SUMBER BENIH RAMIN UNTUK MENDUKUNG UPAYA KONSERVASI JENIS LANGKA RAWA GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUMBER BENIH RAMIN UNTUK MENDUKUNG UPAYA KONSERVASI JENIS LANGKA RAWA GAMBUT KALIMANTAN TENGAH"

Transkripsi

1 SUMBER BENIH RAMIN UNTUK MENDUKUNG UPAYA KONSERVASI JENIS LANGKA RAWA GAMBUT KALIMANTAN TENGAH Rusmana 1), Reni Setyo Wahyuningtyas 1), dan Junaidah 1) 1) Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km. 28,7 Guntung Payung-Landasan Ulin-Banjarabaru Kalimantan Selatan Kotak Pos 1065, Telp. (0511) , Fax. (0511) ; admin@foreibanjarbaru.or.id Gonystylus bancanus Miq. Kurz merupakan salah satu spesies ramin yang bernilai ekonomis tinggi yang tumbuh dominan di hutan rawa gambut. Sejalan dengan kegiatan eksploitasinya yang berlebihan sekarang ini ramin oleh CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of World Fauna and Flora) telah dicatat hampir termasuk salah satu jenis pohon yang dilarang dan harus dilindungi, karena telah dikategorikan sebagai spesies genting terutama di Indonesia dan Malaysia. Salah satu kendala dalam pelestarian ramin di hutan rawa gambut adalah kemampuan regenerasi ramin secara alami cukup lambat, pola musim berbunga dan berbuah yang tidak menentu, buahnya cepat rusak (recalcitrant seed) serta biji yang jatuh ke lantai hutan banyak dimakan satwa sehingga proses permudaan alaminya menjadi terhambat. Dalam rangka penyediaan benih ramin, Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru telah melakukan sertifikasi Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) ramin seluas 25 Ha di KHDTK Tumbang Nusa Kalimantan Tengah pada tahun Potensi pohon induk dalam TBT tersebut sebanyak 162 batang dengan tinggi rata-rata 16 meter dan dbh 23 cm. Untuk meningkatkan produksi buah ramin, upaya stimulasi pembungaan dengan pemberian hormon Paclobutrazol telah dilakukan tetapi belum memberikan hasil. Kondisi tegakan yang rapat diduga turut mempengaruhi terhambatnya proses pembungaan pada pohon ramin sehingga upaya pembukaan tajuk di sekitar pohon diperlukan. Karena produksi benih ramin sulit, maka pembiakan vegetativ melalui kebun pangkasan (multiplication garden) sangat diperlukan. Saat ini telah dibangun kebun pangkasan ramin sebanyak stock plant di bawah tegakan jelutung rawa dan sistem jalur terbuka serta rumpang hasil kerjasana antara BPK Banjarbaru dengan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan ITTO. Selain itu BPK Banjarbaru melalui DIPA 2014 telah membangun kebun pangkasan ramin dari berbagai provenans (Distrik Lahai, Tumbang Nusa dan Kasongan) dengan model kebun pangkasan bergulir dan bedengan. Periode pemanenan tunas untuk bahan stek cukup panjang yaitu antara 8-12 bulan ( 1tahun sekali) baru bisa pangkas kembal untuk bahan steki. Produktivitas setiap stockplant dari kebun pangkasan tersebut antara 1-3 tunas per tahun dengan tingkat keberhasilan stek 70-83%. Kata Kunci. Konservasi Flora, Ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.), Sumber Benih I. LATAR BELAKANG Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) masuk dalam famili Thymelaceae (Soerianegara and Lemmens, (eds.),1994). Jenis tersebut sebelum tahun 2001, merupakan salah satu jenis primadona di dunia perdagangan kayu yang dihasilkan dari hutan rawa gambut (Daryono, 1998; Komar, 2005; Rusmana, 2014). Kita ketahui bahwa ramin dari species bancanus, hidup dan tumbuh berkembang pada hutan rawa gambut ombrogen sebagai habitat alaminya. Populasi pohon ramin di habitat alaminya saat ini, telah sulit ditemukan. Karena beberapa penyebab, antara lain (Istomo, 2005; Komar (eds.), 2005): 1) penebangan legal oleh perusahaan yang tidak seimbang dengan upaya penanaman, 2) penebangan liar (illegal loging), 3) konversi hutan habitat ramin ke penggunaan lain seperti untuk perkebunan kelapa sawit, 4) karakter jenis ramin yang lambat pertumbuhannya (slow growing) dan 5) Musim berbuah yang tidak menentu dan cukup panjang waktu musim berbuah pada tahun berikutnya (3 10 tahun). Berdasarkan pengamatan tahun 2013 di wilayah KHDTK Tumbang Nusa, wilayah hutan di Desa Lahei dan sekitarnya, buah ramin disukai banyak binatang seperti burung betet, anggang dan sejenis kera (orang utan, kera abuabu) ketika buah tersebut sudah tua di pohon. Sedangkan buah ramin yang jatuh ke lantai hutan, dimakan oleh tupai tanah, tikus dan babi. Hal tersebut mengakibatkan permudaan alamnya cenderung miskin jika dibanding jenis rawa gambut lainnya seperti ketapi hutan, nyatoh, belangiran, merapat, gerunggang, galam dan lain-lain (Rusmana et.al.,2013).

2 Karena kelangkaanya, pada tahun 2001 ramin masuk dalam Appendix II Cites (Komar, 2005; Istomo, 2005; Sidiyasa, 2005; Sidiyasa et. al., 2007). Dengan demikian ramin tidak boleh dieksploitasi lagi (moratorium) kecuali untuk beberapa daerah, yakni suatu perusahaan PT. Diamon Raya Timber di Riau berdasarkan kuotanya. Kenapa demikian?. Karena, perusahaan tersebut memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Lestari (SPHAL) (Istomo, 2005; Partomihardjo dan Danaerdi. 2007). Khusus di Kalimantan suatu pemegang IUPHHK tidak boleh mengeksploitasi ramin, karena tidak ada perusahaan IUPHHK yang mendapatkan sertifikat tersebut dan potensi raminnya rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan potensi dan tidak terjadi kepunahan, ramin perlu dikonservasi secara eks-situ maupun in-situ. Untuk mendukung konservasi ramin tersebut, perlu melakukan pembangunan sumber benih seperti penunjukkan tegakan benih dan pembangunan kebun pangkasan, pembuatan bibit, penanaman pengayaan di areal bekas tebangan dan pembinaan permudaan alam di areal yang masih ada permudaan alamnya. BPK Banjarbaru melalui program penelitian dan non penelitian telah dan sedang melakukan konservasi ramin melalui Rencana Penelitian Integratif (RPI) tahun dan bekerjasama dengan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan melalui proyek ITTO. Tujuan makalah ini adalah untuk menginformasikan teknik konservasi jenis langka ramin melalui pembangunan sumber benih dan teknik produksi bibit ramin yang telah dilakukan di BPK Banjarbaru. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan tempat Bahan dan peralatan utama yang digunakan untuk kegiatan pembangunan sumber benih dan produksi bibit ramin antara lain : tegakan alam ramin, benih (biji, bahan stek dan anakan alam), sarana dan prasarana persemaian serta alat tulis menulis. Waktu kegiatan telah dilakukan sejak tahun 2009 sampai sekarang, melalui kegiatan penelitian dan pengembangan bekerjasama dengan ITTO-Cites melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Rehabilitasi dan Konservasi Hutan. B. Metode b.1 Pembangunan Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) Ramin Pembangunan TBT ramin telah dilakukan oleh BPK Banjarbaru, berkoordinasi dengan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Wilayah Kalimantan. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan sumber benih ramin meliputi beberapa tahapan kegiatan : 1) Pengajuan permohonan untuk sertifikasi tegakan benih ramin ke BPTH wilayah Kalimantan. 2) Survey/inventarisasi lanjutan tegakan ramin dalam rangka sertifikasi, bersama dengan tim BPTH wilayah Kalimantan. 3) Pengolahan data dan penerbitan sertifikat Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) oleh BPTH wilayah Kalimantan Kegiatan selanjutnya meliputi pemeliharaan tegakan benih berupa pembersihan jalur pengamatan (jalan inspeksi), pengamatan musim berbunga, berbuah dan potensi produksi benih serta pemanfaatan benihnya. b.2 Pembangunan kebun pangkasan Sebelum ada istilah baku, pengertian kebun pangkasan di sini adalah kebun pangkas ramin yang belum ada seleksi atau perlakuan (treatment) pemuliaan. Sedangkan yang sudah dimuliakan dinamakan kebun pangkas (head orchad). Kegiatan pembangunan kebun pangkasan merupakan suatu alernatif sumber benih untuk jenis-jenis yang musim berbuahnya tidak menentu setiap tahun, seperti ramin. Pembangunan kebun pangkas di BPK Banjarbaru ada yang melalui kegiatan kerjasama dan tidak melalui kerjasama, yaitu :

3 1) Kerjasama Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dengan ITTO Metode yang digunakan adalah model kebun pangkasan bedengan yang dibangun di bawah tanaman jelutung rawa (Dyera polyphylla) berumur 6 tahun di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) Tumbang Nusa pada tahun Sumber materi kebun pangkasan sebagai tanaman donor (stock plant) berasal dari nakan alam (wildlings) dengan ukuran tinggi cm. Jarak tanam kebun pangkasan 50 x 50 cm. Jumlah populasi stock plant yang dibuat sebanyak stock plant. Selain itu tahap berikutnya dibangun kebun pangkasan sistem jalur dan rumpang di areal bekas tebangan dengan lebar jalur 3 m dan panjang jalur 50 m, jarak tanam 50 x 50 cm. Jumlah stock plant yang dibangun sebanyak stock plant. Pengamatan dilakukan terhadap produktivitas tunas sebagai sumber benih vegetatif (bahan stek). 2) Kegiatan BPK Banjarbaru Pembangunan kebun pangkasan ramin (melalui RPI 2014), menguji dari 3 provenan yaitu provenan Desa Tumbang Nusa (Kabupaten Pulang Pisau), Desa Lahei (Kabupaten Kuala Kapuas) dan Kasongan (Kabupaten Katingan) dengan metode penanaman model bedengan (permanen) dan polybag (sistem bergulir) dengan volume polybag 10 liter dan 1,5 liter. Jumlah stock plant yang dibuat sebanyak stock plant. Kebun pangkasan ini dibangun di lingkungan persemaian BPK Banjarbaru, agar proses pembuatan bibit stek cepat dan mudah karena dekat dengan sarana-prasarana persemaian. Sumber materi kebun pangkasan (stock plant) berasal dari pembiakan generatif (1.000 stock plant) yang diperoleh pada musim buah masak November Desember 2013 dari tegakan alam di luar lokasi kebun benih TBT dan bibit asal stek (500 stock plant) hasil pembiakan vegetatif dan cabutan anakan alam tahun 2012 dan Pengamatan dilakukan terhadap produkrivitas tunas sebagai bahan stek (benih vegetatif). Selain itu dilakukan pula pengembangan pembangunan kebun pangkasan ramin dengan metode bedengan di bawah tegakan jelutung rawa (Dyera polyphylla) di KHDTK Tumbang Nusa dengan materi stock plant dari anakan alam dengan ukuran tinggi cm yang terlebih dahulu disemaikan di persemaian selama 9 bulan sebelum ditanam. Jumlah stock plantt yang dibuat sebanyak 500 stock plant. Pengamatan dilakukan terhadap produktivitas tunas sebagai bahan stek. b.3 Produksi bibit ramin 1) Pembuatan bibit cara stek (cutting) Bahan stek diambil dari kebun pangkasan dan diambil juga dari anakan alam dari bagian pucuknya tunas ortotrop dengan panjang stek minimal cm dan maksimal cm. Stek dibuat sedemikian rupa dengan menyertakan daunnya minimal 1 helai dan maksimal 4 helai. Masing-masing bagian helaian daun dipotong sebagian menggunakan gunting, sehingga daun tersisa 30 50%. Media pertumbuhan stek menggunakan pasir sungai atau media campuran gambut + sekam padi (komposisi 7:3) atau topsoil + sekam padi (komposisi 1:1). Penyemaian stek dilakukan dalam sungkup plastik dan dengan metode KOFFCO agar kelembaban udara tetap tinggi (> 90%) dan suhu udara disekitar stek tidak lebih dari 32º C. Pendataan dilakukan terhadap keberhasilan aplikasi produksi bibit cara stek pucuk jenis ramin sampai pada tahap tumbuhnya akar primordia stek. 2) Pembuatan bibit cara generatif (seedling) Benih diambil dari daerah Lahei, Provinsi Kalimantan Tengah. Benih yang sudah diseleksi disemai langsung pada wadah polybag dengan media tumbuh campuran antara topsoil + sekam padi (komposisi 1:1). Penyemaian dalam greenhouse hingga tumbuh berdaun 2 3 helai. Setelah itu, benih yang tumbuh tersebut dipindah ke areal naungan dengan intensitas 60% (aklimatisasi semai) sampai tanaman siap tanam. Pendataan dilakukan terhadap tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun, jumlah tunas dan daya hidup bibit (%).

4 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembangunan TBT Ramin Hasil yang diperoleh dari TBT ramin yang dibangun tahun 2013, belum menghasilkan buah (benih). Potensi dan karakteristik tegakan sumber benih TBT ramin tersebut disampaikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Potensi dan karakteristik tegakan sumber benih TBT ramin di KHDTK Tumbang Nusa, Kalteng (Wahyuningtyas, et.al., 2013) Level sumber benih Tegakan benih Teridentifikasi (TBT) Luas areal Jumlah pohon jumlah pohon per Ha Rata-rata tinggi Rata-rata diameter setinggi dada Prediksi produksi benih 25 ha batang 15,81m 23,34 cm kg Catatan : Pada tahun 2013 di lokasi sumber benih TBT ramin di KHDTK Tumbang Nusa tidak berbuah. Potensi kebun benih TBT di KHDTK Tumbang Nusa cukup besar dengan jumlah populasi 162 pohon ( 6 7 pohon perhektar) dengan prediksi produksi benih (jika berbuah) sekiatr kg (9,26 kg/pohon). Kendala yang dihadapi sesuai karakternya bahwa pohon ramin musim berbuahnya tidak menentu (tidak setiap tahun berbuah). Hal tersebut sesuai dengan laporan Daryono, 1998; Komar 2005; Istomo 2005 yang menyatakan bahwa ramin tidak setiap tahun berbuah. Dalam hal ini, pembungaan jenis ramin tergolong supra annual yaitu tidak selalu berbunga dan berbuah setiap tahun (Ismail et.al, 2011). Peta lokasi sumber benih TBT ramin di KHDTK Tumbang Nusa, disampaikan dalam Gambar 1. Gambar 1. Peta lokasi sumber benih pada level TBT jenis ramin seluas 25 ha (162 pohon) di KHDTK Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dengan nomor sertifikat level TBT Nomor : 181/BPTHKal-2/STFK/2013. Dengan adanya kebun benih tersebut diharapkan pada saat musim berbuah dapat memanfaatkan benihnya untuk dijadikan bibit baru dan dapat mendukung upaya konservasi melalui penanaman ramin di tapak Hutan Rawa Gambut (HRG). Kebun benih sangat bermanfaat khususnya untuk jenis langka seperti ramin. Sehingga ramin tidak terjadi kepunahan dan dapat menjadi sumber materi genetik pemuliaan pohon pada masa-masa yang akan datang.

5 B. Pembanguanan Kebun Pangkasan Perlu alternatif lain untuk pembangunan sumber benih ramin, agar ketersediaan benih setiap tahun tersedia, antara lain dengan cara membangun kebun pangkasan (Akbar, 19...;Daryono,1998; Rusmana et.al., 2012,2013,2014; Wahyuningtyas et.al., 2013). Hasil yang ingin dicapai dari kebun pangkasan ramin adalah perolehan benih berupa bahan stek dari tunas ortotrop. Karena benih berupa biji sangat sulit diperoleh setiap tahun, maka dengan membangun kebun pangkasan merupakan suatu alternatif penyediaan benih untuk mendukung kegiatan konservasi ramin yang sudah langka keberadaannya saat ini di hutan alam. Produktivitas bahan stek dari kebun pangkasan ramin disampaikan dalam Tabel 2 dan ilustrasi model kebun pangkasan yang dibangun disampaikan dalam Gambar 2. Tabel 2. Produktivitas kebun pangkasan ramin pada setiap fase umur dari dua model kebun pangkasan ramin BPK Banjarbaru (eks kerjasama antara Puskonser ITTO BPK Banjarbaru). Model kebun pangkasan Bedengan di bawah tegakan jelutung rawa di KHDTK Tumbang Nusa Bedengan dalam jalur terbuka di areal bekas tebangan di KHDTK Tumbang Nusa ( Populasi stock plant (batang) Sumber stockplant Anakan alam Anakan alam 1 tahun Produktifitas bahan stek pada setiap fase umur 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun (70%) 500 (50%) 50 (50%) (60%) (40%) 3000 (60%) A. Kebun pangkasan ramin di bawah tegakan jelutung rawa di KHDTK Tumbang Nusa (2.000 stock plant) B. Kebun pangkasan ramin model jalur di arealbekas tebangan di KHDTK Tumbang Nusa (5.000 stock plant) Gambar 2. Kebun pangkasan ramin model bedengan di bawah tegakan jelutung rawa (A) dan model jalur di areal bekas tebangan yang dibangun oleh Proyek ITTO tahun 2009 dan 2010 di KHDTK Tumbang Nusa. Kebun pangkasan umur 3-4 bulan, dilakukan penyulaman terhadap stock plant yang mati. Dalam Tabel 2 (dua) menunjukkan bahwa sampai umur 2 (satu) tahun, kebun pangkasan belum bisa diambil tunasnya untuk bahan stek, karena tunas yang ideal untuk dijadikan stek belum tersedia. Bahan stek yang ideal harus memiliki panjang tunas minimal cm dan maksimal cm. Sementara stock plant ramin berumur 2 (dua) tahun panjang tunasnya rata-rata kurang dari 10 cm. Berdasarkan pengamatan (Tabel 2), kebun pangkasan ramin pertama kali dapat diambil tunas ortotropnya untuk bahan stek pada umur 3 tahun sebanyak 60 70% dan pada tahun berikutnya, 1 (satu) tahun setelah diambil tunasnya pertama kali, bahan stek dapat diambil sebanyak 50 60%. Dengan adanya kebun pangkasan, pembuatan bibit ramin dapat dilakukan setiap tahun karena tidak harus bergantung musim berbuah lagi.

6 P1H0 P1H1 P1H2 P1H3 P1H4 P1H5 P2H0 P2H1 P2H2 P2H3 P2H4 P2H5 P3H0 P3H1 P3H2 P3H3 P3H4 P3H5 P4H0 P4H1 P4H2 P4H3 P4H4 P4H5 P5H0 P5H1 P5H2 P5H3 P5H4 P5H5 P6H0 P6H1 P6H2 P6H3 P6H4 P6H5 Persentase (%) Berikut disampaikan ilustrasi model pembangunan kebun pangkasan ramin sistem bedengan dan sistem pangkasan bergulir. Model kebun pangkasan bergulir ini mengadopsi dari kebun pangkasan meranti yang sudah berjalan saat ini pada pembikan vegetatif sistem KOFFCO (Sakai & Subikato, 1998). Model tersebut disampaikan dalam Gmbar 3. A. Sistem bergulir (polybag volume 10 liter) B. Sistem bergulir (polybag volume 1,5 liter) C. Sistem bedengan Gambar 3. Model kebun pangkasan ramin sitem bergulir dan bedengan di BPK Banjarbaru Model kebun pangkasan tersebut (Gambar 3), sampai umur 9 bulan, belum dapat memproduksi benih vegetatif (stek pucuk) karena dari materi yang ada belum siap diambil tunas ortotropnya. Materi stock palnt kebun pangkas berasal dari biji, kecuali gambar 3.A berasal dari stek pucuk. Kebun pangkasan sistem bergulir dan bedengan belum menghasilkan bahan stek. Selain itu, kebun pangkasan sistem bergulir dan bedengan pada uji 3 provenan, saat ini belum menghasilkan bahan stek karena masih relatif pendek tunasnya (belum mencapai 20 cm) dan masih dalam pengamatan. C. Pembuatan bibit cara stek Pembuatan bibit ramin cara stek telah banyak dipublikasikan oleh para peneliti senior di instansi lingkup Badan Litbang Kehutanan. Namun demikian, karena ada kendala pertumbuhan tinggi stek ramin lambat (1,5 5 cm/tahun), maka dilakukan penelitian ukuran panjang stek agar berdasarkan morfologi tinggi bibit pada kurun waktu relatif lebih singkat ( misalnya 9-11 bulan) di persemaian sudah dapat di tanam ke lapangan. Selain itu, pertimbnagan lain adalah ketinggian permukaan air atau kedalaman air di rawa gambut pada musim hujan untuk daerah tertentu cenderung dapat mencapai > 15 cm. Dari beberapa perlakuan kombinasi ukuran panjang stek ramin dan konsentrasi hormon akar IBA, diperoleh hasil persentase pertumbuhan akar primordia stek dari masing-masing perlakuan, disampaikan dalam Gambar 4. Data jumlah akar dan panjang akar untuk setiap kombinasi perlakuan, disampaikan dalam Gambar Perlakuan kombinasi panjang stek dan konsentrasi ZPT akar IBA Gambar 4. Histogram persentase stek ramin berakar dari perlakuan kombinasi panjang stek dan zat perangsang akar IBA, umur 8 minggu.

7 satuan (buah dan cm) P1 P1 P1 P1 P1 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P4 P4 P4 P4 P4 P4 P5 P5 P5 P5 P5 P5 P6 P6 P6 P6 P6 P6 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 Jumlah akar (buah) panjang akar (mm) Perlakuan kombinasi panjang stek dan konsentrasi ZPT akar IBA Gambar 5. Jumlah akar (buah) dan panjang akar (mm) stek ramin dari kombinasi perlakuan panjang stek dan konsentrasi ZPT akar umur 8 minggu. Hasil analisa data menurut model Tukey (Lampiran 1), menunjukkan bahwa panjang stek minimal 20 cm dan maksimal 30 cm, menunjukkan yang terbaik (significant) dibanding panjang stek < 15 cm. Selanjutnya, pengaruh konsentrasi hormon akar tidak menunjukkan perbedaan yang significant, mulai konsentrasi 0 ppm sampai dengan ppm. Berdasarkan hasil tersebut, untuk memproduksi bibit ramin cara stek direkomendasikan menggunakan panjang stek antara cm, agar stek tumbuh akarnya lebih besar (> 63%), jumlah akar lebih banyak (2,6 3,6 buah) dan panjang akarnya lebih cepat (0,5 1,6 cm) D. Pembuatan bibit dengan cara pemebiakan generatif Pembuatan bibit dari biji, prosesnya lebih mudah dibanding cara stek. Kunci keberhasilan pembuatan bibit dari biji (generatif) adalah bijinya harus masak secara fisiologis (tua), sehat dan bernas/tidak hampa serta benar dalam proses penyemaiannya. Hasil pembuatan bibit ramin dari biji asal kebun benih yang telah dibangun belum dapat dilakukan, karena tegakan benih yang ada belum berbuah. Namun demikian, pembuatan bibit ramin dari biiji tetap dilakukan dengan biji dari daerah lain, yaitu dari daerah Lahei, Kabupaten Kuala Kapuas. Pertumbuhan bibit ramin umur 9 bulan dari pembiakan generatif, disampaikan dalam Gambar 6. Bentuk biji dan kecambah ramin serta bibit umur 1, 3 dan 9 bulan disampaikan dalam Gambar 7. Karakter bibit ramin umur 9 bulan 25 21, ,8 (Range 2-4) 2,7 (Range 0-1) 0,3 A B Diameter (mm) Tinggi (cm) Jumlah daun (helai) Jumlah tunas (buah) Pertumbuhan C D Gambar 6. Karakter pertumbuhan bibit ramin umur 9 bulan dengan cara pembiakan generatif. Gambar 7. Fenotipik buah dan biji serta kecambah ramin (A), bibit ramin dengan cara pembiakan generatif umur 1 bulan (B), 3 bulan (C) dan 9 bulan (D) Pertumbuhan tinggi, diameter dan pertambahan daun bibit ramin sangat lambat setelah umur 1 bulan atau memeliki sepasang daun (2 helai). Diduga hal tersebut karakter jenis ramin yang lambat pertumbuhannya. Seperti dalam Gambar 6, bibit umur 9 bulan baru mencapai tinggi rata-rata 21,8 cm, diameter batang 2,8 mm, jumlah daun

8 2,7 helai (range 2 4 helai), dan tunas 0,1 (range 0 1). Maksud tunas tersebut adalah tunas muda yang sedang tumbuh menggelora (flusing) dan tidak dalam kondisi dorman (resting). IV. KESIMPULAN 1. Pembangunan kebun benih ramin bersertifikat pada level TBT telah tersedia di BPK Banjarbaru dengan Sertifikat Nomor : 181/BPTH.Kal-2/STFK/2013) seluas 25 ha dengan populasi 162 pohon di KHDTK Tumbang Nusa, dengan estimasi produksi benih kg setiap musim, jika seluruh pohonnya berbuah. TBT ramin ini pada tahun 2013 belum menghasilkan benih. 2. Pembangunan kebun pangkasan ramin melalui kegiatan kerjasama antara BPK Banjarbaru dengan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan melalui Proyek ITTO telah terbangun stock plant dan potensi produksi bahan stek dari kebun pangkasan tersebut sekitar stek setiap tahun. 3. Pembangunan kebun pangkasan ramin dari 3 provenan sebanyak 1,500 stock plant (dari pembiakan generatif) belum menghasilkan pada tahun 2014 karena tunas ortotrop yang ada secara morfologis belum siap untuk diambil tunasnya (umur 9 bulan). Namun, pada kebun pangkasan yang telah berumur 4. Produksi bibit ramin dapat dilakukan dengan cara stek dengan keberhasilan antara 70 83%, jika benih (biji) tidak tersedia. 5. Untuk mendukung konservasi ramin agar tidak terjadi kepunahan, pembangunan kebun benih sangat urgen dilakukan. Pembangunan kebun benih perlu dikembangkan di setiap wilayah dan bekerjasama dengan instansi terkait di daerah seperti Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Dinas Kehutanan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS). DAFTAR PUSTAKA

9 Lampiran 1. Analisa data stek ramin berakar dari kombinasi perlakuan panjang stek dengan konsentrasi ZPT Between-Subjects Factors Perlakuan Value Label N Panjang_stek <10 cm <15 cm <20 cm <25 cm 30

10 <30 cm <35 cm 30 Kons_ZPT.00 IBA 0 ppm Dependent Variable:Berakar Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Pnjang_stek Kons_ZPT Pnjang_stek * Kons_ZPT Error Total Corrected Total a. R Squared =.333 (Adjusted R Squared =.170) Tukey HSD a,,b Pnjang_stek Persentase stek berakar berakar 5-<10 cm N Subset <15 cm <25 cm <20 cm <30 cm <35 cm Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = 0.05.

11

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG Riswan Ariani, Dian Cahyo Buwono, Yusnan, Aril. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari. A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst)

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari. A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst) Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst) Konsentrasi (%) Lama perendaman (jam) Ulangan Total

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK MULTISISTEM SILVIKULTUR Menjadikan Pemanfaatan Hutan Produksi Lebih Baik 31 33 MENYELAMATKAN RAMIN Melalui Perbanyakan Bibit dengan Teknik Vegetatif

Lebih terperinci

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME BOGOR, 13 NOV NO Kegiatan Target Output Penelitian dan Pengembangan Produktifitas Hutan 1. Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu 1.1 Studi Kebutuhan

Lebih terperinci

KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK

KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK Conservation of Peat Swamp Forest Endangered Species Ramin

Lebih terperinci

Jenis Pupuk o B1 B2 B3 B4

Jenis Pupuk o B1 B2 B3 B4 TUTORIAL SPSS RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK) oleh : Hendry http://teorionline.wordpress.com/ Rancangan acak kelompok (RAK) sering disebut dengan randomized complete block design (RCBD). Pada rancangan ini

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1 PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 2,4 Balai Penelitian kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget Manado, E-mail : arif_net23@yahoo.com

Lebih terperinci

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data

Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data Peneliti di sebuah pabrik pembuatan genteng bermaksud mencari bahan dan suhu pemanasan optimal dalam produksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FK UKM

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FK UKM Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FK UKM 79 80 Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Peminjaman Alat di Laboratorium Biologi FK UKM 81 Lampiran 3 Perhitungan Statistik

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA TERHADAP MUTU KIMIA ph KEFIR SUSU KACANG TANAH

ANALISIS DATA TERHADAP MUTU KIMIA ph KEFIR SUSU KACANG TANAH 74 LAMPIRAN 1 ANALISIS DATA TERHADAP MUTU KIMIA ph KEFIR SUSU KACANG TANAH Variasi Bahan Inokulum Ulangan Jumlah Rataan Baku (G) (F) 1 Perlakuan Perlakuan F1 4,4 4,5 8,900 4,450 G1 F 4,5 4,5 9,000 4,500

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010 PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010 PUSAT LITBANG HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN Desember 2009 PENDAHULUAN Pembungaan dan pembuahan jenis-jenis dipterokarpa tidak

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Lampiran-lampiran Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis 1) Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4: Rata-rata tinggi tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi dengan usaha penanaman kembali maka degradasi

Lebih terperinci

Uji ANOVA Dua-Arah dengan SPSS

Uji ANOVA Dua-Arah dengan SPSS Uji ANOVA Dua-Arah dengan SPSS Rujukan: Disajikan oleh: Harrizul Rivai 1. David S. Jones, Statistika Farmasi, Penerjemah Harrizul Rivai, Penerbit EGC, Jakarta, 2008 2. Purbayu Budi Santosa dan Ashari,

Lebih terperinci

PENYEDIAAN BENIH JENIS LOKAL UNGGULAN LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN

PENYEDIAAN BENIH JENIS LOKAL UNGGULAN LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN 1 PENYEDIAAN BENIH JENIS LOKAL UNGGULAN LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN Junaidah, Reni Setyo Wahyuningtyas dan Rusmana Balai Penelitian Kehutanan Jl. A. Yani Km. 28,7 Guntung Payung, Landasan Ulin,, Kalimantan

Lebih terperinci

Lampiran 1.a Data Kadar Air Kelopak Rosella Kadar air (%) = kehilangan berat (g) x 100 Sampel sebelum kering (g)

Lampiran 1.a Data Kadar Air Kelopak Rosella Kadar air (%) = kehilangan berat (g) x 100 Sampel sebelum kering (g) 62 Lampiran 1.a Data Kadar Air Kelopak Rosella Kadar air (%) = kehilangan berat (g) x 100 Sampel sebelum kering (g) Kehilangan berat = berat sampel mula-mula berat sampel setelah dikeringkan Kadar air

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG ASPEK : SILVIKULTUR Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Dr. Tati Rostiwati Judul

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016 JATI PURWOBINANGUN LATAR BELAKANG Jati merupakan salah satu primadona hutan rakyat di Indonesia Estmasi hutan rakyat dengan jenis utama jati mencapai 1.2 juta ha dari 1.7 juta hutan jati di Indonesia (

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima LAMPIRAN 75 Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima 76 Lanjutan Lampiran 1 77 Lanjutan Lampiran 1 78 Lanjutan Lampiran 1 79 80 Lanjutan Lampiran 1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus Oktober Tahun 2011 81

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) Oleh: Slamet Riyadhi Gadas 2) PENDAHULUAN Ramin adalah nama dagang salah satu jenis kayu dari Indonesia yang banyak diperdagangkan di dunia. Pohon

Lebih terperinci

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono A. Stek Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegatatif

Lebih terperinci

STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK

STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK Preliminary Research on Vegetative Propagation of Nyawai (Ficus variegata) by Cutting Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK 1 Melaksanakan 2 RPI Lingkup Pusprohut RPI 10. Bioteknologi Hutan dan Pemuliaan Tanaman Hutan RPI 11. Pengelolaan HHBK FEMO

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 telah ditetapkan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro Nama Varietas : Anjasmoro Kategori : Varietas unggul nasional (released variety) SK : 537/Kpts/TP.240/10/2001 tanggal 22 Oktober tahun

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut UjI COBA TEKNIK BIO REMEDIASI BERBAGAI KONDISI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT TERDEGRADASI DI SUMSEL Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Sulfat Masam dengan Jenis Melaleuca

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari... STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH LAMPIRAN 7 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.1/Menhut-II/2009 Tanggal : 6 Januari 2009 PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH A. Identifikasi dan Deskripsi Calon Sumber Benih 1. Pemilik sumber benih mengajukan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah PERBENIHAN 1 Pengadaan benih tanaman hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan. Kegiatan pengadaan benih mencakup beberapa kegiatan

Lebih terperinci

VI. SPSS RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK)

VI. SPSS RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK) VI. SPSS RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK) Syarat : Ada satu peuabah bebas yang disebut perlakukan Ada satu peubah sampingan/pengganggu yang disebut kelompok Model Matematis : Yij = µ + Ki + Pj + єij i = 1,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 14 /V-PTH/2007 TENTANG TATA USAHA

Lebih terperinci

1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar

1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar 1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar Nama Daerah : Benuang bini, benuwang, banuang, bunuang, benua, wenuang Nama Ilmiah : Octomeles Sumatrana Miq Family

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Silvikultur Hutan Rawa Gambut di Indonesia DAFTAR PUSTAKA

Evaluasi Sistem Silvikultur Hutan Rawa Gambut di Indonesia DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Alrasyid, H. 2005. Kajian silvikultur ramin. Prosiding Semiloka Nasional Konservasi dan Pembangunan Hutan Ramin di Indonesia. Pusat Penelitian dan 87/03 Rev.2(F). Alrasyid, H dan Soerianegara,

Lebih terperinci

KETAHANAN TUMBUH PERMUDAAN RAMIN DI GENEPOOL RAMIN DI SPTN WILAYAH I KAWASAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH

KETAHANAN TUMBUH PERMUDAAN RAMIN DI GENEPOOL RAMIN DI SPTN WILAYAH I KAWASAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH Jurnal Daun, Vol. 3 No. 1, Juni 216 : 37 45 KETAHANAN TUMBUH PERMUDAAN RAMIN DI GENEPOOL RAMIN DI SPTN WILAYAH I KAWASAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH (Ramin (Gonystylus bancanus) Growth Endurance

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

Perlakuan Lama Waktu 2 minggu. 4 Minggu. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid. Ket: (I). Inti, (L).Lemak. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid

Perlakuan Lama Waktu 2 minggu. 4 Minggu. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid. Ket: (I). Inti, (L).Lemak. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Histologi Preparat Jaringan Hati Tikus Putih (Rattus norvegicus) pada luasan sel 25 µm dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 10 x 10. Perlakuan Lama Waktu 2 Kontrol

Lebih terperinci

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Forest Genetics : adalah kegiatan yang terbatas pada studi genetika pada pohon hutan Forest Tree Breeding : Kegiatan yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.03/V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio PERBENIHAN 1 Pengadaan benih tanaman hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan. Kegiatan pengadaan benih mencakup beberapa kegiatan

Lebih terperinci

POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1)

POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1) POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1) Oleh: Machfudh dan Rinaldi 2) ABSTRAK Ramin (Gonystylus spp) merupakan salah satu jenis pohon penting di Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur uji

Lampiran 1. Prosedur uji LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Prosedur uji 1) Kandungan nitrogen dengan Metode Kjedahl (APHA ed. 21 th 4500-Norg C, 2005) Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan H 2 SO 4 pekat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan. No.4, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.1/Menhut-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar lokasi pengambilan sampel daun singkong di desa Sumampir

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar lokasi pengambilan sampel daun singkong di desa Sumampir LAMPIRA Lampiran 1. Gambar lokasi pengambilan sampel daun singkong di desa Sumampir Lampiran 2. Gambar rearing area yang berisi tungau predator Phytoseius sp. dengan Tetranychus urticae (2, 4, dan 6) 17

Lebih terperinci

ppm Absorbansi 0,125 0, ,25 0,0738 0,5 0, , ,3335

ppm Absorbansi 0,125 0, ,25 0,0738 0,5 0, , ,3335 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kurva Standart Kadar Gula ppm absorbansi 2,5 0,0425 5 0,1021 10 0,1211 20 0,1925 40 0,2436 80 0,3122 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 y = 0.052x - 0.015 R² = 0.983 2.5 5 10 20

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan di dalamnya terdapat beranekaragam flora dan fauna. Hutan rawa gambut memainkan suatu peranan yang penting

Lebih terperinci

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-.

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-. ~~ ~ ~,~-. ~.~~.~~~~. ~.~.~ ~.. ARIF BUDIMAN (E.01496103). Pengaruh Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Slrorea baiangeran Korth. Pada Medium Air (Water Rooting System). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1

LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LAMPIRA LAMPIRA LAMPIRA 1 Deskripsi Varietas Kedelai Varietas Tanggamus Dilepas Tahun : 22 Oktober 2001 SK Mentan : 536/Kpts/ TP. 240/ 10/ 2001 o. Induk : K 3911 66 Asal : Hibrida (Persilangan Tunggal)

Lebih terperinci

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU (Fragraea fragarans ROXB) 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Imam Muslimin 2) ABSTRAK Tembesu (Fragraea fragrans ROXB) merupakan jenis

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH Oleh: Dr. Desi Hernita BPTP Jambi Duku Kumpeh memiliki rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging kenyal, tidak berserat, dan hampir tidak berbiji. Rasa

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1: Dokumentasi Penelitian. 1 Bulan. Mulsa

LAMPIRAN 1: Dokumentasi Penelitian. 1 Bulan. Mulsa LAMPIRAN 1: Dokumentasi Penelitian Gambar 1. Membuat Media Tanam M0 Gambar 3. Umur 1 Minggu Tanpa Mulsa Gambar 2. Lahan Penelitian Setelah 1 Bulan M1 Gambar 5. Umur 1 Minggu Dengan Mulsa M0 Gambar 6. Bunga

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel daun singkong daerah sekitar Purwokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel daun singkong daerah sekitar Purwokerto LAMPIRA Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel daun singkong daerah sekitar Purwokerto Lampiran 2. Rearing yang berisi tungau predator Amblysieus sp. (1 individu) dengan Tetranychus urticae (2, 4, dan 6

Lebih terperinci

PROPAGASI BIBIT POHON

PROPAGASI BIBIT POHON PROPAGASI BIBIT POHON La Dr. Yadi Setiadi Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, IPB Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com Bahan propagasi tanaman Bahan generatif Biji (benih) Bahan

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F)

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F) BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F) Penanggung Jawab Ir. Choirul Akhmad, ME Penulis Ir. Bastoni, M.Si ISBN : 978-602-98588-3-9 Dipublikasikan Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kolonel H.

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik

Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik LAMPIRAN 45 Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik Panelis Sampel* Skor Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan 1 1 7 4 6 5 6 1 2 6 4 4 4 7 1 3 6 4 4 6 5 2 1 6 5 4 6 6 2 2 6 6 4 3 5 2 3 7 6 6 6

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hibrid Acacia adalah

Lebih terperinci

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Berita Biologi, Volume 6, Nomor 2. Agustus 2002 STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang ABSTRAK Sejak tahun 1990 eboni

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG Dr. Yadi Setiadi Mine Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com

Lebih terperinci

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH (Camellia sinensis L.) Disusun Oleh: Danni Ramadhan H0712052 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk hasil hutan non kayu bernilai komersial tinggi berupa gumpalan padat, berwarna cokelat kehitaman hingga hitam dan memiliki bau harum pada bagian

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN 1 PROSIDING Workshop Nasional 2006 2 LAPORAN KETUA PANITIA PENYELENGGARA Oleh: Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc Koordinator Pre-Project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F) Assalamu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan

Lebih terperinci

Oleh : Iskandar Z. Siregar

Oleh : Iskandar Z. Siregar 3 MODULE PELATIHAN PERSEMAIAN Oleh : Iskandar Z. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev. 3 (F) FACULTY

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal. No.24, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :P.11/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA Ramin Existence (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) In The Area Of Protected

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

PETA lalan MENU1U PENGELOLAAN RAMIN

PETA lalan MENU1U PENGELOLAAN RAMIN PETA lalan MENU1U PENGELOLAAN RAMIN (Gonystylus bancanus) Disusun oleh: Tajudin Edy Komar KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELlTIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN Bekerjasama dengan INTERNATIONAL TROPICAL TIMBER

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Hasil Penyangraian Biji Kopi Biji Kopi Sangrai Level 7 (170 0 C; 12 menit)

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Hasil Penyangraian Biji Kopi Biji Kopi Sangrai Level 7 (170 0 C; 12 menit) 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Hasil Penyangraian Biji Kopi Biji Kopi Sangrai Level 7 (170 0 C; 12 menit) Biji Kopi Sangrai Level 9 (170 0 C; 17 menit 30 detik) Biji Kopi Sangrai Level 11 (170 0 C;

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati * Pertumbuhan Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh) C. Andriyani Prasetyawati PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN C. Andriyani Prasetyawati * Balai

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jati ( Tectona grandis) termasuk famili Verbenaceae yang mempunyai banyak keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK ( Piper ningrum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian. 1. Profil Pasar Tradisional Prajurit Kulon Kota Mojokerto

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian. 1. Profil Pasar Tradisional Prajurit Kulon Kota Mojokerto BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian 1. Profil Pasar Tradisional Prajurit Kulon Kota Mojokerto Pasar Prajurit Kulon didirikan oleh Pemerintah Kota Mojokerto yang dibawah naungan UPTD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jati merupakan kayu yang memiliki banyak keunggulan, antara lain yaitu jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna (2005) yang menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati merupakan tanaman komersil yang tumbuh pada tanah sarang, terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah

Lebih terperinci