuk memasti kan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuh an yang diperlukan Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan. Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggungjawaban dalam melaporkan strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.

19 29 Jadi dalam evaluasi input ini memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya. c. Process evaluation to serve implementing decision. Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi hambatanhambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau implementasi program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki. Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel di bawah ini

20 30 Aktivitas Evaluator Menugaskan staf program dan anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhankebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima. Mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi siswa dan warga sekolah lain dengan kemanfaatan program yang direncanakan. Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator ke dalam profil program secara periodik. Menentukan sampai seberapa banyak program dapat tercapai secara tepat. Aktivitas Klien/Pemangku Kepentingan-Tujuan Program Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memper kuat aktivitas staf. Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program. Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program. Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.

21 31 d. Product evaluation to serve recycling decision Evaluasi produk merupakan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan, dan menilai pencapaian program (Stufflebeam & Shienfield, 1985:176). Evaluasi ini digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program tersebut? Jadi evaluasi hasil ini berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggungjawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining) dan penyediaan (providing) bagi para pembuat keputusan. Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel di bawah ini

22 32 Aktivitas Evaluator Mengakses dan membuat penilaian mengenai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang memperoleh layanan konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan. Secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di wilayah program seperti kepala sekolah,guru, dan siswa untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat. Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator dalam profil program yang diperbaharui secara periodik. Menentukan sampai seberapa tinggi program mencapai kelompok penerima manfaat yang tepat. Aktivitas Klien/Pemangku Kepentingan-Tujuan Program Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai apakah program mencapai atau tidak mencapai penerima manfaat yang tidak tepat. Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa banyak program sedang melayani atau telah melayani penerima manfaat yang berhak. Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa tinggi program memenuhi atau sedang memenuhi kebutuhan penting masyarakat. Memakai temuantemuan evaluasi pengaruh untuk tujuan pertanggungjawaban mengenai kesuksesan program dalam mencapai penerima manfaat layanan program yang dimaksud.

23 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini untuk dijadikan bahan referensi dan komparasi, diantaraanya adalah: a. Penelitian yang dilakukan oleh YE Retno Saptawati Kawuryan (2015) yang berjudul Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Kemirirejo Kota Magelang, menunjukkan bahwa kesiapan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter, yang diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan ektra kurikuler sebagai wahana pengembangan minat dan bakat siswa sehingga menjadi pembiasaan yang baik. Selain itu implementasi pendidikan karakter ini tercermin dalam kegiatan sehari-hari yang berupa budaya 5 S, yaitu : Salam, Senyum, Sapa, Sopan, dan Santun b. Dewi Azizatul Umaroh (2013) tentang Manajemen Pendidikan Karakter Peserta Didik di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Perencanaan pendidikan karakter peserta didik dilakukan dengan penyusunan kurikulum dan pengelolaannya, baik pengelolaan dalam kelas maupun pengelolaan di luar kelas atau lingkungan sekolah. (2) Pelaksanaan pendidikan karakter peserta didik dengan keteladanan dan pembiasaan. (3) Evaluasi

24 34 pendidikan karakter peseta didik dilaksanakan dengan skala sikap, pengamatan, kerja sama dengan orang tua peserta didik dan kunjungan ke rumah (home visit). c. Zuchdi (2011) tentang Pengembangan Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pemebelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar. (Jurnal Pendidikan Vol.2 No.4 Tahun 2011). Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa model pendidikan karakter yang efektif adalah yang menggunakan pendekatan komprehensif. Pembelajarannya tidak hanya melalui bidang studi tertentu saja, tetapi diintegrasikan kedalam berbagai bidang studi dengan metode dan strategi yang bervariasi. Semua warga sekolah (pimpinan sekolah, guru, murid, dan pegawai administrasi, bahkan penjaga sekolah dan pengelola warung sekolah) serta orang tua dan pemuka masyarakat perlu bekerja secara kolaboratif dalam melaksanakan program pendidikan karakter. Tempat pelaksanaan pendidikan karakter baik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan di rumah dan lingkungan masyarakat dengan melibatkan partisipasi orang tua. d. Penelitian oleh Nadar Mursih (2015) tentang Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SMPN 1 Limbangan Kabupaten Kendal, menunjukkan

