BAB I PENDAHULUAN. dalam keselarasan dan keharmonisan yang ideal. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dalam keselarasan dan keharmonisan yang ideal. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kepentingankepentingan yang berhadapan dalam hubungan bisnis dapat dipertemukan dalam keselarasan dan keharmonisan yang ideal. 1 Seiring dengan era reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat atau Hukum Persaingan Usaha di Indonesia telah mengaatur sejumlah larangan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusha. sehingga pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat banyak dalam berusaha. 2 Kartel merupakan isu yang sangat penting dan menarik dalam hukum persaingan usaha di banyak negara. Karena kartel termasuk pelanggaran berat dari hukum persaingan usaha yang dampaknya terhadap penurunan tingkat 1 Sri Rejeki Hartono, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, cetakan ke-2, Bayu Media Publishing, Malang, hlm Rahmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm x 1

2 2 kesejahteraan masyarakat akibat kartel dianggap cukup nyata. 3 Oleh karena itu, dapat dipahami jika Komisi Persaingan Usaha (KPPU) sangat concern untuk melakukan investigasi. Secara sederhana kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan di antara keduannya. 4 Perjanjian kartel sesungguhnya merupakan salah satu strategi yang diterapkan antar pelaku usaha untuk mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksinya. Asumsinya apabila produksi mereka di dalam pasar dikurangi sedangkan permintaan dalam pasar tetap, akan berakibat pada naiknya harga produk ketingkat yang lebih tinggi. 5 Praktek kartel sebenarnya sulit untuk dibuktikan keberadannya, karena sifatnya selalu terselubung dengan adanya unsur konspirasi atau persengkokolan jahat dalam perjanjian pembentukannya. 6 Selain itu fenomena di Indonesia praktik-praktik ini juga melibatkan pihak-pihak lain, yaitu asosiasi dan juga pemerintah. 7 Pengertian kartel menurut Undang-Undang Persaingan Usaha adalah perjanjian yang mengandung maksud untuk mempengaruhi harga dengan 3 Sukarmi, Pembuktian Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU, Edisi 6, Mustafa Kamal Rokan, 2012, Hukum Persaingan Usaha, Cetakan je-2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Andi Fahmi Lubis, 2009, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, GTZ, Jakarta, hlm Elyta Ras Ginting, Hukum Anti monopoli Indonesia, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, hlm Wahyu Retno Dwi Sari, Kartel: Upaya Damai Untuk Meredam Konfrontasi Dalam Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU, Edisi 1, Tahun 2009.

3 3 mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. 8 Larngan perjanjian kartel ini diatur dalam ketentuan Pasal 11 yang berbunyi: 9 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingannya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/ atau pemasaran suatu barang dan/ atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Larangan yang terdapat dalam Pasal 11 tersebut tidak mengkatagorikan kartel sebagai per se illegal, sebab kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak menimbulkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang merugikan masyarakat dan konsumen. 10 Bahkan dalam beberapa kasus pembentukan kartel dapat memberikan keuntungan, serta dapat memberikan perlindungan terhadap suatu industri dari ancaman persaingan yang mematikan, yaitu dengan menjaga kapasitas produksi, terutama pada industri yang memerlukan investasi besar. 11 Kartel positif yang disebut dengan kartel defensif, yakni kartel yang dibentuk untuk menghindari dari persaingan yang sudah menjurus kepada persaingan yang tidak sehat, persaingan yang mengakibatkan industriindustri hanya tinggal menunggu kehancuran. Keberadaan karel tidak selalu negatif dan tidak selalu bertentangan dengan kepentingan umum, kartel bisa baik dan bisa buruk, justru pemerintah harus memberi kekuatan hukum 8 Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Peranda Media Group Jakarta, hlm Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Laranga Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 10 Rachmadi Usaman, 2004, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakatra, hlm L. Budi Kagamanto, 2015, Hukum Persaingan Usaha, Laros, Sidoarjo, hlm. 168.

4 4 kepada kartel defensif. 12 Apabila kartel dibentuk untuk menciptakan kondisi monopolistik dengan maksud untuk menaikan laba melalui peningkatan harga, maka produksi dibatasi akibatnya kartel demikian merugikan masyarakat banyak kartel tersebut dinamakan kartel ofensif. Namun demikian suatu kartel dikatakan ofensif tidak dapat ditentukan dengan mudah, hanya dapat diketahui melalui penyelidikan dan penelitian yang mendalam. 13 KPPU dalam sidang Putusan 13 Oktober 2016 memutuskan dua belas (12) perusahaan telah melakukan kartel terkait pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terkait pengaturan produksi bibit ayam pedaging (broiler) yang dilakukan dengan pemotongan/pengafkiran induk ayam pedaging (Parent Stock). 14 Pasar produk yang menjadi obyek perkara adalah bibit ayam dangan pasar geografis produk perkara di wilayah negara Republik Indonesia. 15 Atas putusan tersebut, KPPU menetapkan pembatalan perjanjian pemotongan/pengafkiran induk ayam yang diteken oleh para perusahaan pada 14 September Dalam amarnya, KPPU juga menetapkan total denda Rp 119,67 miliar bagi para perusahaan Suharsil dan Mohamad Taufik Makaro, 2013, Hukum Larangan Praktek Monopoli Dan Persainagn Usaha Tidak Sehat Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm Ibid., 14 Pemotongan/pengafkiran induk ayam pedaging (Parent Stock) adalah istilah yang digunakan dalam Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016. Istilah ini juga digunakan dalam perjanjian kesepakatan oleh para pelaku usaha pembibitan ayam dalam perkara tersebut. Yang dimaksud pemotongan/pengafkiran adalah pemangkasan Parent Stock dengan cara melakukan pemusnahan Parent Stock untuk mengurangi suplay, yang diklaim oleh para peternak ayam dan pelaku usaha pembibitan ayam yang mengakibatkan produk turunannya mengalami over suply. 15 Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/ fa.keberatan.putusan.kppu, diakses pada tanggal 20 januari 2017

5 5 Ayam yang diketahui masayarakat pada umumnya adalah ayam pedaging yang telah dijual pada pasar tradisional atau modern market. Ayam tersebut merupakan ayam siap dimasak yang biasa lebih dikenal dengan ayam karkas. Namun sebelum menjadi ayam karkas, terdapat proses bisnis yang panjang pada ayam pedaging. Ayam karkas merupakan salah satu hasil produk dalam bisnis ayam, hasil produk lainnya adalah Parent Stock (PS), Final Stock( FS) dan Live Bird (LV). 17 PS atau yang biasa disebut induk ayam merupakan hasil produk dari induk bibit ayam (Grand Parent Stock), FS adalah bibit ayam yang berumur satu hari yang harus dibesarkan sampai dengan bobot tertentu yang menjadi produk LB. Berikut gambaran bisnis proses sehingga menghasilkan ayam karkas Peraturan Mentri Pertanian Republik Indonesia No. 26/Permentan/PK.230/5/2016 Tentang Penyediaan, Peredaran, Dan Pengawasan Ayam Ras memberikan pengertian mengenai GGPS, GPS, PS, FS, sebagai berikut: a. Great Grand Parent Stock yang selanjutnya disingkat GGPS adalah bibit buyut dengan spesifikasi tertentu untuk menghasilkan bibit nenek (Grand Parent Stock). b. Grand Parent Stock yang selanjutnya disingkat GPS adalah bibit nenek dengan spesifikasi tertentu untuk menghasilkan bibit induk (Parent Stock). c. Parent Stock, yang selanjutnya disingkat PS adalah bibit induk dengan spesifikasi tertentu untuk menghasilkan Final Stock. d. Final Stock yang selanjutnya disingkat FS adalah Ayam Ras yang dipelihara untuk menghasilkan ayam daging atau telur untuk konsumsi. e. Day Old Chick yang selanjutnya disingkat DOC adalah anak ayam berumur sehari. f. Telur Tetas (Hatching Egg) adalah telur hasil produksi GGPS, GPS, dan PS yang telah dibuahi untuk ditetaskan. 18 Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016, hlm. 4.

6 6 Berdasarkan hasil penyelidikan KPPU, 1 ekor indukan biasa disebut induk ayam merupakan hasil produk dari induk bibit ayam GPS dapat menghasilkan 40 ekor indukan PS. Kemudian 1 ekor indukan PS dapat menghasilkan 130 ekor DOC FS. DOC FS ini merupakan anak dari Induk ayam atau PS. DOC FS merupakan hasil seleksi sehingga diperoleh hasil akhir (final) yang betul-betul produktif dan berkualitas. Ketua majelis hakim KPPU dalam sidang menyatakan, dua belas perusahaan diputus bersalah karena terbukti bersepakat melakukan pemotongan/pengafkiran PS pada 14 September Pengafkiran PS yang dilakukan para pelaku usaha secara langsung merugikan peternak ayam skala kecil karena harga bibit ayam jadi mahal. Namun, secara tidak langsung juga merugikan konsumen karena harga daging ayam di pasaran turut mengalami kenaikan. 19 Pendapat berbeda dinyatkan oleh mantan ketua KPPU terhadap putusan tersebut, Iswantono mengatakan munculnya isu kartel ayam dipicu oleh sikap pemerintah dalam hal ini oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian, yang mengintruksikan kepada dua belas (12) perusahaan pembibitan unggas untuk melakukan pengafkiranr dini sebanyak 6 juta ekor PS. Kesepakatan melakukan pengafkiran dini PS ini seharusnya bukanlah termasuk kartel, kalaupun ada perjanjian yang diteken para 19 diakses pada tanggal 20 januari 2017

7 7 perusahaan tersebut, itu sebatas kepatuhan perusahaan terhadap kebijakan pemerintah. 20 Direjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian juga menyatakan, bahwa kebijakan pengafkiran 6 juta PS dengan 12 perusahaan peternakan itu muncul lantaran harga ayam hidup di tingkat peternak kecil anjlok. Sejak keputusan impor GPS pada 2015, terjadi kelebihan stok indukan ayam juta ekor. Kebijakan pengafkiran PS oleh perusahaan pembibitan unggas sebagai konsolidasi kebaikan. Pasalnya, keputusan itu dipicu oleh kelebihan pasokan (over supply) ayam hidup sejak dua tahun lalu yang berakibat pada rendahnya harga ayam hidup di pasaran. Untuk menjawab jeritan peternak kecil karena harga ayam di kandang di bawah harga produksi akibat kelebihan stok ayam satu-satunya cara dilkukan pengafkiran dini atau pemangkasan induk ayam. Keputusan pengafkiran PS juga direkomendasikan oleh Tim Ad Hoc yang terdiri dari unsur pemerintah, pelaku usaha, tim ahli, dan akademisi. 21 Berdasarkan catatan PT Japfa Comfeed Indonesia, salah satu perusahaan pembibitan terlapor, pasar mengalami kelebihan pasokan ayam hidup sebesar 17 juta setiap minggunya atau 6,8 juta PS pada akhir Akibatnya, harga ayam hidup jatuh hingga di kisaran Rp hingga Rp /Kg. Sementara, biaya produksi ayam itu sendiri sekitar Rp diakses pada tanggal 20 januari tel.ayam.ini.kata.kementan, diakses pada tanggal 20 januari 2017.

8 /Kg. belum lagi, ditambah dengan biaya operasional Rp Rp per kg. 22 Instruksi pengafkiran PS sendiri tertuang dalam Surat Edaran (SE) Dirjen PKH Kementan dengan Nomor 15043/FK.010/F/10/2015 perihal Penyesuaian Populasi Parent Stock yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 dan Surat Edaran Dirjen PKH Kementan Nomor 23017/PK.230/F/11/2015 perihal Afkir Dini Bibit Ras tertanggal 23 November Afkir dini ayam tahap I (November 2015) dan tahap II (Desember 2015) telah dilakukan untuk 3 juta ekor indukan ayam. Kemudian, afkir dini dihentikan menyusul tuduhan kartel perusahaan pembibitan oleh KPPU. 23 Hal-hal yang perlu diperahatikan dalam menganalisis adanya kartel diantaranya adalah pendekatan hukum rule of reason, artinya larangan ini hanya berlaku apabila perjanjian kartel tersebut dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Selain itu, hukum Persaingan Usaha juga memberikan pengecualian terhadap perjanjian-perjanjian dan perbuatanperbuatan yang dikecualikan terhadap hukum Persaingana Usaha. Suatu kaidah hukum disamping berisi ketentuan yang berlaku umum, sebagaimana biasanya juga terdapat pengecualiannya. Pasal 50 Undang- Undang Persaingan Usaha mengatur ketentuan perjanjian-perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan, diantaranya ketentuan pengecualian terhadap 22 diakses pada tanggal 20 januari Ibid.

9 9 perjanjian-perjanjiaan yang bertujuan melaksanakaan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 50 huruf a Undang-Undang Persaingan Usaha menyatakan yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini: (a) Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 24 Dengan demikian, perjanjian-perjanjian yang dikecualikan oleh pelaku usaha karena berdasarkan perintah dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan perundang-undangan dibawah undangundang dikecualikan dari hukum Persaingan Usaha. 25 Ketentuan pengecualian ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan dari berbagai macam kebijakan dan dalam rangka memenuhi hak-hak dasar warganegara oleh negara yang ditata dalam sebuah sistem perekonomian nasional. 26 Namun demikian, dalam putusan perkara dugaan pengaturan produksi bibiat ayam sebagaiman di atas, dimana kesepakatan pengafkiran PS atas instruksi Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian, KPPU melalui Majelis Komisi menyatakan bahwa para Terlapor I sampai terlapor XII, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis tertarik melakukan penelitin yang hasilnya akan dituangkan dalam tesis yang berjudul, Analisis 24 Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 25 Mustafa Kamal Rokan, Op.cit, hlm Ibid., hlm. 229.

10 10 Yuridis Terhadap Pengaturan Produksi Bibit Ayam Pedaging Dalam Persepektif Huum Persaingan Usaha Di Indonesia B. Rumusan Masalah 1. Apakah kesepakatan pemotongan/pengafkiran induk ayam pedaging (Parent Stock) pada Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016 dapat dikategorikan sebagai kartel defensif? 2. Apakah Putusan KPPU tentang Pelanggaran Pasal 11 Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat terkait pemotongan/pengafkiran induk ayam pedaging (Parent Stock) pada Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016 telah tepat? C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada pokok permasalahan sebagaimana dinyatakan sebelumnya, maka tujuan dari penulisan hukum ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis perjanjian pengaturan produksi bibit ayam pedaging pada Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016 ditinjau dari ketentuan menurut kartel defensif. 2. Untuk mengetahui dan melakukan analisa terhadap Putusan Majelis Komisi KPPU yang menyatakan bahwa 12 Perusahaan Terlapor telah melanggar Pasal 11 Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat terkait kesepakatan pemotongan/pengafkiran induk ayam pedaging (Parent Stock).

11 11 D. Manfaat Penelitian 1. Dapat memberi kontribusi pemikiran dalam bidang ilmu hukum, khususnya Hukum Persaingan Usaha 2. Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi penulis lainnya yang bermaksud untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan penulisan ini. 3. Dapat dijadikan dasar penemuan hukum bagi hakim, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, atau siapapun dalam memeriksa, memutus perkara apabila dihadapkan dengan persoalan persaingan usaha, khususnya mengenai perjanjian kartel. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis di perpustakaan Universitas Gadjah Mada dan internet, diketahui bahwa penelitian tentang Pengaturan Produksi Bibit Ayam Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, belum pernah dilakukan. Namun demikian sekurang-kurangnya terdapat 2 penelitian serupa yang membahas mengenai dugaan kartel yaitu sebagai berikut: 1. Penggunaan Metode Harrington Untuk Menilai Terjadinya Kartel Dalam Produksi Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat (Studi Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014), yang ditulis oleh Anandra Febrita Wijayanti, S.H. dengan pembimbing Prof. Dr. Sulistiyowati, S.H., M.Hum., dan 2. Analisis Hukum Terhadap Minyak Goreng di Sulawewsi Utara (Studi Kasusus tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-

12 12 Undang No. 5 Tahun 1999), yang ditulis oleh Edwin Steven Tulandi, S.H. dengan pembimbing Dr. Paripurna S., S.H., M.Hum., LLM., Tahun 2011 Andriyani Perbedaan penelitian penulis dengan dengan 2 penelitan di atas, bahwa penulis membatasi penelitian tentang dugaan pelangaran Pasal 11 Undangundang No. 5 Tahun 1999 terkait pengaturan produksi bibit ayam Pedaging yaitu Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2016. Dengan dmikian penulis menyatakan bahwa penelitian/ tesis ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain.

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan 162 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mendorong iklim persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan perannya sesuai dengan tugas dan

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender,

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender, 104 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka dikemukakan kesimpulan berikut: 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender, harus membuktikan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang- 1 2 3 i I. PENDAHULUAN Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN

JURNAL HUKUM PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN JURNAL HUKUM PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN Diajukan oleh: Alston Chandra N P M : 120510996 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan 1 yang dimilki setiap individu dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi perdagangan dipasar. Persaingan usaha diyakini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang telah diuraikan, maka penulis berkesimpulan : 1. KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum dapat berjalan secara efektif dalam

Lebih terperinci

PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN

PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENDORONG IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI SEKTOR PERUNGGASAN Alston Chandra 1 dan Sari Murti Widiyastuti Y. 2 ABSTRACT Commission for the supervision

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11211 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11211 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11211 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT CIPENDAWA AGRIINDUSTRI OLEH PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I. LATAR BELAKANG 1.1. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian cepat membawa dampak positif maupun negatif. Era globalisasi sekarang ini

Lebih terperinci

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha,

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, 103 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Anggraini, A.M. Tri, Perspektif Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan Usaha Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment dalam Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi di Indonesia mengingat topik tersebut belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

Outlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP

Outlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP Outlook Bisnis Peternakan 2018 1 Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP 2 DAFTAR ISI 1. Dinamika 2017...1 2. Perunggasan...3 3. Ternak Sapi...7 4. Ternak Babi...11 5. Pakan...14 6. Obat Hewan...19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi

Lebih terperinci

DAFTAR BACAAN. Ali, Achmad, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005

DAFTAR BACAAN. Ali, Achmad, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 DAFTAR BACAAN BUKU Ali, Achmad, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 Hamilton, Wanda, Nicotine War (Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat), Insist Press

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha merupakan instrumen hukum yang menentukan tentang segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal yang dapat dan tidak

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor : 01019/Kpts/PD.430/F/07/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 4868.2:2013 Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur BSN 2013 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara berkembang (developing country) yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara berkembang (developing country) yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang (developing country) yang hingga saat ini masih terus melakukan peningkatan berbagai aspek kehidupan bernegara untuk memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha, para pelaku usaha sering melakukan upaya-upaya yang disebut dengan restrukturisasi perusahaan atau pengembangan usaha. Adanya keterbatasan

Lebih terperinci

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komisi Pengawas Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

PELANGGARAN ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA (DEMOKRASI EKONOMI) OLEH RETAIL MODERN

PELANGGARAN ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA (DEMOKRASI EKONOMI) OLEH RETAIL MODERN PELANGGARAN ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA (DEMOKRASI EKONOMI) OLEH RETAIL MODERN (Studi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor: 03/KPPU-L-I/2000) STUDI KASUS HUKUM Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam menangani suatu perkara yaitu:

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam menangani suatu perkara yaitu: BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. KPPU sudah berperan dan melaksanakan tugasnya sebagaimana

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK

/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK TERMS OF REFERENCE / KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK Eksaminasi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 08/KPPU- I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger 56 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada bagian pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Sejak diundangkannya PP No. 57 Tahun 2010, sistem pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, pembangunan ekonomi dalam perkembangannya telah mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai sektor usaha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan pembiayaan yang berdampak pada pemberhentian usaha. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan pembiayaan yang berdampak pada pemberhentian usaha. Melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan peternakan ayam broiler 1 secara mandiri di Indonesia cenderung marginal, dalam artian keterbatasan dukungan pendanaan serta relatif sederhana. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin kompetitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin kompetitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin kompetitif menjadikan para pelaku usaha berupaya untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dan peningkatan efisiensi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase DAFTAR PUSTAKA Black, Henry Campbell, Black Law Divtionary, Definition of the term and Phrase and Phrase of American and English yurisprudence, Ancient and Modern, St. Minnesota, west Publishing Co, 1990

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI

Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI Kartel : Persaingan Tidak Sehat Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI Kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian salah satu cara pemerintah dalam hal mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan perekonomian dapat dilaksanakan oleh Negara dengan salah

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Persaingan Usaha Kode Mata Kuliah : HKIn 2059 SKS : 2 Dosen : 1. Enny Patria, S.H., M.H. 2. Siti Mariam, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam potong (broiler) merupakan sumber hayati produk peternakan yang diperuntukkan sebagai makanan manusia, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras Di Susun Oleh: Radifan Setiawan 11-S1SI-04 11.12.5640 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstraksi Kondisi usaha ternak ayam kampung saat ini masih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

Fakultas Hukum UNTAG Semarang

Fakultas Hukum UNTAG Semarang Mata Kuliah KONTRAK KULIAH Kode Mata Kuliah : HKIn 2059 SKS : 2 Dosen Team Teaching : Usaha : Enny Patria, S.H., M.H. : (1) Enny Patria, S.H., M.H. (2) Siti Mariam, S.H., M.H. Fakultas Universitas 17 Agustus

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci

SILABUS NTAG. Mata Kuliah : Hukum Persaingan n Usaha Kode Mata Kuliah : HKIn 2059 SKS : 2 : 1. Enny Patria, S.H., M.H. 2. Siti Mariam, S.H., M.H.

SILABUS NTAG. Mata Kuliah : Hukum Persaingan n Usaha Kode Mata Kuliah : HKIn 2059 SKS : 2 : 1. Enny Patria, S.H., M.H. 2. Siti Mariam, S.H., M.H. SILABUS Mata Kuliah : Persaingan n Usaha Kode Mata Kuliah : HKIn 2059 SKS : 2 Dosen : 1. Enny Patria, S.H., M.H. 2. Siti Mariam, S.H., M.H. NTAG FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 7353.1:2013 Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging BSN 2013 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa 49 DAFTAR REFERENSI 1. BUKU Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2004. Anggraini, A. M. Tri. Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: Per

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA

PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA PRAKTIK JUAL RUGI (PREDATORY PRICING) PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN USAHA Oleh I Dw Gd Riski Mada A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jual rugi adalah

Lebih terperinci

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk.

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. ABSTRACT Oleh Ni Ayu Putu Mery Astuti I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Anti Monopoli & SH PDT 1207 2 VI (Enam) Muhammad Fajar Hidayat, S.H., M.H. Persaingan Usaha Deskripsi Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang atau jasa agar barang atau jasa dibeli oleh pihak yang melakukan penawaran tender yang bersangkutan.

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur merupakan bahan pangan berkualitas, telah lama diketahui bahwa telur mempunyai kandungan asam amino yang sangat baik serta memiliki nilai protein tinggi. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1602, yaitu saat Pemerintah Belanda atas persetujuan State General. Arie Siswanto berpendapat dalam bukunya yang berjudul Hukum

BAB I PENDAHULUAN. 1602, yaitu saat Pemerintah Belanda atas persetujuan State General. Arie Siswanto berpendapat dalam bukunya yang berjudul Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem hukum di negara Indonesia salah satunya dibidang hukum ekonomi yaitu hukum persaingan usaha. Hukum persaingan usaha bertujuan untuk mencegah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

HUKUM PERSAINGAN USAHA

HUKUM PERSAINGAN USAHA HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci