EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA"

Transkripsi

1 EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA (Studi di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok) ANNISA RIZKINA ROSA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRACT The waste management in Depok is a prime problem caused by rapid inhabitant growth with its social and economic activity so that increasing the quantity of middens. In order to solve the problems, the local government launched the Household Composting Program in Griya Pancoran Mas Indah, 14 th administrative unit, Rangkapanjaya Baru Sub-district, Pancoran Mas District, Depok City, held from June 2008 until now. The target of this program is 310 households in Griya Pancoran Mas Indah. The aim of this study was to evaluate the impact of this program that is behavioral change caused by household participation level on this program. The analyses used in this study are interviews and questionnaires. The amounts of 77 respondents were chosen randomly and represented each neighborhood association. The tools of analysis were used namely frequency table, cross tabulation, Spearman Correlation Test, and Chi-Square Correlation Test. The implementation of this program was to fare well because the objectives, collective action, and collective agreement are appropriate to the terms of reference, however the stakeholders was not perform their function well and the phase of program was not covering on monitoring and evaluation phase yet. The result of primary data tabulation shows that the household participation level on this program tended to high because of the influence of internal factors (age, level of education, level of revenue, duration of work and be a resident of Griya Pancoran Mas Indah) and external factors (area of yard, attendance frequency and elucidation of program). The household participation level affected behavioral change (knowledge, attitude, and action) to manage domestic waste. According to the result of this study, the composting program in Griya Pancoran Mas Indah was successfully conducted on 14 th administrative unit and can be implemented in the other sub-district in order to improve any case which not appropriate to terms of reference. Keywords: participation, waste composting, evaluation

3 RINGKASAN ANNISA RIZKINA ROSA. EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA. Studi di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. (Di bawah bimbingan HERU PURWANDARI) Program Komposting Rumah Tangga merupakan salah satu program pengelolaan sampah kota yang digulirkan oleh pemerintah Kota Depok dalam rangka mereduksi sampah langsung dari sumbernya yakni rumah tangga. Program ini sebagai wujud kesepakatan kolektif komunitas di tingkat lokal yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Program Komposting Rumah Tangga menggunakan prinsip pengelolaan sampah 3R+1P (Reduce, Reuse, Recycle, dan Participation) dengan pendekatan skala rumah tangga, yaitu sampah yang dihasilkan oleh masing-masing rumah tangga dikelola terlebih dahulu di tingkat rumah tangga sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Program Komposting Rumah Tangga dilaksanakan di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Program yang terdiri dari kegiatan pemilahan sampah organik dan anorganik, pengomposan dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori sebagai media komposternya, serta daur ulang sampah anorganik mulai disosialisasikan mulai Juni 2008 kepada peserta program di RW 14. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi program, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Program Komposting Rumah Tangga. Penelitian fokus pada evaluasi output program yakni perubahan perilaku dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta program. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan panduan pertanyaan terstruktur untuk wawancara mendalam sebagai instrumen utamanya. Unit analisis dalam penelitian ini individu, yaitu 77 responden yang dipilih secara acak. Tingkat partisipasi peserta program tergolong tinggi, hal ini berhubungan dengan faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, lama kerja, lama tinggal dan status tempat tinggal), serta faktor eksternal (luas halaman, keadaan lingkungan rumah, dan frekuensi hadir bimbingan serta penyuluhan). Usia, tingkat pendapatan dan lama kerja menunjukkan korelasi yang tidak nyata (negatif). Artinya, semakin muda usia responden, semakin rendah tingkat pendapatan, dan semakin tidak bekerja responden, maka tingkat partisipasi dalam program adalah tinggi. Berdasarkan uji statistik Chi Square jenis pekerjaan dan status tempat tinggal tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi rumah tangga artinya Ho diterima, yakni tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga tidak berhubungan dengan jenis pekerjaan dan status tempat tinggal. Tingkat pendidikan dan lama tinggal menunjukkan hubungan nyata (positif) dengan tingkat partisipasi rumah tangga. Artinya, semakin tinggi pendidikan dan semakin lama responden tinggal di RW 14, maka semakin tinggi tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga.

4 Tingkat partisipasi peserta program juga berhubungan dengan perubahan perilaku dalam mengelola sampah domestik. Perubahan perilaku peserta program meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam merespon pelaksanaan program. Program Komposting Rumah Tangga berjalan dengan baik karena tujuan, aksi kolektif, dan kesepakatan kolektif terwujud sesuai dengan kerangka acuan, namun pihak-pihak yang terlibat dalam program ini kurang dapat memaksimalkan fungsinya dengan baik. Tahapan program juga berjalan dengan baik dan hasil yang dicapai sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, akan tetapi tahapan monitoring dan evaluasi tidak dapat terwujud dengan baik, karena Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program yang telah berlangsung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Program Komposting Rumah Tangga cukup berhasil dilakukan di RW 14 dan dapat diaplikasikan pada kelurahan lain.

5 EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA (Studi di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapajaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok) Oleh ANNISA RIZKINA ROSA I Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiwa : Annisa Rizkina Rosa Nomor Pokok : I Judul : Evaluasi Program Komposting Sampah Rumah Tangga (Studi di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Heru Purwandari, SP, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP Tanggal Lulus:

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, September 2009 Annisa Rizkina Rosa I

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 1 Juli Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putri dari pasangan Ir. Yully Satriyo dan Ir. Siti Djamila. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kepatihan XVI Jember pada tahun 1999 dan SLTP Negeri 2 Jember pada tahun Penulis melanjutkan sekolah menengah di SMA Negeri 1 Jember dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti oleh penulis di IPB adalah Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai staf divisi Public Relation pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Program Komposting Rumah Tangga. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengevaluasi output Program Komposting Rumah Tangga yakni perubahan perilaku dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta program. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses belajar peneliti dalam memahami dan memperluas pengetahuan mengenai evaluasi program, serta dapat dijadikan rujukan bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok untuk mengevaluasi program sebelum diduplikasikan ke kelurahan lain. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait. Bogor,September 2009 Annisa Rizkina Rosa

10 UCAPAN TERIMA KASIH Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia dan hidayah-nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula, penulis hendak menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Heru Purwandari, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing, atas bimbingan, waktu, koreksi, pemikiran serta sarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Ratri Virianita, SSos sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran serta pengarahan kepada penulis. 3. Pemerintah Kota Depok, khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Badan Lingkungan Hidup atas kerjasama serta kesediaannya berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka penyelesaian penelitian skripsi ini. 4. Pengurus RW 14, Pokja RW Hijau, para kader lingkungan, dan seluruh warga RW 14 yang telah memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Mama, Mbak Indri, adik-adiku tercinta (Rifda dan Hilmi), dan Mas Fariz yang setia menemani dengan do a, kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 6. My Bestpalz Danish : Nisa, Idun, dan Hida, terima kasih atas do a, dorongan, semangat, dan kebersamaannya. 7. Sahabat-sahabatku di KPM 42: Anggi, Metri, Wulan, Whenny, Tamimi, Gilang, Fahmi, Away yang selalu memberi do a dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman satu bimbingan: Trisna Damayanti dan Reni Sanjaya yang telah berbagi ilmu, semangat, motivasi, dan kebersamaan mulai dari penyusunan studi pustaka hingga skripsi. 9. Teman-teman seperjuangan KPM 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kerjasamanya selama ini.

11 10. Keluarga besar KPM 42 dan FEMA IPB yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaanya selama tiga tahun terakhir. 11. Seluruh staf pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan berbagi pengalaman. 12. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, do a, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini.

12 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian, Jenis, dan Sumber Sampah Pengelolaan Sampah dan Dampak yang Ditimbulkannya Konsep Partisipasi Konsep Perilaku Evaluasi Program Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data Keterbatasan Penelitian BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN Sekilas tentang Kota Depok Dinamika Sejarah Lokal Gambaran Fisik Kota Pemerintahan Kependudukan Profil Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Dinamika Sejarah Lokal Gambaran Fisik Kelurahan Kependudukan Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi Kelembagaan Masyarakat Gambaran Umum Perumahan Griya Pancoran Mas Indah (RW 14)... 35

13 BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA Latar Belakang Program Tujuan Deskripsi Program Lokasi, Waktu, dan Sasaran Program Stakeholders Tahapan Program Sosialisasi dan Penyepakatan di Tingkat RW/RT Pelatihan Tim Kerja RW Hijau Fasilitasi Perlengkapan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Aksi Informasi Monitoring Evaluasi Ikhtisar BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Pertisipasi Peserta Program Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Usia Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan Lama Kerja Lama Tinggal Status Tempat Tinggal Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Luas halaman Keadaan Lingkungan Rumah Frekuensi Hadir Bimbingan dan Penyuluhan Tahapan Partisipasi Tahapan Pengambilan Keputusan (Perencanaan) Tahap Pelaksanaan Tahap Menikmati Hasil Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Perubahan Perilaku Peserta Program Tingkat Partisipasi Peserta Progam terhadap Tingkat Pengetahuan Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Sikap Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Tindakan Ikhtisar... 69

14 BAB VII EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA Evaluasi Konteks Tujuan Program Aksi kolektif Kesepakatan Kolektif Evaluasi Input Evaluasi Proses Evaluasi Hasil Ikhtisar BAB VIII PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

15 DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Halaman Teks Definisi Operasional Penelitian di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah Penduduk Menurut Usia di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun Jumlah Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun Jumlah dan Persentase Responden Menurut Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Kategori Usia dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi di RW14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi Di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Lama Kerja dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Lama Tinggal dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Status Tempat Tinggal dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Luas halaman dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Keadaan Lingkungan Rumah dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Frekuensi Hadir Bimbingan Penyuluhan dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah dan Persentase Responden yang terlibat dalam Pembentukan Kelembagaan RW Hijau di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun

16 Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31. Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden yang Ikut Pelaksanaan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kegiatan yang Paling Disukai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah dan Persentase Responden tentang Manfaat Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah dan Persentase Responden tentang Keberlanjutan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Jumlah dan Persentase Responden yang masih Melaksanakan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan Terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Tindakan di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase dan Korelasi Responden antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase dan Korelasi Responden Menurut Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Persentase dan Korelasi Perilaku dengan Tingkat Partisipasi Responden di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Perbandingan Tujuan Program Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Perbandingan Aksi Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Perbandingan Kesepakatan Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Perbandingan Stakeholders Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun Perbandingan Tahapan Program Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun

17 Tabel 33. Model Evaluasi CIPP Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun

18 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks Gambar 1. Kerangka Penelitian... 17

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling luas perkotaannya yaitu mencapai 65 persen dengan jumlah penduduk perkotaan mencapai 78 juta jiwa (URDI dalam Suyoto, 2008). Perkembangan sebuah kota selalu diikuti dengan proses pembangunan berbagai fasilitas, seperti pusat bisnis, komersial, dan industri yang umumnya dapat menyediakan lapangan kerja. Hal ini menyebabkan masyarakat tertarik hidup di perkotaan guna mencari nafkah dan meningkatkan taraf hidupnya. Kenyataan ini berakibat pada proses urbanisasi yang sulit diatasi sehingga terjadi peningkatan kepadatan penduduk di perkotaan. Pesatnya pertumbuhan penduduk kota juga diikuti dengan peningkatan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat yang kemudian memunculkan masalah-masalah perkotaan. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan sumber daya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menangani permasalahan tersebut. Secara umum kondisi ini menjadi tantangan bagi pengelola kota untuk menciptakan lingkungan kota yang dapat mendukung kehidupan seluruh warganya. Persoalan lain yang timbul sebagai akibat semakin padatnya jumlah penduduk kota adalah meningkatnya volume sampah. Sampah merupakan sisa hasil kegiatan produksi dan konsumsi manusia yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas serta dapat berpotensi menjadi pencemar (polutan) lingkungan. Sampah dan pengelolaannya saat ini menjadi masalah yang semakin mendesak di perkotaan karena apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga mencemari lingkungan tanah, air, dan udara. Sampah perkotaan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi negara-negara berkembang. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas pembangunan dan pertumbuhan penduduk, hampir setiap ibukota dan kota-kota besar di Indonesia mengalami masalah pengelolaan sampah. Produksi

20 sampah meningkat di sejumlah negara berkembang dikarenakan jumlah limbah (sampah) yang dihasilkan oleh manusia terus bertambah. Hal ini berdampak pada perluasan lahan untuk mengolah sampah, seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kedua hal tersebut sulit dipenuhi mengingat kebutuhan lahan untuk pemukiman juga meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Keterbatasan lainnya yaitu kurangnya jumlah alat angkut sampah dan sarana-sarana pendukung yang juga akan berdampak pada pelayanan pengolahan sampah. Bencana ekologis yang ditimbulkan akibat buruknya pengelolaan sampah adalah longsor sampah dan banjir yang selalu menjadi masalah kota-kota besar yang memproduksi banyak sampah, seperti yang terjadi di Leuwigajah dan Bantar Gebang. Realitas ini semakin menunjukkan buruknya pengelolaan sampah di Indonesia, yang tidak hanya terkait dengan persoalan lingkungan hidup, melainkan juga dengan persoalan kemanusiaan. Kota Depok sebagai daerah penyangga Jakarta yang tumbuh dan berkembang cukup pesat menjadi kota metropolitan juga mengalami permasalahan serupa akibat proses pembangunan dan pertumbuhan kota. Pertumbuhan penduduk Depok akibat urbanisasi, kelahiran, aktivitas konsumsi dan pertumbuhan berbagai sektor pembangunan memberikan dampak langsung pada bertambahnya buangan atau limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan akibat aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan atau lebih dikenal sebagai limbah perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus segera ditangani oleh Pemerintah Kota Depok. Data non fisik Adipura Kota Depok menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2006 dan 2007 sebesar jiwa dan jiwa (DKP, 2007). Peningkatan jumlah penduduk sebesar jiwa dari tahun 2006 ke 2007 juga diikuti dengan meningkatnya volume rata-rata timbunan sampah harian Kota Depok dari m 3 /hari (tahun 2006) menjadi m 3 /hari (tahun 2007) sebesar 184 m 3 /hari (DKP, 2007). Persentase terbesar dari komposisi sampah Kota Depok yaitu 62 persen bersumber dari rumah tangga. Hal ini menyebabkan Depok mendapatkan predikat sebagai kota metropolitan terkotor dalam penilaian Adipura tahun 2005 (Suyoto, 2008).

21 Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok tahun 2010 menyebutkan beberapa isu dan permasalahan lingkungan kota, yaitu pengelolaan limbah cair, pengelolaan sampah, dan penanganan situ-situ di Kota Depok (Suyoto, 2008). Pengelolaan sampah menjadi isu utama karena selama ini pengelolaan sampah masih berlandaskan paradigma konvensional dimana pengelolaan sampah menggunakan pendekatan kumpul-angkut-buang yaitu memindahkan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah hanya ditumpuk hingga menjadi gunungan sampah. Hal ini mengakibatkan munculnya permasalahan baru yang berkaitan dengan lingkungan yakni daya dukung lingkungan perkotaan akan menurun seiring dengan terus meningkatnya volume sampah. Berdasarkan kebutuhan sistem pengelolaan sampah perkotaan, maka beberapa tahun terakhir pemerintah daerah kota-kota besar di Indonesia mulai mencanangkan program pengelolaan sampah terpadu yang dinilai dapat mengatasi permasalahan sampah yang semakin kompleks. Keberadaan program pengelolaan sampah terpadu tidak hanya menyangkut masalah kebersihan dan lingkungan, tetapi juga menyimpan potensi manfaat ekonomi dan sosial. Masuknya unsur teknologi, sumber daya manusia, sistem, hukum, sosial, dan finansial dalam suatu program pengelolaan sampah akan menjadikan sampah tidak lagi dianggap sebagai sumber masalah, namun dipandang sebagai sumber daya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan manfaat bagi masyarakat, yaitu menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan produk yang memiliki nilai jual. Melihat potensi tersebut, Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi salah satu program utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang diajukan pada tahun 2006 (Oktamanjaya dalam Dewi, 2008). Program pengelolaan sampah yang dicanangkan Pemerintah Kota Depok dimplementasikan melalui Program Komposting Rumah Tangga. Program alternatif ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah persampahan di Kota Depok dengan cara mengelola sampah mulai dari skala rumah tangga. Program Komposting Rumah Tangga bersifat top down, artinya program disusun oleh Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk diimplementasikan di wilayah percontohan. Merujuk fenomena tersebut, maka

22 perlu diteliti efektivitas Program Komposting Rumah Tangga dengan melihat tingkat partisipasi peserta program dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik sebagai indikator keberhasilan program. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Tinjauan terhadap kompleksitas permasalahan sampah kota beserta upaya pengelolaannya menunjukkan bahwa pengelolaan sampah tidak terbatas pada tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab komunitas, khususnya rumah tangga, sebagai penyumbang terbesar 62 persen sampah Kota Depok (DKP, 2007). Partisipasi masyarakat sebagai sasaran program adalah salah satu indikator keberhasilan program karena suatu program pembangunan tidak akan dapat berjalan tanpa partisipasi masyarakat. Permasalahan utama yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas Program Komposting Rumah Tangga, permasalahan tersebut secara khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga? 2. Bagaimana perilaku mengelola sampah domestik dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga? 3. Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi Program Komposting Rumah Tangga dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah. 2. Menganalisis perilaku mengelola sampah domestik dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga. 3. Menganalisis tingkat keberhasilan implementasi Program Komposting Rumah Tangga dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan.

23 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Badan Lingkungan Hidup, masyarakat, akademisi serta penulis sendiri. Bagi pemerintah Kota Depok, penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam penyusunan kerangka acuan untuk menentukan kebijakan dalam program lanjutan Komposting Rumah Tangga di kelurahan lain. Bagi masyarakat, khususnya komunitas RW Hijau, penelitian ini dapat memberikan gambaran keberhasilan program yang telah dilakukan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi sebagai referensi sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bagi penulisan ilmiah terkait. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu proses pembelajaran dan penerapan keilmuan.

24 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pengertian, Jenis, dan Sumber Sampah Berdasarkan ciri-cirinya, sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan,baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang jika ditinjau dari segi sosial ekonomis sudah tidak memiliki nilai dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian (Hadiwiyoto, 1983). Sampah merupakan limbah padat, terdiri atas zat atau bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat dan harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan (Kastaman dan Kramadibrata, 2007). Menurut UDSP Kota Depok (2004) dalam Astuti (2005), sampah adalah limbah padat yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk yang terdiri atas sisa sayuran dan atau makanan serta sampah sapuan halaman. Sampah anorganik merupakan sampah yang tidak mudah membusuk, seperti kaca, logam, dan plastik. Menurut data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Kastaman dan Kramadibrata (2007) berdasarkan cara pengelolaan dan pemanfaatannya, maka jenis sampah secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Sampah Basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah, seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan dedaunan. b. Sampah Kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah kering terdiri dari sampah kering logam dan non logam. Sampah kering logam, terdiri dari kaleng, pipa besi tua, mur, baut, seng, dan segala jenis logam yang sudah usang, sedangkan sampah kering non logam terdiri dari

25 sampah kering mudah terbakar (kertas, karton, kayu, kain, kulit) dan sampah kering sulit terbakar (pecahan gelas, botol, dan kaca). c. Sampah Lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikelpartikel kecil dan memiliki sifat mudah berterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata, seperti debu dan abu. Sumber sampah yang utama dari suatu kota adalah perumahan, pasar, industri, serta jalan-jalan dan tempat umum atau tempat rekreasi. Sampah sebagian besar terdiri dari bahan organik, kertas, logam, kaca, dan plastik. Sampah yang berasal dari perumahan mempunyai jumlah zat organik yang jauh lebih besar. Sampah organik umumnya terdiri atas sisa sayur-sayuran, buahbuahan, dan biji-bijian Pengelolaan Sampah dan Dampak yang Ditimbulkan Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan pengelolaan sampah identik dengan penanganan, yakni perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan lingkungan. Menurut UDSP Kota Depok (2004) yang dikutip oleh Astuti (2005), pengelolaan sampah meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. Pemilahan, yaitu pemisahan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik yang dimulai dari sumbernya. 2. Pewadahan, yaitu penampungan sampah sementara di tempat sumbernya, baik sumber masing-masing (individual) maupun secara bersama-sama pada suatu tempat (komunal). 3. Pengumpulan, yaitu penanganan sampah dengan cara mengumpulkan dari tiap-tiap sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. 4. Pemindahan, yaitu upaya memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke TPAS. 5. Pengolahan, yaitu upaya untuk mengurangi volume sampah atau mengubah sampah menjadi benda yang bermanfaat, antara lain dengan

26 pembakaran, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan pendaurulangan serta penggunaan kembali sampah (wadah) tanpa daur ulang. 6. Pengangkutan, yaitu tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju TPAS. 7. Tempat Pembuangan Akhir Sampah yaitu tempat untuk mengkarantina sampah yang telah diangkut. Saat ini beberapa elemen masyarakat sudah mulai tanggap terhadap permasalahan sampah yang semakin kompleks, yaitu dengan dikembangkannya konsep penanggulangan sampah 3R+1P yang meliputi Reduce, Reuse, Recycle, and Participation. Konsep ini merupakan pedoman sederhana untuk membantu masyarakat dalam meminimumkan sampah, baik di tempat kerja, sekolah, maupun di rumah. Orientasi penerapan konsep 3R+1P lebih ditekankan pada penanganan sampah anorganik, sedangkan untuk sampah organik dikembangkan dalam bentuk pengolahan kompos. Berikut dijabarkan secara jelas definisi dari masing-masing konsep tersebut (DKP Depok, 2007). a) Reduce, masyarakat diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan yang dapat menimbulkan sampah terutama sampah anorganik, sehingga dapat membiasakan diri hidup dengan penuh ketelitian, kehati-hatian, dan cermat agar sampah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin. b) Reuse, masyarakat diharapkan untuk menggunakan kembali artinya memakai bahan yang sama lebih dari sekali daripada harus membuangnya setelah sekali pakai. Konsep memakai kembali ini dapat menghemat energi dan sumber daya untuk membuat produk baru. c) Recycle, masyarakat diharapkan dapat mendaur ulang, yaitu mengembalikan sampah ke pabrik sehingga dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk membuat produk yang sama atau sedapat mungkin barang-barang yang sudah tidak terpakai didaur ulang, walaupun tidak semua barang dapat didaur ulang. d) Participation, keikutsertaan masyarakat dalam program pembangunan. Konsep ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab mengenai Konsep Partisipasi.

27 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan lingkungan yang meliputi tiga kegiatan yaitu, pengumpulan atau penyimpanan, pengangkutan, dan pemusnahan atau pembuangan. Sampah sebagai salah satu wujud permasalahan lingkungan yang kompleks turut andil dalam kerusakan lingkungan hidup. Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dan kebiasaan masyarakat yang tidak disiplin dalam membuang sampah mengakibatkan meningkatnya jumlah timbunan sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah tepat guna sehingga mengakibatkan dampak ekologis yang cukup serius yakni mencakup dampak sosial dan dampak terhadap lingkungan. Dampak sosial yang ditimbulkan akibat pengelolaaan sampah yang tidak tepat guna adalah munculnya konflik sosial yakni konflik antara pemerintah dengan masyarakat (konflik vertikal) dan konflik antarkelompok masyarakat (konflik horizontal), sedangkan dampak lingkungan yang muncul, yaitu pencemaran udara akibat bau sampah, pencemaran air tanah akibat air lindi yang merembes ke tanah, dan bencana banjir tahunan yang terus terjadi terutama di kota-kota besar di Indonesia Konsep Partisipasi Pengertian partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip oleh Makmur (2005) adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat pula diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa. Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggungjawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Rusidi (1990) menyatakan bahwa partisipasi sebagai keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan yang diadakan pihak lain (kelompok, asosiasi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya), dimana keikutsertaannya itu diwujudkan dalam bentuk pencurahan tenaga, pikiran, dan atau dana (material). Tjokroamidjojo (1977) yang dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil.

28 Koentjaraningrat (1974) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dalam turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat. Undang-undang nomor 4 tahun 1982 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah, serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa partisipasi sebagai sesuatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Cohen dan Uphoff (1997) yang dikutip oleh Pratiwi (2008) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Pengambilan Keputusan, diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan rapat. 2. Tahap Pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Tahap Menikmati Hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang menurut Pangestu yang dikutip oleh Pratiwi (2008) terbagi menjadi dua, yaitu: a. Faktor internal dari individu, mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi umur, pendidikan formal, pendapatan, status pekerjaan, lama tinggal, status tempat tinggal.

29 b. Faktor eksternal, merupakan faktor diluar karakteristik individu yang meliputi hubungan antara pengelola dengan masyarakat, kebutuhan masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan. Angell (1967) seperti dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya antara lain: (1) Usia, individu yang berusia menengah ke atas cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. (2) Pekerjaan, individu yang mempunyai pekerjaan tetap cenderung aktif berpartisipasi. (3) Penghasilan, semakin tinggi penghasilan maka semakin banyak partisipasi yang diberikan, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya maka tingkat partisipasinya cenderung rendah. (4) Pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan induvidu maka semakin luas pengetahuannya, dan kesadarannya terhadap lingkungan. Hal ini mendorong individu tersebut untuk terlibat pada masalah-masalah kemasyarakatan. (5) Lama tinggal, semakin lama tinggal di suatu tempat maka semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan tempat tinggalnya. Hasil penelitian Bakri (1992) mengenai pengelolaan sampah pemukiman dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya di Kota Depok, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kebersihan lingkungan antara lain: usia, tingkat pendidikan, pendapatan, keadaan lingkungan pemukiman, lama tinggal, luas halaman, serta bimbingan dan penyuluhan. Dalam menerapkan konsep Reduce, Reuse, dan Recycle diperlukan partisipasi atau keterlibatan masyarakat guna mengatasi permasalahan sampah beserta cara pengelolaannya. Pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat yang sesungguhnya sangat murah dan dapat dilakukan secara kolektif oleh masyarakat,

30 seperti dengan model pengelolaan komposting atau daur ulang. Partisipasi aktif masyarakat dalam segala bentuk program yang dicanangkan oleh pemerintah sangat dibutuhkan sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah sehingga dapat tercipta lingkungan yang bersih, sehat dan berkelanjutan Konsep Perilaku Menurut Walgito (1999) perilaku atau aktivitas yang ada pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal, namun sebagian besar perilaku individu merupakan respons terhadap perilaku eksternal. Jenis perilaku menurut Skinner (1976) yang dikutip oleh Walgito (1999) yaitu: a. Perilaku yang Alami (innate behaviour), merupakan perilaku yang dibawa sejak individu dilahirkan berupa refleks dan insting, b. Perilaku Operaan (operant behaviour), merupakan perilaku yang dibentuk melalui proses belajar c. Perilaku Refleksif, merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai individu yang bersangkutan. Menurut Walgito (1999) perilaku mengandung tiga komponen yang membentuk struktur perilaku, yaitu: a. Komponen Pengetahuan (kognitif), merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan terhadap suatu objek b. Komponen Sikap (afektif), merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek c. Komponen Tindakan (konatif), merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu objek Proses terbentuknya perilaku manusia, baik berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah karakteristik individu baik secara internal maupun eksternal. Menurut Nelly yang dikutip oleh Sepdianti (2007) karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola

31 sikap, dan pola tindak terhadap lingkungan hidupnya, sedangkan Newcomb, Turner, dan Converse dalam Kusmiati (2001), karakteristik individu adalah sifatsifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya. Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, dan agama termasuk karakteristik individu Evaluasi Program Secara umum, evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah, dan menganalisa fakta, data, dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja mengenai sesuatu (barang, hal, organisasi, pekerjaan, dan sebagainya) yang kemudian dapat dibuat kesimpulan sebagai proses pengambilan keputusan (Musa, 2005). Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004) mengemukakan bahwa evaluasi program upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Namun, Cronbach (1982) seperti dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004) menegaskan bahwa walaupun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program. Evaluasi program sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Klausmeier dan Goodwin sebagaimana dikutip Fauzia (2008) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses yang berkelanjutan dalam memperoleh dan mengintrepretasikan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas kemajuan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan, yaitu perubahan perilaku dalam pengetahuan, sikap, dan ketrampilan atau penerapan. Musa (2005) mengemukakan unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan evaluasi adalah obyek yang dinilai, tujuan evaluasi, alat evaluasi, proses evaluasi, hasil evaluasi, standar yang dijadikan pembanding dan proses perbandingan antara hasil evaluasi dengan standar. Saat kita melakukan evaluasi program, ada tiga tujuan yang dapat diperoleh, yaitu mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan atau ketercapaian apabila dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan, mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dari

32 program yang sedang dilakukan, dan sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan saat melakukan evaluasi program menurut Musa (2005) adalah: a. Obyektif, data dan informasi yang diperoleh adalah benar berdasarkan fakta yang ada. b. Menyeluruh, data dan informasi itu mencakup aspek-aspek dari program yang bersangkutan. c. Partisipatif, data dan informasi yang diperoleh bukan semata-mata dari persepsi pihak evaluator, tetapi juga sumber informasi lain, seperti penyelenggara, tutor, peserta belajar, serta tokoh masyarakat. Departemen Pertanian (1990) seperti dikutip Fauzia (2008) mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi program yaitu: a. Evaluasi Input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya termasuk input, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program. b. Evaluasi Output adalah penilaian terhadap keluaran yang dihasilkan oleh program. Produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program adalah output. Misalnya, perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berperilaku (aras konatif) dan perubahan perilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatannya sehari-hari sehingga membentuk suatu pola. c. Evaluasi Effect (efek) adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah

33 mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru tampak setelah program selesai. d. Evaluasi Impact (dampak) adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif. Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Namun pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, sert menyediakaan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut sutu program. Salah satu model evaluasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator adalah CIPP Evaluation Model yang merupakan singkatan dari context, input, process, dan product. Menurut Stufflebeam (1967) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004), model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, artinya konteks, masukan, proses dan hasil merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai model evaluasi CIPP: a. Evaluasi Konteks, adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, serta tujuan proyek. b. Evaluasi Masukan (input), mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program. c. Evaluasi Proses, menunjuk pada apa kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program, kapan kegiatan akan selesai. Evaluasi proses juga diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. d. Evaluasi Produk atau Hasil, diarahkan pada perubahan yang terjadi pada masukan mentah seperti pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dampak

34 program (misalnya, perubahan perilaku individu setelah dikenai sebuah program). 2.2 Kerangka Pemikiran Tingkat partisipasi peserta program dalam tahapan pengambilan keputusan (perencanaan), pelaksanaan, dan menikmati hasil merupakan indikator keberhasilan Program Komposting Rumah Tangga. Tingkat partisipasi peserta program diukur dengan menghubungkan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dan lama tinggal, sedangkan faktor ekternal terdiri dari keadaan lingkungan dan pemukiman, luas halaman, bimbingan dan penyuluhan (Bakri, 1992). Hasil survei pendahuluan di lokasi penelitian, peneliti memperoleh indikasi bahwa tingkat partisipasi peserta program juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, lama kerja (per hari), dan status tempat tinggal sebagai bagian dari faktor internal dengan asumsi bahwa semakin tetap pekerjaan dan semakin sibuk jam kerjanya, maka semakin rendah tingkat partisipasi peserta dalam program. Lain halnya dengan status tempat tinggal, apabila rumah tinggal responden adalah rumah sendiri diperoleh asumsi bahwa semakin tinggi rasa memiliki terhadap lingkungan tempat tinggal, maka tingkat partisipasi peserta dalam program juga semakin tinggi. Dengan demikian dapat dilihat efektivitas Program Komposting Rumah Tangga yang diukur melalui tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik guna terwujudnya tujuan utama program, yaitu mereduksi sampah kota mulai dari skala rumah tangga. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

35 (a) Usia (b) Tingkat Pendidikan (c) Tingkat Pendapatan (d) Jenis Pekerjaan (e) Lama Kerja (f) Lama Tinggal (g) Status Tempat Tinggal (a) Keadaan lingkungan rumah (b) Luas halaman (c) Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan (a) (b)!" (c) #$ % Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan Gambar: : hubungan

36 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan pernyataan yang masih belum teruji kebenarannya, masih harus diuji melalui riset dengan mengumpulkan data empiris dan bersifat dugaan awal (Kriyantono, 2006). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini: a) Terdapat hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi peserta program. b) Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi peserta program. c) Terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi peserta program. d) Terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi peserta program. e) Terdapat hubungan antara lama kerja dengan tingkat partisipasi peserta program. f) Terdapat hubungan antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi peserta program. g) Terdapat hubungan antara status tempat tinggal dengan tingkat partisipasi peserta program. h) Terdapat hubungan antara keadaan lingkungan rumah dengan tingkat partisipasi peserta program. i) Terdapat hubungan antara luas halaman dengan tingkat partisipasi peserta program. j) Terdapat hubungan antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan diduga mempengaruhi tingkat partisipasi peserta program. k) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan pengetahuan peserta program. l) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan sikap peserta program. m) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tindakan peserta program.

37 2.4 Definisi Konseptual Definisi yang berkaitan dengan topik penulisan untuk membatasi pembahasan dan menyatukan persepsi terhadap pembahasan sebagai berikut: a) Program Komposting Rumah Tangga adalah salah satu program pengelolaan sampah Kota Depok dengan menggunakan pendekatan skala rumah tangga, yang meliputi pemilahan sampah organik dan anorganik, pengomposan dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori serta daur ulang sampah anorganik (sampah plastik atau kemasan). b) Partisipasi adalah keterlibatan individu dalam tahap pengambilan keputusan (perencanaan), pelaksanaan, dan menikmati hasil dari program. c) Perilaku adalah aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan peserta program. d) Evaluasi Program adalah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh evaluator untuk mengukur keberhasilan program. Tingkat partisipasi peserta dalam pelaksanaan program dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik dapat dijadikan tolok ukur guna mengetahui efektivitas program. 2.5 Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel secara operasional yang tercantum dalam Tabel 1.

38 Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Definisi Sumber No. Variabel Kategori Operasional Data 1. Usia Satuan umur responden a. Muda : kurang dari 30 dalam tahun yang tahun dihitung sejak lahir b. Dewasa : antara 30 sampai penelitian ini Responden sampai 50 tahun dilakukan c. Tua : lebih dari 50 tahun 2. Tingkat Pendidikan 3. Jenis Pekerjaan 4. Lama Kerja (per hari) 5. Tingkat Pendapatan Jenjang pendidikan terakhir dari responden Penggolongan pekerjaan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang Rata-rata total waktu kerja dalam sehari dengan satuan jam/hari Jumlah rupiah yang diperoleh responden per bulan (pendapatan bersih dari hasil bersih yang diterima sesuai dengan mata pencahariannya setiap bulan ditambah dengan pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha-usaha lain) a. Rendah: tidak tamat sekolah, tamat SD, tamat SMP b. Tinggi: tamat SMA, Diploma (D1, D2, D3)dan Sarjana/Pascasarjana a. PNS b. Pegawai Swasta c. Wiraswasta d. TNI/POLRI e. Lainnya a. Tidak bekerja b. Tidak sibuk: 0-5 jam/hari c. Sibuk : 6-12 jam/hari a. Rendah: kurang dari Rp b. Sedang: Rp sampai dengan Rp c. Tinggi: kurang dari Rp d. Tidak memiliki pendapatan Responden Responden Responden Responden 6. Lama Tinggal 7. Status Tempat tinggal Satuan lama tinggal responden di daerah hunian Status kepemilikan rumah tinggal a. Baru: 0-5 tahun b. Lama: 6-11 tahun a. Rumah sendiri b. Rumah dinas c. Sewa/ Kontrakan/Kost d. Menumpang Responden Responden 9. Luas Halaman Satuan meter persegi halaman rumah a. Sempit = 0-49 m 2 b. Luas = m 2 Responden

39 8. Keadaan Lingkungan Rumah Kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal dengan indikator: tempat sampah, kondisi sampah, saluran air/got, kondisi halaman rumah, jarak WC ke septic tank, dan kondisi air. a. Bersih: skor b. Kotor: skor 0-9 Responden 10. Frekuensi hadir bimbingan dan Penyuluhan 11. Tingkat Partisipasi Frekuensi hadir dalam program bimbingan dan penyuluhan Keterlibatan rumah tangga dalam pelaksanaan program a. Jarang: 1-3 kali b. Sering: 4-6 kali a. Rendah= 1 (Skor: 0-13) b. Tinggi=2 (Skor: 14-27) Responden Responden 12. Pengetahuan Pengetahuan tentang sampah dan pengelolaannya serta Program Komposting Rumah Tangga 13. Sikap Respon terhadap pengetahuan yang diterima tentang sampah dan pengelolaanya serta Program Komposting Rumah Tangga 14. Tindakan Tindakan yang dilakukan sebagai respon terhadap pengelolaanya sampah dan Program Komposting Rumah Tangga a. Benar = 2 b. Salah = 1 Tinggi= Rendah= 0-20 a. Sangat Setuju =4 b. Setuju =3 c. Tidak Setuju=2 d. Sangat Tidak setuju=1 Positif = skor Negatif = skor 0-40 a. Selalu =4 b. Sering =3 c. Jarang =2 d. Tidak Pernah =1 Aktif = skor Pasif = skor 0-40 Responden Responden Responden

40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Penentuan lokasi penelitian ini secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan program ini merupakan program percontohan, sehingga menjadi tolok ukur dalam pengelolaan sampah kota skala rumah tangga yang kemudian akan diduplikasikan pada kelurahan lain. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2009 dengan jadwal penelitian terlampir pada Lampiran satu. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survei. Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendy, 1989). Penelitian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Salah satu tujuan dari penelitian survai adalah untuk mengevaluasi, yaitu menganalisis ketercapaian tujuan yang digariskan pada awal program. Penelitian ini bersifat eksplanatoris karena menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah kuesioner yang sebelumnya diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya ketika survei pendahuluan. Uji ini berupa uji coba kuesioner kepada 10 orang calon responden yang dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan kelayakan kuesioner untuk digunakan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji realibilitas dan validitas yang dilakukan melalui Uji Korelasi Pearson dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows diperoleh delapan item pernyataan yang tidak valid dari 35 pernyataan pada kuesioner bagian satu

41 dan dua, yang diberikan kepada responden. Jadi, ada 27 pernyataan yang dinyatakan reliabel (layak) digunakan sebagai alat ukur penelitian ini. Setiap responden mendapatkan dua jenis kuesioner. Pertama, responden diberikan kuesioner yang berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program serta hubungannya dengan perubahan perilaku mengelola sampah domestik. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu faktor internal (karakterikstik responden) dan faktor eksternal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi, partisipasi peserta program, serta aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap pelaksanaan program. Skala yang digunakan untuk mengukur aspek sikap dan tindakan adalah skala likert dengan empat pilihan jawaban (skala sikap), yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju untuk aspek sikap, sedangkan pilihan jawaban selalu, sering, jarang, dan tidak pernah untuk aspek tindakan. Skala sikap netral tidak dicantumkan sebagai salah satu pilihan jawaban karena menghindari jawaban yang bias. Berdasarkan hasil survei pendahuluan melalui uji coba kuesioner kepada 10 responden, delapan dari 10 responden cenderung memilih jawaban netral, sehingga data yang diperoleh bias dan tidak valid, sehingga pilihan jawaban netral ditiadakan. Kedua, responden diberikan lembar pengamatan yang berisi tentang kondisi lingkungan rumah meliputi: tempat sampah, kondisi sampah, saluran air atau got, kondisi halaman rumah, jarak WC ke septic-tank, dan kondisi air. Keenam indikator tersebut merujuk pada indikator rumah bersih dan sehat yang disusun oleh peneliti berdasarkan survei pendahuluan. Pengumpulan data penelitian juga didukung dengan wawancara mendalam menggunakan panduan pertanyaan terstruktur. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali lebih dalam informasi mengenai Program Komposting Rumah Tangga dan memperkuat data yang didapat dari kuesioner. Evaluasi Program Komposting Rumah Tangga menggunakan model evaluasi CIPP, yaitu model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, artinya konteks, masukan, proses dan hasil merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan (Musa, 2005). Model evaluasi CIPP meliputi: evaluasi konteks (tujuan, aksi kolektif, kesepakatan kolektif), evaluasi input (stakeholders), evaluasi proses

42 (tahapan program), dan evaluasi hasil (perubahan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik). 3.3 Penentuan Responden dan Informan Populasi dari penelitian ini adalah warga RW 14 Perumahan Griya Pancoran Mas Indah Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu (para istri). Hasil studi penjajagan diperoleh informasi bahwa rumah tangga yang menghuni Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14 sejumlah 310 KK yang tersebar dalam tujuh Rukun Tetangga (RT). Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik simple cluster sampling proporsional dengan Rukun Tetangga (RT) sebagai dasar pengklusteran. Penentuan ukuran sampel atau jumlah responden dalam penelitian ini menggunakan penghitungan statisitik yakni dengan menggunakan Rumus Slovin (Kriyantono, 2006) berikut: Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir, kemudian e ini dikuadratkan Penentuan jumlah responden dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Rumus Slovin dengan asumsi kelonggaran ketidaktelitian dalam penelitian ini sebesar 10% dengan harapan mendapatkan data yang akurat dengan kesalahan minimum. Populasi dalam penelitian ini telah diketahui sebesar 310 KK, sehingga dapat dihitung ukuran sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: N 310 n = = 1 + Ne (0,1) 2 = 75,6 n 77

43 Berdasarkan penghitungan menggunakan rumus Slovin didapatkan jumlah responden sebesar 77 responden, kemudian dari masing-masing RT diambil secara acak (simple random sampling) sebanyak 11 responden, sehingga terpilih 11 responden yang mewakili masing-masing RT. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu memilih orang-orang yang dianggap mengetahui secara detail mengenai Program Komposting Rumah Tangga ini. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, Pokja RW Hijau, serta kader lingkungan RW 14 merupakan informan yang dipilih oleh peneliti dan diharapkan melalui informan yang telah ditentukan, peneliti dapat memperoleh data-data kualitatif yang dibutuhkan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan terstruktur. Data primer yang dikumpulkan meliputi data mengenai tingkat partisipasi peserta program yang diperoleh melalui kuesioner. Data ini kemudian diolah dengan menghubungkan tingkat partisipasi dengan variabel faktor internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal. Data mengenai perubahan perilaku peserta program dalam mengelola sampah domestik yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan juga dihubungkan dengan tingkat partisipasi. Pengumpulan data dengan kuesioner dilakukan dengan teknik recall dan guiding interview untuk menghindari bias data. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan, diantaranya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, Pokja RW Hijau, dan para kader lingkungan RW Hijau. Wawancara mendalam ini dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai informasi mengenai pengelolaan sampah melalui Program Komposting Rumah Tangga untuk memperkuat data yang didapat melalui kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur berupa buku teks atau hasil penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian, sedangkan penelusuran dokumen berupa data-data seputar permasalahan sampah Kota Depok dan draft Program Komposting Rumah Tangga didapat dari Dinas Kebersihan dan

44 Pertamanan. Data demografi (kependudukan) Kelurahan Rangkapanjaya Baru, khususnya RW 14 diperoleh dari Kantor Kelurahan Rangkapanjaya Baru dan pengurus RW setempat. 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang telah diolah akan dipaparkan secara deskriptif dan diolah menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, uji korelasi Spearman, serta uji korelasi Chi Square. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik responden meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama kerja, tingkat pendapatan, lama tinggal, dan status tempat tinggal. Faktor eksternal meliputi luas halaman, frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan, serta kondisi lingkungan rumah juga dideskripsikan dengan tabel frekuensi. Tabulasi silang digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antar variabelvariabel faktor internal (karakteristik responden) dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi rumah tangga, selain itu juga untuk mendeskripsikan hubungan antara tingkat partisipasi rumah tangga dengan aspek pengetahun dan sikap responden dalam mengelola sampah domestik. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama kerja, lama tinggal, luas halaman, dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan dengan tingkat partisipasi rumah tangga. Selain itu, uji korelasi Sperman juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat partisipasi rumah tangga dengan tindakan dalam mengelola sampah domestik. Uji korelasi Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara jenis pekerjaan, dan status tempat tinggal. Data kuantitatif yang telah disajikan dalam tabulasi silang diuji dengan menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang diteliti saling berketergantungan dan uji statistik korelasi Spearman untuk mencari koefisien korelasi antara data ordinal atau interval dengan data ordinal lainnya (Kriyantono, 2006). Pengolahan dan analisis data kuantitatif dilakukan dengan komputer menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS Versi Data kualitatif disajikan dalam bentuk catatan harian.

45 3.6 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian merupakan kendala yang dialami peneliti selama penelitian berlangsung. Penentuan unit analisis penelitian adalah salah satu kendala utama dalam penelitian ini. Unit analisis yang digunakan ketika perencanaan penelitian adalah rumah tangga karena ingin melihat bagaimana tingkat partisipasi rumah tangga dan hubungannya dengan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik. Peneliti sebenarnya ingin menelaah bagaimana peran masing-masing individu dalam rumah tangga dalam implementasi Program Komposting Rumah Tangga. Namun, ketika survei pendahuluan diperoleh fakta bahwa istri atau pembantu rumah tangga yang lebih berpartisipasi aktif dalam program ini, sedangkan suami sebagai kepala rumah tangga sibuk bekerja, sehingga menyerahkan tanggung jawab pengelolaan sampah rumah tangga kepada istri atau pembantu rumah tangga. Selain itu, hanya para istri yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, sedangkan anggota keluarga yang lain tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Hal inilah yang mendasari peneliti mengubah unit analisis penelitian menjadi individu (para istri).

46 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Sekilas tentang Kota Depok Dinamika Sejarah Lokal Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun diikuti dengan pembangunan kampus Universitas Indonesia. Tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang diresmikan pada 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud). Status Depok meningkat dari Kota Administratif yang berada dibawah Pemerintahan Kabupaten Bogor menjadi Kotamadya Depok yang otonom berlandaskan Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun Gambaran Fisik Kota Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6 o sampai 6 o Lintang Selatan dan 106 o sampai 106 o Bujur Timur sehingga Kota Depok termasuk daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau terjadi antara April sampai dengan September sedangkan musim hujan terjadi antara Oktober sampai dengan Maret. Kota Depok merupakan dataran landai dengan rata-rata ketinggian 121 meter dari permukaan laut dan merupakan daerah resapan air bagi DKI Jakarta. Secara topografis wilayah ini perlu dikendalikan dan direncanakan pembangunannya sehingga tidak mengancam ketersediaan air bagi DKI Jakarta. Berikut batas-batas wilayah Kota Depok secara administratif: Utara : DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tanggerang Selatan: Kecamatan Bojong Gede dan Cibinong, Kabupaten Bogor. Barat : Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor. Timur : Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi.

47 Kondisi geografis Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai dan juga terdapat 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 hektar, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat pencemaran. Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara, yakni Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, dan Kali Cikeas. Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, disebutkan pada pasal 3 bahwa wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dengan luas wilayah ,54 hektar meliputi : 1. Kecamatan Beji dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Kelurahan Beji, terdiri dari enam kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dan luas wilayah 1614 hektar. 2. Kecamatan Sukmajaya, dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Kelurahan Mekar Jaya, terdiri dari 11 kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dan luas wilayah 3398 hektar. 3. Kecamatan Pancoran Mas, dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Kelurahan Depok, terdiri dari enam kelurahan dan enam desa dengan jumlah penduduk jiwa, luas wilayah 2671 hektar. 4. Kecamatan Limo dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Kelurahan Limo, terdiri dari delapan desa dengan jumlah penduduk jiwa dan luas wilayah 2595,3 hektar. 5. Kecamatan Cimanggis dengan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Kelurahan Cisalak terdiri dari satu kelurahan dan 12 desa dengan jumlah penduduk jiwa, luas wilayah 5077,3 hektar. 6. Kecamatan Sawangan dengan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Kelurahan Sawangan terdiri dari 14 desa dengan jumlah penduduk jiwa dan luas wilayah 4673,8 hektar.

48 4.1.3 Pemerintahan Selama kurun waktu 17 tahun Kota Depok mengalami pergantian kepemimpinan mulai dari walikota pertama Drs. Rukasah Suradimadja (Alm) ( ), Walikota kedua Drs. H. M.I.Tamdjid ( ), Walikota ketiga Drs. H. Abdul Wachyan ( ), keempat Drs. H. Moch. Masduki ( ), kelima Drs. H. Sofyan Safari Hamim ( ) kemudian kepemimpinan Kota Administratif Depok dijabat oleh Walikota Depok keenam Drs. H. Badrul Kamal ( ) yang pada tanggal 27 April 1999 dilantik menjadi Pejabat Walikotamadya kepala Daerah Tingkat II Depok (bersama dengan Peresmian Kota Depok), serta Walikota Depok Ketujuh dijabat oleh Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. (2006-sekarang) Kependudukan Kota Depok sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan ibukota negara, menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan, yaitu tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai jiwa, terdiri dari jiwa (50,66 persen) laki-laki dan jiwa (49,34 persen) perempuan, sedangkan luas wilayah hanya 200,29 kilometer persegi, maka kepadatan penduduk Kota Depok adalah 6863 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong padat apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Dalam kurun waktu lima tahun ( ) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar jiwa. Tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah satu juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 persen per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Tahun 2010, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai jumlah jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 7877 jiwa per kilometer persegi. Angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 berkembang secara fluktuatif dan begitu juga dengan angka

49 kematian berfluktuasi hampir mendekati pola angka kelahiran, yakni angka kelahiran sebesar 3713 jiwa dan angka kematian 1962 jiwa pada tahun Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana jumlah penduduk yang datang jiwa dan penduduk yang pergi jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai jiwa. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat. 4.2 Profil Kelurahan Rangkapanjaya Baru Dinamika Sejarah Lokal Rangkapanjaya pada tahun 1950 terdiri dari beberapa desa, diantaranya Desa Kekupu, Desa Parung Bingung, dan Desa Rawadenok, dimana masingmasing desa tersebut terdiri dari Kampung Pitara, Kampung Grogol, dan Kampung Pulo. Tahun 1953, berdasarkan instruksi Pemerintah Kabupaten Dati II Bogor, ketiga desa tersebut disatukan. Hasil musyawarah yang dihadiri oleh Bapak Sutomo selaku narasumber pemberian nama dan perwakilan tokoh masyarakat dari ketiga desa tersebut, maka terbentuklah Rakepan yang merupakan singkatan Ra dari Rawadenok, Ke dari Kekupu, dan Pan dari Parung Bingung. Guna menyempurnakan penyebutannya maka disisipkan kata ng, sehingga menjadi Rangkepan, kemudian sesuai dengan harapan warga agar desa ini bisa menjadi jaya (maju) ditambahkan kata jaya setelah kata Rangkepan, menjadi Rangkapanjaya. Jumlah penduduk pada tahun 1968 menjadi semakin padat, maka berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Desa Rangkapanjaya harus terbagi menjadi dua, yakni Desa Rangkapanjaya dan Desa Rangkapanjaya Baru yang diresmikan pada bulan Mei Desa Rangkapanjaya Baru mengalami perubahan status dari desa ke kelurahan pada tanggal 24 Maret 1994 dan diresmikan oleh Bupati Kabupaten Dati II Bogor.

50 4.2.2 Gambaran Fisik Kelurahan Kelurahan Rangkapanjaya Baru merupakan salah satu dari 11 kelurahan yang ada di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, dengan luas wilayah 388,375 hektar, yang terdiri dari 15 Rukun Warga (RW) dan 96 Rukun Tetangga (RT). Berikut batas-batas wilayah Kelurahan Rangkapanjaya Baru: Utara : Kelurahan Meruyung (RW 06) Timur : Kelurahan Rangkapanjaya (RW 09) Selatan : Kelurahan Cipayung (RW 01) Barat : Kecamatan Sawangan (RW 03) Kependudukan Kota Depok sebagai daerah penyangga ibukota memiliki mobilitas penduduk yang cukup tinggi, perpindahan penduduk cukup sering terjadi, sehingga jumlah penduduk selalu berubah-ubah pada setiap tahunnya. Akhir tahun 2008 tercatat bahwa penduduk Kelurahan Rangkapanjaya Baru sebanyak jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa, sehingga penduduk laki-laki lebih mendominasi di kelurahan ini. Data jumlah penduduk berdasarkan kelompok antara dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Usia di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun 2008 No. Komposisi Penduduk Usia Jumlah (jiwa) (tahun) (jiwa) Laki-laki Perempuan Total Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Rangkapanjaya Baru, 2008 Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk dengan komposisi terbesar laki-laki (2885 jiwa) dan perempuan (2780 jiwa) adalah usia nol sampai dengan enam tahun, sedangkan usia 25 sampai dengan 55 tahun merupakan jumlah penduduk terbesar kedua dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 2509 jiwa

51 dan perempuan sebesar 2524 jiwa. Penduduk di Kelurahan Rangkapanjaya Baru sebagian besar memeluk agama Islam ( jiwa), kemudian diikuti dengan agama Protestan (1126 jiwa), Khatolik (296 jiwa), Budha (35 jiwa), dan Hindu (20 jiwa) Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi Visi Kota Depok adalah menuju Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan, maka upaya untuk menuju ke arah sejahtera tersebut salah satunya dicapai melalui pendidikan. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun 2008 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi Tamat Sarjana 1010 Total 8925 Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Rangkapanjaya Baru, 2008 Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Depok masih tergolong rendah, hal ini dikarenakan sejumlah 4450 jiwa penduduk tamat SLTP dan 2000 jiwa penduduk tamat SD. Penduduk yang tamat SMA hanya 465 jiwa, namun yang tamat akademi dan sarjana sejumlah 1000 dan 1010 jiwa yang kemungkinan besar didominasi oleh pendatang. Kesehatan masyarakat merupakan bidang yang paling krusial, karena kesehatan masyarakat yang baik tentunya akan sangat menunjang pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang. Sarana pendukung kesehatan adalah sarana olahraga seiring dengan gencarnya pemerintah dalam melakukan kegiatan mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga. Kondisi perekonomian masyarakat Kelurahan Rangkapanjaya Baru dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat di Kelurahan Rangkapanjaya Baru yang didukung oleh fasilitas ekonomi dan pembangunan yaitu toko (140 buah), material (4 buah), dan mini market (6 buah).

52 Penduduk di kelurahan ini sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai pedagang yakni sejumlah 691 jiwa, kemudian diikuti dengan petani sejumlah 681 jiwa, pengusaha sejumlah 550 jiwa, tukang bangunan sejumlah 425 jiwa, dan pegawai swasta sejumlah 380 orang. Hal ini disebabkan karena disekitar kompleks perumahan yang dihuni oleh penduduk kota dikelilingi oleh kampung dan areal pertanian (sawah). Data mengenai mata pencaharian penduduk di Kelurahan Rangkapanjaya Baru dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok tahun 2008 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Pedagang Petani Pengusaha Tukang bangunan Pegawai swasta Pegawai negeri TNI/Polri Pensiunan Pengrajin Sopir Penjahit Bengkel Tukang las Peternak Seniman 2 Total Penduduk 3626 Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kelembagaan Masyarakat a) Karang Taruna Organisasi kepemudaan yang ada di tingkat kelurahan adalah karang taruna yang dibentuk pada 8 April 2005 yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan di tingkat RW dan RT. Organisasi kepemudaan dan kesenian ini dibentuk dalam rangka menyalurkan atau memberdayakan generasi muda agar terhindar dari kegiatan yang tidak bermanfaat.

53 b) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PKK PKK merupakan salah satu wadah organisasi wanita yang berada dibawah kelurahan. Salah satu tujuan PKK adalah memberdayakan kaum wanita agar mampu berdayaguna dan berhasil guna baik bagi diri sendiri, keluarga atau pun masyarakat sekitar. PKK Kelurahan Rangkapanjaya Baru tergolong organisasi yang aktif, hal ini dibuktikan dengan beberapa prestasi yang telah diraih oleh kader-kader PKK selama tahun 2008, antara lain Juara 1 Lomba Cerdas Cermat Tingkat Kecamatan, Juara 1 Lomba Posyandu Tingkat Kecamatan, Juara 1 Lomba BLK Tingkat Kecamatan, dan Juara 1 Lomba BLK Tingkat Kota. PKK juga rutin mengadakan kegiatan pembinaan mental spiritual melalui kegiatan pengajian yang diadakan oleh Pokja 1 pada setiap minggu. c) RW, RT, dan LPM Seiring dengan kepadatan penduduk yang terjadi di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, terjadi pemekaran RW tepatnya yaitu RW 15 yang merupakan gabungan dari RW 10 dan RW 3 pada tahun 2008 lalu. Pemekaran wilayah tersebut mengacu pada Perda Kota Depok nomor 10 tahun 2002 tentang Pedoman Pembentukan RT, RW, dan LPM. Lambaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Rangkapanjaya Baru telah mengalami peremajaan pada 15 Januari 2006 dengan pergantian jabatan yang semula dipimpin oleh Bapak Marhasan menjadi dipimpin oleh Bapak Sufyan Suri. Peremajaan tersebut diperkuat dengan Surat Keputusan Camat Nomor 148/340/V/KPTS/HUK/2006 yang dikukuhkan pada 15 Mei 2006 silam. 4.3 Gambaran Umum Perumahan Griya Pancoran Mas Indah (RW 14) Perumahan Griya Pancoran Mas Indah merupakan salah satu perumahan yang terletak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Awalnya perumahan ini bernama Griya Pasaraya yang dibangun pada tahun 1998 dan perumahan ini diperuntukkan bagi karyawan Pasaraya. Namun pada tahun 2003 pengembang perumahan mengubah nama kompleks menjadi Griya Pancoran Mas Indah. Akses menuju Perumahan Griya Pancoran Mas Indah tergolong baik, karena dapat dilalui oleh angkutan perkotaan nomor 06, namun secara fisik jalan aspal menuju perumahan cukup rusak, sehingga kendaraan roda

54 dua dan juga roda empat harus lebih berhati-hati karena jalanan sudah tidak rata dan berlubang. Berdasarkan peta Kelurahan Rangkapanjaya Baru (Lampiran 8), wilayah RW 14 terletak di bagian selatan kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut: Utara : RW 01 Timur : Batas Kelurahan Rangkapanjaya Baru Selatan : Batas Kelurahan Cipayung Barat : Batas Kelurahan Pasir Putih Perumahan Griya Pancoran Mas Indah merupakan satu rukun warga yaitu RW 14 yang dihuni oleh 310 rumah tangga dan tersebar dalam tujuh RT. Mayoritas warga RW 14 beragama Islam. Fasilitas pendukung yang ada di RW 14 yaitu sebuah Masjid, dua Musholla (terletak di RT 5 dan RT 7), sebuah lapangan sepak bola, dan pos jaga sekaligus sebagai pos sampah yang terdapat di masingmasing RT. Kebersihan komplek perumahan ini cukup terjaga, karena masing-masing rumah terdapat tempat sampah yang terletak di depan rumah warga. Terdapat petugas kebersihan yang dilengkapi gerobak sampah terpilah mengangkut sampah rumah tangga setiap pagi secara rutin di masing-masing RT. Sampah yang dibawa dari masing-masing RT dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang terletak persis di depan perumahan untuk kemudian diangkut oleh truk-truk Dinas Kebersihan dan Kebersihan Kota Depok dan dibawa menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung yang letaknya tidak jauh dari kompleks Perumahan Griya Pancoran Mas Indah.

55 BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah sampah adalah tiap rumah tangga melakukan aktivitas mengurangi sampah taraf minimal, yakni volume sampah yang keluar dari persil lahan masing-masing rumah tangga. Pengurangan sampah organik di rumah tangga dapat dilakukan melalui pengomposan dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori sebagai komposter. Pengurangan sampah anorganik dapat dilakukan dengan mengumpulkan sampah anorganik yang masih dapat dijual dan menjualnya secara kolektif ke lapak untuk didaur ulang (recycle). Pengurangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan (reuse) dan mengurangi penggunaan kantong-kantong plastik belanja (reduce). Aksi individu dalam rumah tangga untuk mengurangi volume sampah yang keluar dari persil lahan masing-masing dibingkai dalam aksi kolektif, karena aksi individu saja tidak akan mampu mengatasi masalah sampah tanpa dukungan dari aksi kolektif. Aksi kolektif dilakukan melalui kesepakatan kolektif komunitas di tingkat lokal tentang bagaimana pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga. Aksi kolektif dapat muncul dari insiatif internal sebuah komunitas, namun dapat juga terjadi karena difasilitasi pihak eksternal (dari luar) komunitas yang bersangkutan. Aksi kolektif berkaitan dengan sampah tingkat lokal hingga saat ini adalah kesepakatan bahwa tiap rumah tangga membuang sampah di tempat sampah di rumahnya masing-masing, berupaya mengurangi sampah yang keluar dari persil lahannya masing-masing, mengelola sampah organik di rumahnya masing-masing dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori sebagai media komposternya, mengumpulkan sampah anorganik yang masih dapat dijual dan menjualnya secara kolektif ke lapak, membuang sampah sisa untuk diangkut oleh

56 gerobak pengangkut sampah. Aksi kolektif didukung pula dengan kesepakatan kolektif bahwa pengangkutan sampah dilakukan oleh gerobak pengangkut sampah yang dikoordinir RT atau RW dan komunitas RT menyepakati pemanfaatan kompos hasil pengomposan sampah organik secara kolektif, dana hasil penjualan sampah anorganik secara kolektif, serta besar iuran sampah yang harus dibayar tiap rumah tangga. 5.2 Tujuan Program Program ini meliputi kegiatan pemilahan sampah, yaitu sampah organik diolah menjadi kompos dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori sebagai media komposter, sedangkan sampah anorganik dikumpulkan oleh masing-masing rumah tangga kemudian secara kolektif dijual ke lapak atau didaur ulang menjadi kerajinan tangan. Secara umum program ini ditujukan untuk mengurangi volume sampah yang keluar dari masing-masing rumah tangga, namun secara khusus tujuan dari percontohan ini adalah: a) Berkurangnya sampah dari RW Percontohan yang harus dibuang ke TPS. b) Terbangunnya modal sosial warga di RW Percontohan untuk secara kolektif dan mandiri mengelola sampah dan lingkungannya. c) Terbentuknya kelembagaan di tingkat RW untuk menjamin keberlanjutan kegiatan. Berdasarkan tujuan program, maka dapat disimpulkan bahwa output dari program ini adalah terbentuknya masyarakat yang mandiri dalam mengelola sampah rumah tangga sehingga jumlah sampah yang dihasilkan berkurang, serta terbentuknya kelembagaan yang menjamin keberlanjutan program. Partisipasi warga RW 14 sebagai sasaran program merupakan indikator keberhasilan Program Komposting Rumah Tangga, sehingga perubahan perilaku peserta program dalam mengelola sampah domestik juga terwujud. 5.3 Deskripsi Program Program Komposting Rumah Tangga merupakan salah satu program pengelolaan sampah kota yang digulirkan oleh pemerintah Kota Depok dalam

57 rangka mereduksi sampah langsung dari sumbernya yakni rumah tangga. Program ini sebagai wujud kesepakatan kolektif komunitas di tingkat lokal yang difasilitasi oleh pemerintah kota Kota Depok melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Program Komposting Rumah Tangga menggunakan prinsip pengelolaan sampah 3R+1P (Reduce, Reuse, Recycle, dan Participation) dengan pendekatan skala rumah tangga, yaitu sampah yang dihasilkan oleh masingmasing rumah tangga dikelola terlebih dahulu di tingkat rumah tangga sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara. Program ini terdiri dari : a) Pemilahan sampah organik dan anorganik. Output dari kegiatan ini adalah warga dapat membedakan sampah organik dengan sampah anorganik dan dapat mengelola sampah sesuai dengan jenisnya. Sampah organik dimanfaatkan menjadi kompos dengan Keranjang Takakura atau Lubang Resapan Biopori sebagai media komposter, sedangkan sampah anorganik dikumpulkan dalam wadah yang tersedia (keranjang belanja) untuk kemudian dikumpulkan lalu dijual secara kolektif ke lapak. b) Pengomposan dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori Takakura merupakan salah satu metode pengomposan yang dicetuskan oleh peneliti dari Jepang, yakni Koji Takakura, sedangkan Biopori dicetuskan oleh peneliti dari IPB yakni Bapak Kamir R. Brata, dimana selain berfungsi sebagai resapan air, lubang resapan Biopori juga dapat dijadikan sebagai media pembuat kompos. Output dari kegiatan ini adalah warga dapat membuat kompos dengan kedua metode tersebut dan memanfaatkannya untuk tanaman hias di rumah. c) Daur ulang sampah anorganik, merupakan salah satu upaya mengurangi jumlah sampah anorganik, seperti kemasan botol atau plastik. Output dari kegiatan ini adalah kerajinan tangan berbahan dasar sampah anorganik yang memiliki nilai jual Lokasi, Waktu, dan Sasaran Program Program Komposting Rumah Tangga merupakan program Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang dilaksanakan di

58 Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Lokasi percontohan ini yaitu RW 14 terdiri dari tujuh RT. Program Komposting Rumah Tangga mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2008 dan masih berlangsung hingga saat ini. Sasaran utama program ini adalah seluruh warga RW 14 yang bermukim di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW Stakeholders Program Komposting Rumah Tangga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) yang bertanggungjawab terhadap setiap tahapan atau mekanisme kegiatan percontohan di RW 14. Adapun pihak yang terkait dengan program ini antara lain: a) Dinas Kebersihan dan Pertamanan, memiliki kepentingan sebagai pemilik atau penggagas Program Komposting Rumah Tangga yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan bertanggungjawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program. b) Kelompok Kerja (Pokja) RW Hijau, terbentuk pada Sabtu, 26 April 2008 saat pertemuan forum RT di di Masjid Al Kautsar, Perumahan Griya Pancoran Mas Indah. Kelembagaan ini berkepentingan untuk menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlanjutan program. Pokja RW Hijau (Kelompok Kerja RW Hijau) diketuai oleh Bapak Maman (Ketua RT 05), Bapak Yaya Suryadarma (Ketua RT 04) sebagai Sekretaris Pokja, dan Ketua RT 01, 02, 03, 06, 07 serta PKK RW sebagai anggotanya. Pembentukan Pokja RW Hijau berlandaskan pada Surat Keputusan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pilot Project Program Komposting Rumah Tangga Nomor 001/KJL- PPKRT/V/2008. c) Kader Lingkungan, dibentuk oleh Pokja RW Hijau yang memiliki kepentingan sebagai tim pemantauan pelaksanaan pengelolaan sampah di setiap rumah tangga yang diprakarsai oleh ibu-ibu PKK RT sejumlah

59 empat orang yang mewakili masing-masing RT. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa kader yang dirangkum dalam catatan harian, tugas dan kewajiban kader lingkungan antara lain, mengumpulkan sampah anorganik secara rutin (setiap minggu) dari masing-masing rumah tangga, memantau pengomposan Takakura (sebulan sekali), memilah sampah (sesuai jenisnya) yang telah dikumpulkan di pos sampah, penyambung lidah RW yakni menyampaikan informasi dari RW ataupun RT kepada warga, serta menyadarkan warga untuk menjaga kebersihan. d) Warga RW 14, Perumahan Griya Pancoran Mas Indah berkepentingan sebagai sasaran program. 5.4 Tahapan Program Sosialisasi dan Penyepakatan di Tingkat RW/RT Sosialisasi program terjadi di tingkat RW dan RT. Tujuan sosialisasi adalah agar komunitas RW dan RT memahami latar belakang program, tujuan, dan tahapan kegiatan yang tercantum dalam program, selain itu diharapkan peserta sosialisasi menyepakati secara bersama-sama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam Program Komposting Rumah Tangga. Input atau masukan dalam sosialisasi program di tingkat RW dan RT antara lain pengurus RW/RT, pengurus PKK RW/RT, serta tokoh masyarakat. Materi yang disampaikan dalam sosialisasi program adalah pedoman percontohan dan draft berita acara kesepakatan. Mekanisme sosialisasi program yaitu persiapan dan pelaksanaan sosialisasi yang meliputi: a) Perkenalan tim sosialisasi yang terdiri dari unit pelaksana tugas kebersihan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, Bapak Kamir Raziudin Brata (peneliti dari IPB) selaku penemu Biopori, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, dan Ibu Winarsih (pemenang penghargaan dari Green Peace) b) Pemaparan garis besar materi sosialisasi tentang kebijakan pengolahan sampah kota, peran ibu rumah tangga untuk mengubah sampah menjadi sumberdaya yang berkah, pemanfaatan sampah anorganik menjadi produk

60 yang inovatif, dan manfaat lubang resapan Biopori untuk melestarikan lingkungan hidup. c) Fasilitasi kesepakatan peserta sosialisasi untuk melakukan kegiatan percontohan. Peserta sosialisasi adalah 310 rumah tangga yang bermukim di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14. Kegiatan percontohan yang disosialisasikan meliputi pengomposan dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori sebagai media komposter, pemilahan sampah organik dengan anorganik, serta daur ulang sampah anorganik menjadi kerajinan yang memiliki nilai tambah. Output sosialisasi program melalui kegiatan pelatihan ini antara lain, kesepakatan warga untuk melaksanakan percontohan, serta pengurus Pokja RW Hijau beserta para kader lingkungan memahami dan memiliki ketrampilan mengelola sampah skala rumah tangga berbasis komunitas RT ataupun RW. Hasil pelatihan berupa tata cara komposting kemudian disosialisasikan oleh Pokja RW Hijau beserta kader lingkungan disetiap pertemuan rapat atau arisan pada masingmasing RT. Fasilitas perlengkapan pengelolaan sampah didistribusikan langsung ke setiap rumah tangga di masing-masing RT, sehingga masing rumah tangga dapat memanfaatkannya dengan baik Pelatihan Tim Kerja RW Hijau Tujuan pelatihan ini adalah agar tim kerja RW Hijau yang terdiri dari kelompok kerja dan kader lingkungan memahami sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga, selain itu tim kerja juga memiliki ketrampilan mengelola sampah organik dan sampah anorganik pada skala rumah tangga. Pelatihan ini juga bertujuan agar tim kerja RW Hijau memiliki kemampuan mendampingi warga untuk mengelola sampah skala rumah tangga. Input pelatihan ini adalah peserta pelatihan yakni tim kerja RW Hijau yang terdiri dari Pokja RW Hijau dan para kader lingkungan. Materi yang disampaikan dalam pelatihan tim kerja RW Hijau ini antara lain mengenai kebijakan dan strategi pengelolaan sampah Kota Depok, sistem pengelolaan sampah skala rumah tangga berbasis komunitas RW dan RT,

61 termasuk pengenalan jenis sampah, teknologi pengolahan sampah organik meliputi Keranjang Takakura dan Biopori, serta materi mengenai pengorganisasian di tingkat RW dan RT. Mekanisme pelatihan adalah persiapan, kemudian pelaksanaan yang terdiri dari pembukaan, pemaparan materi yang dilanjutkan dengan diskusi kemudian diakhiri dengan praktek pengelolaan sampah. Output dari pelatihan ini adalah tim kerja RW Hijau paham dan trampil mengelola sampah skala rumah tangga berbasis komunitas RW dan RT Fasilitasi Perlengkapan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tujuan fasilitasi ini adalah tersedianya fasilitas pengelolaan sampah organik rumah tangga yakni Keranjang Takakura beserta perlengkapannya dan alat bor untuk membuat lubang resapan Biopori, selain itu tersedianya fasilitas pengumpulan sampah anorganik untuk dijual ke lapak. Fasilitas yang telah diberikan juga dapat termanfaatkan dengan baik. Input dalam program ini adalah fasilitas atau perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga dan panduan penggunaan perlengkapan. Perlengkapan untuk mengelola sampah rumah tangga terdiri dari Keranjang Takakura dan perlengkapannya, alat bor untuk membuat lubang resapan Biopori, serta keranjang belanja sebagai wadah pengumpulan sampah anorganik. Mekanisme fasilitasi perlengkapan dimulai dengan persiapan pengadaan fasilitas atau peralatan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan setempat, kemudian dilanjutkan dengan pendistribusian dan penandatanganan berita acara serah terima dari dinas kepada pengurus RW 14. Output dari tahap fasilitasi ini adalah setiap warga memiliki dan menggunakan fasilitas atau perlengkapan untuk pengelolaan sampah rumah tangga, selain itu adanya laporan pelaksanaan fasilitasi perlengkapan untuk mengetahui apakah perlengkapan tersebut didistribusikan secara merata Aksi Informasi Pokja RW Hijau dan para kader lingkungan juga melakukan kegiatan aksi informasi yang bertujuan agar komunitas RT dan RW memperoleh informasi rutin

62 tentang pelaksanaan kegiatan, selain itu aksi informasi juga dapat meningkatkan pemahaman warga tentang kegiatan percontohan. Input dalam aksi informasi ini berupa data dan informasi tentang kegiatan percontohan sekaligus tenaga pengelolanya, yakni Pokja RW Hijau dan para kader lingkungan. Mekanisme kegiatan aksi informasi ada tiga, yaitu: a) Penyiapan materi, dimana materi yang disiapkan disesuaikan dengan materi yang telah disampaikan dalam sosialisasi program. Materi yang dicantumkan dalam buletin meliputi tata cara pemilahan sampah rumah tangga, pengomposan dengan Keranjang Takakura, tata cara pembuatan dan pemanfaatan lubang resapan biopori, informasi mengenai proses pengelolaan sampah mulai dari rumah tangga hingga tempat pembuangan akhir, hingga daftar harga jual beragam jenis sampah anorganik yang dapat dijual ke lapak. b) Pembuatan buletin oleh Pokja RW Hijau dibantu Ketua RW setempat. Buletin yang memuat materi-materi yang telah disebutkan sebelumnya dimana buletin ini diterbitkan setiap dua minggu sekali. c) Pendistribusian. Buletin yang telah siap untuk didistribusikan diberikan oleh Pokja atau RW setempat kepada kader lingkungan untuk diedarkan ke setiap rumah tangga di RW 14. Output kegiatan aksi informasi ini adalah buletin dwi mingguan dan laporan pelaksanaan aksi informasi dari para kader lingkungan. Aksi informasi kepada warga juga dilakukan dengan menyebarkan dan menempelkan poster di lokasi yang strategis sehingga mudah dibaca oleh warga. Buletin dan poster terlampir di Lampiran Monitoring Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap pelaksanaan program percontohan. Tujuan monitoring adalah untuk memastikan bahwa kesepakatan di tingkat RT dan RW berlangsung secara optimal, selain itu dapat memperbaiki proses jika ada hal yang menyimpang dari kesepakatan atau untuk membangun kesepakatan baru. Input tahapan ini adalah panduan monitoring dan

63 tenaga tim monitoring yang disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Mekanisme monitoring meliputi persiapan dan pelaksanaan monitoring. Output dari tahapan ini adalah terlaksananya kegiatan monitoring dan adanya laporan pelaksanaan monitoring. Namun, hasil temuan di lapang menunjukkan bahwa belum ada tenaga tim monitoring yang disediakan oleh DKP Depok untuk memantau sejauhmana pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, sehingga laporan mengenai pelaksanaan program yag merupakan output program belum dapat direalisasikan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di Bab VII mengenai evaluasi program dengan tahapan program sebagai fokus evaluasi Evaluasi Tahapan evaluasi dalam program ini bertujuan untuk menilai kesesuaian antara rencana dan pencapaian secara partisipatif, selain itu juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program, dan merumuskan rekomendasi pelaksanaan program sejenis selanjutnya. Input evaluasi adalah data dan informasi pelaksanaan kegiatan serta tim evaluasi. Mekanisme evaluasi diawali dengan persiapan evaluasi, pelaksanaan evaluasi partisipastif, dan penyusunan laporan evaluasi. Output evaluasi berupa terlaksananya kegiatan evaluasi dan laporan hasil evaluasi. Sama halnya dengan tahapan monitoring, hasil temuan di lapang menunjukkan bahwa belum ada tim evaluasi dari DKP Depok yang datang ke lokasi untuk mengevaluasi kegiatan secara partisipatif., sehingga laporan hasil evaluasi juga belum dapat direalisasikan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di Bab VII mengenai evaluasi program dengan tahapan program sebagai fokus evaluasi. 5.5 Ikhtisar Program Komposting Rumah Tangga dilatarbelakangi oleh peran rumah tangga sebagai produsen sampah utama sehingga untuk mengatasi masalah sampah hal yang paling efektif dilakukan adalah mengurangi volume sampah dari masing-masing rumah tangga. Pengomposan dengan menggunakan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori dapat meminimalisir sampah organik yang

64 dihasilkan oleh rumah tangga, sedangkan sampah anorganik dapat diminamalisir dengan cara reduce, reuse, dan recycle. Tujuan Program Komposting Rumah Tangga adalah untuk mengurangi volume sampah yang keluar dari masing-masing rumah tangga. Output program secara keseluruhan adalah terbentuknya masyarakat yang mandiri dalam mengelola sampah rumah tangga dan kelembagaan yang menjamin keberlanjutan program. Indikator keberhasilan Program Komposting Rumah Tangga adalah tingkat partisipasi peserta program dan perubahan perilaku peserta dalam mengelola sampah domestik. Program Komposting Rumah Tangga yang terdiri dari pemilahan sampah organik dengan sampah anorganik, pengomposan dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori sebagai media komposter, dan daur ulang sampah anorganik, dilaksanakan mulai bulan Juni 2008 dan masih berjalan hingga saat ini di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah, RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Stakeholders yang terlibat dalam implementasi Program Komposting Rumah Tangga adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kelompok Kerja RW Hijau, Kader Lingkungan, dan warga RW 14 sebagai sasaran program. Implementasi Program Komposting Rumah Tangga meliputi tahapan sosialisasi dan penyepakatan di tingkat RW dan RT, pelatihan tim kerja RW Hijau, fasilitasi perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga, aksi informasi, monitoring dan evaluasi. Hingga saat ini implementasi Program Komposting Rumah Tangga masih sampai pada tahap pelaksanaan saja, belum sampai pada tahapan monitoring dan evaluasi program yang seharusnya dilakukuan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku penanggungjawab program.

65 BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan, serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga dianalisis melalui tahapan partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal, serta hubungannya dengan perubahan perilaku peserta program dalam mengelola sampah domestik. 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar individu. Baik faktor internal maupun faktor eksternal diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program. Melalui pengujian hipotesis dengan mengkorelasikan tingkat partisipasi peserta program dengan faktor-faktor internal maupun eksternal, sehingga dapat dilihat keeratan hubungan antara variabel-variabel yang termasuk dalam faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi peserta program. Tabel 5 menunjukkan secara ringkas mengenai jumlah dan persentase faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi responden di RW 14, Perumahan Griya Pancoran Mas Indah, Kota Depok. Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 5. sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) usia dewasa dengan rata-rata tingkat pendidikan tinggi. Rata-rata lama tinggal responden di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah yaitu enam sampai dengan 11 tahun dengan status tempat tinggal adalah rumah sendiri. Responden cenderung sering menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan mengenai Program Komposting Rumah Tangga. Luas

66 halaman responden tergolong sempit, namun kondisi lingkungan rumah seluruh responden adalah bersih. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Faktor Variabel Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Muda 6 7,8 Usia Dewasa 67 87,0 Tua 4 5,2 Tingkat Rendah 5 6,5 pendidikan Tinggi 72 93,5 PNS 11 14,3 Jenis pekerjaan Pegawai Swasta 17 22,1 Wiraswasta 11 14,3 Lainnya 38 49,4 Rendah 5 6,5 Internal Tingkat Sedang 16 20,8 pendapatan Tinggi 20 26,0 Tidak berpenghasilan 36 46,8 Tidak bekerja 39 50,6 Lama kerja Tidak sibuk 5 6,5 Sibuk 33 42,9 Lama tinggal Baru 30 39,0 Lama 47 61,0 Rumah sendiri 74 96,1 Status tempat Sewa/kontrak/kos 2 2,6 tinggal Menumpang 1 1,3 Tidak punya halaman 12 15,6 Luas halaman Sempit 56 72,7 Luas 9 11,7 Eksternal Kondisi Kotor 0 0 lingkungan rumah Bersih Frekuensi hadir Sering 48 62,3 bimbingan dan Jarang 6 7,8 penyuluhan Tidak menjawab 23 29, Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Faktor internal yang meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, lama kerja, lama tinggal, dan status tempat tinggal serta korelasi antara kedua jenis faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga.

67 Usia Usia merupakan satuan umur responden dalam tahun yang dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. Usia terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan Teori Hurlock, yakni usia muda (kurang dari 30 tahun), usia dewasa (antara 30 sampai dengan 50 tahun), dan usia tua (lebih dari 50 tahun). Hasil pengolahan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi paling tinggi adalah 66,7 persen responden usia muda, sedangkan paling rendah adalah 75 persen responden usia tua. Tabel 6. Persentase Responden Menurut Kategori Usia dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Muda 33,3 66,7 Usia Dewasa 37,3 62,7 Tua Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,130 artinya antara usia dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin tua usia responden, maka tingkat partisipasinya semakin rendah. Hal berkaitan dengan tingkat pemahaman responden terhadap program, semakin tua usia responden, maka tingkat pemahaman terhadap program semakin berkurang, artinya, responden dengan usia tua sulit menerima dan memahami program dikarenakan faktor usia, sehingga hal ini berpengaruh terhadap tingkat partisipasi dalam program cenderung rendah. Namun, semakin muda usia responden, maka tingkat pemahaman terhadap program menjadi semakin tinggi, artinya usia muda lebih mudah menerima dan memahami program dibandingkan dengan usia tua, sehingga tingkat partisipasi dalam program cenderung tinggi. Hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 6 hanya berlaku bagi responden dan tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden. Berdasarkan hasil pengolahan data, tingkat pendidikan

68 dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Tingkat pendidikan kategori rendah adalah responden yang tidak sekolah, tamat SD, dan tamat SMP. Responden yang tergolong kategori berpendidikan tinggi adalah responden yang tamat SMA, Diploma (D1, D2, D3) dan Sarjana atau Pascasarjana. Tabel 7 menujukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 62,5 persen responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sedangkan 60 persen responden tingkat pendidikan rendah, tingkat partisipasin cenderung rendah. Tabel 7. Variabel Tingkat Pendidikan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi di RW14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Kategori (%) Rendah Tinggi Rendah 33,3 66,7 Tinggi 37,3 62,7 Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,114 artinya antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Apabila semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin luas pengetahuan sehingga memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan, kemudian hal ini berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam program pengelolaan sampah rumah tangga. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 7 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Jenis Pekerjaan Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 76,5 persen responden yang termasuk dalam kategori lainnya, yaitu ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga memiliki lebih banyak waktu luang untuk berpartisipasi dalam program, sedangkan 63,6 persen responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta memiliki tingkat partisipasi terendah dikarenakan waktu kerja mereka lebih lama (sibuk).

69 Tabel 8. Variabel Jenis Pekerjaan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Kategori (%) Rendah Tinggi Swasta 63,6 36,4 Ibu Rumah Tangga 23,5 76,5 Wiraswata 36,4 63,6 PNS 39,5 60,5 Hasil uji koreasi Chi-Square (Lampiran 7) didapatkan nilai x 2 hitung lebih kecil daripada x 2 tabel (0,053< 6,251), sehingga H 0 diterima, jadi tidak hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan dengan rendah atau tingginya tingkat partisipasi responden dalam program. Teori Angell (1967) seperti dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa individu yang bekerja cenderung berpartisipasi dalam program, namun dalam penelitian ini tingkat partisipasi ibu rumah tangga (tidak bekerja) cenderung tinggi, daripada pegawai swasta, PNS, atau wiraswasta yang memilik pekerjaan tetap, sehingga tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah yang dihasilkan per bulan atau pendapatan bersih dari hasil bersih yang diterima sesuai dengan mata pencaharian responden setiap bulan ditambah dengan pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha lainnya. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi rendah (pendapatan kurang dari Rp ), sedang (pendapatan antara Rp sampai dengan Rp ), dan tinggi (pendapatan lebih dari Rp ). Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 81,25 persen responden yang tidak memiliki pendapatan, dalam hal ini adalah ibu rumah tangga, sedangkan tingkat partisipasi terendah adalah 35 persen responden dengan tingkat pendapatan tinggi.

70 Tabel 9. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi Di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Tingkat Pendapatan Tidak ada 18,75 81,25 Rendah 38,9 61,1 Sedang Tinggi Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,038, artinya antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin rendah tingkat pendapatan responden, maka semakin tinggi partisipasi responden dalam program. Angell (1967) seperti yang dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi penghasilan makin banyak partisipasi yang diberikan, sebab jika seseorang tak dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya cenderung untuk tidak berpartisipasi. Namun, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa semakin tidak berpenghasilan (tidak bekerja) maka kontribusi waktu lebih banyak, sehingga tingkat partisipasi lebih tinggi daripada responden yang memiliki pendapatan tinggi dengan kontribusi waktu lebih sedikit sehingga tingkat partisipasi dalam program cenderung rendah. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 9 tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Lama Kerja Lama kerja dalam penelitian ini didefinisikan sebagai rata-rata total waktu bekeja responden dalam satuan jam per hari. Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 61,5 persen responden yang tidak bekerja yakni ibu rumah tangga, sedangkan responden yang paling rendah tingkat partisipasinya adalah 60,6 persen responden yang sibuk bekerja.

71 Tabel 10. Persentase Responden Menurut Lama Kerja dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Tidak bekerja 38,5 61,5 Lama kerja Tidak sibuk Sibuk 60,6 39,3 Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,009, artinya antara lama kerja dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin rendah lama kerja responden, maka semakin tinggi tingkat partisipasi responden. Responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) memiliki curahan waktu luang lebih besar daripada responden waktu kerjanya lebih lama (kategori sibuk). Hal ini berpengaruh terhadap tingkat partisipasi responden terhadap program dimana responden yang memiliki curahan waktu luang lebih banyak dapat lebih sering berpartisipasi dalam program daripada responden yang curahan waktu luangnya sedikit. Hubungan antara lama kerja dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 10 tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Lama Tinggal Lama tinggal adalah satuan tahun lama tinggal responden di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah sejak perumahan tersebut dibangun yakni rentang waktu antara tahun 1998 hingga saat ini (tahun 2009). Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 63,8 persen responden yang sudah lama menetap di lokasi penelitian yakni enam sampai dengan 11 tahun, sedangkan tingkat partisipasi 43,3 persen responden yang baru menetap nol sampai dengan lima tahun adalah yang paling rendah. Tabel 11. Persentase Responden Menurut Lama Tinggal dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Lama Tinggal Baru 43,3 56,7 Lama 36, 2 63,8

72 Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,072, artinya antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin lama responden tinggal di suatu wilayah, maka semakin besar pula rasa memiliki dan perasaan bahwa dirinya (responden) sebagai bagian dari lingkungan tempat tinggalnya serta kuatnya keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dimana ia tinggal sehingga tingkat partisipasi juga semakin tinggi. Hubungan antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 11 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Status Tempat Tinggal Status kepemilikan tempat tinggal didefinisikan sebagai status kepemilikan rumah yang ditinggali oleh responden. Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 62,2 persen responden dengan status tempat tinggal rumah sendiri, sedangkan yang paling rendah tingkat partisipasinya adalah 100 persen responden yang status tempat tinggalnya menumpang. Artinya semakin tidak memiliki rumah sendiri, maka tingkat partisipasinya semakin rendah dan sebaliknya semakin memiliki rumah sendiri maka tingkat partisipasinya semakin tinggi. Namun, berdasarkan hasil uji koreasi Chi-Square didapatkan nilai x 2 hitung lebih kecil daripada x 2 tabel (0,053< 4,605) sehingga H 0 diterima, jadi tidak hubungan antara status tempat tinggal dengan tingkat partisipasi responden. Tabel 12. Persentase Responden Menurut Status Tempat Tinggal dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Status tempat tinggal Rumah Dinas 0 0 Rumah sendiri 37,8 62,2 Sewa/kontrak/kos Menumpang Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Faktor eksternal yang meliputi luas halaman, kondisi lingkungan rumah, dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan, beserta hubungan korelasi antara

73 kedua jenis faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga Luas Halaman Luas halaman didefinisikan sebagai satuan meter persegi halaman rumah yang dikategorikan menjadi sempit (0-49 m 2 ) dan luas ( m 2 ). Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tinggi adalah 64,3 persen responden yang memiliki halaman luas ( m 2 ), sedangkan tingkat partisipasi terendah terdapat pada 50 persen responden yang tidak memiliki halaman rumah. Tabel 13. Persentase Responden Menurut Luas halaman dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Sempit 44,4 55,6 Luas halaman Luas 35,7 64,3 Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,044, artinya antara luas halaman dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya semakin luas halaman rumah responden, maka tingkat partisipasinya semakin tinggi. Responden yang memiliki halaman lebih luas maka memiliki tempat yang lebih luas untuk menerapkan pelaksanaan program, karena pengolahan sampah rumah tangga baik dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori memerlukan lahan. Responden yang tidak memiliki halaman rumah, maka berpotensi untuk tidak melaksanakan kegiatan karena tidak tersedianya lahan untuk mengolah sampah rumah tangga dengan metode tersebut. Hubungan antara luas halaman dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 13 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14) Keadaan Lingkungan Rumah Keadaan lingkungan rumah meliputi kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal dengan indikator tempat sampah, kondisi sampah, saluran air atau got, kondisi halaman rumah, jarak WC ke septic tank, dan kondisi air. Tabel 14 menunjukkan bahwa keadaan lingkungan rumah 100 persen responden adalah bersih dan 61,1 persen responden berpartisipasi aktif dalam

74 program artinya sebagian besar responden tingkat partisipasinya tinggi terhadap program. Variabel keadaan lingkungan rumah tidak dapat dikorelasikan dengan tingkat partisipasi melalui uji korelasi Spearman dikarenakan adanya keseragaman data (100 persen responden keadaan lingkungan rumahnya bersih). Artinya, tidak ada hubungan antara keadaan lingkungan rumah dengan tingkat partisipasi peserta program, sehingga data primer dalam Tabel 14 cukup dijabarkan secara deskriptif saja. Tabel 14. Persentase Responden Menurut Keadaan Lingkungan Rumah dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Keadaan lingkungan rumah Bersih 38,9 61,1 Kotor Frekuensi Hadir Bimbingan dan Penyuluhan Frekuensi hadir dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan dikategorikan menjadi dua yaitu jarang dan sering. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 68,9 persen responden yang sering hadir kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sedangkan 63,2 persen responden yang jarang menghadiri bimbingan dan penyuluhan tingkat partisipasinnya cenderung rendah. Tabel 15. Persentase Responden Menurut Frekuensi Hadir Bimbingan Penyuluhan dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan Jarang 63,2 36,8 Sering 31,1 68,9 Hasil uji Spearman diperoleh nilai +0,284 artinya antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin sering hadir dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan, maka tingkat partisipasi responden semakin tinggi. Responden yang sering menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan maka pengetahuan dan pemahaman terhadap program bertambah, sehingga cenderung berpartisipasi aktif

75 dalam program. Namun, responden yang jarang menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan maka pengetahuan serta pemahaman terhadap program berkurang, sehingga cenderung tidak berpartisipasi aktif dalam program. Hubungan antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 15 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14). 6.2 Tahapan Partisipasi Menurut Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Pratiwi (2009), partisipasi terbagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap pengambilan keputusan (perencanaan), pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Namun, pembahasan mengenai tingkat partisipasi rumah tangga dalam program fokus pada tahapan perencanaan, pelaksanaa, dan menikmati hasil, sedangkan tahapan evaluasi tidak dibahas dalam bab ini karena belum ada evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, sehingga dapat dipastikan warga tidak berpartisipasi dalam tahapan evaluasi program. Berikut analisis tingkat partisipasi rumah tangga dalam Program Komposting Rumah Tangga berdasarkan tahapan partisipasinya Tahap Pengambilan Keputusan (Perencanaan) Program Komposting Rumah Tangga merupakan program yang bersifat top down dan termasuk salah satu program pengelolaan sampah Kota Depok yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Artinya, dalam menyusun dan merencanakan program tidak melibatkan warga RW 14. Hal ini menunjukkan perencanaan program tidak partisipatif karena Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku perencana dan penanggungjawab program sekaligus pengambil keputusan tidak melibatkan warga RW 14 yang merupakan sasaran dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga. Salah satu tujuan Program Komposting Rumah Tangga adalah terbentuknya kelembagaan sebagai penjamin keberlanjutan program di RW 14. Oleh karena itu, warga RW 14 berinisiatif untuk membentuk kelembagaan RW Hijau dan kader lingkungan guna mensukseskan Program Komposting Rumah

76 Tangga. Perencanaan pembentukan kelembagaan RW Hijau dan kader lingkungan melibatkan warga RW 14 karena perencanaan kelembagaan RW Hijau murni atas dasar inisiatif warga. Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 77 responden hanya 32,5 persen responden yang terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau, sedangkan 67,5 persen responden tidak terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau. Responden yang terlibat hanya pengurus RW dan RT, pengurus PKK RW dan RT, serta beberapa tokoh masyarakat. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden yang terlibat dalam Pembentukan Kelembagaan RW Hijau di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Terlibat 25 32,5 Tidak terlibat 52 67,5 Total Bentuk keterlibatan responden dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau pun beragam. Berdasarkan hasil wawancara wujud keterlibatan responden dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau dapat dikategorikan sebagai berikut: menghadiri rapat atau pertemuan, memberikan ide atau gagasan, dan menyediakan tempat. Sebagian besar responden menghadiri rapat atau pertemuan yang diadakan oleh pengurus RW 14 dan hanya sedikit diantara mereka yang memberikan ide atau gagasan dalam perencanaan program, namun ada juga responden yang menyediakan tempat (rumahnya) untuk pertemuan Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam program pembangunan yang diwujudkan secara nyata melalui partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. Partisipasi rumah tangga dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga merupakan salah satu indikator keberhasilan program. Hasil pengolahan data dalam Tabel 17. menunjukkan bahwa 83,1 persen responden bersedia berpartisipasi dalam pelaksanaan program, sedangkan16,9 persen responden tidak bersedia melaksanakan program.

77 Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden yang Ikut Pelaksanaan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Ikut (melaksanakan program) 64 83,1 Tidak ikut (tidak melaksanakan program) 13 16,9 Total Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi partisipasi responden dalam program dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: kesadaran menjaga lingkungan, ajakan teman, saudara atau tetangga, dan sekedar ikut saja. Sebagian besar responden berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena kesadaran menjaga lingkungan, mengingat keprihatinan mereka akan kondisi lingkungan terutama masalah persampahan di Kota Depok dan predikat Kota Depok sebagai Kota Metropolitan Terkotor pada penilaian Adipura tahun Namun, ada juga responden yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena ajakan teman, saudara, atau tetangga, artinya mereka dapat dikatakan memiliki kesadaran yang rendah sehingga perlu dimotivasi oleh lingkungan sekitar agar bersedia mengikuti program. Responden yang sekedar ikut saja ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program dapat dikatakan kurang memiliki kesadaran terhadap lingkungan karena mereka melaksanakan program karena mengikuti tren semata. Artinya, apabila mereka tidak ikut program maka dianggap tidak gaul dan berpotensi dijauhi oleh warga lain, berikut petikan wawancara dengan salah satu responden, Ibu NP: Saya sih mbak cuman sekedar ikut saja, yahh,,bisa dibilang ikut-ikutan ajalah. Kalau nggak ikut ntar dicap nggak gaul dong, bisa-bisa dijauhin sama warga yang lain.. Responden yang tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga sejumlah 13 orang. Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi responden tidak partisipasi dalam program dikategorikan menjadi tiga, yaitu: sibuk kerja, kurang sosialisasi program, dan memang tidak berminat mengikuti program ini. Alasan utama responden tidak berpartisipasi dalam program adalah karena sibuk kerja. Pekerjaan di kantor yang cukup padat dan menyita waktu tidak memungkinkan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam program, hal ini biasanya terjadi pada

78 rumah tangga dimana suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga tidak jarang pembantu rumah tangga yang diminta untuk mengikuti program. Responden lain merasa kurang adanya sosialisasi program karena sosialisasi program hanya dilaksanakan satu kali yakni ketika acara pelatihan mengenai program dan hanya diperuntukkan bagi pengurus RW, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan, sehingga mereka tidak sepenuhnya memahami tujuan dan manfaat program. Namun ternyata ada juga responden yang memang benar-benar tidak berminat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena program dianggap terlalu merepotkan dan sulit untuk diterapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memang tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Responden yang berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga ini memiliki peranan yang berbeda, yakni sebagian besar responden berperan sebagai partisipan saja, artinya mereka hanya melaksanakan kegiatankegiatan yang ada dalam program tanpa terlibat proses perencanaan ataupun sosialisasinya. Responden ada juga yang berperan sebagai kader lingkungan dan pengurus RT atau RW dimana mereka terlibat mulai perencanaan, sosialisasi, hingga pelaksanaan program, hal inilah yang membedakan peran mereka dengan partisipan saja. Program yang telah dilaksanakan sejak akhir bulan Juni 2008 ini mendapat respon positif dari warga RW 14. Pokja RW Hijau beserta kader lingkungan bahumembahu melatih dan memantau pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga. Pokja RW Hijau yang dimotori oleh Bapak Maman (Ketua Pokja sekaligus Ketua RT 05) bersama para anggota Pokja lainnya rutin mendatangi setiap RT untuk membantu warga mengebor tanah, baik tanah yang terdapat di halaman rumah maupun di sepanjang saluran air atau got untuk membuat lubang resapan Biopori. Pokja RW Hijau berkoordinasi dengan para kader lingkungan mengumpulkan sampah anorganik, yang terdiri dari sampah kemasan, botol, kaleng, kardus, kertas, kantong plastik dan barang-barang lain yang terbuang namun masih memiliki nilai ekonomis atau nilai jual dari para warga untuk ditampung di pos yang terdapat di masing-masing RT. Sampah yang telah

79 dikumpulkan di pos dipilah sesuai jenisnya dapat didaur-ulang menjadi kerajinan tangan atau dijual ke lapak kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam kas RW Hijau dan kas masing-masing RT. Kader lingkungan juga memiliki andil besar dalam pelaksanaan program. Ibu Kusmedi salah satu kader RT 03 yang sudah setahun ditunjuk menjadi kader oleh RW setempat dikarenakan beliau aktif di berbagai kegiatan RT. Ibu Kusmedi juga kreatif dalam hal mendaur ulang sampah, seperti mengubah potongan sedotan bekas air mineral gelas menjadi sebuah anyaman yang dapat dirajut menjadi beragam kerajinan diantaranya taplak meja, tas, dompet, kotak tisu, sarung handphone, dan sebagainya. Hasil kreasi dari potongan sedotan air mineral gelas yang telah dihasilkan pun telah tampil di beberapa pameran di Kota Depok dan memiliki nilai jual yang tidak kalah dengan produk olahan sampah yang terlebih dahulu ada di pasaran. Ketika ditanya tentang alasan kesediaan beliau menjadi kader, berikut jawaban Ibu KS: Saya bersedia menjadi kader karena dapat menyalurkan kreativitas saya miliki yakni membuat kreasi dari sampah terutama yang anorganik dan saya berharap yang lain juga terinspirasi dan tertarik untuk melakukan hal yang sama, saya siap kok berbagi ilmu! Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibu AT: Saya menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW dan saya bersedia karena sudah setahun ini saya resign dari kantor dan menjadi ibu rumah tangga, jadi punya banyak waktu luang untuk aktif di kegiatan lingkungan RW dan RT. Berdasarkan pernyataan kedua narasumber dapat disimpulkan bahwa kesediaan menjadi kader karena ditunjuk oleh RW atau RT setempat dengan mempertimbangkan keaktifan dan ketersediaan waktu para kader untuk kegiatan di lingkungan RW dan RT. Program Komposting Rumah Tangga telah berjalan lebih dari setahun. Program yang terdiri dari pengomposan dengan Keranjang Takakura, Biopori, pemilahan sampah, dan daur ulang sampah anorganik ini ternyata mendapat respon yang berbeda dari masing-masing responden. Tabel 18 menunjukkan bahwa pemilahan sampah merupakan kegiatan yang atau paling disukai oleh 37 responden (48,1 persen), artinya program ini mendapatkan respon yang paling

80 positif dari warga karena paling mudah dilakukan. Pengomposan dengan Keranjang Takakura disukai sejumlah 18 responden (23,4 persen), karena membutuhkan lebih banyak waktu dan kesabaran dalam pengerjaannya. Daur ulang sampah anorganik juga disukai oleh delapan responden (10,4 persen), sedangkan untuk Biopori disukai oleh tiga responden (3,9 persen). Responden yang menyukai kegiatan daur ulang sampah anorganik untuk dijadikan kerajinan tangan mengalami kendala yakni keterbatasan ketrampilan (dalam hal menjahit), tenaga ahli, dan alat (mesin jahit), sehingga mereka kurang dapat menghasilkan kerajinan tangan berbahan dasar sampah yang memiliki nilai jual. Biopori adalah kegiatan yang paling sedikit disukai oleh responden, karena tidak semua responden memiliki lahan (tanah) untuk diberi lubang Biopori, selain itu alat bor Biopori juga terbatas, jadi apabila ingin membuat lubang Biopori harus melapor terlebih dahulu ke Pokja RW Hijau untuk meminjam alat bor atau minta dibuatkan lubang Biopori. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kegiatan yang Paling Disukai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Pemilahan sampah 37 48,1 Takakura 18 23,4 Daur ulang sampah anorganik 8 10,4 Biopori 3 3,9 Tidak menjawab 11 14,3 Total Tahap Menikmati Hasil Tingkat partisipasi peserta program dalam perencanaan, sosialisasi, dan pelaksanaan progam dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan program dengan melihat warga RW 14 sebagai subjek atau sasaran program pembangunan. Semakin besar manfaat yang dirasakan dari proyek, maka proyek tersebut berhasil mengenai sasaran atau tepat sasaran. Tabel 19 menunjukkan bahwa 69 responden (89,6 persen) menyatakan bahwa Program Komposting Rumah Tangga ini membawa manfaat, sedangkan delapan responden (10,4 persen) menyatakan bahwa program ini tidak bermanfaat.

81 Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden tentang Manfaat Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Program bermanfaat 69 89,6 Program tidak bermanfaat 8 10,4 Total Responden yang menyatakan bahwa program ini bermanfaat merasakan manfaat yang berbeda-beda dari program ini. Berdasarkan hasil wawancara, manfaat yang dirasakan oleh responden dapat dikategorikan menjadi empat. Pertama, lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih bersih, asri, dan nyaman. Hal ini merupakan manfaat yang secara umum dirasakan oleh masyarakat, karena apabila masing-masing peserta program melakukan pengelolaan sampah mulai tingkat rumah tangga dengan melaksanakan Program Komposting Rumah Tangga, maka sampah atau buangan yang dihasilkan juga dapat diminimalisir, sehingga otomatis lingkungan menjadi bersih, asri, dan nyaman. Kedua, berkurangnya jumlah sampah yang dibuang karena sampah telah dikelola terlebih dahulu di tingkat rumah tangga, sehingga sampah yang dibuang adalah sampah sisa yang sudah tidak dapat diolah kembali. Ketiga, program ini memperkaya ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dengan metode Takakura, Biopori atau daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan karena pengetahuan akan hal tersebut baru bagi para responden, sehingga program ini bermanfaat menambah pengetahuan. Semakin meningkatnya pengetahuan responden, maka harapannya dapat diikuti dengan perubahan sikap dan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik. Keempat, program ini juga bermanfaat mengurangi biaya pembelian pupuk, karena pupuk dapat diperoleh tanpa perlu mengeluarkan biaya dari hasil pengomposan sampah organik baik dengan Keranjang Takakura maupun lubang resapan Biopori. Setiap metode pengolahan sampah rumah tangga yang terdapat dalam Program Komposting Rumah Tangga memiliki manfaat masing-masing. Berikut diuraikan mengenai manfaat yang dirasakan responden terhadap metode pengolahan sampah dengan cara pemilahan sampah organik dan anorganik,

82 pengomposan dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori, serta daur ulang sampah anorganik: 1) Pemilahan sampah organik dan anorganik Warga dapat mengolah sampah dibedakan sesuai jenis sampahnya, selain itu warga dapat membedakan mana yang termasuk bahan sampah organik dan anorganik. Berikut pernyataan salah satu responden mengenai manfaat pemilahan sampah, Ibu LD: Sebelum ada program ini saya kalau buang sampah langsung dibuang begitu saja ke tempat sampah depan rumah, nggak pernah dipilah terlebih dahulu. Tapi setelah adanya program ini saya jadi tahu bahwa sampah itu harus dipilah terlebih dahulu sebelum diolah atau dibuang ke tempat sampah. Saya bisa membedakan mana sampah organik dan mana yang anorganik, jadi sekarang kalau mau buang sampah dipilah dulu mbak. Merujuk pada pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan pemilahan sampah memiliki manfaat yang besar dalam hal mengubah pengetahuan responden mengenai pemilahan sampah. 2) Keranjang Takakura Metode ini dicetuskan oleh peneliti asal Jepang, yakni Koji Takakura dengan memanfaatkan sampah berbahan dasar organik seperti dedaunan untuk diolah bersama tanah dan kompos jadi sebagai starter-nya menjadi kompos dengan menggunakan media keranjang tertutup (Lampiran 11). Pengolahannya terkesan rumit tetapi metode ini cukup sederhana dilakukan guna meminimalisir sampah rumah tangga terutama sampah dapur. Berikut pernyataan Ibu AT mengenai manfaat yang dirasakan dari pengomposan menggunakan Keranjang Takakura: Kalau habis masak biasanya kan banyak sisa sayur yang dedaunan, daripada dibuang kan sayang, lebih baik dibikin kompos. Sayurnya dipotong kecil-kecil dulu baru dimasukin ke keranjang trus diaduk deh biar kompos sama tanahnya nyampur. Biasanya sih kalo bagus sebulan sudah jadi kompos. Lumayan lho, kompos jadinya dipakai sendiri untuk pupuk tanaman hias jadi tidak perlu beli. Berdasarkan pernyataan diatas, keranjang Takakura juga bermanfaat untuk mengubah sampah organik menjadi kompos siap pakai, sehingga warga tidak perlu lagi membeli kompos karena dapat membuatnya sendiri dengan Takakura.

83 3) Lubang resapan Biopori Salah satu manfaat yang dirasakan responden dengan lubang resapan Biopori yakni lubang resapan Biopori dapat dimanfaatkan sebagai daerah resapan air maupun komposter khususnya sampah organik. Berikut pernyataan Bapak MN mengenai lubang resapan Biopori: Lubang Biopori itu tidak hanya untuk resapan air, sampah basi seperti tulang ikan atau ayam, pokoknya yang hewani dapat dimasukkan ke dalam lubang Biopori ini dan tidak berbau karena lubang ditutup dengan pot tanamn atau paving block. Sampah basi yang dibuang ke dalam lubang nantinya juga terurai sama tanah, daripada dibuang ke tong sampah bikin bau dan diacak-acak pemulung! Pernyataan Bapak MN ini juga didukung oleh pernyataan Bapak ID: Saya kalo buang sampah basi ya di lubang Biopori, tuh ada beberapa lubang yang tertutup paving block (sembari menunjukkan beberapa lubang Biopori) dan tidak berbau. Liat aja tuh tanah yang tertutup paving block jadi agak tidak rata karena dibor untuk Biopori (sembari menunjuk ke arah halaman rumah yang memang agak bergelombang). Saya juga memanfaatkan lubang Biopori untuk aliran buangan air AC, karena kebetulan lubangnya dekat dengan aliran pembuangan, jadi daripada meluber lebih baik dialirkan ke lubang resapan Biopori. Berdasarkan pernyataan Bapak MN dan ID dapat ditarik benang merah mengenai manfaat lubang resapan Biopori, yakni selain sebagai lubang resapan air, lubang Biopori juga dimanfaatkan sebagai media komposter untuk menampung sampah basi seperti tulang ikan atau daging (sampah organik yang berbahan dasar hewani) agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, dan dapat digunakan sebagai aliran buangan air AC dengan catatan lokasi lubang Biopori berdekatan dengan saluran pembuangan air AC. Hasil pengolahan data dalam Tabel 20 menunjukkan bahwa menurut 88,3 persen responden, program masih berlanjut hingga saat ini, sedangkan 11,7 persen responden menyatakan bahwa program ini tidak berlanjut.

84 Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden tentang Keberlanjutan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Program berlanjut 68 88,3 Program tidak berlanjut 9 11,7 Total Tabel 21 menunjukkan bahwa dari hanya 70,1 persen responden yang masih melaksanakan program hingga saat ini, sedangkan 29,9 persen responden tidak melanjutkan pelaksanaan program. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden yang masih Melaksanakan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Masih melaksanakan prorgam 54 70,1 Tidak melanjutkan pelaksanaan program 23 29,9 Total Ketidakberlanjutan program ataupun ketidakberlanjutan responden dalam melaksanakan program dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Berdasarkan hasil wawancara, alasan ketidakberlanjutan program dikategorikan menjadi empat. Pertama, program menyita waktu karena responden sibuk bekerja, sehingga tidak ada waktu untuk melanjutkan pelaksanaan program. Kedua, program tidak dimonitor oleh penanggungjawab program, sehingga mereka malas melanjutkannya. Selama program berlangsung belum pernah ada pihak dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang datang untuk melakukan monitoring ataupun evaluasi terhadap program. Ketiga, responden merasa bosan dengan rangkaian kegiatan yang ada dalam program karena terlalu monoton, sehingga perlu dilakukan penyuluhan kembali mengenai program oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Selama ini warga hanya dituntut untuk melaksanakan program tanpa mendapatkan perhatian dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Keempat, program ini hanya proyek yang bersifat sementara karena hingga saat ini belum ada pihak dari pemerintah Kota Depok ataupun Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang meninjau pelaksanaan program, sehingga terbentuk opini bahwa program ini adalah kepentingan pemerintah kota dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan semata bukan warga yang menjadi sasaran program.

85 6.3 Hubungan antara Tingkat Rumah Tangga dengan Perubahan Perilaku Peserta Program Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Tingkat Pengetahuan Tabel 22 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan 100 persen responden tinggi. Tingkat partisipasi tinggi adalah 61 persen responden, sedangkan tingkat partisipasi rendah adalah 39 persen responden dengan tingkat pengetahuan tinggi sama tinggi. Tabel 22. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat pengetahuan Variabel Kategori (%) Tinggi Tingkat Partisipasi Rendah 39 Tinggi 61 Keseragaman input data dimana tingkat pengetahuan 100 persen responden sama tinggi menyebabkan tingkat partisipasi rumah tangga tidak dikorelasikan dengan tingkat pengetahuan responden, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pengetahuan, sehingga data primer pada Tabel 22 dijabarkan secara deskriptif tanpa perlu uji korelasi. Namun, berdasarkan hasil wawancara, 100 persen responden mengalami perubahan tingkat pengetahuan yang awalnya tidak tahu menahu tentang program dan juga pengelolaan sampah menjadi tahu, artinya terdapat perubahan tingkat pengetahuan setelah responden berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Sikap Tabel 23 menunjukkan bahwa 100 persen responden bersikap positif terhadap program. Tingkat partisipasi tinggi adalah 61 persen responden, sedangkan tingkat partisipasi rendah adalah 39 persen responden dengan sikap sama yaitu positif.

86 Tabel 23. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan Terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Sikap Variabel Kategori Positif Tingkat Partisipasi Rendah 39 Tinggi 61 Keseragaman input data dimana sikap 100 persen responden sama-sama positif menyebabkan tingkat partisipasi rumah tangga tidak dikorelasikan dengan tingkat pengetahuan responden, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pengetahuan, sehingga data primer pada Tabel 23 dijabarkan secara deskriptif tanpa perlu uji korelasi. Namun, berdasarkan hasil wawancara, 100 persen responden mengalami perubahan sikap yang awalnya cenderung bersikap negatif menjadi positif dalam menyikapi program pengelolaan sampah rumah tangga, artinya terdapat perubahan sikap setelah responden berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga Tingkat Partisipasi Rumah Tangga terhadap Tindakan Tabel 24 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi rumah tangga yang tinggi diikuti dengan tindakan yang positif yakni 93,6 persen responden, begitu pula sebaliknya, tingkat partisipasi rendah diikuti dengan tindakan yang negatif dalam merespon program yakni sebesar 13,3 persen responden. Tabel 24. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Tindakan di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Rendah Tinggi Tingkat Rendah 13,3 86,7 Partisipasi Tinggi 6,4 93,6 Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,307, artinya antara tingkat partisipasi dengan tindakan berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin tinggi tingkat partisipasi responden dalam program, maka menjadi semakin positif tindakan yang dihasilkan dalam rangka merespon program. Responden yang berpartisipasi aktif dalam program, maka pengetahuan akan program juga bertambah dan sikap terhadap program juga semakin positif, sehingga tindakan

87 yang dihasilkan juga positif, begitu pula sebaliknya, semakin rendah partisipasi responden dalam program, maka pengetahuan akan program juga berkurang dan sikap terhadap program semakin negatif sehingga tindakan yang dihasilkan pun cenderung negatif. Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tindakan nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 24 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14). Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa terdapat perubahan tindakan terhadap program pengelolaan sampah rumah tangga. 6.4 Ikhtisar Warga tidak berpartisipasi dalam perencanaan Program Komposting Rumah Tangga karena program bersifat top down, artinya perencanaan program tidak partisipatif. Namun, perencanaan pembentukan kelembagaan RW Hijau melibatkan warga, karena pembentukan kelembagaan RW Hijau atas dasar inisiatif warga.bentuk partisiapsi warga dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau adalah menghadiri rapat atau pertemuan yang diadakan oleh pengurus RW 14. Tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan adalah tinggi, hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya kesadaran peserta program dalam menjaga lingkungan, namun ada juga peserta yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena ajakan tetangga, teman atau saudara dan sekedar mengikuti tren semata. Peserta program yang tidak terlibat dalam pelaksanaan program sebagian besar dikarenakan sibuk kerja. Peran peserta Program Komposting Rumah Tangga adalah sebagai kader lingkungan, pengurus RW atau RT yang aktif dalam kegiatan sosialisasi, perencanaan, dan pelaksanaan program, namun ada juga yang berperan sebagai partisipan biasa yang hanya terlibat dalam pelaksanaan program. Pemilahan sampah sebagai bagian dari Program Komposting Rumah Tangga merupakan program yang paling diminati oleh responden karena mudah dilakukan. Tingkat partisipasi peserta dalam tahap menikmati hasil tergolong tinggi, hal ini dibuktikan dengan pernyataan sebagian besar responden yang merasakan manfaat dari Program Komposting Rumah Tangga, yaitu lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih bersih, asri, dan nyaman. Responden yang tidak melanjutkan program menjadikan sibuk kerja sebagai alasan utama.

88 Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga berhubungan dengan faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, lama kerja, lama tinggal, status tempat tinggal) dan faktor eksternal (luas halaman, kondisi lingkungan rumah, frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan). Tabel 25 mengenai korelasi antara variabel-variabel dalam faktor internal dengan tingkat partisipasi peserta program menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan lama tinggal berkorelasi positif (nyata) dengan tingkat partisipasi peserta program. Usia, tingkat pendapatan, dan lama kerja berkorelasi negatif (tidak nyata) dengan tingkat partisipasi peserta program, sedangkan variabel jenis pekerjaan dan status tempat tinggal tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program. Tabel 25. Variabel Usia Tingkat pendidikan Jenis pekerjaan Tingkat pendapatan Lama kerja Lama tinggal Status tempat tinggal Persentase dan Korelasi Responden antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Persentase (%) Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Korelasi Muda 7,8 33,3 66,7 Negatif Dewasa 87,0 37,3 62,7 dan tidak nyata Tua 5, Rendah 6, Positif Tinggi 93,5 37,5 62,5 dan nyata Pegawai swasta 14,3 63,6 36,4 Ibu rumah tangga 22,1 23,5 76,5 Tidak ada hubungan Wiraswasta 14,3 36,4 63,6 (H 0 diterima) PNS 49,3 39,5 60,5 Rendah 26 38,9 61,1 Sedang 20, Tinggi 6, Tidak berpenghasilan 46,8 18,75 81,25 Tidak bekerja 50,6 38,5 61,5 Tidak sibuk 6, Sibuk 42,9 60,6 39,3 Baru 39,0 43,3 56,7 Lama 61,0 36, 2 63,8 Rumah sendiri 96,1 37,8 62,2 Sewa/kontrak/kos 2, Menumpang 1, Rumah dinas Negatif dan tidak nyata Negatif dan tidak nyata Positif dan nyata Tidak ada hubungan (H 0 diterima) Faktor eksternal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program terdiri dari variabel luas halaman, keadaan lingkungan rumah dan

89 frekuensi hadir dalam bimbingan dan penyuluhan. Tabel 26 menunjukkan bahwa luas halaman dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan berkorelasi positif (nyata). Keadaan lingkungan rumah 100 persen responden adalah bersih artinya keadaan lingkungan rumah tidak berkorelasi dengan tingkat partisipasi rumah tangga dalam program karena keseragaman data yaitu keadaan lingkungan rumah seluruh responden adalah bersih. Tabel 26. Persentase dan Korelasi Responden Menurut Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Persentase Variabel Kategori (%) Korelasi (%) Rendah Tinggi Sempit: 0-49m 2 88,3 44,4 55,6 Nyata dan Luas halaman Luas: m 2 11,7 35,7 64,3 positif Keadaan lingkungan rumah Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan Bersih ,9 61,1 Tidak Kotor ada Jarang 62,3 63,2 36,8 Sering 7,8 31,1 68,9 Nyata dan positif Tingkat partisipasi peserta program berhubungan dengan perubahan perilaku dalam mengelola sampah rumah tangga. Perilaku dilihat melalui tiga variabel, yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden sebagai respons terhadap pelaksanaan program. Tabel 27 menunjukkan tingkat pengetahuan 100 persen responden dalam program adalah tinggi, begitu pula dengan sikap 100 persen responden adalah positif, sehingga tidak ada korelasi antara variabel tingkat pengetahuan dan sikap dengan tingkat partisipasi peserta program. Variabel tindakan memiliki hubungan yang nyata atau positif dengan tingkat partisipasi, artinya tingkat partisipasi peserta program berhubungan dengan tindakan responden. Tabel 27. Persentase dan Korelasi Perilaku dengan Tingkat Partisipasi Responden di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tingkat Partisipasi Variabel Kategori (%) Korelasi Rendah Tinggi Tingkat Pengetahuan Tinggi Tidak ada Sikap Positif Tidak ada Tindakan Positif 86,7 13,3 Negatif 93,6 6,4 Nyata dan positif

90 BAB VII EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA Evaluasi program merupakan suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematis dan objektif. Secara umum program ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang keluar dari masing-masing rumah tangga, melalui upaya pemilahan sampah organik dengan anorganik, pengomposan dengan Keranjang Takakura atau lubang resapan Biopori, dan daur ulang sampah anorganik. Evaluasi Program Komposting Rumah Tangga menggunakan Model CIPP yaitu model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, artinya konteks, masukan, proses dan hasil merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan (Musa, 2005). 7.1 Evaluasi Konteks Evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, serta tujuan proyek. Evaluasi konteks fokus pada evaluasi tujuan program, aksi, dan kesepakatan kolektif rumah tangga Tujuan Program Tabel 28 menunjukkan perbandingan antara tujuan khusus program yang dalam kerangka acuan dengan hasil yang telah dicapai. Kerangka acuan kerja tujuan pertama yakni berkurangnya sampah dari RW percontohan yang harus dibuang ke TPS. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah sampah yang dibuang ke TPS berkurang, hal ini didasarkan pada keterangan petugas pengangkut sampah dari Dinas Kebersihan Bapak HS: Biasanya saya ngambil sampah di TPS kompleks ini hari rabu atau jumat, seminggu sekali mbak, tapi semenjak jadi RW percontohan, jumlah sampahnya berkurang mbak, biasanya kan sampai numpuk-numpuk gitu. Saya juga jadi enak,

91 ngangkut sampah dari TPS ini jadi dua minggu sekali, malah pernah sebulan sekali. Berdasarkan pernyataan diatas maka terdapat kesesuaian antara tujuan dengan implementasi di lapang, artinya tujuan pertama tercapai dengan baik. Tabel 28. Perbandingan Tujuan Program Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai Evaluasi Tujuan Berkurangnya sampah dari RW percontohan yang harus dibuang ke TPS Terbangunnya modal sosial warga di RW percontohan untuk secara kolektif dan mandiri mengelola sampah di lingkungannya Terbentuknya kelembagaan di tingkat RW untuk menjamin keberlanjutan program Jumlah sampah yang dibuang ke TPS berkurang Warga mengelola sampah secara kolektif dan mandiri dimulai dari skala rumah tangga Terbentuknya kelompok kerja (Pokja) RW Hijau Kerangka acuan untuk tujuan kedua adalah terbangunnya modal sosial warga di RW percontohan untuk secara kolektif dan mandiri mengelola sampah di lingkungannya. Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan yakni warga mengelola sampah secara kolektif dan mandiri, hal ini didasarkan pada pernyataan kader yang memantau kegiatan pengelolaan sampah di masing- masing rumah tangga, Ibu DS: Semenjak ada program komposting warga jadi termotivasi untuk mengelola sampah, ya bikin kompos pakai Takakura, ngumpulin sampah kemasan yang nantinya dikumpulkan secara kolektif oleh kader untuk dijual ke lapak bahkan ada yang membuat kreasi dari sampah, serti kader di RT 3 itu lho mbak yang bikin tas, dompet, dari sedotan bekas aqua gelas. Pernyataan kader didukung dengan pernyataan responden, Ibu TY: Biasanya saya kalau ada sampah ya langsung dibuang gitu aja mbak, nggak pakai dipilah atau diolah dulu. Tapi semenjak ada program ini, setiap habis masakn kan banyak tu sampah sayurannya, ya saya masukin ke Takakura ajah biar jadi kompos, kan lumayan buat pupuk tanaman hias di halam rumah saya, jadi nggak perlu beli pupuk di luar. Saya juga suka ngumupulin sampah yang plastiknya mbak, kan lumayan kalau dijual masuk ke kas RT daripada dikasih pemulung. Pernyaataan kedua responden diatas menunjukkan bahwa tujuan kedua tercapai dengan baik.

92 Tujuan ketiga kerangka acuannya adalah terbentuknya kelembagaan di tingkat RW untuk menjamin keberlanjutan program. Tujuan ini terwujud dengan dibentuknya Kelompok Kerja (Pokja) RW Hijau yang bertugas untuk mewadahi semua kegiatan dalam program. Ketika ada surat keputusan mengenai rencana pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, maka warga berinisiatif membentuk lembaga untuk mewadahi pelaksanaan program. yang dinamakan Pokja RW Hijau. Berikut pernyataan Bapak MN selaku inisiator Pokja RW Hijau: Begitu tahu akan ada program ini, saya langsung rembug dengan RW, namun peran RW yang menjabat saat itu kurang maksimal. Jadi, saya bersama para ketua RT dan perwakilan warga inisiatif membentuk kelembaagaan ini, supaya pelaksanaan program terkoordinasi dengan baik. Kemudian kami mengajukan proposal kepada DKLH (saat itu belum berganti nama menjadi DKP) untuk melegalkan kelembagaan ini hingga akhirnya SK turun dan sayalah yang diberi amanah oleh warga untuk mengetuai Pokja RW Hijau. Berdasarkan pernyataan Bapak MN, maka tujuan ketiga tercapai dengan baik karena pembentukan Pokja RW Hijau atas dasar inisiatif warga bukan karena intervensi dari pemerintah (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) Aksi Kolektif Aksi individu sebagai bagian dari rumah tangga untuk mencapai tujuan program dibingkai dalam aksi kolektif karena aksi individu tidak akan mampu mengurangi sampah tanpa didukung oleh aksi kolektif. Tabel 29 menunjukkan perbandingan antara aksi kolektif yang terdapat dalam kerangka acuan dengan hasil yang telah dicapai. Tabel 29 menunjukkan bahwa secara garis besar hasil yang dicapai sesuai dengan kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan. Namun, pada kerangka acuan yang ketiga, hasil yang dicapai menujukkan bahwa Tidak semua rumah tangga mengelola sampah dengan Keranjang Takakura ataupun Biopori. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu untuk membuat kompos dengan Takakura atau Biopori dan keterbatasan lahan yang dimiliki untuk membuat lubang resapan Biopori. Hal ini didukung oleh pernyataan responden, Ibu SP sebagai berikut:

93 Saya dan suami kan sama-sama kerja mbak, jadi nggak ada waktu untuk ngolah sampah gitu, apalagi bikin kompos, sibuk banget apalagi nggak ada pembantu! Akhirnya sampah langsung dibuang gitu ajah nggak dipilah dulu, habisnya mau gimana lagi mbak. Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan responden di RT 05 (Ibu AF) yang tidak memiliki lahan untuk Biopori: Saya kan nggak punya halaman rumah mbak,jadi mau bikin lubang Biopori dimana kan nggak ada lahannya. Tapi biasanya Pak RT suka bikin lubang Biopori di sepanjang jalan kompleks khususnya di RT ini mbak. Berdasarkan kedua pernyataan responden, maka hasil yang dicapai dari aksi kolektif kerangka acuan ketiga kurang maksimal, karena tidak semua rumah tangga mengelola sampah dengan Keranjang Takakura atau Biopori. Tabel 29. Perbandingan Aksi Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Hasil yang Dicapai Kerangka Acuan Evaluasi Aksi Kolektif Tiap rumah tangga membuang sampah di tempat sampah di rumahnnya masing-masing Tiap rumah tangga berupaya mengurangi sampah yang keluar dari persil lahannya masingmasing Tiap rumah tangga mengelola sampah organik di rumahnya masing-masing dengan Keranjang Takakura dan komposter resapan Biopori Tiap rumah tangga mengumpulkan sampah anorganik yang masih dapat dijual dan menjualnya secara kolektif ke lapak Tiap rumah tangga membuang sampah sisa untuk diangkut oleh gerobak pengangkut sampah Sampah sisa dibuang ke tempat sampah yang terletak di depan rumah masing-masing rumah tangga Sebagian besar rumah tangga sudah berusaha meminimalisir sampah domestik Tidak semua rumah tangga mengelola sampah dengan Keranjang Takakura ataupun Biopori Hampir setiap rumah tangga mengumpulkan sampah anorganik yang dapat dijual Rumah tangga membuang sampah sisa ke bak sampah yang terletak di depan rumah Kesepakatan Kolektif Aksi kolektif dilakukan melalui kesepakatan kolektif komunitas di tingkat lokal tentang bagaimana pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga.

94 Tabel 30 menunjukkan perbandingan antara kesepakatan kolektif menurut kerangka acuan dengan hasil yang dicapai. Kesepakatan pertama mengenai pengangkutan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan dengan gerobak pengangkut sampah terpilah yang dikoordinir RT atau RW berjalan dengan baik. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pengurus RT mengkoordinir pengangkutan sampah melalui petugas kebersihan yang bertugas untuk mengangkut sampah dari masing-masing rumah tangga dengan gerobak sampah terpilah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu petugas kebersihan yang mengangkut sampah di RT 03 dan RT 05: Saya ngangkut sampah di dua RT mbak, RT 03 dan 05. Temen saya juga sama, tapi ada yang megang tiga RT. Petugas kebersihan diurusin sama masing-masing RT, termasuk gaji petugas. Kalau darimana uang gajinya saya kurang tahu mbak, mungkin dari iuran warga di RT yang sampahnya kita ambilin rutin setiap pagi. Berdasarkan pernyataan petugas kebersihan diatas maka hasil yang dicapai oleh kesepakatan pertama sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Kesepakatan kedua mengenai pemanfaatan kompos hasil pengomposan sampah organik secara kolektif tidak tercapai karena hasil pengomposan sampah dimanfaatkan sendiri oleh rumah tangga, belum ada yang mengumpulkan kompos untuk dikelola secara kolektif. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu responden dari RT 01: Kompos dari Takakura kalau sudah jadi saya pakai sendiri mbak untuk pupuk tanaman hias saya. Sampai saat ini belum ada kader atau Pokja yang mengumpulkan kompos untuk dikelola secara kolektif, jadi ya dipakai sendiri, lumayan kan mbak ngurangin biaya pembelian pupuk. Berdasarkan pernyataan responden RT 01, maka hasil dari kesepakatan kedua tidak tercapai, karena hasil yang dicapai tidak sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Kesepakatan ketiga dan keempat mengenai dana hasil penjualan sampah anorganik secara kolektif dan besar iuran sampah yang harus dibayar tercapai dengan baik yaitu uang hasil penjualan sampah masuk ke kas masing-masing RT dan iuran yang dibayar oleh warga tiap bulan meliputi iuran kebersihan dan

95 keamanan masing-masing RT yakni rata-rata Rp setiap bulannya. Hal ini didasarkan pada pernyataan salah satu kader RT 03 (Ibu NS): Sampah yang dijual ke lapak, uangnya masuk ke kas RT mbak, kalau iuran per bulan yang Rp itu biasanya juga kader yang narikin ke warga, tapi ada juga sih warga yang inisiatif bayar tanpa perlu ditagih. Laporan keuangan hasil penjualan sampah dan iuran juga ada per bulannya, nanti baru dilaporkan ke RT dan warga biasanya saat arisan, biar transparan gitu, jadi warga nggak curiga dan tahu dikemanakan uangnya. Pernyataan kader RT 03 menunjukkan bahwa hasil yang dicapai pada kesepakatan ketiga dan keempat sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan Tabel 30. Perbandingan Kesepakatan Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai Evaluasi Kesepakatan kolektif Pengangkutan sampah dilakukan oleh gerobak pengangkut sampah yang dikoordinir RT atau RW Komunitas RT menyepakati pemanfaatan kompos hasil pengomposan sampah organik secara kolektif Komunitas RT menyepakati dana hasil penjualan sampah anorganik secara kolektif. Menyepakati besar iuran sampah yang harus dibayar tiap rumah tangga Pengangkutan sampah dikoordinir oleh masing-masing RT melalui petugas kebersihan yang mengangkut sampah sisa dengan gerobak untuk dibawa ke TPS Hasil pengomposan sampah organik dimanfaatkan sendiri tidak secara kolektif Uang hasil penjualan sampah anorganik masuk ke kas RT Iuran yang dibayar oleh warga tiap bulan meliputi iuran kebersihan dan keamanan berbeda masing-masing RT yakni rata-rata Rp /bulan 7.2 Evaluasi Input Evaluasi Input fokus pada Implementasi program tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan program (stakeholders), diantaranya Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Pokja RW Hijau, kader lingkungan, dan warga RW 14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan seharusnya memiliki tanggung jawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program, akan tetapi tanggung jawab DKP baru

96 sampai pada tahap pelaksanaan saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi program. Ketika dikonfirmasi ke DKP mengenai masalah ini berikut pernyataan narasumber: Waduh mbak, saya kurang tahu menahu mengenai masalah monitoring dan evaluasi program komposting yang di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, udah setahun yang lalu kan programnya.. Peneliti tidak mendapatkan kepastian mengenai belum terlaksananya monitoring dan evaluasi terhadap Program Komposting Rumah Tangga. Namun warga sendiri juga menyayangkan tindakan dinas yang seolah-olah melepaskan tanggung jawab kepada warga. Berikut pernyataan yang dikutip dari salah satu responden: DKP belum pernah datang lagi mbak, pertama dan terkahir ya waktu sosialisasi program itu, udah habis itu nggak pernah kesini lagi. Jadi, gimana mau monitor atau evaluasi. Baru mbak dari IPB ini yang datang untuk evaluasi program. Saya bersyukur mbak datang karena akhirnya warga ada yang memperhatikan, jadi harapannya dengan kedatangan mbak warga termotivasi untuk melanjutkan program.. Salah satu informan juga mengungkapkan hal yang serupa: Belum pernah ada monitoring atau evaluasi dari DKP. Mbak dari IPB ini yang pertama datang untuk evaluasi program ini. Jujur kami sangat senang dan merasa terbantu. Akhirnya ada juga yang datang untuk memantau pelaksanaa program ini, warga juga merasa diperhatikan. Semoga kedatangan mbak dapat memotivasi semangat warga untuk melaksanakan program kembali. Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan kurang menjalankan fungsinya dengan baik, karena ada tahapan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pokja RW Hijau yang menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlangsungan program ternyata kinerjanya mulai menurun, akibat kesibukan masing-masing anggota Pokja, hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif. Berikut pernyataan salah satu informan: Awalnya masih pada semangat mbak, tapi semakin kesini semakin menurun kinerjanya. Rata-rata anggota pokja bekerja dan jam kerjanya padat, sehingga sulit untuk menemukan waktu yang tepat untuk aktif dalam kegiatan pokja..

97 Pernyataan tersebut didukung oleh salah satu anggota pokja yang sudah jarang aktif di kegiatan Pokja RW Hijau: Waktu awal program ini bergulir, saya masih tdak terlalu sibuk, kerjaan juga belum banyak. Tapi sekarang sudah berbeda mbak, pekerjaan menumpuk dan jam kerja saya juga padat, kadang weekend masih ngantor, jadi jarang bias ikut ngurusin pokja. Tapi, kalau ada waktu senggang saya usahain untuk membantu kegiatan pokja.. Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka Pokja RW Hijau kurang menjalankan fungsinya dengan baik, hal ini dibuktikan dengan kinerja anggota Pokja yang semakin menurun akibat kesibukan kerja. Kader lingkungan hanya melaksanakan tugas dan kewajiban ketika di awal program saja. Kinerja kader lingkungan mulai menurun akibat tidak adanya lagi insentif yang diberikan oleh DKP setiap bulannya. Awalnya Pokja dan kader lingkungan mendapatkan insentif sebesar Rp setiap bulannya selama tiga bulan program berjalan. Hal ini dimungkinkan menyebabkan beberapa kader mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Berikut pernyataan salah seorang informan: Tiga bulan sejak program ini berjalan DKP memberikan insntif kepada kader lingkungan dan Pokja RW Hijau sebesar Rp Hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada mereka dan harapannya kader dan pokja dapat bekerja secara maksimal. Namun, informan lain berpendapat lain: Justru karena itu mbak, kenapa hanya tiga bulan di awal saja DKP memberikan perhatian terhadap kinerja kami, setelah itu dilepas begitu saja. Bukannya kami bergantung kepada mereka, tetapi hal ini justru malah mengindikasikan bahwa mereka lepas tanggung jawab begitu saja karena merasa sudah memberikan insentif di awal.. Menurut warga, kader juga sudah jarang memonitor ke rumah warga. Berikut pernyataan salah satu responden: Awalnya kader rajin memantau pengelolaan sampah yang dilakukan ke rumah warga, mungkin karena masih dibayar. Tapi sekarang udah jarang tuh malah nggak pernah, jadi saya juga males mbak ngejalaninnya.. Berdasarkan pernyataan kedua informan dan responden diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya komunikasi antara DKP, Pokja RW Hijau, dan

98 kader lingkungan, sehingga mereka kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan masing-masing stakeholders memiliki persepsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang efektif antara DKP, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan agar mereka dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan fungsi mereka dalam Program Komposting Rumah Tangga. Warga RW 14 juga tidak seluruhnya berpartisipasi aktif dalam program dikarenakan sibuk kerja dan bosan dengan pelaksanaan program yang monoton. Tabel 31 menunjukkan bahwa hasil yang dicapai tidak sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, artinya stakeholders kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan kerjanya. Tabel 31. Perbandingan Stakeholders Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai Evaluasi Stakeholders Dinas Kebersihan dan Pertamanan: bertanggungjawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program Kelompok Kerja RW Hijau: menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlanjutan program Kader lingkungan - memantau pengomposan Takakura (sebulan sekali) - memilah sampah (sesuai jenisnya) yang telah dikumpulkan di pos sampah - penyambung lidah RW yakni menyampaikan informasi dari RW ataupun RT kepada warga - menyadarkan warga untuk menjaga kebersihan Warga RW 14 : sasaran program Hanya bertanggungjawab sampai tahap pelaksanaan program saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi Kinerja mulai menurun, sehingga hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif berpartisiapasi dalam pelaksanaan program Ketika awal program kader masih semangat menjalankan tugas dan kewajiban, namun semenjak tidak mendapatkan insentif dari dinas, kinerja menurun, ada beberapa kader yang mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas, selain itu kader juga sudah jarang memonitor ke rumah masingmasing warga Tidak seluruh warga berpartisipasi aktif

99 7.3 Evaluasi Proses Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Implementasi program dilakukan secara bertahap dimana masing-masing tahapan memiliki kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan. Tabel 32 menunjukkan hasil evaluasi program dengan membandingkan kerangka acuan setiap tahapan program dengan hasil yang telah dicapai. Sosialisasi dan penyepakatan di tingkat RT/RW merupakan tahapan program yang pertama. Hasil yang dicapai dalam tahapan sosialisasi adalah komunitas RW dan RT paham atas latar belakang, tujuan, dan tahapan program, serta sepakat untuk melaksanakan program. Hal ini didasarkan pada pernyataan salah satu responden peserta sosialisasi program: Sosialisasi di tingkat komunitas RW dan RT bermanfaat, karena saya jadi tahu apalatar belakang, tujuan, tahapan, dan manfaat program ini terutama bagi lingkungan, sehingga muncul kesepakatan untuk melaksanakan program ini.. Berdasarkan pernyataan diatas maka tahap sosialisasi dan penyepakatan hasil berjalan dengan baik karena hasil yang dicapai sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Tahapan kedua adalah pelatihan tim kerja RW Hijau yang diwujudkan dalam Pelatihan Komposting Sampah Rumah Tangga yang diadakan pada Sabtu, 21 Juni 2008 mulai pukul sampai dengan pukul yang bertempat di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, dengan jumlah peserta lebih dari 300 orang. Pelatihan ini dihadiri oleh pejabat pemerintah Kota Depok, Kader PKK dan LPM se-kota Depok serta pejabat, serta para pemberi materi. Perwakilan RW 14 yang hadir dalam kegiatan pelatihan ini adalah pengurus Pokja RW Hijau dan para kader lingkungan masing-masing RT. Hasil pelatihan yakni Pokja RW Hijau dan kader lingkungan paham dan trampil dalam mengelola sampah rumah tangga sehingga materi yang telah disampaikan dalam program ini kemudian disosialisasikan kepada warganya pada pertemuan, rapat atau arisan pada masing-masing RT. Tahapan ketiga adalah fasilitasi perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga. Serah terima fasilitas perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga yaitu keranjang belanja sebagai wadah sampah anorganik, keranjang Takakura beserta perlengkapannya dan alat

100 bor untuk membuat lubang resapan Biopori dilakukan ketika pelatihan tim kerja RW Hijau. Fasilitas perlengkapan pengelolaan sampah didistribusikan langsung ke setiap rumah tangga di masing-masing RT, sehingga masing rumah tangga dapat memanfaatkannya dengan baik. Tahapan keempat adalah aksi informasi dengan kerangka acuan pemahaman warga tentang program meningkat. Hasilnya berupa buletin dwi mingguan yang dibuat dan disusun oleh Pokja RW Hijau serta didistribusikan secara merata kepada warga melalui kader lingkungan. Buletin yang dibagikan kepada warga maka pengetahuan warga semakin meningkat sehingga warga semakin memahami pentingnya pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga. Tabel 32. Perbandingan Tahapan Program Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Tahapan Program Sosialisasi dan penyepakatan di tingkat RT/RW Pelatihan tim kerja RW Hijau Fasilitasi perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga Aksi informasi Monitoring Evaluasi Kerangka Acuan - Komunitas RW dan RT memahami latar belakang program, tujuan, dan tahapan kegiatan yang tercantum dalam program - Kesepakatan bersama untuk melaksanakan percontohan Pokja RW Hijau dan kader lingkungan memiliki ketrampilan dan mendampingi warga dalam mengelola sampah rumah tangga - Setiap warga memiliki dan menggunakan fasilitas atau perlengkapan untuk pengelolaan sampah rumah tangga - Adanya laporan pelaksanaan fasilitasi perlengkapan untuk mengetahui apakah perlengkapan tersebut didistribusikan secara merata Pemahaman warga tentang kegiatan percontohan meningkat - Memastikan bahwa kesepakatan di tingkat RT dan RW berlangsung secara optimal - Memperbaiki proses jika ada hal yang menyimpang dari kesepakatan atau untuk membangun kesepakatan baru - Menilai kesesuaian antara rencana dan pencapaian secara partisipatif - Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program - Merumuskan rekomendasi pelaksanaan program sejenis selanjutnya Hasil yang Dicapai Komunitas RW dan RT paham latar belakang, tujuan, dan tahapan program dan sepakat untuk melaksanakan percontohan Pokja RW Hijau dan kader lingkungan trampil dalam mengelola sampah rumah tangga Distribusi merata sehingga tiap rumah tangga mendapatkan perlengkapan pengelolaan sampah dan menggunakannya dengan baik Buletin yang diedarkan dwi mingguan kepada warga RW 14 Pelaksanaan program belum dimonitor oleh dinas, sehingga belum ada laporan tentang pelaksanaan program Belum ada evaluasi yang dilakukan oleh dinas terkait pelaksanaan program sehingga belum ada laporan hasil evaluasi program

101 Tahapan berikutnya adalah monitoring dan evaluasi program. Monitoring diadakan untuk memastikan bahwa kesepakatan di tingkat RT dan RW berlangsung secara optimal memperbaiki proses jika ada hal yang menyimpang dari kesepakatan atau untuk membangun kesepakatan baru. Kerangka acuan evaluasi adalah menilai kesesuaian antara rencana dengan pencapaian secara partisipatif, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program, dan merumuskan rekomendasi pelaksanaan program sejenis selanjutnya. Namun hasil yang dicapai dari kedua tahapan ini tidak sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Hingga saat ini belum ada monitoring ataupun evaluasi yang dilaksanakan oleh dinas terkait, sehingga belum ada laporan tertulis mengenai hasil monitoring dan evaluasi mengenai pelaksanaan program. Hasil wawancara mendalam dengan responden diketahui bahwa pihak penanggungjawab program tidak melakukan monitoring ataupun evaluasi terhadap pelaksanaan program, berikut pernyataan salah satu responden: Program ini sebenarnya masih berjalan mbak, cuman ya gitu nggak pernah dimonitor sama pemkot atau dinas, nggak diperhatikan lah, jadinya warga setengah hati ngerjainnya, ya termasuk saya ini! Pernyataan ini didukung oleh pernyataan responden lain berikut: Pas awal mulai sih warga masih semangat, maklum yah awalawal jadi masih anget-angetnya gitu, tapi semakin kesini kok nggak ada perhatian yah dari dinas, boro-boro monitoring atau evaluasi mbak, kesini aja nggak! Baru mbak dari IPB ini yang datang. Berdasarkan Tabel 32 dapat dirumuskan bahwa tahapan sosialisasi dan penyepakatan di tingkat RT/RW, pelatihan tim kerja RW Hijau, fasilitasi perlengkapan pengelolaan sampah rumah tangga, dan aksi informasi terwujud dengan baik karena hasil yang dicapai sesuai dengan kerangka acuan yang ditetapkan. Lain halnya dengan tahapan monitoring dan evaluasi program yang tidak dapat terwujud dengan baik, karena hasil yang dicapai bertolak-belakang dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya program telah dilaksanakan dengan baik walaupun tahapan program tidak dilaksanakan sepenuhnya.

102 7.4 Evaluasi Hasil Evaluasi hasil diarahkan pada perubahan yang terjadi pada masukan mentah seperti pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dampak program (misalnya, perubahan perilaku individu setelah dikenai sebuah program). Hasil atau output yang diharapkan dari Program Komposting Rumah Tangga adalah perubahan perilaku peserta program meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam mengelola sampah domestik. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh tingkat partisipasi peserta program. Tingkat pengetahuan seluruh responden dalam program adalah tinggi, begitu pula dengan sikap seluruh responden adalah positif, sehingga tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan tingkat partisipasi peserta program. Lain halnya dengan tindakan memiliki hubungan yang nyata atau positif dengan tingkat partisipasi, artinya tingkat partisipasi peserta program mempengaruhi tindakan responden. Jadi, tingkat partisipasi peserta program mempengaruhi perubahan perilaku baik aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam mengelola sampah domestik. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan, artinya output dalam program tercapai. 7.5 Ikhtisar Evaluasi Program Komposting Rumah Tangga menggunakan model evaluasi CIPP, yaitu evaluasi konteks (tujuan, aksi kolektif, kesepakatan kolektif), evaluasi input (stakeholders dan tingkat partisipasi rumah tangga), evaluasi proses (tahapan program), dan evaluasi hasil (perubahan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik). Tabel 33 menunjukkan model evaluasi program CIPP secara umum. Tabel 33. Model Evaluasi CIPP Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 No. Fokus Evaluasi Komponen Evaluasi 1. Konteks - Tujuan program - Aksi kolektif - Kesepakatan kolektif 2. Input - Stakeholders - Tingkat partisipasi rumah tangga 3. Proses Tahapan program 4. Hasil Perubahan perilaku rumah tangga

103 Secara umum, tujuan program relevan dengan implemantasi di lapangan, artinya tujuan Program Kompsoting Rumah Tangga tercapai dengan baik. Namun, pada aksi dan kesepakatan kolektif terdapat hasil yang tidak dapat tercapai dengan baik. Hasil aksi kolektif yang ketiga mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori sebagai komposter tidak relevan dengan hasil yang dicapai. Sama halnya dengan kesepakatan kolektif yang kedua mengenai pemanfaatan kompos secara individu oleh rumah tangga. Artinya, ada aksi dan kesepakatan kolektif yang hasilnya tidak tercapai karena tidak relevan dengan kerangka acuan yangtelah ditetapkan. Stakeholders yang terlibat dalam Program Komposting Rumah Tangga belum melaksanakan fungsinya dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan pelaksanaan fungsi masingmasing stakeholders tidak relevan dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Tahapan Program Komposting Rumah Tangga pada dasarnya berjalan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, akan tetapi ada tahapan yang tidak tercapai, yakni monitoring dan evaluasi yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku penggagas program mengingat program pengelolaan sampah rumah tangga ini bersifat top down. Artinya hasil monitoring dan evaluasi program tidak relevan dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, sehingga tahapan program tidak dilaksanakan secara utuh. Tingkat partisipasi peserta program pada setiap tahapan partisipasi cenderung tinggi, kecuali pada tahapan perencanaan. Output Program Komposting Rumah Tangga tercapai. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan perilaku peserta progam (aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam mengelola sampah domestik.

104 BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga berhubungan dengan faktor internal (usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, lama kerja, lama tinggal, status tempat tinggal) dan faktor eksternal (luas halaman, keadaan lingkungan rumah, frekuensi hadir bimbingan serta penyuluhan). Tingkat pendidikan dan lama tinggal berkorelasi positif (nyata) dengan tingkat partisipasi peserta program, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin lama tinggal di suatu wilayah, maka tingkat partisipasi peserta program semakin tinggi, hal ini berlak untuk seluruh populasi. Usia, tingkat pendapatan, dan lama kerja berkorelasi negatif (tidak nyata). Artinya, semakin tua usia, semakin tinggi tingkat pendapatan, dan semakin lama waktu kerja, maka tingkat partisipasi peserta program semakin rendah, namun hal ini tidak dapat diberlakukan bagi seluruh populasi karena hubungannya tidak nyata. Jenis pekerjaan dan status tempat tinggal tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi rumah tangga dalam program. Luas halaman dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan berkorelasi positif (nyata), artinya semakin luas halaman dan semakin bersih lingkungan rumah, maka tingkat partisipasi peserta program juga semakin tinggi, hal ini berlaku bagi seluruh populasi karena hubungannya nyata. Keadaan lingkungan rumah seluruh responden adalah bersih artinya keadaan lingkungan rumah tidak berkorelasi dengan tingkat partisipasi rumah tangga dalam program. Tingkat partisipasi peserta program dalam tahapan pelaksanaan dan menikmati hasil program ini adalah tinggi, hal ini ditunjukkan dengan tingginya partisipasi peserta dalam pelaksanaan program dan besarnya manfaat yang dirasakan oleh peserta program dengan adanya Program Komposting Rumah Tangga. Namun, peserta program tidak berpartisipasi dalam tahapan perencanaan program, karena program bersifat top down dan tidak partisipatif, artinya penyusunan dan perencanaan program dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok tanpa melibatkan warga sebagai sasaran program.

105 Tingkat partisipasi juga berhubungan dengan perubahan perilaku peserta program dalam pengelolaan sampah domestik. Peserta program menunjukkan perubahan perilaku dalam aras pengetahuan, sikap maupun tindakan dalam merespon keberadaan program. Artinya, perubahan pengetahuan menjadi lebih tinggi, perubahan sikap dan tindakan menjadi positif merupakan akibat tingginya tingkat partisipasi peserta dalam melaksanakan Program Komposting Rumah Tangga di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah, RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Program Komposting Rumah Tangga berjalan cukup baik, namun implementasi program belum sampai pada tahapan monitoring dan evaluasi program, oleh karena itu peneliti mengevaluasi program menggunakan model CIPP yang mengevaluasi konteks, input, proses, dan hasil dari Program Komposting Rumah Tangga. Tujuan program (evaluasi konteks), tingkat partisipasi rumah tangga (evaluasi input), perubahan perilaku peserta program (evaluasi hasil) tercapai dengan baik karena sesuai dengan kerangka acuan program. Namun hasil yang dicapai aksi dan kesepakatan kolektif (evaluasi konteks), peran stakeholders (evaluasi input), serta tahapan program (evaluasi proses) masih ada yang tidak relevan dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Program Komposting Rumah Tangga pada dasarnya cukup berhasil diterapkan di RW 14 karena indikator keberhasilan program terwujud dengan baik yaitu tingginya tingkat partisipasi peserta program dalam pelaksanaan dan menikmati hasil program dan adanya perubahan perilaku setelah pelaksanaan program. Artinya, Program Komposting Rumah Tangga dapat diduplikasikan pada kelurahan lain di Kota Depok dengan memperbaiki proses pelaksanaan di lapang dan memperbaiki kinerja para pemangku kepentingan yang terlibat dalam Program Komposting Rumah Tangga. 8.2 Saran Adanya ketidaksesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dengan realisasi di lapangan sebaiknya diminimalisir. Hal ini terjadi akibat keinginan Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah rumah

106 tangga. Oleh karena itu, sebaiknya program pembangunan khususnya program pengelolaan sampah rumah tangga disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat bukan hanya berdasarkan keinginan atau kepentingan pemerintah semata dan dalam perencanaan program melibatkan masyarakat. Warga RW 14 mengharapkan Pemerintah Kota Depok, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku penanggungjawab program sebaiknya melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga. Hal ini bertujuan agar dapat dirumuskan ketidaksesuaian yang terjadi untuk dicarikan solusinya guna perbaikan program mengingat program ini akan diduplikasikan pada kelurahan lain. DKP sebaiknya lebih memberikan perhatian terhadap pelaksanaan program. Kegiatan penyuluhan dalam jangka waktu tertentu merupakan rekomendasi utama sehingga warga tidak jenuh dan kembali bersemangat serta termotivasi untuk melaksanakan program secara berkelanjutan. Pokja RW Hijau, kader lingkungan, dan warga sebaiknya menjaga keberlanjutan program dengan tetap berpartisipasi dalam program sesuai dengan fungsinya masing-masing tanpa harus bergantung dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, artinya masing-masing stakeholders sebaiknya memaksimalkan peran dan fungsinya guna terwujudnya keberlanjutan Program Komposting Rumah Tangga.

107 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, Jabar, Cepi, S.A Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Astuti, Ema Budi Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung melalui Penguatan Kemampuan Masyarakat dalam Pemeliharaan Lingkungan Sehat. Thesis. Bogor: Pascasarjana IPB. Bakri, Achmad Rukbi Pengelolaan Sampah Pemukiman dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaannya di Kota Administratif Depok. Thesis. Bogor: Pascasarjana IPB. Dewi, Rahma Sari Evaluasi Ekonomi dan Sosial Unit Pengolahan Sampah (UPS) Kota Depok. Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Bogor: Institiut Pertanian Bogor. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok. Depok : DKP. Fauzia, Herlin Analisis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebagai Upaya Pengembangan Nasyarakat. Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institur Pertanian Bogor. Hadiwiyoto, Soewedo Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: Yayasan Idayu. Kastaman, Roni, Kramadibrata, Ade Moetanged Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). Bandung: Humaniora. Koentjaraningrat Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Kriyantono, Rachmat Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kusmiati, Dewi Analisis Dampak Komunikasi Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu pada Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Thesis. Bogor: Pascasarjana IPB.

108 Makmur, Setia Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor: IPB. Musa, Safuri Evaluasi Program Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Yayasan Pengkajian Pendidikan Non Formal. Pratiwi, Ayu Tri Tingkat Partisipasi Warga dalam Penyelenggaraan Radio Komunitas. Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB. Rusidi Dasar-dasar Penelitian dalam rangka Pengembangan Ilmu. Bandung: Pasca Universitas Padjajaran. Sastropoetro, R.A. Santoso Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni. Sepdianti, Efita Ana Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah (Kasus Masyarakat Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Bogor, Jawa Barat). Thesis. Bogor: Pascasarjana IPB. Singarimbun, Masri, Sofian Effendi Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Soemarwoto, Otto Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Soemarwoto, Otto Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan Suyoto, Bagong Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Jakarta: Prima Media Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 1999 pasal 3 Walgito, Bimo Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: ANDI.

109 Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Lokasi I. Proposal dan Kolokium Penyusunan draft Kampus IPB Darmaga Konsultasi dan revisi proposal Kampus IPB Darmaga Studi penjajagan Kota Depok Kolokium Kampus IPB Darmaga II. Studi Lapang Pengumpulan data RW 14, Kota Depok Pengolahan analisis data dan RW 14, Kota Depok III. Penulisan Laporan Analisis lanjutan Kampus IPB Darmaga Penyusunan draft dan revisi Kampus IPB Darmaga Konsultasi laporan Kampus IPB Darmaga IV. Ujian Skripsi Ujian Kampus IPB Darmaga Perbaikan skripsi Kampus IPB Darmaga April Mei Juni Juli Agustus September

110 Lampiran 2. Teknik Pengumpulan Data No. Masalah Penelitian 1. Implementasi Program Komposting Rumah Tangga 2. Tingkat partisipasi rumah tangga dalam implementasi Program Komposting Rumah Tangga 3. Hubungan pengaruh tingkat partisipasi dalam implementasi program terhadap perubahan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik Data yang diperlukan 1) Deskripsi program 2) Tujuan program 3) Sasaran Program 4) Kelembagaan dalam program 5) Materi tentang pengelolaan sampah rumah tangga 6) Materi tentang Lubang Resapan Biopori 7) Materi tentang pengkomposan dengan Keranjang Takakura sebagai media komposter 8) Kebijakan mengenai program pengelolaan sampah kota Keterlibatan rumah tangga dalam program sesuai dengan tahapan partisipasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi rumah tangga Perilaku rumah tangga terhadap Program Komposting Rumah Tangga, dilihat dari: 1) Aspek pengetahuan tentang pengelolaan sampah dan program kompsoting rumah tangga 2) Aspek sikap terhadap program komposting rumah tangga dan pengelolaan sampah 3) Aspek tindakan sebagai respon dari pengetahuan dan sikap terhadap program komposting rumah tangga dan pengelolaan sampah Sumber Data Data Primer: Informan 1) Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok 2) Pengurus Kelembagaan RW Hijau Data Sekunder: 1) Draft Program Komposting Rumah Tangga 2) Data Persampahan Kota Depok khususnya di wilayah penelitian 3) Data sampah yang masuk ke TPA Cipayung dari TPS di RW 14 4) Perundangundangan yang mengatur tentang pengelolaan sampah Data Primer: Responden Warga Perumahan Griya Indah Pancoran Mas RW 14, termasuk kader lingkungan RW Hijau Data Primer: Responden Warga Perumahan Griya Indah Pancoran Mas RW 14, termasuk kader lingkungan RW Hijau Teknik Pengumpulan Data 1) Wawancara mendalam 2) Pengamatan terhadap kegiatan pengelolaan sampah 3) Analisis dokumen Kuesioner Kuesioner

111 Lampiran 3. Kuesioner Tanggal Pengisian Nomor Responden R KUESIONER Peneliti bernama Annisa!& Rizkina Rosa, mahasiswi ' # Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi (&) & Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang menyelesaikan *"+ ( skripsi dengan judul Evaluasi Program Pengelolaan Sampah Kota melalui Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru,! Kecamatan!, Pancoran Mas, Kota -.&!/("& Depok. Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan &# studi. + (+ Peneliti berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan % berikut dengan lengkap, jujur, ' dan (0( sesuai dengan kondisi (&& Anda yang sebenarnya bukan harapan Anda. Identitas dan jawaban Anda %((%+*' sepenuhnya dijamin kerahasiaannya dan semata-mata digunakan % untuk ( kepentingan penulisan ( skripsi. Jawaban Anda 0 akan menjadi data berharga +/' bagi kelancaran penelitian ini. % + Terima kasih atas kesediaan Anda mengisi kuesioner ini. Petunjuk Pengisian: Isilah titik-titik (...) dan berilah tanda Silang [X] pada pilihan jawaban yang tersedia yang menurut Anda tepat dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan Anda!!! Nama Responden Jenis Kelamin [a] Laki-laki [b] Perempuan Alamat di RW 14 [a] RT 01 [e] RT 05 [b] RT 02 [f] RT 06 [c] RT 03 [g] RT 07 [d] RT 04

112 Bagian I * diisi oleh peneliti 1. Usia : [a] < 30 tahun [b] tahun [c] > 50 tahun 2. Pendidikan Terakhir : [a] tidak tamat sekolah [d] tamat SMA [b] tamat SD [e] Diploma (D1, D2, D3) [c] tamat SMP [f] Sarjana/Pascasarjana 3. Jenis Pekerjaan: [a] PNS [d] TNI/POLRI [b] Pegawai Swasta [e] Lainnya:. [c] Wiraswasta 4. Pendapatan (/bulan) : [a] < Rp [b] Rp Rp [c] > Rp Lama kerja per hari:... jam/hari 6. Lama tinggal : [a] 0-5 tahun [b] 6-11 tahun 7. Status tempat tinggal : [a] Rumah sendiri [c] Sewa/ Kontrakan/Kost [b] Rumah dinas [d] Menumpang 8. Luas Halaman :.. m 2 9. Apakah Anda menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan? [a] Ya [b] Tidak Jika memilih jawaban YA, lanjut ke pertanyaan nomor 10, sedangkan jawaban TIDAK, langsung ke pertanyaan Bagian II 10. Berapa kali Anda menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan? Jawab: Bagian II 11. Apakah Anda mengetahui program komposting rumah tangga? [a] Ya [b] Tidak

113 12. Jika YA, darimanakah Anda mengetahui program tersebut? [a] Televisi atau Radio [d] Tetangga [b] Koran atau selebaran [e] Lainnya: [c] Internet 13. Dalam program ini Anda berperan sebagai... [a] Kader Lingkungan [c] Perencana program [b] Pengurus RT/RW [d] Partisipan saja 14. Apakah Anda terlibat dalam proses perencanaan program? [a] Ya [b] Tidak 15. Jika YA,bentuk keterlibatan Anda dalam perencanaan program adalah: Jawab: 16. Apakah Anda terlibat dalam pelaksanaan program ini? [a] Ya [b] Tidak 17. Jika YA, alasan Anda mengikuti program ini adalah: Jawab: 18. Jika TIDAK, alasan Anda tidak mengikuti program ini adalah: Jawab: 19. Program yang paling Anda sukai adalah... [a] Membuat kompos dengan Keranjang Takakura [b] Memilah sampah organik dan anorganik [c] Daur ulang sampah anorganik (sampah plastik atau kemasan) [d] Sosialisasi Lubang Biopori 20. Apakah Anda senang dengan keberadaan program ini? [a] Ya [b] Tidak 21. Jika YA, alasan Anda merasa senang terhadap keberadaan program ini: Jawab: 22. Jika TIDAK, alasan Anda merasa tidak senang terhadap keberadaan program ini: Jawab: 23. Apakah pelaksanaan program masih berlanjut hingga saat ini? [a] Ya [b] Tidak

114 24. Apakah Anda masih melaksanakan program hingga saat ini? [a] Ya [b] Tidak 25. Jika TIDAK, menurut Anda program tidak berkelanjutan karena: Jawab: 26. Apakah program ini bermanfaat bagi Anda? [a] Ya [b] Tidak 27. Jika YA, manfaat yang dirasakan dengan adanya program adalah: Jawab: Bagian III Petunjuk Pengisian: Berilah tanda Silang [X] pada kolom jawaban yang telah tersedia! ASPEK PENGETAHUAN No. Pernyataan SAMPAH 1. Sampah adalah bahan-bahan sisa yang tidak digunakan lagi atau sudah diambil bagian utamanya Jawaban Benar Salah 2. Sampah terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik 3. Sampah dari daun-daunan, kayu, kertas, tulang, sayur, dan buah termasuk sampah organik 4. Sampah plastik, kaleng, logam, gelas, mika, kemasan, termasuk sampah anorganik 5. Sampah dapat menimbulkan pencemaran 6. Sampah dapat merusak pemandangan 7. Sampah menimbulkan bau tidak sedap 8. Sampah juga dapat menimbulkan penyakit 9. Komposisi sampah terbesar adalah sampah domestik 10. Dalam pengumpulannya sampah organik dipisahkan dengan sampah anorganik PENGELOLAAN SAMPAH 11. Pengelolaan sampah langsung dari sumbernya, yakni rumah tangga dapat mengurangi jumlah sampah yang diangkut ke TPS/TPA 12. Pembakaran sampah dapat mengganggu lingkungan 13. Membakar sampah berarti mengelola sampah tanpa mengambil manfaat 14. Dahulu, sampah dikumpulkan, diangkut lalu dibuang 15. Sekarang, sampah dapat dikelola dengan mengurangi jumlahnya, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah (reduce, reuse, dan recycle)

115 16. Sampah dapat dikurangi dengan menggunakan kembali sampah yang masih befungsi 17. Sampah dapat didaur ulang menjadi kompos dan kerajinan tangan 18. Sampah basah (organik) dapat dibuat menjadi kompos 19. Sampah kering (anorganik) dapat diberikan ke pemulung, dijual ke lapak, dan didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang mempunyai nilai jual 20. Sampah dipilah terlebih dahulu sebelum dikelola atau dibuang Pengetahuan Umun Pengetahuan tentang Program Komposting Rumah Tangga No. Pernyataan GAMBARAN UMUM PROGRAM 1. Program Komposting Rumah Tangga merupakan pilot project Pemkot Depok 2. Program Komposting Rumah Tangga merupakan program pengelolaan sampah dengan pendekatan skala rumah tangga 3. Tujuan program ini adalah untuk mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan per rumah tangga 4. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga bulan yakni mulai bulan Juni hingga Agustus Program Komposting Rumah Tangga meliputi kegiatan sosialisasi Lubang Resapan Biopori dan pemilahan sampah rumah tangga 6. Sampah organik dibuat menjadi kompos dengan Keranjang Takakura 7. Sampah anorganik dapat dijual ke lapak atau didaur ulang menjadi kerajinan tangan LUBANG RESAPAN BIOPORI 8. Lubang Resapan Biopori bermanfaat sebagai media resapan air sehingga komplek perumahan terhindar dari kekeringan air tanah 9. Lubang Resapan Biopori dapat digunakan untuk menampung sampah basah seperti sayur basi, tulang, ikan, kulit udang, kulit telur, dan semua jenis sampah yang bau. 10. Lubang Resapan Biopori dapat digunakan sebagai media penampung aliran buangan air AC 11 Dalam membuat Lubang Resapan Biopori, saat ngebor diberi air agar tidak berat 12. Lubang Resapan Bipori ditutup dengan pot atau batu 13. Pada dinding atas Lubang Resapan diberi pipa paralon agar lubang tidak tertutup kembali KERANJANG TAKAKURA 14. Komposter dengan menggunakan keranjang sebagai medianya ditemukan oleh pakar kompos asal Jepang yang bernama Koji Takakura 15. Keranjang Takakura merupakan media pembuatan kompos dengan sampah organik sebagai bahan bakunya 16. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam keranjang takakura adalah sampah dapur kering, seperti potongan sayur kering dan kulit buah yg tidak basah Benar Jawaban Salah 17. Sampah dapur kering yang akan dimasukkan ke dalam keranjang dipotong kecil-kecil terlebih dahulu agar mudah diuraikan 18. Daging dan telur tidak dimasukkan ke dalam keranjang takakura

116 19. Sayur dan buah basah tidak dimasukkan ke dalam keranjang takakura 20. Keranjang selalu ditutup agar terhindar dari lalat dan bau ASPEK SIKAP Keterangan: STS = Sangat Tidak Setuju S = Setuju TS = Tidak Setuju SS = Sangat Setuju No. Pernyataan 1. Saya peduli terhadap lingkungan sekitar 2. Saya sadar akan pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga 3. Saya akan membuang sampah pada tempat sampah dimanapun berada 4. Saya akan menegur orang yang membuang sampah sembarangan 5. Saya senang memilah sampah rumah tangga sesuai jenisnya 6. Saya senang mengolah sampah organik menjadi kompos 7. Saya senang mengumpulkan sampah organik 8. Saya senang mendaur-ulang sampah anorganik 9. Saya akan menjual sampah anorganik kepada lapak 10. Saya akan memberikan sampah anorganik kepada pemulung 11. Saya senang dengan adanya Program Komposting Rumah Tangga 12. Saya sadar akan pentingnya program ini Saya yakin program ini bermanfaat dalam mengurangi 13. jumlah sampah yang dihasilkan oleh masing-masing rumah tangga Saya merasa program ini sesuai dengan kebutuhan saya 14. yakni dalam hal mengelola sampah rumah tangga Skala Sikap SS S TS STS Saya merasa program ini meningkatkan pengetahuan saya tentang pengelolaan sampah rumah tangga Saya menyukai cara pihak DKP Depok dalam mensosialisasikan program ini Saya merasa bahwa materi yang disampaikan dalam sosialisasi program mudah dimengerti Saya bersedia membuat lubang resapan Biopori di halaman rumah Saya bersedia memilah sampah organik dan anorganik Saya bersedia membuat kompos dari sampah organik dengan Keranjang Takakura sebagai media komposter No. Pernyataan ASPEK TINDAKAN 1. Saya menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya Skala Sikap Selalu Sering Jarang Tidak Pernah

117 2. Saya membuang sampah di tempat sampah dimanapun saya berada 3. Saya membuang sampah rumah tangga langsung ke tempat sampah tanpa dipilah terlebih dahulu 4. Saya mengolah sampah dengan cara dibakar 5. Saya melakukan pemilahan sampah rumah tangga 6. Saya mengolah sampah organik menjadi kompos 7. Saya mengumpulkan sampah anorganik 8. Saya menjual sampah anorganik kepada lapak 9. Saya memberikan sampah anorganik kepada pemulung 10. Saya mendaur ulang sampah organik menjadi kerajinan tangan 11. Saya menghadiri sosialisasi program yang diadakan oleh DKP Depok 12. Saya mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang terdapat dalam Program Komposting Rumah Tangga 13. Saya menerapkan cara pengelolaan sampah rumah tangga yang ada dalam materi sosialisasi program 14. Saya membuat lubang resapan Biopori di halaman rumah 15. Saya memanfaatkan lubang resapan Biopori untuk menampung sampah basah seperti sayur basi, tulang, ikan, kulit udang, kulit telur, dan semua jenis sampah yang bau 16. Saya menutup lubang resapan Biopori dengan paving block agar tidak menimbulkan bau 17. Saya memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenisnya 18. Saya menyediakan tempat sampah khusus untuk masing-masing jenis sampah rumah tangga 19. Saya membuat kompos dari sampah organik dengan Keranjang Takakura sebagai media komposter 20. Saya memanfaatkan kompos sebagai pupuk bagi tanaman Saran, kritik, dan harapan Anda terhadap program Komposting Rumah Tangga sebagai bahan evaluasi program Saran: Kritik: Harapan:

118 Lampiran 4. Lembar Panduan Pengamatan KEADAAN LINGKUNGAN RUMAH No. Indikator Pilihan Jawaban Kode* 1. Tempat sampah [a] Tidak Ada [b] Ada, tidak dipilah, terbuka [c] Ada, tidak dipilah, tertutup [d] Ada, dipilah, terbuka [e] Ada, dipilah, tertutup 2. Kondisi sampah [a] Berbau dan berserakan [b] Berbau tetapi tidak berserakan [c] Tidak berbau tetapi berserakan [d] Tidak berbau dan tidak berserakan 3. Saluran air/got [a] Tidak mengalir (tersumbat) [b] Mengalir tetapi kotor [c] Mengalir dan bersih 4. Kondisi halaman rumah [a] Tidak punya halaman [b] Kotor dan tidak terawat [c] Bersih dan terawat 5. Jarak WC ke septic tank [a] <10 m [b] 10 m 6. Kondisi air [a] Kotor dan berbau [b] Bersih, bening, dan tidak berbau Keterangan: * diisi oleh peneliti

119 Lampiran 5. Pedoman Wawancara PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM A. Badan Lingkungan Hidup Kota Depok Hari/tanggal/waktu : Lokasi : Nama Informan : Jabatan : 1. Bagaimana kondisi persampahan Kota Depok hingga saat ini? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah terkait predikat Depok sebagai kota terkotor? 3. Bagaimana pengelolaan sampah (pengolahan dan manajerial) Kota Depok? 4. Apa latar belakang Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok membuat Program Percontohan Komposting Rumah Tangga sebagai upaya pengelolaan sampah kota? 5. Apa tujuan diadakannya program ini? 6. Siapa sajakah yang menjadi sasaran program ini? 7. Mengapa pilot project ini dilaksanakan di RW 14? 8. Bagaimana koordinasi DKP dengan warga RW 14 Kelurahan Rangkapan Jaya dalam menyelenggarakan program ini? 9. Apa saja kegiatan yang terdapat dalam program ini? 10. Apa terdapat tim khusus untuk menyelenggarakan program ini? 11. Siapa saja aktor yang terlibat dalam program ini? 12. Bagaimana sosialisasi program terhadap masyarakat? 13. Bagaimana reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap keberadaan program ini? 14. Apakah masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan hingga evaluasi dan monitoring program? 15. Kendala apa saja yang dihadapi selama penyelenggaraan program? 16. Apakah manfaat yang dirasakan oleh DKP dalam menyelenggarakan program ini? 17. Apakah terdapat kerugian yang dialami DKP dalam menyelenggarakan program ini? 18. Apakah DKP melakukan evaluasi terhadap program ini? 19. Jika YA, bagaimana sistem evaluasinya? 20. Apa saran Anda terhadap program lanjutan Komposting Rumah Tangga untuk kelurahan lainnya?

120 B. Kelembagaan RW Hijau Hari/tanggal/waktu : Lokasi : Nama Informan : Jabatan : 1. Bagaimana sejarah terbentuknya kelembagaan RW Hijau? 2. Siapa inisiator pembentukan kelembagaan RW Hijau? 3. Apakah fungsi kelembagaan RW Hijau? 4. Bagaimana struktur kelembagaan RW Hijau? 5. Apakah ada norma khusus yang diterapkan di dalam kelembagaan ini? 6. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kelembagaan ini dan bagaimana keberlanjutan kegiatan tersebut? 7. Bagaimana partisipasi pengurus dan anggota kelembagaan RW Hijau? 8. Bagaimana tanggapan warga terhadap keberadaan kelembagaan RW Hijau? C. Kader Lingkungan Hari/tanggal/waktu : Lokasi : Nama Informan : Jabatan : 1. Bagaimana sejarah terbentuknya kader lingkungan? 2. Sejak kapan Ibu menjadi kader lingkungan? 3. Mengapa Ibu bersedia mnejadi kader lingkungan 4. Apakah tugas dan kewajiban Ibu sebagai kader lingkungan? 5. Apa manfaat yang Ibu rasakan selama menjadi kader lingkungan? 6. Kendala apa yang Ibu rasakan selama menjadi kader lingkungan? 7. Bagaimana mengatasi kendala yang Ibu hadapi tersebut?

121 Lampiran 6. Lembar Catatan Harian Peneliti CATATAN HARIAN Hari/tanggal/waktu : Kamis/ 19 Maret 2009/ pukul s.d Lokasi : Kantor Badan Lingkungan Hidup Kota Depok Nama Informan : Bapak Indra Jabatan : Staf Bidang Pemberdayaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Lingkungan No. Panduan Pertanyaan Hasil 1. Latar belakang Program Komposting Rumah Tangga - Adanya undang-undang tentang persampahan, yakni UU No. 18 tahun Pengelolaan sampah sebagai isu utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang termasuk dalam Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPESAT) - Predikat Kota Depok sebagai kota metropolitan terkotor pada penilaian Adipura tahun 2005 mengingat jumlah timbulan sampah yang meningkat seiring pertumbuhan penduduk beserta aktivitas konsumsi yang mengikutinya - Lahan TPA Cipayung diperkirakan oleh peneliti hanya mampu menampung sampah 2. Waktu dan lokasi pelaksanaan program kota hingga tahun 2009 Program Mulai Diimplementasikan Pada Awal Tahun 2008 Dan Berjalan Hingga Sekarang Di RW 14 Perumahan Griya Pancoran Mas Indah, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok 3. Tujuan program Secara umum program ini bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melakukan pengolahan sampah dengan cara 3R (Reuse - Reduce - Recycle) guna mereduksi sampah skala kawasan. Namun secara khusus tujuan khusus program sebagai berikut. a. Membentuk Kader-kader Lingkungan di setiap RT untuk menjadi motor penggerak kebersihan di lingkungan rumah dan RT-nya. b. Mengajak setiap warga (Rumah) untuk melakukan pemilahan sampah (organik dan anorganik). c. Memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk dengan disediakan keranjang TAKAKURA d. Memanfaatkan sampah anorganik untuk dijual kepada Lapak atau dimanfaatkan

122 menjadi bentuk lain seperti tas, dompet dll. e. Mengubah pola kebiasaan masyarakat yang tadinya membuang sampah, menjadi memilah dan memanfaatkan sampah bahkan bisa mendatangkan manfaat ekonomis. f. Mensosialisasikan lubang resapan BIOPORI kepada masyarakat sebagai bagian dari media komposting sekaligus bermanfaat sebagai resapan air. 4. Stakeholder yang terlibat - Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) - Komunitas RW Hijau (warga RW 14) 5. Kegiatan yang tedapat dalam Program 6. Sosialisasi program kepada warga 7. Respons warga terhadap program 8. Keterlibatan warga dalam perencanaan dan pelaksanaan program a. Membentuk Kader Lingkungan di setiap RT b. Pembuatan kompos dari sampah organik dengan Metode Takakura c. Mengajak warga untuk memilah sampah dan memanfaatkannya untuk dijual ke lapak atau dimanfaatkan untuk kerajinan d. Sosialisasi lubang resapan BIOPORI sebagai media composting sekaligus sebagai resapan air Sosialisasi program kepada warga dilakukan melalui kader-kader lingkungan yang telah dibentuk di setiap RT. Sangat baik mengingat program ini demi kebersihan lingkungan sekitar Warga dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program. Dalam perencanaan program warga yang diwakili oleh para tokoh masyarkat turut dilibatkan, sehingg program ini bersifat partisipatif 9. Evaluasi program Hingga saat ini belum ada evaluasi terhadap program yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Jika peneliti berkeinginan untuk membantu dalam evaluasi program ini, makapemerintah Kota Depok, dalam hal ini DKP dan BLH akan merasa sangat terbantu sekali. 10. Manfaat Program Dapat mereduksi jumlah sampah skala kawasan yang terangkut ke TPA 11. Kendala dalam pelaksanaan program 12. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala - Warga mulai enggan melakukan composting dengan metode takakura, karena alasan kesibukan kerja - Kekurangan ketrampilan dalam membuat kerajinan layak jual dari sampah anorganik - Kader lingkungan gencar dalam memotivasi warga untuk terus

123 yang ada melaksanakan program - Monitoring rutin oleh ketua RT dan RW setempat Hari/tanggal/waktu : Kamis/ 19 April 2009/ pukul s.d Lokasi : Kantor Badan Lingkungan Hidup Kota Depok Nama Informan : Bapak Maman Jabatan : Ketua Pokja RW Hijau No. Panduan Pertanyaan Hasil 1. Kapan dan dimana kelembagaan RW Hijau terbentuk Kelembagaan RW hijau terbentuk pada bulan Mei 2008 sesaat setelah adanya instruksi dari DKP Kota Depok mengenai pilot project Program Komposting Rumah Tangga di Perumahan Griya Indah Pancoran Mas (RW 14) 2. Siapa inisiator Warga RW 14 langsung berinisiatif kelembagaan 3. Bagaimana proses pembentukan kelembagaan RW Hijau 4. Apakah fungsi kelembagaan RW Hijau 5. Apa saja bentuk kegiatan kelembagaan RW Hijau membentuk kelembagaan RW Hijau Melalui forum rapat kelompok kerja RW Hijau pada Jumat, 2 Mei 2008 dirumuskan beberapa tahapan dalam pembentukan kelembagaan ini yaitu: (1) Pembentukan kepengurusan kelompok kerja (POKJA) RW Hijau yang dilaksanakan oleh RW 14 (2) Pembentukan tim pemantauan pelaksanaan pemilahan sampah di setiap rumah tangga (Kader lingkungan) yang diprakarsai oleh ibu-ibu PKK RT masing-masing sebanyak empat orang sebagai wadah untuk melaksanakan program secara berkelanjutan (1) Rapat persiapan seremonial acara pelatihan komposting sampah rumah tangga sekaligus memeriahkan acara hari lingkungan hidup se-dunia yang akan dihadiri oleh ibu-ibu PKK se-kota Depok dan pejabat Pemkot Depok Sosialisasi tata cara komposting di setiap pertemuan rapat atau arisan (2) Pembagian keranjang Takakura, bor Biopori, dan keranjang kawat di setiap RT (3) Pengumpulan barang yang terbuang tapi mempunyai nilai ekonomis atau nilai jual yang akan ditampung oleh Ketua Pokja melalui ibu-ibu PKK yang ditunjuk dari setiap RT (4) Menyelenggarakan penilaian kebersihan lingkungan rumah dan penghijauan halaman

124 6. Struktur kelembagaan RW Hijau 7. Bagaimana partisipasi anggota dan pengurus 8. Adakah pertemuan rutin? Kapan dan berapa kali dalam seminggu 9. Bagaimanakah tanggapan warga dengan adanya kelembagaan RW Hijau 10. Apakah kegiatan dalam kelembagaan RW Hijau berlanjut Seiring turunnya surat keputusan dari DKP Depok mengenai pejabat pelaksana teknis kegiatan pilot project composting rumah tangga (SK Nomor. 001/KJL-PPKRT/V/2008) ditetapkan bahwa: - Ketua RW Hijau: Maman Suparman - Sekretaris: Yaya Suryadarma - Anggota: Hartawi (ketua RT 01), Husein (ketua RT 02), M. Yusuf (ketua RT 03), Langgeng (ketua RT 06), dan Syahril (ketua RT 07) Anggota dan pengurus berpartisipasi aktif dalam kelembagaan ini Ada pertemuan rutin yang dilaksanakan yakni sekali dalam sebulan Warga mendukung keberadaan kelembagaan ini tetapi hanya di awal saja (aktif tiga bulan pertama program) Hari/tanggal/waktu : Rabu/ 10 Juni 2009/ Lokasi : Kediaman Ibu Atik (blok C8/No.1) Nama Informan : Ibu Atik Jabatan : Kader Lingkungan RT 05 No. Konteks Hasil 1. Profil Informan Ibu Atik menjadi ibu rumah tangga sejak Mei 2008, sebelumnya beliau bekerja di Carrefour Depok sebagai kepala kasir. Semenjak resign dari Carrefour, beliau mulai aktif di kegiatan sosial masyarakat, seperti arisan RT/RW, pengajian, senam (hari selasa dan jumat), dan kegiatan kebersihan lingkungan. Keluarga ibu Atik terdiri dari suami (bapak Agus) dan tiga orang anak, yakni Nayaka (SDIT kelas 1), Nairha (TK A), dan Naisha (2 tahun). Bapak Agus bekerja pada malam hari karena mendapat shift malam di bagian sirkulasi harian kota Daily News. Keluarga ibu Atik telah tinggal di perumahan ini sejak tahun Sejarah Perumahan Awalnya perumahan ini bernama Griya Pasaraya karena diperuntukkan bagi karyawan Pasaraya. Kemudian berubah nama menjadi Griya Indah Pancoran Mas pada tahun Kegiatan kerja bakti Jarang ada, palingan kalo ada yang lagi bebersih, kita ikutan bebersih..

125 4. Kapan menjadi Kader Sejak resign dari kerja (Mei 2008) sudah 1 tahun menjadi kader 5. Alasan bersedia menjadi Menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW kader setempat dan saya bersedia karena saya sekarang sudah tidak bekerja lagi (ibu rumah tangga), 6. Tugas dan kewajiban kader lingkungan 7. Kendala selama menjadi kader sehingga mempunyai waktu lebih Di setiap RT terdapat pos untuk mengumpulkan sampah anorganik yang dikumpulkan di keranjang belanja di masing-masing rumah tangga, kader bertugas untuk mengambilnya setiap hari minggu dari rumah warga. Namun, ada warga yang mengantarkan sendiri ke pos atau ke rumah kader. Sampah yang sudah terkumpul di pos kemudian diambil oleh lapak. Alhamdulillah selama menjadi kader tidak mendapat kendala yang berarti, karena warga sangat kooperatif. Misalnya, dalam mengumpulkan sampah anorganik tidak usah menunggu didatangi oleh kader, tetapi warga aktif mengumpulkan ke pos. Hari/tanggal/waktu : Rabu/ 10 Juni 2009/ Lokasi : Kediaman Ibu Kusmedi (blok /No.) Nama Informan : Ibu Kusmedi Jabatan : Kader Lingkungan RT 03 No. Konteks Hasil 1. Profil Informan Informan tinggal di perumahan ini sejak perumahan dibangun yakni tahun Ibu Kus, begitu beliau akrab disapa dulunya seorang wiraswasta. Bersama suaminya beliau membuka toko da menjadi agen distributor aqua gallon, gas elpiji, dan minyak tanah. Usahanya sukses dengan meraup omset maksimal 40 juta rupiah setiap bulannya dan mampu mempekerjakan 4 orang pegawai serta memeiliki 3 buah mobil pick up untuk menjalankan bisnisnya. Namun,semenjak krisis ekonomi usahanya pun terpaksa gulung tikar. Kemudian beliau aktif menjadi kader lingkungan dengan menghasilkan karya dari sampah, seperti menyulap potongan sedotan air mineral kemasan gelas menjadi beragam pernakpernik, seperti taplak, tas, dompet, tempat handphone, dan sebagainya. 2. Kapan menjadi Kader Sejak program bergulir sudah 1 tahun menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW setempat karena beliau aktif di berbagai kegiatan RT dan juga kreatif. 5. Alasan bersedia menjadi kader Bersedia menjadi kader lingkungan karena dapat menyalurkan kreativitas yang dimiliki seperti membuat barang-barang kreasi dari sampah

126 6. Tugas dan kewajiban kader lingkungan 7. Kendala selama menjadi kader anorganik - Mengumpulkan sampah anorganik dari rumah masing-masing warga setiap hari sabtu - Memantau pengomposan takakura sebulan sekali - Memilah sampah (sesuai jenisnya) yang telah dikumpulkan di pos sampah - Penyambung lidah RW menyampaikan informasi dari RW kepada warga - Menyadarkan warga untuk menjaga kebersihan - Ada beberapa rumah tangga yang sulit untuk memilah sampah, bahkan ada yang tidak mau mengumpulkan sampah anorganik dan membuat kompos karena mereka merasa highclass sehingga tidak perlu melakukan itu - Kesulitan bahan baku (sedotan air mineral kemasan gelas) untuk membuat kreasi - Kekurangan keahlian dalam menjahit dan membuat pola barang yang akan dibua sehingga harus mengandalkan tukang jahit keliling Hari/tanggal/waktu : Rabu/ 20 Juni 2009/ s.d Lokasi : Kediaman Ibu Alia (blok /No.) Nama Informan : Ibu Alia dan Ibu Yuni Jabatan : Kader Lingkungan RT 03 No. Konteks Hasil 1. Alasan menjadi kader lingkungan Menjadi kader ditunjuk dari RW (karena sebagai RT) kemudian dalam memilih kader lingkungan di RT 2 terpaksa menunjuk karena jarang ada warga yang mau. 2. Pelaksanaam program Kegiatan pemilahan dan pengumpulan sampah anorganik berjalan baik sampai bulan februari 2009, kemudian mandeg karena tidak ada tempat pengumpulan sampah (pos digusur untuk membangun masjid) 3. Penjualan sampah ke lapak Sampah anorganik yang dijual ke lapak mendapatkan harga jual lebih tinggi daripada RT lain karena pemilahan sampah paling rapih dan banyak, sehingga lapak (Bapak Rifai) menjadi senang dan memberikan harga tinggi. Smapi bulan januari-februari 2009 hasil penjualan sampah tertinggi yakni lebih dari Rp ,- 4. Solusi guna keberlanjutan program Setiap pertemuan atau arisan, ibu RT selalu mengingatkan untuk tetap memilah sampah dan membuat kompos, namun karena kegiatan mulung sampah mandeg jadi menganjurkan warga untuk tetap pilah sampah, tetapi sampah anorganik bias diberikan kepada pemulung atau juga dapat dijual langsung kepada lapak.

127 Lampiran 7. Hasil Korelasi 7.1 Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Spearman's rho Usia Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient Usia Tingkat Partisipasi Sig. (2-tailed)..258 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).258. N Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Spearman's rho Tingkat Pendidikan 7.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient Tingkat Pendidika n Jenis Pekerjaan Tingkat Partisipasi Sig. (2-tailed)..325 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).325. N Tingkat Partisipasi Chi-Square a b df 3 1 Asymp. Sig a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is b. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 38.5.

128 7.4 Hubungan Lama Kerja dengan Tingkat Partisipasi Spearman's rho Lama Kerja Tingkat Partisipasi 7.5 Hubungan Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Spearman's rho Lama Tinggal Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient Correlation Coefficient Lama Tinggal Tingkat Partisipasi Sig. (2-tailed)..536 N Correlation Coefficient Lama Kerja Sig. (2-tailed).536. N Hubungan Status Tempat Tinggal Dengan Tingkat Partisipasi Status Tempat Tinggal Tingkat Partisipasi Sig. (2-tailed)..935 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).935. N Tingkat Partisipasi Chi-Square a b df 2 1 Asymp. Sig a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is b. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 38.5.

129 Lampiran 8. Peta RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2008 Sumber: Data Sekunder, 2009 Keterangan : Perumahan Griya Pancoran Mas Indah (RW 14)

130 Lampiran 9. Poster Pengelolaan Sampah 3R

131 Lampiran 10. Buletin dan Poster Pemilahan Sampah Buletin Pemilahan Sampah (Bagian Depan)

132 Buletin Pemilahan Sampah (Bagian Belakang)

133 Poster Pemilahan Sampah

134 Lampiran 11. Buletin dan Poster Pengomposan dengan Keranjang Takakura Buletin Pengomposan dengan Keranjang Takakura (Bagian Depan)

135 Buletin Pengomposan dengan Keranjang Takakura (Bagian Belakang)

136 Poster Keranjang Takakura

EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA

EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING SAMPAH RUMAH TANGGA (Studi di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok) ANNISA RIZKINA ROSA DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian, Jenis, dan Sumber Sampah Berdasarkan ciri-cirinya, sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan,baik karena telah diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

BAB VII EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB VII EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB VII EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA Evaluasi program merupakan suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah bisa juga diartikan oleh manusia menurut keterpakaiannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar di dunia setelah negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Dulalowo 1. Geografi, Batas Wilayah Dan Iklim Kelurahan Dulalowo berada di Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI 19-3964-1994 (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) Dina Pasa Lolo, Theresia Widi Asih Cahyanti e-mail : rdyn_qyuthabiez@yahoo.com ;

Lebih terperinci

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di negara berkembang mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mutlak. Peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN STUDI KEBERADAAN DAN CARA PENGELOLAAN SAMPAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STUDI KASUS : FAKULTAS TEKNIK SKRIPSI OLEH DIAS RAHMA 090406028 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *)

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) 1 KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak Meningkatnya beban sampah (limbah domestik) di wilayah perkotaan, secara berangsur-angsur memberikan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGOLAHAN SAMPAH DOMESTIK DALAM MEWUJUDKAN MEDAN GREEN AND CLEAN (MdGC) DI LINGKUNGAN I KELURAHAN PULO BRAYAN DARAT II KECAMATAN MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: Intan Kusumawardani A14204040 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa atau

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Berbagai aktifitas manusia secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan sampah. Semakin canggih teknologi di dunia, semakin beragam kegiatan manusia di bumi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan salah satu penyebab utama tumbuhnya kotakota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia adalah Jakarta. Provinsi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK 7.1. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah Total timbulan sampah yang diangkut dari Perumahan Cipinang Elok memiliki volume rata-rata

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Seluruh data yang dikumpulkan dari penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA Shinta Dewi Astari dan IDAA Warmadewanthi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut Teknologi

Lebih terperinci

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM Studi AHP menghasilkan prioritas utama teknologi pengomposan dan incenerator untuk diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur. Teknologi pengomposan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi)

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan berlangsung terus dengan percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisabil Yusuf P., 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisabil Yusuf P., 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Interaksi dan interdependensi menjadi konsep yang selalu melekat dalam konteks kesatuan ruang yang saling terintegrasi satu sama lain sebagai bagian dari

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat Pendahuluan Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Sampah merupakan suatu barang yang dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Gambar 2.1 organik dan anorganik BAB II SAMPAH DAN TEMPAT SAMPAH 2.1 Pembahasan 2.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS (Kasus: Radio Komunitas Suara Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor) Oleh : AYU TRI PRATIWI A14204027 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104 KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104 Environmental Engineering ITB - 2010 KELOMPOK 2 Dian Christy Destiana 15308012 Vega Annisa H. 15308014 Ratri Endah Putri 15308018 M. Fajar Firdaus 15308020 Listra Endenta

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERAN SERTA WANITA DALAM MEMPELOPORI GAYA HIDUP BERWAWASAN LINGKUNGAN DI RW O2 KELURAHAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR

PERAN SERTA WANITA DALAM MEMPELOPORI GAYA HIDUP BERWAWASAN LINGKUNGAN DI RW O2 KELURAHAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR PERAN SERTA WANITA DALAM MEMPELOPORI GAYA HIDUP BERWAWASAN LINGKUNGAN DI RW O2 KELURAHAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR Oleh: DINI ARIAS PITALOKA L2D 005 359 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung BUNGA DWIHAPSARI, SITI AINUN, KANCITRA PHARMAWATI Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Kajian Timbulan Sampah Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis 3R Studi Kasus RW 17 Kelurahan Cilengkrang Kabupaten Bandung

Kajian Timbulan Sampah Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis 3R Studi Kasus RW 17 Kelurahan Cilengkrang Kabupaten Bandung Reka Lingkungan [Teknik Lingkungan] Itenas No.1 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [Februari 2015] Kajian Timbulan Sistem Pengelolaan Berbasis 3R Studi Kasus RW 17 Kelurahan Cilengkrang Kabupaten

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R ABSTRAK Kabupaten Tabanan memiliki luas 839,33 km², (14,90% dari luas provinsi Bali). Pada tahun 2013 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Tabanan mencapai 448.033 jiwa. Kepadatan penduduk di kabupaten ini

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR HUBUNGAN KARAKTER PERMUKIMAN DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA (Studi Kasus: Surodadi, Kelurahan Siswodipuran dan Perum BSP I Desa Karanggeneng, Kecamatan

Lebih terperinci