VI. KADAR UNSUR HARA N, P DAN C SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI PROSES DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. KADAR UNSUR HARA N, P DAN C SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI PROSES DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS"

Transkripsi

1 VI. KADAR UNSUR HARA N, P DAN C SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI PROSES DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS 6.1. Pendahuluan Latar Belakang Nitrogen menyusun 79% dari atmosfer, dan bahkan lebih banyak lagi N sebagai sedimen organik yang berada di dalam tanah. Baik nitrogen dalam bentuk gas (N 2 ) di udara maupun yang terikat dalam sedimen tanah, keduanya tidak tersedia bagi tumbuhan. Hanya bentuk yang teroksidasi (NO - 3 ) atau bentuk yang tereduksi (NH + 4 ) (ion) yang tersedia. Ikatan dengan hidrogen, yang mereduksi N, dapat terbentuk karena petir, oleh organisme penambat nitrogen, atau secara komersial dengan proses Haber-Bosch. Amonia dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi : NH 4 NO 2 NO 3. Transformasi ini terjadi secara biologis dan karenanya peka terhadap ph tanah, suhu dan kelembaban. Kandungan N tumbuhan rata-rata 2 4 % dan mungkin juga sebesar 6%. Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen seperti purin dan protein serta nukleoprotein (Gardner, dkk., 1985). Nitrogen diperlukan oleh mikroorganisme untuk sintesis protoplasma, dan apabila nitrogen tidak cukup tersedia maka kemampuan fungi untuk menguraikan karbohidarat akan berkurang. Jika pasokan nitrogen melebihi jumlah yang diperlukan untuk sintesis protein (umumnya lebih dari 1,5 sampai 1,7 % dari substrat) kelebihan ini akan dibuang sebagai amonia. Jika pasokan karbon (sumber energi) tidak mencukupi sebesar 50 80% dari total nitrogen substrat, nitrogen bisa dilepaskan sebagai amonia. Pada keadaan yang sesuai, fungi akan berasimilasi rata-rata 30 sampai 40% dari substrat karbon yang terdekomposisi (Moore-Landecker, 1990). Nitrogen penting pada tumbuhan sebagai komponen pembentuk asam amino, enzim, protein dan asam nukleat (Fisher dan Binkley, 2000). Bakteri dan fungi memperoleh energi untuk metabolismenya dari hasil penguraian karbohidrat (Waring dan Schlessinger,1985). Faktor yang mempengaruhi aktivitas jasad renik dalam penguraian bahan organik adalah jenis tumbuhan dan iklim setempat. Faktor jenis tumbuhan biasanya berbentuk sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur

2 99 karbon (C) dan unsur nitrogen (N) yang dinyatakan sebagai nisbah C :N (Thaiutsa dan Granger, 1979). Pada kandungan karbohidrat dan nitrogen yang relatif besar kecepatan dekomposisi adalah lambat dan pada tanah yang tidak terganggu (undisturbed soil) di bawah kondisi fisik tertentu humus dapat terakumulasi sebagai lapisan H di bawah F2 pada horizon Ao. Nisbah karbon dengan nitrogen penting untuk mengetahui populasi mikroba yang dapat berada pada serasah dan secara tidak langsung mengetahui laju dekomposisi yang dapat berlangsung (Dix dan Webster, 1995). Kadar karbon menurun dengan penurunan ukuran partikel-partikel serasah, sedangkan kandungan nitrogen dan fosfor meningkat (Greenway, 1994) Menurut Wakushima dkk., (1994 diacu oleh Ito dan Nakagiri, 1997) tanah hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik, rendah kandungan unsur hara, mempunyai konsentrasi logam berat yang lebih tinggi dan salinitasnya lebih tinggi dibanding tanah-tanah terestrial. Kecepatan dekomposisi serasah daun dan proses menyatu ke dalam tanah mineral bergantung pada kondisi fisik dan jenis tumbuhan. Pada komunitas tumbuhan tertentu dengan produksi serasah yang banyak, proses dekomposisi berlangsung lambat, dan akibatnya serasah dapat terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa sentimeter (Dix dan Webster, 1995). Sisa hewan atau serasah tumbuhan yang banyak kandungan nitrogen dan fosfornya akan mengalami pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur hara, terutama pada keadaan aerobik. Berbeda halnya dengan bahan-bahan rendah kadar nitrogen seperti jerami, tumpukan jerami dan sisa-sisa batang (stubble) yang mengalami dekomposisi secara lambat dan tidak sempurna dan kemungkinan masih tersisa 50 60% dari bobot awal setelah 3 sampai 10 bulan terdekomposisi. Ahli pertanian sering menambahkan pupuk mengandung nitrogen dan fosfor ke tanah dalam upaya mempercepat dekomposisi serat atau sisa jaringan berkayu seperti jerami dan sisa batang (stuble) yang penyusun utama dinding selnya adalah selulosa atau lignin (Moore-Landecker,1990). Lama dekomposisi serasah daun berhubungan dengan tinggi kandungan fenol dan tinggi nisbah C : N yang cenderung membuat serasah tidak disukai dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai makanan oleh hewan tanah. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa, cacing tanah (earthworm) lebih menyukai

3 100 daun-daun dengan kandungan polifenol rendah dan nisbah C : N rendah (Dix dan Webster, 1995). Dekomposisi maksimum akan terjadi selama pasokan nitrogen dan karbon dan unsur hara penting lainnya (terutama fosfor) yang terdapat pada substrat atau tanah berlimpah (Waksman, 1952 diacu oleh Moore-Landecker, 1990). Dalam dekomposisi serasah ketersediaan nitrogen dapat digunakan sebagai indikator kecepatan proses mineralisasi. Serasah dengan pasokan nitrogen yang baik (nisbah C : N, 30 : 1 seperti jenis tumbuhan legum) akan cepat terdekomposisi dan apabila pasokan nitrogen sedikit (nisbah C : N, lebih besar 200 : 1 seperti pada kayu) proses dekomposisi berlangsung lambat (Pugh, 1974). Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk organik dan anorganik. Fosfor yang terikat dalam bahan organik baru menjadi tersedia bagi tumbuhan setelah bahan organik tersebut mengalami dekomposisi. Fosfor organik lebih terikat kuat dalam kondisi masam daripada dalam kondisi alkali. Fosfor organik berada dalam bentuk inositol, asam nukleat dan fosfolipid (Ismunadji dkk., 1991). Ketersediaan unsur hara yang berbeda pada tahap yang berbeda dalam proses dekomposisi serasah daun diperkirakan merupakan faktor utama yang berperan dalam suksesi mikroorganisme pada serasah. Konsentrasi unsur-unsur hara pada bahan organik sangat mempengaruhi kecepatan dekomposisi serasah dan jumlah unsur hara yang dilepaskan selama dekomposisi. Di antara unsur hara non struktural pada kayu, nitrogen mempunyai peran penting walaupun dibutuhkan dalam jumlah kecil yaitu, kira-kira %. Pada kondisi seperti ini berbagai jenis fungi tetap dapat berperan dalam proses dekomposisi serasah, karena fungi mempunyai suatu mekanisme yang efisen dalam melakukan metabolisme (Levi dkk., 1968). Kecepatan pelapukan kayu mempunyai korelasi positif dengan jumlah nitrogen yang terkandung pada kayu. Pada percobaan in-vitro didapatkan, bahwa pada kayu yang dilapukkan, fungi melakukan autolisis dan menggunakan kembali nitrogen yang terdapat pada miseliumnya atau yang berasal dari lisis fungi lain selama pelapukan. Pada kondisi ini fungi menggunakan nitrogen yang banyak untuk metabolisme. Nitrogen memberikan kontibusi pada Basidiomycota yang melapukkan kayu, sebagai senyawa yang ada dalam makanan (conserve). Untuk pembentukan sporofor pada beberapa keadaan, digunakan sumber N lainnya seperti jenis-jenis bakteri penambat nitrogen. Dari data hasil studi Aho dkk., (1974) diketahui bahwa aktivitas nitrogenase pada kayu teras pohon konifer

4 101 hidup yang mengalami pelapukan dan beberapa kelompok jenis bakteri, dapat berperan dalam pengaturan denitrogen anaerobik. Data percobaan ini juga mendukung, bahwa pertumbuhan fungi pelapuk kayu teras cocok pada konsentrasi O 2 yang rendah sekali. Selain itu, tiamin adalah vitamin penting yang dibutuhkan oleh kebanyakan fungi pelapuk kayu Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi terhadap kadar unsur hara N, P dan C serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi Hipotesis Tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi berpengaruh terhadap kuantitas unsur hara N, P dan C yang terdapat pada serasah daun A. marina Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di kawasan hutan mangrove Perum Perhutani Desa Blanakan Kec. Blanakan BKPH Pamanukan KPH Purwakarta, di LaboratoriumTanah Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor dan di Laboratorium Kimia Tanah Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2003 sampai bulan September Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak terbagi dalam RAL yang terdiri atas : tingkat salinitas (< 10 ppt, ppt, ppt dan > 30 ppt) sebagai petak utama dan lama masa dekomposisi (Serasah yang belum mengalami proses dekomposisi sebagai kontrol, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 65 hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari, 120 hari dan 135 hari) sebagai anak petak.

5 Penentuan Kadar Unsur Hara N, P dan C Serasah daun A. marina Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode Kjelldhal. Nitrogen (organik dan anorganik) didestruksi dengan H 2 SO 4 pekat. Dalam destruksi nitrogen diubah menjadi garam amonium sulfat, kemudian didestilasi dengan penambahan NaOH 50 % untuk melepas NH4 - yang ditangkap dengan larutan asam borat. Jumlah N diketahui setelah titrasi destilat dengan HCl yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah muda. Penetapan kadar nitrogen dilakukan dengan Rumus (4) a x 0,02 x 14 Kadar N dalam daun = x 100% (4) b dengan pengertian : a = selisih volume (ml) b = bobot kering dalam 0,1 gram tepung daun 0,02 = normalitas HCl 14 = bobot atom nitrogen Adapun penentuan kadar unsur fosfor dilakukan dengan cara memasukkan 5 gram contoh serasah daun kering udara, yang berukuran lebih kecil dari dua milimeter ke dalam botol kocok. Selanjutnya pada contoh serasah ditambahkan 12,5 ml HCl 25 persen dan dengan menggunakan mesin pengocok suspensi dikocok selama 30 menit. Suspensi ini selanjutnya disaring melalui kertas saring berlipat dan filtrat ditampung dalam labu ukur 100 ml, kemudian dihimpitkan hingga tanda tera. Sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan dihimpitkan hingga tanda tera. Alikuot yang sudah mengalami pengenceran dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan PB dan PC ditambahkan secara berturut-turut, dikocok dan dibiarkan 15 menit. Fosfor ditetapkan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 mµ. Selanjutnya dibuat larutan blanko dan larutan baku untuk fosfor. Adapun kadar fosfor dihitung dari larutan baku. Penetapan kadar fosfor dilakukan dengan Rumus (5) P (ppm) = P dalam Larutan (ppm) x 10 x 50 x 100 x KA (5) Dengan pengertian : KA = Kadar Air

6 103 Penentuan kadar unsur karbon dilakukan berdasarkan kehilangan bobot bahan organik karena pemanasan. Penetapan kadar karbon dilakukan dengan Rumus (6) (0.458b 0.4) Kadar C dalam daun = x 100% (6) BKM(g) dengan pengertian : b = BKM BKP BKM = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan C BKP = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan C 6.3. Hasil Kadar Unsur Hara N Hasil analisis ragam (Lampiran 31 a) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata tingkat salinitas terhadap kadar unsur hara N serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi. Kadar unsur hara N serasah daun A. marina tiap ulangan dapat dilihat pada Lampiran 19. Pada tingkat salinitas > 30 ppt kadar unsur hara N rata-rata 1.70 % adalah tertinggi di antara kadar unsur hara N yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada ke-empat tingkat salinitas yang diteliti. Kadar unsur hara N rata-rata yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas disajikan pada Gambar 41. Kadar unsur hara N serasah daun A. marina yang belum dan telah mengalami dekomposisi di lapangan di dalam kondisi lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas selama 15 sampai 135 hari ditunjukkan pada Gambar 42. Dapat dijelaskan bahwa kadar unsur hara N tertinggi, yaitu rata-rata 2.55 % terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas > 30 ppt. Adapun kadar unsur hara N serasah daun A. marina terendah, yaitu rata-rata 0.96 %, terdapat pada serasah daun yang belum mengalami proses dekomposisi.

7 104 Kadar unsur hara N rata-rata (%) a 1.52 ab 1.48 b 1.46 b <10 ppt ppt pt >30 ppt Tingkat salinitas Gambar 41. Kadar unsur hara N rata-rata serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas 3 <10 ppt ppt ppt >30 ppt Kadar unsur hara N rata-rata (%) Kontrol Lama masa dekomposisi (hari) Gambar 42. Kadar unsur hara N rata-rata pada berbagai lama masa dekomposisi serasah daun A. marina pada berbagai tingkat salinitas Dari Gambar 42 juga dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar unsur hara N terjadi mulai dari serasah mengalami dekomposisi selama 15 hari sampai 105 hari. Selanjutnya setelah serasah mengalami dekomposisi selama120 hari dan 135 hari terjadi penurunan kadar unsur hara N.

8 Kadar Unsur Hara P Kadar unsur hara P rata-rata pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 43. Adapun kadar unsur hara P serasah daun A. marina tiap ulangan pada tiap tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran 20. Kadar unsur hara P tertinggi serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi terdapat pada tingkat salinitas > 30 ppt yaitu rata-rata 0,149% dan terendah rata-rata 0.138% terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 31 b) diketahui bahwa tingkat salinitas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar unsur hara P. Kadar unsur hara P rata-rata (%) a ab bc c <10 ppt ppt pt >30 ppt Tingkat salinitas Gambar 43. Kadar unsur hara P rata-rata serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas Kadar unsur hara P serasah daun A. marina setelah beberapa lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas ditampilkan pada Gambar 44. Dari Gambar 44 dapat dijelaskan bahwa kadar unsur hara P rata-rata terbesar, yaitu 0.1% terdapat pada serasah daun A. marina yang belum mengalami proses dekomposisi di lapangan, sedang kadar unsur hara P terkecil terdapat pada

9 106 serasah daun A. marina yang telah mengalami dekomposisi selama 135 hari pada tingkat salinitas < 10 ppt, yaitu rata-rata %. Penurunan kadar unsur hara P serasah daun A. marina terjadi mulai dari serasah yang belum mengalami proses dekomposisi di lapangan sampai mengalami proses dekomposisi selama 45 hari. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kadar unsur hara P menurun dengan bertambah lama masa dekomposisi serasah, walaupun dalam rentang waktu tertentu terjadi kenaikan kadar unsur hara P. Pola perubahan kadar unsur hara P berdasarkan pengamatan pada berbagai tingkat salinitas cenderung menunjukkan pola yang sama, karena berdasarkan analisis ragam, tingkat salinitas tidak berpengaruh terhadap kadar unsur hara P <10 ppt ppt ppt >30 ppt Kadar unsur hara P rata-rata (%) Kontrol Lama masa dekomposisi (hari) Gambar 44. Kadar unsur hara P rata-rata serasah daun A. marina setelah berbagai lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas Kadar Unsur Hara C Pengaruh tingkat salinitas terhadap kadar unsur hara C yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi dapat dilhat pada Gambar 45. Analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 31 c. Kadar unsur hara C serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi tiap ulangan, dapat dilihat pada Lampiran 21.

10 107 Dari Gambar 45 dapat dijelaskan bahwa kadar unsur hara C tertinggi, yaitu rata-rata 45,20 % terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt. Adapun kadar unsur hara C terendah, yaitu rata-rata 43,47% terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas ppt a Kadar unsur hara C rata-rata (%) ab b ab 42.5 <10 ppt ppt pt >30 ppt Tingkat salinitas Gambar 45. Kadar unsur hara C rata-rata serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas Kadar unsur hara C rata-rata serasah daun A.marina dengan berbagai lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada Gambar 46. Dapat dijelaskan bahwa kadar unsur hara C serasah daun A. marina mengalami kenaikan pada serasah daun yang mengalami dekomposisi selama 15 hari dan 30 hari. Namun demikian nilai absolut (Lampiran 22) kadar unsur hara C rata-rata yang terdapat pada serasah daun yang mengalami dekomposisi selama 15 hari dan 30 hari menunjukkan penurunan dibanding kadar unsur hara C serasah daun yang belum mengalami dekomposisi. Pada Gambar 46 terlihat bahwa perubahan kadar unsur hara C serasah daun A. marina berlangsung secara perlahan sejak serasah belum mengalami dekomposisi sampai serasah mengalami dekomposisi selama 15 hari. Pada serasah daun yang mengalami dekomposisi selama 30 hari kadar unsur hara C cenderung naik. Pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi selama 105 hari sampai 120 hari terjadi penurunan kadar unsur hara C yang besar. Pola penurunan kadar unsur hara C serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada ke-empat

11 108 tingkat salinitas menunjukkan pola yang sama, karena berdasarkan analisis ragam memang tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kadar unsur hara C pada berbagai tingkat salinitas tersebut. 60 <10 ppt ppt ppt >30 ppt Kadar unsur hara C rata-rata (%) Kontrol Lama masa dekomposisi (hari) Gambar 46. Kadar unsur hara C rata-rata serasah daun A. marina dengan berbagai lama masa dekomposisi dalam lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas 6.4. Pembahasan Kadar unsur hara N pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas cenderung menunjukkan peningkatan dengan makin besar salinitas lingkungan. Kecuali pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas ppt, yaitu mengalami penurunan. Kadar unsur hara N yang kecil pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt diperkirakan karena pada tingkat salinitas ini pelepasan N dari serasah ke ekosistem mangrove lebih besar dibanding pelepasannya dari serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas dan > 30 ppt. Akibatnya unsur hara N pada serasah daun sisa adalah sedikit. Pola ini hanya berlaku untuk kadar unsur hara N serasah daun A.marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt, ppt dan > 30 ppt. Adapun kadar unsur hara N serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas ppt adalah lebih kecil dibanding kadar unsur hara N serasah daun A. marina yang mengalami proses

12 109 dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt dan ppt, yang seharusnya lebih tinggi apabila mengikuti pola perubahan kadar unsur hara N dengan makin besar tingkat salinitas. Diperkirakan hasil ini berhubungan dengan laju dekomposisi serasah daun A. marina yang dipengaruhi oleh lama masa dekomposisi. Pengaruh lama dekomposisi serasah daun A. marina terhadap laju dekomposisi serasah yang menunjukkan bahwa serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas ppt laju dekomposisinya lebih besar, yaitu 6,80/th. Laju dekomposisi yang besar diperkirakan disebabkan oleh keberadaan organisme seperti cacing yang ikut berperan dalam proses dekomposisi tersebut. Akibatnya waktu terjadi penghancuran yang dilakukan oleh cacing tersebut, diduga juga terjadi pelepasan unsur hara N yang lebih besar dibanding laju dekomposisi serasah daun A. marina pada tingkat salinitas < 10 ppt, ppt dan > 30 ppt, yaitu berturut-turut 4,98/th, 5,89/th dan 3,95/th. Kadar unsur hara P yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas menunjukkan pola yang sama dengan pola kadar unsur hara N, yaitu kadar unsur hara P meningkat dengan peningkatan salinitas. Kadar unsur hara P serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas < 10 ppt adalah terkecil, yaitu sebesar 0,139 %. Hal ini diduga karena terjadi proses dekomposisi serasah daun A. marina lebih cepat pada tingkat salinitas < 10 ppt. Laju dekomposisi yang cepat dapat menyebabkan pelepasan unsur hara P lebih besar, demikian pula sebaliknya untuk tingkat salinitas yang lebih besar proses dekomposisi serasah menjadi lebih lambat sehingga unsur hara P yang dilepaskan juga menjadi lebih kecil. Dengan makin besar tingkat salinitas maka proses dekomposisi serasah daun A. marina berlangsung makin lambat, sehingga unsur hara P yang terlepas ke ekosistem mangrove tertahan pada serasah daun tersebut. Pengaruh lama masa dekomposisi serasah daun A. marina terhadap kadar unsur hara P, menunjukkan pola penurunan dengan makin bertambah lama masa dekomposisi. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan pola laju dekomposisi serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Pada laju dekomposisi serasah daun A. marina dapat dilihat bahwa mulai dari serasah daun yang belum mengalami proses dekomposisi sampai mengalami proses dekomposisi selama 60 hari (Gambar 6),

13 110 terjadi laju dekomposisi yang besar terlihat dengan besarnya persentase kehilangan serasah. Berbeda dengan kadar unsur hara N dan P, kadar unsur hara C serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas menunjukkan pola penurunan dengan makin besar tingkat salinitas. Menurut Greenway (1994) kadar unsur hara C menurun dengan pengurangan ukuran partikel serasah sedangkan kadar unsur hara N dan P mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel serasah yang dipengaruhi oleh lama masa dekomposisi. Makin lama masa dekomposisi serasah daun A. marina maka makin kecil ukuran partikelnya (Gambar 7). Selain itu juga dapat dijelaskan bahwa unsur hara C yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas yang kecil lebih lama di lepas ke ekosistem mangrove dibanding dengan unsur hara C yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas yang lebih besar. Hal ini bisa dilihat pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas > 30 ppt yang mempunyai kadar unsur hara C yang lebih besar dibanding tingkat salinitas yang lebih kecil. Pada penelitian ini didapatkan kadar unsur hara C berkisar dari 43,7% sampai 45,3%. Menurut Bunt dkk., (1982) kadar unsur hara C pada serasah daun A. marina berkisar %. Adapun menurut Saenger (2002) kadar unsur hara C pada serasah daun A. marina berkisar dari dan %. Kadar unsur hara fosfor dan nisbah karbon dengan nitrogen dan karbon dengan fosfor pada serasah juga dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme (Fisher dan Binkley, 2000) Kesimpulan Berdasarkan data yang dapat dikumpulkan dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut (1) kadar unsur hara N pada serasah daun A. marina lebih besar pada tingkat salinitas > 30 ppt dibanding tingkat salinitas yang lebih kecil dan bertambah besar dengan makin lama masa dekomposisi (sampai 105 hari serasah daun mengalami dekomposisi), (2) kadar unsur hara P lebih besar pada tingkat salinitas > 30 ppt dibanding tingkat salinitas yang lebih kecil, tetapi berkurang dengan makin lama masa dekomposisi serasah, dan (3) kadar unsur hara C pada serasah daun A. marina lebih besar pada tingkat salinitas < 10 ppt dibanding tingkat salinitas yang lebih besar dan bertambah

14 111 besar dengan makin lama masa dekomposisi. Akan tetapi nilai absolut kadar unsur hara C serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas berkurang dengan makin lama masa dekomposisi.

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air 50 Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air Contoh perhitungan nisbah C/N 30: 55,80 F + 18,30 S = 20,17 F + 44,52 S 55,80 F 20,17 F = 44,52 S 18,30 S 35,63 F = 26,22 S Jika F = 1 Kg, Maka S = =

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog Senyawa nitrogen yang terdapat didalam tumbuhan, sebagian besar adalah protein. Protein terdiri dari 50-55% unsur karbon, 6-8% hidrogen, 20-23% oksigen, 15-18% nitrogen dan 2-4 % sulfur. Protein rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli 2017. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 % c-a

Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 % c-a LAMPIRAN 48 49 Lampiran. Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 00 o C selama 5 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 0 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Mikroorganisme Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Protein Metode Kjeldahl Dalam penentuan protein cara Kjeldahl ini, kandungan unsur N yang didapatkan tidak hanya berasal dari protein saja. Mengingat jumlah kandungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam pangan dapat diketahui melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan alur penelitian agar pelaksanaannya terarah. Berikut merupakan diagram alir penelitian Studi Literatur

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai 5 TINJAUAN PUSTAKA Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, lantai hutannya tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Air dengan Metode Gravimetri

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Air dengan Metode Gravimetri LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Air dengan Metode Gravimetri (AOAC 925.10-1995) Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989)

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) 153 LAMPIRA 154 Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Bahan-bahan - air destilasi - larutan kalium chloride (KCl) 1N ditimbang 373 g KCl yang sudah dikeringkan di dalam oven pengering 105 o C, dilarutkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) dengan Perlakuan Jerami pada Masa Inkubasi yang Berbeda

Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) dengan Perlakuan Jerami pada Masa Inkubasi yang Berbeda Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) dengan Perlakuan Jerami pada Masa Inkubasi yang Berbeda Ika Dyah Kumalasari, Endah Dwi Astuti, Erma Prihastanti Laboratorium Biologi Struktur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 4. Cacing tanah jenis Eisenia fetida berumur 1 bulan sebanyak 2 kg. a. 1 ml larutan sampel vermicompost

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 4. Cacing tanah jenis Eisenia fetida berumur 1 bulan sebanyak 2 kg. a. 1 ml larutan sampel vermicompost 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Penelitian 2.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian pengomposan adalah sebagai berikut: 1. Feses sapi perah sebanyak 25 kg 2. Jerami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang sungai Kali Pucang, Cilacap. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di Talang Padang Kabupaten Tanggamus Januari - Februari 2013 sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap kandungan protein, nitrogen terlarut, dan kandungan nitrogen non protein pada ikan tongkol adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2012 sampai Agustus 2012. Total pengambilan contoh tanah sebanyak 43 contoh dari tiga provinsi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover Crop) merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang biasanya digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,

Lebih terperinci