25 35 bahwa penanaman nilai karakter di SMP Negeri tersebut dilaksanakan melalui kegiatankegiatan bersifat ekstra kurikuler dan intra kurikuler yang dikelola sekolah dengan jadwal kegiatan yang bervariasi. Ada yang dilaksanakan seminggu sekali, namun ada juga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tiap hari seperti kegiatan sholat berjamaah dalam rangka penanaman nilai religius. Sedangkan kegiatan intra kurikuler yang dilaksanakan tiap minggu seperti senam kesegaran jasmani dan kegiatan Jumat bersih. Sedangkan bentuk kegiatan yang berupa ekstra kurikuler seperti Pramuka, bola volly, Paskibra, Palang Merah Remaja, serta karawitan. 2.5 Kerangka Berpikir Karakteristik penelitian ini berawal dari adanya kegiatan program pendidikan karakter yang dijalankan oleh SD Negeri Gebang 1, namun selama ini belum pernah diadakan evaluasi terhadap program tersebut. Maka penulis ingin mengevaluasi program pendidikan karakter di sekolah tersebut dengan menggunakan model CIPP. Adapun secara garis besar kerangka berfikir peneliti adalah sebagai berikut :

26 36 Konsep Pendidikan Karakter Konteks Input Proses Program Pendidikan Karakter Sekolah Lanjut Pertahankan Revisi Hapus Produk Rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah tumpuan sebuah bangsa menuju persaingan global. Di dalam pendidikan banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunannya membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia Indonesia yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates (munadlir@yahoo.co.id) ABSTRAK Pendidikan di sekolah sampai saat kini masih dipercaya sebagai media yang

Lebih terperinci

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik 1 (2) (2017) 14-20 DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik https://jurnal.uns.ac.id/jdc PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN DAN IMPLEMENTASINYA Dwi Purwanti SDN 1 Pohkumbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat membawa kemajuan peradaban dan peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang professional secara akademik dan tangguh/kreatif secara karakter. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1920-an Ki Hajar Dewantara telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia dalam artian menjadikan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh karena itu tentu pendidikan juga akan membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik peserta didiknya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. generasi penerus. Karakter itu penting, karena banyak masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. generasi penerus. Karakter itu penting, karena banyak masyarakat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan bangsa didasarkan pada karakter yang harus dimiliki oleh generasi penerus. Karakter itu penting, karena banyak masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: PENGARUH INTENSITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan PENDIDIKAN KARAKTER LATAR BELAKANG Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 2025 (UU No 17 Tahun 2007) antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan bahwa akhlak bersifat abstrak, tidak dapat diukur, dan diberi nilai oleh indrawi manusia (Ritonga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e) BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini, akan di bahas tentang: a) Latar Belakang Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e) Penegasan Istilah A. Latar belakang Masalah

Lebih terperinci

Oleh: RIAN PUTERI SAYEKTI WIBOWO A

Oleh: RIAN PUTERI SAYEKTI WIBOWO A MUATAN DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SALING MENGHARGAI (Analisis Isi pada Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP/MTs Kurikulum 2013 serta Pelaksanaannya di SMP Negeri 1 Surakarta)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum SD Negeri Gebang 1 SD Negeri Gebang 1 merupakan salah satu sekolah di lingkungan Kecamatan Bonang Kabupaten Demak, yang merupakan sekolah gabungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Bidayat al-hidayah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab II tentang kajian pustaka ini akan dibahas tentang konsep-konsep kunci dalam penelitian ini, meliputi pengertian evaluasi program, pengertian sistem kredit semester, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan mengembangkan potensi manusia agar memiliki sejumlah karakter, integritas dan kompetensi yang berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak negatif globalisasi telah mengakibatkan nilai-nilai moral, semangat patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ramadhon (2013) dalam skripsinya yang berjudul Efektivitas Program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ramadhon (2013) dalam skripsinya yang berjudul Efektivitas Program BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Dari hasil pencarian dan penelusuran, ada beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini, beberapa skripsi yaitu sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusiayang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama Rumlah (09220274) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru adalah pemeran utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru adalah pemeran utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Guru memiliki peran vital dalam proses pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA Ramtia Darma Putri tyadhuarrma27@gmail.com Universitas PGRI Palembang Erfan Ramadhani erfankonselor@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Pendidikan merupakan wahana untuk membentuk manusia yang berkualitas, sebagaimana dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pasal 3, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

Lebih terperinci

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran Oleh: Dr. Marzuki PUSAT PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN KULTUR LPPMP - UNY 12/05/2015 1 RIWAYAT PENDIDIKAN BIODATA SINGKAT S1 dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEBIJAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Doni Koesoema A. Pertemuan Nasional MNPK, Malang, 6 Oktober 2017 Polemik Full Day School Vs PPK Kegaduhan publik plus gorengan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 Pendahuluan Agama merupakan sistem aturan yang bersumber dari wahyu Tuhan yang membawa manusia menuju kebahagiaan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LAPAS KLAS II A PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LAPAS KLAS II A PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LAPAS KLAS II A PEKALONGAN A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Darul Ulum Nilai-nilai pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Evaluasi Program. Untuk meningkatkan kualitas kinerja, dan produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya perlu adanya evaluasi program. Evaluasi program adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan kunci kepemimpinan. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU A. Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indri Cahyani

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Indri Cahyani 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UNESCO merupakan upaya mempersiapkan manusia untuk bisa hidup di masyarakat dan harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER

PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus Pada Guru Di Sekolah SMA Muhammadiyah 4 Kartasura) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Karena itulah kita dituntut untuk mampu mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. Hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah yang luas dan komplek, Indonesia harus bisa menentukan prioritas atau pilihan pembangunan

Lebih terperinci

BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski

BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah proses

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA Heri Supranoto Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Heri_supranoto@yahoo.com Abstrak Mengacu kepada berbagai peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 Fauzatul Ma rufah Rohmanurmeta 2 IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh guru kepada peserta didik

Lebih terperinci

Oleh SALIIA AI{TOGIA NIM: Dr. Arwildayanto, S.Pd, M.Pd ItilP: I001

Oleh SALIIA AI{TOGIA NIM: Dr. Arwildayanto, S.Pd, M.Pd ItilP: I001 ITIIP: 1971 123 200812 1 008 LEMBAR PENGESAHAN ARTIKE,L Skripsi yang berjudul: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Kota Gorontalo Oleh SALIIA AI{TOGIA NIM: 1314

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran terdiri dari dua hal yang salah satunya saling berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar oleh pengajar (Guru).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945 memiliki kondisi yang unik dilihat dari perkembangannya sampai saat ini, para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di. dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di. dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak

Lebih terperinci

STRATEGI DOSEN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENANAMKAN KARAKTER ETIKA MAHASISWA DI STIKOM PGRI BANYUWANGI

STRATEGI DOSEN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENANAMKAN KARAKTER ETIKA MAHASISWA DI STIKOM PGRI BANYUWANGI STRATEGI DOSEN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENANAMKAN KARAKTER ETIKA MAHASISWA DI STIKOM PGRI BANYUWANGI Mohamad Dedi 1 ; Estu Handayani 2 Email:dedismantab_stikom@yahoo.co.id; ehchie797@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kemajuan manusia. Pendidikan berfungsi menyiapkan generasi yang terdidik, mandiri dan memiliki keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter sesungguhnya telah lama menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, kebijakan pendidikan memang diarahkan

Lebih terperinci

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTE& Oleh: NUR ROHMAH MUKTIANI, MPd. NIP

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTE& Oleh: NUR ROHMAH MUKTIANI, MPd. NIP GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTE& Oleh: NUR ROHMAH MUKTIANI, MPd. NIP. 19731006 20011 2 001 Disampaikan dalamsrawung Ilmiah jurusan POR FIK UNY 16 Februari2012 ! GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER A. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA OLEH: DR. SUKIMAN, M.PD. DIREKTUR PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA DITJEN PAUD DAN DIKMAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPA BERVISI Science, Environment, Technology and Society di SD

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPA BERVISI Science, Environment, Technology and Society di SD PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPA BERVISI Science, Environment, Technology and Society di SD Setyo Eko Atmojo Prodi PGSD FKIP Universitas PGRI Yogyakarta (setyoekoatmojo@yahoo.co.id) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan Indonesia ibarat benang kusut yang terus bertambah.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan Indonesia ibarat benang kusut yang terus bertambah. 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan Indonesia ibarat benang kusut yang

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di Indonesia bukan hanya sebagai wahana untuk mendidik anak didik menjadi cerdas semata, melainkan juga berkarakter baik sangat dibutuhkan dalam

Lebih terperinci

PENGUATAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN IPA. Anatri Desstya PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta

PENGUATAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN IPA. Anatri Desstya PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta ISBN: 978-602-70471-1-2 69 PENGUATAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN IPA Anatri Desstya PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta ana.destya@gmail.com Abstrak Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

PEMBELAJAR YANG MENDIDIK DAN BERKARAKTER

PEMBELAJAR YANG MENDIDIK DAN BERKARAKTER PEMBELAJAR YANG MENDIDIK DAN BERKARAKTER Pengertian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci