KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI"

Transkripsi

1 KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 i

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat Untuk Pengendalian Limbah Cair Pada Sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Pustaka Acuan di bagian akhir Disertasi ini. Bogor, Februari 2007 Syafrani P ii

3 ABSTRAK SYAFRANI. Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat Untuk Pengendalian Limbah Cair Pada Sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS, M. SRI SAENI, dan SURIA DARMA TARIGAN. Isu menurunnya kualitas air menjadi semakin kuat dengan meningkatnya jumlah industri yang membuang limbah cair ke perairan tanpa dilakukan pengolahan limbah atau kurang memadainya perlakuan yang seharusnya dilakukan oleh industri. Penelitian kajian pemanfaatan media dan tumbuhan air sebagai pengendali limbah cair, dikenal dengan konsep fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui karakteristik tingkat pencemaran perairan sungai Tapung Kiri, (2) melakukan kajian efektivitas pemanfaatan media penyaring dan tumbuhan air lokal dalam mengurangi bahan pencemar dari limbah cair, (3) menyusun teknik pengolahan limbah cair dengan media penyaring dan pemanfaatan tumbuhan air lokal dalam mengurangi bahan pencemar limbah cair. Percobaan dilakukan dalam tiga tahap yang meliputi, persiapan, prapenelitian, dan percobaan utama. Percobaan utama dilakukan dengan rancangan petak terbagi (split plot design). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan sungai Tapung Kiri secara umum dari hulu ke hilir tergolong kategori tercemar berat. Kombinasi media aluvial-zeolit mampu menurun kadar bahan pencemar lebih tinggi dari media aluvial yakni 9 parameter mampu menurun kadar bahan pencemar berkisar antara %, tumbuhan air gabungan Scirpus grossus-pistia stratiotes (wlingen-kiapu) mampu menurunkan kadar bahan pencemar lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni 11 parameter menurun kadar bahan pencemarnya berkisar antara %. Teknik pengolah limbah yang terbaik digunakan adalah gabungan media tanah aluvial-zeolit dengan gabungan tumbuhan air Scirpus grossus-pistia stratiotes, yakni 13 parameter mampu menurun kadar bahan pencemar berkisar antara %, dan diikuti Echinodorus paleafolius-pistia stratiotes (11 parameter) serta Limnocharis flava-pistia stratiotes (11parameter). Kata kunci : Limbah cair, media penyaring, tumbuhan air. iii

4 ABSTRACT SYAFRANI. The Study of Filter Media and Local Aquatic Plants Usage in Controlling Wastewater on Sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau. Under the direction of SANTUN R.P SITORUS, M. SRI SAENI and SURIA DARMA TARIGAN. Issue on decrease of water quality become stronger following increase of industries which dispose wastewater sufficient treatment. A research that using media and aquatic plants as a wastewater controlling, as known as phytoremediation concept. Research objects are: 1) to characterize Tapung Kiri river territory pollution level. 2) Make effectiveness research using filter medium and local aquatic plant to reduce pollutant. 3) Design a wastewater processing technique using filter media and local aquatic plants for reducing pollutant. The experiment conducted in three phases including preparation, preresearch and main experiment. The main experiment conducted using split plot experimental design. Result indicate that Tapung Kiri river territory from upper course to lower course generally classified as a serious polluted categories. Alluvialzeolite medium can reduce pollutant substance higher than Alluvial medium, which is 9 parameter can reduce pollutant about %, the alliance aquatic plant Scirpus grossus-pistia stratiotes, can reduce pollutant higher than the others in 11 parameter. The best wastewater processing technique sequence are combination of alluvial-zeolite soil medium and alliance of aquatic plant Scirpus grossus-pistia stratiotes, in 13 parameter, then Echinodorus paleafolius-pistia stratiotes (11parameters), and also Limnocharis flava-pistia stratiotes (11 parameters). Keywords : Wastewater, filter media, aquatic plants iv

5 @ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya. v

6 KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 vi

7 Judul Disertasi : Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat Untuk Pengendalian Limbah Cair Pada Sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau. Nama : Syafrani NRP : P Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus Ketua Prof. Dr. Ir. H. M. Sri Saeni, M.S Anggota Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 29 Januari 2007 Tanggal Lulus : vii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur hanya buat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat Untuk Pengendalian Limbah Cair Pada Sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau, dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2005 sampai bulan Juni Lokasi obyek penelitian Sub-DAS Tapung Kiri, pelaksanaan percobaan di rumah kaca dan kasa Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Selama pelaksanaan penelitian ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. H..M. Sri Saeni, M. S, dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M. Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing. 2. Pimpinan dan Staf Sekolah Pascasarjana IPB, dan Pimpinan serta Staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjan IPB. 3. Koordinator Kopertis Wilayah X, beserta Staf atas izin pendidikan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Rektor Universitas Lancang Kuning, atas izin dan bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada penulis. 5. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning, atas izin pendidikan dan penggunaan fasilitas laboratorium, rumah kaca, dan rumah kasa yang diberikan kepada penulis. 6. P.T Chevron Pacific Indonesia, beserta Staf, yang telah memberikan Beasiswa pendidikan pada penulis selama 3 tahun pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah pascasarjana IPB. 7. Pemerintah Propinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hilir, atas insentif berupa bantuan dana pendidikan yang penulis terima. viii

9 8. Ketua Yayasan Raja Ali Haji Propinsi Riau, atas insentif dana pendidikan yang diberikan kepada penulis. 9. Kepala BAPEDALDA Kabupaten Kampar beserta Staf, yang telah memberikan fasilitas laboratorium dan bantuan selama penelitian di lapangan. 10. Kepala dan Staf Laboratorium Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi Riau, Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UNRI, dan Kepala Laboratorium Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB, atas bantuan fasilitas dan kerjasama selama penelitian ini berlangsung. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu atas segala bantuan baik moril maupun materiil yang telah penulis terima. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Februari 2007 Syafrani P ix

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bagan Siapi Api, Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau pada tanggal 24 Oktober 1958 sebagai anak keempat dari pasangan Menthol Budin dan Ra no. Pendidikan Sarjana strata satu ditempuh di Jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Pekanbaru, dan lulus pada tahun Pendidikan Pascasarjana diselesaikan pada tahun 1994 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB Bogor. Pada semester genap tahun akademik 2002/2003 penulis mulai terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor pada program studi yang sama. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari PT Chevron Pacific Indonesia- Pekanbaru Riau. Pada tahun penulis mengajar sebagai dosen luar biasa pada Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Kemudian pada tahun 1989 sampai sekarang penulis diangkat sebagai staf pengajar (PNS) pada Kopertis Wilayah X Padang, dan dipekerjakan pada Fakultas Pertanian, Universitas Lancang Kuning, Propinsi Riau. Pada tahun 2002, penulis bekerjasama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI) Propinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, melakukan kajian ekosistem perairan Pulau Arwah di Kabupaten Rokan Hilir, sebagai wilayah untuk pengembangan penyu hijau dan daerah wisata bahari. Pada tahun 1984, penulis menikah dengan Ir. Teten Supermi, M.Si, dan telah dikarunia 3 orang anak, yakni Ranika Paramitha (20 tahun), Nanda Aulia (19 tahun), dan Fadlan Tri Ramadhan (13 tahun). x

11 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman. xii. xvi. xix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis.. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Air Sebagai Pengurai Limbah Penguraian Limbah Dalam Rawa Penggunaan Zeolit dan Tanah Aluvial Sebagai Media Penyaring Bentuk Media Penyaring Buatan Tumbuhan Air yang Digunakan Jenis Limbah Cair dan Sumbernya Indikator Parameter Pencemar. 23 III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan Tahap Prapenelitian dan Seleksi Tumbuhan Air Tahap Percobaan Utama Pengamatan Analisis Data. 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair yang Dibuang ke Perairan Hasil Percobaan Pendahuluan Seleksi Tumbuhan Air Efektifivas Media Penyaring dan Tumbuhan Air Mengurangi Bahan Pencemar Parameter Dasar dan Penunjang Padatan Tersuspensi Total (TSS) Padatan Terlarut Total (TDS) Daya Hantar Listrik (DHL) Kekeruhan xi

12 Sulfat Karbon Dioksida Bebas (CO 2 ) Kesadahan Total Derajat Keasaman (ph) Klorida Magnesium (Mg) Kalsium (Ca) Parameter Penyubur Amonia (NH 3 -N) Nitrat (NO 3 -N) Nitrit (NO 2 -N) Ortofosfat Parameter Senyawa Organik Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Minyak dan Lemak Parameter Logam Timbal (Pb) Besi (Fe) Efek Limbah Terhadap Pertumbuhan Tumbuhan Air Teknik Pengolahan Limbah Cair dengan Media Penyaring dan Tumbuhan Air V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Berbagai jenis bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair Klasifikasi tingkat penecemaran bahan organik dari limbah cair Beberapa jenis bahan pencemar dan sumbernya Kandungan unsur-unsur fisika dan kimia limbah cair pabrik kelapa sawit Titik sampling dan segmen sungai pada Sub-DAS Tapung Kiri Kombinasi perlakuan pada percobaan utama Hasil analisis parameter fisika, kimia dan mikrobiologi pada masing-masing titik sampling Mutu lingkungan perairan pada masing-masing stasion berdasarkan IMLP Perbandingan hasil analisis fisika, kimia dan mikrobiologi berdasarkan PP No. 82 tahun Hasil analisis sistem nilai storet (Kep-Men-LH. No. 115 tahun 2003) Nilai tengah, simpangan baku dan koefisien keregaman dari masing-masing titik pengambilan sampel limbah cair Seleksi tumbuhan air yang digunakan dalam percobaan Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar TSS pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TSS (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar TDS pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TDS (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan DHL pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya DHL (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kekeruhan pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kekeruhan (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari xiii

14 21. Hasil uji berpasangan nilai tangah pengaruh perlakuan menurunkan kadar sulfat pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar sulfat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar CO 2 pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar CO 2 (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar kesadahan total pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar kesadahan total (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Rata-rata nilai keefektivan peningkatan nilai ph (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar klorida pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar klorida (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar magnesium pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar magnesium (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar kalsium (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar amonia pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar amonia (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar nitrat pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar nitrat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar nitrit (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar ortofosfat pada akhir pengamatan xiv

15 39. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar ortofosfat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan nilai COD pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya nilai COD (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar minyak dan lemak pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar minyak dan lemak (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunnya kadar Pb pada akhir pengamatan Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Pb (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Fe (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Persentase rata-rata tumbuhan air hidup pada masing-masing perlakuan sampai akhir pengamatan Rata-rata pertambahan biomasa (pohon, helai daun, bunga dan roset) pada masing-masing perlakuan Rata-rata nilai keefektivan media penyaring menurunkan kadar bahan pencemar dalam limbah cair Rata-rata nilai keefektivan tumbuhan air menurunkan kadar bahan pencemar dalam limbah cair Jumlah parameter yang mampu berkurang bahan pencemarnya dikelompokan berdasarkan nilai keefektivan (%) xv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Proses fitoremediasi bahan pencemar Mekanisme pergerakan senyawa kimia pada akar tumbuhan air Desain rawa buatan aliran horizontal (Brix, 1993) Desain rawa buatan aliran vertical (Brix, 1993) Tumbuhan air dengan ronga udaranya Tumbuhan wlingen (Scirpus grossus) Tumbuhan Melati air (Echinodorus paleafolius) Tumbuhan Genjer (Limnocharis flava) Tumbuhan Kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes) Tempat pra-penelitian Wadah yang digunakan Wadah untuk percobaan utama Percobaan seleksi tumbuhan air Lokasi sumber limbah Percobaan utama di rumah kasa Limbah berwarna hitam gelap sebelum proses fitoremediasi Limbah cair berwarna terang setelah proses fitoremediasi Hasil pengujian berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar TSS Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TSS Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar TDS Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TDS Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap DHL Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap DHL xvi

17 25. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kekeruhan Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar sulfat Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar sulfat Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar CO Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar kesadahan total Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar kesadahan total Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar klorida Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar klorida Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar magnesium Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar amonia Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar nitrat Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar ortofosfat Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap nilai COD Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap nilai COD Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap kadar minyak dan lemak Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media dan tumbuhan air terhadap parameter Pb Pertumbuhan tumbuhan air awal dan akhir percobaan Grafik peningkatan massa masing-masing perlakuan Desain pengolah limbah yang digunakan dalam percobaan xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar peta DAS Tapung Kiri dan lokasi titik pengambilan sampel limbah Cair Kadar parameter fisika dan kimia pada limbah cair awal dan pada pengamtan hari ke Analisis sidik ragam rancangan petak terbagi Hasil uji berpasngan nilai tengah 19 parameter pengaruh media penyaring terhadap kadar bahan pencemar pada akhir pengamatan hari ke 30 Pencemar Hasil uji berpasangan nilai tengah 19 parameter pengaruh tumbuhan air terhadap kadar bahan pencemar pada akhir pengamatan hari ke Hasil uji berpasangan nilai tengah 19 parameter pengaruh media aluvial dan tumbuhan air terhadap kadar bahan pada akhir pengamatan hari ke Hasil uji berpasangan nilai tengah 19 parameter pengaruh media aluvial-zeolit dan tumbuhan air terhadap kadar bahan pada akhir pengamatan hari ke Input data rata-rata nilai parameter pada akhir percobaan untuk analisis sidik ragam Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar TSS dan TDS Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar DHL dan kekeruhan Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar sulfat dan CO Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar kesadahan total dan nilai ph Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar klorida dan Mg Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Ca dan amonia Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar nitrat dan nitrit Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar ortofosfat dan nilai COD Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar minyak dan lemak dan Pb Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Fe xviii

19 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai adalah salah satu dari sumberdaya alam yang bersifat mengalir yang tidak mengenal batas administrasi, sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir, pencemaran air di hulu akan menimbulkan biaya sosial di hilir, dan pelestarian di hulu akan memberi manfaat di hilir. Pada era otonomi dan pemekaran wilayah, diperlukan adanya komitmen dari semua pihak untuk bersama-sama mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar mampu menciptakan suatu sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tepat, sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Kemampuan dan strategi pemerintah daerah akan sangat menentukan besarnya manfaat yang dapat diperoleh masyarakat, serta jaminan ketersediaan sumberdaya alam di masa datang. Sumberdaya air sebagai salah satu komponen dari sumberdaya alam memerlukan konsep dan strategi pengelolaan yang holistik dan terpadu, sehingga diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat, karena sumberdaya alam merupakan modal penting dalam menggerakkan roda pembangunan di suatu daerah, baik dalam konteks negara, propinsi, kabupaten, dan kota Sumberdaya air merupakan bagian dari ekosistem, yang mempengaruhi jalannya pembangunan dalam berbagai sektor seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, dan domestik. Arsyad (2004) menggolongkan penggunaan air oleh manusia dalam tiga golongan utama yaitu (1) pemakaian domestik, (2) pemakaian industri, dan (3) pemakaian pertanian. Lebih lanjut Arsyad (2004) menyatakan secara global pemakaian air untuk rumahtangga sebesar 8 %, pemakaian air oleh industri sebesar 23 %, dan pemakaian oleh pertanian sebesar 69 %, dari pemakaian air total oleh manusia. Sekjen PBB pada hari air sedunia tanggal 22 Maret 2002, menyatakan bahwa masalah air merupakan isu yang sangat serius, bahwa 1,1 milyar penduduk dunia tidak bisa memperoleh air minum dengan aman, 2,5 milyar tidak mendapat sanitasi yang layak, berhubungan dengan air, dan pada tahun 2025 diperkirakan dua pertiga penduduk dunia akan hidup dengan kekurangan air dari kondisi sedang sampai sama sekali kekurangan air (Irianto dan Rejekiningrum, 2004). Gambaran ini menunjukkan seriusnya permasalahan

20 2 air, karena air merupakan prasyarat untuk sesuatu kehidupan. Menurut proyeksi International Food Policy Research Institute (IFPRI), kebutuhan air Indonesia tahun 2020 dibandingkan tahun 1995 akan meningkat untuk keperluan pertanian sebesar 25 %, industri 400 %, dan domestik 300 %. Secara kuantitas volume air yang ada relatif konstan bahkan yang dapat digunakan cenderung menurun akibat pencemaran, rusaknya kondisi biofisik daerah aliran sungai (DAS) (Irianto dan Rejekiningrum, 2004). Perkembangan pembangunan dalam berbagai sektor yang sangat cepat tidak seimbang dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi pencemaran yang terjadi, karena limbah sebagai hasil sampingan dari aktivitas pembangunan dibuang ke lingkungan perairan tidak melalui proses pengolahan limbah yang baik, sehingga berpotensi mencemari perairan sungai karena adanya kandungan bahan organik dan anorganik termasuk logam berat. Beberapa laporan hasil penelitian menunjukkan bahwa pencemar dari limbah domestik merupakan pencemar utama, tetapi penelitian lainnya menunjukkan bahwa industrilah penyumbang pencemaran terbesar. Prihatiningsih (1998) menyatakan pencemaran atau kerusakan lingkungan perairan sungai diperkirakan 60% berasal dari limbah industri, karena 68% dari sistem pengelolaan limbah cair belum memenuhi syarat. Hal ini diperkuat oleh laporan Kementerian Lingkungan Hidup (2004) bahwa 60% sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar. Sesunguhnya semua peristiwa terjadinya pencemaran bersumber dari ketidakmampuan pihak-pihak yang menghasilkan limbah cair untuk membersihkan air limbahnya karena mahalnya instalasi pengolah limbah (IPAL) dan sulit dioperasikan. Oleh sebab itu, diperlukan sistem pengolah limbah yang murah dan mudah dioperasikan serta hasilnya tidak kalah dengan sistem pengolah limbah konvensional. Pemanfaatan media penyaring seperti lahan rawa alami maupun buatan adalah salah satu alternatif pendekatan teknologi untuk menurunkan pencemaran lingkungan dengan bantuan vegetasi dan mikroorganisme, karena tumbuhan air mempunyai kemampuan menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar yang terdapat dalam air, tanah, sedimen, dan limbah cair industri. Penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi berbasiskan tumbuhan air saat ini mendapat perhatian di negara maju dan berkembang seperti Amerika, Australia, Eropa, Thailand dan Malaysia (Khiatuddin, 2003).

21 3 Pengembangan teknologi yang bersumber dari alam dengan pemanfaatan media penyaring seperti lahan rawa dan vegetasi air ini dikenal sebagai suatu teknologi yang disebut fitoremediasi (Adriano dan Strojan, 2005; Raskin, 2005). Kemampuan tumbuhan air untuk menyerap bahan pencemar organik, dan anorganik. menjadi perhatian para pakar lingkungan untuk bisa dimanfaatkan sebagai suatu teknologi pengolah limbah cair dengan menggunakan sistem lahan basah buatan, dan bisa juga digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air dan udara (Klumpp et al., 1994; Cunningham, 2005). Beberapa keuntungan dari penggunaan teknologi fitoremediasi, dengan sistem lainnya adalah mudah dilakukan serta murah jika dibandingkan dengan cara pengolahan seperti fisika-kimia maupun bioremediasi dengan menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan jamur (Subroto, 1996) Aktivitas manusia untuk mengeskploitasi sumberdaya alam terus berlanjut, karena pembangunan nasional, maupun pembangunan daerah masih didominasi oleh kegiatan yang mengutamakan peningkatan di sektor industri dan pertanian. Oleh sebab itu, yang harus dicermati adalah dampak dari kegiatan tersebut. Limbah cair sebagai hasil sampingan setiap industri dan pertanian harus ditangani secara benar agar tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia serta mahluk hidup lainnya (Rahardjo, 2002). Di Propinsi Riau khususnya pada DAS Tapung Kiri, menurut data dari Dinas Perkebunan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Riau (2003), terdapat 34 perkebunan besar, terdiri dari 32 perusahaan kebun kelapa sawit, dan 2 perusahaan perkebunan karet, dengan luas lahan keseluruhan ,98 ha. Selain itu terdapat 20 pabrik minyak kelapa sawit, dan 2 pabrik karet yang berada di sepanjang aliran sungai. Limbah dari semua aktivitas yang ada pada DAS tersebut dialirkan ke perairan sungai Tapung Kiri. Hal ini akan berpotensi menimbulkan pencemaran, yang pada akhirnya akan menurunkan mutu lingkungan perairan sungai, sehingga tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Untuk itu perlu dilakukan kajian teknologi alternatif tepat guna sesuai dengan wilayah setempat yang mampu mengendalikan, mengurangi bahan pencemar yang dibuang ke perairan, sehingga limbah yang dibuang tidak menimbulkan pencemaran.

22 Kerangka Pemikiran Suatu DAS secara ekologis merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks, yaitu sifatnya ditentukan oleh keadaan geologi, iklim, fauna, flora, tataguna lahan dan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Subsistem-subsistem yang bersifat alamiah dan buatan ini akan saling berkaitan, sehingga dalam perencanaan pengembangan dan pengelolaan suatu DAS dilihat dari segi manfaatnya perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara subsistem-subsistem tersebut. Subsistemsubsistem dalam DAS akan saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain melalui faktor-faktor tertentu yang sifat dan ekosistemnya dipengaruhi oleh sumberdaya air. Di suatu DAS ada beberapa faktor lingkungan yang saling berkaitan, yaitu lingkungan pemukiman, lingkungan produksi, lingkungan industri dan lingkungan perlindungan, selain kondisi-kondisi fisik juga kondisi sosial ekonomi. Lingkungan ini berfungsi secara simultan, sehingga kualitas air di suatu sungai dan anak sungainya akan dapat mencerminkan tingkat keserasian fungsi-fungsi tersebut. Kuantitas dan kualitas air pada suatu perairan sungai dapat digunakan sebagai suatu indikator yang merupakan pencerminan pengelolaan dan pengembangan suatu DAS. Perlu dipemahami bahwa DAS merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terjadi interaksi antar komponen-komponen lingkungan. Upaya yang dilakukan oleh manusia dalam pemanfaatan lahan merupakan sumber perubahan dalam karakteristik DAS. Penggunaan lahan dalam wilayah DAS jika dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi manusia dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Tidak dapat dipungkiri, selama program percepatan ekonomi sebagai tumpuan kelangsungan gerak dinamika roda perekonomian bangsa yang mengandalkan sektor pertanian dan sektor industri sebagai pilar penyangga, maka perubahan tata lingkungan sulit untuk dihindari. Perubahan tata lingkungan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan seperti lingkungan udara, air, tanah, yang dapat mengakibatkan menurunnya daya dukung lingkungan. Kenyataan yang ada, dan langsung dapat dirasakan adalah turunnya fungsi lingkungan perairan sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Meskipun berbagai upaya penanggulangan pencemaran telah dilakukan oleh pemerintah, seperti program pengendalian pencemaran lingkungan dengan ditetapkannya standar atau kriteria kualitas air yang lebih dikenal sebagai baku

23 5 mutu lingkungan perairan, dan baku mutu limbah cair kegiatan industri dan sebagainya, namun pencemaran tetap juga selalu terjadi. Hal ini disebabkan oleh pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke perairan tidak dilakukan dengan baik. Untuk menanggulangi makin menurunnya kualitas air oleh kegiatan industri, dan kegiatan lain yang membuang limbahnya ke perairan, maka perlu dilakukan alternatif pengolahan limbah cair hasil kegiatan usaha industri, pertanian, dan perkebunan sebelum limbah cair tersebut dibuang ke perairan dengan melakukan kajian-kajian pemanfaatan media penyaring vegetasi air lokal. Adapun kerangka pemikiran penelitian ditampilkan pada Gambar 1. Sumber Pencemaran Lingkungan industri Lingkungan pemukiman Lingkungan perlindungan Lingkungan produksi Identifikasi limbah cair, karakteristik sifat fisika, kimia dan biologi Survei iventarisasi tumbuhan air lokasi Analisis limbah cair (peraturan- perundangan) Adaptasi tumbuhan air terhadap limbah Hasil seleksi tumbuhan air Sumber limbah cair Media penyaring aluvial dan zeolit + tumbuhan air Fitoremediasi Rekomendasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran

24 Perumusan Masalah Seperti telah diketahui bahwa pencemaran lingkungan perairan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pada awalnya, hal tersebut belum menjadi persoalan yang serius karena kebutuhan air bersih masih belum begitu mendesak. Disamping itu ketersediaan air terutama penyebaran kuantitas air tahunan relatif masih merata. Dengan kata lain, perbandingan debit harian pada musim kemarau dan musin hujan tidak terlalu mencolok. Namun demikian perlu disadari saat ini kebutuhan akan air bersih sudah menjadi pembicaraan umum. Mencuatnya isu menurunnya kualitas air menjadi semakin kuat dengan semakin banyaknya kegiatan industri yang membuang limbahnya ke perairan sekitarnya tanpa dilakukan pengolahan limbah atau kurang memadainya perlakuan yang seharusnya dilakukan oleh industri pembuang limbah. Meningkatnya aktivitas pemanfaatan lahan di DAS, dapat meningkatkan jumlah komponen pencemar seperti bahan organik, anorganik termasuk logam berat yang masuk ke dalam perairan sungai, dan pada gilirannya dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kualitas perairan (Asdak, 2002). Permasalahan umum di Sub-DAS Tapung Kiri adalah limbah cair dibuang ke perairan sungai tanpa pengolahan yang memadai, sehingga dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas air sungai serta penurunan derajat peruntukannya sampai pada tingkat terendah. Berhubung air merupakan sumberdaya alam dan komponen ekosistem, serta merupakan hak setiap orang untuk memanfaatkannya, maka kondisi kualitas air harus dilindungi dan dikelola serta dikendalikan agar tidak menjadi tercemar. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pengendalian limbah cair dari berbagai aktivitas di sepanjang DAS melalui pendekatan teknologi yang lebih mudah dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Aplikasi pemanfaatan lahan rawa sebagai media penyaring dan tumbuhan air merupakan suatu teknologi penanganan limbah cair dan pencemaran lingkungan. Konsep ini dikenal dengan fitoremediasi. Penanganan limbah cair dapat dilakukan secara langsung di lapangan (in situ) maupun menggunakan kolam buatan (ex situ). Teknologi pemanfaatan lahan rawa sebagai media penyaring dan tumbuhan air ini merupakan alternatif pengolahan limbah yang mudah dan murah jika dibandingkan dengan pengolahan limbah secara fisika, kimia, dan biologi (Gray dan Biddlestone, 1995).

25 7 Kekurangan fasilitas penampungan, pengumpul, dan penyaluran limbah, menyebabkan orang memindahkan persoalan limbah cair yang dihasilkan dengan membuangnya secara langsung ke perairan. Pada DAS Tapung Kiri dalam kawasan perkebunan sawit maupun karet biasanya banyak lahan rawa buatan, seperti parit yang ditumbuhi tumbuhan air yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk pengolah limbah cair sebelum dibuang secara langsung ke perairan umum. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan terdahulu, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kualitas perairan sungai Tapung Kiri, akibat meningkatnya aktivitas pembuangan limbah cair tanpa perlakuan yang memadai. 2. Bagaimana kemampuan media penyaring dan tumbuhan air setempat meningkatkan kualitas limbah cair dari sumber limbah sebelum dibuang ke perairan sungai Tapung Kiri. 3. Bagaimana efisiensi media penyaring dan tumbuhan air setempat, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyerap bahan pencemar dari sumber limbah cair yang dibuang ke perairan sungai Tapung Kiri Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun teknik peningkatan kualitas perairan tepat guna spesifik lokasi untuk mengurangi beban pencemar limbah cair yang dibuang ke perairan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa tujuan antara sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik bahan pencemar limbah cair yang berasal dari berbagai sumber limbah cair di sub-das yang dibuang ke perairan sungai Tapung Kiri 2. Melakukan kajian efektivitas pemanfaatan media penyaring dan tumbuhan air setempat dalam mengurangi bahan pencemar dari limbah cair. 3. Menyusun teknik pengolahan limbah cair dengan media penyaring dan pemanfaatan tumbuhan air setempat dalam mengurangi bahan pencemar limbah cair.

26 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat dimanfaatkan : 1. Diperolehnya rekomendasi pengembangan teknologi pengolahan limbah cair dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada pada suatu wilayah industri. 2. Sebagai bahan dalam pertimbangan menyusun kebijakan pengelolaan DAS dan perencanaan tataruang wilayah. 3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi arahan perencanaan pengelolaan DAS secara terpadu antara berbagai instansi terkait antara kabupaten dan kota Hipotesis 1. Media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dari 19 parameter yang terdapat dalam limbah cair 2. Tumbuhan air setempat berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar 19 parameter yang terdapat dalam limbah cair 1.7. Kebaruan (Novelty) 1. Meneliti tumbuhan air setempat yang menancap pada media tanah dan yang mengapung pada permukaan air dalam upaya mengurangi kadar bahan pencemar dalam limbah cair. 2. Menyusun disain teknik pengolahan limbah cair menggunakan kombinasi media (tanah aluvial dan zeolit) dan tumbuhan air setempat dalam upaya mengurangi kadar bahan pencemar dalam limbah cair.

27 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Air Sebagai Pengurai Limbah Ekosistem rawa memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan pencemaran bahan organik dan anorganik. Kemampuan ini terutama disebabkan adanya tumbuhan air yang berperan sebagai pengolah limbah. Tumbuhan air yang muncul di permukaan air mampu mengasimilasi senyawa organik dan anorganik yang terdapat dalam limbah. Oksigen ditransformasi melalui tanaman ke jaringan di bawah tanah dan keluar dari akar, selanjutnya mengoksidasi substrat di sekeliling akar (Finlayson dan Chik, 1983; Pilon-Smits, 2005). Upaya penanganan limbah dan pencemaran lingkungan dengan mengunakan vegetasi dikenal sebagai suatu proses fitoremediasi (Subroto 1996). Konsep fitoremediasi sebenarnya sudah cukup lama dikenal, terutama untuk penanganan air limbah dengan menggunakan sistem lahan basah, lahan alang-alang dan tanaman apung (Cunningham et al., 1995), dan untuk bioindikator adanya pencemaran air dan udara (Ornes dan Sajwan, 1993; Klump et al., 1994). Akhir-akhir ini konsep fitoremediasi tersebut telah diaplikasikan untuk tanah yang tercemar. Aplikasi fitoremediasi untuk penanganan masalah limbah dapat dilakukan baik secara in situ maupun secara ex situ dengan menggunakan berbagai bentuk reaktor (Subroto 1996). Keuntungan aplikasi fitoremediasi dibanding sistem remediasi lainnya adalah lebih mudah dan lebih murah. Disamping itu fitoremediasi mempunyai keterbatasan dalam hal konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tanaman (Gray dan Biddlestone 1995). Proses fitoremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan tumbuhan secara langsung (Gray dan Biddlestone 1995)., menggunakan ekstrak tanaman yang mengandung berbagai enzim degradator (Dec dan Bollag 1994), ataupun menggunakan kultur jaringan tanaman (Metzger et al., 1992; Macek et al., 1994). Lebih lanjut dikemukakan Black (2004), mengambarkan bahwa proses fitoremediasi yang terjadi adalah seperti yang disajikan pada Gambar 2.

28 10 Gambar 2. Proses fitoremediasi bahan pencemar Penanggulangan masalah pencemaran dengan fitoremediasi dapat dilakukan melalui lima proses yang berbeda yaitu :1) fitostabilisasi proses remediasi diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer, 2) fitodegradasi proses metabolisme kontaminan di dalam jaringan tanaman, misalnya olah enzim dehalogenase dan oksigenase, 3) fitovolatilisasi proses remediasi terjadi ketika tanaman menyerap kontaminan dan melepaskannya ke udara lewat daun, dan dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun, 4) rizofiltrasi proses remediasi memanfaatkan kemampuan akar tanaman untuk menyerap, mengendapkan, dan mengakumulasikan logam dari aliran limbah, dan 5) fitoesktraksi proses yang mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tanaman dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian tanaman seperti akar, daun atau batang (Pilon-Smits, 2003) Penguraian Limbah Dalam Rawa Pelepasan oksigen oleh akar tumbuhan lahan rawa menyebabkan air atau tanah di sekitar rambut akar memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air atau tanah yang tidak ditumbuhi tumbuhan air dalam suatu lahan rawa, sehingga memungkinkan mikroorganisme pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup. Diperkirakan oksigen yang dilepas oleh akar tumbuhan air di lahan rawa dalam satu hari berkisar antara 5 hingga 45 mg untuk setiap satu meter persegi luas akar (Reed et al., 1988). Penyerapan unsur hara oleh tumbuhan air dilakukan melalui beberapa cara, seperti melalui akar rambut atau daun yang termodifikasi langsung dari lahan atau

29 11 dengan akar yang menancap pada tanah. Kemampuan tumbuhan air mengurai bahan pencemar tergantung pada ketersedian sumberdaya, keadaan lingkungan dan adaptasinya terhadap lingkungan. Kemampuan tumbuhan air pada lahan basah untuk menyerap bahan pencemar tidaklah sama. Jika diurut berdasarkan kemampuan menyerap bahan pencemar didapat bahwa tanaman timbul tanaman mengapung tanaman dalam air (Priyanto dan Prayitno, 2005). Berbagai tumbuhan lahan rawa alami telah mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik di dalam air atau tanah yang jenuh air. Tumbuhan air telah mampu berkembang dan hidup di lingkungan yang didominasi oleh air melalui adaptasi struktur dan fisiologinya. Tumbuhan air pada lahan basah berperan aktif memompa oksigen ke dalam sistem perairan. Hal ini dapat terjadi karena organ tumbuhan air mempunyai ruang antar sel yang membentuk lubang-lubang saluran udara untuk menyimpan oksigen bebas. Daun, batang, dan akar pada tumbuhan air dapat mentransfer oksigen dari udara, yang dibebaskan kembali ke akar atau rizosfer dan rizoma sehingga membentuk suasana aerob. Mekanisme pergerakan senyawa kimia pada akar atau rizosfer tumbuhan air disajikan pada Gambar 3 (Guntenspergen et al., 1989; Wetzel, 2001). Gambar 3. Mekanisme pergerakan senyawa kimia pada akar tumbuhan air Suriawiria (2003) menyatakan bahwa banyak jenis tumbuhan khususnya yang hidup di dalam habitat air, yang memiliki kelompok mikroba rizosfer yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Berdasarkan tempat hidupnya tumbuhan air dikelompokkan menjadi, 1) kelompok tumbuhan mengambang atau mengapung (floating

30 12 plants) seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), kayambang (Lemna minor), paku air (Azolla pinnata), ki apu (Spirodella polyrrhira), 2) kelompok tumbuhan di dalam air (submerged plants) seperti Elodia, Ceratophyllum, Hydrilla, 3) kelompok tumbuhan ampfibius (amphibious plants) seperti wawalingian (Typha domingensis), mendong (Fimbristylis globulosa), kangkung (Ipomoea aquatica), genjer (Limnocharis flava), seladah air (Nosturium officinale). Tindakan pemulihan (remediasi) limbah dan pencemaran lingkungan dengan menggunakan tumbuhan air dikenal sebagai teknologi fitoremediasi, yaitu suatu konsep yang didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik senyawa organik maupun anorganik Penggunaan Zeolit dan Tanah Aluvial Sebagai Media Penyaring Banyak cara yang dilakukan untuk melakukan pengolahan terhadap air limbah. Pengolah limbah yang banyak dikenal ialah teknik penyaringan, pengendapan, penyerapan dan penjerapan. Media yang sering digunakan adalah pasir, ijuk, arang batok, kerikil, tawas, bubuk kapur. Saat ini zeolit banyak digunakan sebagai media penyaring. Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang terutama tersusun oleh kationkation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga demensi dan mempunyai poripori atau ruang yang dapat diisi oleh kation lain ataupun molekul air. Penelitian dan penggunaan zeolit di sektor pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan pengontrol polusi telah banyak dilakukan. Dari hasil penelitian tersebut, pada 10 tahun terakhir telah merubah kedudukan zeolit dari bahan yang hampir tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi mineral yang ekonomis untuk dikembangkan (Poerwadi, 1997). Penggunaan zeolit pada umumnya didasarkan kepada sifat-sifat kimia dan fisika zeolit, seperti zeolit mempunyai kemampuan menukar kation-kation dengan kation lain, seperti kation yang dibutuhkan oleh tanaman kalium dan kalsium. Zeolit juga mempunyai daya jerap yang baik terhadap ammonium (Goto, 1990). Zeolit juga berperan sebagai adsorpsi yang selektif, sebagai penukar kation. Kation-kation dalam zeolit dapat dipertukarkan dengan kation lain dalam suatu larutan, zeolit juga bisa sebagai penukar anion. Zeolit saat ini telah banyak digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk menurunkan bahan pencemar. Hal ini didasarkan oleh kemampuan zeolit untuk

31 13 mengubah kation suatu limbah dalam jumlah yang besar secara selektif. Zeolit mempunyai spesifikasi secara umum, komposisi kimia : SiO %, Al 2 O %, Fe 2 O 2 0.5%, CaO, MgO 2%, TiO %, Na 2 O 0.05%, K 2 O 7%. Zeolit sebagai pengontrol limbah telah digunakan pada limbah radioaktif, limbah rumahtangga, limbah peternakan, limbah pabrik asam sulfat (Arifin, 1991; Tsitsishvili et al., 1992). Di Jepang dan Amerika zeolit telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan industri, untuk meningkatkan hasil pertanian, maupun untuk perbaikan lingkungan (Suwardi. 1995). Poerwadi (1997) melaporkan, bahwa zeolit mempunyai kapasitas tukar ion dan sebagai adsorpsi yang selektif terhadap kation NH + 4, Pb 2+, Zn 2+, Cu 2+, Fe 2+, dan Mn 2+, sedangkan untuk anion fosfat, sulfat, dan nitrat, ukuran zeolit yang digunakan adalah 40 mesh atau 0.37 cm. Untuk limbah organik mampu dikurangi sampai kurang-lebih 35%. Tanah aluvial (inceptisol, fluvisol, entisol) merupakan tanah muda, dan belum berkembang lanjut, tanah ini biasanya cukup subur, kandungan pasirnya kurang dari 60% (Hardjowigeno, 1987). Tanah aluvial sering dijumpai dari dataran rendah sepanjang aliran sungai, rawa air tawar, pasang surut, teras sungai, sampai ke dataran dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut (dpl), yang merupakan tanah yang sangat produktif untuk pertanian (Buckman dan Brady, 1982; Foth, 1994; Hakim et al., 1986). Secara umum limbah cair dapat diolah dengan menggunakan kombinasi teknologi fisika, kimia, dan biologi. Bioteknologi biasanya diaplikasikan untuk pengolahan limbah cair dalam bentuk senyawa yang larut dalam air, dan yang tidak dapat diendapkan seperti koloida, pati serta bahan organik terlarut (Barnes, 1990). Metode yang biasa dipakai adalah dengan menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, khamir dan mikroalga. Namun penggunaan mikroorganisme ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah kemampuan tanaman yang kurang pada konsentrasi limbah yang tinggi dan resiko pencemaran lingkungan sekitar oleh mikroorganisme itu sendiri. Limbah cair biasanya mengandung berbagai bahan pencemar berbahaya, seperti yang disajikan pada Tabel 1, dengan tingkat percemaran berbeda-beda seperti yang disajikan pada Tabel 2. Pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis tumbuhan saat ini telah mendapat perhatian luas di negara-negara maju dan berkembang. Metode pemanfaatan media penyaring dengan membuat rawa buatan dan tumbuhan air

32 14 sebagai penyerap bahan pencemar banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair dengan tingkat pencemaran sedang dengan kadar kebutuhan oksigen biologi (BOD 5 ) kurang dari 300 mg/l (Gray dan Biddlestone, 1995). Pemanfaatan tumbuhan air dengan media penyaring rawa buatan secara langsung pada limbah cair dengan konsentrasi bahan pencemar yang tinggi bisa menyebabkan tumbuhan tidak mampu beradaptasi dengan baik dan akhirnya tumbuhan akan mati. Hal ini dapat dipahami mengingat teknologi yang digunakan biasanya sangat sederhana. Untuk pengolahan limbah cair dengan tingkat pencemaran BOD 5 lebih besar dari 300 mg/l dapat digunakan enzim yang diektrak dari tanaman (Gray dan Biddlestone, 1995). Tabel 1. Berbagai unsur dan zat pencemar yang terdapat dalam limbah cair. Jenis Unsur Karbon Nitrogen Fosfor Partikel tersuspensi logam berat patogen Sumber : Gray dan Biddlestone, (1995) Bentuknya Senyawa yang mudah terdegradasi (diukur sebagai BOD 5 ) Senyawa yang lambat terdegradasi dan senyawa yang tidak mudah terdegradasi (diukur sebagai COD) Terdapat dalam berbagai bentuk (diukur sebagai N-total, N-organik, NH 4 N, NO 3 -N dan NO 2 N). Terdapat dalam berbagai bentuk (diukur sebagai orthofosfat dan fosfat total). Seperti Fe, Mn, Pb, Zn, dan unsur logam lainnya Diukur dalam unit pembentukan koloni per gram bobot kering atau bobot basah. Tabel 2. Klasifikasi tingkat pencemaran bahan organik dari limbah cair Tingkat Pencemaran Nilai BOD 5 (mg/l) Sumber limbah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat Sumber : Gray dan Biddlestone, (1995) Efluen dari pengolahan limbah sekunder Efluen dari pengolahan limbah primer Limbah industri Limbah industri Belajar dari proses pembersihan air yang terjadi di lahan rawa alami, maka para ahli lingkungan mengembangkan teknologi pengolah limbah cair dengan menciptakan rawa buatan, dengan cara mendesain wadah yang mirip dengan lahan rawa alami dan menanaminya dengan tumbuhan air yang dapat hidup dalam suasana basah. Dari hasil percobaan dengan menggunakan substrat limbah cair yang berasal dari lingkungan pemukiman, telah dicoba pada lahan rawa buatan, dilaporkan bahwa tumbuhan seperti

33 15 Ipomea aquatica Forsk dan Sagittaria sagittifolia K, mampu menyerap N-total sebesar 92%, dan fosfat-total 99% (Ozaki, 1999). Tumbuhan air yang timbul dan tumbuhan air mengapung lebih banyak digunakan dalam melakukan kajian pengolahan limbah cair dengan lahan rawa buatan. Jenis vegetasi yang timbul seperti Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae, Panicum helitomom, Pontederia cordat, Sagitaria lancifolia, dan Thypa latifolia, adalah jenis tumbuhan air yang telah dicoba pada pengolahan limbah cair yang berasal dari daerah peternakan, dengan memanfaatan lahan rawa buatan berbasis tumbuhan air (Surrency, 1993). Jenis tumbuhan mengapung seperti Eichornia crassipes, Silvinia natans, Azolla pinnata di Indonesia telah lama digunakan untuk pengolahan limbah cair secara tradisioanl, dan bahkan proses pencucian limbah terjadi secara alamiah di hulu sungai. Tumbuhan air yang mengapung banyak digunakan karena tingkat pertumbuhan tumbuhan air yang tinggi dan kemampuannya untuk langsung menyerap hara secara langsung dari lahan basah. Karena akar tanaman berfungsi sebagai filtrasi dan mampu mengadsorpsi padatan tersuspensi serta tempat hidup mikroorrganisme yang mampu menghilangkan unsur hara dari lahan rawa (Reddy dan debusk, 1985). Sejak tahun 1970-an di AS telah dibangun sekitar 1600 unit rawa buatan, dan di Eropa beroperasi sekitar 5000 unit rawa buatan untuk membersihkan air limbah. Pada tahun 2002, jumlah rawa buatan untuk membersihkan air telah melebihi 8000 unit, yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara maju. Sedangkan rawa alami yang terdapat di sekitar danau atau laut, yang dulunya direklamasi untuk pertanian atau terbengkalai karena dieksploitasi secara berlebihan, sekarang direstorasi untuk pembersih air dan pelestarian lingkungan hidup (Khiatudin, 2003). Dalam suatu kajian awal di Swedia dengan memanfaatkan air limbah yang telah diolah, sehingga tahap pengolahan kedua, telah dicoba digunakan untuk mengairi tanaman Salix viminalis yang dibudidayakan untuk bahanbakar. Dari hasil percobaan tersebut dilaporkan bahwa tanaman tersebut mampu menghilangkan senyawa fosfor antara 90-97% dan BOD 5 antara 74-82% dari air limbah, dan nitrogen antara 82-93%. Kinerja tersebut sebanding dengan yang dicapai oleh fasilitas pembersih air limbah konvensional hingga tahap ketiga (Khiatuddin, 2003).

34 Bentuk Media Penyaring Buatan Sistem pengolahan limbah dengan media penyaring buatan yang berbasiskan tumbuhan air, secara umum berdasarkan aliran air yang digunakan dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu, aliran horisontal dan aliran vertikal. Dalam sistem aliran horisontal, air memasuki rawa dari satu titik mengalir dalam rawa buatan kemudian keluar dari titik di ujung rawa, seperti disajikan pada Gambar 4. Sedangkan dalam lahan rawa buatan secara vertikal, air mengalir secara vertikal dari atas ke arah bawah atau dapat juga dibuat dari bawah keatas dan keluar di titik ujung rawa, seperti disajikan pada Gambar 5 (Brix, 1993). Gambar 4. Desain lahan rawa buatan aliran horisontal (Brix, 1993) Gambar 5. Desain lahan rawa buatan aliran vertikal (Brix, 1993) Sistem pengolahan limbah dengan lahan rawa buatan yang berbasiskan tumbuhan air, dapat juga dikelompokkan berdasarkan bentuk kehidupan tumbuhan air yang mendominasi lahan tersebut, 1) seperti tumbuhan air yang mengapung di permukaan air, 2) tumbuhan air yang akarnya terdapat di dalam tanah pada dasar kolam, sedangkan bagian tanaman lainnya muncul kepermukaan, dan 3) tumbuhan air yang berada di dasar

35 17 perairan. Dalam pengolahan limbah dengan rawa buatan berbasiskan tumbuhan air dapat dilakukan dengan satu jenis tumbuhan saja atau kombinasi diantara tumbuhan tersebut (Brix, 1993). Agar pengolahan limbah cair lebih efektif dengan lahan rawa buatan yang berbasiskan tumbuhan air, maka lahan basah harus didesain sedemikian rupa menyerupai lahan rawa alami. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal yang sangat menentukan dalam pemanfaatan lahan rawa buatan ini yaitu, 1) substrat yang digunakan seperti tanah, pasir, kerikil, dan bahan lainnya dengan memperhatikan berbagai tingkat konduktivitas hidrologisnya, 2) tumbuhan air yang dapat hidup dalam kondisi anaerob pada media yang jenuh air atau tergenang air, 3) genangan air baik yang berada di dalam substrat maupun di atas substrat, 4) pupulasi organisme aerob dan anaerob (Hammer dan Bastian, 1989). Substrat yang umum digunakan adalah kerikil bersih dengan ukuran tertentu. Batuan sungai yang berbentuk bulat lebih banyak digunakan, hal ini untuk menghindari substrat mengeras. Pasir atau campuran kerikil merupakan alternatif yang baik, sedangkan batuan kapur tidak baik digunakan karena mudah mengeras. Diameter kerikil yang digunakan bisa berukuran antara 0.5-1,3 cm, bahkan ada juga yang menggunakan ukuran 5.0 cm, tetapi kerikil yang kecil lebih mendukung pertumbuhan tumbuhan. Selain pasir bisa juga digunakan substrat yang mengandung tanah dan lumpur (Martin et al., 1993) Tumbuhan Air yang Digunakan Tumbuhan yang hidup dalam air atau perairan di dalam ilmu botani dikenal sebagai tumbuhan hydrophyt. Tumbuhan air memiliki keistimewaan di dalam hal penyediaan oksigen untuk kebutuhan hidupnya. Di dasar perairan tanaman memiliki akar dan rimpang, serta batang-batang tanaman akan muncul di permukaan air yang memiliki rongga-rongga udara di antara sel-selnya. Rongga udara ini banyak sekali jumlahnya dan terdapat sampai di permukaan daun atau tangkai bunga yang muncul ke permukaan air seperti yang disajikan pada Gambar 6 (PIP, 1996). Tumbuhan air lahan rawa atau basah telah diinventarisi oleh para peneliti, dan menurut data sampai saat ini sebanyak spesies tumbuhan lahan basah di Indonesia telah tercatat dalam Wetland Database. Tumbuhan lahan basah dikelompokkan

36 18 berdasarkan bentuk hidupnya (life-form) meliputi, 1) tumbuhan riparian, 2) tumbuhan air terapung bebas di permukaan air, 3) tumbuhan air tenggelam dalam air, 4) tumbuhan air mencuat ke permukaan, akarnya menancap pada sedimen atau tanah di dasar air, dan 5) tumbuhan air yang melayang-layang atau menempel, seperti fitoplankton, epifiton, bentos dan lainnya (Rifani, 1998). Gambar 6. Tumbuhan air dan bagian rongga batang sebagai aliran udara Perkembangan dan dominasi tumbuhan lahan rawa bersifat spesifik yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti air (tawar, payau, dan asin), fisiologi lahan, kesuburan tanah dan tingkat kemasaman. Dalam penelitian ini tumbuhan air yang digunakan, merupakan tumbuhan air yang mudah dibudidayakan serta banyak terdapat di daerah penelitian. Dari hasil seleksi yang dilakukan pada pra-penelitian ditetapkan empat jenis tumbuhan air yaitu, dua jenis tumbuhan air yang banyak dijumpai dalam wilayah penelitian, dan dua jenis lagi merupakan jenis tumbuhan air yang dibudidayakan oleh masyarakat sebagai tanaman hias. Keempat jenis tumbuhan air ini dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tiga tumbuhan yang hidupnya menancap pada tanah, daun dan batangnya muncul dipermukaan air, serta satu tumbuhan mengapung di permukaan air. Jenis tumbuhan air yang digunakan meliputi : 1). Wlingen (Scirpus grossus ) Tumbuhan wlingen (Scirpus grossus), yang termasuk dalam suku Cyparaceae ini dikenal dengan nama lain seperti, basiang, mansiang, mansiro daun, walingi, wlingian. Tumbuhan ini mempunyai akar rimpang, tumbuh pada daerah rawa-rawa yang tergenang air tawar, seperti kolam dan sawah, tumbuh baik pada dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan tinggi tanaman antara 0,80 2 meter, bentuk batangnya bersegi tiga. Tumbuhan ini sering ditemukan dalam jumlah besar secara berkelompok (Heyne, 1987).

37 19 Tumbuhan wlingen ini sebelum digunakan sebagai bahan dalam penelitian dibudidayakan terlebih dahulu, seperti yang terlihat pada Gambar 7. Gambar 7.Wlingen (Scirpus grossus ) 2). Melati air (Echinodorus paleafolius) Tumbuhan melati air yang termasuk suku Alimataceae banyak tumbuh di daerah tropis terutama di Amerika Selatan. Tumbuhan ini bisa mencapai tinggi antara cm, mempunyai bunga berwarna putih mirip bunga melati. Bunganya tersusun berkelompok sepanjang tangkai tanaman yang bertekstur lunak. Daunnya berwarna hijau, dapat diperbanyak dengan menggunakan anakan tunas, yang tumbuh pada pangkal batang tanaman. Tumbuhan melati air ini sebelum digunakan sebagai bahan dalam penelitian dibudidayakan terlebih dahulu, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Melati air (Echinodorus paleafolius) 3). Genjer (Limnocharis flava ) Tumbuhan genjer (Limnocharis flava), yang termasuk suku Butamaceae merapakan tumbuhan air yang hidupnya banyak ditemukan di rawa dan sawah, tumbuhan ini berasal dari daerah tropis Amerika, tetapi terdapat juga tumbuh liar di daerah panas yang lain. Tumbuhan genjer didominasi oleh warna hijau, daunnya berbentuk ovel atau bujur telur, pada saat muda daunnnya bergulung dengan ukuran daun mencapai 6-28 cm atau cm. Tumbuhan genjer mempunyai bunga seperti payung

38 20 yang terdapat di antara daun dan bisasanya berwarna kuning pucat tampa buah (Soerjani et al., 1987; Harada et al., 2002). Di Indonesia tumbuhan genjer ditemukan di Sumatra dan Jawa. Tumbuh di tempat-tempat becek atau terendam, di parit-parit, kolam air tawar, dan terutama di sawah-sawah yang berair, tumbuh dalam bentuk bergerombol dalam jumlah yang besar. Tumbuhan genjer ini sebelum digunakan sebagai bahan dalam penelitian dibudidayakan terlebih dahulu, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Gambar 9.Genjer (Limnocharis flava ) 4). Kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes) Tumbuhan kiapu termasuk dalam suku Araceae, merupakan tumbuhan air yang mengapung pada permukaan air. Sekarang tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman hias. Kiapu ini banyak ditemui pada daerah rawa atau sungai. Tumbuhan ini berakar serabut dan akar rimpang yang bergantungan dalam air dengan panjang antara cm, tumbuhan didominasi oleh warna daun yang hijau cerah dengan tekstur tebal serta berambut halus menyerupai beludru. Kiapu mempunyai akar menyerupai rambut yang tumbuh mengantung tepat dibawah roset daunnya. Perbanyakan kiapu dilakukan dengan memotong batang kecil yang menjalar. Tumbuhan sebelum digunakan sebagai bahan dalam penelitian dibudidayakan terlebih dahulu, seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10. Kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes)

39 Jenis Limbah Cair dan Sumbernya Dalam sebuah DAS, terdapat berbagai penggunaan lahan, seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, perikanan, industri, dan sebagainya. Semua aktivitas dari kegiatan tersebut akan menghasilkan bahan pencemar atau limbah, yang selalu dibuang ke perairan tanpa dilakukan pengolahan dengan baik. Hal ini akan memberikan dampak pada lingkungan perairan sungai. Secara ekologis terjadinya perubahan ekosistem DAS bagian hulu akan mempengaruhi kelangsungan ekosistem di daerah tengah dan hilir (Manan, 1992; Ramadan et al., 2003). Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke perairan dapat menggangu kehidupan biota perairan baik di tempat limbah tersebut dibuang maupun di daerah hilir sungai. Limbah dari daerah pertanian seperti pupuk, pestisida, dan limbah cair dari agroindustri, yang tidak dilakukan pengelolaan dengan baik masuk ke perairan sungai akan memberikan dampak seperti meningkatnya nilai BOD 5, COD, nitrogen, fosfat, senyawasenyawa beracun, logam berat, ph, total padatan tersuspensi, minyak dan lemak dan sedimentasi (Manik, 2003). Proses pencemaran terjadi pada saat bahan pencemar yang dihasilkan dari aktivitas manusia dibuang ke lingkungan, sehingga menyebabkan perubahan yang buruk terhadap lingkungan yang menerima. Hal ini terjadi bila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut. Beberapa jenis pencemar dan sumbernya, yang dapat mempengaruhi lingkungan ditampilkan pada Tabel 3 (Soemarwoto, 1990; Davis dan Cornwell, 1991; Connell dan Miller, 1995). Secara umum sumber pencemar dikelompokkan atas dua bagian yaitu (1) pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya (point source), seperti limbah industri, (2) pencemaran yang tidak diketahui secara pasti sumbernya (non-point source) yaitu masuk ke perairan bersama air hujan, seperti limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman dan limpasan dari perkotaan. Bahan pencemar dari kedua sumber tersebut masuk ke badan sungai, sehingga akan menimbulkan dampak pada badan sungai (Husin dan Syaiful, 1991; Haslam 1995).

40 22 Tabel 3. Beberapa jenis bahan pencemar dan sumbernya Sumber Tertentu (Point Source) No. Jenis Pencemar Limbah Limbah Domestik Industri Limbah menurunkan kadar oksigen Unsur hara Patogen Sedimen Garam-garam Logam yang toksik Bahan organik toksik Pencemaran Panas x x x x x x x x x x x x Sumber Tak Tentu (Non Point Source) Limpasan Daerah Pertanian x x x x x - x - Limpasan Daerah Perkotaan Keterangan: x = dihasilkan oleh sumber limbah ; - = tidak dihasilkan oleh sumber limbah Limbah yang di hasilkan oleh perkebunan besar seperti kelapa sawit, dan karet, cukup potensial mencemari lingkungan, baik yang berasal dari penggunaan pupuk, dan pestisida, maupun yang berasal dari limbah cair pabrik, seperti proses pengolahan minyak sawit yang menghasilkan, TSS, BOD 5, COD, minyak dan lemak, ph, serta bau yang tidak sedap. Limbah ini sangat potensial mencemari badan air dan lingkungan sekitarnya. Kandungan unsur kimia dan fisika dari limbah pabrik kelapa sawit yang dibuang ke lingkungan ditampilkan pada Tabel 4 (Kurnia et al., 2003). Tabel 4. Kandungan parameter fisika dan kimia limbah cair pabrik kelapa sawit Parameter Satuan Nilai Suhu Warna Padatan terlarut ph Oksigen terlarut BOD COD Minyak dan lemak N-Total NO 3 -N C-organik Kalsium Magnisium o C PtCo mg/l Skala mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 28 41, ,35 1, , ,80 29,80 3,70 Sumber : PT. Sawindo Kencana,2002 dalam Kurnia et al, (2003). Brenner dan Mondok (1995) melaporkan bahwa pencemaran pada beberapa perairan sungai di Amerika, yang diakibatkan oleh bahan pencemar yang berasal dari daerah pertanian, dapat meningkatkan bahan pencemar seperti bahan organik, bakteri, x x x x x x - -

41 23 dan padatan tersuspensi. Selanjutnya Environmental protection agency (EPA, 1987) juga melaporkan bahwa 75% danau, 64% sungai, dan 19% estuaria juga telah tercemar oleh bahan pencemar yang berasal dari lahan pertanian. Dari hasil analisis kualitas air pada 11 sub-das Shenango di Pennnsylnania, telah terjadi degradasi kualitas air yang disebabkan bahan pencemar yang berasal dari daerah pertanian, seperti nitrogen-nitrat, fosfat, bakteri coli, dan oksigen-terlarut Indikator Parameter Pencemaran Pengelolaan lingkungan perairan diperlukan sebagai suatu petunjuk untuk menilai lingkungan perairan apakah masih layak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dilakukan karena kebutuhan akan air tidak hanya menyangkut kuantitasnya, tetapi juga kualitas. Usaha pengendalian pencemaran air memerlukan informasi dan masukan mengenai tingkat pencemaran air. Ada tiga cara untuk mengevaluasi tingkat pencemaran air yaitu, 1) cara kriteria dan standar kualitas air, 2) cara uji hayati dan, 3) cara indeks kualitas air atau pencemaran (Mahbud, 1990; Soemarwoto, 1991). Secara umum indeks mutu kualitas air merupakan alat yang dapat digunakan untuk memantau dan menyampaikan status kualitas air secara holistik dan kuantitatif yang didasarkan pada standar yang berlaku, dengan menggunakan indeks mutu lingkungan perairan berdasarkan National Sanitation Foundation Water Quality Index, pengambil kebijakan dapat melihat kondisi kualitas perairan di masa yang akan datang (Husin dan Syaiful, 1991). Ada beberapa parameter yang dapat digunakan dalam melihat kualitas lingkungan perairan berdasarkan indeks mutu lingkungan seperti nilai ph, suhu, oksigen-terlarut, total padatan, fosfat, nitrat, BOD 5, kekeruhan (Ott, 1978 ). Di antara karakteristik fisika, kimia perairan alamiah yang dianggap penting diperhatikan adalah konsentrasi padatan tersuspensi, suhu air, dan konsentrasi oksigenterlarut dalam suatu sistem perairan. Padatan tersuspensi yang sebagian besar terdiri dari berbagai bahan, yang seringkali mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air untuk kehidupan manusia dan kehidupan organisme akuatik lainnya. Beberapa karakteristik atau indikator disarankan untuk dikaji dalam analisis pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan, terutama untuk kualitas air antara lain parameter fisika, kimia dan biologi ( Effendi, 2003; Manik, 2003).

42 Parameter Fisika Parameter fisika yang biasa digunakan untuk melihat kualitas suatu perairan meliputi, suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas atau daya hantar listrik, padatan tersuspensi. Parameter-parameter ini biasa saling berhubungan satu sama lainnya, seperti kecerahan yang mempengaruhi intensitas cahaya sebagai sumber energi utama dalam suatu ekosistem perairan, cahaya yang dapat mempengaruhi perubahan suhu, serta sangat berperan pada proses fotosintesis (Jeffries dan Mill, 1996). Perubahan suhu perairan berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Peningkatan suhu juga dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilitas, dan juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas O 2, CO 2, N 2, CH 4, dan gas lainnya. Kenaikan suhu air dapat menyebabkan nilai oksigen-terlarut menurun, sehingga dapat menimbulkan bau tidak enak pada badan air, sebagai akibat terjadinya degradasi bahan organik secara anaerobik (Haslam, 1995; Jeffries dan Mill, 1996). Kecerahan dan kekeruhan merupakan ukuran transparansi perairan, dan mempunyai hubungan yang positif dengan padatan tersuspensi. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan akan semakin tinggi. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan organisme aquatik. Dari segi estetika, meningkatnya kekeruhan dalam air, bisa disebabkan oleh adanya bahan pencemar yang berasal dari limbah cair dari berbagai aktivitas, seperti limbah domestik, industri, pertanian, dan kawasan hutan (Fardiaz, 1992; Suriawiria, 2003). Konduktivitas atau daya hantar listrik, mengambarkan kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik, berhubungan erat dengan padatan terlarut total, dan padatan tersuspensi. Kadar padatan terlarut total pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh bahan yang berasal dari pelapukan batuan, limpasan air permukaan tanah, limbah pertanian, limbah domestik, dan limbah industri (Effendi, 2003).

43 Parameter Kimia Pencemaran perairan oleh senyawa dan unsur kimia merupakan masalah bangsa, baik secara regional maupun lingkungan global. Hal ini sangat berhubungan dengan penggunaan lahan, serta pencemaran udara. Sumber bahan pencemar ini akan selalu berbeda-beda tergantung dari aktivitas yang ada dalam wilayah tersebut. Air merupakan pelarut yang sangat baik, oleh karena itu badan-badan air banyak mengandung bahan kimia, seperti bahan organik, anorganik, dan mikroorganisme (Darmono, 2001; Achmad, 2004 ). Pencemaran oleh bahan organik seperti limbah industri, minyak, pestisida, pupuk, dan sumber bahan organik yang terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak, yang membentuk organisme hidup, dan senyawa-senyawa lainnya, bila mengalami perombakan atau terurai, akan mempengaruhi nilai parameter kimia perairan seperti, oksigen-terlarut, ph, BOD 5, COD, padatan terlarut, total padatan terlarut, konduktivitas atau DHL, salinitas, nitrit, nitrat, amonia, fosfat, CO 2. Sedangkan bahan pencemar kimia dalam bentuk anorganik di perairan umumnya dalam bentuk logam berat yang bersifat toksik seperti, arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg), timbal (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), besi (Fe), dan mangan (Mn), unsur atau senyawa anorganik ini berasal dari limbah industri, limbah domestik, dan limpasan air perkotaan (Davis dan Cornwell, 1991; Connel dan Miller, 1995; Kusnoputranto, 1995). Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun yang esensial terlarut dalam air, dan mencemari air tawar maupun air laut yang bersumber dari pertambangan, peleburan logam, industri, dan juga berasal dari lahan pertanian (Darmono, 2001; Setyorini et al., 2002). Di dalam air biasanya logam berikatan dalam bentuk senyawa kimia atau dalam bentuk ion logam, tergantung pada kompartemen tempat logam itu berada. Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air secara alamiah. Konsentrasi logam toksik seperti, Cd, Pb, Hg dan As dalam lingkungan perairan secara alamiah biasanya sangat kecil Parameter Biologi Mikroorganisme yang terdapat dalam air berasal dari berbagai sumber seperti, udara, tanah pertanian, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati, kotoran manusia, kotoran hewan dan bahan organik. Bakteri yang umum digunakan

44 26 sebagai indikator telah tercemarnya suatu badan air, adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia dan hewan. Oleh karena itu, disebut koliform fekal (Abel, 1989; Fardiaz, 1992). Analisis mikroba di dalam air, didasarkan pada kebutuhannya untuk mengetahui ada tidaknya jenis yang berbahaya sebagai penyebab penyakit, dan pencemaran air. Jasad-jasad hidup yang mungkin ditemukan dalam sumber-sumber air, seperti bakteri, ganggang, cacing, dan plankton. Kehadiran bentuk-bentuk kehidupan ini selalu ditemukan dalam badan air. Keberadaan berbagai mikroorganisme ini dapat menimbulkan dampak seperti penyebab penyakit, menimbulkan rasa dan bau yang tidak menyenangkan, dan dari segi estetika air tersebut tidak disukai, serta perubahan pada warna air (Suriawiria, 2003).

45 27 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2005 sampai Juni 2006 dan dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama meliputi persiapan, survai identifikasi lokasi titik pengambilan sampel air limbah, inventarisasi jenis tumbuhan air yang ada di lokasi pengambilan sampel, dan pengumpulan data sekunder. Tahap kedua, pengambilan sampel air limbah dan analisis karakteristik sifat kimia, fisika, dan biologi, budidaya tumbuhan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning, seleksi tumbuhan terhadap air limbah. Tahap ketiga pelaksanaan percobaan utama, yang meliputi persiapan peralatan sebagai wadah untuk percobaan, media penyaring tanah aluvial dan zeolit, limbah cair buangan akhir pabrik kelapa sawit, dan tumbuhan air yang digunakan Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam menunjang penelitian dan percobaan ini meliputi : ph meter, thermometer, botol pengambil sampel, Global Positioning System GPS, timbangan, botol plastik untuk sampel, jerigen, Water Quality Checker (WQC), karung plastik, alat tulis, komputer dan printer, kalkulator, kran plastik, pipa paralon, drum plastik untuk wadah percobaan dengan ukuran diameter 60 cm x tinggi 45 cm. Bahanbahan yang digunakan adalah limbah cair buangan akhir pabrik kelapa sawit, aqua destilata, asam sulfat pekat, asam nitrat pekat, es, kertas tissue, tanah aluvial, zeolit no 1, kerikil dan tumbuhan air : wlingen, melati air, genjer, dan kiapu Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi survai identifikasi lokasi titik pengambilan sampel limbah cair yang akan diseleksi sebagai sumber limbah cair untuk prapenelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2005, dalam wilayah Sub-DAS Tapung Kiri. Dari hasil pengamatan di lapangan ditetapkan enam lokasi tempat pengambilan limbah cair untuk dilakukan analisis karakteristik sifat fisisk, kimia, dan bilogi. Lokasi pengambilan sampel tersebut disajikan pada Tabel 5, dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar Lampiran 1. Adapun pertimbangan penetapan titik-titik pengambilan sampel air limbah

46 28 dengan pertimbangan bahwa lokasi pengambilan sampel diduga mengalami pencemaran oleh limbah cair, dari beberapa aktivitas yang berada dalam daerah penelitian pada Sub- DAS Tapung Kiri. Tabel 5. Titik sampling dan pembagian segmen sungai pada Sub-DAS Tapung Kiri. No. Lokasi Sampling Titik Koordinat Segmen Sungai 1. Outlet danau Bukit Suliki !.19,7!! BT !.44,4!! LU Hulu 2 Sungai Tandun !.04,0!! BT !.29,2!! LU Hulu 3. Anak Sungai Lembu !.00,0!! BT !.00,0!! LU Tengah 4. Sungai Dasmiasi !.19,7!! BT !.44,1!! LU Tengah 5. Sungai Kandis !.27,1!! BT !.07,4!! LU Hilir 6.. Muara Sungai Tapung Kiri !.47,1!! BT !.03,7!! LU Hilir Wilayah pengambilan sampel dibagi dalam tiga segmen yaitu daerah bagian hulu, tengah, dan hilir dengan karakteristik lokasi pengambilan sampel limbah cair di lapangan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Muara danau Bukit Suliki terletak di Desa Sungai Kuning. Pengambilan sampel air pada lokasi ini dengan pertimbangan bahwa air yang berasal dari danau ini merupakan sumber air pada bagian hulu sungai tapung kiri. Kawasan di daerah danau ini meliputi kawasan hutan lindung dan hutan produksi serta perkebunan kelapa sawit. Lokasi pengambilan sampel dari muara danau berjarak 50 meter. Lebar penampang basah sungai 2.80 meter, kecepatan arus rata-rata 0.29 m/ detik, kedalaman sungai dibagi menjdai 3 bagian: 0.30 m, 0.40 m, dan 0.23 m. 2. Desa Tandun, terletak di jalan raya Pasir Pengaraian-Bangkinang. Dipilihnya desa ini sebagai tempat pengambilan sampel, karena desa ini terletak pada sungai Tapung Kiri bagian hulu. Kawasan ini meliputi daerah pemukiman, pertanian, dan perkebunan sawit dan perkebunan karet. Lokasi pengambilan sampel dilakukan 50 meter dari jembatan tandun kearah hilir jembatan. Lebar penampang basah sungai meter, kecepatan arus rata-rata 0.34 m/detik, kedalaman sungai dibagi menjadi 5 bagian: 0.30 m, 1.0 m, 1.60 m, 1.25 m, dan 0.50 m. 3. Anak Sungai Lembu, anak sungai tapung kiri, air sungainya mengalir ke sungai Tapung Kiri. Sungai ini terdapat di desa Petapahan yang merupakan sungai alam. Sungai ini dimanfaatkan oleh PT. Ramajaya Pramukti sebagai sungai alam tempat

47 29 mengalirkan limbah cair. Pengolahan limbah dilakukan secara land application. Land aplication ini merupakan pemanfaatan limbah cair dari pabrik kelapa sawit ke lahan perkebunan sawit. Pada lokasi ini terdapat aktivitas perkebunan, pabrik sawit dan pemukiman penduduk. Lokasi pengambilan sampel dilakukan 100 meter dari jembatan yang berada di jalan utama dalam perkebunan sawit. Lebar penampang basah sungai 4.10 meter, kecepatan arus rata-rata 0.60 m/detik, kedalam sungai dibagi menjadi 3 bagian: 0.26 m, 0.40 m, dan 0.23 m. 4. Sungai Dasmiasi, merupakan anak sungai Tapung Kiri, terdapat di kecamatan Petapahan. Sungai ini merupakan sungai alam yang digunakan oleh Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewanggi Sawit Sejahtera sebagai tempat pembuangan limbah cair. Pabrik ini melakukan pengolahan limbah cair. Pada lokasi ini terdapat aktivitas perkebunan sawit dan pebrik kelapa sawit. Lakosi pengambilan sampel air dilakukan 5 meter arah muara dari saluran pembuangan limbah cair pabrik Lebar penampang basah sungai 3.80 meter, kecepatan arus rata-rata 0.30 m/detik dengan kedalam sungai dibagi menjadi 3 bagian: 0.63 m, 0.80m, dan 0.59 m. 5. Sungai Kandis, terdapat di desa galuh merupakan anak sungai Tapung Kiri yang terdapat di kecamatan Tapung. Sungai ini merupakan sungai alam yang bermuara ke sungai Tapung Kiri. Sungai ini merupakan aliran limbah cair yang berasal dari PTP V Sungai Galuh yang mengolah limbah cair secara land aplication. Pada lokasi ini terdapat aktivitas perkebunan sawit, perkebunan karet, dan pabrik sawit serta pemukiman penduduk. Lokasi pengambilan sampel air dilakukan 50 meter dari jembatan sungai Kandis arah ke muara. Lebar penampang basah sungai 7.80 meter, kecapatan arus rata-rata 0.51 m/detik, kedalaman sungai dibagi menjadi 5 bagian: 0.87 m, 0.98 m, 1.60 m, 1.40 m, dan 1.20 m. 6. Muara Sungai Tapung Kiri, merupakan muara sungai Tapung Kiri dimana semua air dari titik sampel mengalir kemuara sungai ini. Sampel diambil 100 meter dari muara sungai. Lebar penampang basah sungai ini adalah meter, kecepatan arus rata-rata 0.71 m/detik, kedalaman sungai dibagi menjadi 7 bagian: 0.50 m, 2.10 m, 3.80 m, 4.40 m, 3.60 m, 2.50 m, dan 0.80 m.

48 Tahap Prapenelitian dan Seleksi Tumbuhan Air Prapenelitian dilaksanakan pada bulan September 2005 sampai Desember 2005, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuhan air beradaptasi terhadap limbah cair yang digunakan dari enam lokasi. Tumbuhan air yang digunakan sebanyak 5 jenis yaitu wlingen, genjer, enceng gondok, melati air, dan kiapu. Pra-penelitian, seleksi, dan budidaya tumbuhan air untuk percobaan dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, seperti yang disajikan pada Gambar 11. Seleksi tumbuhan ini dilakukan dalam wadah yang terbuat dari ember plastik, seperti yang disajikan pada Gambar 12. Ember diisi dengan tanah aluvial setinggi 16 cm, selanjutnya dialirkan air limbah dari masing-masing lokasi mencapai ketinggian 14 cm, pengamatan dilakukan selama 30 hari. Gambar 11.Tempat pra-penelitian Gambar 12. Wadah yang digunakan Tahap Percobaan Utama Tahap ketiga percobaan utama dilaksanakan pada bulan Desembar 2005 sampai dengan Juni Percobaan dilaksanakan secara eksperimen dengan mengambil salah satu sumber limbah cair dari ke enam titik sampling yang dilakukan pada penelitian pendahuluan, yakni limbah cair pada lokasi sungai Dasmiasi yang merupakan limbah cair buangan pabrik kelapa sawit, menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design), yaitu, empat jenis tumbuhan air tunggal, tiga jenis tumbuhan air gabungan, dua jenis media yaitu tanah alivial dan aluvial-zeolit. Percobaan dilakukan dengan tiga ulangan, sehingga unit percobaan sebanyak 7 x 2 x 3 = 42 unit percobaan. Rincian satuan percobaan yang dilakukan disajikan pada Tabel 6. Pelaksanaan percobaan utama adalah sebagai berikut :1) Percobaan utama dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, 2) Wadah tempat percobaan dibuat dari drum plastik yang berukuran diameter 60 cm x

49 31 tinggi 45 cm. Masing-masing wadah dilengkapi satu buah kran dan pipa tempat keluarnya limbah cair yang telah mengalami perlakuan. Wadah yang digunakan disajikan pada Gambar 13. 3) Wadah diisi dengan masing-masing media yang digunakan, yakni tanah aluvial dan kombinasi tanah aluvial-zeolit, 4) Sebelum dilakukan penanaman, media dijenuhkan terlebih dahulu dengan air yang belum tercemar, dibiarkan selama 3 hari. Selanjutnya air dikeringkan dan dibiarkan selama satu hari. Setelah itu baru dilakukan penanaman. Tumbuhan air yang digunakan adalah tumbuhan tunggal wlingen 22 pohon, melati air 7 pohon, genjer 6 pohon, dan kiapu 22 roset, sedangkan untuk kombinasi digunakan tumbuhan air masing-masing wlingen-kiapu (22 pohon + 16 roset), melati airkiapu (7 pohon+ 16 roset), dan genjer-kipau (6 pohon + 16 roset). Jumlah tumbuhan air ini digunakan didasarkan pada percobaan pendahuluan bahwa kapasitas wadah yang digunakan dengan pengamatan selama satu bulan telah dipenuhi oleh tumbuhan air. Tabel 6. Kombinasi perlakuan pada percobaan utama Media Tumbuhan Air Kode Perlakuan Scirpus grossus m 1 v 1 Echinodorus paleafolius m 1 v 2 Limnocharis flava m 1 v 3 Aluvial (m 1) Pistia strationes m 1 v 4 Scirpus grossus- Pistia strationes m 1 v 5 Echinodorus paleafolius- Pistia strationes m 1 v 6 Limnocharis flava Pistia strationes m 1 v 7 Scirpus grossus m 2 v 1 Echinodorus paleafolius m 2 v 2 Limnocharis flava m 2 v Aluvial- 3 Pistia strationes m 2 v Zeolit (m 5 2 ) Scirpus grossus- Pistia strationes m 2 v 6 Echinodorus paleafolius- Pistia strationes m 2 v 6 Limnocharis flava Pistia strationes m 2 v 7 Selesai tumbuhan ditanam, limbah cair dialirkan secara perlahan-lahan sebanyak 30 liter, sehingga mencapai ketinggian 18 cm diukur dari permukaan tanah. Selama percobaan dilaksanakan, setiap 10 hari ditambahkan air bebas ion ke dalam wadah percobaan sebanyak 8 liter untuk tumbuhan air tunggal, dan 12 liter untuk tumbuhan air gabungan. Tujuan penambahan air untuk mengganti air limbah yang diambil untuk

50 32 keperluan analisis, air yang diserap oleh tumbuhan, dan air yang menguap sehingga air dalam wadah kembali seperti keadaan awal percobaan Pengamatan Gambar 13. Wadah untuk percobaan utama Pengamatan yang dilakukan meliputi, karakteristik limbah cair yang dibuang ke perairan, dengan melakukan analisis terhadap parameter fisika, kimia dan biologi. Sedangkan untuk percobaan utama diamati pertumbuhan tumbuhan, jumlah tumbuhan mati, lama waktu penyerapan bahan pencemar oleh tumbuhan dan media diamati secara periodik 10 hari, 20 hari dan 30 hari, dengan lama pengamatan selama 30 hari. Limbah yang telah mengalami proses perlakuan secara periodik setiap 10 hari dianalisis parameter fisika, dan kimia Analisis Data Analisis data meliputi : 1) Analisis parameter fisika, kimia dan biologi, dilakukan berdasarkan metode standar dilaksanakan di Laboratorium Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi Riau, dan Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Riau 2) Analisis indeks mutu lingkungan perairaan berdasarkan metode National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF-WQI), dan status mutu air menggunakan sistem nilai dari Storet-EPA (Ott, 1976; Canter, 1977; KLH, 2003 ). 3) Untuk menghitung keefektivan hasil pengolahan limbah cair dengan media penyaring dan tumbuhan air digunakan persamaan : (C in - C out ) EP = x 100% C in

51 33 EP = keefektivan pengolahan limbah dengan media penyaring dan tumbuhan air; C in = kadar parameter limbah cair yang masuk pada sistem media penyaring, dan C out = kadar parameter limbah cair yang keluar dari sistem media penyaring dan tumbuhan air. 4) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan tumbuhan air dengan media penyaring dalam menyerap bahan pencemar, dilakukan analisis sidik ragam dengan media penyaring sebagai petak utama dan tumbuhan air sebagai anak petak seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar parameter dilakukan uji berpasangan nilai tengah dengan uji Duncan pada taraf kepercayaan 5% (Gaspersz, 1991). Analisis data dilakukan dengan Minitab versi dan SAS versi 6.12.

52 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair Yang Dibuang ke Perairan Hasil analisis karakteristik sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi pada masingmasing lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 7. Analisis bertujuan untuk mengetahui tingkat tercemarnya masing-masing lokasi pengambilan sampel limbah cair. Untuk mengetahui tingkat tercemarnya masing-masing lokasi, hasil analisis dibandingkan dengan mutu lingkungan perairan berdasarkan IMLP (Ott. 1978), PP No. 82 tahun 2001, dan sistem nilai Storet (Kep-Men-LH No. 115 tahun 2003). Tabel 7. Hasil analisis parameter fisika, kimia dan mikrobiologi pada masing-masing titik sampling. No. Parameter Satuan Kode stasiun pengambilan limbah cair S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 S.6 I. Fisika 1. Suhu Air 0 C Suhu Udara 0 C DHL mhos/cm TSS mg/l II. Kimia. 5. ph skala DO mg/l BOD 5 mg/l COD mg/l Alkalinitas mg/l Asiditas mg/l CO 2 mg/l TDS mg/l N-NH 3 mg/l N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Ortho Fosfat mg/l Fosfat Total mg/l Sulfida mg/l tt tt Sulfat mg/l Kesadahan Total mg/l Klorida mg/l Minyak & Lemak μg/l Kalsium (Ca) mg/l Timbal (Pb) mg/l tt tt tt 25. Besi (Fe) mg/l Magnesium (Mg) mg/l III. Mikrobiologi 27. Koliform Tinja MPN/100 ml Koliform Group MPN/100 ml Keterangan : tt = tidak terdeteksi.

53 35 Hasil analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi, berdasarkan perhitungan indeks mutu lingkungan perairan (IMLP), (Ott,1978), didapatkan bahwa empat lokasi pengambilan sampel termasuk kategori tercemar buruk yakni muara danau bukit Suliki, sungai Tandun, anak sungai Lembu, dan sungai Dasmiasi, dua lokasi pengambilan sampel termasuk dalam kategori tercemar sedang yakni sungai Kandis, dan muara sungai Tapung Kiri. Hasil analisis dan kategori tercemarnya lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Mutu lingkungan perairan pada masing-masing stasiun berdasarkan IMLP No. Parameter Stasiun pengambilan limbah cair Oksigen terlarut E. coli ph BOD NO PO 4 total Temperatur Padatan total Jumlah Kriteria IMLP Buruk Buruk Buruk Buruk Sedang Sedang Hasil analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi, dibandingkan dengan PP No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, terdapat 8-11 parameter telah melampaui batas baku mutu, yakni pada stasiun muara danau bukit Suliki terdapat delapan parameter malampaui baku mutu yaitu oksigen terlarut, BOD 5 COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, stasiun sungai Tandun terdapat sepuluh parameter melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5 COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, koliform tinja, dan koliform group. Kualitas air limbah pada stasiun anak sungai Lembu terdapat delapan parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5 COD, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun sungai Dasmiasi terdapat sembilan parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5, COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun sungai Kandis terdapat sepuluh parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5, COD, N-NH 3, fosfat total, timbal, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun muara sungai Tapung Kiri terdapat sebelas parameter melampaui baku mutu yakni, TSS, ph, DO, BOD 5 COD, N-NH 3,

54 36 fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja. Hasil analisis dan perbandingan berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan hasil analisis kimia, fisika, dan mikrobiologi berdasarkan PP No. 82 Tahun No Parameter Satuan Menurut Stasiun pengambilan limbah cair PP.No. 82 S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 S.6 1. TSS mg/l ph skala * 4.17 * 5.50 * 4.00 * 5.00 * 3. DO mg/l * 5.80 * 3.93 * 2.6 * 2.10 * 3.00 * 4. BOD 5 mg/l * 19.3 * 14.3 * 11.1 * 12.7 * 10.8 * 5. COD mg/l * 41.6 * 29.0 * 40.1 * 29.2 * 41.2 * 6. TDS mg/l N-NH 3 mg/l * 0.90 * * 1.76 * 0.91 * 8. N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Fosfat Total mg/l * 0.40 * 0.20 * 0.25 * 0.57 * 0.43 * 11. Sulfat mg/l Klorida mg/l Minyak & Lemak mg/l Timbal mg/l 0.03 tt tt * tt 15. Besi mg/l * 1.05 * 0.74 * 0.88 * 1.03 * 0.92 * 16. Magnesium mg/l * 18.3 * 15.5 * 12.4 * 18.3 * 15.2 * 17. Koliform Tinja MPN/100 ml * 1500 * 200 * 400 * 4300 * 700 * 18. Koliform Group MPN/100 ml * * Keterangan : 1. Tanda bintang (*) menunjukan bahwa kandungan parameter melampaui standar baku mutu yang ditentukan berdasarkan PP No. 82 Tahun tt = tidak terdeteksi Analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi berdasarkan sistem nilai storet, wilayah titik sampling dibagi menjadi tiga bagian yakni, bagian hulu sungai meliputi muara danau bukit Suliki dan sungai Tandun, bagian tengah sungai meliputi anak sungai Lembu dan sungai Dasmiasi, dan bagian hilir meliputi sungai Kandis dan muara sungai Tapung Kiri. Hasil analisis menunjukan bahwa ketiga bagian sungai telah termasuk kategori tercemar berat, yakni bagian hulu sungai total skor (-95), bagian tengah sungai total skor (-73), dan bagian hilir sungai total skor (-98). berdasarkan sistem nilai storet disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis Hasil analisis berdasarkan sistem nilai Storet (Kep-Men-LH. No.115 tahun 2003) No. Bagian Sungai Nilai Skor masing-masing parameter Fisika Kimia Mikrobiologi Total skor Keterangan 1. Hulu Cemar berat 2. Tengah Cemar berat 3. Hilir Cemar berat

55 37 Tercemarnya perairan ini diduga sebagai akibat dari banyaknya aktivitas perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, dan industri pabrik kelapa sawit yang berada pada Sub-DAS Tapung Kiri, yang seluruh aktivitas tersebut membuang limbahnya ke perairan sungai Tapung Kiri [BAPEDAL Propinsi Riau, 2003). Analisis sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi 28 parameter bahan pencemar yang dikandung limbah cair, menunjukkan bahwa sebagian besar sifat kandungan fisika, dan kimia relatif seragam atau homogen seperti yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai tengah, simpangan baku dan koefisien keragaman dari masing-masing titik pengambilan sampel limbah cair No Parameter Satuan Stasiun pengambilan limbah cair I. Fisika 1. Suhu Air 0 C Suhu Udara 0 C DHL mhos/cm TSS mg/l II. Kimia 5. ph skala DO mg/l BOD 5 mg/l COD mg/l Alkalinitas mg/l Asiditas mg/l CO 2 mg/l TDS mg/l N-NH 3 mg/l N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Orth. Fosfat mg/l Fosfat Total mg/l Sulfida mg/l tt tt Sulfat mg/l Kesadahan mg/l Total 21. Klorida mg/l Minyak & mg/l lemak 23. Kalsium mg/l Timbal mg/l tt tt tt Besi mg/l Mangnesium mg/l III. Mikrobiologi 27. KoliTinja MPN/100 ml Koli Group MPN/100 ml Keterangan : tt = tidak terdeteksi ; S D = simpangan baku nilai tengah contoh ; KK = koefisien keragaman, nilai Koli Tinja dan Koli Group telah ditranspormasi ke logaritma. Ratarata S D KK (%)

56 38 Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 11, selanjutnya dalam penilaian koefisien keragaman digunakan empat penggolongan (Sitorus et al., 1999) yaitu : sangat rendah (KK 16%) = 46.43%, untuk parameter suhu, ph, COD, alkaliniti, asiditi, NO 3, ortofosfat, sulfat, kesadahan total, timbal, besi, magnesium, koli tinja, koli group dan rendah (KK > 16-33%) = 14.29%, untuk parameter BOD 5, CO 2, klorida, dan kalsium, parameter yang koefisien keragaman berada pada kategori sedang (KK > 33-66%) = 17.86%, yakni DO, NH 3, NO 2, fosfat total, minyak dan lemak. Parameter yang keragamannya tinggi ( KK > 60%) = 21.43% terlihat pada DHL, TSS, TDS, sulfida. Nilai koefisien keragaman yang tertinggi seperti DHL dan TDS masing-masing sebesar 108,6%, dan %, dengan kandungan TDS tertinggi terdapat pada stasiun empat dan DHL tertinggi terdapat pada stasiun enam. Pada stasiun empat terdapat pabrik kelapa sawit yang melakukan pengolahan limbah cair. Limbah cair hasil pengolahan dibuang ke sungai Dasmiasi, diduga tingginya nilai TDS sebagai akibat pengolahan limbah tidak dilakukan dengan baik. Sedangkan tingginya nilai DHL pada stasiun enam merupakan akumulasi bahan pencemar dari hulu sungai yang mengalir ke muara sungai Tapung Kiri, begitu juga dengan besarnya kandungan TSS dan sulfida yang terdapat pada stasiun enam diduga merupakan akumulasi bahan pencamar yang berasal dari hulu dan bagaian tengah sungai Hasil Percobaan Pendahuluan Seleksi Tumbuhan Air Hasil percobaan pendahuluan adaptasi tumbuhan terhadap limbah cair yang digunakan menunjukkan pertumbuhan yang baik. Hal ini terlihat dari masing-masing tumbuhan air yang diseleksi 100% hidup. Hasil pengamatan pertumbuhan ini disajikan pada Gambar 14 dan Tabel 12. Dari hasil seleksi ini diambil empat jenis tumbuhan` air yaitu wlingen, melati air, genjer, dan kiapu dengan pertimbangan bahwa wlingen, dan genjer banyak ditemukan di lokasi rawa-rawa yang berada disekitar pengambilan sampel, sedangkan kiapu dan melati air diambil dari kolam-kolam budidaya tanaman hias dari beberapa tempat. Tumbuhan ini sangat mudah untuk dibudidayakan, dan pertumbuhannya sangat cepat. Sedangkan enceng gondok tidak digunakan dalam percobaan ini dengan pertimbangan pertumbuhannya sangat cepat, sehingga populasinya sangat padat dalam wadah percobaan dan tumbuhan ini sudah umum digunakan.

57 39 A e B C D Gambar 14. Percobaan seleksi tumbuhan air (A= Wlingen, B = Melati air, C = Genjer, D = Kiapu, dan E = Enceng Gondok) Tabel 12. Seleksi tumbuhan air yang digunakan dalam percobaan E Perlakuan Tumbuhan Awal Persentase Mati Hidup Aluvial-limbah1-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah2-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah3-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah4-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah5-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah6-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah1-Melati air 3 batang Aluvial-limbah2-Melati air 3 batang Aluvial-limbah3-Melati air 3 batang Aluvial-limbah4-Melati air 3 batang Aluvial-limbah5-Melati air 3 batang Aluvial-limbah6-Melati air 3 batang Aluvial-limbah1-Genjer 3 batang Aluvial-limbah2-Genjer 3 batang Aluvial-limbah3-Genjer 3 batang Aluvial-limbah4-Genjer 3 batang Aluvial-limbah5-Genjer 3 batang Aluvial-limbah6-Genjer 3 batang Aluvial-limbah1-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah2-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah3-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah4-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah5-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah6-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah1-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah2-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah3-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah4-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah5-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah6-Enceng gondok 6 batang 0 100

58 Efektivitas Media Penyaring dan Tumbuhan Air Mengurangi Bahan Pencemar Percobaan yang dilakukan adalah suatu upaya untuk mengendalikan limbah cair buangan akhir pabrik kelapa sawit melalui proses fitoremediasi. Limbah cair diambil langsung dari tempat pembuangan akhir pabrik kelapa sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera, lokasi pengambilan limbah cair tersebut disajikan pada Gambar 15. Percobaan dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, seperti terlihat pada Gambar 16. Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan antara media dan tumbuhan air mampu menurunkan kadar bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair. Gambar 15. Pengambilan sampel Gambar 16. Percobaan di rumah kasa di lokasi sumber limbah Kemampuan perlakuan dalam menurunkan maupun menaikkan kadar parameter ditunjukkan adanya perubahan kualitas limbah cair. Hal yang sangat penting untuk diketahui terhadap tumbuhan air yang digunakan sebagai pengendali limbah cair yang dapat mengurangi terjadinya pencemaran pada suatu sungai atau perairan. Pengamatan pada percobaan ini dilakukan secara periodik yaitu 10 hari, 20 hari dan 30 hari. Kualitas limbah cair sebelum maupun sesudah percobaan disajikan pada Gambar 17 dan 18. Gambar 17. Limbah berwarna hitam gelap sebelum proses fitoremediasi

59 41 Gambar 18. Limbah cair berwarna terang sesudah proses fitoremediasi Untuk mempermudah dalam pembahasan hasil yang diperoleh, parameterparameter dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu : 1) parameter dasar dan penunjang, 2) parameter penyubur, 3) parameter organik, dan 4) parameter logam. Hasilnya dapat diuraikan sebagai berikut : Parameter Dasar dan Penunjang Kelompok parameter dasar dan penunjang merupakan parameter yang umum dan saling berkaitan keberadaan dalam suatu perairan seperti padatan tersuspensi total, padatan terlarut total, daya hantar listrik, kekeruhan, sulfat, karbon dioksida, kesadahan total, ph, klorida, magnesium, dan kalsium. Keberadaan partikal-partikal padatan tersuspensi biasanya menyebabkan terjadinya kekeruhan pada air. Padatan tersuspensi yang dihasilkan dari suatu kawasan industri sangat bervariasi tergantung dari sumber industrinya. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi yang dihasilkan oleh limbah cair makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan padatan terlarut total dalam limbah cair ukurannya lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut umumnya mengandung kation dan anion seperti magnesium, kalsium, timbal, besi, amonia, fosfat, sulfat, nitrat, dan senyawa lainnya. Semakin tinggi kadar padatan terlarut semakin berat tingkat pencemaran suatu perairan. Peningkatan padatan terlarut biasamya diikuti meningkatnya daya hantar listrik. Naiknya DHL mengambarkan terdapatnya mineral-mineral atau garam-garam seperti natrium, magnesium, kalsium, klorida, sulfat, fosfat, besi dan lainnya. Tebbut (1992) dan Mackereth et al. (1989) menyatakan DHL berhubungan erat dengan padatan terlarut total, kadar padatan terlarut biasanya lebih kecil dari DHL. Senyawa-senyawa seperti asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik yang baik, sedangkan bahan organik

60 42 merupakan penghantar listrik yang kurang baik. Dari hasil analisis kelompok parameter dasar dan penunjang ini dapat diuraikan hasilnya sebagai berikut : Padatan Tersuspensi Total (TSS) Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi yang terdiri dari lumpur, pasir halus, serta jasad-jasad renik yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1 m. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar TSS menurun. Penurunan kadar TSS sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah sebagai berikut : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer 100 mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingenkiapu mg /l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar TSS. Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan adanya perbedaan nyata pengaruh perlakuan menurunkan kadar TSS antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Tabel 13. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar TSS pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v3 v4 v2 v7 v1 v6 v5 m a 38.18b 37.66b 37.60b 32.12c 29.27cd 25.10de 35.54a m c 30.70c 25.13de 20.10f 24.22fe 22.31fe 20.10f 24.75b Rata-rata 40.1a 34.4b 31.4bc 28.9cd 28.2cd 25.8de 22.e Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan menurunnya kadar TSS dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar TSS tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 14.

61 43 Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 84.77%. Tabel 14. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TSS (%) tiap periodik 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar TSS Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) terhadap kadar TSS. Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit. Media aluvial mampu menurunkan kadar TSS sebesar mg/l nilai keefektivan TSS 73.15%, sedangkan media gabungan aluvialzeolit mampu menurunkan kadar TSS sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan TSS 81.25% untuk waktu pengamatan 30 hari. Media penyaring gabungan tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari media penyaring tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar TSS Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TSS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan melati air (v1) berbeda nyata dengan tumbuhan wlingen-kiapu (v5), tumbuhan kiapu (v4), dan tumbuhan melati air (v2), tetapi tidak berbeda nyata dengan tumbuhan gabungan genjer-kiapu (v7), tumbuhan gabungan melati air-kiapu (v6), dan tumbuhan melati air (v2) dalam menurunkan kadar TSS. Tumbuhan melati air (v2) berbeda nyata dengan tumbuhan tungal genjer (v3) dan tumbuhan gabungan melati air-kiapu (v6), dan wlingen-kiapu (v5). Tumbuhan genjer

62 44 (v3) berbeda nyata dengan tumbuhan v7, v6, v5, dan v4. Tumbuhan kiapu (v4) berbeda nyata dengan tumbuhan v7, v6, dan v5. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu berbeda nyata dengan v7, tetapi tidak berbeda nyata dengan v6. Tumbuhan gabungan melati air (v6) tidak berbeda nyata dengan v7. Perlakuan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan kombinasi perlakuan yang mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari perlakuan lainnya yaitu sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 82.88% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair 0 dapat diterima. Keterangan : m1 A Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 19. Hasil pengujian berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar TSS Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar TSS Interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TSS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 20 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media penyering tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5 dan m1v4, tidak bebeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3 dan m1v2. Tumbuhan air melati air (m1v2) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v3, m2v2, m2v1, m1v4, dan m1v3, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m1v7, m1v6, dan m1v5. m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan tumbuhan genjer dengan media penyaring tanah aluvial (m1v3) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, 2v1, m1v7, m1v6, m1v5, dan m1v4. Perlakuan tumbuhan air kiapu dengan media tanah aluvial (m1v4) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, 2v1, m1v6, m1v5 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan m1v7. Perlakuan tumbuhan air gabungan wlingen

63 45 dengan media tanah aluvial (m1v5) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, tidak berbeda nyata dengan m2v6, m2v2, dan m1v6. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 20. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TSS Perlakuan tumbuhan air gabungan melati air-kiapu dengan media tanah aluvial (m1v6) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, dan m2v1, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, 2v2, dan m1v7. Tumbuhan air gabungan genjer-kiapu (m1v7) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, 2v2, tidak berbeda nyata dengan m2v1. Perlakuan antara tumbuhan air wlingen dan media tanah aluvial-zeolit (m2v1) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, dan m2v2. Perlakuan gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air melati air (m2v2) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, tidak berbeda dengan m2v6. Perlakuan gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air genjer (m2v3) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, dan m2v5, tidak berbeda nayat dengan m2v4. Perlakuan gabungan media tanah aluvial dan tumbuhan air genjer (m2v4) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, dan m2v5. Perlakuan gabungan media tabah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen-kiapu (m2v5) tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Interaksi perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen-kiapu (m2v5) merupakan kombinasi perlakuan mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari perlakuan tunggal maupun gabungan kombinasi lainnya yaitu sebesar mg/l dari

64 46 kadar awal limbah cair 132 mg/l dengan nilai keefektivan 84.77% untuk waktu pengamatan 30 hari. Perlakuan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah Aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar bahan pencemar TSS lebih besar dari perlakuan lainnya. Kemampuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu menurunkan kadar TSS diduga bahwa akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion terlarut pada lapisan air. Bagitu juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap padatan terlarut yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Gabungan tumbuhan ini juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan jumlah batang dan roset yang cepat dari perlakuan lainnya, sehingga diduga penyerapan terhadap bahan-bahan yang terlarut lebih tinggi dari tumbuhan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TSS, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan yang tersuspensi dalam air limbah (Setiaji, et al., 2003). Kadar TSS dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 14, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan rata-rata untuk semua tumbuhan antara 12.88% (m1v2) dan 48.16% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar TSS masih menunjukkan penurunan antara 46.88% (m1v4) dan 78.22% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar TSS menurun antara 63.52% (m1v3) dan 84.77% (m2v5). Akar tumbuhan wlingen yang berbentuk serabut efektif untuk menyerap bahanbahan yang tersuspensi pada dasar media maupun dalam air. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Stowel et al. (1982), salah satu fungsi akar tumbuhan air yang tenggelam dalam perairan adalah manyaring dan menyerap bahan-bahan yang tersuspensi. Dibantu oleh gerakan air yang membawa bahan-bahan tersuspensi ke dasar air, sehingga mempercepat proses penyerapan oleh akar tumbuhan. Kemampuan kombinasi tumbuhan menyerap TSS didukung oleh tumbuhan kiapu yang mempunyai akar serabut dengan panjang antara cm sangat strategis untuk menyaring bahan-

65 47 bahan tersuspensi yang ada pada permukaan atau bagian tengah air limbah dalam wadah percobaan (Anderson, et al., 1995). Watson, et al. (1989), melaporkan bahwa rawa buatan atau kolam buatan dengan mengunakan tumbuhan Scirpus sp mampu menghilangkan bahan pencemar TSS sebesar 67%, untuk aliran bawah tanah dengan substrat pasir. Aliran bawah tanah dengan substrat tanah 45-85%, dan aliran bawah tanah dengan substrat tanah liat mampu mengurangi TSS sebesar 91%. Selanjutnya Tridech, et al. (1981), menyatakan bahwa tumbuhan Scirpus sp mampu mengurangi TSS yang berasal dari air limbah pada pengolahan kolam ke tiga sebesar 94.2%. Thobanoglous (1987) juga melaporkan bahwa sistem pengolahan limbah cair pada kolam alam dengan memanfaatkan satu jenis tumbuhan air dapat menurunkan kadar padatan tersuspensi antara 21-72% Padatan Terlarut Total (TDS) Padatan terlarut total adalah zat padat yang terlarut, terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air, mempunyai ukuran lebih kecil dari 10-3 m. limbah cair agroindustri umumnya mengandung padatan terlarut yang tinggi. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan media dan tumbuhan pada akhir percobaan menunjukkan penurunan kadar TDS. Penurunan kadar TDS sebagai pengaruh dari perlakuan media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar TDS. Hasil uji berpasangan pengaruh perlakuan terhadap menurunnya kadar TDS disajikan pada Tabel 15 perbedaan yang nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

66 48 Tabel 15. Hasil uji berpasangan nilai tengah TDS pengaruh perlakuan menurunkan kadar TDS pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 m a 209.1b 208.2b 206.2bc 202.1bcd 200.2bc e 205.0a m bcd 193.6cd d e 190.6d e f 180.4b Rata-rata 219.6a 201.4ab 198.9b 196.4b 187.2b 185.2b 160.3c Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar DHL dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar DHL tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 16. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 76.17%. Tabel 16. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TDS (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar TDS Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TDS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 4 menunjukkan bahwa media penyaring aluvial berbeda nyata pengaruhnya terhadap penurunan kadar TDS dibandingkan media aluvialzeolit. Media aluvial mampu menurunkan kadar TDS sebesar mg/l, dengan nilai keefektivan 67.46%, sedangkan gabungan media penyaring gabungan tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TDS sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan niliai keefektivan 71.37% dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan yang lebih tinggi menurunkan kadar

67 49 CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar TDS Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TDS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan tumbuhan v1 berbeda nyata v5, v4, v3, dan v2, tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6. Perlakuan tumbuhan v2 berbeda nyata dengan v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v7 dan v3. Perlakuan tumbuhan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, dan v4. Perlakuan tumbuhan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, dan v5. Perlakuan tumbuhan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, dan perlakuan v6 berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) mampu menurunkan kadar TDS lebih besar dari tumbuhan v1, v2, v3, v4, v6, dan v7 sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan nilai keefektivan 76.17% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 21. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar TDS Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar TDS Interaksi antara media dan tumbuhan menunjukkan pengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar TDS (P=0.002). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 22 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan m1 A m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 m1v1 berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v1, m1v7, m1v5, m1v4, dan m1v2, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m1v dan

68 50 m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v1, m1v5 dan m1v4, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v2, m1v7, m1v6 dan m1v3. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v3, m2v2, m2v1, m1v5, dan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6,m2v5, m2v4, m2v3,m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan perakuan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, m1v6, tidak berbeda nyata dengan m2v6, dan m2v2. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v6, m2v5 dan m2v1, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4, m2v3, m2v2, dan m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v5 dan m2v5, tidak bebeda nyata dengan m2v7, m2v4, m2v3, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3 dan m2v2, tidak berbeda nyata dengan m2v6. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 22. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TDS Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4 dan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5, tidak berbeda dengan m2v7. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, dan perlakuan m2v6 berbeda nyata dengan m2v7. Perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar TDS lebih tinggi dari perlakuan lainnya sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan nilai keefektivan 76.17% untuk waktu pengamatan 30 hari.

69 51 Interaksi antara perlakuan media dan tumbuhan menunjukkan bahwa perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TDS lebih besar dari perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion terlarut pada lapisan air. Begitu juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap padatan terlarut yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu juga menunjukkan peningkatan biomassa yang cepat dari tumbuhan lainnya, sehingga penyerapan terhadap bahan-bahan pencemar lebih cepat dibandingkan tumbuhan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TDS karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Kadar TDS dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 16, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari yang menunjukkan penurunan kadar TDS rata-rata untuk semua tumbuhan antara 40.96% (m1v1) dan 67.92% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar TDS menunjukkan penurunan antara 52.90% (m1v3) dan 67.44% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar TDS menurun antara 62.06% (m1v4) dan 76.17% (m2v5). Padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dan koloid yang mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi, merupakan bahan anorganik berupa ion-ion yang mudah diserap oleh akar tumbuhan air. Meningkatnya biomasa tumbuhan menunjukkan bahwa pertumbuhan tumbuhan berlangsung dengan baik dan diikuti oleh perkembangan akar tumbuhan. Berkembangnya perakaran tumbuhan ini akan meningkatkan daya serap dan kemampuan penyaringan terhadap TDS, sehingga kadar TDS menurun. Kemampuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu menurunkan kadar TDS lebih tinggi dari tumbuhan air lainnya. Hal ini diduga karena perakaran tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan menyerap TDS yang berada didasar permukaan media, dan didukung oleh tumbuhan kiapu yang mempunyai akar serabut dengan panjang antara

70 cm sehingga sangat strategis untuk menyaring bahan-bahan tersuspensi yang ada pada permukaan atau bagian tengah dalam wadah percobaan. Sebagaimana dilaporkan Hyde dan Ross (1984), bahwa sistem pengolahan limbah dengan menggunakan kolam tanpa tumbuhan air atau dengan hanya menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan kadar TDS sebesar 40-60%. Lebih lanjut Thobanuglous (1987), juga melaporkan bahwa sistem pengolahan limbah dengan menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan TDS kadar 12-72% Daya Hantar Listrik (DHL) Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Peningkatan kadar padatan terlarut disuatu perairan mempunyai hubungan dengan meningkatnya DHL. Padatan terlarut yang berasal dari limbah indutri, limbah pertanian, pemukiman, dan partikel tanah yang terbawa erosi dapat meningkatkan DHL suatu perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar DHL mengalami penurunan. Penurunan DHL sebagai pengaruh dari perlakuan media tanah aluvial dengan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mhos/cm, melati air mhos/cm, genjer mhos/cm, kiapu mhos/cm, gabungan wlingen-kiapu mhos/cm, gabungan melati air-kiapu mhos/cm, dan gabungan genjer-kiapu mhos/cm. Untuk perlakuan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mhos/cm, melati air mhos/cm, genjer mhos/cm, kiapu mhos/cm, gabungan wlingen-kiapu mhos/cm, gabungan melati airkiapu mhos/cm, dan gabungan genjer-kiapu mhos/cm. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap DHL. Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Tabel 17 pengaruh perlakuan terhadap menurunnya DHL menunjukan perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

71 53 Tabel 17. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan DHL pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v2 v4 v1 v7 v6 v5 Rata-rata m1 a a b b cd d e 34.4a m2 cd c e cd f f g 24.7b Rata-rata 586.4a 583.2a 549.8b 527.8c 477.8d 468.1d 392.4e 29.6 Keterangan : Angka-angka dalam koloam dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan DHL dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya DHL tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 18. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 76.74%. Tabel 18. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya DHL (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap DHL Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata terhadap DHL (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Gambar 23 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata pengaruhnya terhadap penurunan DHL dibandingkan media aluvial-zeolit. Media aluvial mampu menurunkan DHL sebesar μmhos/cm, dengan nilai keefktivan 56.39%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan DHL sebesar μmhos/cm dari kadar awal limbah 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan sebesar 64.23% dalam waktu pengamatan 30 hari. Media gabungan aluvial-zeolit keefektifannya lebih tinggi dari media penyaring tanah aluvial dalam menurunkan DHL. Hasil ini sekaligus

72 54 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap DHL Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap DHL (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHLseperti yang disajikan pada Gambar 23 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan tumbuhan v1 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v4, Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, dan v5. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, dan perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v6. Perlakuan tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) mempu menurunkan DHL lebih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar μmhos/cm dari kadar awal 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan 76.74%, dengan waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Keterangan : m1 A m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 23. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap DHL Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap DHL B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh sangat terhadap DHL ((P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Gambar 24 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan perlakuan tumbuhan tunggal wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m1v3.

73 55 Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, tidak berbeda nyata dengan m2v4. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, tidak berbeda nyata dengan m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3 dan m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 24. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap DHL Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, dan m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring aluvial-zeolit (m2v5) mampu menurunkan DHL lebih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar μmhos/cm dari kadar limbah cair awal 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan 78.57%) untuk waktu pengamatan 30 hari. Daya hantar listrik (DHL) dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 18, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan

74 56 penurunan DHL rata-rata untuk semua perlakuan antara 47.67% (m1v1) dan 67.36% (m2v5), pada periode hari ke 20 DHL masih menunjukkan penurunan antara 48.59% (m1v3) dan 66.73% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan DHL menurun antara 50.53% (m1v2) dan 76.74% (m2v5). Menurunnya DHL setelah melalui proses fitoremediasi diduga berkaitan dengan menurunnya kadar TDS dan kekeruhan, karena DHL mempunyai hubungan dengan menurun dan meningkatnya kadar TDS dan kekeruhan (Tebbutt,1992). Mackereth et al. (1989), dan Pandia et al. (1995), menyatakan penurunannya DHL selalu dipengaruhi oleh menurunnya konsentrasi ion-ion terlarut yang terdapat dalam suatu perairan. Kemampuan tumbuhan air menurunkan DHL, diduga karena tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air, sehingga sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Hal ini juga didukung oleh bertambahnya biomassa gabungan tumbuhan wlingen-kiapu lebih tinggi dari tumbuhan lainnya Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TDS, menurunnya TDS memberi pengaruh pada penurunan DHL. Saeni (1989), menyatakan bila kadar padatan terlarut naik maupun menurun berpengaruh pula pada DHL. Zeolit sebagai adsorben mampu menjerap kation-kation seperti NH + 4, Pb 2+, Fe 2+, Mg 2+, dan anion-anion seperti ammonium, fosfat, nitrat, sulfat yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997). Yusuf (2001), melaporkan dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan limbah rumahtangga dan tumbuhan air mendong dan kiambang dalam kolam buatan mampu menurunkan DHL sebesar 41.21%. Menurunnya DHL diduga sebagai akibat menurunnya kadar anion dan kation terlarut dalam air limbah, karena akar-akar tumbuhan air makin bertambah, sehingga mempunyai kemampuan yang efektif untuk menyerap unsur hara yang ada dalam air limbah maupun media yang telah mengalami proses dekomposisi dari bahan organik dan anorganik (Suriawiria, 2003).

75 Kekeruhan Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, seperti lumpur, pasir halus, plankton dan mikroorganisme. Padatan tersuspensi mempunyai korelasi dengan kekeruhan, semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar kekeruhan mengalami penurunan. Penurunan kekeruhan sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar NTU, melati air NTU, genjer NTU, kiapu NTU, gabungan wlingen-kiapu NTU, gabungan melati airkiapu NTU, dan gabungan genjer-kiapu NTU. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar NTU, melati air NTU, genjer NTU, kiapu NTU, gabungan wlingen-kiapu NTU, gabungan melati air-kiapu NTU, dan gabungan genjer-kiapu NTU. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kekeruhan. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kekeruhan disajikan pada Tabel 19 terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kekeruhan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Tabel 19. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kekeruhan pada akhir pengematan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v2 v4 v1 v7 v6 v5 m1 21.0a 20.2a 19.6abc 19.3abc 17.5 bcd 17.1 bcd 16.9 cde 18.8a m cde 17.4 bcd 19.7ab 15.2 def 16.2 de 14.3ef 13.2f 16.1b Rata-rata 19.7a 19.0ab 18.8ab 17.2bc 16.9bc 15.7c 15.0c 17.5 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kekeruhan dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar kekeruhan tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai

76 58 keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 20. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 82.28%. Tabel 20. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kekeruhan (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kekeruhan Media berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan berbeda nyata (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kekeruhan seperti yang disajikan pada Gambar 25 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvialzeolit dalam menurunkan kekeruhan. Media aluvial mampu menurunkan kekeruhan sebesar NTU, dengan nilai keefektivan 76.03%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kekeruhan NTU dari kadar awal limbah NTU, dengan nilai keefektivan sebesar 79.47%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kekeruhan dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kekeruhan Tumbuhan berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kekeruhan seperti yang disajikan pada Gambar 25 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v3, dan v2, tidak berbeda dengan v4. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v3, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v6 dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7, tidak berbeda nyata dengan v6, perlakuan v6 tidak berbeda

77 59 nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kekeruhan lebih tinggi dari tumbuhan lainnya yakni sebesar NTU dari kadar awal sebesar NTU dengan nilai keefektivan 80.85%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 Keterangan : m2 B Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 25. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan (B) terhadap kekeruhan Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kekeruhan. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kekeruhan (P=0.536) pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingenkiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan kombinasi mampu menurunkan kekeruhan lebih tinggi dari perlakuan lainnya sebesar NTU dari kekeruhan awal limbah NTU dengan nilai keefektivan 82.23%, untuk waktu pengamatan 30 hari. v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Kekeruhan dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 20, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kekeruhan rata-rata untuk semua perlakuan antara 40.39% (m1v2) dan 67.36% (m1v3), pada periode hari ke 20 kadar kekeruhan masih menunjukkan penurunan antara 59.86% (m1v3) dan 75.69% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar kekeruhan menurun antara 72.20% (m1v2) dan 82.28% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kekeruhan, diduga karena kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air, sehingga sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan

78 60 tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kekeruhan karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion (Poerwadi, 1997). Tchobanoglous (1987), melaporkan bahwa pada pengolahan limbah cair dengan menggunakan kolam tampa menggunakan tumbuhan mampu menurunkan kekeruhan sebesar 40-60%, dan dengan menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan kekeruhan sebesar 21-72% Sulfat Sulfur merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan sebagai unsur hara dalam proses pembentukan asam amino dan protein. Kebutuhan tumbuhan akan sulfur ini diperoleh dari sulfat (Salisbury dan Ross, 1995). Hasil proses dekomposisi bahan organik umumnya menghasilkan senyawa sulfat, CO 2, nitrat, kalsium, klorida dan unsur-unsur lainnya (Nurhayati et al., 1986). Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar sulfat mengalami penurunan. Penurunan kadar sulfat sebagai pengaruh perlakuan antara media dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media, tumbuhan dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar sulfat disajikan pada Tabel 21.

79 61 Tabel 21. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar sulfat pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v1 v4 v7 v6 v5 m a 11.14bc 10.76cd 12.18ab 9.77de 9.75de 9.11e 10.73a m2 8.80e 9.63de 8.86e 7.18f 7.20f 6.70f 5.20g 7.65b Rata-rata 10.62a 10.39ab 9.81ab 9.68b 8.48c 8.23c 7.16d 9.19 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar sulfat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar sulfat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 22. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 80.74%. Tabel 22. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar sulfat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar sulfat Madia berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar sulfat (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 26 dan Lampiran 4 mnunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunankan kadar sulfat. Media aluvial mampu menurunkan kadar sulfat sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 60.26%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar sulfat sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan 71.67%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kadar CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus

80 62 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap parameter sulfat Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata (P=0.004) dalam menurunkan kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh jenis tumbuhan terhadap kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 26 dan Lampiran 5 menunjukkan perlakuan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar sulfat lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l, dengan nilai keefektivan 73.48% dalam waktu percobaan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 m2 A Keterangan : B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gasmbar 26. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar sulfat Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar sulfat Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan perbedaan sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 27 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan tumbuhan air wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan

81 63 m2v3, m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak bebeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3 dan m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 27. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar sulfat Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidakm berbed nyata dengan m2v7. Kombinasi perlakuan menurunkan kadar sulfat tertinggi terdapat pada perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) yakni sebesar 21.8 mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 80.74% untuk waktu pengamatan 30 hari.

82 64 Kadar sulfat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 22, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar sulfat rata-rata untuk semua perlakuan antara 25.26% (m1v3) dan 63.44% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar sulfat masih menunjukkan penurunan antara 43.85% (m1v2) dan 75.00% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar sulfat menurun antara 53.96% (m1v2) dan 80.74% (m2v5). Sulfur merupakan salah satu unsur utama sebagai unsur hara pada tumbuhan disamping nitrogen dan fosfat. Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar sulfat, diduga oleh kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap anion sulfat yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya untuk menyerap anion sulfat. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar sulfat, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion sulfat yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997). Yusuf (2001), melaporkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan kolam buatan dengan kombinasi tumbuhan air seperti mendong, kiambang, teratai air dan hidrilla mampu menurunkan kadar sulfat limbah domestik sebesar 81.95%. Lies et al. (1999), juga melaporkan bahwa dengan menggunakan sistem saringan dengan sistem sirkulasi limbah tampa menggunakan tumbuhan air mampu menurunkan kadar sulfat hingga 76% Karbon Dioksida Bebas (CO 2 ) Karbon dioksida bebas merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan CO 2 yang terlarut dalam air. CO 2 terdapat dalam perairan alami bersumber dari difusi atmosfer, air hujan, bahan organik, respirasi tumbuhan, hewan, dan dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob maupun anaerob. Tingginya kandungan CO 2 pada suatu perairan dapat mengakibat terganggunya kehidupan biota perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan

83 65 mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar CO 2 mengalami penurunan Penurunan kadar CO 2 sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati airkiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu Untuk perlakuan media tanah aluvial-zeolit, dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati airkiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar CO 2,. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kadar CO 2 disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar CO 2 pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v1 v4 v7 v6 v5 m a 20.08ab 19.45bc 18.82cd 18.26de 17.16e 16.21e 18.84a m e 17.25de 17.17de 15.60f 15.10f 14.46f 13.70g 15.6b Rata-rata 19.0a 18.7ab 18.31ab 17.2abc 16.7bcd 15.8cd 15.0d 17.2 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar CO 2 dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar CO 2 tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 24. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 61.83%.

84 66 Tabel 24. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar CO 2 (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar CO 2 Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar CO 2 seperti yang disajikan pada Gambar 28 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit menurunkan kadar CO 2. Media aluvial mampu menurunkan kadar CO 2 sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 48.93%, sedangkan media gabungan aluvialzeolit mampu menurunkan kadar CO 2 sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan 56.69% dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kadar CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar CO 2 Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar CO 2 seperti yang disajikan pada Gambar 28 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v6, dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v4 dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar CO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l

85 67 dengan nilai keefektivan 68.32% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 28. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar CO 2 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar CO 2 Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.392) pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar CO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 61.83% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar CO 2 dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 24, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar CO 2 rata-rata untuk semua perlakuan antara 18.98% (m1v2) dan 46.17% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar CO 2 menunjukkan penurunan antara 29.87% (m1v3) dan 49.57% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir pengamatan kadar CO 2 menurun antara 39.00% (m1v2) dan 61.83% (m2v5). Kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap anion CO 2 yang terdapat pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar CO 2, karena zeolit

86 68 mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion CO 2 membentuk kalsium karbonat yang mengendap di dasar media. yang diduga Kesadahan Total Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen seperti ion kalsium dan magnesium dalam air, yang menyebabkan sifat kesadahan terhadap air. Perairan yang mempunyai tingkat kesadahan tinggi sangat merugikan bagi keperluan rumah tangga dan industri. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar kesadahan total ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Peningkatan dan penurunan kadar kesadahan total sebagai pengaruh perlakuan media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 4.62 mg/l. Gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar kesadahan sebaliknya tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata terhadap kadar kesadahan. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap penurunan atau meningkatnya kadar kesadahan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan atau meningkatkan kadar kesadahan total pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v2 v1 v7 v4 v6 v5 Rata-rata m a a b bcde ef f f 187.4a m bc bcd bc bc bcd cde de 191.7a Rata-rata 208.8a 208.7a 199.6ab 191.5bc 180.1cd 170.7d 167.4d Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar kesadahan total pada hari ke 10, dan

87 69 ke 20. Pada hari ke 30 dengan bertambahnya waktu pengamatan kadar kesadahan total cenderung meningkat. Meningkatnya kadar kesadahan total tersebut diikuti dengan menurunnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 26. Perlakuan m1v2 merupakan perlakuan yang tertinggi meningkatnya nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar %. Tabel 26. Rata-rata nilai keefektivan menurun dan meningkatnya kadar kesadahan total (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap parameter kadar total Media tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.052) pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial menunjukkan adanya peningkatan kadar kesadahan total sebesar ( mg/l) dengan nilai keefektivan (-6.50%). Untuk media gabungan aluvial-zeolit juga menunjukkan adanya peningkatan kadar kesadahan total sebesar (-7.35 mg/l dari kadar kesadahan total awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan (-4.08%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar kesadahan total Tumbuhan berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kesadahan total seperti yang disajikan pada Ganbar 29 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v6 dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (v5) dan melati air-kiapu (v6) merupakan perlakuan yang kadar kesadahan masih dibawah kadar

88 70 kesadahan total limbah cair awal. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 A Keterangan : Gambar 29. m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar kesadahan total Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar kesadahan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l, dengan nilai keefektivan 7.01%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil pengamatan kadar kesadahan total pada hari ke 10 menunjukkan penurunan rata-rata 22.47% (m1v3) dan (m2v5). Pada hari ke 20, menunjukkan peningkatan kadar kesadahan rata-rata 37.05% (m2v5) dan (-11.28% m1v7), dan hari ke 30 masing-masing perlakuan menunjukkan kecenderungan meningkat rata-rata (-23.60% m1v2) dan (-1.47% m1v2). Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar kesadahan total Interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kesadahan total seperti yang disajikan pada Gambar 30 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v4, m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, tidak berbeda nyata dengan m1v3. B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata

89 71 denagn m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata denagn m2v7. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 30. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi media dan tumbuhan air terhadap kadar kesadahan total Perlakuan tumbuhan gabungan melati air-kiapu (m1v6) dan genjer-kiapu (m1v7) dengan media tanah aluvial mampu menurunkan kadar kesadahan total tertinggi, yakni sebesar mg/l, dari kadar awal limbah sebesar 180 mg/l dengan nilai keefektivan 13.96%, dalam waktu 30 hari pengamatan. Pada periode pengamatan 10 hari kesadahan total untuk perlakuan m2v5 mampu menurunkan kadar kesadahan total sebesar 60.73% dan terendah pada perlakuan m1v3 sebesar 22.47%. Pada pengamatan hari ke 20 kadar kesadahan total meningkat. Perlakuan m1v4 merupakan perlakuan yang kadar kesadahan tertinggi peningkatannya sebesar 40.73%, dan terendah pada perlakuan m1v7 sebesar

90 %. Pada pengamatan hari ke 30 terjadi peningkatan kadar kesadahan yakni tertinggi pada perlakuan m1v2 (-23.60%) dan terendah pada perlakuan m2v5 (0.49%). Kemampuan tumbuhan menurunkan atau meningkatkan kadar kesadahan total, disebabkan oleh kemampuan akar yumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air, sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan menunjukkan kemampuannya menurunkan kadar kesadahan pada pengamatan hari ke 10, sedangkan pada hari ke 20 dan ke 30 kesadahan mempunyai kecenderungan meningkat. Hal ini diduga pada awal percobaan sampai hari ke 10, kadar kesadahan masih mampu diserap oleh tumbuhan karena kalsium dan magnesium dalam keadaan terlarut, setelah hari ke 20 dan ke 30 kalsium dan magnesium bergabung dengan CO 2 membentuk senyawa yang mengendap ke dasar media yang digunakan sehingga sulit untuk diserap oleh akar tumbuhan. Pada hari ke 10 dilakukan penambahan air yang tidak berion, diduga endapan yang terjadi permukaan media larut kembali, sehingga kadar kalsium dan magnesium hari ke 20 meningkat, begitu juga pada hari ke 30. Meningkatnya kadar kesadahan total diduga akibat adanya penambahan air pada hari ke 10, ke 20, akibat penambahan air diduga kalsium dan magnesium yang mengendap dalam bentuk senyawa kalsium karbonat atau magnesium karbonat tercuci atau melarut dengan penambahan air. Penambahan air dilakukan masing-masing 8 liter untuk tumbuhan tunggal dan 10 liter untuk tumbuhan gabungan. Penambahan air ini untuk mengganti air limbah yang diambil untuk analisis maupun air limbah yang telah diserap oleh tumbuhan maupun yang telah mengalami penguapan Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph), mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Nilai ph air kurang dari 5.0 atau lebih dari 9.0, maka perairan sudah dianggap tercemar berat sehingga biota air akan terganggu dan tidak layak digunakan untuk keperluan rumahtangga. Perubahan keasaman air baik ke arah asam maupun ke arah

91 73 alkalis pada suatu perairan perlu dicermati, sehingga ekosistem perairan tidak terganggu. Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan nilai ph mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ph sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 2.40 unit, melati air 2.14 unit, genjer 2.24 unit, kiapu 2.18 unit, gabungan wlingen-kiapu 2.24 unit, gabungan melati air-kiapu 2.22 unit, dan gabungan genjer-kiapu 2.20 unit. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 2.40 unit, gabungan melati air 2.38 unit, genjer 2.20 unit, kiapu 2.30 unit, gabungan wlingen-kiapu 2.40 unit, gabungan melati air-kiapu 2.40 unit, dan gabungan genjer-kiapu 2.30 unit. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap nilai ph. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari, analisis limbah cair setiap periodik menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai ph dengan bertambahnya waktu pengamatan. Meningkatnya nilai ph diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 27. Perlakuan m2v5 dan m2v6 merupakan perlakuan yang lebih tinggi nilai keefektivan pada akhir pengamatan yaitu berturut-turut sebesar 58.54% dan 56.54%. Tabel 27. Rata-rata nilai keefektivan peningkatan nilai ph (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap nilai ph Media tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph (P=0.119) pada taraf taraf = Media penyaring aluvial tidak berbeda nyata dengan media penyaring aluvialzeolit meningkatkan nilai ph. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima.

92 74 Pengaruh tumbuhan terhadap nilai ph Tumbuhan air tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph (P=0.344) pada taraf = Tumbuhan wlingen merupakam tumbuhan yang mampu meningkatkan nilai ph lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar 6.50 dari nilai awal ph limbah cair 4.10 dengan nilai keefektivan 58.54%, untuk waktu percobaan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap nilai ph Nilai ph suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. ph air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tetrsedianya unsur hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Apabila nilai ph air kurang dari 5.0 atau lebih besar dari 9.0, maka perairan sudah tercemar berat kehidupan biota air sudah terganggu dan sudah tidak layak dipergunakan untuk keperluan rumahtangga. Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.612) oleh masing-masing perlakuan terhadap nilai ph pada taraf = Tumbuhan wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) merupakan perlakuan yang mampu meningkatkan nilai ph lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 6.50 dari nilai ph limbah cair awal 4.10 dengan nilai keefektifan 58.54% untuk waktu pengamatan 30 hari. Nilai ph dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 27, menunjukkan peningkatan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan peningkatan nilai ph rata-rata untuk semua perlakuan antara 46.34% (m2v2) dan 45.61% (m2v5). Pada periode hari ke 20 nilai ph menunjukkan peningkatan rata-rata antara 46.34% (m2v1) dan % (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan nilai ph meningkat antara 52.20% 9m2v1) dan 58.54% (m2v5). Kemampuan tumbuhan meningkatkan nilai ph, diduga tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai

93 75 kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media juga memberi pengaruh pada peningkatan nilai ph, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap kation dan anion yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997; Setiaji et al, 2003). Meningkatnya nilai ph, diduga sebagai akibat adanya proses pertukaran ion antara limbah dengan tumbuhan air. Dalam hal ini akar tumbuhan mampu menyerap ionion penyebab asam dan basa yang berlebih atau sebaliknya adanya pelepasan ion-ion yang dapat meningkatkan nilai ph. Reed, et al. (1987), menyatakan bahwa tumbuhan air dalam kolam selain berfungsi melindungi perairan dari cahaya matahari juga melakukan penyerapan dan pertukaran ion. Meningkatnya nilai ph diduga adanya distribusi ion hidrogen dari reaksi pembentukan karbonat dan bikarbonat dari proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut (Effendi, 2003): CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 (asam karbonat) H 2 CO 3 H HCO 3 (ion bikarbonat) _ HCO 3 H CO 3 (ion karbonat) Finlayson et al. 1983), melaporkan dari hasil kajian dengan menggunakan tumbuhan Thypa, Phragmieis, dan Scirpus, mampu meningkatkan nilai ph air limbah berturut-turut sebesar 7% (6.88 menjadi 6.97), 10% (6.90 menjadi 7.00), 9% (6.64 menjadi 7.00). Brahmana dan Armaita (2002), melaporkan bahwa tumbuhan Thypa. sp dengan menggunakan air limbah domestik mampu meningkatkan nilai ph menjadi 7.1 sampai 8.0 selama pengamatan 18 hari, tumbuhan Corex sp mampu meningkatkan nilai ph menjadi 7.1 sampai 8.0, dari nilai ph awal Yusuf (2001) melaporkan dari hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan nilai ph pada air limbah domestik yang dialirkan ke dalam kolam yang ditanami tumbuhan mendong, teratai, kiambang, dan hydrilla sebesar 0.94 dari nilai ph awal 6.70, menjadi Klorida Klorida merupakan senyawa yang umum terdapat pada perairan alami. Keberadaan ion klorida pada tingkat sedang tidak mempunyai pengaruh terhadap sifatsifat kimia dan biologi perairan, tetapi kelebihan ion klorida dan garam-garam klorida pada perairan dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh tingginya

94 76 salinitas, sehingga tidak layak digunakan sebagai air untuk kebutuhan rumahtangga dan pengairan pertanian. Pada percobaan yang dilakukan mengalami peningkatan dan penurunan. menunjukkan kadar klorida Menurun dan naiknya kadar klorida dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 9.83 mg/l, melati air 1.05 mg/l, genjer 3.89 mg/l, kiapu menurun 3.12 mg/l, tumbuhan gabungan wlingen-kiapu menurun 4.22 mg/l, gabungan melati air-kiapu menurun 4.52 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu meningkat 0.15 mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingenkiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media menunjukkan pengaruh nyata ( =0.05) terhadap nilai klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap peningkatan nilai klorida disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar klorida pada akhir pengamatan. Tumbuhan Air Media Rata-rata v1 v3 v2 v7 v4 v6 v5 m a 50.64ab 47.80bc 46.90cd 43.63de 42.23f 42.53ef 47.2a m g 17.96g 17.96g 14.46g 16.73g 16.00g 14.11g 16.6b Rata-rata 38.15a 34.0a 32.9ab 30.7b 30.2b 29.1b 28.3b 31.9 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar klorida dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar klorida tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 29. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 69.82%.

95 77 Tabel 29. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar klorida (%) tiap periode10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar klorida Media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 4 menunjukkan pada media penyaring tanah aluvial terjadi peningkatan kadar klorida sebesar 0.44 mg/l) dengan nilai keefektivan (-0.94%). Gabungan aluvialzeolit terjadi penurunan kadar klorida sebesar mg/l dari kadar klorida awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 64.45%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan terhadap kadar klorida Tumbuhan air menunjukkan pengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar klorida lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar mg/l dari kadar awal mg/l dengan nilai keefektivan 39.42% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air pesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak.

96 78 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 31. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar klorida Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar klorida Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan perbedaan sangat nyata dalam menurunkan kadar klorida (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 32 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4 dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m1v6, m1v5, m1v4, tidak berbeda nyata m2v1, m1v7. Perlakuan m1v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v6, m2v4, m2v3. m1 A m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan m2v3 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4. Perlakuan m2v4 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar klorida lebih tinggi dibandingkan

97 79 dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 69.82%, dalam waktu pengamatan 30 hari. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 32. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar klorida Kadar klorida dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 29, menunjukkan peningkatan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar klorida rata-rata untuk semua perlakuan antara 21.03% (m1v2) dan 60.81% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar klorida menunjukkan peningkatan dan penurunan antara 9.90% (m1v3) dan 66.12% (m2v5), dan sampai pada periode ke 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar klorida menunjukkan peningkatan dan penurunan antara (-21.03% m1v1) dan 69.82% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar klorida, diduga oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar klorida, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap kation dan anion yang terlarut dalam air limbah (Poerwadi, 1997).

98 Magnesium (Mg) Magnesium adalah logam alkali tanah yang banyak dijumpai di perairan alami. magnesium dan kalsium merupakan penyusun utama kesadahan. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut dalam air. Pada percobaan yang dilakukan menunjukkan kadar magnesium mengalami penurunan. Penurunan kadar magnesium dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 8.99 mg/l, melati air 8.40 mg/l, genjer 6.39 mg/l, kiapu 7.39 mg/l, wlingen-kiapu 9.83 mg/l, melati air-kiapu 8.66 mg/l, dan genjer-kiapu 8.86 mg/l. Pengaruh perlakuan antara gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air 9.42 mg/l, genjer 8.93 mg/l, kiapu 9.09 mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar magnesium. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata terhadap kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar magnesium disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar magnesium pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v3 v4 v2 v1 v7 v6 v5 m a ab bc bcd ef bc f 9.7a m bcd bcd bcd cdef def ef bcde 7.7b Rata-rata 10.4a 9.6ab 9.2ab 8.4bc 8.2 bc 8.0bc 7.2c 8.7 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar Mg dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Mg tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 31. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 66.39%.

99 81 Tabel 31. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Mg (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan harim ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar magnesium Media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar magnesium seperti yang disajikan pada Gambar 33 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar magnesium. Media aluvial mampu menurunkan kadar magnesium sebesar 8.44 mg/l dengan nilai keefektivan 46.66%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar magnesium sebesar mg/l dari kadar magnesium awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 57.21% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan air terhadap kadar magnesium Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar magnesium seperti yang disajikan pada Gambar 33 dan Lampiran 5 menunjukkan perlakuan tumbuhan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v3, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v6, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata v7 dan v6. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar magnesium tertinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 60.36% untuk waktu pengamatan

100 82 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak. A m1 Keterangan : m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 33. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh madia (A) dan tumbuhan (B) terhadap kadar magnesium Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar magnesium Magnesium adalah logam alkali tanah yang banyak dijumpai diperairan alami, bersama kalsium magnesium merupakan penyusun B utama kesadahan. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut seperti magnesium sulfat, magnesium klorida dan cenderung bertahan sebagai larutan, meskipun garam-garam kalsium telah mengalami pengendapan. Magnesium merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebegai unsur yang terdapat pada klorofil. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.790) terhadap penurunnan kadar magnesium pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar magnesium lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 66.39% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar magnesium dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 31 menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar magnesium rata-rata untuk semua tumbuhan antara 23.16% (m1v3) dan 44.46% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar magnesium menunjukkan penurunan antara 34.61% (m1v3) dan 46.05% (m2v5), dan sampai antara 35.32% (m1v3) dan 66.39% (m2v5). v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2

101 83 Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar magnesium, disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar magnesium, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion yang terdapat limbah cair (Poerwadi, 1997) Kalsium (Ca) Keberadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang melibatkan karbon dioksida, di perairan senyawa kalsium bersifat stabil dengan keberadaan karbon dioksida. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Peningkatan kadar Ca sebagai pengaruh dari percobaan yang dilakukan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah sebagai berikut : wlingen sebesar 7.56 mg/l, tumbuhan melati air 6.62 mg/l, genjer mg/l, tumbuhan kiapu 2.17 mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu 6.60 mg/l, tumbuhan melati air-kiapu 4.56 mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 3.12 mg/l. Kadar Ca juga meningkat pada perlakuan media gabungan tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, tumbuhan melati air 9.54 mg/l, tumbuhan genjer mg/l, tumbuhan kiapu mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu mg/l, tumbuhan melati air-kiapu mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 6.20 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media, tumbuhan, dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar Ca. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari. Hasil analisis secara periodik tersebut menunjukkan kecenderungan menurunnya kadar Ca pada hari ke 10. Pada hari ke 20 dan ke 30 dengan bertambahnya waktu pengamatan kadar Ca cenderung meningkat. Meningkatnya kadar Ca tersebut diikuti dengan menurunnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 32. Perlakuan m2v2 merupakan perlakuan yang lebih tinggi meningkatnya nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar %.

102 84 Tabel 32. Rata-rata nilai keefektivan menurun dan meningkatnya kadar kalsium (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar kalsium Media tidak berbeda nyata (P=0.053) dalam menurunkan kadar kalsium pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu meningkatkan kadar kalsium sebesar 8.98 mg/l), dengan nilai keefektivan (-22.45%). Pada perlakuan gabungan aluvial-zeolit juga terjadi peningkatan kadar kalsium sebesar mg/l) dari kadar kalsium awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan (-35.93%), dalam waktu 30 hari pengamatan. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar kalsium Tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.294) dalam menurunkan kadar kalsium pada taraf = Gabungan tumbuhan genjer-kiapu (v7) tidak berbeda nyata dengan tumbuhan genjer (v3), tumbuhan melati air (v2), tumbuhan kiapu (v4), tumbuhan wlingen (v1), gabungan tumbuhan melati air-kiapu (v6), dan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5). Gabungan tumbuhan genjer-kiapu merupakam tumbuhan yang mampu meningkatkan kadar kalsium lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar ( mg/l) dari kadar awal timbal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan (-36.65%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar kalsium Keberdadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang melibatkan karbon dioksida yang merupakan gas yang mudah larut di dalam air. Kalsium merupakan

103 85 unsur utama bagi semua makhluk hidup, kalsium berperan dalam pembentukan sel tumbuhan serta perubahan struktur tanah. Bersama dengan magnesium, kalsium berperan dalam menentukan kadar kesadahan air. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.205) terhadap kadar kalsium pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v2) merupaka perlakuan yang mampu meningkatkan kadar kalsium lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan (-48.85%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Kadar kalsium dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 32 menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan untuk semua perlakuan antara 18.00% (m2v2) dan 54.85% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar kalsium menunjukkan peningkatan antara (-21.88% m1v2) dan (-1.88% (m2v5), dan sampai pada periode hari ke 30 yang merupakan akhir pengamatan kadar kalsium meningkat antara (-11.30% m1v6) (-48.85% m2v2). Meningkatnya kadar kalsium ini diduga akibat terbentuknya senyawa senyawa kalsium karbonat sehingga terbentukm endapan pada dasar media, dimana tumbuhan tidak mampu untuk menyerap endapan tersebut. Pada waktu penambahan air tanpa ion hari ke 10 diduga endapan ini melarut atau tercuci sehingga terjadi peningkatan kadar kalsium pada air limbah yang masih tersisa pada media. Karena kesadahan kalsium karbonat merupakan kesadahan yang sifatnya sementara (Boyd, 1988). Meningkatnya kadar kalsium ini diduga karena akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air tidak mampu menyerap endapan kalsium karbonat pada dasar media. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen tidak mampu menyerap endapan yang terbentuk pada dasar media. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada peningkatan kadar kalsium, karena zeolit mempunyai sifat sebagia adsorben yang mampu menjerap ion dan anion, sehingga pada saat penambahan air tanpa ion di hari ke 10 dan 20 kalsium yang dijerapnya dibebaskan sehingga kadar kalsium dalam air limbah meningkat.

104 Parameter Penyubur Kelompok parameter penyubur perairan bersumber dari nitrogen dan fosfor, yang biasanya ditemukan dalam bentuk senyawa dan terdapat dalam keadaan tersuspensi maupun dalam keadaan terlarut, keberadaannya dalam suatu perairan dalam kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pertumbuhan ganggang yang sangat cepat sehingga menyebabkan pencemaran pada perairan. Nitrogen dalam air sebagian besar terikat sebagai nitrogen organik dalam bentuk protein. Keberadaan fosfor dalam air juga bisa sebagai bahan padat maupun dalam bentuk terlarut Jenis-jenis nitrogen anorganik dalam air adalah ion nitrat (NO - 3 ), ammonium (NH + 4 ), dan nitrit (NO - 2 ), sedangkan fosfor anorganik yang terlarut dalam air terutama sebagai bentuk ion ortofosfat (PO 3-4 ). Dari hasil analisis kelompok parameter penyubur ini dapat diuraikan hasilnya sebagai berikut : Ammonia (NH 3 -N) Amonia pada suatu perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur. Denitrifikasi oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah juga akan menghasilkan gas amonia. Sumber lain amonia bisa juga berasal dari limbah industri, domestik, dan proses difusi dari udara. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar amonia mengalami penurunan. Penurunan kadar amonia dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah wlingen sebesar 1.15 mg/l, melati air 1.10 mg/l, genjer 1.02 mg/l, kiapu 1.06 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.24 mg/l, gabungan melati air-kiapu 1.12 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.01mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.24 mg/l, melati air 1.19 mg/l, genjer 1.07 mg/l, kiapu 1.13 mg/l, gebungan wlingen-kiapu 1.36 mg/l, gabungan melati air-kiapu 1.33 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.20 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar amonia. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata terhadap kadar amonia. Hasil uji berpasangan nilai tengah yang disajikan

105 87 pada Tabel 33 terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kadar amonia menunjukkan adanya perbedaan nyata antara media dan tumbuhan air. Tabel 33. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan nilai amonia pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v4 v7 v2 v1 v6 v5 m1 0.78a 0.77a 0.73a 0.69ab 0.67abc 0.64abc 055abc 0.69a m2 0.59abc 0.72a 0.66abc 0.60abc 0.46c 0.55abc 0.43c 0.57b Rata-rata 0.74a 0.70ab 0.69ab 0.65ab 0.60ab 0.57ab 0.49b 0.63 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar amonia dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar amonia tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 34. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 75.98%. Tabel 34. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar amonia (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar amonia Media berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar amonia (P=0.012) pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar amonia seperti yang disajikan pada Gambar 34 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar amonia. Media aluvial mampu menurunkan kadar amonia sebesar 1.10 mg/l, dengan nilai keefektivan 61.45%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar amonia 1.22 mg/l dari kadar awal limbah 1.79 mg/l, dengan nilai keefektivan sebesar 68.16% dalam waktu

106 88 pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar amonia Tumbuhan air berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar amonia (P=0.040) pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar amonia seperti yang disajikan pada Gambar 34 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen v1 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar amonia lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar 1.30 mg/l dari kadar limbah cair awal 1.79 mg/l dengan nilai keefektivan 72.63% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 Keterangan : m2 v6 v5 v4 v3 B v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 34. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar amonia Interaksi antara media dan vegetasi terhadap kadar amonia Interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.918) pada taraf = Perlakuan gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar amonia labih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar 1.36 mg/l, dari kadar awal limbah sebesar 1.79 mg/l dengan nilai keefektivan 75.98% dalam waktu pengamatan 30 hari.

107 89 Kadar amonia dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 34, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar amonia rata-rata untuk semua perlakuan antara 33.60% (m1v3) dan 60.90% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar amonia menunjukkan penurunan antara 49.72% (m1v3) dan 72.63% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar amonia menurun antara 59.22% (m1v2) dan 75.98% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar amonia, diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sehingga sangat efektif menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga gabungan kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar amonia, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion amonium yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Suriawira (2003), menyatakan mikroorganisme pada akar tumbuhan mampu menguraikan bahan-bahan organik maupun anorganik menjadi bentuk senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehinga akar lebih mudah menyerap bahan-bahan tersebut. Penurunan kadar amonia diduga sebagai akibat terjadinya nitrifikasi yang mengubah amonia menjadi nitrat, sehingga kadar amonia terlarut berkurang. Meutia (2002), melaporkan bahwa tumbuhan Thypa sp, pomae sp, dan Eichornia sp, dalam kolam buatan yang dialiri limbah cair rumahtangga mampu menurunkan kadar amonia sebesar 81%. Watson et al., (1989), dan Farahbakhsazad et al., ( 2002), menyatakan bahwa dengan aliran limbah cair secara vertikal dalam kolam buatan di dalamnya terdapat tumbuhan air, mampu menurunkan kadar amonia sebesar 50%. Aliran bawah tanah dengan menggunakan substrat tanah liat mampu menurunkan kadar amonia sebesar 55%, dan aliran bawah tanah dengan menggunakan substrat pasir mampu menurunkan kadar amonia sebesar 75%. Brahmana dan Armaita (2002), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa tumbuhan air Thypa sp dan Carex sp mampu menurunkan kadar

108 90 amonia limbah domestik berturut-turut sebesar 94.00% dan 96.30%, dalam waktu 18 hari pengamatan Nitrat (NO 3 -N) Nitrat merupakan salah satu jenis nitrogen anorganik yang terdapat dalam air yang merupakan zat hara utama bagi pertumbuhan tanaman dan alge. Nitrat bisa bersumber dari hancuran bahan organik, buangan domestik, limbah peternakan, pupuk dan limbah industri. Kadar nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonia. Kadar nitrogen yang tinggi pada perairan merupakan penyebab utama pertumbuhan yang sangat cepat dari ganggang yang menyebabkan eutrofikasi. Pada percobaan yang dilakukan menunjukkan kadar nitrat mengalami penurunan. Penurunan kadar nitrat dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.59 mg/l, melati air 1.50 mg/l, genjer 1.38 mg/l, kiapu.46 mg/l, wlingen-kiapu 1.70 mg/l, melati air-kiapu 1.47 mg/l, dan genjer-kiapu 1.54 mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.71 mg/l, melati air 1.72 mg/l, genjer 1.61 mg/l, kiapu 1.58 mg/l, wlingen-kiapu 1.75 mg/l, melati air-kiapu 1.80 mg/l, dan genjer-kiapu 1.77 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar nitrat. Tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah menunjukan terdapat perbedaan nyata antara media, sedangkan tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berbeda nyata seperti yang disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar nitrat pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v4 v2 v6 v1 v7 v5 Rata-rata m1 1.12a 1.04ab 1.03ab 1.00abc 0.91abc 0.96abc 0.80abc 0.98a m2 0.89abc 0.92abc 0.70c 0.78bc 0.79bc 0.73bc 0.75bc 0.79b Rata-rata 1.01a 0.98a 0.88a 0.75a 0.85a 0.84a 0.76a 0.89 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar nitrat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar nitrat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 36.

109 91 Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertingg nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 72.00%. Tabel 36. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar nitrat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar nitrat Media berpengaruh sangat nyata (P=0.001) dalam menurunkan kadar nitrat pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar nitrat seperti yang disajikan pada Gambar 35 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar nitrat. Media aluvial mampu menurunkan kadar nitrat sebesar 1.52 mg/ dengan nilai keefektivan 60.80%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar nitrat 1.71 mg/l dari kadar awal limbah 2.50 mg/l dengan nilai keefektivan sebesar 68.40%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 Keterangan : Gambar 35. m2 Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar nitrat Pengaruh tumbuhan terhadap kadar nitrat Tumbuhan air tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap kadar nitrat (P=0.246) pada taraf = Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan mampu menurunkan kadar nitrat lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar 1.72 mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar 2.50 mg/l, dengan nilai keefektivan 68.8% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa

110 92 hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap parameter nitrat Nitrat merupakan sumber nitrogen anorganik dalam perairan yang bersifat aerobik (Saeni, 1989). Nitrat merupakan sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air, karena nitrat sangat mudah larut dalam air. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat berlangsung pada kondisi aerob, proses tersebut digambarkan sebagai berikut : 2 NO O 3 2 NO H H 2 O (Nitrosomonas) 2 NO O 2 2 NO 3 (Nitrobacter) Pada percobaan yang dilakukan perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap kadar nitrat (P=0.828) pada taraf = Gabungan tumbuhan melati air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5 merupakan perlakuan mampu menurunkan kadar nitrat labih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar 1.80 mg/l dari kadar limbah cair awal 2.50 mg/l dengan nilai keefektivan 72.00% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar nitrat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 36, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari yang menunjukkan penurunan kadar nitrat rata-rata untuk semua perlakuan antara 32.80% (m1v3) dan 64.00% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar nitrat masih menunjukkan penurunan antara 45.60% (m1v3) dan % (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar nitrat menurun antara 55.20% (m1v3) dan 72.00% (m2v5). Tumbuhan air membutuhkan nitrogen untuk berkembang. Oleh karena itu adanya nitrat dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai unsur haranya, kemampuan akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media. Kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya.

111 93 Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar nitrat, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion nitrat yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Brahmana dan Armaita (2002), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa tumbuhan air Thypa sp mampu menurunkan kadar nitrat sebesar 86.00%, dalam waktu 18 hari dan Carex sp 82.4 %, dalam waktu 4 hari pengamatan. Yusuf (2001), menyatakan bahwa gabungan vegetasi air mendong dan teratai dalam kolam percobaan dengan mengunakan limbah rumah tangga mampu menurunkan nilai nitrat sebesar 31.02% Nitrit (NO 2 -N) Nitrit di perairan alami ditemukan dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan nitrat dan amonia. Apabila terjadi nitrifikasi tahap pertama, yaitu oksidasi amonia menjadi nitrat, maka dalam perairan akan terbentuk nitrit. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat pada proses nitrifikasi. Nitrit bersumber dari limbah industri dan limbah domestik. Ion nitrit lebih berbahaya dibandingkan ion nitrat, ion nitrit dapat merusak kehidupan akuatik. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar nitrit mengalami penurunan. Penurunan kadar nitrit sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air 0.025mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan antara media, tumbuhan dan juga interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar nitrit pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari, analisis limbah cair setiap periodik menunjukkan kecenderungan menurun kadar nitrit dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar nitrit tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang

112 94 disajikan pada Tabel 37. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang lebih tinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 86.67%. Tabel 37. Rata-rata nilai kefektivan penurunan kadar nitrit (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar nitrit Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh media tidak berbeda nyata menurunkan kadar nitrit (P=0.0545) pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu menurunkan kadar nitrit sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 73.31%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar nitrit sebesar mg/l dari kadar awal limbah sebesar 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 83.33%. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima Pengaruh tumbuhan terhadap kadar nitrit Pengaruh antara masing-masing tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata menurunkan kadar nitrit (P=0.907) pada taraf = Perlakuan gabungan wlingen-kiapu (v5), gabungan melati air-kiapu (v6), dan gabungan genjer-kiapu (v7) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar nitrit lebih tinggi dari perlakuan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 80.00%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima.

113 95 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar nitrit Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Pada percobaan yang dilakukan dengan mampu menurunkan kadar nitrit pada masing-masing perlakuan, tetapi tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.838) pada taraf = Interaksi perlakuan yang mampu menurunkan kadar nitrit tertinggi terdapat pada perlakuan tumbuhan kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v4), yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 86.67% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar nitrit dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 37, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar nitrit rata-rata untuk semua perlakuan antara 10.00% (m1v1) dan 70.00% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar nitrit menunjukkan penurunan antara 40.00% (m1v3) dan 80.00% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir pengamatan kadar nitrit menurun antara 60.00% (m1v2) dan 86.60% (m2v5). Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tumbuhan. Tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik menurunkan kadar nitrit dalam limbah cair, dan diikuti berturut-turut oleh perlakuan gabungan tumbuhan melati air-kiapu dan gabungan tumbuhan genjer-kiapu. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar nitrit, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion nitrit yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997) Ortofosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai unsur hara. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air. Sumber fosfor berasal dari dekomposisi bahan organik, limbah industri, pertanian, pupuk dan domestik. Pada percobaan yang dilakukan

114 96 terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar ortofosfat mengalami penurunan. Penurunan kadar ortofosfat sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.52 mg/l, melati air 1.49 mg/l, genjer 1.44 mg/l, kiapu 1.48 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.56 mg/l, gabungan melati airkiapu 1.50 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.50 mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.50 mg/l, melati air 1.58 mg/l, genjer 1.59 mg/l, kiapu 1.56 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.63 mg/l, gabungan melati airkiapu 1.62 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.61 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan antara media menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar ortofosfat pada taraf = Untuk perlakuan masing-masing tumbuhan dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar ortofosfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar ortofosfat disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar ortofosfat pada akhir pengamatan Media v3 v2 v4 Tumbuhan air v7 v6 v1 v5 Rata-rata m1 0.32a 0.27ab 0.28a 0.26abc 0.26abc 0.24abcd 0.16de 0.24a m2 0.17cde 0.18bcde 0.16be 0.15de 0.14e 0.16de 0.13e 0.16b Rata-rata 0.25a 0.23a 0.22a 0.20ab 0.20ab 0.20ab 0.14b 0.20 Keterangan : hari Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 menunjukkan kecenderungan penurunan kadar ortofosfat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar ortofosfat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 39. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 98.82%.

115 97 Tabel 39. Rata-rata nilai kefektivan menurunnya kadar ortofosfat (%) tiap periode 10, 20, dan30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar ortofosfat Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar ortofosfat (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar ortofosfat seperti yang disajikan pada Ganbar 36 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar ortofosfat. Media aluvial mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 1.50 mg/l dengan nilai keefektivan 85.23%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 1.60 mg/l dari kadar awal limbah 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 90.91%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 Keterangan : m2 Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 36. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar ortofosfat Pengaruh tumbuhan terhadap kadar ortofosfat Pengaruh antara masing-masing tumbuhan menurunkan kadar ortofosfat tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.065) pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar ortofosfat lebih tinggi dari tumbuhan lainnya, yakni sebesar 1.61 mg/l dari kadar awal sebesar 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 91.15%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak. yang menyatakan tumbuhan air spesifik

116 98 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar ortofosfat Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kadar ortofosfat (P=0.536) pada taraf = Perlakuan menurunkan kadar ortofosfat tertinggi terdapat pada perlaku an tumbuhan gabungan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5), yakni sebesar 1.63 mg/l dari kadar limbah cair awal 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 92.61% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar ortofosfat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 39, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar ortofosfat rata-rata untuk semua perlakuan antara 67.05% (m1v3) dan 86.93% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar ortofosfat menunjukkan penurunan antara 77.84% (m1v4) dan 92.61% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar ortofosfat menurun antara 83.72% (m1v3) dan 98.82% (m2v5). Fosfat merupakan salah satu unsur utama sebagai unsur hara pada tumbuhan disamping nitrogen dan sulfur. Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar ortofosfat, diduga karena kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya untuk menyerap anion fosfat yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Assenzo dan Reid (1986), menyatakan bahwa pada pengolahan limbah cair menggunakan kolam buatan tanpa tumbuhan air mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 30%. Meutia (2002) juga melaporkan bahwa dari hasil kajian dengan kolam buatan yang dialiri limbah rumahtangga dengan menggunakan tumbuhan Thypa sp, pomae sp, dan Eichornia sp mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 44%. Farahbakhsazad et al. (2002), melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan tumbuhan air dan kolam buatan dengan membuat aliran air limbah secara vertikal mampu menurunkan kadar fosfat sebesar 93%.

117 99 Brahmana dan Armaita (2002), juga melaporkan dengan menggunakan tumbuhan air Thypa sp dan Corex sp mampu menurunkan kadar fosfat berturut-turut sebesar 95.7% dan 95.5% dalam waktu 10 hari. Sedangkan Ozaki (1999), menyatakan dengan menggunakan biogeofilter media tanah dan zeolit dalam kolam buatan, yang digunakan untuk mendaur ulang limbah domestik dengan memanfaatkan tumbuhan air seperti kubis rawa (Ipomoea aquatica), Chinese arrowhead (Sagittaria sagittifolia), dan talas (Colocasia esculenta) mampu menurunkan kadar fosfat berturut-turut rata-rata 99.00%, 99.40%, dan 99.40% dalam waktu pengamatan 30 hari Parameter Senyawa Organik Bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak dan minyak. Senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah dioksidasi secara biologis atau kimia, proses inilah yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun dan menyebabkan permasalahan bagi kehidupan biota perairan. Untuk menyatakan kandungan bahan organik dalam limbah cair maupun perairan dapat dilakukan dengan mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik tersebut sehingga menjadi senyawa yang stabil. Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk dua parameter bahan organik yaitu nilai COD, kadar minyak dan lemak dan hasilnya diuraikan sebagai berikut : Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Kebutuhan oksigen kimia adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan atau zat organik dan anorganik dalam satu liter air limbah. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD 5 karena bahan yang tidak terurai dalam uji BOD 5 dapat teroksidasi pada uji COD. Semakin tinggi nilai COD makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan nilai COD mengalami penurunan. Penurunan nilai COD pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk gabungan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air

118 100 mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg /l gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap nilai COD. Hasil uji berpasangan nilai tengah seperti yang disajikan pada Tabel 40 menunjukan adanya perbedaan nyata antara masing-masing perlakuan. Tabel 40 Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan nilai COD pada akhir pengamatan Tumbuhan air Media Rata-rata v3 v4 v2 v1 v7 v6 v5 m1 42.5a 40.0ab 39.1bc 36.8c 27.9d 27.5d 27.3d 34.4a m2 28.2d 28.5d 29.3d 27.6d 20.8e 20.1e 18.4e 24.7b Rata-rata 35.3a 34.2ab 34.2ab 32.2b 24.4c 23.8c 22.9c 29.6 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan nilai COD dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya nilai COD tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 41. Pelakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 86.06%. Tabel 41. Rata-rata nilai kefektivan menurunnya nilai COD (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap nilai COD Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 37 dan

119 101 Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan nilai COD. Media aluvial mampu menurunkan nilai COD sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 74.24%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar COD sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan sebesar 81.29%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap nilai COD Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 37 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen v1 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan nilai COD lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 84.77% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 37. Hasil berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap nilai COD

120 102 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap nilai COD Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan pengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.007). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 38 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v3, tidak berbeda nyata m1v2. Perlakuan m1v2 bebeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v3. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Gambar 38. Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap nilai COD Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan

121 103 m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan nilai COD lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni terbesar mg/l dari kadar limbah cair awal 132 mg/l dengan nilai keefektivan 86.06% untuk waktu pengamatan 30 hari. Nilai COD dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 41 menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan nilai COD rata-rata untuk semua perlakuan antara 51.58% (m1v3) dan 71.01% (m2v5), pada periode hari ke 20 nilai COD masih menunjukkan penurunan antara 63.55% (m1v3) dan 80.85% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar COD menurun antara 67.83% (m1v3) dan 86.06% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan nilai COD, diduga adanya proses penguraian bahan-bahan organik dan anorganik oleh mikroba yang terdapat pada media dan tumbuhan. Selanjutnya hasil dekomposisi tersebut diserap oleh akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air. Akar yang mengapung tersebut sangat efektif untuk menyerap bahan-bahan organik maupun anorganik pada lapisan air (Guntenspergen et al., 1989, Wetzel, 2001). Tumbuhan wlingen juga mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media. Suriawira (2003), menyatakan tumbuhan air mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahanbahan organik dan anorganik karena tumbuhan air memiliki mikroorganisme yang terdapat pada akar tumbuhan. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn nilai COD, karena zeolit mempunyai sifat sebaga adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan organik maupun anorganik yang telah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih kecil sampai 35% (Poerwadi, 1997). Dinges (1982) melaporkan bahwa suatu percobaan pada ladang rumput berawa mampu menurunkan nilai COD sebesar 90.30%. Lebih lanjut Hasselgren (2002), menyatakan bahwa dari hasil pengolahan limbah dengan menggunakan tumbuhan salix viminalis yang dibudidayakan untuk bahan bakar mampu mengurangi nilai COD sebesar 74-82%.

122 104 Knight (1992) menyatakan bahwa di negara tropis lahan basah buatan mampu menurunkan nilai COD sebesar 73-95%. Meutia (2002) melaporkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan tumbuhan air Thypa sp, Pomae sp, dan Eichornia crassipes, dengan mengalirkan air limbah rumah tangga mampu menurunkan nilai COD sebesar 75%. Brahmana dan Armaita (2002), juga melaporkan bahwa tumbuhan air Thypa sp dan Corex sp mampu menurunkan nilai COD sebesar 57.1% dan 59.4% pada kolam buatan dengan menggunakan limbah cair domestik dalam waktu 18 hari, untuk kolam kontrol tanpa tumbuhan hanya mampu menurunkan nilai COD sebesar 32.9% Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di berbagai perairan yang bersumber dari industri, transportasi, dan limbah domestik. Minyak dan lemak yang mencemari perairan sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung diatas permukaan air. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar minyak dan lemak mengalami penurunan. Penurunan kadar minyak dan lemak dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 2.36 mg/l, melati air 2.02 mg/l, genjer 2.21 mg/l, kiapu 2.30 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 2.53 mg/l, gabungan melati airkiapu 2.62 mg/l, dan tumbuhan air gabungan genjer-kiapu 2.52 mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 2.64 mg/l, melati air 2.58 mg/l, genjer 2.52 mg/l, kiapu 2.52 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 2.80 mg/l, gabungan melati airkiapu 2.74 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 2.77mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media penyaring, tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar minyak dan lemak. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah menunjukan pengaruh nyata oleh media dan tumbuhan air terhadap kadar minyak dan lemak. Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berbeda nyata terhadap penurunan kadar minyak dan lemak, seperti yang disajikan pada Tabel 42.

123 105 Tabel 42. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar minyak dan lemak Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v4 v1 v7 v5 v6 m1 0.98a 0.79ab 0.70bc 0.64bcd 0.48cde 0.47cde 0.38de 0.63a m2 0.42cde 0.48cde 0.48cde 0.36de 0.23e 0.20e 0.2 e 0.35b Rata-rata 0.70a 0.64a 0.59ab 0.50bc 0.36c 0.34c 0.32c 0.49 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar minyak dan lemak dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar minyak dan lemak tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 43. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 93.33%. Tabel 43. Rata-rata nilai kefektivan menurunya kadar minyak & lemak (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar minyak dan lemak (P=0.000). Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar minyak dan lemak seperti yang disajikan pada Gambar 39 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak. Media aluvial mampu menurunkan kadar minyak dan lemak sebesar 2.37 mg/l) dengan nilai keefektivan 79%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit sebesar 2.65 mg/l) dari kadar minyak dan lemak sebesar 3.00 mg/l dengan nilai keefektivan %, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media

124 106 penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan terhadap kadar minyak dan lemak Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak (P=0.001). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar minyak dan lemak seperti yang disajikan pada Gambar 39 Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. A m1 Keterangan : m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 39. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar minyak dan lemak Gabungan tumbuhan melati air-kiapu (v6) merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar minyak dan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 2.68 mg/l dari kadar limbah cair awal 3.00 mg/l dengan nilai keefektivan 89.33% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. B Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar minyak dan lemak v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Minyak dan lemak tidak larut dalam air, oleh karena itu jika air tercemar oleh minyak dan lemak akan mengapung dipermukaan air. Karena minyak dan lemak mengandung senyawa-senyawa volatil maka sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air dan minyak dapat bercampur (Fardiaz 1992). Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar minyak dan lemak (P=0.435) oleh masing-masing perlakuan pada

125 107 taraf taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar minyak dan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal 3.00 mg/l, dengan nilai keefektivan 93.33% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar minyak dan lemak dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 43 menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar minyak dan lemak rata-rata untuk semua perlakuan antara 43.67% (m1v3) dan 68.00% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar minyak dan lemak menunjukkan penurunan rata-rata antara 56.67% (m2v2) dan 78.33% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir pengamatan minyak dan lemak menurun rata antara 67.33% (m1v2) dan 93.33% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar minyak dan lemak disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan akar tumbuhan meleti air mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar minyak dan lemak karena zeolit mempunyai sifat sebagiai adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan yang tersuspensi maupun terlarut dalam limbah cair (Poerwadi, 1997; Setiaji et al., 2003) Parameter Logam Air sering tercemar oleh komponen-komponen senyawa anorganik, diantaranya adalah logam berat. Logam-logam berat ini banyak digunakan dalam berbagai keperluan secara rutin dalam skala industri. Penggunaan logam dalam berbegai keperluan secara langsung maupun tidak langsung berdampak kepada lingkungan tanah maupun perairan. Dalam penelitian ini dilakuan analisis untuk dua parameter logam yaitu timbal dan besi, yang hasilnya diuraikan sebagai berikut : Timbal (Pb) Timbal atau timah hitam pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah, sehingga kadar timbal di perairan air relatif

126 108 sedikit. Timbal dalam buangan air limbah industri bisa berasal dari bahan bakar yang mengandung timbal. Timbal tidak termasuk unsur yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, unsur ini bersifat toksik bagi hewan dan manusia. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar Pb mengalami penurunan. Penurunan kadar Pb sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingenkiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar Pb. Perlakuan tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak bepengaruh nyata terhadap kadar Pb. Hasil uji berpasangan nilai tengah Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar Pb disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar Pb pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v4 v2 v6 v7 v1 v5 m a 0.080ab 0.083ab 0.083ab 0.070abc 0.067abc 0.060abcd 0.077a m abcd 0.063bcd 0.050bcd 0.030d 0.040cd 0.040cd d 0.045b Rata-rata 0.078a 0.072ab 0.067ab 0.057ab 0.055ab 0.053ab 0.043b Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar Pb dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Pb tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 45. Perlakuan m2v5 dan m2v6 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan berturut-turut sebesar 82.35% dan 82.35%.

127 109 Tabel 45. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Pb (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar timbal Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar timbal (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar timbal seperti yang disajikan pada Gambar 40 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar timbal. Media aluvial mampu menurunkan kadar timbal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 54.71%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu penurunan kadar timbal sebesar mg/l dari kadar timbal awal sebesar 0.17 mg/l dengan nilai keefektivan 73.53%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak m1 m2 Keterangan : Gambar 40. Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar Pb Pengaruh tumbuhan terhadap kadar timbal Tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.055) terhadap kadar timbal pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu merupakam tumbuhan yang mampu menurunkan kadar timbal lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal timbal limbah cair 0.17 mg/l, dengan nilai keefektivan 73.53%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus

128 110 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar timbal Timbal (lead) atau sering juga disebut timah hitam, pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga konsentrasi timbal di perairan relatif rendah. Bahan bakar yang mengandung timbal biasanya memberikan kontribusi yang berarti di perairan. Timbal di perairan biasanya membentuk senyawa kompleks yang memiliki sifat kelarutan rendah dengan beberapa anion seperti hidroksida, karbonat, sulfida, dan sulfat. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.779) terhadap kadar timbal pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v6) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar timbal lebih timggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 0.14 mg/l dari kadar limbah cair awal 0.17 mg/l dengan nilai keefektivan 82.35% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar timbal dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 45, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar timbal rata-rata untuk semua perlakuan antara 24.11% (m1v4) dan 59.41% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar timbal menunjukkan penurunan antara 41.12% (m1v3) dan 61.76% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar timbal menurun antara 45.29% (m1v3) dan 82.35% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar timbal, diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung sangat efektif untuk menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar timbal karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion Pb yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997).

129 Besi (Fe) Besi adalah unsur penting yang sering ditemukan dalam air permukaan dan tanah maupun limbah cair industri, limbah domestik. perairan yang mengandung besi sangat tinggi dapat menyebabkan rasa tidak enak pada air yang diperuntukan untuk rumahtangga, industri dan perikanan. Kadar besi yang tinggi dapat membahayakan kehidupan biota perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar Fe mengalami penurunan. Penurunan kadar Fe sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.31 mg/l, melati air 1.25 mg/l, genjer 0.91 mg/l, kiapu 1.17 mg/l, wlingen-kiapu 1.57 mg/l, melati air-kiapu 1.52 mg/l, dan genjerkiapu 1.51 mg/l. Gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.49 mg/l, tumbuhan melati air 1.21 mg/l, tumbuhan genjer 1.41 mg/l, tumbuhan kiapu 1.44 mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu 1.84 mg/l, tumbuhan melati air-kiapu 1.77 mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 1.62 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar Fe. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari kecenderungan penurunan kadar Fe dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Fe tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 46. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibanding perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 61.95%. Tabel 46. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar besi (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v

130 112 Pengaruh media terhadap kadar besi Media tidak berpengaruh nyata (P=0.128) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu menurunkan kadar besi sebesar 1.32 mg/l, dengan nilai keefektifan 44.44%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar besi sebesar 1.55 mg/l dari kadar besi awal sebesar 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 52.19%) untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar besi Tumbuhan air tidak berpengaruh nyata (P=0.300) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan kombinasi perlakuan yang mampu menurunkan kadar besi lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar 1.7 mg/l dari kadar awal timbal limbah cair 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 57.24% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar besi Besi merupakan salah satu unsur logam yang mudah larut dalam air. Keberadaannya dalam air tidak dikehendaki, karena dapat menganggu kehidupan biota perairan dan air tidak layak untuk keperluan rumahtangga. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata (P=0.975) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v6) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar besi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 1.84 mg/l dari kadar limbah cair awal 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 61.95% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar besi dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 46, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan rata-rata untuk semua perlakuan antara 12.46% (m1v4) dan 55.56% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar besi menunjukkan penurunan antara 28.62% (m1v3) dan 58.59% (m2v5), dan

131 113 sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar besi menurun antara 30.64% (m1v3) dsn 61.95% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar besi, disebabkan oleh tumbuhan air kiapu mempunyai akar yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar besi, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion Fe yamg terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997) Efek Limbah Terhadap Pertumbuhan Tumbuhan Air Salah satu cara untuk mengetahui dampak suatu bahan yang mencemari lingkungan adalah dengan cara memantau pertumbuhan tumbuhan yang ada dilingkungannya. Percobaan dilakukan dengan menggunakan empat jenis tumbuhan air dan dua media yaitu tanah aluvial dan zeolit untuk melihat kemampuan tumbuhan air bertahan hidup serta kemampuannya untuk menurunkan kadar parameter kimia dan fisika yang terdapat dalam buangan akhir limbah cair pabrik kelapa sawit. Hasil percobaan dengan pengamatan yang dilakukan secara periodik 10, 20, dan 30 hari menunjukkan bahwa masing-masing tumbuhan mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini terlihat dengan persentase hidup tumbuhan sampai akhir pengamatan mencapai 100%, seperti yang disajikan pada Gambar 41 dan Tabel 47. A B Gambar 41. Pertumbuhan tumbuhan air awal (A) dan akhir percobaan (B)

132 114 Tabel 47. Persentase rata-rata tumbuhan hidup pada masing-masing perlakuan sampai akhir pengamatan. Perlakuan Jumlah tumbuhan awal (pohon) m1v1 m1v2 m1v3 m1v4 m1v5 m1v6 m1v7 m2v1 m2v2 m2v3 m2v4 m2v5 m2v6 m2v Tumbuhan mati periode pengamatan hari ke Tumbuhan hidup (%) Keterangan : m1v2 = Media tanah aluvial, tumbuhan air wlingen (Scirpus grossus) m1v2 = Media tanah aluvial, tumbuhan air melati air (Enchinodorus paleafolius) m1v3 = Media tanah aluvial, tumbuhan air genjer (Limnocharis flava) m1v4 = Media tanah aluvial, tumbuhan air kiapu (Pistia strationes) m1v5 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) m1v6 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafolius Pistia strationes) m1v7 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air genjer-kiapu (Limnocharis flava-pistia strationes) m2v1 = Gabungan media tanah alluvial-zeolit, tumbuhan air wlingen (Scirpus grossus) m2v2 = Gabungan media tanah aluvial-zeoli, tumbuhan air melati air ( Enchinodorus paleafolius m2v3 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, tumbuhan air genjer (Limnocharis flava) m2v4 = Gabungan media tanah aluvia-zeolitl, tumbuhan air kiapu (Pistia strationes) m2v5 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) m2v6 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafolius- Pistia strationes) m2v7 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air genjer-kiapu (Limnocharis flava - Pistia strationes) Pengamatan pertumbuhan tumbuhan pada masing-masing perlakuan sampai akhir percobaan menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Hal ini diikuti oleh pertambahan biomasa dari tumbuhan pada masing-masing perlakuan seperti peningkatan jumlah rumpun, pertambahan helai daun, pertumbuhan bunga, dan meningkatnya jumlah roset pada tumbuhan kiapu. Hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 48 dan peningkatan jumlah massa disajikan secara grafik pada Gambar 42.

133 115 Tabel 48. Rata-rata pertambahan massa (rumpun, helai daun, bunga dan roset) pada masing-masing perlakuan Perlakuan Jumlah massa awal m1v1 m1v2 m1v3 m1v4 m1v5 m1v6 m1v7 m2v1 m2v2 m2v3 m2v4 m2v5 m2v6 m2v Pertambahan massa akhir percobaan Rumpun, helai daun, roset Bunga (-9) 8 39 (-6) (-5) (-8) + 34 (-5) (-10) 8 40 (-7) (-5) (-9) + 37 (-6) 7 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan helai daun yang mati m1v1 = Media tanah aluvial, tumbuhan air wlingen (Scirpus grossus) : massa awal 22 rumpun dalam satu wadah, akhir percobaan menjadi 50 rumpun. m1v2 = Media tanah aluvial, tumbuhan air melati air (Enchinodorus paleafolius): massa awal 63 helai daun dalam satu wadah, akhir percobaan menjadi 74 helai daun dan mati 9 helai daun. Pada perlakuan muncul bunga sebanyak 8 buah. m1v3 = Media tanah aluvial, tumbuhan air genjer (Limnocharis flava) : massa awal 30 helai daun dalam satu wadah, akhir percobaan menjadi 39 helai daun, dan mati 6 helai daun. Pada perlakuan muncul bunga sebanyak 3 buah m1v4 = Media tanah aluvial, tumbuhan air kiapu (Pistia strationes) : massa awal 22 roset, akhir percobaan menjadi 46 roset m1v5 =Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) : massa awal 22 rumpun + 16 roset dalam satu wadah, akhir percobaan menjadi 40 rumpun + 45 roset. m1v6 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafoliuspistia strationes) : massa awal 63 helai daun + 16 buah roset dalam satu wadah, akhir penelitian menjadi 75 helai daun, dan mati 5 helai daun + 37 buah roset. Pada perlakuan muncul bunga 8 buah. m1v7 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan genjer-kiapu (Limnocharis flava-pistia strationes) : massa awal 30 helai daun + 16 buah roset, percobaan menjadi 38 helai daun, mati 8 helai daun + 34 buah roset dan mati 5 buah roset. m2v1 = Gabungan media tanah alluvial-zeolit, tumbuhan wlingen (Scirpus grossus) : massa awal 22 rumpun dalam satu wadah, percobaan menjadi 60 rumpun m2v2 = Gabungan media tanah aluvial-zeoli, tumbuhan air melati air (Enchinodorus paleafolius) : massa awal 63 helai daun dalam satu wadah, setelah akhir perbobaan menjadi 77 helai daun, dan mati 9 helai daun. Pada perlakuan muncul bunga sebanyak 8 buah m2v3 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, tumbuhan air genjer (Limnocharis flava) : massa awal 30 helai daun dalam satu wadah, akhir percobaan menjadi 40 helai daun, dan mati 7 helai daun. Pada perlakuan muncul bunga sebanyak 6 buah m2v4 = Gabungan media tanah aluvia-zeolit, tumbuhan air jiapu (Pistia strationes) : massa awal 22 buah roset, akhir percobaan menjadi 52 roset m2v5 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) : massa awal 22 rumpun + buah 16 roset dalam satu wadah, setelah akhir percobaan menjadi 45 rumpun + 51 buah roset.

134 116 P e n i n g k a ta n m as s a (r u m p u n, h el ai d au n, ro s et ) m2v6 =Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafolius- Pistia strationes) : massa awal 63 helai daun + 16 roset dalam satu wadah, khir percobaan menjadi 76 helai daun dan mati 5 helai daun + 47 buah roset. Pada perlakuan muncul 9 buah bunga m2v7 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air genjer-kiapu (Limnocharis flava-pistia strationes) : massa awal 30 helai daun + 16 buah roset, akhir percobaan menjadi 40 helai daun, mati 9 helai daun + 37 buah roset dan mati 7 buah roset. Pada perlakuan muncul 9 buah bunga. Angka dalam kurung menunjukkan helai daun yang mati m1v1 m1v2 m1v3 m1v4 m1v5 m1v6 m1v7 Perlakuan m2v1 m2v2 m2v3 m2v4 m2v5 Awal m2v6 m2v7 Akhir Gambar 42. Grafik peningkatan massa masing-masing perlakuan 4.5. Teknik Pengolahan Limbah Cair dengan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Memanfaatkan media penyaring dan tumbuhan air sebagai pengendali limbah cair adalah suatu teknik yang idenya peniruan rawa alam, yang secara alami mampu mengurangi bahan pencemar yang masuk ke dalam rawa tersebut. Belajar dari proses pembersihan air yang terjadi di rawa alami para ahli lingkungan membuat ide penciptaan rawa buatan yang dapat dimanfaatkan sebagai pengendali limbah cair. Proses-proses yang terjadi di alam ditiru dalam upaya penghematan penggunaan energi, sehingga pembangunan bisa berkelanjutan. Rawa buatan dapat dibagun di mana saja dalam skala besar, menengah, dan kecil sehingga proses pembersihan air limbah dapat dilakukan secara langsung. Upton (1997), dalam Khiatuddin (2003), melaporkan bahwa dari hasil kajiannya menunjukkan bahwa kinerja rawa buatan sangat memuaskan bukan saja untuk membersihkan senyawa kimia tetapi juga untuk menghilangkan bibit penyakit menular. Berbagai substrat dapat digunakan sebagai tempat tumbuh tanaman air, yang mudah dirembesi atau dilewati air seperti tanah, pasir, kerikil, abu sisa pembakaran

135 117 batu bara, zeolit, dan media lainnya. Dalam sistem pengaliran dibawah tanah, mikroorganisme sangat berperan dalam menghilangkan bahan pencemar karena kondisi substrat yang aerob berkat adanya pori-pori yang berisi udara dan pasokan oksigen dari akar tanaman. Percobaan yang dilakukan dalam skala laboratorium mengunakan tanah aluvial dan kombinasi tanah aluvial-zeolit sebagai media dengan menggunakan tumbuhan tunggal wlingen ( Scirpus grossus), melati air (Echinodorus paleafoliu), genjer (Limnocharis flava), kiapu (Pistia strationes ), dan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu, gabungan tumbuhan melati air-kiapu, dan gabungan tumbuhan genjer-kiapu. Percobaan dilakukan mengunakan wadah terbuat dari drum plastik dilengkapi kran sebagai tempat keluarnya air limbah yang telah mengalami perlakuan. Wadah diisi media yang terdiri dari tanah aluvial, tumbuhan tunggal, gabungan tumbuhan, dan diisi media gabungan tanah aluvialzeolit, tumbuhan tunggal, gabungan tumbuhan. Selanjutnya dialirkan limbah cair, seperti yang disajikan pada Gambar 43. Wlingen limbah masu k Kiapu A B limbah keluar Keterangan ganbar : Media tanah aluvial Media zeolit limbah keluar Gambar 43. Disain pengolah limbah yang digunakan dalam percobaan A = tanah aluvial, B = tanah aluvial-zeolit Hasil percobaan menunjukan bahwa masing-masing media menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair. Dari dua media yang digunakan media gabungan tanah aluvial-zeolit merupakan media yang mampu menurunkan kadar bahan pencemar lebih tinggi dari media tanah aluvial. Dari 19 parameter yang dianalisis, 9 parameter rata-rata mampu menurunkan kadar bahan

136 118 pencemar dengan nilai keefektivan berkisar antara % seperti yang disajikan pada Tabel 49. Tabel 49. Rata-rata nilai keefektivan media penyaring menurunkan kadar bahan pencemar dalam limbah cair Parameter Satuan Limbah awal Media Penyaring Aluvial Aluvial-Zeolit limbah akhir efektivitas (%) limbah akhir efektivitas (%) 1. Parameter dasar dan penunjang ph skala a ba TSS mg/l a b TDS mg/l a b DHL a b mhos/cm Kekeruhan NTU a b CO 2-bebas mg/l a a Kalsium mg/l a b Magnesium mg/l a b Sulfat mg/l a b 76.9 Ksad. total mg/l a a -6.5 Klorida mg/l a b Parameter penyubur NH3-N mg/l a b NO3-N mg/l a b NO2-N mg/l a a Orto-PO 4 mg/l a b Parameter bahan organik COD mg/l a b Mk & Lmk mg/l a b Parameter logam Besi mg/l a a Timbal mg/l a b 76.5 Keterngan : Angka-angka dalam baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf ά= 0.05 (Duncan) Kombinasi media aluvial dan zeolit merupakan media yang terbaik jika dibandingkan dengan media aluvial. Zeolit merupakan media yang mempunyai kemampuan sebagai adsorben, penukar kation, dan katalis. Zat-zat pencemar yang ada pada limbah cair akan dijerap oleh zeolit. Media aluvial yang mengandung pasir dan liat juga mempunyai kemampuan untuk menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair, sehingga kombinasi kedua media dalam penelitian ini mampu menurunkan kandungan bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair seperti TSS, TDS, kekeruhan, sulfat, nitrit, ortofosfat, COD, minyak dan lemak, serta timbal dengan nilai keefektivan antara %. Adanya akar tumbuhan air yang menancap pada media dan mengapung pada permukaan air zat-zat pencemar yang ada pada permukaan zeolit maupun pada media aluvial akan diserap oleh tumbuhan melalui akar dengan bantuan

137 119 mikroorganisme yang berada disekitar akar bahan-bahan pencemar akan mengalami proses dekomposisi, sehingga akar tumbuhan akan lebih mudah menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya ((Guntenspergen et al., 1989; Wetzel, 2001). Tumbuhan air yang digunakan baik tunggal maupun kombinasi menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar bahan pencemar. Uji berpasangan nilai tengah dari parameter yang dianalisis menunjukkan gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (v5), merupakan tumbuhan air yang mampu menurunkan bahan pencemar lebih tinngi dari perlakuan lainnya. Dari 19 parameter yang dianalisis perlakuan v5 mampu menurunkan kadar bahan pencemar 11 parameter dengan nilai keefektivan berkisar antara % dibandingkan dengan perlakuan lainnya, seperti yang disajikan pada Tabel 50. Kombinasi perlakuan wlingen-kiapu (v5) mampu menurunkan kandungan bahan pencemar dalam limbah cair seperti TSS, TDS, DHL, kekeruhan, sulfat, amonia, nitrit, ortofosfat, COD, minyak dan lemak, serta timbal dengan nilai keefktivan berkisar antara %. Wlingen merupakan tumbuhan air dimana akarnya menancap pada media tanah dan daunnya muncul dipermukaan air, tumbuhan air ini mempunyai akar serabut dan rimpang yang cukup lebat dan diikuti oleh pertumbuhan yang sangat pesat. Tumbuhan wlingen mampu mencapai tinggi cm, sehingga tumbuhan ini mempunyai kemampuan menyerap unsur hara atau bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair lebih baik dibanding dengan tumbuhan air seperti melati air dan genjer yang pertumbahannya tidak secepat wlingen. Kiapu merupakan tumbuhan air yang mengapung pada permukaan air, yang mempunyai akar serabut yang lebat. Pertumbuhan kiapu berkembang dengan roset sangat cepat, setiap pertambahan roset akan diikuti oleh pertumbuhan akar. Sehingga tumbuhan air kiapu ini juga mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam menyerap unsur hara atau bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah. Kombinasi kedua tumbuhan air ini merupakan perlakuan yang terbaik dalam mengurangi bahan pencemar dari percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini dibandingkan dengan perlakuan tumbuhan air tunggal wlingen, melati air, genjer, kiapu dan tumbuhan air gabungan antara melati air-kiapu dan genjer-kiapu.

138 120

139 121 Interaksi antara media tanah aluvial, aluvial-zeolit dan tumbuhan air tunggal maupun gabungan menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah. Perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media tanah aluvial-zeolit (m2v5), merupakan perlakuan yang mampu menurunkan bahan pencemar lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Dari 19 parameter yang dianalisis, 13 parameter mampu menurun kadar bahan pencemarnya seperti TSS, TDS, DHL, kekeruhan, sulfat, klorida, amonia, nitrat, nitrit, ortofosfat, COD, minyak dan lemak, serta besi dengan nilai keefektivan berkisar antara %, dan diikuti berturutturut perlakuan m2v6, m2v7 masing-masing 11 parameter, dibandingkan perlakuan lainnya seperti yang disajikan pada Tabel 51. Hasil percobaan menunjukkan bahwa disain gabungan kombinasi antara media tanah aluvial-zeolit dan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5), merupakan disain yang memberikan hasil lebih baik dari perlakuan lainnya. Tabel 51. Jumlah parameter yang mampu berkurang kadar bahan pencemarnya dikelompokkan berdasarkan nilai keefektivan (%) No. Perlakuan m2v5 m2v6 m2v7 m2v2 m2v1 m1v5 m1v1 m2v4 m2v3 m1v7 m1v6 m1v2 m1v4 m1v3 Kelompok nilai keefektivan > % > 50-75% 13 (68.42) 4 (21.05) 11 (57.89) 6 (31.58) 11 (57.89) 6 (31.58) 8 (42.11) 8 (42.11) 8 (42.11) 7 (36.84) 8 (42.11) 8 (42.11) 8 (42.11) 8 (42.11) 7 (36.84) 10 (52.63) 7 (36.84) 9 (47.37) 7 (36.84) 9 (47.37) 6 (31.58) 10 (52.63) 6 (31.58) 11 (57.89) 6 (31.58) 9 (47.37) 5 (26.31) 8 (42.11) 0-50% 2 (10.53) 2 (10.53) 2 (10.53) 3 (15.78) 4 (21.05) 3 (15.78) 5 (26.31) 2 (10.53) 3 (15.78) 3 (15.78) 3 (15.78) 3 (15.78) 4 (21.05) 6 (31.58) Keterangan : Angka-angka dalam kurung menunjukkan % dari jumlah 19 parameter yang dianalisis m1v2 = m1v2 = m1v3 = m1v4 = m1v5= Media tanah aluvial, tumbuhan air wlingen (Scirpus grossus) Media tanah aluvial, tumbuhan air melati air (Enchinodorus paleafolius) Media tanah aluvial, tumbuhan genjer (Limnocharis flava) Media tanah aluvial, tumbuhan air kiapu (Pistia strationes) Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia stratione) m1v6= Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafolius-pistia strationes)

140 122 m1v7 = Media tanah aluvial, gabungan tumbuhan air genjer-kiapu (Limnocharis flava-pistia strationes) m2v1 = Gabungan media tanah alluvial-zeolit, tumbuhan air wlingen (Scirpus grossus) m2v2= Gabungan media tanah aluvial-zeolit, tumbuhan air melati air (Enchinodorus paleafolius) m2v3 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, tumbuhan air genjer (Limnocharis flava ) m2v4 = Gabungan media tanah aluvia-zeolit, tumbuhan air kiapu (Pistia strationes ) m2v5 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air wlingen -kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) m2v6 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air melati air-kiapu (Enchinodorus paleafolius- Pistia strationes) m2v7 = Gabungan media tanah aluvial-zeolit, gabungan tumbuhan air genjer -kiapu (Limnocharis flava-pistia strationes) Watson et al. (1989), melaporkan dari hasil kajiannya bahwa kinerja rawa buatan dengan aliran air limbah masuk secara vertikal merupakan sistem aliran air yang dialirkan dipermukaan. Sistem kemudian merembes melalui substrat yang dipenuhi oleh akar tanaman hingga mencapai dasar rawa atau media untuk keluar dari sistem lainnya. Penggunaan beberapa substrat seperti kerikil, pasir, tanah liat mampu menurunkan bahan pencemar BOD5 (62-92%), TSS (45-94%), N-NH3 (9-75%), N-total (61%), P-total (60%), dan bakteri koliform (100%). Wildeman dan Laudon (1989), menyatakan bahwa kinerja rawa buatan untuk mengurangi bahan pencemar seperti logam timbal (27-83%), Cd (99%), dan besi (52%), tidak kalah jika dibandingkan dengan kinerja fasilitas pembersih air limbah yang menggunakan teknologi konvensional. Disain dengan menggunakan wadah yang terbuat dari drum yang diisi dengan media tanah aluvial-zeolit dan ditanami tumbuhan air gabungan wligen-kiapu seperti yang disajikan pada Gambar 43 (B) yang dialirkan limbah cair yang berasal dari buangan akhir limbah pabrik kelapa sawit dengan waktu pengamatan 30 hari dalam penelitian ini menunjukkan hasil perlakuan yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.

141 123 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Karakteristik limbah cair pada sungai Tapung Kiri bagian hulu, tengah, dan bagian hilir berdasarkan IMLP, PP. No. 82 tahun 2001, dan Kep-Men-LH. No. 115 tahun 2003 (sistem nilai storet), secara umum tergolong tercemar berat, dan telah melampaui baku mutu peruntukannya sebagai air baku air minum kelas Media penyaring tanah aluvial-zeolit merupakan media yang terbaik mengurangi kadar bahan pencemar. Dari 19 parameter yang dianalisis madia tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar 9 parameter bahan pencemar dengan nilai keefektivan berkisar antara %. 3. Tumbuhan air wlingen-kiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) merupakan tumbuhan air yang terbaik mengurangi kadar bahan pencemar. Dari 19 parameter yang dianalisis tumbuhan air wlingen-kiapu mampu menurunkan kadar 11 parameter bahan pencemar dengan nilai keefektivan berkisar antara %,. 4. Kombinasi perlakuan media penyaring tanah aluvial-zeolit dengan tumbuhan air wlingen-kiapu merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik mengurangi kadar bahan pencemar. Dari 19 parameter yang dianalisis mampu menurunkan kadar 13 parameter bahan pencemar dengan nilai keefektivan berkisar antara %. 5. Teknik pengolahan limbah terbaik mengurangi kadar bahan pencemar adalah kombinasi media penyaring tanah aluvial-zeolit dengan tumbuhan air gabungan wligen-kiapu. Dari 19 parameter yang dianalisis mampu menurunkan kadar 13 parameter bahan pencemar dengan nilai keefektivan berkisar antara %, diikuti berturut-turut perlakuan tumbuhan air gabungan melati air-kiapu 11 parameter dan tumbuhan air gabungan genjer-kiapu 11 parameter Saran 1. Media penyaring gabungan aluvial-zeolit dengan tumbuhan air gabungan wlingenkiapu (Scirpus grossus-pistia strationes) memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan tumbuhan air tungal maupun gabungan tumbuhan air lainnya, sehingga disarankan dapat digunakan untuk pengendalian limbah cair.

142 Berhubung penelitian ini dilakukan dalam kondisi lingkungan yang relatif terkontrol (dalam rumah kasa) maka untuk mendapatkan suatu hasil yang lebih baik, disarankan untuk dilanjutkan dengan penelitian di lapangan, dengan variasi perbandingan zeolit dengan media tanah yang lebih banyak lagi. Penelitian lanjutan juga disarankan untuk melakukan identifikasi mikroba yang ada diakar tanaman.

143 125 DAFTAR PUSTAKA Abe, K., Y. Ozaki, and N. Kihou Introduction of Fiber Plants to Plant Bed Filter System for Wastewater Treatment in Relation to Resource Recycling. Soil Sci. Plant Nutr. 43: Abel, D. P Water Pollution Biology. John Wiley & Sons. New York. Achmad, R Kimia Lingkungan. Andi. Yogyakarta Adriano., and C. Strojan Phytoremediation Research. graphies/phytoremediation-snapshot.pdf. 7 Mei Arifin, M Zeolit Alam Potensi, Teknologi, Kegunaan dan Prospeknya Di Indonesia. Proyek Pengembangan Pusat informasi Mineral, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. Bandung Arsyad, S Pentingnya Konservasi Tanah dan Air. Makalah Dalam Seminar Nasional Save Our Water. Bogor, 11 Desember Fakultas Pertanian Institut Peranian Bogor. Bogor. Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Barnes, D Biotechnology in Wastewater Treatment. In P.M. Doron Editor. Directions in Modern Biotechnology. Hawker Brownlow Education. Australia. Hal [BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Riau Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Riau. BAPEDALDA. Provinsi Riau. Black, H Phytoremediation. A Growing Field With Some Concerns. http/ [26 Mei 2004]. Bowmer, K, H Nutrient Removal From Effluents by An Artficial Wetland: Influence of Rhizosphere Aeration and Preferential Flow Studied Using Bromide and Dye Tracers. Water Research. 21(5) : Boyd, C. E Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station. Albama, USA. Brahmana, S. S., Armaita, S Pengurangan Zat Nutrisi Nitrogen dan Fosfat Dalam Air Limbah Dengan Menggunakan Eko-Teknologi-Wetland. JLP. 16(48):

144 126 Brenner, J.F., and J.J. Mondok Nonpoint Source Pollution in an Agricultural Watershed in Northwestern Pennsylvania. Water Resources Bull 31(6): Brix, H. 1993a. Wastewater Treatment in Constructed Wetlands: System Design Removal Processes and Treatment Performance. In G.A. Moshiri Editor. Constructed Wetlands for Water Quality Improverment. Lewis Publishers. Boca Raton, Florida. pp b. Mycrophyte-Mediated Oxygen Transfer in Wetlands: Transport Mechanisms and Tates. In G.A. Moshiri Editor. Constructed Wetlands for Water Quality Improverment. Lewis Publishers. Boca Raton, Florida. pp Function of Macrophytes in Constructed Wetlands. Water Science & Technology. 29: Buckman, H.O,. and N.C. Brady Ilmu Tanah. Terjemahan oleh: Soegiman. Bhrata Karya Aksara. Jakarta. Buchori, L Prospek Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes). M. Teknik 18(1): Canter, L.W Environmental Impact Assesment. McGraw-Hill Book Company. New York. Connell, D.W., and G.J. Miller Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y. Koestoer Penerjemah. Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of Pollution. UI-Press. Jakarta. Cunningham, S. D., W. R. Berthi., and J. W. Huang Phytoremediation of Contaminated Soils. Trends. In Biotech. 13: Cunningham, S Phytoremediation. phytoremediation. htm. 8 Mei Darmono Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press. Jakarta Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press. Jakarta. Davis, M.l., and D.A. Cornwell Introduction to Environmental Engineering. Second Edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York. Davies, J,. C. Gordon., dan Ch. N. Endah Potensi Lahan Basah Dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Bekerjasama Asian Wetland Bureau Indonesia.

145 127 Dec, J., and J. M. Bollag The Use of Plant Materials for the Decontamination of Water Polluted With Phenols. Biotech and Bioengineering. 44: Dinges, R Natural System for Water Pollution Control. Van Nostrand Reinhold, New York. Effendi, H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. [EPA] Environmental Protection Agency Nonpoint Source Guidance, Nonpoint Source Branch, Office Water Regulations and Standards. U.S Environmental Protection Agency. Washington, D.C. Fardiaz, S Polusi Air dan Polusi Udara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Farahbakhsazad, N,. G. M. Morrison., and E. S. Filho Nutrient Removal in a Vertical Upflow Wetland in Piracicaba, Brasil.AMBIO, A Jurnal of the Human Environment. 29(2): Foth, H.D Dasar-dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh : Soenarto A. Erlangga. Jakarta Franson, M.A.H Editor Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington, D. C. Finlayson, C.M., and A.J. Chick Testing the Potential of Aquatic Plants to Treat Abatoir Effluet. Water Res. 17: Gray, K.R., and A.J. Biddlestone Engineered reed-bed Systems for Wastewatar Treatment. Trends in Biotechnology 13: Gaspersz, V Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. Goto, I The Apllication of Zeolit on Agriculture: Effect of zeolit on soil Improvement. Zeolit 7(3) :8-15. Guntenspergen, G.R., F. Stearn., and J.A. Kadlec Wetland Vegetation. In D.A. Hammer Editor. Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis Publishers. Michigan. pp Hammer, D.A., and R.K. Bastian Wetlands Ecosystems: Natural Water Purifiers. In D.A. Hammer Editor. Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis Publishers. Michigan. pp

146 128 Hakim, N,. M.Y, Nyakpa,. A.M, Lubis,. S.G, Nugroho,. M.A, Dina,. G. B, Hong,. dan H.H. Baily Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hanafiah, K. A Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Harada, K., M. Rahayu., and A. Muzakir Medicial Plants of Gunung Halimun National Park West Java Indonesia. PALMedia Citra. Bandung. Hasselgren, J.M., Utilization and Treatment of Secondary Weste-water Effluent in Short-Rotation Energy Forestry: a pilot study. Vatten, 58(2): Haslam, S.M River Pollution, an Ecological Perspective. Belhaven Press. London UK. Heyne, K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume ke-1. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Jakarta b. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume ke-3. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Jakarta. Husin, Y.A., dan B. Syaiful Indeks Mutu Kualitas Air Perairan di Daerah Operasi Geotermal Gunung Salak. J. Pusat Studi Lingkungan dan Pembangunan 11(4): Irianto, G., dan P. Rejekiningrum Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Air (Suatu Tinjauan dari Sisi Agroklimat dan Hidrologi). Makalah dalam Seminar Nasional Save Our Water. Bogor, 11 Desember Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Jeffries, M., and D. Mills Freshwater Ecology, Principle, and Aplications. John Wiley and Sons. Chichester UK. Kementerian Lingkungan Hidup. 2004a. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta..2004b. Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan lahan Basah Indonesia. Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah. Jakarta. Knight, R. L Ancillary Benefits and Potential Problems With the Use of Wetlands for Noinpoint Source Pollution Control. Ecological Engineering. 1 : Khiatuddin, M Melestarikan Sumberdaya Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

147 129 Klummp, A., G. Klummp, and M. Domingos Plants as Bioindicators Air Pollution at the Serra Do Mar Near the Industrial Complex of Cubatao Brazil. Environmental Pollution 85: Kusnoputranto, H Pengantar Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Kurnia, U., Sudirman, I. Juarsah, dan Y. Soelaeman Effect of Land Use Change on River Discharge and Flooding in Downstream of Kaligarang Watershed. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian. Bogor. Hal Lies, E. H., H. Wartono. dan W. Wardana Manajemen Kolam Air Tawar dengan Sistem Sirkulasi. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 19(3): Mackereth, F. J. H., J. Heron. and J. F. Talling Water Analysis. Freshwater Biological Association. Cumbria, UK Mahbud, B Penilaian Pencemaran Air dengan Sistem Indeks. J. Pengairan 17: Mahbud, B., B. Priadie, dan A. Sutriati Daur Ulang Air Limbah Penduduk untuk Irigasi Dengan menggunakan Saringan Bambu dan Kolam. J. Lingkungan dan Pembangunan 23(7):3-7. Manik, K.E.S Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta. Manan, S Pengelolaan Hutan Lindung yang Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Sumatra. Rimba Indonesia 17(3-4): Martin. C.D., G.A. Moshiri, and C.C. Miller Mitigation of Landfill Leachate in Corporating in-series Constructed Wetlands of a Closed-looop Design. In G.A. Moshiri Editor. Constructed Wetlands for Water Quality Improverment. Lewis Publishers. Boca Raton, Florida. pp Meutia, A. A. 2002a. Pengolahan Air Limbah Dengan lahan Basah Buatan. Proseding Seminar Nasional Limnologi. Bogor 22 April Bogor. Hal b. Penerapan Lahan Basah Buatan Untuk Mengolah Air Limbah Domestik. Proseding Seminar Nasional Limnologi. Bogor 22 April Bogor. Hal

148 130 Meiorin, E. C, Urban Runoff Treatment in a Fresh-Brackish Water Marsh in Fremont. California; dalam Hammer (Ed) Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis Publishers. Michigan. pp Metzger, L., I. Fouchault., C. Glad., R. Prost. and M. D Tepfer Estimation of Cadmium Availability Using Transformed Roots. Plant Soil. 143 : Moshiri, G.A Editor Constructed Wetlands for Water Quality Improvement. Lewis Publishers. London. Muramoto, S., and Y. Oki Removal of Same Heavy Metals from Polluted Water by Water Hyacith (Eichornia crassipes). Bull Environmental Contm Toxicol 30: Noor, M Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nurimaniwathy., E. Kismolo, T. Suyatno, dan Rahardjo Pengolahan Limbah Chrom Industri Elektroplating Menggunakan Kalsium Karbonat. Dalam D. Marsono., L. Paskalis, dan E. Haryanto Editor. Konflik Kepentingan dalam Pengelolaan Sumberdaya Air. BIGRAF Publishing dan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta. Hal Odum, E.P Dasar-Dasar Ekologi. TJ. Samigan Penerjemah. Terjemahan dari: Fundamentals of Ecology. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Ornes, W.H., and K.S. Sajwan Cadmium Accumulation and Bioavailability in Contail Ceratophyllum demersum L. Plants. Watar, Air, and Soil Pollution. 69: Ott, W.R Environmental Indices, Theory and Practice. Ann Arbor Science. Michigan. Ozaki, Y Resource Recycling System for Domestic Wastewater Treatment Using Biogeofilter Ditches Planted With Useful Plants. Japan Agricultural Research Quarterly 33: Pancho, V.J., and M. Soerjani Aquatic Weeds of Southeast Asia, A Systematic Account of Common Southeast Asian Aquatic Weeds. Biotrop. Bogor. Pandia, S., H. Amir. dan M, Zuhrina Kimia Lingkungan. Universitas Sumatera Utara, bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

149 131 Pilon-Smits, E Phytoremediation: Environmental Cleanup Using Plants. 8 Mei Poerwadi, B Prospek Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia Sebagai Adsorben Limbah Cair dan Madia Fluidisasi Dalam Kolom Fluidisasi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi (Tidak Dipublikasikan-Perpustakaan LIPIJakarta). Priyanto, B., dan J. Prayitno Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khusunya Logam Berat. tripod.lycos.con/. 7 Mei Prihatiningsih, B Penanganan Limbah Cair Industri di Indonesia. J. Penelitian 9(1): Pusat Informasi Pertanian Trubus Tanaman Air. Pusat Informasi Pertanian Trubus. Jakarta. Rahardjo, N.P Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Fisika. Dalam D.H. Wahjono., dan S. Yudo Editor. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Samarinda. Jakarta. Ramadan, H., Yusran, dan D. Darusman Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah, Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint Jatinangor. Bandung. Ramlan, A., dan Y. Dahyat Jenis Gulam pada Berbagai Tipe Vegetasi di Daerah yang Digenangi Waduk Saguling dan Cirata. Prosiding Konperansi ke IX Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bogor Maret Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bogor. Raskin, I Phytoremediation: Using Plants to Remove Pollutants from the Environment. American Society of Plant Biologists. aspb.org/index.cfm. 6 Mei Reddy, K.R., and W.F. debusk Nutrient Removel Potential of Selected Aquatic Macrophytes. J. Environmental Qual 14: Reed, S. C., R. Bastian. and W. Jewel Engineering Assessment of Aquaculture System for Wastewater Treatment. Environmental Protection Agency. 9:1-12 Reed, S. C., Middlebrooks, E. J., and Crites, R. W Natural System for Waste Management and Treatment. MacGraw-Hill. New York.

150 132 Rifani, M Karakteristik Ekosistem Pertanian Lahan Basah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Saeni, M.S Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor. Salisbury, F. B., and C. W. Ross Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Institut Teknologi Bandung. Bandung. Setiaji, B., Sri, S., Anik, S. H Modifikasi Zeolit Alam Sebagai Adsorben Pada Pengolahan Limbah Eksploitasi Minyak Bumi. Jurnal Kimia Lingkungan. 5(1): Setyorini, D., Suparto., dan Sulaeman Kadar Logam Berat dalam Pupuk. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Kudus, 4 November Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian. Bogor. Sitorus, S.R.P., N. Umar., D.R. Panuju., dan Subagyo. H Analisis Keragaman Sifat Fisika dan Kimia Tanah Lahan Basah dan Implikasinya untuk Penggunaan Pertanian. J. Tanah Trop. 9: Soemarwoto, O Beberapa Masalah Mendesak dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. J.Widyapura 7(1): Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta. Soerjani, M., A.J.G.H. Kostermans, dan G. Tjitrosoepormo Editor Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Steiner, G.R., J.T. Wetson., and K.D. Choate General Design, Construction. and Operation Guidelines for Small Constructed Wetlands Wastewater Treatment Systems. In A.G. Moshiri Editor. Constructed Wetlands for Water Quality Improvenment. Lewis Publishers. Boca Raton Florida. pp Stowell, R. R., J. C, Ludwig. and G. Thobanoglous Toward The Rational Design of Aquatic Treatments of Wastewater. Department of Civil Engineering and Land, Air and Water Resources. University of California. California. Subagyo., dan I.P.G. Widjaja-Adhi Peluang dan Kendala Penggunaan Lahan Rawa untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia, Kasus Sumatra Selatan dan Kalimatan Tengah. Prosiding : Pertemuan Pembahasan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, Februari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian. Bogor. Hal

151 133 Subroto, A.M Fitoremediasi. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dan Pengelolaan Lingkungan. Cibinong, Juni Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI- Direktorat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Mitigasi Bencana-BPPT dan Hanns Seidel Foundation (HSF). Cibinong. Hal Sudibyo, M Tanaman Enceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) Sebagai Penjernih Air Limbah Industri. Bull.Pendidikan Science 12(1): Sunanto, H Budidaya Mendong. Kanisius. Yogyakarta. Supriyanta Heritabilitas Sifat Ketahanan Tanaman Terhadap Cekaman Alelopati Gulma Teki Pada Padi Gogo. J. Perlindungan Tanaman Indonesia 8(1): Suriawiria, U Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Alumni. Bandung. Surrency, D Evaluation of Aquatic Plants for Constructed Wetlands. In A.G. Moshiri Editor. Constructed Wetlands for Water Quality Improvenment. Lewis Publishers. Boca Raton Florida pp Sutrisno, D Baku Mutu Limbah Luaran (Padat, Cair, dan Gas) Industri dan Pertambangan. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Kudus, 4 November Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian. Bogor. Hal Suwardi Prospek Zeolit Sebagai Media Tumbuh Tanaman. Jurnal Agrotek 2(2): Tebbutt3, T. H. Y Principles of Water Quality Control. Fourth Edition. Pergamon Press. Oxford. Tchobanoglous, G Aquatic Plants System For Wastewater Treatment. Magnolia Publishing Orlando. Tridech, S., Jr. Englande., M. J. Herbert., and R. F. Wilkinson Tertiary Wastewater Treatment by Application of Vascular Plants; In Cooper, W.J., (Ed). Chemistry in Water Reuse. Vol 2. Ann Arbor Science, Michigan. Tsitsishvili, G.V,. T.G. Andronikashvili,. G.N. Kirov. and L.D Filizova Natural Zeolites. Ed. P.A Williams. Ellis Horwood. New York. Watson, J.T., Reed, S.C,. Kaldec, R.H., Knight, R.L,. and Whiteouse, A.E, Performance Expectations and Loading Rate for Constructed Wetlands. In D.A. Hammer Editor. Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis Publishers. Michigan. pp

152 134 Wetzel, R.G Limnology Lake and River Ecosystem. 3th Ed. Academic Press. California. Wildeman, T.R,. and Laudon, L.S, Use of Wetlands for Treatment of Environmental Problems in Mining. Non-Coal-Mining Application. In D.A. Hammer Editor. Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal, Industrial and Agricultural. Lewis Publishers. Michigan. pp Yulistyarini, T Aspek Botani dan Pemanfaatan Mendong (Fimbristylis globulosa Retz. Kunth). Warta Kebun Raya 2 (3): Yusuf, G Kemampuan Tanaman Air Pada Proses Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dalam Skala Kecil Dengan Sistem Simulasi. Disertasi Sekolah Pascasarjan IPB. Bogor (Tidak Dipublikasikan). Zein, R., Sherliwati, E. Munaf, dan A. Alif Pemanfaatan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk) Sebagai Penyerap Ion Kadmium dan Penurunan Nilai CO dan BOD dari Limbah Organik. J. Kimia Andalas 8(2): Zein, R., S. Lorina, Nurhasani, H. Suyani, dan E. Munaf Studi Perbandingan Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Hidup dan Mati untuk Menyerap Ion Kadmium dalam Air Limbah. J. Kimia Andalas 9(1):43-46.

153 135

154 Lampiran 1. Gambar peta DAS Tapung Kiri dan lokasi titik pengambilan sampel limbah cair Keterangan : Gambar inset adalah Propinsi Riau. Lokasi 1 dan 2 bagian hulu sungai, loaksi 3 dan 4 bagian tengah sungai, dan lokasi 5 dan 6 bagian hilir sungai Tapung Kiri. 135

KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI

KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair Yang Dibuang ke Perairan Hasil analisis karakteristik sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi pada masingmasing lokasi pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Air Sebagai Pengurai Limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Air Sebagai Pengurai Limbah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Air Sebagai Pengurai Limbah Ekosistem rawa memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan pencemaran bahan organik dan anorganik. Kemampuan ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laboratorium merupakan salah satu penghasil air limbah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Laboratorium merupakan salah satu penghasil air limbah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laboratorium merupakan salah satu penghasil air limbah dengan kandungan bahan-bahan berbahaya yang cukup tinggi, sehingga diperlukan suatu pengolahan sebelum dibuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun pada prosesnya banyak yang menggunakan proses konvensional baik secara fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan beragamnya kegiatan manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah dapat berasal dari kegiatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dan kelangsungan hidup mahluk hidup. Karakteristik unsur-unsur dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dan kelangsungan hidup mahluk hidup. Karakteristik unsur-unsur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan manusia, hewan dan tanaman. Tanah mengandung banyak bahan organik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pengolahan limbah terutama limbah cair sering mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). Salah satu cara yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah binatu mengandung sisa deterjen, pewangi, pelembut, pemutih, dan senyawa aktif metilen biru yang sulit terdegradasi dan berbahaya bagi kesehatan lingkungan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) F-233

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) F-233 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-233 Fitoremediasi Air yang Tercemar Limbah Laundry dengan Menggunakan Kayu apu (Pistia stratiotes) Dea Ghiovani Raissa dan Bieby

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan termasuk industri tidak hanya mampu menyerap tenaga kerja, namun turut pula menyebabkan dampak negatif apabila tidak dikelola secara benar. Salah

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran air merupakan permasalahan yang cukup serius. Aktivitas manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai merupakan ekosistem perairan darat yang merupakan bagian integral dari kehidupan organisme dan manusia di sekitarnya, serta dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KAYU APU (Pistia stratiotes. L) DALAM MEREMEDIASI AIR TERCEMAR LOGAM BERAT (Fe) Disusun Oleh: Bonny Easter. L.

KEMAMPUAN KAYU APU (Pistia stratiotes. L) DALAM MEREMEDIASI AIR TERCEMAR LOGAM BERAT (Fe) Disusun Oleh: Bonny Easter. L. KEMAMPUAN KAYU APU (Pistia stratiotes. L) DALAM MEREMEDIASI AIR TERCEMAR LOGAM BERAT (Fe) Disusun Oleh: Bonny Easter L. Indah M Yulianti A. Wibowo Nurgoho Jati Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM Oleh IRMA PUDRI4RII R. F 26.1489 1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM lpdstltut PERTANIAN BOGOR B O G Q R Irma Andriani R. F 26.1489. studi Kualitas Air Sungai Cisadane Sebagai Bahan Baku Pasokan Air untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kadar N dan P Limbah Cair Tahu Anis Artiyani PENURUNAN KADAR N-TOTAL DAN P-TOTAL PADA LIMBAH CAIR TAHU DENGAN METODE FITOREMEDIASI ALIRAN BATCH DAN KONTINYU MENGGUNAKAN TANAMAN HYDRILLA VERTICILLATA Anis

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya, setiap hari industri tersebut memproduksi sebanyak liter

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya, setiap hari industri tersebut memproduksi sebanyak liter BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia.Pesatnya perkembangan ini juga disertai dengan berbagai dampak negatif yang disebabkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan jenis sayuran yang sebagian besar daunnya bewarna hijau pucat dengan bentuk bulat serta lonjong. Sayuran ini mengandung vitamin

Lebih terperinci

Natalina 1 dan Hardoyo 2. Surel : ABSTRACT

Natalina 1 dan Hardoyo 2. Surel : ABSTRACT 9- November PENGGUNAAN ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes (Mart) Solms) DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica Forsk ) DALAM PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI TAHU Natalina dan Hardoyo ) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air

Lebih terperinci

LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN TANAMAN

LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN TANAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pencemaran air yang disebabkan oleh industri penyamakan kulit di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut terus menjadi sorotan berbagai pihak. Industri ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enceng gondok (Eichhornia Crassipes) merupakan salah satu jenis tanaman air yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat (Ingole, 2003). Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota besar,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota besar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota besar, telah mendorong peningkatan kebutuhan akan perumahan. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN TANAH GAMBUT DAN TANAMAN AIR DOMESTIC WASTEWATER TREATMENT USING PEAT SOIL AND WATER PLANTS

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN TANAH GAMBUT DAN TANAMAN AIR DOMESTIC WASTEWATER TREATMENT USING PEAT SOIL AND WATER PLANTS Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN TANAH GAMBUT DAN TANAMAN AIR DOMESTIC WASTEWATER TREATMENT USING PEAT SOIL AND WATER PLANTS Rizki Nainggolan 1, Ardeneline

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman gelagah (Phragmites karka) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di berbagai lingkungan baik di daaerah tropis maupun non tropis. Gelagah dapat berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Fitoremediasi Limbah Cair Tapioka dengan menggunakan Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica) RIKA NURKEMALASARI 1, MUMU SUTISNA 2, EKA WARDHANI 3

Fitoremediasi Limbah Cair Tapioka dengan menggunakan Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica) RIKA NURKEMALASARI 1, MUMU SUTISNA 2, EKA WARDHANI 3 Reka Lingkungan [Teknik Lingkungan] Itenas No.2 Vol. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [September 2013] Fitoremediasi Limbah Cair Tapioka dengan menggunakan Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selain memberikan dampak positif juga memiliki dampak negatif.

I. PENDAHULUAN. selain memberikan dampak positif juga memiliki dampak negatif. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan pengembangan kegiatan industri, selain memberikan dampak positif juga memiliki dampak negatif. Industri yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat esensial untuk kehidupan, ini disebabkan tubuh mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun tubuh, air esensial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) WIDIA NUR ULFAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa lain. namun air yang tersedia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci