IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair Yang Dibuang ke Perairan Hasil analisis karakteristik sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi pada masingmasing lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 7. Analisis bertujuan untuk mengetahui tingkat tercemarnya masing-masing lokasi pengambilan sampel limbah cair. Untuk mengetahui tingkat tercemarnya masing-masing lokasi, hasil analisis dibandingkan dengan mutu lingkungan perairan berdasarkan IMLP (Ott. 1978), PP No. 82 tahun 2001, dan sistem nilai Storet (Kep-Men-LH No. 115 tahun 2003). Tabel 7. Hasil analisis parameter fisika, kimia dan mikrobiologi pada masing-masing titik sampling. No. Parameter Satuan Kode stasiun pengambilan limbah cair S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 S.6 I. Fisika 1. Suhu Air 0 C Suhu Udara 0 C DHL mhos/cm TSS mg/l II. Kimia. 5. ph skala DO mg/l BOD 5 mg/l COD mg/l Alkalinitas mg/l Asiditas mg/l CO 2 mg/l TDS mg/l N-NH 3 mg/l N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Ortho Fosfat mg/l Fosfat Total mg/l Sulfida mg/l tt tt Sulfat mg/l Kesadahan Total mg/l Klorida mg/l Minyak & Lemak μg/l Kalsium (Ca) mg/l Timbal (Pb) mg/l tt tt tt 25. Besi (Fe) mg/l Magnesium (Mg) mg/l III. Mikrobiologi 27. Koliform Tinja MPN/100 ml Koliform Group MPN/100 ml Keterangan : tt = tidak terdeteksi.

2 35 Hasil analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi, berdasarkan perhitungan indeks mutu lingkungan perairan (IMLP), (Ott,1978), didapatkan bahwa empat lokasi pengambilan sampel termasuk kategori tercemar buruk yakni muara danau bukit Suliki, sungai Tandun, anak sungai Lembu, dan sungai Dasmiasi, dua lokasi pengambilan sampel termasuk dalam kategori tercemar sedang yakni sungai Kandis, dan muara sungai Tapung Kiri. Hasil analisis dan kategori tercemarnya lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Mutu lingkungan perairan pada masing-masing stasiun berdasarkan IMLP No. Parameter Stasiun pengambilan limbah cair Oksigen terlarut E. coli ph BOD NO PO 4 total Temperatur Padatan total Jumlah Kriteria IMLP Buruk Buruk Buruk Buruk Sedang Sedang Hasil analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi, dibandingkan dengan PP No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, terdapat 8-11 parameter telah melampaui batas baku mutu, yakni pada stasiun muara danau bukit Suliki terdapat delapan parameter malampaui baku mutu yaitu oksigen terlarut, BOD 5 COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, stasiun sungai Tandun terdapat sepuluh parameter melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5 COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, koliform tinja, dan koliform group. Kualitas air limbah pada stasiun anak sungai Lembu terdapat delapan parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5 COD, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun sungai Dasmiasi terdapat sembilan parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5, COD, N-NH 3, fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun sungai Kandis terdapat sepuluh parameter yang melampaui baku mutu yakni, ph, DO, BOD 5, COD, N-NH 3, fosfat total, timbal, besi, magnesium, dan koliform tinja, pada stasiun muara sungai Tapung Kiri terdapat sebelas parameter melampaui baku mutu yakni, TSS, ph, DO, BOD 5 COD, N-NH 3,

3 36 fosfat total, besi, magnesium, dan koliform tinja. Hasil analisis dan perbandingan berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan hasil analisis kimia, fisika, dan mikrobiologi berdasarkan PP No. 82 Tahun No Parameter Satuan Menurut Stasiun pengambilan limbah cair PP.No. 82 S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 S.6 1. TSS mg/l ph skala * 4.17 * 5.50 * 4.00 * 5.00 * 3. DO mg/l * 5.80 * 3.93 * 2.6 * 2.10 * 3.00 * 4. BOD 5 mg/l * 19.3 * 14.3 * 11.1 * 12.7 * 10.8 * 5. COD mg/l * 41.6 * 29.0 * 40.1 * 29.2 * 41.2 * 6. TDS mg/l N-NH 3 mg/l * 0.90 * * 1.76 * 0.91 * 8. N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Fosfat Total mg/l * 0.40 * 0.20 * 0.25 * 0.57 * 0.43 * 11. Sulfat mg/l Klorida mg/l Minyak & Lemak mg/l Timbal mg/l 0.03 tt tt * tt 15. Besi mg/l * 1.05 * 0.74 * 0.88 * 1.03 * 0.92 * 16. Magnesium mg/l * 18.3 * 15.5 * 12.4 * 18.3 * 15.2 * 17. Koliform Tinja MPN/100 ml * 1500 * 200 * 400 * 4300 * 700 * 18. Koliform Group MPN/100 ml * * Keterangan : 1. Tanda bintang (*) menunjukan bahwa kandungan parameter melampaui standar baku mutu yang ditentukan berdasarkan PP No. 82 Tahun tt = tidak terdeteksi Analisis karakteristik limbah cair dari masing-masing lokasi berdasarkan sistem nilai storet, wilayah titik sampling dibagi menjadi tiga bagian yakni, bagian hulu sungai meliputi muara danau bukit Suliki dan sungai Tandun, bagian tengah sungai meliputi anak sungai Lembu dan sungai Dasmiasi, dan bagian hilir meliputi sungai Kandis dan muara sungai Tapung Kiri. Hasil analisis menunjukan bahwa ketiga bagian sungai telah termasuk kategori tercemar berat, yakni bagian hulu sungai total skor (-95), bagian tengah sungai total skor (-73), dan bagian hilir sungai total skor (-98). berdasarkan sistem nilai storet disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis Hasil analisis berdasarkan sistem nilai Storet (Kep-Men-LH. No.115 tahun 2003) No. Bagian Sungai Nilai Skor masing-masing parameter Fisika Kimia Mikrobiologi Total skor Keterangan 1. Hulu Cemar berat 2. Tengah Cemar berat 3. Hilir Cemar berat

4 37 Tercemarnya perairan ini diduga sebagai akibat dari banyaknya aktivitas perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, dan industri pabrik kelapa sawit yang berada pada Sub-DAS Tapung Kiri, yang seluruh aktivitas tersebut membuang limbahnya ke perairan sungai Tapung Kiri [BAPEDAL Propinsi Riau, 2003). Analisis sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi 28 parameter bahan pencemar yang dikandung limbah cair, menunjukkan bahwa sebagian besar sifat kandungan fisika, dan kimia relatif seragam atau homogen seperti yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai tengah, simpangan baku dan koefisien keragaman dari masing-masing titik pengambilan sampel limbah cair No Parameter Satuan Stasiun pengambilan limbah cair I. Fisika 1. Suhu Air 0 C Suhu Udara 0 C DHL mhos/cm TSS mg/l II. Kimia 5. ph skala DO mg/l BOD 5 mg/l COD mg/l Alkalinitas mg/l Asiditas mg/l CO 2 mg/l TDS mg/l N-NH 3 mg/l N-NO 2 mg/l N-NO 3 mg/l Orth. Fosfat mg/l Fosfat Total mg/l Sulfida mg/l tt tt Sulfat mg/l Kesadahan mg/l Total 21. Klorida mg/l Minyak & mg/l lemak 23. Kalsium mg/l Timbal mg/l tt tt tt Besi mg/l Mangnesium mg/l III. Mikrobiologi 27. KoliTinja MPN/100 ml Koli Group MPN/100 ml Keterangan : tt = tidak terdeteksi ; S D = simpangan baku nilai tengah contoh ; KK = koefisien keragaman, nilai Koli Tinja dan Koli Group telah ditranspormasi ke logaritma. Ratarata S D KK (%)

5 38 Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 11, selanjutnya dalam penilaian koefisien keragaman digunakan empat penggolongan (Sitorus et al., 1999) yaitu : sangat rendah (KK 16%) = 46.43%, untuk parameter suhu, ph, COD, alkaliniti, asiditi, NO 3, ortofosfat, sulfat, kesadahan total, timbal, besi, magnesium, koli tinja, koli group dan rendah (KK > 16-33%) = 14.29%, untuk parameter BOD 5, CO 2, klorida, dan kalsium, parameter yang koefisien keragaman berada pada kategori sedang (KK > 33-66%) = 17.86%, yakni DO, NH 3, NO 2, fosfat total, minyak dan lemak. Parameter yang keragamannya tinggi ( KK > 60%) = 21.43% terlihat pada DHL, TSS, TDS, sulfida. Nilai koefisien keragaman yang tertinggi seperti DHL dan TDS masing-masing sebesar 108,6%, dan %, dengan kandungan TDS tertinggi terdapat pada stasiun empat dan DHL tertinggi terdapat pada stasiun enam. Pada stasiun empat terdapat pabrik kelapa sawit yang melakukan pengolahan limbah cair. Limbah cair hasil pengolahan dibuang ke sungai Dasmiasi, diduga tingginya nilai TDS sebagai akibat pengolahan limbah tidak dilakukan dengan baik. Sedangkan tingginya nilai DHL pada stasiun enam merupakan akumulasi bahan pencemar dari hulu sungai yang mengalir ke muara sungai Tapung Kiri, begitu juga dengan besarnya kandungan TSS dan sulfida yang terdapat pada stasiun enam diduga merupakan akumulasi bahan pencamar yang berasal dari hulu dan bagaian tengah sungai Hasil Percobaan Pendahuluan Seleksi Tumbuhan Air Hasil percobaan pendahuluan adaptasi tumbuhan terhadap limbah cair yang digunakan menunjukkan pertumbuhan yang baik. Hal ini terlihat dari masing-masing tumbuhan air yang diseleksi 100% hidup. Hasil pengamatan pertumbuhan ini disajikan pada Gambar 14 dan Tabel 12. Dari hasil seleksi ini diambil empat jenis tumbuhan` air yaitu wlingen, melati air, genjer, dan kiapu dengan pertimbangan bahwa wlingen, dan genjer banyak ditemukan di lokasi rawa-rawa yang berada disekitar pengambilan sampel, sedangkan kiapu dan melati air diambil dari kolam-kolam budidaya tanaman hias dari beberapa tempat. Tumbuhan ini sangat mudah untuk dibudidayakan, dan pertumbuhannya sangat cepat. Sedangkan enceng gondok tidak digunakan dalam percobaan ini dengan pertimbangan pertumbuhannya sangat cepat, sehingga populasinya sangat padat dalam wadah percobaan dan tumbuhan ini sudah umum digunakan.

6 39 A e B C D Gambar 14. Percobaan seleksi tumbuhan air (A= Wlingen, B = Melati air, C = Genjer, D = Kiapu, dan E = Enceng Gondok) Tabel 12. Seleksi tumbuhan air yang digunakan dalam percobaan E Perlakuan Tumbuhan Awal Persentase Mati Hidup Aluvial-limbah1-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah2-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah3-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah4-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah5-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah6-Wlingen 12 batang Aluvial-limbah1-Melati air 3 batang Aluvial-limbah2-Melati air 3 batang Aluvial-limbah3-Melati air 3 batang Aluvial-limbah4-Melati air 3 batang Aluvial-limbah5-Melati air 3 batang Aluvial-limbah6-Melati air 3 batang Aluvial-limbah1-Genjer 3 batang Aluvial-limbah2-Genjer 3 batang Aluvial-limbah3-Genjer 3 batang Aluvial-limbah4-Genjer 3 batang Aluvial-limbah5-Genjer 3 batang Aluvial-limbah6-Genjer 3 batang Aluvial-limbah1-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah2-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah3-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah4-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah5-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah6-Kiapu 20 roset Aluvial-limbah1-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah2-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah3-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah4-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah5-Enceng gondok 6 batang Aluvial-limbah6-Enceng gondok 6 batang 0 100

7 Efektivitas Media Penyaring dan Tumbuhan Air Mengurangi Bahan Pencemar Percobaan yang dilakukan adalah suatu upaya untuk mengendalikan limbah cair buangan akhir pabrik kelapa sawit melalui proses fitoremediasi. Limbah cair diambil langsung dari tempat pembuangan akhir pabrik kelapa sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera, lokasi pengambilan limbah cair tersebut disajikan pada Gambar 15. Percobaan dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, seperti terlihat pada Gambar 16. Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan antara media dan tumbuhan air mampu menurunkan kadar bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair. Gambar 15. Pengambilan sampel Gambar 16. Percobaan di rumah kasa di lokasi sumber limbah Kemampuan perlakuan dalam menurunkan maupun menaikkan kadar parameter ditunjukkan adanya perubahan kualitas limbah cair. Hal yang sangat penting untuk diketahui terhadap tumbuhan air yang digunakan sebagai pengendali limbah cair yang dapat mengurangi terjadinya pencemaran pada suatu sungai atau perairan. Pengamatan pada percobaan ini dilakukan secara periodik yaitu 10 hari, 20 hari dan 30 hari. Kualitas limbah cair sebelum maupun sesudah percobaan disajikan pada Gambar 17 dan 18. Gambar 17. Limbah berwarna hitam gelap sebelum proses fitoremediasi

8 41 Gambar 18. Limbah cair berwarna terang sesudah proses fitoremediasi Untuk mempermudah dalam pembahasan hasil yang diperoleh, parameterparameter dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu : 1) parameter dasar dan penunjang, 2) parameter penyubur, 3) parameter organik, dan 4) parameter logam. Hasilnya dapat diuraikan sebagai berikut : Parameter Dasar dan Penunjang Kelompok parameter dasar dan penunjang merupakan parameter yang umum dan saling berkaitan keberadaan dalam suatu perairan seperti padatan tersuspensi total, padatan terlarut total, daya hantar listrik, kekeruhan, sulfat, karbon dioksida, kesadahan total, ph, klorida, magnesium, dan kalsium. Keberadaan partikal-partikal padatan tersuspensi biasanya menyebabkan terjadinya kekeruhan pada air. Padatan tersuspensi yang dihasilkan dari suatu kawasan industri sangat bervariasi tergantung dari sumber industrinya. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi yang dihasilkan oleh limbah cair makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan padatan terlarut total dalam limbah cair ukurannya lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut umumnya mengandung kation dan anion seperti magnesium, kalsium, timbal, besi, amonia, fosfat, sulfat, nitrat, dan senyawa lainnya. Semakin tinggi kadar padatan terlarut semakin berat tingkat pencemaran suatu perairan. Peningkatan padatan terlarut biasamya diikuti meningkatnya daya hantar listrik. Naiknya DHL mengambarkan terdapatnya mineral-mineral atau garam-garam seperti natrium, magnesium, kalsium, klorida, sulfat, fosfat, besi dan lainnya. Tebbut (1992) dan Mackereth et al. (1989) menyatakan DHL berhubungan erat dengan padatan terlarut total, kadar padatan terlarut biasanya lebih kecil dari DHL. Senyawa-senyawa seperti asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik yang baik, sedangkan bahan organik

9 42 merupakan penghantar listrik yang kurang baik. Dari hasil analisis kelompok parameter dasar dan penunjang ini dapat diuraikan hasilnya sebagai berikut : Padatan Tersuspensi Total (TSS) Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi yang terdiri dari lumpur, pasir halus, serta jasad-jasad renik yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1 m. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar TSS menurun. Penurunan kadar TSS sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah sebagai berikut : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer 100 mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingenkiapu mg /l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar TSS. Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan adanya perbedaan nyata pengaruh perlakuan menurunkan kadar TSS antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Tabel 13. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar TSS pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v3 v4 v2 v7 v1 v6 v5 m a 38.18b 37.66b 37.60b 32.12c 29.27cd 25.10de 35.54a m c 30.70c 25.13de 20.10f 24.22fe 22.31fe 20.10f 24.75b Rata-rata 40.1a 34.4b 31.4bc 28.9cd 28.2cd 25.8de 22.e Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan menurunnya kadar TSS dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar TSS tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 14.

10 43 Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 84.77%. Tabel 14. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TSS (%) tiap periodik 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar TSS Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) terhadap kadar TSS. Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit. Media aluvial mampu menurunkan kadar TSS sebesar mg/l nilai keefektivan TSS 73.15%, sedangkan media gabungan aluvialzeolit mampu menurunkan kadar TSS sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan TSS 81.25% untuk waktu pengamatan 30 hari. Media penyaring gabungan tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari media penyaring tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar TSS Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TSS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan melati air (v1) berbeda nyata dengan tumbuhan wlingen-kiapu (v5), tumbuhan kiapu (v4), dan tumbuhan melati air (v2), tetapi tidak berbeda nyata dengan tumbuhan gabungan genjer-kiapu (v7), tumbuhan gabungan melati air-kiapu (v6), dan tumbuhan melati air (v2) dalam menurunkan kadar TSS. Tumbuhan melati air (v2) berbeda nyata dengan tumbuhan tungal genjer (v3) dan tumbuhan gabungan melati air-kiapu (v6), dan wlingen-kiapu (v5). Tumbuhan genjer

11 44 (v3) berbeda nyata dengan tumbuhan v7, v6, v5, dan v4. Tumbuhan kiapu (v4) berbeda nyata dengan tumbuhan v7, v6, dan v5. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu berbeda nyata dengan v7, tetapi tidak berbeda nyata dengan v6. Tumbuhan gabungan melati air (v6) tidak berbeda nyata dengan v7. Perlakuan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan kombinasi perlakuan yang mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari perlakuan lainnya yaitu sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 82.88% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair 0 dapat diterima. Keterangan : m1 A Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 19. Hasil pengujian berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar TSS Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar TSS Interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TSS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah TSS seperti yang disajikan pada Gambar 20 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media penyering tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5 dan m1v4, tidak bebeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3 dan m1v2. Tumbuhan air melati air (m1v2) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v3, m2v2, m2v1, m1v4, dan m1v3, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m1v7, m1v6, dan m1v5. m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan tumbuhan genjer dengan media penyaring tanah aluvial (m1v3) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, 2v1, m1v7, m1v6, m1v5, dan m1v4. Perlakuan tumbuhan air kiapu dengan media tanah aluvial (m1v4) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, 2v1, m1v6, m1v5 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan m1v7. Perlakuan tumbuhan air gabungan wlingen

12 45 dengan media tanah aluvial (m1v5) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, tidak berbeda nyata dengan m2v6, m2v2, dan m1v6. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 20. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TSS Perlakuan tumbuhan air gabungan melati air-kiapu dengan media tanah aluvial (m1v6) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, dan m2v1, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, 2v2, dan m1v7. Tumbuhan air gabungan genjer-kiapu (m1v7) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, 2v2, tidak berbeda nyata dengan m2v1. Perlakuan antara tumbuhan air wlingen dan media tanah aluvial-zeolit (m2v1) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, dan m2v2. Perlakuan gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air melati air (m2v2) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, tidak berbeda dengan m2v6. Perlakuan gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air genjer (m2v3) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, dan m2v5, tidak berbeda nayat dengan m2v4. Perlakuan gabungan media tanah aluvial dan tumbuhan air genjer (m2v4) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, dan m2v5. Perlakuan gabungan media tabah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen-kiapu (m2v5) tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Interaksi perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen-kiapu (m2v5) merupakan kombinasi perlakuan mampu menurunkan kadar TSS lebih tinggi dari perlakuan tunggal maupun gabungan kombinasi lainnya yaitu sebesar mg/l dari

13 46 kadar awal limbah cair 132 mg/l dengan nilai keefektivan 84.77% untuk waktu pengamatan 30 hari. Perlakuan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah Aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar bahan pencemar TSS lebih besar dari perlakuan lainnya. Kemampuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu menurunkan kadar TSS diduga bahwa akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion terlarut pada lapisan air. Bagitu juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap padatan terlarut yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Gabungan tumbuhan ini juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan jumlah batang dan roset yang cepat dari perlakuan lainnya, sehingga diduga penyerapan terhadap bahan-bahan yang terlarut lebih tinggi dari tumbuhan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TSS, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan yang tersuspensi dalam air limbah (Setiaji, et al., 2003). Kadar TSS dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 14, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan rata-rata untuk semua tumbuhan antara 12.88% (m1v2) dan 48.16% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar TSS masih menunjukkan penurunan antara 46.88% (m1v4) dan 78.22% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar TSS menurun antara 63.52% (m1v3) dan 84.77% (m2v5). Akar tumbuhan wlingen yang berbentuk serabut efektif untuk menyerap bahanbahan yang tersuspensi pada dasar media maupun dalam air. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Stowel et al. (1982), salah satu fungsi akar tumbuhan air yang tenggelam dalam perairan adalah manyaring dan menyerap bahan-bahan yang tersuspensi. Dibantu oleh gerakan air yang membawa bahan-bahan tersuspensi ke dasar air, sehingga mempercepat proses penyerapan oleh akar tumbuhan. Kemampuan kombinasi tumbuhan menyerap TSS didukung oleh tumbuhan kiapu yang mempunyai akar serabut dengan panjang antara cm sangat strategis untuk menyaring bahan-

14 47 bahan tersuspensi yang ada pada permukaan atau bagian tengah air limbah dalam wadah percobaan (Anderson, et al., 1995). Watson, et al. (1989), melaporkan bahwa rawa buatan atau kolam buatan dengan mengunakan tumbuhan Scirpus sp mampu menghilangkan bahan pencemar TSS sebesar 67%, untuk aliran bawah tanah dengan substrat pasir. Aliran bawah tanah dengan substrat tanah 45-85%, dan aliran bawah tanah dengan substrat tanah liat mampu mengurangi TSS sebesar 91%. Selanjutnya Tridech, et al. (1981), menyatakan bahwa tumbuhan Scirpus sp mampu mengurangi TSS yang berasal dari air limbah pada pengolahan kolam ke tiga sebesar 94.2%. Thobanoglous (1987) juga melaporkan bahwa sistem pengolahan limbah cair pada kolam alam dengan memanfaatkan satu jenis tumbuhan air dapat menurunkan kadar padatan tersuspensi antara 21-72% Padatan Terlarut Total (TDS) Padatan terlarut total adalah zat padat yang terlarut, terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air, mempunyai ukuran lebih kecil dari 10-3 m. limbah cair agroindustri umumnya mengandung padatan terlarut yang tinggi. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan media dan tumbuhan pada akhir percobaan menunjukkan penurunan kadar TDS. Penurunan kadar TDS sebagai pengaruh dari perlakuan media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar TDS. Hasil uji berpasangan pengaruh perlakuan terhadap menurunnya kadar TDS disajikan pada Tabel 15 perbedaan yang nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

15 48 Tabel 15. Hasil uji berpasangan nilai tengah TDS pengaruh perlakuan menurunkan kadar TDS pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 m a 209.1b 208.2b 206.2bc 202.1bcd 200.2bc e 205.0a m bcd 193.6cd d e 190.6d e f 180.4b Rata-rata 219.6a 201.4ab 198.9b 196.4b 187.2b 185.2b 160.3c Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar DHL dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar DHL tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 16. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 76.17%. Tabel 16. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar TDS (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar TDS Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TDS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 4 menunjukkan bahwa media penyaring aluvial berbeda nyata pengaruhnya terhadap penurunan kadar TDS dibandingkan media aluvialzeolit. Media aluvial mampu menurunkan kadar TDS sebesar mg/l, dengan nilai keefektivan 67.46%, sedangkan gabungan media penyaring gabungan tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TDS sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan niliai keefektivan 71.37% dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan yang lebih tinggi menurunkan kadar

16 49 CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar TDS Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap kadar TDS (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan tumbuhan v1 berbeda nyata v5, v4, v3, dan v2, tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6. Perlakuan tumbuhan v2 berbeda nyata dengan v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v7 dan v3. Perlakuan tumbuhan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, dan v4. Perlakuan tumbuhan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, dan v5. Perlakuan tumbuhan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, dan perlakuan v6 berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) mampu menurunkan kadar TDS lebih besar dari tumbuhan v1, v2, v3, v4, v6, dan v7 sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan nilai keefektivan 76.17% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 21. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar TDS Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar TDS Interaksi antara media dan tumbuhan menunjukkan pengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar TDS (P=0.002). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar TDS seperti yang disajikan pada Gambar 22 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan m1 A m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 m1v1 berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v1, m1v7, m1v5, m1v4, dan m1v2, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m1v dan

17 50 m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v1, m1v5 dan m1v4, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v2, m1v7, m1v6 dan m1v3. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v3, m2v2, m2v1, m1v5, dan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6,m2v5, m2v4, m2v3,m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan perakuan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, m1v6, tidak berbeda nyata dengan m2v6, dan m2v2. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v6, m2v5 dan m2v1, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4, m2v3, m2v2, dan m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v5 dan m2v5, tidak bebeda nyata dengan m2v7, m2v4, m2v3, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v5, m2v4, m2v3 dan m2v2, tidak berbeda nyata dengan m2v6. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 22. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar TDS Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4 dan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v6 dan m2v5, tidak berbeda dengan m2v7. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, dan perlakuan m2v6 berbeda nyata dengan m2v7. Perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar TDS lebih tinggi dari perlakuan lainnya sebesar mg/l dari kadar TDS awal limbah cair 630 mg/l dengan nilai keefektivan 76.17% untuk waktu pengamatan 30 hari.

18 51 Interaksi antara perlakuan media dan tumbuhan menunjukkan bahwa perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar TDS lebih besar dari perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion terlarut pada lapisan air. Begitu juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap padatan terlarut yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu juga menunjukkan peningkatan biomassa yang cepat dari tumbuhan lainnya, sehingga penyerapan terhadap bahan-bahan pencemar lebih cepat dibandingkan tumbuhan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TDS karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Kadar TDS dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 16, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari yang menunjukkan penurunan kadar TDS rata-rata untuk semua tumbuhan antara 40.96% (m1v1) dan 67.92% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar TDS menunjukkan penurunan antara 52.90% (m1v3) dan 67.44% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar TDS menurun antara 62.06% (m1v4) dan 76.17% (m2v5). Padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dan koloid yang mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi, merupakan bahan anorganik berupa ion-ion yang mudah diserap oleh akar tumbuhan air. Meningkatnya biomasa tumbuhan menunjukkan bahwa pertumbuhan tumbuhan berlangsung dengan baik dan diikuti oleh perkembangan akar tumbuhan. Berkembangnya perakaran tumbuhan ini akan meningkatkan daya serap dan kemampuan penyaringan terhadap TDS, sehingga kadar TDS menurun. Kemampuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu menurunkan kadar TDS lebih tinggi dari tumbuhan air lainnya. Hal ini diduga karena perakaran tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan menyerap TDS yang berada didasar permukaan media, dan didukung oleh tumbuhan kiapu yang mempunyai akar serabut dengan panjang antara

19 cm sehingga sangat strategis untuk menyaring bahan-bahan tersuspensi yang ada pada permukaan atau bagian tengah dalam wadah percobaan. Sebagaimana dilaporkan Hyde dan Ross (1984), bahwa sistem pengolahan limbah dengan menggunakan kolam tanpa tumbuhan air atau dengan hanya menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan kadar TDS sebesar 40-60%. Lebih lanjut Thobanuglous (1987), juga melaporkan bahwa sistem pengolahan limbah dengan menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan TDS kadar 12-72% Daya Hantar Listrik (DHL) Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Peningkatan kadar padatan terlarut disuatu perairan mempunyai hubungan dengan meningkatnya DHL. Padatan terlarut yang berasal dari limbah indutri, limbah pertanian, pemukiman, dan partikel tanah yang terbawa erosi dapat meningkatkan DHL suatu perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar DHL mengalami penurunan. Penurunan DHL sebagai pengaruh dari perlakuan media tanah aluvial dengan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mhos/cm, melati air mhos/cm, genjer mhos/cm, kiapu mhos/cm, gabungan wlingen-kiapu mhos/cm, gabungan melati air-kiapu mhos/cm, dan gabungan genjer-kiapu mhos/cm. Untuk perlakuan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mhos/cm, melati air mhos/cm, genjer mhos/cm, kiapu mhos/cm, gabungan wlingen-kiapu mhos/cm, gabungan melati airkiapu mhos/cm, dan gabungan genjer-kiapu mhos/cm. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap DHL. Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Tabel 17 pengaruh perlakuan terhadap menurunnya DHL menunjukan perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

20 53 Tabel 17. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan DHL pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v2 v4 v1 v7 v6 v5 Rata-rata m1 a a b b cd d e 34.4a m2 cd c e cd f f g 24.7b Rata-rata 586.4a 583.2a 549.8b 527.8c 477.8d 468.1d 392.4e 29.6 Keterangan : Angka-angka dalam koloam dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan DHL dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya DHL tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 18. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 76.74%. Tabel 18. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya DHL (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap DHL Hasil analisis sidik ragam menunjukkan media berpengaruh sangat nyata terhadap DHL (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Gambar 23 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata pengaruhnya terhadap penurunan DHL dibandingkan media aluvial-zeolit. Media aluvial mampu menurunkan DHL sebesar μmhos/cm, dengan nilai keefktivan 56.39%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan DHL sebesar μmhos/cm dari kadar awal limbah 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan sebesar 64.23% dalam waktu pengamatan 30 hari. Media gabungan aluvial-zeolit keefektifannya lebih tinggi dari media penyaring tanah aluvial dalam menurunkan DHL. Hasil ini sekaligus

21 54 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap DHL Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata terhadap DHL (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHLseperti yang disajikan pada Gambar 23 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan tumbuhan v1 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v4, Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, dan v5. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, dan perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v6. Perlakuan tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) mempu menurunkan DHL lebih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar μmhos/cm dari kadar awal 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan 76.74%, dengan waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Keterangan : m1 A m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 23. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap DHL Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap DHL B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh sangat terhadap DHL ((P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah DHL seperti yang disajikan pada Gambar 24 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan perlakuan tumbuhan tunggal wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan perlakuan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m1v3.

22 55 Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, tidak berbeda nyata dengan m2v4. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, tidak berbeda nyata dengan m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3 dan m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 24. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap DHL Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, dan m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring aluvial-zeolit (m2v5) mampu menurunkan DHL lebih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar μmhos/cm dari kadar limbah cair awal 1290 μmhos/cm dengan nilai keefektivan 78.57%) untuk waktu pengamatan 30 hari. Daya hantar listrik (DHL) dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 18, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan

23 56 penurunan DHL rata-rata untuk semua perlakuan antara 47.67% (m1v1) dan 67.36% (m2v5), pada periode hari ke 20 DHL masih menunjukkan penurunan antara 48.59% (m1v3) dan 66.73% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan DHL menurun antara 50.53% (m1v2) dan 76.74% (m2v5). Menurunnya DHL setelah melalui proses fitoremediasi diduga berkaitan dengan menurunnya kadar TDS dan kekeruhan, karena DHL mempunyai hubungan dengan menurun dan meningkatnya kadar TDS dan kekeruhan (Tebbutt,1992). Mackereth et al. (1989), dan Pandia et al. (1995), menyatakan penurunannya DHL selalu dipengaruhi oleh menurunnya konsentrasi ion-ion terlarut yang terdapat dalam suatu perairan. Kemampuan tumbuhan air menurunkan DHL, diduga karena tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air, sehingga sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Hal ini juga didukung oleh bertambahnya biomassa gabungan tumbuhan wlingen-kiapu lebih tinggi dari tumbuhan lainnya Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar TDS, menurunnya TDS memberi pengaruh pada penurunan DHL. Saeni (1989), menyatakan bila kadar padatan terlarut naik maupun menurun berpengaruh pula pada DHL. Zeolit sebagai adsorben mampu menjerap kation-kation seperti NH + 4, Pb 2+, Fe 2+, Mg 2+, dan anion-anion seperti ammonium, fosfat, nitrat, sulfat yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997). Yusuf (2001), melaporkan dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan limbah rumahtangga dan tumbuhan air mendong dan kiambang dalam kolam buatan mampu menurunkan DHL sebesar 41.21%. Menurunnya DHL diduga sebagai akibat menurunnya kadar anion dan kation terlarut dalam air limbah, karena akar-akar tumbuhan air makin bertambah, sehingga mempunyai kemampuan yang efektif untuk menyerap unsur hara yang ada dalam air limbah maupun media yang telah mengalami proses dekomposisi dari bahan organik dan anorganik (Suriawiria, 2003).

24 Kekeruhan Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, seperti lumpur, pasir halus, plankton dan mikroorganisme. Padatan tersuspensi mempunyai korelasi dengan kekeruhan, semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar kekeruhan mengalami penurunan. Penurunan kekeruhan sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar NTU, melati air NTU, genjer NTU, kiapu NTU, gabungan wlingen-kiapu NTU, gabungan melati airkiapu NTU, dan gabungan genjer-kiapu NTU. Untuk perlakuan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar NTU, melati air NTU, genjer NTU, kiapu NTU, gabungan wlingen-kiapu NTU, gabungan melati air-kiapu NTU, dan gabungan genjer-kiapu NTU. Hasil analisis sidik ragam seperti yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kekeruhan. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kekeruhan disajikan pada Tabel 19 terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kekeruhan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Tabel 19. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kekeruhan pada akhir pengematan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v2 v4 v1 v7 v6 v5 m1 21.0a 20.2a 19.6abc 19.3abc 17.5 bcd 17.1 bcd 16.9 cde 18.8a m cde 17.4 bcd 19.7ab 15.2 def 16.2 de 14.3ef 13.2f 16.1b Rata-rata 19.7a 19.0ab 18.8ab 17.2bc 16.9bc 15.7c 15.0c 17.5 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kekeruhan dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar kekeruhan tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai

25 58 keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 20. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 82.28%. Tabel 20. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kekeruhan (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kekeruhan Media berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan berbeda nyata (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kekeruhan seperti yang disajikan pada Gambar 25 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvialzeolit dalam menurunkan kekeruhan. Media aluvial mampu menurunkan kekeruhan sebesar NTU, dengan nilai keefektivan 76.03%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kekeruhan NTU dari kadar awal limbah NTU, dengan nilai keefektivan sebesar 79.47%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kekeruhan dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kekeruhan Tumbuhan berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kekeruhan seperti yang disajikan pada Gambar 25 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v3, dan v2, tidak berbeda dengan v4. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v3, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v6 dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7, tidak berbeda nyata dengan v6, perlakuan v6 tidak berbeda

26 59 nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kekeruhan lebih tinggi dari tumbuhan lainnya yakni sebesar NTU dari kadar awal sebesar NTU dengan nilai keefektivan 80.85%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 Keterangan : m2 B Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 25. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan (B) terhadap kekeruhan Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kekeruhan. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kekeruhan (P=0.536) pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingenkiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan kombinasi mampu menurunkan kekeruhan lebih tinggi dari perlakuan lainnya sebesar NTU dari kekeruhan awal limbah NTU dengan nilai keefektivan 82.23%, untuk waktu pengamatan 30 hari. v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Kekeruhan dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 20, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kekeruhan rata-rata untuk semua perlakuan antara 40.39% (m1v2) dan 67.36% (m1v3), pada periode hari ke 20 kadar kekeruhan masih menunjukkan penurunan antara 59.86% (m1v3) dan 75.69% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar kekeruhan menurun antara 72.20% (m1v2) dan 82.28% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kekeruhan, diduga karena kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air, sehingga sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan

27 60 tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kekeruhan karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion (Poerwadi, 1997). Tchobanoglous (1987), melaporkan bahwa pada pengolahan limbah cair dengan menggunakan kolam tampa menggunakan tumbuhan mampu menurunkan kekeruhan sebesar 40-60%, dan dengan menggunakan satu jenis tumbuhan air mampu menurunkan kekeruhan sebesar 21-72% Sulfat Sulfur merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan sebagai unsur hara dalam proses pembentukan asam amino dan protein. Kebutuhan tumbuhan akan sulfur ini diperoleh dari sulfat (Salisbury dan Ross, 1995). Hasil proses dekomposisi bahan organik umumnya menghasilkan senyawa sulfat, CO 2, nitrat, kalsium, klorida dan unsur-unsur lainnya (Nurhayati et al., 1986). Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar sulfat mengalami penurunan. Penurunan kadar sulfat sebagai pengaruh perlakuan antara media dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media, tumbuhan dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar sulfat disajikan pada Tabel 21.

28 61 Tabel 21. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar sulfat pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v1 v4 v7 v6 v5 m a 11.14bc 10.76cd 12.18ab 9.77de 9.75de 9.11e 10.73a m2 8.80e 9.63de 8.86e 7.18f 7.20f 6.70f 5.20g 7.65b Rata-rata 10.62a 10.39ab 9.81ab 9.68b 8.48c 8.23c 7.16d 9.19 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar sulfat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar sulfat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 22. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 80.74%. Tabel 22. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar sulfat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar sulfat Madia berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar sulfat (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 26 dan Lampiran 4 mnunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunankan kadar sulfat. Media aluvial mampu menurunkan kadar sulfat sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 60.26%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar sulfat sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan 71.67%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kadar CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus

29 62 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap parameter sulfat Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata (P=0.004) dalam menurunkan kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh jenis tumbuhan terhadap kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 26 dan Lampiran 5 menunjukkan perlakuan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar sulfat lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l, dengan nilai keefektivan 73.48% dalam waktu percobaan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 m2 A Keterangan : B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gasmbar 26. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar sulfat Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar sulfat Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan perbedaan sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar sulfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar sulfat seperti yang disajikan pada Gambar 27 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan tumbuhan air wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan

30 63 m2v3, m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak bebeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3 dan m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 27. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar sulfat Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidakm berbed nyata dengan m2v7. Kombinasi perlakuan menurunkan kadar sulfat tertinggi terdapat pada perlakuan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) yakni sebesar 21.8 mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 80.74% untuk waktu pengamatan 30 hari.

31 64 Kadar sulfat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 22, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar sulfat rata-rata untuk semua perlakuan antara 25.26% (m1v3) dan 63.44% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar sulfat masih menunjukkan penurunan antara 43.85% (m1v2) dan 75.00% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar sulfat menurun antara 53.96% (m1v2) dan 80.74% (m2v5). Sulfur merupakan salah satu unsur utama sebagai unsur hara pada tumbuhan disamping nitrogen dan fosfat. Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar sulfat, diduga oleh kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap anion sulfat yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya untuk menyerap anion sulfat. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar sulfat, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion sulfat yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997). Yusuf (2001), melaporkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan kolam buatan dengan kombinasi tumbuhan air seperti mendong, kiambang, teratai air dan hidrilla mampu menurunkan kadar sulfat limbah domestik sebesar 81.95%. Lies et al. (1999), juga melaporkan bahwa dengan menggunakan sistem saringan dengan sistem sirkulasi limbah tampa menggunakan tumbuhan air mampu menurunkan kadar sulfat hingga 76% Karbon Dioksida Bebas (CO 2 ) Karbon dioksida bebas merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan CO 2 yang terlarut dalam air. CO 2 terdapat dalam perairan alami bersumber dari difusi atmosfer, air hujan, bahan organik, respirasi tumbuhan, hewan, dan dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob maupun anaerob. Tingginya kandungan CO 2 pada suatu perairan dapat mengakibat terganggunya kehidupan biota perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan

32 65 mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar CO 2 mengalami penurunan Penurunan kadar CO 2 sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati airkiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu Untuk perlakuan media tanah aluvial-zeolit, dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati airkiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar CO 2,. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kadar CO 2 disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar CO 2 pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v1 v4 v7 v6 v5 m a 20.08ab 19.45bc 18.82cd 18.26de 17.16e 16.21e 18.84a m e 17.25de 17.17de 15.60f 15.10f 14.46f 13.70g 15.6b Rata-rata 19.0a 18.7ab 18.31ab 17.2abc 16.7bcd 15.8cd 15.0d 17.2 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar CO 2 dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar CO 2 tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 24. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 61.83%.

33 66 Tabel 24. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar CO 2 (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar CO 2 Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar CO 2 seperti yang disajikan pada Gambar 28 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit menurunkan kadar CO 2. Media aluvial mampu menurunkan kadar CO 2 sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 48.93%, sedangkan media gabungan aluvialzeolit mampu menurunkan kadar CO 2 sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan 56.69% dalam waktu pengamatan 30 hari. Gabungan media tanah aluvial-zeolit mempunyai kemampuan lebih tinggi menurunkan kadar CO 2 dibandingkan media tanah aluvial. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar CO 2 Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar CO 2 seperti yang disajikan pada Gambar 28 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v6, dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v4 dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar CO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l

34 67 dengan nilai keefektivan 68.32% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 28. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar CO 2 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar CO 2 Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kadar CO 2 (P=0.392) pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar CO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 61.83% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar CO 2 dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 24, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar CO 2 rata-rata untuk semua perlakuan antara 18.98% (m1v2) dan 46.17% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar CO 2 menunjukkan penurunan antara 29.87% (m1v3) dan 49.57% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir pengamatan kadar CO 2 menurun antara 39.00% (m1v2) dan 61.83% (m2v5). Kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap anion CO 2 yang terdapat pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar CO 2, karena zeolit

35 68 mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion CO 2 membentuk kalsium karbonat yang mengendap di dasar media. yang diduga Kesadahan Total Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen seperti ion kalsium dan magnesium dalam air, yang menyebabkan sifat kesadahan terhadap air. Perairan yang mempunyai tingkat kesadahan tinggi sangat merugikan bagi keperluan rumah tangga dan industri. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar kesadahan total ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Peningkatan dan penurunan kadar kesadahan total sebagai pengaruh perlakuan media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 4.62 mg/l. Gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar kesadahan sebaliknya tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan berpengaruh nyata terhadap kadar kesadahan. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap penurunan atau meningkatnya kadar kesadahan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan atau meningkatkan kadar kesadahan total pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v2 v1 v7 v4 v6 v5 Rata-rata m a a b bcde ef f f 187.4a m bc bcd bc bc bcd cde de 191.7a Rata-rata 208.8a 208.7a 199.6ab 191.5bc 180.1cd 170.7d 167.4d Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar kesadahan total pada hari ke 10, dan

36 69 ke 20. Pada hari ke 30 dengan bertambahnya waktu pengamatan kadar kesadahan total cenderung meningkat. Meningkatnya kadar kesadahan total tersebut diikuti dengan menurunnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 26. Perlakuan m1v2 merupakan perlakuan yang tertinggi meningkatnya nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar %. Tabel 26. Rata-rata nilai keefektivan menurun dan meningkatnya kadar kesadahan total (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap parameter kadar total Media tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.052) pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial menunjukkan adanya peningkatan kadar kesadahan total sebesar ( mg/l) dengan nilai keefektivan (-6.50%). Untuk media gabungan aluvial-zeolit juga menunjukkan adanya peningkatan kadar kesadahan total sebesar (-7.35 mg/l dari kadar kesadahan total awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan (-4.08%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar kesadahan total Tumbuhan berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kesadahan total seperti yang disajikan pada Ganbar 29 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v6 dan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (v5) dan melati air-kiapu (v6) merupakan perlakuan yang kadar kesadahan masih dibawah kadar

37 70 kesadahan total limbah cair awal. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 A Keterangan : Gambar 29. m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar kesadahan total Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar kesadahan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l, dengan nilai keefektivan 7.01%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil pengamatan kadar kesadahan total pada hari ke 10 menunjukkan penurunan rata-rata 22.47% (m1v3) dan (m2v5). Pada hari ke 20, menunjukkan peningkatan kadar kesadahan rata-rata 37.05% (m2v5) dan (-11.28% m1v7), dan hari ke 30 masing-masing perlakuan menunjukkan kecenderungan meningkat rata-rata (-23.60% m1v2) dan (-1.47% m1v2). Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar kesadahan total Interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar kesadahan total (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar kesadahan total seperti yang disajikan pada Gambar 30 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v4, m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, tidak berbeda nyata dengan m1v3. B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata

38 71 denagn m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, tidak berbeda nyata dengan m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6. Perlakuan m2v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata denagn m2v7. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 30. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi media dan tumbuhan air terhadap kadar kesadahan total Perlakuan tumbuhan gabungan melati air-kiapu (m1v6) dan genjer-kiapu (m1v7) dengan media tanah aluvial mampu menurunkan kadar kesadahan total tertinggi, yakni sebesar mg/l, dari kadar awal limbah sebesar 180 mg/l dengan nilai keefektivan 13.96%, dalam waktu 30 hari pengamatan. Pada periode pengamatan 10 hari kesadahan total untuk perlakuan m2v5 mampu menurunkan kadar kesadahan total sebesar 60.73% dan terendah pada perlakuan m1v3 sebesar 22.47%. Pada pengamatan hari ke 20 kadar kesadahan total meningkat. Perlakuan m1v4 merupakan perlakuan yang kadar kesadahan tertinggi peningkatannya sebesar 40.73%, dan terendah pada perlakuan m1v7 sebesar

39 %. Pada pengamatan hari ke 30 terjadi peningkatan kadar kesadahan yakni tertinggi pada perlakuan m1v2 (-23.60%) dan terendah pada perlakuan m2v5 (0.49%). Kemampuan tumbuhan menurunkan atau meningkatkan kadar kesadahan total, disebabkan oleh kemampuan akar yumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air, sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan menunjukkan kemampuannya menurunkan kadar kesadahan pada pengamatan hari ke 10, sedangkan pada hari ke 20 dan ke 30 kesadahan mempunyai kecenderungan meningkat. Hal ini diduga pada awal percobaan sampai hari ke 10, kadar kesadahan masih mampu diserap oleh tumbuhan karena kalsium dan magnesium dalam keadaan terlarut, setelah hari ke 20 dan ke 30 kalsium dan magnesium bergabung dengan CO 2 membentuk senyawa yang mengendap ke dasar media yang digunakan sehingga sulit untuk diserap oleh akar tumbuhan. Pada hari ke 10 dilakukan penambahan air yang tidak berion, diduga endapan yang terjadi permukaan media larut kembali, sehingga kadar kalsium dan magnesium hari ke 20 meningkat, begitu juga pada hari ke 30. Meningkatnya kadar kesadahan total diduga akibat adanya penambahan air pada hari ke 10, ke 20, akibat penambahan air diduga kalsium dan magnesium yang mengendap dalam bentuk senyawa kalsium karbonat atau magnesium karbonat tercuci atau melarut dengan penambahan air. Penambahan air dilakukan masing-masing 8 liter untuk tumbuhan tunggal dan 10 liter untuk tumbuhan gabungan. Penambahan air ini untuk mengganti air limbah yang diambil untuk analisis maupun air limbah yang telah diserap oleh tumbuhan maupun yang telah mengalami penguapan Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph), mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Nilai ph air kurang dari 5.0 atau lebih dari 9.0, maka perairan sudah dianggap tercemar berat sehingga biota air akan terganggu dan tidak layak digunakan untuk keperluan rumahtangga. Perubahan keasaman air baik ke arah asam maupun ke arah

40 73 alkalis pada suatu perairan perlu dicermati, sehingga ekosistem perairan tidak terganggu. Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan nilai ph mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ph sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 2.40 unit, melati air 2.14 unit, genjer 2.24 unit, kiapu 2.18 unit, gabungan wlingen-kiapu 2.24 unit, gabungan melati air-kiapu 2.22 unit, dan gabungan genjer-kiapu 2.20 unit. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 2.40 unit, gabungan melati air 2.38 unit, genjer 2.20 unit, kiapu 2.30 unit, gabungan wlingen-kiapu 2.40 unit, gabungan melati air-kiapu 2.40 unit, dan gabungan genjer-kiapu 2.30 unit. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap nilai ph. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari, analisis limbah cair setiap periodik menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai ph dengan bertambahnya waktu pengamatan. Meningkatnya nilai ph diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 27. Perlakuan m2v5 dan m2v6 merupakan perlakuan yang lebih tinggi nilai keefektivan pada akhir pengamatan yaitu berturut-turut sebesar 58.54% dan 56.54%. Tabel 27. Rata-rata nilai keefektivan peningkatan nilai ph (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap nilai ph Media tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph (P=0.119) pada taraf taraf = Media penyaring aluvial tidak berbeda nyata dengan media penyaring aluvialzeolit meningkatkan nilai ph. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima.

41 74 Pengaruh tumbuhan terhadap nilai ph Tumbuhan air tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph (P=0.344) pada taraf = Tumbuhan wlingen merupakam tumbuhan yang mampu meningkatkan nilai ph lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar 6.50 dari nilai awal ph limbah cair 4.10 dengan nilai keefektivan 58.54%, untuk waktu percobaan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap nilai ph Nilai ph suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. ph air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tetrsedianya unsur hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Apabila nilai ph air kurang dari 5.0 atau lebih besar dari 9.0, maka perairan sudah tercemar berat kehidupan biota air sudah terganggu dan sudah tidak layak dipergunakan untuk keperluan rumahtangga. Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.612) oleh masing-masing perlakuan terhadap nilai ph pada taraf = Tumbuhan wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) merupakan perlakuan yang mampu meningkatkan nilai ph lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 6.50 dari nilai ph limbah cair awal 4.10 dengan nilai keefektifan 58.54% untuk waktu pengamatan 30 hari. Nilai ph dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 27, menunjukkan peningkatan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan peningkatan nilai ph rata-rata untuk semua perlakuan antara 46.34% (m2v2) dan 45.61% (m2v5). Pada periode hari ke 20 nilai ph menunjukkan peningkatan rata-rata antara 46.34% (m2v1) dan % (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan nilai ph meningkat antara 52.20% 9m2v1) dan 58.54% (m2v5). Kemampuan tumbuhan meningkatkan nilai ph, diduga tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai

42 75 kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media juga memberi pengaruh pada peningkatan nilai ph, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap kation dan anion yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997; Setiaji et al, 2003). Meningkatnya nilai ph, diduga sebagai akibat adanya proses pertukaran ion antara limbah dengan tumbuhan air. Dalam hal ini akar tumbuhan mampu menyerap ionion penyebab asam dan basa yang berlebih atau sebaliknya adanya pelepasan ion-ion yang dapat meningkatkan nilai ph. Reed, et al. (1987), menyatakan bahwa tumbuhan air dalam kolam selain berfungsi melindungi perairan dari cahaya matahari juga melakukan penyerapan dan pertukaran ion. Meningkatnya nilai ph diduga adanya distribusi ion hidrogen dari reaksi pembentukan karbonat dan bikarbonat dari proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut (Effendi, 2003): CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 (asam karbonat) H 2 CO 3 H HCO 3 (ion bikarbonat) _ HCO 3 H CO 3 (ion karbonat) Finlayson et al. 1983), melaporkan dari hasil kajian dengan menggunakan tumbuhan Thypa, Phragmieis, dan Scirpus, mampu meningkatkan nilai ph air limbah berturut-turut sebesar 7% (6.88 menjadi 6.97), 10% (6.90 menjadi 7.00), 9% (6.64 menjadi 7.00). Brahmana dan Armaita (2002), melaporkan bahwa tumbuhan Thypa. sp dengan menggunakan air limbah domestik mampu meningkatkan nilai ph menjadi 7.1 sampai 8.0 selama pengamatan 18 hari, tumbuhan Corex sp mampu meningkatkan nilai ph menjadi 7.1 sampai 8.0, dari nilai ph awal Yusuf (2001) melaporkan dari hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan nilai ph pada air limbah domestik yang dialirkan ke dalam kolam yang ditanami tumbuhan mendong, teratai, kiambang, dan hydrilla sebesar 0.94 dari nilai ph awal 6.70, menjadi Klorida Klorida merupakan senyawa yang umum terdapat pada perairan alami. Keberadaan ion klorida pada tingkat sedang tidak mempunyai pengaruh terhadap sifatsifat kimia dan biologi perairan, tetapi kelebihan ion klorida dan garam-garam klorida pada perairan dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh tingginya

43 76 salinitas, sehingga tidak layak digunakan sebagai air untuk kebutuhan rumahtangga dan pengairan pertanian. Pada percobaan yang dilakukan mengalami peningkatan dan penurunan. menunjukkan kadar klorida Menurun dan naiknya kadar klorida dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 9.83 mg/l, melati air 1.05 mg/l, genjer 3.89 mg/l, kiapu menurun 3.12 mg/l, tumbuhan gabungan wlingen-kiapu menurun 4.22 mg/l, gabungan melati air-kiapu menurun 4.52 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu meningkat 0.15 mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingenkiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media menunjukkan pengaruh nyata ( =0.05) terhadap nilai klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap peningkatan nilai klorida disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar klorida pada akhir pengamatan. Tumbuhan Air Media Rata-rata v1 v3 v2 v7 v4 v6 v5 m a 50.64ab 47.80bc 46.90cd 43.63de 42.23f 42.53ef 47.2a m g 17.96g 17.96g 14.46g 16.73g 16.00g 14.11g 16.6b Rata-rata 38.15a 34.0a 32.9ab 30.7b 30.2b 29.1b 28.3b 31.9 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar klorida dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar klorida tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 29. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 69.82%.

44 77 Tabel 29. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar klorida (%) tiap periode10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar klorida Media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 4 menunjukkan pada media penyaring tanah aluvial terjadi peningkatan kadar klorida sebesar 0.44 mg/l) dengan nilai keefektivan (-0.94%). Gabungan aluvialzeolit terjadi penurunan kadar klorida sebesar mg/l dari kadar klorida awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 64.45%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan terhadap kadar klorida Tumbuhan air menunjukkan pengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar klorida. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan wlingen (v1) berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, tidak berbeda nyata dengan v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7 dan v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar klorida lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar mg/l dari kadar awal mg/l dengan nilai keefektivan 39.42% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air pesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak.

45 78 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 31. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar klorida Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar klorida Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan perbedaan sangat nyata dalam menurunkan kadar klorida (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar klorida seperti yang disajikan pada Gambar 32 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media penyaring tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4 dan m1v2, tidak berbeda nyata dengan m1v3. Perlakuan m1v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, m1v3, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m1v6, m1v5, m1v4, tidak berbeda nyata m2v1, m1v7. Perlakuan m1v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1. Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7 m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v6, m2v4, m2v3. m1 A m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Perlakuan m2v3 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4. Perlakuan m2v4 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7 dan m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar klorida lebih tinggi dibandingkan

46 79 dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 69.82%, dalam waktu pengamatan 30 hari. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 32. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap kadar klorida Kadar klorida dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 29, menunjukkan peningkatan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar klorida rata-rata untuk semua perlakuan antara 21.03% (m1v2) dan 60.81% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar klorida menunjukkan peningkatan dan penurunan antara 9.90% (m1v3) dan 66.12% (m2v5), dan sampai pada periode ke 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar klorida menunjukkan peningkatan dan penurunan antara (-21.03% m1v1) dan 69.82% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar klorida, diduga oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar klorida, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap kation dan anion yang terlarut dalam air limbah (Poerwadi, 1997).

47 Magnesium (Mg) Magnesium adalah logam alkali tanah yang banyak dijumpai di perairan alami. magnesium dan kalsium merupakan penyusun utama kesadahan. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut dalam air. Pada percobaan yang dilakukan menunjukkan kadar magnesium mengalami penurunan. Penurunan kadar magnesium dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 8.99 mg/l, melati air 8.40 mg/l, genjer 6.39 mg/l, kiapu 7.39 mg/l, wlingen-kiapu 9.83 mg/l, melati air-kiapu 8.66 mg/l, dan genjer-kiapu 8.86 mg/l. Pengaruh perlakuan antara gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air 9.42 mg/l, genjer 8.93 mg/l, kiapu 9.09 mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar magnesium. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata terhadap kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar magnesium disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar magnesium pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air Rata-rata v3 v4 v2 v1 v7 v6 v5 m a ab bc bcd ef bc f 9.7a m bcd bcd bcd cdef def ef bcde 7.7b Rata-rata 10.4a 9.6ab 9.2ab 8.4bc 8.2 bc 8.0bc 7.2c 8.7 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar Mg dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Mg tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 31. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 66.39%.

48 81 Tabel 31. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Mg (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan harim ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar magnesium Media berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar magnesium seperti yang disajikan pada Gambar 33 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar magnesium. Media aluvial mampu menurunkan kadar magnesium sebesar 8.44 mg/l dengan nilai keefektivan 46.66%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar magnesium sebesar mg/l dari kadar magnesium awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 57.21% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan air terhadap kadar magnesium Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata (P=0.000) dalam menurunkan kadar magnesium. Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar magnesium seperti yang disajikan pada Gambar 33 dan Lampiran 5 menunjukkan perlakuan tumbuhan tumbuhan air wlingen (v1) berbeda nyata dengan v3, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, dan v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v6, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata v7 dan v6. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar magnesium tertinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 60.36% untuk waktu pengamatan

49 82 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak. A m1 Keterangan : m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 33. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh madia (A) dan tumbuhan (B) terhadap kadar magnesium Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar magnesium Magnesium adalah logam alkali tanah yang banyak dijumpai diperairan alami, bersama kalsium magnesium merupakan penyusun B utama kesadahan. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut seperti magnesium sulfat, magnesium klorida dan cenderung bertahan sebagai larutan, meskipun garam-garam kalsium telah mengalami pengendapan. Magnesium merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebegai unsur yang terdapat pada klorofil. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.790) terhadap penurunnan kadar magnesium pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar magnesium lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan 66.39% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar magnesium dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 31 menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar magnesium rata-rata untuk semua tumbuhan antara 23.16% (m1v3) dan 44.46% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar magnesium menunjukkan penurunan antara 34.61% (m1v3) dan 46.05% (m2v5), dan sampai antara 35.32% (m1v3) dan 66.39% (m2v5). v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2

50 83 Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar magnesium, disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar magnesium, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion dan anion yang terdapat limbah cair (Poerwadi, 1997) Kalsium (Ca) Keberadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang melibatkan karbon dioksida, di perairan senyawa kalsium bersifat stabil dengan keberadaan karbon dioksida. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Peningkatan kadar Ca sebagai pengaruh dari percobaan yang dilakukan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah sebagai berikut : wlingen sebesar 7.56 mg/l, tumbuhan melati air 6.62 mg/l, genjer mg/l, tumbuhan kiapu 2.17 mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu 6.60 mg/l, tumbuhan melati air-kiapu 4.56 mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 3.12 mg/l. Kadar Ca juga meningkat pada perlakuan media gabungan tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, tumbuhan melati air 9.54 mg/l, tumbuhan genjer mg/l, tumbuhan kiapu mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu mg/l, tumbuhan melati air-kiapu mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 6.20 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media, tumbuhan, dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar Ca. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari. Hasil analisis secara periodik tersebut menunjukkan kecenderungan menurunnya kadar Ca pada hari ke 10. Pada hari ke 20 dan ke 30 dengan bertambahnya waktu pengamatan kadar Ca cenderung meningkat. Meningkatnya kadar Ca tersebut diikuti dengan menurunnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 32. Perlakuan m2v2 merupakan perlakuan yang lebih tinggi meningkatnya nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar %.

51 84 Tabel 32. Rata-rata nilai keefektivan menurun dan meningkatnya kadar kalsium (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar kalsium Media tidak berbeda nyata (P=0.053) dalam menurunkan kadar kalsium pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu meningkatkan kadar kalsium sebesar 8.98 mg/l), dengan nilai keefektivan (-22.45%). Pada perlakuan gabungan aluvial-zeolit juga terjadi peningkatan kadar kalsium sebesar mg/l) dari kadar kalsium awal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan (-35.93%), dalam waktu 30 hari pengamatan. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar kalsium Tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.294) dalam menurunkan kadar kalsium pada taraf = Gabungan tumbuhan genjer-kiapu (v7) tidak berbeda nyata dengan tumbuhan genjer (v3), tumbuhan melati air (v2), tumbuhan kiapu (v4), tumbuhan wlingen (v1), gabungan tumbuhan melati air-kiapu (v6), dan gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5). Gabungan tumbuhan genjer-kiapu merupakam tumbuhan yang mampu meningkatkan kadar kalsium lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar ( mg/l) dari kadar awal timbal limbah cair mg/l dengan nilai keefektivan (-36.65%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar kalsium Keberdadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang melibatkan karbon dioksida yang merupakan gas yang mudah larut di dalam air. Kalsium merupakan

52 85 unsur utama bagi semua makhluk hidup, kalsium berperan dalam pembentukan sel tumbuhan serta perubahan struktur tanah. Bersama dengan magnesium, kalsium berperan dalam menentukan kadar kesadahan air. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.205) terhadap kadar kalsium pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v2) merupaka perlakuan yang mampu meningkatkan kadar kalsium lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan (-48.85%), dalam waktu pengamatan 30 hari. Kadar kalsium dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 32 menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan untuk semua perlakuan antara 18.00% (m2v2) dan 54.85% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar kalsium menunjukkan peningkatan antara (-21.88% m1v2) dan (-1.88% (m2v5), dan sampai pada periode hari ke 30 yang merupakan akhir pengamatan kadar kalsium meningkat antara (-11.30% m1v6) (-48.85% m2v2). Meningkatnya kadar kalsium ini diduga akibat terbentuknya senyawa senyawa kalsium karbonat sehingga terbentukm endapan pada dasar media, dimana tumbuhan tidak mampu untuk menyerap endapan tersebut. Pada waktu penambahan air tanpa ion hari ke 10 diduga endapan ini melarut atau tercuci sehingga terjadi peningkatan kadar kalsium pada air limbah yang masih tersisa pada media. Karena kesadahan kalsium karbonat merupakan kesadahan yang sifatnya sementara (Boyd, 1988). Meningkatnya kadar kalsium ini diduga karena akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air tidak mampu menyerap endapan kalsium karbonat pada dasar media. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen tidak mampu menyerap endapan yang terbentuk pada dasar media. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada peningkatan kadar kalsium, karena zeolit mempunyai sifat sebagia adsorben yang mampu menjerap ion dan anion, sehingga pada saat penambahan air tanpa ion di hari ke 10 dan 20 kalsium yang dijerapnya dibebaskan sehingga kadar kalsium dalam air limbah meningkat.

53 Parameter Penyubur Kelompok parameter penyubur perairan bersumber dari nitrogen dan fosfor, yang biasanya ditemukan dalam bentuk senyawa dan terdapat dalam keadaan tersuspensi maupun dalam keadaan terlarut, keberadaannya dalam suatu perairan dalam kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pertumbuhan ganggang yang sangat cepat sehingga menyebabkan pencemaran pada perairan. Nitrogen dalam air sebagian besar terikat sebagai nitrogen organik dalam bentuk protein. Keberadaan fosfor dalam air juga bisa sebagai bahan padat maupun dalam bentuk terlarut Jenis-jenis nitrogen anorganik dalam air adalah ion nitrat (NO - 3 ), ammonium (NH + 4 ), dan nitrit (NO - 2 ), sedangkan fosfor anorganik yang terlarut dalam air terutama sebagai bentuk ion ortofosfat (PO 3-4 ). Dari hasil analisis kelompok parameter penyubur ini dapat diuraikan hasilnya sebagai berikut : Ammonia (NH 3 -N) Amonia pada suatu perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur. Denitrifikasi oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah juga akan menghasilkan gas amonia. Sumber lain amonia bisa juga berasal dari limbah industri, domestik, dan proses difusi dari udara. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar amonia mengalami penurunan. Penurunan kadar amonia dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah wlingen sebesar 1.15 mg/l, melati air 1.10 mg/l, genjer 1.02 mg/l, kiapu 1.06 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.24 mg/l, gabungan melati air-kiapu 1.12 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.01mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.24 mg/l, melati air 1.19 mg/l, genjer 1.07 mg/l, kiapu 1.13 mg/l, gebungan wlingen-kiapu 1.36 mg/l, gabungan melati air-kiapu 1.33 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.20 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media dan tumbuhan berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar amonia. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata terhadap kadar amonia. Hasil uji berpasangan nilai tengah yang disajikan

54 87 pada Tabel 33 terhadap pengaruh perlakuan menurunkan kadar amonia menunjukkan adanya perbedaan nyata antara media dan tumbuhan air. Tabel 33. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan nilai amonia pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v4 v7 v2 v1 v6 v5 m1 0.78a 0.77a 0.73a 0.69ab 0.67abc 0.64abc 055abc 0.69a m2 0.59abc 0.72a 0.66abc 0.60abc 0.46c 0.55abc 0.43c 0.57b Rata-rata 0.74a 0.70ab 0.69ab 0.65ab 0.60ab 0.57ab 0.49b 0.63 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar amonia dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar amonia tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 34. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 75.98%. Tabel 34. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar amonia (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar amonia Media berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar amonia (P=0.012) pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar amonia seperti yang disajikan pada Gambar 34 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar amonia. Media aluvial mampu menurunkan kadar amonia sebesar 1.10 mg/l, dengan nilai keefektivan 61.45%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar amonia 1.22 mg/l dari kadar awal limbah 1.79 mg/l, dengan nilai keefektivan sebesar 68.16% dalam waktu

55 88 pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar amonia Tumbuhan air berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar amonia (P=0.040) pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar amonia seperti yang disajikan pada Gambar 34 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen v1 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v5, tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v4. Perlakuan v4 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar amonia lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar 1.30 mg/l dari kadar limbah cair awal 1.79 mg/l dengan nilai keefektivan 72.63% dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 Keterangan : m2 v6 v5 v4 v3 B v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 34. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar amonia Interaksi antara media dan vegetasi terhadap kadar amonia Interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.918) pada taraf = Perlakuan gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar amonia labih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar 1.36 mg/l, dari kadar awal limbah sebesar 1.79 mg/l dengan nilai keefektivan 75.98% dalam waktu pengamatan 30 hari.

56 89 Kadar amonia dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 34, menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar amonia rata-rata untuk semua perlakuan antara 33.60% (m1v3) dan 60.90% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar amonia menunjukkan penurunan antara 49.72% (m1v3) dan 72.63% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar amonia menurun antara 59.22% (m1v2) dan 75.98% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar amonia, diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sehingga sangat efektif menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga gabungan kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar amonia, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion amonium yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Suriawira (2003), menyatakan mikroorganisme pada akar tumbuhan mampu menguraikan bahan-bahan organik maupun anorganik menjadi bentuk senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehinga akar lebih mudah menyerap bahan-bahan tersebut. Penurunan kadar amonia diduga sebagai akibat terjadinya nitrifikasi yang mengubah amonia menjadi nitrat, sehingga kadar amonia terlarut berkurang. Meutia (2002), melaporkan bahwa tumbuhan Thypa sp, pomae sp, dan Eichornia sp, dalam kolam buatan yang dialiri limbah cair rumahtangga mampu menurunkan kadar amonia sebesar 81%. Watson et al., (1989), dan Farahbakhsazad et al., ( 2002), menyatakan bahwa dengan aliran limbah cair secara vertikal dalam kolam buatan di dalamnya terdapat tumbuhan air, mampu menurunkan kadar amonia sebesar 50%. Aliran bawah tanah dengan menggunakan substrat tanah liat mampu menurunkan kadar amonia sebesar 55%, dan aliran bawah tanah dengan menggunakan substrat pasir mampu menurunkan kadar amonia sebesar 75%. Brahmana dan Armaita (2002), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa tumbuhan air Thypa sp dan Carex sp mampu menurunkan kadar

57 90 amonia limbah domestik berturut-turut sebesar 94.00% dan 96.30%, dalam waktu 18 hari pengamatan Nitrat (NO 3 -N) Nitrat merupakan salah satu jenis nitrogen anorganik yang terdapat dalam air yang merupakan zat hara utama bagi pertumbuhan tanaman dan alge. Nitrat bisa bersumber dari hancuran bahan organik, buangan domestik, limbah peternakan, pupuk dan limbah industri. Kadar nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonia. Kadar nitrogen yang tinggi pada perairan merupakan penyebab utama pertumbuhan yang sangat cepat dari ganggang yang menyebabkan eutrofikasi. Pada percobaan yang dilakukan menunjukkan kadar nitrat mengalami penurunan. Penurunan kadar nitrat dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.59 mg/l, melati air 1.50 mg/l, genjer 1.38 mg/l, kiapu.46 mg/l, wlingen-kiapu 1.70 mg/l, melati air-kiapu 1.47 mg/l, dan genjer-kiapu 1.54 mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.71 mg/l, melati air 1.72 mg/l, genjer 1.61 mg/l, kiapu 1.58 mg/l, wlingen-kiapu 1.75 mg/l, melati air-kiapu 1.80 mg/l, dan genjer-kiapu 1.77 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata ( =0.05) terhadap kadar nitrat. Tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah menunjukan terdapat perbedaan nyata antara media, sedangkan tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berbeda nyata seperti yang disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar nitrat pada akhir pengamatan Media Tumbuhan Air v3 v4 v2 v6 v1 v7 v5 Rata-rata m1 1.12a 1.04ab 1.03ab 1.00abc 0.91abc 0.96abc 0.80abc 0.98a m2 0.89abc 0.92abc 0.70c 0.78bc 0.79bc 0.73bc 0.75bc 0.79b Rata-rata 1.01a 0.98a 0.88a 0.75a 0.85a 0.84a 0.76a 0.89 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar nitrat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar nitrat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 36.

58 91 Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertingg nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 72.00%. Tabel 36. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar nitrat (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar nitrat Media berpengaruh sangat nyata (P=0.001) dalam menurunkan kadar nitrat pada taraf = Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar nitrat seperti yang disajikan pada Gambar 35 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar nitrat. Media aluvial mampu menurunkan kadar nitrat sebesar 1.52 mg/ dengan nilai keefektivan 60.80%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar nitrat 1.71 mg/l dari kadar awal limbah 2.50 mg/l dengan nilai keefektivan sebesar 68.40%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 Keterangan : Gambar 35. m2 Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar nitrat Pengaruh tumbuhan terhadap kadar nitrat Tumbuhan air tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap kadar nitrat (P=0.246) pada taraf = Gabungan tumbuhan air wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan mampu menurunkan kadar nitrat lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni sebesar 1.72 mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar 2.50 mg/l, dengan nilai keefektivan 68.8% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa

59 92 hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap parameter nitrat Nitrat merupakan sumber nitrogen anorganik dalam perairan yang bersifat aerobik (Saeni, 1989). Nitrat merupakan sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air, karena nitrat sangat mudah larut dalam air. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat berlangsung pada kondisi aerob, proses tersebut digambarkan sebagai berikut : 2 NO O 3 2 NO H H 2 O (Nitrosomonas) 2 NO O 2 2 NO 3 (Nitrobacter) Pada percobaan yang dilakukan perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap kadar nitrat (P=0.828) pada taraf = Gabungan tumbuhan melati air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5 merupakan perlakuan mampu menurunkan kadar nitrat labih tinggi dari perlakuan lainnya, yakni sebesar 1.80 mg/l dari kadar limbah cair awal 2.50 mg/l dengan nilai keefektivan 72.00% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar nitrat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 36, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari yang menunjukkan penurunan kadar nitrat rata-rata untuk semua perlakuan antara 32.80% (m1v3) dan 64.00% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar nitrat masih menunjukkan penurunan antara 45.60% (m1v3) dan % (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar nitrat menurun antara 55.20% (m1v3) dan 72.00% (m2v5). Tumbuhan air membutuhkan nitrogen untuk berkembang. Oleh karena itu adanya nitrat dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai unsur haranya, kemampuan akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media. Kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya.

60 93 Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar nitrat, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion nitrat yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Brahmana dan Armaita (2002), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa tumbuhan air Thypa sp mampu menurunkan kadar nitrat sebesar 86.00%, dalam waktu 18 hari dan Carex sp 82.4 %, dalam waktu 4 hari pengamatan. Yusuf (2001), menyatakan bahwa gabungan vegetasi air mendong dan teratai dalam kolam percobaan dengan mengunakan limbah rumah tangga mampu menurunkan nilai nitrat sebesar 31.02% Nitrit (NO 2 -N) Nitrit di perairan alami ditemukan dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan nitrat dan amonia. Apabila terjadi nitrifikasi tahap pertama, yaitu oksidasi amonia menjadi nitrat, maka dalam perairan akan terbentuk nitrit. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat pada proses nitrifikasi. Nitrit bersumber dari limbah industri dan limbah domestik. Ion nitrit lebih berbahaya dibandingkan ion nitrat, ion nitrit dapat merusak kehidupan akuatik. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir penrcobaan menunjukkan kadar nitrit mengalami penurunan. Penurunan kadar nitrit sebagai pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air 0.025mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan antara media, tumbuhan dan juga interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar nitrit pada taraf = Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari, analisis limbah cair setiap periodik menunjukkan kecenderungan menurun kadar nitrit dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar nitrit tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang

61 94 disajikan pada Tabel 37. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang lebih tinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 86.67%. Tabel 37. Rata-rata nilai kefektivan penurunan kadar nitrit (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar nitrit Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh media tidak berbeda nyata menurunkan kadar nitrit (P=0.0545) pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu menurunkan kadar nitrit sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 73.31%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar nitrit sebesar mg/l dari kadar awal limbah sebesar 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 83.33%. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima Pengaruh tumbuhan terhadap kadar nitrit Pengaruh antara masing-masing tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata menurunkan kadar nitrit (P=0.907) pada taraf = Perlakuan gabungan wlingen-kiapu (v5), gabungan melati air-kiapu (v6), dan gabungan genjer-kiapu (v7) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar nitrit lebih tinggi dari perlakuan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal sebesar 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 80.00%, untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima.

62 95 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar nitrit Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Pada percobaan yang dilakukan dengan mampu menurunkan kadar nitrit pada masing-masing perlakuan, tetapi tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.838) pada taraf = Interaksi perlakuan yang mampu menurunkan kadar nitrit tertinggi terdapat pada perlakuan tumbuhan kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v4), yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal 0.03 mg/l dengan nilai keefektivan 86.67% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar nitrit dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 37, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar nitrit rata-rata untuk semua perlakuan antara 10.00% (m1v1) dan 70.00% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar nitrit menunjukkan penurunan antara 40.00% (m1v3) dan 80.00% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir pengamatan kadar nitrit menurun antara 60.00% (m1v2) dan 86.60% (m2v5). Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tumbuhan. Tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan air ini mempunyai kemampuan yang lebih baik menurunkan kadar nitrit dalam limbah cair, dan diikuti berturut-turut oleh perlakuan gabungan tumbuhan melati air-kiapu dan gabungan tumbuhan genjer-kiapu. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn kadar nitrit, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap anion nitrit yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997) Ortofosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai unsur hara. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air. Sumber fosfor berasal dari dekomposisi bahan organik, limbah industri, pertanian, pupuk dan domestik. Pada percobaan yang dilakukan

63 96 terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar ortofosfat mengalami penurunan. Penurunan kadar ortofosfat sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.52 mg/l, melati air 1.49 mg/l, genjer 1.44 mg/l, kiapu 1.48 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.56 mg/l, gabungan melati airkiapu 1.50 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.50 mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.50 mg/l, melati air 1.58 mg/l, genjer 1.59 mg/l, kiapu 1.56 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 1.63 mg/l, gabungan melati airkiapu 1.62 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 1.61 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan antara media menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar ortofosfat pada taraf = Untuk perlakuan masing-masing tumbuhan dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar ortofosfat. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar ortofosfat disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap kadar ortofosfat pada akhir pengamatan Media v3 v2 v4 Tumbuhan air v7 v6 v1 v5 Rata-rata m1 0.32a 0.27ab 0.28a 0.26abc 0.26abc 0.24abcd 0.16de 0.24a m2 0.17cde 0.18bcde 0.16be 0.15de 0.14e 0.16de 0.13e 0.16b Rata-rata 0.25a 0.23a 0.22a 0.20ab 0.20ab 0.20ab 0.14b 0.20 Keterangan : hari Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 menunjukkan kecenderungan penurunan kadar ortofosfat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar ortofosfat tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 39. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 98.82%.

64 97 Tabel 39. Rata-rata nilai kefektivan menurunnya kadar ortofosfat (%) tiap periode 10, 20, dan30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar ortofosfat Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar ortofosfat (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar ortofosfat seperti yang disajikan pada Ganbar 36 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar ortofosfat. Media aluvial mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 1.50 mg/l dengan nilai keefektivan 85.23%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 1.60 mg/l dari kadar awal limbah 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 90.91%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. m1 Keterangan : m2 Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 36. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar ortofosfat Pengaruh tumbuhan terhadap kadar ortofosfat Pengaruh antara masing-masing tumbuhan menurunkan kadar ortofosfat tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.065) pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar ortofosfat lebih tinggi dari tumbuhan lainnya, yakni sebesar 1.61 mg/l dari kadar awal sebesar 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 91.15%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak. yang menyatakan tumbuhan air spesifik

65 98 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar ortofosfat Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menurunkan kadar ortofosfat (P=0.536) pada taraf = Perlakuan menurunkan kadar ortofosfat tertinggi terdapat pada perlakuan tumbuhan gabungan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5), yakni sebesar 1.63 mg/l dari kadar limbah cair awal 1.76 mg/l dengan nilai keefektivan 92.61% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar ortofosfat dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 39, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar ortofosfat rata-rata untuk semua perlakuan antara 67.05% (m1v3) dan 86.93% (m2v5), pada periode hari ke 20 kadar ortofosfat menunjukkan penurunan antara 77.84% (m1v4) dan 92.61% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar ortofosfat menurun antara 83.72% (m1v3) dan 98.82% (m2v5). Fosfat merupakan salah satu unsur utama sebagai unsur hara pada tumbuhan disamping nitrogen dan sulfur. Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar ortofosfat, diduga karena kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya untuk menyerap anion fosfat yang terdapat dalam limbah cair (Poerwadi, 1997). Assenzo dan Reid (1986), menyatakan bahwa pada pengolahan limbah cair menggunakan kolam buatan tanpa tumbuhan air mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 30%. Meutia (2002) juga melaporkan bahwa dari hasil kajian dengan kolam buatan yang dialiri limbah rumahtangga dengan menggunakan tumbuhan Thypa sp, pomae sp, dan Eichornia sp mampu menurunkan kadar ortofosfat sebesar 44%. Farahbakhsazad et al. (2002), melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan tumbuhan air dan kolam buatan dengan membuat aliran air limbah secara vertikal mampu menurunkan kadar fosfat sebesar 93%.

66 99 Brahmana dan Armaita (2002), juga melaporkan dengan menggunakan tumbuhan air Thypa sp dan Corex sp mampu menurunkan kadar fosfat berturut-turut sebesar 95.7% dan 95.5% dalam waktu 10 hari. Sedangkan Ozaki (1999), menyatakan dengan menggunakan biogeofilter media tanah dan zeolit dalam kolam buatan, yang digunakan untuk mendaur ulang limbah domestik dengan memanfaatkan tumbuhan air seperti kubis rawa (Ipomoea aquatica), Chinese arrowhead (Sagittaria sagittifolia), dan talas (Colocasia esculenta) mampu menurunkan kadar fosfat berturut-turut rata-rata 99.00%, 99.40%, dan 99.40% dalam waktu pengamatan 30 hari Parameter Senyawa Organik Bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak dan minyak. Senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah dioksidasi secara biologis atau kimia, proses inilah yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun dan menyebabkan permasalahan bagi kehidupan biota perairan. Untuk menyatakan kandungan bahan organik dalam limbah cair maupun perairan dapat dilakukan dengan mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik tersebut sehingga menjadi senyawa yang stabil. Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk dua parameter bahan organik yaitu nilai COD, kadar minyak dan lemak dan hasilnya diuraikan sebagai berikut : Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Kebutuhan oksigen kimia adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan atau zat organik dan anorganik dalam satu liter air limbah. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD 5 karena bahan yang tidak terurai dalam uji BOD 5 dapat teroksidasi pada uji COD. Semakin tinggi nilai COD makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan nilai COD mengalami penurunan. Penurunan nilai COD pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg/l, gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Untuk gabungan antara media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar mg/l, melati air

67 100 mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, gabungan wlingen-kiapu mg /l gabungan melati air-kiapu mg/l, dan gabungan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap nilai COD. Hasil uji berpasangan nilai tengah seperti yang disajikan pada Tabel 40 menunjukan adanya perbedaan nyata antara masing-masing perlakuan. Tabel 40 Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan nilai COD pada akhir pengamatan Tumbuhan air Media Rata-rata v3 v4 v2 v1 v7 v6 v5 m1 42.5a 40.0ab 39.1bc 36.8c 27.9d 27.5d 27.3d 34.4a m2 28.2d 28.5d 29.3d 27.6d 20.8e 20.1e 18.4e 24.7b Rata-rata 35.3a 34.2ab 34.2ab 32.2b 24.4c 23.8c 22.9c 29.6 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan nilai COD dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya nilai COD tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 41. Pelakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 86.06%. Tabel 41. Rata-rata nilai kefektivan menurunnya nilai COD (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap nilai COD Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 37 dan

68 101 Lampiran 4 menunjukkan media penyaring tanah aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan nilai COD. Media aluvial mampu menurunkan nilai COD sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 74.24%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar COD sebesar mg/l dari kadar awal limbah mg/l dengan nilai keefektivan sebesar 81.29%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap nilai COD Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 37 dan Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen v1 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan nilai COD lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal mg/l dengan nilai keefektivan 84.77% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. A m1 m2 B v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Keterangan : Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 37. Hasil berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap nilai COD

69 102 Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap nilai COD Interaksi antara media dan tumbuhan air menunjukkan pengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai COD (P=0.007). Hasil uji berpasangan nilai tengah nilai COD seperti yang disajikan pada Gambar 38 dan Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa tumbuhan air wlingen dengan media tanah aluvial (m1v1) berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v3, tidak berbeda nyata m1v2. Perlakuan m1v2 bebeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, m1v4, dan m1v3. Perlakuan m1v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5, tidak berbeda nyata dengan m1v4. Perlakuan m1v4 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6, m1v5. Perlakuan m1v5 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7, m1v6. Perlakuan m1v6 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1, m1v7. Perlakuan m1v7 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2, m2v1. m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 m1v1 m2v7 m2v6 m2v5 m2v4 m2v3 m2v2 m2v1 m1v7 m1v6 m1v5 m1v4 m1v3 m1v2 Keterangan : Gambar 38. Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan air terhadap nilai COD Perlakuan m2v1 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3, m2v2. Perlakuan m2v2 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4, m2v3. Perlakuan m2v3 berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, m2v5, tidak berbeda nyata dengan m2v4. Perlakuan m2v4 berbeda nyata dengan

70 103 m2v7, m2v6, m2v5. Perlakuan m2v5 tidak berbeda nyata dengan m2v7, m2v6, perlakuan m2v6 tidak berbeda nyata dengan m2v7. Tumbuhan wlingen-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan nilai COD lebih tinggi dari perlakuan lainnya yakni terbesar mg/l dari kadar limbah cair awal 132 mg/l dengan nilai keefektivan 86.06% untuk waktu pengamatan 30 hari. Nilai COD dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 41 menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan nilai COD rata-rata untuk semua perlakuan antara 51.58% (m1v3) dan 71.01% (m2v5), pada periode hari ke 20 nilai COD masih menunjukkan penurunan antara 63.55% (m1v3) dan 80.85% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir dari pengamatan kadar COD menurun antara 67.83% (m1v3) dan 86.06% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan nilai COD, diduga adanya proses penguraian bahan-bahan organik dan anorganik oleh mikroba yang terdapat pada media dan tumbuhan. Selanjutnya hasil dekomposisi tersebut diserap oleh akar tumbuhan kiapu yang mengapung pada lapisan air. Akar yang mengapung tersebut sangat efektif untuk menyerap bahan-bahan organik maupun anorganik pada lapisan air (Guntenspergen et al., 1989, Wetzel, 2001). Tumbuhan wlingen juga mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media. Suriawira (2003), menyatakan tumbuhan air mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahanbahan organik dan anorganik karena tumbuhan air memiliki mikroorganisme yang terdapat pada akar tumbuhan. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunn nilai COD, karena zeolit mempunyai sifat sebaga adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan organik maupun anorganik yang telah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih kecil sampai 35% (Poerwadi, 1997). Dinges (1982) melaporkan bahwa suatu percobaan pada ladang rumput berawa mampu menurunkan nilai COD sebesar 90.30%. Lebih lanjut Hasselgren (2002), menyatakan bahwa dari hasil pengolahan limbah dengan menggunakan tumbuhan salix viminalis yang dibudidayakan untuk bahan bakar mampu mengurangi nilai COD sebesar 74-82%.

71 104 Knight (1992) menyatakan bahwa di negara tropis lahan basah buatan mampu menurunkan nilai COD sebesar 73-95%. Meutia (2002) melaporkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan tumbuhan air Thypa sp, Pomae sp, dan Eichornia crassipes, dengan mengalirkan air limbah rumah tangga mampu menurunkan nilai COD sebesar 75%. Brahmana dan Armaita (2002), juga melaporkan bahwa tumbuhan air Thypa sp dan Corex sp mampu menurunkan nilai COD sebesar 57.1% dan 59.4% pada kolam buatan dengan menggunakan limbah cair domestik dalam waktu 18 hari, untuk kolam kontrol tanpa tumbuhan hanya mampu menurunkan nilai COD sebesar 32.9% Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di berbagai perairan yang bersumber dari industri, transportasi, dan limbah domestik. Minyak dan lemak yang mencemari perairan sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung diatas permukaan air. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar minyak dan lemak mengalami penurunan. Penurunan kadar minyak dan lemak dari pengaruh perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 2.36 mg/l, melati air 2.02 mg/l, genjer 2.21 mg/l, kiapu 2.30 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 2.53 mg/l, gabungan melati airkiapu 2.62 mg/l, dan tumbuhan air gabungan genjer-kiapu 2.52 mg/l. Untuk media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 2.64 mg/l, melati air 2.58 mg/l, genjer 2.52 mg/l, kiapu 2.52 mg/l, gabungan wlingen-kiapu 2.80 mg/l, gabungan melati airkiapu 2.74 mg/l, dan gabungan genjer-kiapu 2.77mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media penyaring, tumbuhan air berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar minyak dan lemak. Interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji berpasangan nilai tengah menunjukan pengaruh nyata oleh media dan tumbuhan air terhadap kadar minyak dan lemak. Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak berbeda nyata terhadap penurunan kadar minyak dan lemak, seperti yang disajikan pada Tabel 42.

72 105 Tabel 42. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar minyak dan lemak Tumbuhan Air Media Rata-rata v2 v3 v4 v1 v7 v5 v6 m1 0.98a 0.79ab 0.70bc 0.64bcd 0.48cde 0.47cde 0.38de 0.63a m2 0.42cde 0.48cde 0.48cde 0.36de 0.23e 0.20e 0.2 e 0.35b Rata-rata 0.70a 0.64a 0.59ab 0.50bc 0.36c 0.34c 0.32c 0.49 Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar minyak dan lemak dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar minyak dan lemak tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 43. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 93.33%. Tabel 43. Rata-rata nilai kefektivan menurunya kadar minyak & lemak (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar minyak dan lemak (P=0.000). Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar minyak dan lemak seperti yang disajikan pada Gambar 39 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak. Media aluvial mampu menurunkan kadar minyak dan lemak sebesar 2.37 mg/l) dengan nilai keefektivan 79%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit sebesar 2.65 mg/l) dari kadar minyak dan lemak sebesar 3.00 mg/l dengan nilai keefektivan %, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media

73 106 penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak Pengaruh tumbuhan terhadap kadar minyak dan lemak Tumbuhan air berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar minyak dan lemak (P=0.001). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar minyak dan lemak seperti yang disajikan pada Gambar 39 Lampiran 5 menunjukkan tumbuhan air wlingen (v1) tidak berbeda nyata dengan v7, v6, v5, v4, v3, v2. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata v4, v3. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan v7, v6, v5, tidak berbeda nyata dengan v4. Perlakuan v4 berbeda nyata dengan v7, v6, v5. Perlakuan v5 tidak berbeda nyata dengan v7, v6, perlakuan v6 tidak berbeda nyata dengan v7. A m1 Keterangan : m2 Tidak berbeda nyata antar nilai tengah Berbeda nyata antar nilai tengah Gambar 39. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media (A) dan tumbuhan air (B) terhadap kadar minyak dan lemak Gabungan tumbuhan melati air-kiapu (v6) merupakan perlakuan gabungan yang mampu menurunkan kadar minyak dan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 2.68 mg/l dari kadar limbah cair awal 3.00 mg/l dengan nilai keefektivan 89.33% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar dapat diterima. B Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar minyak dan lemak v6 v5 v4 v3 v2 v1 v7 v6 v5 v4 v3 v2 Minyak dan lemak tidak larut dalam air, oleh karena itu jika air tercemar oleh minyak dan lemak akan mengapung dipermukaan air. Karena minyak dan lemak mengandung senyawa-senyawa volatil maka sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air dan minyak dapat bercampur (Fardiaz 1992). Interaksi antara media dan tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kadar minyak dan lemak (P=0.435) oleh masing-masing perlakuan pada

74 107 taraf taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar minyak dan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar limbah cair awal 3.00 mg/l, dengan nilai keefektivan 93.33% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar minyak dan lemak dalam air limbah seperti yang disajikan pada Tabel 43 menunjukkan penurunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar minyak dan lemak rata-rata untuk semua perlakuan antara 43.67% (m1v3) dan 68.00% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar minyak dan lemak menunjukkan penurunan rata-rata antara 56.67% (m2v2) dan 78.33% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari yang merupakan akhir pengamatan minyak dan lemak menurun rata antara 67.33% (m1v2) dan 93.33% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar minyak dan lemak disebabkan oleh kemampuan tumbuhan kiapu yang mempunyai akar mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan akar tumbuhan meleti air mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemapuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar minyak dan lemak karena zeolit mempunyai sifat sebagiai adsorben yang mampu menjerap bahan-bahan yang tersuspensi maupun terlarut dalam limbah cair (Poerwadi, 1997; Setiaji et al., 2003) Parameter Logam Air sering tercemar oleh komponen-komponen senyawa anorganik, diantaranya adalah logam berat. Logam-logam berat ini banyak digunakan dalam berbagai keperluan secara rutin dalam skala industri. Penggunaan logam dalam berbegai keperluan secara langsung maupun tidak langsung berdampak kepada lingkungan tanah maupun perairan. Dalam penelitian ini dilakuan analisis untuk dua parameter logam yaitu timbal dan besi, yang hasilnya diuraikan sebagai berikut : Timbal (Pb) Timbal atau timah hitam pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah, sehingga kadar timbal di perairan air relatif

75 108 sedikit. Timbal dalam buangan air limbah industri bisa berasal dari bahan bakar yang mengandung timbal. Timbal tidak termasuk unsur yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, unsur ini bersifat toksik bagi hewan dan manusia. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar Pb mengalami penurunan. Penurunan kadar Pb sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah wlingen sebesar mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingen-kiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Untuk gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen mg/l, melati air mg/l, genjer mg/l, kiapu mg/l, wlingenkiapu mg/l, melati air-kiapu mg/l, dan genjer-kiapu mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar Pb. Perlakuan tumbuhan air dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak bepengaruh nyata terhadap kadar Pb. Hasil uji berpasangan nilai tengah Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar Pb disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh perlakuan menurunkan kadar Pb pada akhir pengamatan Tumbuhan Air Media Rata-rata v3 v4 v2 v6 v7 v1 v5 m a 0.080ab 0.083ab 0.083ab 0.070abc 0.067abc 0.060abcd 0.077a m abcd 0.063bcd 0.050bcd 0.030d 0.040cd 0.040cd d 0.045b Rata-rata 0.078a 0.072ab 0.067ab 0.057ab 0.055ab 0.053ab 0.043b Keterangan : Angka-angka dalam kolom dan baris diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf =0.05. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar Pb dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Pb tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 45. Perlakuan m2v5 dan m2v6 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan berturut-turut sebesar 82.35% dan 82.35%.

76 109 Tabel 45. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar Pb (%) tiap periode 10, 20, dan 30 Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v Pengaruh media terhadap kadar timbal Media berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar timbal (P=0.000). Hasil uji berpasangan nilai tengah kadar timbal seperti yang disajikan pada Gambar 40 dan Lampiran 4 menunjukkan media penyaring aluvial berbeda nyata dengan media aluvial-zeolit dalam menurunkan kadar timbal. Media aluvial mampu menurunkan kadar timbal sebesar mg/l dengan nilai keefektivan 54.71%, sedangkan media gabungan aluvial-zeolit mampu penurunan kadar timbal sebesar mg/l dari kadar timbal awal sebesar 0.17 mg/l dengan nilai keefektivan 73.53%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar dapat diterima dan H 1 ditolak m1 m2 Keterangan : Gambar 40. Berbeda nyata antar nilai tengah Hasil uji berpasangan nilai tengah pengaruh media terhadap kadar Pb Pengaruh tumbuhan terhadap kadar timbal Tumbuhan air tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.055) terhadap kadar timbal pada taraf = Tumbuhan gabungan wlingen-kiapu merupakam tumbuhan yang mampu menurunkan kadar timbal lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar mg/l dari kadar awal timbal limbah cair 0.17 mg/l, dengan nilai keefektivan 73.53%, dalam waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus

77 110 menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring spesifik lokasi berbeda kemampuannya mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar timbal Timbal (lead) atau sering juga disebut timah hitam, pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga konsentrasi timbal di perairan relatif rendah. Bahan bakar yang mengandung timbal biasanya memberikan kontribusi yang berarti di perairan. Timbal di perairan biasanya membentuk senyawa kompleks yang memiliki sifat kelarutan rendah dengan beberapa anion seperti hidroksida, karbonat, sulfida, dan sulfat. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P=0.779) terhadap kadar timbal pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v6) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar timbal lebih timggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 0.14 mg/l dari kadar limbah cair awal 0.17 mg/l dengan nilai keefektivan 82.35% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar timbal dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 45, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan kadar timbal rata-rata untuk semua perlakuan antara 24.11% (m1v4) dan 59.41% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar timbal menunjukkan penurunan antara 41.12% (m1v3) dan 61.76% (m2v5), dan sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar timbal menurun antara 45.29% (m1v3) dan 82.35% (m2v5). Kemampuan tumbuhan air menurunkan kadar timbal, diduga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan air kiapu yang mempunyai akar mengapung sangat efektif untuk menyerap ion dan anion yang terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar timbal karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion Pb yang terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997).

78 Besi (Fe) Besi adalah unsur penting yang sering ditemukan dalam air permukaan dan tanah maupun limbah cair industri, limbah domestik. perairan yang mengandung besi sangat tinggi dapat menyebabkan rasa tidak enak pada air yang diperuntukan untuk rumahtangga, industri dan perikanan. Kadar besi yang tinggi dapat membahayakan kehidupan biota perairan. Pada percobaan yang dilakukan terhadap buangan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan mengunakan media dan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar Fe mengalami penurunan. Penurunan kadar Fe sebagai pengaruh dari perlakuan antara media tanah aluvial dan tumbuhan air adalah : wlingen sebesar 1.31 mg/l, melati air 1.25 mg/l, genjer 0.91 mg/l, kiapu 1.17 mg/l, wlingen-kiapu 1.57 mg/l, melati air-kiapu 1.52 mg/l, dan genjerkiapu 1.51 mg/l. Gabungan media tanah aluvial-zeolit dan tumbuhan air wlingen sebesar 1.49 mg/l, tumbuhan melati air 1.21 mg/l, tumbuhan genjer 1.41 mg/l, tumbuhan kiapu 1.44 mg/l, tumbuhan wlingen-kiapu 1.84 mg/l, tumbuhan melati air-kiapu 1.77 mg/l, dan tumbuhan genjer-kiapu 1.62 mg/l. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media, tumbuhan air, dan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berpengaruh nyata ( = 0.05) terhadap kadar Fe. Pengamatan yang dilakukan selama 30 hari secara periodik yaitu 10, 20, dan 30 hari kecenderungan penurunan kadar Fe dengan bertambahnya waktu pengamatan. Menurunnya kadar Fe tersebut diikuti dengan meningkatnya nilai keefektivan pada masing-masing perlakuan seperti yang disajikan pada Tabel 46. Perlakuan m2v5 merupakan perlakuan yang tertinggi nilai keefektivan dibanding perlakuan lain pada akhir pengamatan yaitu sebesar 61.95%. Tabel 46. Rata-rata nilai keefektivan menurunnya kadar besi (%) tiap periode 10, 20, dan 30 hari. Perlakuan Pengamatan hari ke Pengamatan hari ke Perlakuan m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v m 1 v m 2 v

79 112 Pengaruh media terhadap kadar besi Media tidak berpengaruh nyata (P=0.128) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Penggunaan media penyaring aluvial mampu menurunkan kadar besi sebesar 1.32 mg/l, dengan nilai keefektifan 44.44%, sedangkan gabungan aluvial-zeolit mampu menurunkan kadar besi sebesar 1.55 mg/l dari kadar besi awal sebesar 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 52.19%) untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan media penyaring berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh tumbuhan terhadap kadar besi Tumbuhan air tidak berpengaruh nyata (P=0.300) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Gabungan tumbuhan wlingen-kiapu (m2v5) merupakan kombinasi perlakuan yang mampu menurunkan kadar besi lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yakni sebesar 1.7 mg/l dari kadar awal timbal limbah cair 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 57.24% untuk waktu pengamatan 30 hari. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa hipotesis H 0 yang menyatakan tumbuhan air spesifik lokasi berbeda kemampuan mengurangi bahan pencemar ditolak dan H 1 diterima. Pengaruh interaksi antara media dan tumbuhan terhadap kadar besi Besi merupakan salah satu unsur logam yang mudah larut dalam air. Keberadaannya dalam air tidak dikehendaki, karena dapat menganggu kehidupan biota perairan dan air tidak layak untuk keperluan rumahtangga. Pada percobaan yang dilakukan interaksi antara media dan tumbuhan tidak berbeda nyata (P=0.975) dalam menurunkan kadar besi pada taraf = Tumbuhan gabungan meleti air-kiapu dengan media penyaring tanah aluvial-zeolit (m2v6) merupakan perlakuan yang mampu menurunkan kadar besi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 1.84 mg/l dari kadar limbah cair awal 2.97 mg/l dengan nilai keefektivan 61.95% untuk waktu pengamatan 30 hari. Kadar besi dalam air limbah yang disajikan pada Tabel 46, menunjukkan penerunan setelah percobaan berlangsung selama 10 hari. Hal ini terlihat dari hasil analisis air limbah yang dilakukan pada periode 10 hari menunjukkan penurunan rata-rata untuk semua perlakuan antara 12.46% (m1v4) dan 55.56% (m2v5). Pada periode hari ke 20 kadar besi menunjukkan penurunan antara 28.62% (m1v3) dan 58.59% (m2v5), dan

80 113 sampai pada periode 30 hari merupakan akhir dari pengamatan kadar besi menurun antara 30.64% (m1v3) dsn 61.95% (m2v5). Kemampuan tumbuhan menurunkan kadar besi, disebabkan oleh tumbuhan air kiapu mempunyai akar yang mengapung pada lapisan air sangat efektif untuk menyerap kation terlarut pada lapisan air. Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media, sehingga kombinasi kedua tumbuhan ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Media yang digunakan juga memberi pengaruh pada penurunan kadar besi, karena zeolit mempunyai sifat sebagai adsorben yang mampu menjerap ion Fe yamg terdapat dalam air limbah (Poerwadi, 1997) Efek Limbah Terhadap Pertumbuhan Tumbuhan Air Salah satu cara untuk mengetahui dampak suatu bahan yang mencemari lingkungan adalah dengan cara memantau pertumbuhan tumbuhan yang ada dilingkungannya. Percobaan dilakukan dengan menggunakan empat jenis tumbuhan air dan dua media yaitu tanah aluvial dan zeolit untuk melihat kemampuan tumbuhan air bertahan hidup serta kemampuannya untuk menurunkan kadar parameter kimia dan fisika yang terdapat dalam buangan akhir limbah cair pabrik kelapa sawit. Hasil percobaan dengan pengamatan yang dilakukan secara periodik 10, 20, dan 30 hari menunjukkan bahwa masing-masing tumbuhan mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini terlihat dengan persentase hidup tumbuhan sampai akhir pengamatan mencapai 100%, seperti yang disajikan pada Gambar 41 dan Tabel 47. A B Gambar 41. Pertumbuhan tumbuhan air awal (A) dan akhir percobaan (B)

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 59 Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 60 Lampiran 2. Diagram alir pengolahan air oleh PDAM TP Bogor 61 Lampiran 3. Perbandingan antara kualitas air baku dengan baku mutu pemerintah

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Aerasi untuk Menurunkan Polutan Lindi Pengolahan lindi menjadi efluen yang aman untuk dibuang ke lingkungan dilakukan melalui proses aerasi dengan memberikan empat

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No. 27 2000 Seri D PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2000 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN BAKU MUTU AIR PADA SUNGAI CITARUM DAN ANAK-ANAK SUNGAINYA DI JAWA BARAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi STUDI PENCEMARAN AIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CODE, YOGYAKARTA GUNA MENDUKUNG UPAYA KONSERVASI AIRTANAH PASCA ERUPSI MERAPI 2010 T. Listyani R.A. 1) dan A. Isjudarto 2) 1) Jurusan Teknik Geologi STTNAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bakung desa Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, jarak Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM I. PARAMETER WAJIB No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan 1. Parameter

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 13 2000 SERI D KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 28 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUNTUKAN AIR DAN BAKU MUTU AIR PADA SUNGAI CIWULAN DAN SUNGAI CILANGLA DI JAWA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enceng gondok (Eichhornia Crassipes) merupakan salah satu jenis tanaman air yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat (Ingole, 2003). Tumbuhan

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Status Mutu Air Sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Konsentrasi zat di titik sampling masuk dan keluar Hari/ mingg u WT H (jam) Masu k Seeding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil-hasil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. pengambilan sampel pada masing-masing 3 lokasi sampel yang berbeda

METODOLOGI PENELITIAN. pengambilan sampel pada masing-masing 3 lokasi sampel yang berbeda 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Way Sekampung Tahun 2013 dan 2014, dimana pada Tahun 2013 dilakukan 4 kali pengambilan sampel dan pada Tahun 2014 dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015 Jurnal Fropil PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Endang Setyawati Hisyam

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI

KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI KAJIAN PEMANFAATAN MEDIA PENYARING DAN TUMBUHAN AIR SETEMPAT UNTUK PENGENDALIAN LIMBAH CAIR PADA SUB-DAS TAPUNG KIRI, PROPINSI RIAU SYAFRANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu:

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu: BAB V V.1 Umum Dalam sebuah proses pengolahan hal terpenting yang harus ada adalah bahan baku. Bahan baku yang dijadikan input dalam proses pengolahan air minum dinamakan air baku. Air baku yang diolah

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA FILTRAN DALAM UPAYA MENGURANGI BEBAN CEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAPIOKA. Oleh : Johannes Bangun Fernando Sihombing F

PENGGUNAAN MEDIA FILTRAN DALAM UPAYA MENGURANGI BEBAN CEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAPIOKA. Oleh : Johannes Bangun Fernando Sihombing F PENGGUNAAN MEDIA FILTRAN DALAM UPAYA MENGURANGI BEBAN CEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAPIOKA Oleh : Johannes Bangun Fernando Sihombing F34103067 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air

Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air Konstruksi dan Bangunan Pengawasan dan penyimpanan serta pemanfaatan data kualitas air Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

Stasiun. Perbedaan suhu relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengambilan

Stasiun. Perbedaan suhu relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengambilan BASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Perairan Sungai Siak sekitar Kotamadya Pekanbaru merupakan bagian pertengahan dari perairan Sungai Siak secara keseluruhan dengan kedalaman rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. berturut turut disajikan pada Tabel 5.1.

BAB V HASIL PENELITIAN. berturut turut disajikan pada Tabel 5.1. 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Aspek Teknis 5.1.1 Data Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk Kabupaten Jembrana selama 10 tahun terakir berturut turut disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1.

Lebih terperinci

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM Oleh IRMA PUDRI4RII R. F 26.1489 1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM lpdstltut PERTANIAN BOGOR B O G Q R Irma Andriani R. F 26.1489. studi Kualitas Air Sungai Cisadane Sebagai Bahan Baku Pasokan Air untuk

Lebih terperinci

Available online Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas

Available online  Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas Jurnal Einstein 2 (3) (2014): 33-40 Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas Air Sungai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115 TAHUN 003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci