BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Partai dan Fungsinya Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama, dan mempunyai tujuan kekuasaan serta melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Budiardjo dalam Antonius P.S, 2006:90). Partai politik merupakan sarana untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Partai sebagai kekuatan politik adalah suatu gejala baru bagi semua negara di dunia. Lembaga-lembaga politik adalah lembaga yang memperhatikan kekuasaan, organisasinya, pengalihannya, pelaksanaan dan legitimasi kekuasaan (Duverger 1988:124). Berdirinya Syarikat Islam pada tahun 1912 dianggap sebagai lahirnya partai politik pertama di Indonesia, karena sejak itu organisasi itu menjadi sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Pada awalnya banyak yang mengira kehadiran partai politik dilihat sebagai sarana berpartisipasi saja. Tetapi dalam perkembangannya partai diidentifikasikan sebagi organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya kepada kekuasaan-kekuasaan pemerintahan, dan juga bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat. Partai politik juga merupakan perantara dengan lembagalembaga pemerintahan yang resmi dan berakibat pada aksi politiknya dalam masyarakat yang lebih luas (Neuman dalam Antonius P.S 2006:91). Pada perkembangan demokrasi modern partai politik mempunyai peranan penting pada masyarakat, diantaranya dapat memaksimalkan keikutsertaan anggota masyarakat dalam suatu proses politik. Partai politik juga tidak boleh keluar dari fungsi utamanya

2 yaitu melebarkan jaringannya diantara anggota di masyarakat agar keinginan dan aspirasi, kepentingan mereka terus-menerus dapat dipantau. Jaringan itu dapat berupa organisasi masa yang tugas utamanya adalah menghimpun atau merangkum segala aspirasi masyarakat Masyarakat Dalam Partisipasi Politik Pengertian demokrasi ialah pemerintah yang berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi dalam arti empiric diatas menyatakan setiap warga negara bebas berpartisipasi dalam politik tanpa membeda-bedakan status golongan, agama dan jenis kelamin (Antonius P :123). Secara konseptual, partisipasi politik merupakan kegiatan sekarang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, kegiatannya meliputi tindakan-tindakan seperti memberi suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai politik atau kelompok-kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah. Partisipasi politik merupakan kegiatan-kegiatan sukarela dari warga Negara bagaimana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung dan tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum (Mc Closky dalam Antonius P :125). Partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik juga bersifat individual atau koleksi, teorganisir dan spontan, mantap dan sporadis secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efaktif atau tidak efektif (Hutington dalam Antonius P : 126). Dalam ilmu politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi, yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Demokrasi secara normatif

3 ialah bahwa demokrasi merupakan sesuatu yang secara idil hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah Negara, sedangkan demokrasi dalam arti empirik, yakni demokrasi dalam pengejawantahannya dalam kehidupan politik praktis, misalnya apakah pemerintah memberikan ruang gerak para warga untuk berpartisipasi dalam politik Konflik Dalam Partisipasi Politik Perempuan Konflik merupakan suatu fakta dalam masyarakat industri modern yang secara empiris tidak diakui karena orang lebih memilih stabilitas sebagai hakekat masyarakat. Konflik merupakan realitas yang harus dihadapi oleh para ahli teori sosial dalam membentuk model-model umum perilaku sosial. Konflik mempunyai fungsi-fungsi positif, salah satunya adalah mengurangi ketegangan dalam masyarakat, juga mencegah agar ketegangan tersebut tidak terus bertambah dan menimbulkan kekerasan yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Konflik sosial mempunyai fungsi katarsis, karena konflik mempunyai dampak yang menyegarkan pada sistem sosial. Konflik tidak mengubah sistem sosial, namun konflik menciptakan perubahan-perubahan di dalam sistem sehingga sistem itu bisa lebih efektif (Wardi Bachtiar,2006:108). Pengembangan teori konflik dilakukan oleh Polybius (Wardi Bachtiar 2006:108), tetapi yang mengembangkannya adalah Karl Marx. Marx melihat masyarakat kapitalisme modern, kaum industrialis atau borjuis, pemilik modal dan masyarakat kelas bekerja atau proletar yang sering diamati sebagai gambaran konflik yang nyata pada masa itu. Konflik kelas diamati sebagai titik sentral dari masyarakat, segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi, memusatkan tujuan produksi dan mengkonsentrasikan produksi pada segelintir orang saja atau memperhatikan kesejahteraan kelas pekerjanya,

4 keadaan tersebut membawa ketimpangan sosial pada masyarakat pada saat itu berupa ketidakadilan yang dialami masyarakat buruh yang dipaksa bekerja terus-menerus dalam peningkatan produksi tanpa memperhatikan kesetaraan upah dan penyesuaian jam kerja. Keadaan tersebut melahirkan perjuangan kelas yang dilakukan kaum proletar yang dipandang oleh Marx yang bermula dari konsep kekuatan politik sebagai pembantu terhadap kekuatan kelas, dan perjuangan politik sebagai bentuk khusus perjuangan kelas. Dalam hal ini kelas borjuis sebagai penguasa dan kelas proletar yang dikuasai. Pertentangan kelas juga diterima Dahrendorf sebagai suatu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Dahrendorf memodifikasi teori pertentangan kelas Marx dengan memasukkan perkembangan-perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut Dahrendorf konflik berhubungan dengan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur dari kelahiran kelas. Terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dengan yang dikuasai. Dengan kata lain beberapa orang turut serta dalam strutur kekuasaan yang ada di dalam kelompok, sedang yang lain tidak. Dahrendorf mengakui terdapat beberapa perbedaan diantara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaaan di dalam sikap dominasi akan selalu terjadi, tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua sistem kelas yaitu mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui penundukan. Perjuangan kelas dibahas Dahrendorf lebih berdasarkan pada kekuasaan daripada pemilikan sarana-sarana produksi dalam masyarakat industri modern, pemilik sarana produksi tidak sepenting mereka yang melaksanakan pengendalian atas sarana itu. Sarana yang dimaksud adalah penguasaan terhadap sumber daya yang ada, baik sumber daya alam maupun faktor-faktor produksi. Pada masyarakat yang berkembang

5 kekuasaan yang dimiliki sudah otomatis penguasaan terhadap sumber daya yang ada, kekuasaan sering dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi. Jika dikaitkan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan, laki-laki dianggap memiliki kekuasaan yang lebih dibanding daripada perempuan. Perbedaan ini berpotensi menimbulkan berbagai pertentangan. Pertentangan yang telah berakar dan potensial diantara kedua jenis kelamin ini sekarang diatur lewat institusionalisasi pertentangan. Marx dan Dahrendorf mengemukakan pertentangan kelas antara laki-laki dan perempuan, laki-laki yang memperoleh kekuasaan dari budaya pariarkhi dan konstruksi sosial mempengaruhi hubungan-hubungan dalam politik. Secara tidak langsung tapi disadari politik digunakan dalam pencapaian kekuasaan, kesempatan dan peluang laki-laki dalam politik lebih terbuka dibanding perempuan sehingga proses distribusi kekuasaan hanya berada ditangan laki-laki. Kekuasaan adalah seluruh jaringan hubungan yang telah mempunyai model atau pola (struktur) yang mengandung sifat otoritas. Kekuasaan adalah hubungan, tetapi bukan sembarang hubungan. Kekuasaan dalam arti hubungan yang mengandung otoritas yang mempengaruhi kehidupan politik, baik dalam bentuk negara maupun komunitaskomunitas yang lebih kecil. Ada dua corak pengaruh yang ditimbulkan oleh kekuasaan. Pertama bilamana orang melihat politik pada dasarnya sebagai arena pertarungan atau medan pertempuran. Dalam hal ini kekuasaan memungkinkan mereka yang berhasi merebut dan mengontrolnya untuk berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya di dalam masyarakat. di samping itu, ada pihak lain yamng menentang dan ingin merebut kekuasaan itu untuk tujuan yang sama. Disini kita lihat kekuasaan memainkan peranan

6 sebagai biang konflik dan alat untuk menindas. Sejalan dengan itu, ini merupakan aspek dari antagonisme atau konflik dari kekuasaan atau politik (Maurice Duverger, 1989:XIII). Aspek kedua muncul bilamana orang menganggap bahwa politik adalah suatu upaya untuk menegakkan ketertiban dan keadilan. Dalam hal ini kekuasaan dilihat sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum melawan tekanan dan tuntutan berbagai kelompok kepentingan. Di sini kekuasaan memainkan peranan integratif, memihak dan melindungi kepentingan bersama vis-avis kepentingan golongan atau kelompok. Homans menjelaskan asal mula kekuasaan dan wewenang dalam kaitannya dengan prinsip kepentingan minimum (principle of least interest) : orang yang memiliki kepentingan yang paling sedikit untuk kelangsungan situasi sosial adalah yang paling bisa menentukan kondisi-kondisi asosiasi. Prinsip ini menghasilkan kekuasaan di tangan salah satu pihak yang berpartisipasi, sebab dalam pertukaran seseorang memiliki kapasitas yang lebih besar untuk memberi orang lain ganjaran ketimbang yang mampu diberikan orang itu kepadanya (Homans dalam Poloma, 2003: 67). Dalam organisasi formal hubungan yang asimetris dapat dilestarikan melalui kekuasaan yang memaksa. Kekuasaan memaksa merupakan pertukaran yang tidak seimbang, dan situasi yang demikian juga diatur oleh proposisi pertukaran seperti halnya dalam hubungan-hubungan yang bersifat tidak memaksa. Homan menyatakan bahwa paksaan tidak dibutuhkan bila hubungan itu didasarkan pada pertukaran yang fair. Akan tetapi, sekalipun kekuasaan bersifat memaksa pertukaran itu akan terlihat juga. Selanjutnya Blau melihat sesuatu yang menarik dari individu ke dalam asosiasi mereka tertarik pada pertukaran karena mengharapkan ganjaran yang interinsik maupun

7 eksterinsik. Blau memang mengakui tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dia mengetengahkan persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial, perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dicapai melelui interaksi dengan orang lain, dan perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut (Blau dalam Poloma,2003:82). Tujuan yang diinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik seperti uang, barang dan jasa atau intrinsik seperti kasih sayang, kehormatan dan lain-lain. Perilaku manusia yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertukaran sosial itu yang mendasari pembentukan struktur serta lembaga-lembaga sosial. Beranjak dari asumsi bahwa gender adalah pervasive category understanding human experience. Gender merupakan konstruksi yang meskipun bermanfaat, didominasi oleh bias pria dan cenderung apresif terhadap wanita. perempuan yang tidak diperhitungkan secara ekonomis, merupakan fokus perjuangan kaum feminis marxist. Perempuan secara sistematis dikontrol di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Kenyataan pribadi perempuan pun dikontrol oleh negara (hak milik tanah harus atas nama laki-laki). Fungsi reproduksi hanya diartikan sebagai fungsi haid, hamil, dan melahirkan terbeban pada kaum perempuan. Tetapi fungsi yang hanya bisa dikerjakan oleh perempuan ini justru menciptakan anggapan bahwa tenaga perempuan tidak produktif. Fungsi reproduksi tidak dihargai secara ekonomis, dan tidak diperhitungkan sebagai sumbangan pendapatan nasional atau pendapatan dunia.

8 Teori feminis marxist menyebutkan bahwa secara politik perempuan mempunyai kekuasaan dalam menentukan kehidupan, tetapi terampas oleh budaya patriarkhi pada waktu manusia mengenal kekayaan dan hak waris. Sosiologi konflik merupakan aliran ilmu sosial yang menjadi alternatif dari aliran sosiologi fungsionalisme. Aliran ini percaya bahwa kelompok masyarakat memiliki kepentingan (intrest) dan kekuasaan (power) yang adalah pusat dari setiap hubungan sosial termasuk hubungan laki-laki dan hubungan perempuan. Gagasan dan nilai-nilai selalu dipergunakan sebagai syarat untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dengan asumsi seperti ini maka perubahan akan terjadi melalui konflik yang akhirnya merubah posisi dan hubungan. Demikian juga perubahan hubungan antara laki-laki dan perempuan hanya akan dilihat dari konflik antar 2 kepentingan. Bagi penganut feminis Marxis, penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural. Mereka telah menganggap pratiarkhi ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi sistem kapitalis yang sesungguhnya merupakan penyebab masalahnya. Dengan begitu penyelesaiannya pun harus bersifat struktural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan sistem kapitalisme internasional. Perubahan struktur kelas itulah yang mereka sebut sebagai proses revolusi. Namun tidak hanya sampai disitu, perempuan masih dirugikan oleh tanggung jawab domestik mereka. Dari perspektif ini, diyakini bahwa emansipasi perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga, namun proses itu hanya terjadi melalui industrialisasi. Bagi teori Marxis klasik,

9 perubahan status perempuan terjadi melalui revolusi sosialis dan dengan menghapuskan pekerjaan domestik. Di negara kita politik formal sangat berkaitan dalam pencapaian kekuasaan, jika kita berbicara tentang politik formal tentu berhubungan dengan partai politik. Partai politik yang diominasi oleh laki-laki sebagai akibat dari konstruksi sosial dan budaya patriarkhi mengakibatkan perbedaan wewenang dalam partai tersebut. Walaupun perempuan sudah mulai ikut aktif dalam partai politik, namun secara kasat mata wewenang mereka berada dalam wewenang laki-laki. Dengan demikian wewenang tersebut hanya menyangkut atau membahas mengenai kebutuhan untuk pencapaian kekuasaan bagi laki-laki. Perbedaan posisi perempuan berada pada posisi subordinat dengan laki-laki yang mendominasi. Adanya perbedaan posisi dalam masyarakat antara posisi perempuan dan laki-laki terbawa dalam struktur politik termasuk partai politik. Sehingga mengakibatkan wanita sebagai suatu kelompok semu yang telah berubah menjadi lapisan yang diperintah. Sebagai contoh, menurtu hukum seorang wanita harus tunduk kepada suaminya, kemudian di kantor ia tetap diabaikan dalam promosi jabatan dan di dalam organisasi pun mereka sering tidak diikutkan dalam struktur kekuasaan oleh kerena perbedaan jenis kelamin itu. Kekayaan status sosial dan ekonomi walau bukan faktor determinan kelas dapat juga mempengaruhi pertentangan. Dahrendorf mengetengahkan proposisi, semakin rendah korelasi antara kedudukan kekuasaan dan aspek-aspek sosial ekonomi lainnya, semakin rendah intensitas pertentang kelas. (M. Poloma, 2003:138). Dengan kata lain kelompok-kelompok yang menikmati status ekonomi relatif lebih tinggi memiliki

10 kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan stuktur kekuasaan daripada mereka yang terbuang dari status sosial ekonomi dan kekuasaan. Secara sosiologis bahwa asosiasi yang ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan yang tunduk pada struktur tersebut. Pertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan kekuasaan menjadi permasalahan pertentangan kelompok. Jadi dapat dikatakan bahwa pertentanagn kelas dan kelompok terjadi akibat dari proses pencapaian kekuasaan di dalam masyarakat karena kekuasaan memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat. Kekuasaan yang dimiliki dapat menguasai sumber daya dan menguasai sistem pemerintahan, dapat menyebarkan pengaruhnya, memupuk kekayaan dan menguasai hukum dan ekonomi. Dalam pembahasan teori kelas dapat dilihat bagaimana pentingnya suatu kekuasaan bagi organisasi sosial dan bagaimana konflik mengenai kekuasaan dapat menjurus pada pengembangan-pengembangan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat. Di dalam mendapatkan kekuasaan terdapat kelompok-kelompok kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi Kebijakan Peningkatan Partisipasi Perempuan Di Partai Peranan perempuan dalam politik terakomodasi dengan menerapkan affirmative action melalui sistem kuota 30%. Permasalahan kuota terdapat dalam batang tubuh Undang-Undang Pemilu pasal 65 ayat 1 yang berbunyi setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD propinsi dan DPRD Kabupaten / Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Diberlakukannya kuota yang telah disahkan ini bisa menjadi motivasi perempuan untuk dapat berkiprah di politik. Perempuan tinggal menyiapkan

11 potensi perempuan dan siap berkiprah dalam politik terutama politik formal yang akan mempengaruhi kebijakan (Daulay 2007: 36). Usaha memaksimalkan keterwakilan perempuan sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh beberapa kelompok perempuan sehingga UU No. 10 tahun 2008 pasal 55 ayat 2 tercantum ketentuan yang melebihi 5 tahun sebelumnya, sedikitnya satu dari setiap 3 calon adalah perempuan (Kompas, 2008 :35). UU No. 18 Tahun 2007 tentang partai politik menyebutkan pendirian dan pembentukan partai politik menyertakan 30% keterwakilan perempuan, kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, serta kepengurusan partai politik tingkat propinsi dan Kabupaten / Kota disusun dengan memerhatikan keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30 % yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Secara umum ada tiga faktor yang cukup signifikan untuk menentukan keterwakilan perempuan, yaitu sistem pemilu, peran dan organisasi partai-partai politik serta penerimaan kultural, termasuk aksi mendukung (affirmative action) yang bersifat wajib dan sukarela. Dengan sistem demokrasi dan kepartaian yang kita anut, yang berkaitan dengan system perwakilan yang berhubungan dengan calon-calon legislative yang akan duduk diparlemen. Dengan begitu mereka yang sering disebut wakil rakyat berasal dari partai. Partai berperan penting dalam penentuan calon legislatif yang akan duduk di parlemen walaupun pada akhirnya masyarakat yang memilih. Di dalam menghadapi pemilu April 2009 nanti, seluruh partai harus mengacu pada UU No 10 Tahun 2008 dan UU No 18 Tahun 2007, yang intinya adalah keterlibatan perempuan yang harus memenuhi kuota 30%.

12 Diberlakukannya kuota yang telah disahkan ini, sedikit banyaknya memotivasi perempuan untuk dapat berkiprah di bidang politk, terutama politik formal yang akan menentukan kebijakan (Daulay 2007:36). Hal ini tampak dari munculnya perempuan dalam percaturan dunia politik seperti calon kepala daerah dalam pemilihan kepala derah (pilkada) di beberapa daerah di Indonesia dan juga sebagai pengurus penting di berbagai partai peserta pemilu. Dalam hal ini partai juga memiliki kriteria penting dalam penentuan calegnya. System pengkaderan di dalam setiap partai yang akan memunculkan calon legislatifnya akan mempengaruhi kedudukan perempuan dalam partai tersebut. Namun, pada intinya, kualitas adalah hal yang utama. Partai tetap menganggap prestasi, keunggulan, berupa latar belakang pendidikan setiap caleg tetap menjadi hal yang utama. Di sisi lain partai juga memperhatikan UU mengenai kuota perempuan dalam legislatif. Pada intinya kita akan melihat bagaimana partai menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) April 2009, bagaimana mengakulturasi kepentingan partai memenangkan pemilu dengan kepentingan perempuan yaitu, keterwakilannya dalam produk pemilu tersebut, berupa implementasi UU yang berujung pada kuota 30%, sehingga tujuan dari UU dapat diimplementasikan dengan baik oleh setiap partai, dan terciptanya keadilan berpolitik antara laki-laki dan perempuan.

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN FUNGSI PARTAI POLITIK 70 Pasal 8: Partai politik berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan 119 BAB V PENUTUP A. Simpulan Calon legislatif merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi memiliki pemikiran mendasar mengenai konsep

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman telah banyak mengubah pandangan tentang perempuan, mulai dari pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan hanya berhak mengurus rumah dan selalu

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE 2014-2019 Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Gerakan Sosial Secara umum, gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi dimana sistem pemerintahan dilaksanakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam negara

Lebih terperinci

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SITUASI PEREMPUAN, KINI Data BPS per 2013, Rata-rata Lama Sekolah Anak Laki-laki 8 Th dan Perempuan 7 Th (tidak tamat SMP) Prosentase

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XII/2014 Keterwakilan Perempuan Dalam Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Khofifah Indar Parawansa,

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMILU

PARTISIPASI POLITIK PEMILU PARTISIPASI POLITIK PEMILU DEMOKRASI TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami A. B. Partisipasi Politik Pemilu C. Demokrasi PARTISIPASI POLITIK DINAMIKA PARTISIPASI POLITIK Awalnya studi

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 106 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian pembahasan, maka peneliti dapat menarik simpulan dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA Dr. H. Kadri, M.Si Outline Peran dan Fungsi Partai Politik Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Realitas Partai Politik saat ini Partai Politik sebagai Penjaga Nilai

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik Perjuangan keterwakilan perempuan dalam politik memiliki dua makna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi dimana pemerintahan berdasarkan atas kedaulatan rakyat (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi, akan tetapi pembangunan demokrasi di Indonesia seperti banyak mengalami rintangan dan halangan.

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan I. PEMOHON 1. KoalisPerempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI),

Lebih terperinci

Dibacakan OIeh: Ir. Sayuti Asyathri Nomor Anggota: A-152

Dibacakan OIeh: Ir. Sayuti Asyathri Nomor Anggota: A-152 PENGANTAR PENYAMPAIAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Dibacakan OIeh: Ir. Sayuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

MUKADIMAH AD ART ASOSIASI PEMERHATI KAJIAN GENDER (THE ASSOCIATION OF GENDER STUDIES SOCIETY) 1

MUKADIMAH AD ART ASOSIASI PEMERHATI KAJIAN GENDER (THE ASSOCIATION OF GENDER STUDIES SOCIETY) 1 MUKADIMAH Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk besar dengan kemajemukan dalam budaya, adat istiadat serta agama dan kepercayaan. Dengan kemajemukan peri kehidupan

Lebih terperinci

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai Ideologi Negara Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila Abstract: Pancasila sebagai Ideologi, dan ideologi

Lebih terperinci

Dermawan Zebua DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Dermawan Zebua DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009 (Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias) Dermawan Zebua 040906045 DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci