DAFTAR ISI DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 4 KATA PENGANTAR... 5 BAB I PENDAHULUAN...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 4 KATA PENGANTAR... 5 BAB I PENDAHULUAN..."

Transkripsi

1

2

3 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 4 KATA PENGANTAR... 5 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN EVALUASI ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI BADAN INFORMASI GEOSPASIAL STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL SUMBER DAYA MANUSIA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DUKUNGAN ANGGARAN TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI TAHUN SEBELUMNYA BAB II RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS TRANSFORMASI MANAJEMEN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL PENETAPAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL KRITERIA UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL EVALUASI CAPAIAN SS01 - MENINGKATNYA KONTRIBUSI BIG DALAM MENYUKSESKAN RPJMN (NAWA CITA) EVALUASI CAPAIAN SS02 - TERSEDIANYA INFORMASI GEOSPASIAL SESUAI KEBUTUHAN BAGI PEMBANGUNAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EVALUASI CAPAIAN SS03 MENINGKATNYA KEPUASAN PENGGUNA PRODUK BIG EVALUASI CAPAIAN SS04 TERSEDIANYA KEBIJAKAN YANG RELEVAN DENGAN KEBUTUHAN PENYELENGGARAAN INFORMASI GEOSPASIAL EVALUASI CAPAIAN SS05: TERSELENGGARANYA INFORMASI GEOSPASIAL SESUAI STANDAR NASIONAL EVALUASI CAPAIAN SS06 TERKENDALINYA KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL EVALUASI CAPAIAN SS07 TERSELENGGARANYA REFORMASI BIROKRASI BADAN INFORMASI GEOSPASIAL SESUAI ROADMAP REFORMASI BIROKRASI NASIONAL (RBN) GELOMBANG III EVALUASI IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) BADAN INFORMASI GEOSPASIAL BAB IV RENCANA TINDAK LANJUT BAB V PENUTUP

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Komposisi SDM BIG berdasarkan jenjang pendidikan Gambar 2. Visi dan Misi Badan Informasi Geospasial Gambar 3. Peta Strategi Badan Informasi Geospasial Gambar 4. Jumlah sasaran dan indikator kinerja BIG 5 (lima) tahun terakhir Gambar 5. Jenis indikator yang digunakan BIG Gambar 6. Persentase capaian kinerja Badan Informasi Geospasial Gambar 7. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar 8. Peta penutup lahan desa Gambar 9. Peta RDA Tanaman Padi Gambar 10. Peta RDA tanaman jagung Gambar 11. Indeks ketersediaan peta Rupabumi Indonesia skala 1: Gambar 12. Peta sebaran lokasi pembangunan pilar gaya berat utama (GBU) tahun Gambar 13. Sebaran lokasi pembangunan pasang surut Tahun Gambar 14. Sebaran lokasi pembangunan stasiun CORS Gambar 15. Pelabuhan strategis pendukung tol laut Gambar 16. Pemodelan Spasial Kota Bitung Tahun 2014, 2019, 2024 dan Gambar 17. Indeks pemetaan kelautan dan lingkungan pantai skala 1: Gambar 18. Peta karakteristik oseanografi perairan dangkal provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 19. Peta ekosistem mangrove Gambar 20. JBM Indonesia Malaysia skala 1: Gambar 21. JBM Indonesia Republik Demokratik Timor-Leste skala 1: Gambar 22. JBM Indonesia Papua New Guenia skala 1: Gambar 23. Lokasi kegiatan survei CBDRF RI-Malaysia Tahun Gambar 24. Lokasi densifikasi pilar batas RI-PNG Gambar 25. Hasil plot pilar densifikasi pata peta JBM RI-PNG Gambar 26. indeks peta kecamatan kawasan perbatasan Indonesia Malaysia Gambar 27. Contoh Peta Kecamatan (indekswise) Gambar 28. Contoh peta kecamatan (areawise) Gambar 29. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar Titik Jaring Kontrol yang di mutakhirkan pada tahun Gambar 31. Indeks lokasi pemutakhiran peta LPI skala 1: Tahun Gambar 32. Indeks pemetaan rupabumi Indonesia Skala 1: Tahun Gambar 33. Pembagian wilayah pengolahan dan updating data batas Gambar 34. Uji Keterbacaan Atlas Tekstual Gambar 35. Dinamika Sumberdaya Kawasan Perkotaan Mamminasata Gambar 36. Produk e-atlas Nasional Gambar 37. Produk Atlas Kemaritiman Gambar 38. User interface Peta Digital Transportasi Perkotaan Terintegrasi Gambar 39. Produk Atlas Rencana Pembangunan Provinsi Jawa Tengah Gambar 40. Model Peta Pendidikan Gambar 41. Atlas Bentanglahan Papua Gambar 42. Produk Pemetaan Dinamika Sumberdaya 4 Wilayah Sungai Gambar 43. Atlas Overview Gambar 44. Satu Peta Penutup Lahan Nasional Skala 1: Gambar 45. Peta Sistem Lahan Skala 1: Wilayah Kalimantan Gambar 46. Peta Sistem Lahan Skala 1:

5 Gambar 47. Peta Penutup Lahan Skala 1: Wilayah Kalimantan Timur Gambar 48. Peta Morfometri Bentanglahan Provinsi Kalimantan Timur untuk Klasifikasi Kehutanan Gambar 49. Peta Multirawan Bencana Provinsi Aceh Gambar 50. Peta Multirawan Bencana Provinsi Aceh Gambar 51. Peta Rawan Bajir Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara Gambar 52. lokasi kegiatan IGT Perizinan Sektoral Gambar 53.Kendala terkait produk dan layanan BIG berdasarkan hasil survei lapangan Gambar 54. Kerangka penentuan indeks BIG Gambar 55. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar 56. Jenis kebijakan penyelenggaraan IG Tahun Gambar 57. jumlah kebijakan penyelenggaraan IG Gambar 58. persentase capaian kinerja penyediaan kebijakan penyelenggaraan IG.. 94 Gambar 59. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar 60. Analisis akar permasalahan tidak terintegrasinya 15 IGT Gambar 61. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar 62. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS Gambar 63. Komponen nilai Reformasi Birokrasi Gambar 64. Tren nilai Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Gambar 65. Perbandingan antara target dan realisasi nilai RB BIG Gambar 66. Komponen nilai Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Gambar 67. Analisis akar masalah penurunan nilai Penguatan Akuntabilitas Gambar 68. Capaian nilai AKIP Badan Informasi Geospasial Gambar 69. Tren komponen nilai AKIP Badan Informasi Geospasial Gambar 70. Perbandingan capaian dengan bobot maksimal komponen SAKIP

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Transformasi Penggunaan IKU Badan Informasi Geospasial Tabel 2. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Badan Informasi Geospasial Tabel 3. Capaian kinerja Badan Informasi Geospasial Tabel 4. Delineasi Desa/Kelurahan Tabel 5. Volume dan lokasi paket pekerjaan pemetaan skala besar tahun Tabel 6. Akuisisi data geospasial Tabel 7. Volume dan lokasi paket pekerjaan pemetaan skala besar tahun Tabel 8. Matriks penegasan batas definitif Tabel 9. Daftar batas definitif pulau Kalimantan Tabel 10. Karakteristik penilaian hasil survey kepuasan pengguna Tabel 11. Rekomendasi solusi akar masalah IKSS Tabel 14. Rekomendasi solusi akar masalah penurunan nilai penguatan akuntabilitas

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya sehingga Laporan Kinerja Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2016 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan kinerja ini merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian kinerja berdasarkan visi dan misi yang tertuang dalam Rencana Strategis BIG selama satu tahun anggaran. Selain itu penyusunan laporan kinerja ini adalah sebagai bentuk akuntabilitas dari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah digunakan oleh BIG untuk mencapai target kinerja yang telah disusun pada awal tahun Sebagaimana kita ketahui bahwa tahun ini merupakan periode kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Dasar hukum penyusunan laporan kinerja tahun 2016 ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Pelaporan Kinerja Instansi Pemerintah, serta Rencana Strategis BIG Tahun yang telah mengalami revitalisasi pada pertengahan tahun Secara umum capaian kinerja BIG yang tertuang pada perjanjian kinerja tahun 2016 telah tercapai, dan dalam isi laporan ini dapat terlihat perbandingan antara realisasi pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2016 dengan kontrak kinerja tahun 2016, serta beberapa kinerja lainnya yang telah dicapai oleh BIG. Perlu diakui bahwa beberapa target kinerja memang belum secara maksimal dapat dicapai, namun ini menjadi pelajaran bahwa akan dilakukan perbaikan secara komprensif terkait target kinerja yang belum sesuai harapan tersebut. 5

8 Akhir kata, semoga laporan kinerja ini dapat memenuhi harapan bagi seluruh pemangku kepentingan yang menggunakan Informasi Geospasial (IG) dalam menentukan kebijakan. Dan kami berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, dan saling mendapat feedback demi perbaikan dan peningkatan kinerja kami dibidang IG kedepannya. Kepala Badan Infomasi Geospasial Hasanuddin Zainal Abidin 6

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami transformasi sejak era reformasi bergulir. Transformasi yang dimaksud adalah perubahan paradigma pasif yang dianggap kurang mengakomodir kebutuhan masyarakat menjadi paradigma proaktif dengan memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Transformasi tersebut perlu didukung dengan tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan akuntabilitas tercermin dari diterbitkannya regulasi terkait akuntabilitas. Pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kedua, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Ketiga, Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menekankan bahwa akuntabilitas adalah salah satu aspek penting dalam mewujudkan pemerintahan yang bebas KKN. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi , pelaksanaan Reformasi Birokrasi dituangkan dalam Roadmap Reformasi Birokrasi 5 (lima) tahunan. Disetiap Roadmap Reformasi Birokrasi terdapat area-area perubahan untuk mencapai tujuan akhir Reformasi Birokrasi. Salah satu area yang konsisten terus muncul adalah penguatan akuntabilitas. Reformasi Birokrasi saat ini telah memasuki gelombang ke-3, yaitu Reformasi Bikokrasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi , akuntabilitas merupakan kemampuan pemerintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai sumber yang diberikan untuk menjalankan program yang mampu memberikan manfaat (outcome) bagi masyarakat. Praktik pengelolaan Sistem Akutabilitas 7

10 Instansi Pemerintah (SAKIP) nasional distandarkan oleh satu aturan yaitu Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan SAKIP adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Penyelenggaraan SAKIP terbagi menjadi 6 (enam) meliputi rencana strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja, pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, serta reviu dan evaluasi kinerja. Terkait pelaporan kinerja, reviu dan evaluasi kinerja, merupakan kewajiban bagi setiap instansi pemerintahan di akhir periode perencanaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, perwujudan akuntabilitas instansi negara dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang dimaksud, salah satunya adalah laporan realisasi anggaran. Sedangkan laporan kinerja yang dimaksud adalah ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai masingmasing eksekusi program yang dilaksanakan menggunakan APBN. Kedua hal tersebut disajikan dalam Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIN). Badan Informasi Geospasial (BIG) merupaka instansi pemerintah yang berkewajiban menyusun LAKIN sebagai bentuk akuntabilitas instansi. Penyusunan LAKIN BIG mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIN BIG akan menjadi barometer evaluasi kinerja yang akan menjadi landasan perbaikan atau peningkatan kinerja tahun perencanaan berikutnya. 1.2 Tujuan Evaluasi 1. Mengetahui prestasi kerja instansi BIG secara keseluruhan. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kegagalan capaian kinerja. 3. Mengetahui faktor-faktor pendorong keberhasilan capaian kinerja. 4. Menjadi dasar perbaikan kinerja di tahun berikutnya. 5. Bentuk akuntabilitas BIG. 8

11 1.3 Organisasi, Tugas, dan Fungsi Badan Informasi Geospasial Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 Tentang Badan Informasi Geospasial, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial ditetapkan bahwa BIG melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Dalam melaksanakan tugasnya, BIG menjalankan fungsi: 1. Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial; 2. Penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial; 3. Penyelenggaraan informasi geospasial dasar yang meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial dasar; 4. Pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 5. Penyelenggaraan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial tematik; 6. Penyelenggaraan infrastruktur informasi geospasial meliputi penyimpanan, pengamanan, penyebarluasan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial; 7. Penyelenggaraan dan pembinaan jaringan informasi geospasial; 8. Akreditasi kepada lembaga sertifikasi dibidang informasi geospasial; 9. Pelaksanaan kerja sama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri; 10. Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan BIG; 11. Pelaksanaan koordinasi perencanaan, pelaporan, penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum; 12. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, keprotokolan, kehumasan, kerja sama, 9

12 hubungan antar lembaga, kearsipan, persandian, barang milik negara, perlengkapan, dan rumah tangga BIG; 13. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta promosi dan pelayanan produk dan jasa di bidang informasi geospasial; dan 14. Perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan pengawasan fungsional. 1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial, organisasi BIG terdiri atas: 1. Kepala Badan Informasi Geospasial; 2. Sekretariat Utama; 3. Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar; 4. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik; 5. Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial; 6. Inspektorat; dan 7. Pusat Promosi dan Kerja Sama. Masing-masing unit organisasi tersebut di atas mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Kepala Badan Informasi Geospasial Kepala Badan Informasi Geospasial mempunyai tugas memimpin BIG dalam menjalankan tugas dan fungsi BIG. 2. Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencana- an, pembinaan dan pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan BIG. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan BIG; b. Pelaksanaan koordinasi perencanaan, pelaporan, penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum; c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, keprotokolan, kehumasan, 10

13 kerjasama, hubungan antar lembaga, kearsipan, persandian, barang milik negara, perlengkapan, dan rumah tangga BIG; dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala BIG. 3. Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar memiliki tugas merumuskan, melaksanakan, dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang informasi geospasial dasar. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial dasar; b. Penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial dasar; c. Penyelenggaraan informasi geospasial dasar yang meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial dasar; d. Pelaksanaan kerjasama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri; dan e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala. 4. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik mempunyai tugas merumuskan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang informasi geospasial tematik. Dalam melaksanakan tugas, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial tematik; b. Penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial tematik; c. Pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; d. Penyelenggaraan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG meliputi pengumpulan data, pengolahan, 11

14 penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial tematik; e. Pelaksanaan kerja sama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri; f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala. 5. Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial; Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial mempunyai tugas merumuskan, melaksanakan, dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang infrastruktur informasi geospasial. Dalam melaksanakan tugas, Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang infrastruktur informasi geospasial; b. Penyusunan rencana dan program di bidang infrastruktur informasi geospasial; c. Penyelenggaraan infrastruktur informasi geospasial meliputi penyimpanan, pengamanan, penyebarluasan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial; d. Penyelenggaraan dan pembinaan jaringan informasi geospasial; e. Akreditasi kepada lembaga sertifikasi di bidang informasi geospasial; f. Pelaksanaan kerja sama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri; dan g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala. 6. Inspektorat. Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan BIG. Dalam melaksanakan tugas, Inspektorat menjalankan fungsi: a. Perumusan dan penyusunan rencana pengawasan fungsional; b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Pelaksanaan urusan administrasi inspektorat; dan d. Penyusunan laporan hasil pengawasan. 12

15 7. Pusat Promosi dan Kerja Sama. Pusat Promosi dan Kerja Sama mempunyai tugas melaksanakan promosi, kerja sama, hubungan masyarakat, dan hubungan antar lembaga. Dalam menjalankan tugas, Pusat Promosi dan Kerja Sama menjalankan fungsi: a. Penyusunan rencana kegiatan promosi; b. Pelaksanaan publikasi produk dan jasa informasi geospasial; c. Pengelolaan situs jaringan internet (web-site) BIG; d. Pelaksanaan urusan hubungan masyarakat; e. Pelaksanaan administrasi kerja sama dalam dan luar negeri; f. Monitoring dan evaluasi kerja sama; dan g. Koordinasi pelaksanaan hubungan antar instansi/lembaga. 1.5 Sumber Daya Manusia Badan Informasi Geospasial Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) Badan Informasi Geospasial pada tahun 2017 sebanyak 686 orang. Komposisi ASN berasal dari berbagai macam jenjang pendidikan seperti Gambar 1. Komposisi SDM BIG berdasarkan jenjang pendidikan 1.17% 0.44% 6.56% 26.38% 1.02% 1.31% 2.33% 17.20% 43.59% S3 S2 S1 D.III D.II D.I SLTA Gambar 1. Komposisi SDM BIG berdasarkan jenjang pendidikan Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa sebagian besar ASN BIG berpendidikan S1 sebesar 43.59% (299 ASN). Diikuti dengan SLTA sebesar 26.38% (181 ASN), S2 sebesar 17.20% (118 ASN), D.III sebesar 6.65% (45 ASN), S3 sebesar 2.33% (16 ASN), SD sebesar 1.31% (9 ASN), D.I sebesar 1.71% (8 ASN), SLTP sebesar 1.02% (7 ASN), D.II sebesar 0.44% (3 ASN). 13

16 1.6 Dukungan Anggaran Pagu awal APBN tahun anggaran 2016 senilai Rp Dalam tahun anggaran 2016 terjadi beberapa penyesuaian sehingga dilakukan revisi anggaran sebesar Rp Total anggaran setelah revisi sebesar Rp Berdasarkan anggaran revisi, realisasi (serapan) anggaran BIG sebesar 89.57% (Rp ). Selama satu periode perencanaan, BIG telah melakukan sebanyak 6 (enam) kali revisi DIPA sebagai berikut: 1. Revisi DIPA ke 01 dilaksanakan dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun 2015 yang ada pada kegiatan Pemetaan Batas Wilayah, kegiatan Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai dan kegiatan Pemetaan Rupabumi dan Toponim. Selain itu hampir seluruh unit Eselon II ikut serta dalam Revisi DIPA 1 ini kecuali Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik. Revisi DIPA 01 disahkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) pada tanggal 11 Maret Revisi DIPA ke 02 dilaksanakan atas Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-522/MK.02/2016 tanggal 23 Juni 2016 tentang Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P TA Revisi DIPA ini berupa Revisi anggaran penghematan/pemotongan melalui selfblocking sebesar Rp ,00 sehingga mengakibatkan penambahan catatan halaman IV DIPA sebesar Rp ,00 sedangkan volume output/keluaran tidak mengalami perubahan. serta usulan pengurangan pagu Pinjaman Luar Negeri (PLN) dari JICA sebesar Rp ,00 karena kegiatan yang dibiayai telah selesai. Sehingga pagu BIG berubah dari semula Rp ,00 menjadi Rp ,00. Revisi DIPA 02 ini disahkan oleh DJA pada tanggal 27 Juni Revisi DIPA ke 03 dilaksanakan atas Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-522/MK.02/2016 tanggal 23 Juni 2016 tentang Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P TA 2016 dimana anggaran BIG harus dipotong sesuai nilai selfblocking pada Revisi DIPA 02 sebesar Rp ,00 sehingga pagu 14

17 APBN-P BIG menjadi Rp ,00. Revisi DIPA 03 ini disahkan DJA pada tanggal 25 Juli Revisi DIPA ke 04 yang diajukan merupakan revisi penghematan anggaran dalam hal pagu anggaran tetap melalui selfblocking yang akan dicantumkan pada Catatan Halaman IV DIPA BIG TA 2016 sebesar Rp ,00 sesuai Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2016 dan Surat Direktur Jenderal Anggaran Nomor S- 2124/AG/2016 tanggal 30 September 2016 tentang Penundaan/Penangguhan Revisi Anggaran dalam Rangka Mempercepat Penyelesaian Revisi Penghematan Belanja K/L APBN-P TA Revisi DIPA 04 ini disahkan oleh DJA pada tanggal 16 September Revisi DIPA ke 05 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan revisi seluruh unit kerja di BIG. Revisi ini diajukan ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan disahkan oleh Kanwil DJPB pada tanggal 12 Oktober Revisi DIPA ke 06 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan revisi seluruh unit kerja di BIG, yang tidak ikut dalam revisi ini hanya Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT). Revisi ini diajukan ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan disahkan oleh Kanwil DJPB pada tanggal 6 Desember Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Tahun Sebelumnya Berdasarkan hasil evaluasi LAKIP BIG 2016, terdapat rekomendasi tindak lanjut dalam memperbaiki akuntabilitas kinerja BIG. Terdapat 3 (tiga) rekomendasi yaitu: 1. Menyempurnakan indikator kinerja yang masih bersifat output menjadi outcome, sehingga dapat menggambarkan pencapaian sasaran dan tujuan dengan lebih baik; Terkait penyempurnaan indikator kinerja, BIG telah menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan menerapkan sistem manajemen kinerja dengan metode Balanced Scorecard. Penyelenggaraan kegiatan penyempurnaan indikator kinerja dilaksanakan pada bulan Maret

18 Kegiatan tersebut memiliki output berupa disepakatinya standar kinerja level 0 (Kepala BIG), standar kinerja level 1 (Sekretariat Utama, Deputi DBIGD, Deputi DBIGT, Deputi DBIIG, Inspektorat, PPPKS), dan standar kinerja level 2 (dua biro di bawah Sekretariat Utama, empat pusat di bawah DBIGD, dua pusat masing-masing di bawah DBIGT dan DBIIG). 2. Meningkatkan kualitas Indikator Kinerja Utama (IKU) sehingga akan menggambarkan capaian kinerja yang lebih baik pada tahun berikutnya; Terkait tindak lanjut rekomendasi nomor 2 (dua), pelaksanaannya sejalan dengan tindak nomor 1 (satu) dimana penyempurnaan kualitas IKU dilakukan beriringan. Pada tahun 2016, indikator kinerja BIG tidak lagi diukur dengan jumlah dokumen yang dihasilkan, melainkan mengarah kepada output dan outcome. Sebagian besar IKU output dan outcome yang disepakati diturunkan dari RPJMN Akan memaksimalkan sistem aplikasi BSC yang telah dibangun pada tahun 2015 untuk mengukur capaian kinerja serta melakukan monitoring secara berkala. Saat ini BIG telah merancang sistem informasi terkait manajemen kinerja berbasis balanced scorecard. Namun perancangan sistem tersebut belum sepenuhnya rampung. 16

19 BAB II RENCANA STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang telah selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pada perjalanannya, Renstra BIG mengalami revitalisasi pada tahun Perubahan lingkungan eksternal mempengaruhi arah organisasi. Perubahan kebijakan nasional yang tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Presiden RI No. 127 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial, Kementerian PPN/Bappenas selanjutnya akan menjadi koordinator BIG. Perubahan koordinator dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menjadi Kementerian PPN/Bappenas merubah fokus organisasi dari penelitian menjadi pembangunan nasional. Informasi geospasial berperan lebih strategis dalam mendukung pembangunan nasional. Perubahan arah organisasi dilegitimasi dengan visi, misi, tujuan dan sasaran BIG seperti Gambar 2. VISI: Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia MISI: 1. Meningkatkan sinergi proak f dalam penyelenggaraan informasi geospasial nasional. 2. Mengintegrasikan informasi geospasial agar dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional. 3. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan informasi geospasial nasional. 4. Op masi pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy) dalam meningkatkan pemanfaatan informasi geospasial dalam pembangunan Indonesia. Gambar 2. Visi dan Misi Badan Informasi Geospasial 17

20 Berdasarkan Gambar 2, visi menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan nasional memiliki 2 (dua) kata kunci, yaitu menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial dan landasan pembangunan Indonesia. Penjelasan kata kunci visi sebagai berikut: 1. Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial BIG tidak hanya menjadi penyelenggara, namun juga berperan sebagai integrator dalam mengintegrasikan penyelenggaraan informasi geospasial. BIG sebagai integrator memiliki arti bahwa BIG harus mampu menjadi institusi penggerak utama (prime mover) dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Menjadi penggerak utama yang dimaksud adalah BIG menjadi bagian penting dan strategis dari pembangunan Indonesia. Bentuk lain penggerak utama adalah BIG dapat menjadi konsultan bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam bidang informasi geospasial. Secara umum, BIG harus beorientasi kepada pemenuhan kebutuhan pengguna dan mampu membuat terobosan kreatif (creative breakthrough) sebagai upaya menjadi penggerak utama penyelenggaraan informasi geospasial. 2. Penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia Informasi geospasial yang dihasilkan BIG harus dapat digunakan sebagai dasar dan fondasi untuk pembangunan nasional. Hal ini tergambar dengan pemanfaatan IG sebagai bentuk dukungan terhadap agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu: 1) Pemerataan pembangunan antar wilayah (penentuan tata ruang (nasional, provinsi, kabupaten/kota). 2) Penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar bagi masyarakat. 3) Peningkatan ekonomi secara merata yang fokus pada sektor pangan, energi, maritim dan kelautan serta pariwisata. Hal ini dapat ditandai dengan penurunan GINI Index nasional. Indeks Gini adalah salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. 18

21 3. Penyelenggaraan informasi geospasial Penyelenggaraan informasi geospasial sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospaasial adalah: 1) Pengumpulan data geospasial 2) Pengolahan data geospasial dan informasi geospasial 3) Penyimpanan dan pengamanan data geospasial dan informasi geospasial 4) Penyebarluasan data geospasial dan informasi geospasial 5) Penggunaan informasi geospasial Visi dan misi BIG kemudian diterjemahkan kedalam 3 (tiga) tujuan dan 7 (tujuh) sasaran strategis sebagai berikut: a. Tujuan Berikut adalah tujuan yang diturunkan dari visi BIG : 1) Terselenggaranya IG yang berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) melalui kolaborasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. 2) Tersedianya akses terhadap IG melalui satu pintu, kapanpun, dan dimanapun. 3) Termanfaatkannya IG dalam pemerintahan dan aspek kehidupan masyarakat. b. Sasaran strategis Berdasarkan tujuan diatas, maka disepakati sasaran-sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut: 1) Meningkatnya kontribusi BIG dalam mensukseskan agenda prioritas nasional (RPJMN). 2) Tersedianya IG sesuai kebutuhan bagi pembangunan dan kebijakan publik. 3) Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG. 4) Terselenggaranya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan IG. 5) Terselenggaranya IG Kementerian/Lembaga/Pemda sesuai standar. 19

22 6) Terkendalinya kebijakan penyelenggaraan IG Kementerian/Lembaga/Pemda. 7) Terselenggaranya Reformasi Birokrasi BIG sesuai road map Reformasi Birokrasi Nasional Gelombang III. c. Strategi Berdasarkan sasaran strategis di atas, BIG merumuskan strategi sebagai upaya untuk mencapai sasaran strategis sebagai berikut: 1) Penguatan fungsi koordinasi penyelenggaraan informasi geospasial nasional 2) Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur informasi geospasial untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan penyelenggaraan informasi geospasial 3) Mendorong penelitian yang mendukung pencapaian visi BIG 4) Mendorong akselerasi pelaksanaan program RB di lingkungan BIG, dan 5) Penguatan fungsi Inspektorat Sasaran strategis dan strategi BIG kemudian dipetakan dengan Balanced Scorecard, dimana keduanya dipetakan kedalam masing-masing perspektif peta strategi BIG pada Gambar 3 STAKEHOLDER PERSPECTIVE CUSTOMER PERSPECTIVE SS.2. Tersedianya informasi Geospasial (IG) sesuai kebutuhan bagi pembangunan dan kebijakan publik PETA STRATEGI BSC LEVEL 0 SS.1. Meningkatnya kontribusi BIG dalam menyukseskan RPJM N (Nawa Cita) K/L, Pemda dan masyarakat SS.3. Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG Perumusan kebijakan IG Penyelenggaraan IG Pengendalian kebijakan IG INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE SS.4. Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) SS5. Terselenggaranya Informasi Geospasial (IG) sesuai standar nasional SS.6. Terkendalinya Kebijakan Penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) Nasional LEARN & GROWTH PERSPECTIVE HUMAN CAPITAL, INFORMATION CAPITAL DAN ORGANIZATION CAPITAL SS.7 Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai road map Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) gelombang III Gambar 3. Peta Strategi Badan Informasi Geospasial 20

23 Peta strategi diatas menggambarkan hubungan sebab akibat antar sasaran strategis. Perpektif learn & growth menggambarkan apa yang dimiliki BIG (aset strategis) untuk mencapai visi. Perspektif internal process menggambarkan apa yang harus dilakukan BIG untuk menapai visi. Perspektif customer adalah apa yang harus dihasilkan untuk mencapai visi hingga perspektif stakeholders yang merepresentasikan capaian visi. 2.2 Transformasi Manajemen Kinerja Badan Informasi Geospasial Tahun 2016 merupakan tahun ke 6 (enam) Badan Informasi Geospasial mengimplementasikan manajemen kinerja. Terhitung sejak tahun 2011, Badan Informasi Geospasial telah menerapkan indikator kinerja untuk mengukur seberapa baik kinerja organsiasi. Dari tahun pertama mengimplementasikan manajemen kinerja, BIG terus mengalami transformasi menjadi lebih baik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu penggunaan sasaran dan indikator maupun jumlah indikator kinerja. Terkait perkembangan jumlah indikator kinerja yang digunakan BIG dapat dilihat pada Gambar 4. Jumlah Sasaran dan Indikator yang Digunakan Jumlah sasaran Jumlah IKU Gambar 4. Jumlah sasaran dan indikator kinerja BIG 5 (lima) tahun terakhir Pada tahun 2012, BIG memiliki 5 sasaran yang diukur dengan 53 indikator. Dengan kuantitas indikator sebanyak 53, dapat dikatakan bahwa indikator yang dipilih tidak semuanya merupakan indikator kinerja utama. Sesuai prinsip penetapan indikator bahwa pilih indikator yang benar-benar merepresentasikan kinerja. Sepanjang tahun 2013 sampai dengan 2015, 21

24 kuantitas indikator yang digunakan oleh BIG semakin tajam sehingga tidak memerlukan banyak indikator untuk menggambarkan kinerja. Dengan kata lain, kualitas indikator yang digunakan semakin baik. Seperti diketahui bahwa indikator kinerja terbagi menjadi dua yaitu lead indicators yangg pencapaiannya berada dibawah kendali, dan lag indicator yang pencapaiannya berada diluar kendali. Jenis Indikator yang Digunakan Lag indicators Lead indicators Lead Lag indicators Gambar 5. Jenis indikator yang digunakan BIG Berdasarkan Gambar 5, pada tahun 2012 dari 53 indikator yang ditetapkan, sebanyak 51 (96,7%) merupakan indikator lead, sementara 2 (3,7%) indikator bersifat lag. Tahun 2013 BIG mengalami perbaikan dari total 21 indikator yang digunakan, sebanyak 21 (76,2%) bersifat lead, sisanya sebanyak 5 (23,9%) bersifat lag, Pada tahun 2014 sebanyak 12 (66,7%) indikator lead dibanding 6 (33,3%) indikator lag. Pada tahun 2015 sebanyak 11 (78,6) indikator lead dibanding 3 (21,5%) indikator lag. Pada tahun 2016, BIG sudah tidak lagi menggunakan indikator lead. Dari 8 (delapan) indikator yang digunakan, semuanya bersifat lag. Contoh pergeseran penggunaan indikator dapat dilihat pada Tabel 1. 22

25 Tabel 1. Transformasi Penggunaan IKU Badan Informasi Geospasial Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah NSPK, Rasio kebijakan dokumen norma dokumen dokumen kajian dan IG yang sesuai spesifikasi peraturan peraturan penelitian dan kebutuhan pedoman tentang sistem tentang sistem pengembangan penyelenggaraan kriteria (NSPK) referensi tunggal referensi tunggal tentang IG dibanding Pemetaan Tata pemetaan total kebijakan Ruang Rupabumi yang dibuat Lead Lead Lead Lead Lag Berdasarkan Tabel 1, dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 capaian kinerja dihitung berdsarkan jumlah dokumen yang dihasilkan. Jumlah dokumen yang dihasilkan merupakan jenis indikator lead. Pada tahun 2016 disempurnakan dengan menggunakan rasio. Kebijakan yang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan IG nasional. Kebutuhan penyelenggara IG merupakan suatu hal yang berada di luar kendali BIG. 2.3 Penetapan Kinerja Badan Informasi Geospasial 2016 Perjanjian kinerja merupakan kesepakatan antara atasan langsung dengan bawahan langsung tentang apa yang ingin dicapai, apa ukuran pencapaiannya dan bagaimana cara mencapainya. Apa yang ingin dicapai diprepresentasikan oleh sasaran strategis. Ukuran pencapaian direpresentasikan indikator kinerja. Bagaimana cara mencapainya direpresentasikan oleh inisiatif strategis. Tahun 2016 BIG menetapkan perjanjian kinerja sebagai wujud komitmen untuk mencapai visi dalam mendukung program prioritas pembangunan nasional serta komitmen dalam mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah. Berikut adalah Tabel 2 penetapan kinerja BIG tahun Tabel 2. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Badan Informasi Geospasial No. 1. Sasaran Strategis Meningkatnya kontribusi BIG dalam menyukseskan RPJMN (Nawa Cita) Indikator Kinerja Sasaran Strategis Rasio IG yang dimanfaatkan dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional dibanding jumlah IG yang dihasilkan untuk mendukung prioritas nasional Target % 23

26 Tersedianya IG sesuai kebutuhan bagi pembangunan dan kebijakan publik Meningkatnya kepuasan pengguna produk BIG Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan IG Terselenggaranya Informasi Geospasial (IG) sesuai standar nasional Terkendalinya Kebijakan Penyelenggaraan IG Nasional Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai road map Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) gelombang III Rasio IG yang dihasilkan dibanding kebutuhan IG bagi pembangunan dan kebijakan publik Indeks kepuasan pengguna terhadap produk BIG (Skala likert 1-5) Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan IG dibanding total kebijakan yang dibuat Rasio IG yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga/Pemda yang tidak sesuai standar dibanding total IG yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga/Pemda Jumlah Rencana Kerja Bidang IG Kementerian/Lembaga terkait dan Pemda yang mengacu pada Rencana Aksi Nasional (RAN) penyelenggaraan IG Rasio Penyelenggaraan IGT oleh Kementerian/Lembaga/Pemda yang mengacu pada IGD dibanding total IGT Kementerian/Lembaga/Pemda Nilai Reformasi Birokrasi BIG 80% 4 100% 30% 18 70% 60 (CC) Berdasarkan Tabel 2, capaian visi dari BIG tercermin dalam 7 (tujuh) sasaran strategis yang pencapaiannya diukur melalui 8 (delapan) indikator kinerja sasaran strategis dan target. Berdasarkan sasaran dan indikator, ditetapkan dua program utama BIG yaitu program penyelenggaraan informasi geospasial dan program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan Informasi Geospasial. Program tersebut akan diterjemahkan lebih detil menjadi kegiatan. 24

27 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 3.1 Kriteria Ukuran Keberhasilan Kinerja Badan Informasi Geospasial Tahun 2016 dapat diketahui dari capaian indikator kinerja yang disepakati menjadi perjanjian kinerja (PK) awal tahun. Capaian kinerja dilihat dari perbandingan antara realisasi dengan target kinerja. Adapun capaian kinerja diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Skala 1: kinerja sangat baik, jika persentase capaian kinerja lebih besar dari 100% 2. Skala 2: kinerja baik, jika persentase capaian kinerja antara 80% sampai dengan 100% 3. Skala 3: kinerja kurang baik, jika persentase capaian kinerja antara 60% sampai dengan 79,99% 4. Skala 4: kinerja buruk, jika persentase capaian kinerja kurang dari 60% Penyusunan sasaran strategis dan indikator kinerja BIG telah dipastikan keselarasannya dengan regulasi yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) , Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) wajib memiliki sasaran strategis dan indikator kinerja pada tatanan outcome/impact. 3.2 Capaian Kinerja Badan Informasi Geospasial 2016 Pada awal tahun 2016, BIG telah menetapkan standar kinerja yang diturunkan dari Rencana Strategis BIG Standar kinerja tersebut merupakan kesepakatan antara pimpinan BIG dalam hal ini Kepala BIG dengan para Deputi (Eselon I). Standar kinerja yang disepakati kemudian diformalkan menjadi Perjanjian Kinerja (PK) sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerja yang harus dicapai beserta penggunaan anggaran dalam mencapai kinerja. Adapun PK BIG terdiri dari peta strategi yang menggambarkan hubungan sebab akibat dari masing-masing sasaran strategis (SS) BIG, ukuran pencapaian sasaran strategis berupa indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dan target. Target didalam perjanjian kinerja BIG terbagi menjadi tiga jenis 25

28 yaitu: i) maximize: tercapai jika realisasi melebihi target, ii) minimize: tercapai jika realisasi lebih kecil daripada target, dan iii) stabilize: tercapai jika realisasi mendekati target dengan toleransi berbeda yang disepakati untuk masingmasing indikator. Pada akhir periode 2016, BIG melakukan evaluasi terkait PK yang direncanakan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara target dan realiasi tahun berjalan. Penajaman evaluasi dilakukan dengan analisis tren (trend analysis) capaian kinerja beberapa tahun terakhir. Capaian kinerja Badan Informasi Geospasial terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Capaian kinerja Badan Informasi Geospasial 2016 No Sasaran Strategis Meningkatnya kontribusi BIG dalam menyukseskan RPJMN (Nawa Cita) Tersedianya IG sesuai kebutuhan bagi pembangunan dan kebijakan publik Meningkatnya kepuasan pengguna produk BIG Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan IG Terselenggaranya Informasi Geospasial (IG) sesuai standar nasional Indikator Kinerja Sasaran Strategis Rasio IG yang dimanfaatkan dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional dibanding jumlah IG yang dihasilkan untuk mendukung prioritas nasional Rasio IG yang dihasilkan dibanding kebutuhan IG bagi pembangunan dan kebijakan publik Indeks kepuasan pengguna terhadap produk BIG (Skala likert 1-5) Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan IG dibanding total kebijakan yang dibuat Rasio IG yang diselenggarakan Kementerian/ Lembaga/Pemda yang tidak sesuai standar dibanding total IG yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga/ Pemda Target Capaian Realisasi 60% 100% 166,7% 80% 100% 125% ,85% 100% 100% 100% 30% 18% 166,7% 26

29 6. 7. Terkendalinya Kebijakan Penyelenggaraan IG Nasional Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai road map Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) gelombang III Jumlah Rencana Kerja Bidang IG Kementerian/ Lembaga terkait dan Pemda yang mengacu pada Rencana Aksi Nasional (RAN) penyelenggaraan IG Rasio Penyelenggaraan IGT oleh Kementerian/ Lembaga/Pemda yang mengacu pada IGD dibanding total IGT Kementerian/ Lembaga/Pemda Nilai Reformasi Birokrasi BIG % 70% 81,6% 116,6% 60 (CC) 60,61 (B) 101% Rata-rata capaian kinerja BIG ,46% Berdasarkan tabel diatas, rata-rata capaian kinerja BIG sebesar 120,46%. Capaian tersebut dapat dikategorikan sangat baik. Berikut adalah perbandingan antara target dan realisasi pada tahun berjalan. Rata-rata capaian kinerja BIG tahun ini akan diperbandingkan dengan rata-rata capaian kinerja 5 (lima) tahun belakangan. Perbandingan dapat dilihat pada Gambar 6. 27

30 Rata-rata capaian kinerja BIG % % % 126.7% % % 99.21% % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Gambar 6. Persentase capaian kinerja Badan Informasi Geospasial Evaluasi Capaian SS01 - Meningkatnya Kontribusi BIG dalam Menyukseskan RPJMN (Nawa Cita) Sasaran strategis pertama yaitu meningkatnya kontribusi BIG dalam menyukseskan RPJMN (Nawa Cita). Sasaran strategis bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi BIG dalam mendukung pembangunan nasional. Berdasarkan Buku II RPJMN , perencanaan pembangunan nasional harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk didalamnya informasi geospasial (IG). Berdasarkan agenda prioritas nasional (Nawa Cita), fokus pembangunan nasional ke depan adalah pemerataan pembangunan antar wilayah. Peran IG sangat fundamental sebagai salah satu infrastruktur perencanaan pembangunan. Sasaran strategis 1 pencapaiannya diukur melalui indikator Rasio IG yang dimanfaatkan dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional dibanding jumlah IG yang dihasilkan untuk mendukung prioritas nasional dengan target 60%. Indikator tersebut membandingkan antara IG, dalam hal ini informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT) yang dimanfaatkan untuk agenda prioritas nasional dibandingkan dengan total IG yang dihasilkan BIG untuk mendukung agenda prioritas nasional pada tahun Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi 28

31 Geospasial bahwa BIG merupakan instansi yang berwenang dalam menghasilkan IGD dan mengintegrasikan IGT. Berdasarkan Buku II RPJMN , BIG berkontribusi terhadap 6 (enam) agenda prioritas pembangunan nasional. Pertama yaitu agenda prioritas desa dan kawasan perdesaan. Kedua yaitu agenda prioritas kedaulatan pangan. Ketiga yaitu agenda prioritas percepatan pertumbuhan industri dan kawasan ekonomi (KEK). Keempat yaitu agenda prioritas kemaritiman dan kelautan. Kelima yaitu agenda prioritas daerah perbatasan, dan keenam yaitu agenda prioritas reforma agraria. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS01 dapat dilihat pada Gambar 7. Capaian IKSS01 120% 100% 100% 80% 60% 60% 40% 20% 0% Target Realisasi Gambar 7. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS01 Berdasarkan Gambar 7, realisasi IKSS01 sebesar 100% melebihi target sebesar 60%. Capaian IKSS01 sebesar 166,67% atau dapat dikatakan sangat baik. Penyelenggaraan IG terkait agenda prioritas nasional akan dijelaskan pada sub bab berikut Kontribusi Terhadap Agenda Prioritas Desa dan Kawasan Pedesaan Kontribusi pertama yaitu agenda prioritas desa dan kawasan perdesaan diwujudkan BIG dengan menyelenggarakan IG sebagai berikut: 1. IG Batas Administrasi Desa Pada tahun 2016, BIG melakukan kegiatan delineasi batas desa di beberapa lokasi di Indonesia. Pemilihan lokasi didasarkan prioritas 29

32 nasional, ketersediaan data dan permintaan dari daerah. Lebih detil mengenai lokasi pekerjaan dan jumlah desa yang di delineasi pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Delineasi Desa/Kelurahan 2016 No Delineasi Kartometrik Nama Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kel 1 Paket 1 Baseline Kab. Magelang Paket 2 Kab. Semarang Paket 3 Baseline Kab. Belu Kab. Malaka Paket 4 Baseline Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Jembrana 5 51 Kab. Tabanan Paket 2 Mandiri Kab. Gianyar 7 70 Kab. Badung 6 62 Kota Denpasar 4 43 Kab. Klungkung Paket 3 Mandiri Kab.Bangli 4 72 Kab. Karangasem 8 78 Kab. Buleleng Kab. Lombok Barat Paket 4 Mandiri Kab. Lombok Tengah

33 8 Paket 5 Mandiri Kab. Lombok Timur Paket 6 Mandiri Kota Kupang 6 51 Kab. Kupang Paket 7 Mandiri Kab. Timor Tengah Utara b Total B Berdasarkankan Tabel 4, terdapat 2685 desa/kelurahan dari 234 kecamaatan yang di delineasi selama Kegiatan tersebut dimulai dari tahapan persiapan yang meliputi pembuatan rencana detail kegiatan meliputi penggunaan anggaran, alat dan personil berserta dengan jadwal pelaksanaan. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan draf peta kerja. Draf Peta kerja dibuat dengan melakukan tumpang susun garis batas desa/kelurahan indikatif RBI dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi yang telah dilakukan orthorektifikasi. Draf peta kerja akan dibagikan kepada kepala desa/lurah pada tahapan Temu Kerja. Kepala desa/lurah akan membawa pulang draf peta kerja tersebut untuk dipelajari dan dibawa kembali pada tahapan delineasi. 2. IGT Perdesaan Fokus pembangunan pemerintah saat ini yang berbasiskan wilayah dan mendorong pertumbuhan dari desa. BIG mendukung hal tersebut dengan IGT perdesaan agar pembangunan dapat lebih akurat. Bagi pemerintah daerah, IGT desa membantu kegiatan membangun desa, sedangkan bagi pemerintah desa, IGT desa membantu kegiatan desa membangun. Dalam kegiatan desa membangun, penunjukkan lokasi kegiatan yang memanfaatkan IGT desa dicantumkan dalam RPJMDes. Pada tahun 2016, BIG menyelenggarakan IGT Perdesaan 10 desa di Nusa Tenggara Barat seperti pada Gambar 8. 31

34 Gambar 8. Peta penutup lahan desa Peta penutup lahan desa diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perdesaan melalui RPJMDes, khususnya dalam meningkatkan kapasitas dan mengoptimalkan potensi desa. Diharapkan IGT perdesaan di wilayah NTB mampu mendukung program prioritas pembangunan desa yaitu: Pemenuhan kebutuhan dasar; Pembangunan sarana dan prasarana desa; Membangun potensi ekonomi lokal; Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan Kontribusi Terhadap Agenda Prioritas Kedaulatan Pangan Kontribusi kedua yaitu agenda prioritas kedaulatan pangan diwujudkan BIG dengan menyelenggarakan IG Potensi Lahan. Salah satu tema Nawa Cita Presiden Republik Indonesia adalah Kedauatan pangan. Tema kedaulatan pangan tidak terlepas dari program percetakan sawah baru yang merupakan wewenang Kementerian Pertanian dengan melibatkan Kementerian/Lembaga dan Pemda Lain. Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 4 Tahun

35 Tentang Informasi Geospasial, BIG selaku lembaga yang berwenang dalam integrasi data geospasial tematik, berkoordinasi dengan K/L dalam rangka penentuan recommended development area (RDA). Hal tersebut diwujudkan dengan menyelenggarakan RDA lahan pertanian skala 1: sebagian Papua seperti pada Gambar Gambar 9. Peta RDA Tanaman Padi Peta di atas adalah RDA tanaman padi Skala 1: Tidak hanya menghasilkan RDA tanaman Padi, BIG juga menghasilkan RDA tanaman jagung yang dapat dilihat pada 33

36 Gambar 10. Peta RDA tanaman jagung Gambar di atas adalah peta RDA tanaman jagung yang dihasilkan BIG pada tahun Diharapkan dengan adanya kedua peta diatas, BIG dapat berkontribusi dalam mewujudkan kedulatan pangan Kontribusi Terhadap Agenda Prioritas Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi (KEK) Kontribusi ketiga yaitu agenda prioritas Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi (KEK) diwujudkan BIG dengan menyelenggarakan IG sebagai berikut. 1. Peta Rupabumi Skala 1:5.000 Kebutuhan akan peta Rupabumi Indonesia terus berkembang dengan skala yang lebih besar. Sejak tahun 2013 telah dimulai pemetaan skala 1:5.000 daerah Bandung yang terus berlanjut hingga saat ini. Ketersediaan peta rupabumi Indonesia dapat dilihat pada Gambar

37 Gambar 11. Indeks ketersediaan peta Rupabumi Indonesia skala 1:5.000 Selama tahun 2016, BIG melakukan kegiatan pembuatan unsur peta rupabumi Indonesia skala 1:5.000 di beberapa wilayah. Kegiatan tersebut dilakukan menggunakan foto udara dan LiDar atau data citra tegak satelit resolusi tinggi. Detil mengenai pemetaan rupabumi Indonesia yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Volume dan lokasi paket pekerjaan pemetaan skala besar tahun 2016 No Paket Pekerjaan Sebagian wilayah Kota Depok Sebagian wilayah Kabupaten Bogor Sebagian wilayah Kota Samarinda Sebagian wilayah Kota Jayapura Sebagian wilayah Kota Jayapura-Biak Luasan yang dipetakan (Km 2 ) Jumlah NLP (setara daratan) Jumlah NLP (real skala 5K) 308, , , , ,

38 6 Sebagian wilayah Kabupaten Tanggamus 726, Sebagian wilayah Mandor 646, Wilayah Kota Tarakan 246, Sebagian wilayah Kota Tanjung Selor 170, Wilayah Kota Sofifi 175, Sebagian wilayah Kabupaten Lombok 1061, Timur Jumlah Berdasarkan Tabel 5, kegiatan pemetaan rupabumi Indonesia meliputi sebagian wilayah Kota Depok, sebagian wilayah Kabupaten Bogor, sebagian wilayah Kota Samarinda, sebagian wilayah Kota Jayapura, sebagian wilayah Kota Jayapura-Biak, sebagian wilayah Kabupaten Tanggamus, sebagian wilayah Mandor, wilayah Kota Tarakan, sebagian wilayah Kota Tanjung Selor, wilayah Kota Sofifi, sebagian wilayah Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional, diantaranya berupa penyediaan peta dasar untuk RDTR, kawasan strategis, kawasan ekonomi khusus atau kawasan industri, program kota baru serta mendukung program prioritas pemerintah lainnya 2. Jaring kontrol geodesi dan geodinamika Pada tahun 2016, BIG telah melaksanakan pembangunan jaring kontrol Geodesi dan Geodinamika sebanyak 40 titik yang terdiri dari 10 pilar Gaya Berat Utama (GBU), 10 pilar Titik Pantau Geodinamika, 10 Stasiun Pasang Surut, dan 10 Stasiun CORS. Pertama, tujuan dibangunnya Pilar GBU sebagai pendukung kegiatan Airborne Gravity yang rencananya akan diselenggarakan oleh PJKGG pada tahun 2016 di Pulau Sumatera. Namun, pada perkembangan selanjutnya, kegiatan Airborne Gravity tersebut dibatalkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BIG akibat adanya pemotongan anggaran BIG. Kedua, pembangunan 10 pilar titik pantau geodinamika didorong oleh letak geografis Indonesia yang kondisi tektoniknya sangat kompleks, dimana merupakan wilayah pertemuan 4 (empat) lempeng tektonik yang sangat aktif, yaitu Lempeng Eurasia, 36

39 Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Philipina. Interaksi antara keempat lempeng tektonik tersebut juga mengakibatkan terjadinya perubahan nilai koordinat dari Jaring Kontrol Geodesi (JKG) yang merupakan realisasi dari Sistem Referensi Geospasial Nasional 2012 (SRGI2013). Perubahan nilai koordinat tersebut harus bisa diakomodir untuk mewujudkan satu referensi geospasial tunggal di dalam kegiatan yang berhubungan dengan survei dan pemetaan. Maksud dan tujuan dari kegiatan pembangunan dan pengukuran JKG adalah melakukan pembangunan 10 titik JKG berupa titik pemantauan geodinamika dan deformasi sebagai perapatan JKG yang sudah ada di wilayah provinsi Jawa Timur (Sesar Kendeng). Sebaran lokasi pembangunan pilar titik pantau geodinamika tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Peta sebaran lokasi pembangunan pilar gaya berat utama (GBU) tahun 2016 Ketiga yaitu pembangunan jaring stasiun pasang surut sebagai salah satu titik kontrol acuan pemetaan garis panta pada pemetaan skala besar. Berdasarkan hasil kuantifikasi pasang surut dari perhitungan dengan menggunakan model laut dan data satelit altimeter, didapatkan bahwa kebutuhan Jaring Stasiun Pasang Surut Nasional realtime sebanyak 400 stasiun. Sedangkan, jumlah bangunan stasiun pasang surut yang terbangun sampai 2015 sebanyak 128 stasiun. Melihat urgensi itu, maka pada tahun 2016 dilakukan pembangunan 10 stasiun pasang surut baru yang dapat dilihat pada Gambar

40 Gambar 13. Sebaran lokasi pembangunan pasang surut Tahun 2016 Keempat yaitu pembangunan CORS 2016 yang ditujukan untuk mendukung pemetaan wilayah dan pengamatan deformasi kerak bumi. Sebaran pembangunan stasiun CORS 2016 dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Sebaran lokasi pembangunan stasiun CORS 2016 Pembangunan 10 stasiun CORS dilakukan di sekitar daerah yang belum tersedia/jauh dari jaringan stasiun CORS yang sudah ada. Adapun kriteria pembangunan stasiun CORS mengikuti SNI prosedur pembangunan stasiun CORS. Kesepuluh stasiun CORS yang dibangun tahun 2016 terkoneksi melalui VPN IP. Setelah stasiun terkoneksi melalui VPN, masing-masing stasiun CORS di daftar di SPIDER software untuk memantau kualitas data yang terkirim (streaming). 38

41 3. Penyediaan data geospasial Selama tahun 2016, BIG menyelenggarakan akuisisi foto udara menggunakan teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR). Hal tersebut merupakan bagian dari pengumpulan data geospasial (DG). Akuisisi dilakukan sepanjang km2 yang tersebar di beberapa daerah. Lebih detil mengenai akuisisi DG tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel Tabel 6. Akuisisi data geospasial 2016 No. Nama Pekerjaan Luasan Akuisisi (Km2) Pekerjaan pemotretan udara digitalkota Banda Aceh, Sbang, Meuloboh dan sekitarnya Pekerjaan akuisisi lidar dan pemotretan udara digital KEK SEI Mangke dan sekitarnya Pekerjaan akuisisi lidar dan pemotretan udara digital KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) dan sekitarnya Pekerjaan akuisisi lidar dan pemotretan udara digital KEK Mandalika dan sekitarnya Pekerjaan akuisisi lidar dan pemotretan udara digital KEK Tanjung Api Api, Tanjung Lesung dan sekitarnya Total Kegiatan yang dijelaskan pada Tabel 6 diharapkan dapat mendukung penyediaan data IG unsur rupabumi Indonesia untuk RDTR dan KEK serta penyediaan data perapatan ground control point (GCP). 39

42 4. Integrasi Pemetaan RTRW dengan RZWP3K Pada tahun 2016, BIG memiliki kegiatan integrasi IG RTRW untuk implemetnasi program Nawa Cita yang bertujuan untuk mengintegrasikan Peta RTRW Provinsi seluruh Indonesia kedalam satu file geodatabase yang sama dan disajikan seamless seluruh Indonesia. Selanjutnya adalah melihat sinkronisasi antara Peta RTRW Provinsi tersebut dengan program Nawa Cita (RPJMN) secara spasial terkait lokasi, sebaran dan jumlah yang diintegrasikan dengan RTRW Provinsi tersebut. Adanya kegiatan ini diharapkan dapat memberi masukan terkait penerapan Program Nawa Cita kedalam Rencana Pembangunan Nasional dengan pendekatan spasial. Pemanfaatan ruang provinsi yang saling terintegrasi akan mewujudkan penataan ruang yang utuh dan memberikan kepastian hukum. Lebih jauh integrasi RTRW dengan Nawacita dapat memberi gambaran utuh terhadap implementasi program Nawacita per wilayah. Output kegiatan ini berupa 2 (dua) dokumen antara lain peta RTRW Provinsi seamless seluruh Indonesia dan plotting proyek prioritas nasional (Nawacita) yang terdiri dari 6 data infrastruktur yaitu pembangkit listrik, jalan nasional, jaringan jalur kereta api, waduk, bandar udara dan pelabuhan. Dengan adanya data yang seamless untuk RTRW Provinsi seluruh Indonesia maka permasalahan gap dan overlap perencanaan antar wilayah provinsi dapat dilihat lebih komperhensif secara spasial. 5. Pemanfaatan IG untuk mendukung Sinergi Pengembangan Sistem Konektivitas Transportasi Laut dengan Skenario Pengembangan Wilayah. Dalam RPJMN pembangunan sistem transportasi berbasis maritim terus digalakkan pemerintah. Salah satunya adalah program tol laut dari Indonesia bagian barat hingga Indonesia timur. Transportasi laut mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang aktivitas sosial, ekonomi dan budaya, bahkan penunjang. Dalam hal ini peran pemerintah sebagai motor penciptaan konektivitas antar wilayah melalui laut perlu diwujudkan dalam bentuk realisasi sistem yang terintegrasi antara logistik nasional, sistem transportasi nasional, pengembangan wilayah dan sistem komunikasi dan informasi. Untuk 40

43 mewujudkan konektivitas tentunya perlu disediakan infrastruktur yang mumpuni, salah satunya pelabuhan. Gambar 15. Pelabuhan strategis pendukung tol laut Secara umum RPJMN telah menetapkan 24 pelabuhan sebagai lingkup pengembangan tol laut. 24 pelabuhan tersebut terdiri dari 5 pelabuhan utana (hub) dan 19 Pelabuhan pengumpan (feeder). Kegiatan ini ditujukan untuk menyediakan dan memanfaatkan informasi geospasial untuk mendukung perumusan skenario pembangunan terintegrasi antara pembangunan transportasi laut dan pengembangan wilayah dalam kerangka pengembangan tol laut nasional. Pemanfaatan model dinamika spasial sebagai sistem pendukung kebijakan tersebut dapat memberikan arahan dalam membangun sinergi kebijakan bidang informasi geospasial dengan bidang Transportasi Laut. Salah satu contohnya adalah pemodelan spasial yang dilakukan di Bitung pada 41

44 Gambar 16. Pemodelan Spasial Kota Bitung Tahun 2014, 2019, 2024 dan Kontribusi Terhadap Agenda Prioritas Kemaritiman dan Kelautan Kontribusi keempat yaitu agenda prioritas kemaritiman dan kelautan diwujudkan BIG dengan menyelenggarakan IG sebagai berikut: 1. Peta Lingkungan Laut Nasional Skala 1: Pada tahun 2016, BIG menyelenggarakan pemetaan lingkungan pantai Indonesia skala 1: sebagai dasar kegiatan kelautan dalam bentuk peta batimetri. Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam 6 paket pekerjaan terpisah. Paket 1 di wilayah Papua A. Paket 2 di wilayah Sumatera A. Paket 3 di Sumatera B. Paket 4 di wilayah Sulawesi Utara. Paket 5 diselenggarakan di Papua B, dan Paket 6 di Papua B. Adapun total volume (line Km) dari ke enam pekerjaan tersebut sebesar Km. Hasil pekerjaan kemudian disajikan kedalam peta 12 NLP Peta LPI skala 1: Peta Lingkungan Laut Nasional Skala 1: Pada tahun 2016, BIG menyelenggarakan pemetaan lingkungan laut nasional skala 1: sebagai dasar kelautan dalam bentuk peta batimetri. Beriringan seperti pemetaan lingkungan pantai, kegiatan 42

45 tersebut diselenggarakan dalam 6 paket pekerjaan terpisah. Paket 1 di wilayah Papua A. Paket 2 di wilayah Sumatera A. Paket 3 di Sumatera B. Paket 4 di wilayah Sulawesi Utara. Paket 5 diselenggarakan di Papua B, dan Paket 6 di Papua B. Adapun total volume (line Km) dari ke enam pekerjaan tersebut sebesar Km. Lebih detil mengenai indeks pemetaan lingkungan laut nasional Skala 1: dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Indeks pemetaan kelautan dan lingkungan pantai skala 1: Selama tahun 2016, BIG melakukan kegiatan pembuatan unsur peta rupabumi Indonesia skala 1:5.000 di beberapa wilayah. Kegiatan tersebut dilakukan menggunakan foto udara dan LiDar atau data citra tegak satelit resolusi tinggi. Detil mengenai pemetaan rupabumi Indonesia yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 7. 43

46 Tabel 7. Volume dan lokasi paket pekerjaan pemetaan skala besar tahun 2016 Luasan yang Jumlah NLP Jumlah No Paket Pekerjaan dipetakan (setara NLP (real (Km 2 ) daratan) skala 5K) Sebagian wilayah Kota Depok Sebagian wilayah Kabupaten Bogor Sebagian wilayah Kota Samarinda Sebagian wilayah Kota Jayapura Sebagian wilayah Kota Jayapura-Biak Sebagian wilayah Kabupaten Tanggamus Sebagian wilayah Mandor 308, , , , , , , Wilayah Kota Tarakan 246, Sebagian wilayah Kota Tanjung Selor 170, Wilayah Kota Sofifi 175, Sebagian wilayah Kabupaten Lombok Timur 1061, Jumlah Berdasarkan Tabel 6, kegiatan pemetaan rupabumi Indonesia meliputi sebagian wilayah Kota Depok, sebagian wilayah Kabupaten Bogor, sebagian wilayah Kota Samarinda, sebagian wilayah Kota Jayapura, sebagian wilayah Kota Jayapura-Biak, sebagian wilayah Kabupaten 44

47 Tanggamus, sebagian wilayah Mandor, wilayah Kota Tarakan, sebagian wilayah Kota Tanjung Selor, wilayah Kota Sofifi, sebagian wilayah Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional, diantaranya berupa penyediaan peta dasar untuk RDTR, kawasan strategis, kawasan ekonomi khusus atau kawasan industri, program kota baru serta mendukung program prioritas pemerintah lainnya. 3. IGT ekosistem pesisir dan karakteristik laut untuk penyusunan RZWP3K Pada tahun 2016 BIG menyelenggarakan kegiatan pemetaan karakteristik oseanografi perairan dangkal dilaksanakan untuk mendukung ketersediaan dataset oseanografi dalam penyusunan dokumen RZWP3K. Penyelenggaraan difokuskan pada perairan Sulawesi Selatan dan Tenggara (perairan teluk Bone), seperti yang terlihat pada Gambar 18. Gambar 18. Peta karakteristik oseanografi perairan dangkal provinsi Sulawesi Tenggara Pemilihan lokasi dikarenakan kedua perairan tersebut merupakan wilayah perairan yang terkenal dengan tingginya aktifitas nelayan, pelayaran, pariwisata, dan industri. Perairan ini merupakan jalur strategis pelayaran wilayah timur dan barat Indonesia. Wilayah perairan ini juga merupakan 45

48 wilayah budidaya bagi masyarakat sekitar. Untuk itu pengelolaan yang tepat sangat mutlak diperlukan bagi kawasan perairan ini, agar kualitas perairan dan lingkungannya tetap terjaga dan mampu mendorong nilai ekonomi bagi masyarakat pesisir. 4. IGT Sumberdaya Pulau Kecil Skala 1: Pengelolaan sumber daya pulau kecil juga sebagai salah satu agenda Nawa Cita yaitu Maritim dan Kelautan. Pulau kecil sebagai bagian dari ekosistem pulau induk (mainland) ataupun sebagai suatu ekosistem tersendiri memiliki karakteristik khas yang penting dalam pengelolaan wilayah. Informasi sumber daya pulau kecil merupakan modal awal dalam perencanaan dan pengelolaan. Penyediaan Informasi geospasial merupakan salah satu langkah penyediaan informasi sumber daya dalam rangka mendukung percepatan pembangunan wilayah pulau kecil. Pada tahun 2016 BIG telah menyelenggarakan hal tersebut di wilayah Selat Karimata untuk mewujudkan nawacita. Tahun 2016 pemetaan pulau pulau kecil berlokasi di Kepulauan Karimata. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Selat Karimata sebagai salah satu jalur sibuk pelayaran internasional termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI 1). Sebagai jalur pelayaran, banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. IGT sumber daya pulau kecil yang diselenggarakan BIG telah diserahkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan nasional dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Serah terima dilakukan pada Rapat Koordinasi Teknis Informasi Geospasial Tematik Tahap III yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 21 Desember IGT Karakteristik Ekosistem Pesisir Mangrove Skala 1: Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang berperan penting dalam keseimbangan lingkungan dan mendapat tempat khsuus dalam pembangunan wilayah. Perubahan iklim, cadangan karbon, keberlangsungan ekosistem dan ketahanan pangan bersinggungan langsung dengan peran ekosistem mangrove. Saat ini keberlangsungan mangrove terancam akibat perubahan pemanfaatan lahan pesisir. Tahun 2016 BIG memfokuskan penyediaan peta ekosistem pesisir mangrove 46

49 skala menengah yaitu 1: yang difokuskan pada Bali dan Nusa Tenggara sebagai bagian dari koridor mangrove nasional. Hasil pemetaan ekosistem pesisir mangrove dapat di lihat pada Gambar 19. Gambar 19. Peta ekosistem mangrove 2016 Berdarkan kedua peta diatas, selama tahun 2016 BIG menghasilkan sebanyak 189 NLP. Diharapkan adanya peta diatas dapat membantu terselenggaranya Agenda Prioritas Nasional bidang kemaritiman dan kelautan Kontribusi Terhadap Agenda Prioritas Daerah Perbatasan Kontribusi kelima yaitu agenda prioritas desa dan kawasan perdesaan diwujudkan BIG dengan menyelenggarakan beberapa IG sebagai berikut. 1. Joint Border Mapping Selama tahun 2016, BIG menyelenggarakan JBM antara Indonesia Malaysia, Indonesia Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL), Indonesia Papua New Guenia. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka penyediaan data dan IG untuk mendukung perundingan batas wilayah darat (agenda prioritas Daerah Perbatasan). Masing-masing dari JBM tersebut dapat dilihat pada Gambar

50 Gambar 20. JBM Indonesia Malaysia skala 1: Joint Border Mapping antara Indonesia Malaysia skala 1: mencakup koridor 5 Km wilayah Indonesia dan Malaysia yang menghasilkan 31 NLP. Selanjutnya adalah JBM antara Indonesia dengan RDTL yang dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. JBM Indonesia Republik Demokratik Timor-Leste skala 1:

51 Joint Border Mapping antara Indonesia Republik Demokratik Timor- Leste skala 1: menghasilkan sebanyak 23 NLP yang telah ditandatangai kedua belah negara pada pertemuan TSC-BDR di Dili. Selanjutnya adalah JBM antara Indonesia dengan Papua New guenia yang dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. JBM Indonesia Papua New Guenia skala 1: Joint Border Mapping antara Indonesia dengan Papua New Guenia skala 1: mencakup koridor 10Km wilayah Indonesia dan Papua New Guenia. Kegiatan tersebut secara keseluruhan telah menghasilkan 27 NLP Indonesa Papua New Guenia. 2. IG Batas Wilayah Negara Darat Penyelenggaraan IGD pilar batas negara pada tahun 2016 dilakukan pada koridor Indonesia Republik Demokratik Timor-Leste. Penyelenggaraan tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung data batas negara yang diakuisisi. Indonesia dengan Republik Demokratik Timor-Leste secara geografis berbatasan di daerat dan di laut. Terdapat beberapa fitur alam yang menjadi batas kedua negara yang sebagian besar berupa sungai dan punggung bukit/watershed. Aliran sungai pada fitur alam sungai sebagian besar bersifat meander dan berpotensi adanya perubahan aliran sungai yang disebabkan perubahan musim dari waktu ke waktu. Di satu sisi, 49

52 pemahaman masyarakat setempat terhadap batas negara RI-RDTL yaitu garis batas negara mengikuti aliran sungai, sehingga kondisi aliran sungai berubah, akan membuat orientasi/ pemahaman masyarakat terhadap batas negara kedua negara juga berubah mengikuti aliran sungai. Untuk mengetahui seberapa besar pergerakan sungai dan arah perubahan sungai dibutuhkan suatu data geospasial skala besar di wilayah sekitar sungai untuk mengetahui pola perubahan sungai secara multitemporal. Untuk mendapatkan data geospasial skala besar tersebut diperlukan adanya kegiatan akuisisi data, yaitu dengan pemotertan udara menggunakan wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Kegiatan pemotretan udara dengan wahana UAV dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkala untuk memetakan seluruh koridor batas RI-RDTL di pulau Timor. Kegiatan pemotretan udara dengan wahana UAV tahun anggaran 2016 merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun anggaran sebelumnya (2015). Data dan informasi dari hasil pemotretan tanpa awak/drone akan digunakan sebagai dokumentasi rekaman visual permukaan tanah sepanjang koridor perbatasan RI-RDTL dan bahan kajian dalam penetapan perbatasan RI-RDTL apabila terdapat sengketa akibat perubahan fitur permukaan bumi. Penyediaan informasi lahan dan tanaman dapat diperoleh dari foto udara tanpa awak. Penampilan informasi spasial baik peta foto ataupun peta garis, dalam satu wahara peta bereferensi ruang akan sangat membantu dan memudahkan bagi para pengambil keputusan dan perencanaan untuk menginventarisasi lahan dan tanaman yang ada pada areal tersebut. Kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan pemotretan udara dan survei kelengkapan lapangan disebabkan oleh permasalahan non teknis yaitu kondisi angin yang bertiup sangat kencang (keadaan tidak normal) dan masalah perijinan untuk masuk wilayah RDTL yang terlambat keluar, namun kendala angin dapat diatasi dengan mengubah jalur terbang disesuaikan dengan arah angina, sedangkan untuk kendala keluarnya surat ijin dari RDTL menyebabkan jadwal menjadi tidak sesuai dengan rencana (terlambat 3 pekan). Foto akuisisi tidak dapat ditampilkan karena tidak bersifat informasi publik dengan konsumsi terbatas. 50

53 3. IG Pilar Batas Negara Pada tahun 2016, BIG menyelenggarakan kegiatan penataan pilar batas antar negara antara Indonesia Malaysia, Indonesia Republik Demokratik Timor-Leste dan Indonesia Papua New Guenia. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung agenda nasional terkait Daerah Perbtasan. Pertama, BIG kegiatan survei CBDRF RI Malaysia dilaksanakan disepanjang garis batas RI - Malaysia pada segmen I001 sampai J001 dengan volume keseluruhan sebanyak 16 (enambelas) pilar. Lokasi kegiatan survei CBDRF RI Malaysia tahun anggaran 2016 dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Lokasi kegiatan survei CBDRF RI-Malaysia Tahun 2016 Merujuk pada hasil pertemuan 13th Joint Working Group for Common Border Datum Reference Frame (CBDRF) and Joint Border Mapping (JBM) Project Between Indonesia and Malaysia yang dilaksanakan pada tanggal 3-5 Agustus 2016 di Bandung, Indonesia, disepakati bahwa pelaksanaan Joint Survey CBDRF 2016 akan ditangguhkan pelaksanaannya pada tahun 2017 mendatang. Kedua adalah kegiatan kegiatan Perawatan Border Sign Post (BSP) Indonesia Republik Demokratik Timor Leste yang telah terpasang antara tahun Saat ini terdapat 530 BSP yang tersebar di sektor timur (main border) dan sektor barat (Oecussi). Tujuan pemasangan BSP adalah untuk 51

54 meminimalisir kemungkinan warga yang ditangkap karena melewati garis batas. Sehingga dengan adanya BSP ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati ketika beraktifitas di wilayah sekitar perbatasan. Tentu, hal ini hanya dapat berfungsi dengan baik ketika kondisi fisik BSP itu sendiri juga baik dan dapat dipahami dengan jelas oleh masyarakat. Ketiga adalah pilar batas negara Indonesia PNG. Pada tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan Densifikasi dan pengukuran pilar batas Indonesia Papua New Guenia sebanyak 10 pilar perapatan di antara 13.0 MM Melanjutkan kegiatan sebelumnya, pada tahun 2016 dilaksanakan kegiatan Densifikasi dan Pengukuran Pilar Batas RI-PNG sebanyak 15 pilar perapatan di antara MM 13.1 MM Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan diantara MM 13.1 sampai dengan MM 13.2 dengan memasang 15 pilar densifikasi. Dari 15 pilar tersebut, 1 pilar merupakan tipe A dan 14 pilar tipe B yang dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24. Lokasi densifikasi pilar batas RI-PNG Proses pemasangan pilar densifikasi dilakukan dengan menentukan koordinat rencana pemasangan pilar karena garis batas sudah diketahui, sehingga pemasangan pilar harus tepat pada garis batas tersebut. Terkait gambar detil pemasangan pilar dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikutnya, pilar-pilar yang telah di pasang dan di plot pada peta JBM Indonesia Papua New Guenia dapat dilihat pada Gambar

55 Gambar 25. Hasil plot pilar densifikasi pata peta JBM RI-PNG Melihat kondisi perbatasan RI-PNG dimana saat ini baru terdapat 52 pilar batas (MM) di sepanjang 820 Km, memang penting untuk segera dilakukan pemasangan pilar-pilar batas perapatan. Dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat di wilayah Papua, khusunya di sekitar batas dengan PNG, adanya petunjuk tentang batas memang mutlak diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan. 4. IG Kecamatan Kawasan Perbatasan Selama tahun 2016, BIG menyelenggarakan pemetaan kecamatan kawasan perbatasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, Kegiatan terkait batas negara darat meliputi kegiatan survei dan pemetaan Kecamatan-Kecamatan di Kawasan Perbatasan RI-Malaysia. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan yang sama dari tahun 2011 dan Peta kecamatan 1: ini terdiri dari 2 (dua) berupa lembaran sesuai indeks skala 1:50.000) dan sesuai area kecamatan (skala bervariasi). Sampai saat ini telah tersedia Peta Kecamatan sebanyak 159 NLP sesuai indeks dan 21 NLP sesuai wilayah kecamatan. Pada tahun 2016 dilakukan pendetilan dengan menggunakan citra resolusi tinggi dan dipilih Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar di Kabupaten Sambas sebagai pilot project nya. Berikut adalah indeks peta kecamatan di kawasan permbatasan Indonesia Malaysia dapat dilihat pada Gambar

56 Gambar 26. indeks peta kecamatan kawasan perbatasan Indonesia Malaysia Maksud dari pekerjaan ini adalah menyediakan informasi geospasial berupa peta citra di kecamatan kawasan perbatasan dalam rangka mendukung perumusan kebijakan pemerintah untuk pembangunan wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia. Adapun hasil dari pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 27 (indekswise) dan Gambar 28 (areawise). 54

57 Gambar 27. Contoh Peta Kecamatan (indekswise) Gambar 27 di atas merupakan keluaran pertama pemetaan peta kecamatan antara Indonesia Malaysia. Masih terdapat satu keluaran dari kegiatan pemetaan kecamatan yang dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Contoh peta kecamatan (areawise) 55

58 Gambar 28 di atas merupakan keluaran kedua dari pemetaan kecamatan wilayah Indonesia Malaysia. Diharapkan dengan dihasilkannya IG Kecamatan Kawasan Perbatasan, BIG dapat berkontribusi dalam pembangunan wilayah perbatasan. 3.4 Evaluasi Capaian SS02 - Tersedianya Informasi Geospasial Sesuai Kebutuhan Bagi Pembangunan dan Kebijakan Publik Berdasarkan Buku II Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional , salah satu impact bidang wilayah adalah pemanfaatan IG dalam pembangunan dan kebijakan publik. Terkait pembangunan, IG merupakan salah satu unsur fundamental dalam perencanaan pembangunan. BIG menindaklanjuti hal tersebut dengan menyelenggarakan IG yang dibutuhkan bagi pembangunan dan kebijakan publik. Dalam hal ini IG yang tidak terkait dengan agenda prioritas nasional Capaian SS02 di ukur dengan IKSS Rasio IG yang dihasilkan dibanding kebutuhan IG bagi pembangunan dan kebijakan publik. Capaian dari IKSS02 dapat dilihat pada Gambar 29. Capaian IKSS02 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 80% Target 100% Realisasi Gambar 29. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS01 Berdasarkan Gambar 29, realisasi IKSS02 sebesar 100% melebihi target sebesar 80%. Capaian IKSS02 sebesar 125% atau dapat dikatakan sangat baik. Penyelenggaraan IG terkait pembangunan dan kebiajakan publik akan dijelaskan sebagai berikut. 56

59 1. Pemutakhiran Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial mengamanatkan bahwa pemutakhiran secara periodik terhadap jaring kontrol vertikal nasional (JKVN), jaring kontrol horizontal Nasional (JKHN) dan Jaring Kontrol Gaya Berat Nasional (JKGN). Berdasarkan hal tersebut, pada 2016 pemutakhiran dilakukan. Pemutakhiran meliputi inventarisasi pilar-pilar yang ada, pengecekan kelayakan pilar. Maksud kegiatan ini adalah pemeliharaan sistem dan kerangka referensi nasional untuk dimanfaatkan masyarakat. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah pemeliharaan fisik jaring kontrol vertikal dan horizontal. Pemutakhiran pada Tahun 2016 meliputi 207 titik pada Gambar 30. Gambar Titik Jaring Kontrol yang di mutakhirkan pada tahun 2016 Berdasarkan Gambar 30, kegiatan survei pengelolaan dan pemutakhiran Jaring Kontrol Geodesi ini dilakukan di Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi. Kegiatan pemutakhiran meliputi persiapan, pelaksanaan kegiatan inventarisasi JKG, perawatan JKG dan pengukuran JKG. 2. Pemutakhiran LPI Skala 1: Berdasarkan peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 14 Tahun 2013, pemutakhiran adalah pembaharuan data dan informasi. Pemutakhiran IGD dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode. Pertama, parsial (sebagian) dimana pemutakhiran pada peta LPI yang terdiri atas 57

60 hidrografi, obyek penting dan sarana navigasi laut, dan obyek spasial lain yang berada di lingkungan pantai, dan/atau unsur-unsur rupabumi tertentu, yang terdiri atas: transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, penutup lahan, batas wilayah, dan nama rupabumi. Komprehensif (menyeluruh), pemutakhiran seluruh unsur kelautan dan lingkugan pantai, dan usnur-unsur rupabumi pada Peta LPI. Kompilasi pada metode kedua dapat dilakukan secara 2D dan 3D. Pada tahun 2016, BIG melakukan pemutakhiran peta LPI skala 1: sebanyak 20 NLP dengan lokasi seperti Gambar 31. Gambar 31. Indeks lokasi pemutakhiran peta LPI skala 1: Tahun 2016 Dengan diselenggarakannya pemutakhiran peta LLN dan LPI, maka akan didapat informasi geospasial yang akurat dan mutakhir sesuai kondisi lapangan terbaru. Peta LLN dan LPI yang mutakhir dijadikan sebagai peta dasar dalam pengelolaan sumber daya alam kelautan dan lingkungan pantai. 3. Peta Rupabumi Skala 1: (Khususnya Kalimantan dan Papua) Pada tahun 2016, Kantor Staff Presiden merumuskan beberapa kegiatan yang salah satunya adalah tersedianya peta rupabumi Indonesia skala 1: yang telah sesuai standar dan dapat dimanfatkan dalam perencanaan pemanfaatan lahan, termasuk perencanaan pembukaan lahan 58

61 persawahan baru di luar Jawa (khususnya Kalimantan dan Papua). Tindak lanjut BIG terhadap amanat tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32. Indeks pemetaan rupabumi Indonesia Skala 1: Tahun 2016 Berdasarkan Gambar 32, penyelenggaraan pemetaan rupabumi Indonesia skala 1: menghasilkan 850 NLP. 4. IGD Segmen Batas Daerah Pada tahun anggaran 2016, BIG tergabung dalam tim penegasan batas daerah. Kegiatan tersebut memerlukan garis batas yang sesuai aspek teknis. Tercatat selama tahun 2016 sebanyak 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) diterbitkan dalam rangka pengasan batas. Kontribusi BIG dapat dilihat pada Tabel 8. 59

62 Tabel 8. Matriks penegasan batas definitif No. Segmen Batas Kabupaten/Kota Permendagri Provinsi 1 Kabupaten Bengkayang Kabupaten Mempawah Permendagri No 62 Tahun 2016 Kalimantan Barat 2 Kabupaten Kayong Utara Kabupaten Kubu Raya Permendagri No 59 Tahun 2016 Kalimantan Barat 3 Kabupaten Kubu Raya Kabupaten Ketapang Permendagri No 61 Tahun 2016 Kalimantan Barat 4 Kota Pontianak Kabupaten Mempawah Permendagri No 60 Tahun 2016 Kalimantan Barat 5 Kab. Karawang Kab. Purwakarta Permendagri No 91 Tahun 2016 Jawa Barat 6 Kab. Bandung Barat Kab. Purwakarta Permendagri No 51 Tahun 2016 Jawa Barat 7 Kab. Bandung Kota Bandung 8 Kota Surakarta Kab. Sukoharjo 9 Kab. Boyolali Kab. Sukoharjo Permendagri No 50 Tahun 2016 Permendagri No 49 Tahun 2016 Permendagri No 53 Tahun 2016 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah 10 Kab. Karanganyar Kab. Sukoharjo Permendagri No 52 Tahun 2016 Jawa Tengah 11 Kabupaten Madiun Kabupaten Nganjuk Permendagri No 30 Tahun 2016 Jawa Timur 12 Kabupaten Madiun Kabupaten Ponorogo Permendagri No 55 Tahun 2016 Jawa Timur 13 Kabupaten Pacitan Kabupaten Ponorogo Permendagri No 92 Tahun 2016 Jawa Timur 14 Kabupaten Kediri Kabupaten Nganjuk Permendagri No 56 Tahun 2016 Jawa Timur 60

63 15 Kabupaten Kediri Kabupaten Tulungagung Permendagri No 58 Tahun 2016 Jawa Timur 16 Kabupaten Tulungagung Kabupaten Ponorogo Permendagri No 87 Tahun 2016 Jawa Timur 17 Kabupaten Trenggalek Kabupaten Tulungagung Permendagri No 88 Tahun 2016 Jawa Timur 18 Kabupaten Lamongan Kabupaten Tuban Permendagri No 86 Tahun 2016 Jawa Timur 19 Kabupaten Nganjuk Kabupaten Tulungagung Permendagri No 90 Tahun 2016 Jawa Timur 20 Kabupaten Nganjuk Kabupaten Ponorogo Permendagri No 90 Tahun 2016 Jawa Timur 21 Kabupaten Bondowoso Kabupaten Probolinggo Permendagri No 89 Tahun 2016 Jawa Timur 22 Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Situbondo Permendagri No 57 Tahun 2016 Jawa Timur 23 Kabupaten Pandeglang Kabupaten Serang Permendagri No 3 Tahun 2016 Banten 24 Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Permendagri No 4 Tahun 2016 Banten 25 Kabupaten Serang Kota Cilegon Permendagri No 5 Tahun 2016 Banten 26 Kabupaten Aceh Barat Daya Kabupaten Nagan Raya Permendagri No 27 Tahun 2016 Aceh 27 Kabupaten Aceh Timur Kabupaten Aceh Utara Permendagri No 26 Tahun 2016 Aceh 28 Kabupaten Boalemo Kabupaten Pahuwato Permendagri No 32 Tahun 2016 Gorontalo 29 Kabupaten Bima Kota Bima Permendagri No 33 Tahun 2016 NTB 61

64 30 Kabupaten Lombok Barat Kabupaten Lombok Utara Permendagri No 34 Tahun 2016 NTB 31 Kabupaten Sumbawa Kabupaten Dompu Permendagri No 35 Tahun 2016 NTB 32 Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Lombok Tengah Permendagri No 36 Tahun 2016 NTB 33 Kabupaten Bolaang Mongondow Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Permendagri No 40 Tahun 2016 Sulawesi Utara 34 Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli Permendagri No 64 Tahun 2016 Bali 35 Kabupaten Buleleng Kabupaten Badung Permendagri No 65 Tahun 2016 Bali 36 Kabupaten Buleleng Kabupaten Tabanan Permendagri No 66 Tahun 2016 Bali 37 Kabupaten Buleleng Kabupaten Jembrana Permendagri No 67 Tahun 2016 Bali 38 Kabupaten Tabanan Kabupaten Jembrana Permendagri No 68 Tahun 2016 Bali 39 Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Kabupaten Minahasa Tenggara Permendagri No 69 Tahun 2016 Sulawesi Utara Berdasarkan tabel 8, selama tahun 2016, BIG berkontribusi dalam 39 penegasan batas wilayah. 5. IGD Segmen Batas Definitif Pulau Kalimantan Guna mewujudkan KSP, salah satu yang diperlukan adalah penyediaan data batas definitif, dalam hal ini batas daerah. Percepatan penegasan batas daerah yang dimaksud dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, 62

65 salah satunya adalah dengan menyatukan data penegasan batas dan mengoptimalkan metode kartometrik dalam penarikan garis batas. Diharapkan dengan dua langkah tersebut dalam proses penegasan batas sudah tidak terjadi perdebatan yang diakibatkan perbedaan data serta arah diskusi penegasan batas dapat lebih fokus. Kegiatan Delineasi batas Kabupaten/Kota secara kartometrik ini bertujuan untuk menyediakan segmen batas daerah yang di delineasi secara kartometrik sebanyak 19 Segmen di Kalimantan Barat dan 4 Segmen di Kalimantan Utara, guna mendukung proses percepatan penegasan batas daerah di Pulau Kalimantan. Isi dari Tabel 9 akan menjabarkan lebih detil terkait batas definitif pulau Kalimantan. Tabel 9. Daftar batas definitif pulau Kalimantan No Kab. 1 Segmen Kab.2 Provinsi 1 Malinau Bulungan Kalimantan Utara 2 Malinau Nunukan Kalimantan Utara 3 Malinau Tana Tidung Kalimantan Utara 4 Nunukan Tana Tidung Kalimantan Utara 5 Ketapang Melawi Kalimantan Barat 6 Ketapang Sekadau Kalimantan Barat 7 Ketapang Sanggau Kalimantan Barat 8 Ketapang Kayong Utara Kalimantan Barat 9 Ketapang Sintang Kalimantan Barat 10 Sintang Sekadau Kalimantan Barat 11 Sintang Melawi Kalimantan Barat 12 Sintang Sanggau Kalimantan Barat 63

66 13 Sekadau Sanggau Kalimantan Barat 14 Landak Sanggau Kalimantan Barat 15 Landak Mempawah Kalimantan Barat 16 Landak Bengkayang Kalimantan Barat 17 Landak Kuburaya Kalimantan Barat 18 Mempawah Kuburaya Kalimantan Barat 19 Sanggau Kuburaya Kalimantan Barat 20 Bengkayang Sambas Kalimantan Barat 21 Bengkayang Singkawang Kalimantan Barat 22 Bengkayang Sanggau Kalimantan Barat 23 Kuburaya Kota Pontianak Kalimantan Barat Sebelum delineasi dilakukan proses pengumpulan data sebagai dasar dalam melakukan analisis dan penarikan garis batas. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan klasifikasi meliputi: data alokasi, data delimitasi, data penegasan dan data pengelolaan sebelum menjadi peta dasar. 6. IGD Penegasan Batas Daerah Berdasarkan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, batas wilayah merupakan salah satu unsur peta dasar. Pasal 17 UU No.4/2011 mengamanatkan bahwa IGD perlu dimutakhirkan secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Pemutakhiran diawali dengan rencana kerja untuk menyusun timeline, pembagian area kerja dan metode yang digunakan. Pembagian pekerjaan dipecah menjadi 3 (tiga) area yaitu wilayah 1, wilayah 2, dan wilayah 3. Pembagian wilayah ini menyinkronkan dengan pembagian area kerja yang ada berlaku di Kementerian Dalam Negeri. Lokasi per wilayah dapat dilihat pada Gambar

67 Gambar 33. Pembagian wilayah pengolahan dan updating data batas Kegiatan ini menghasilkan keluaran geodatabase batas wilayah termutakhir sehingga bermanfaat bagi instansi-instansi yang membutuhkan batas wilayah terkini. Batas wilayah kedepan akan terus berkembang/dinamis sehingga perlu untuk segera dilakukan penegasan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk membuat sistem pemutakhiran batas wilayah. 7. Pemanfaatan Atlas Taktual Indonesia untuk Penyandang Disabilitas Pada tahun 2016 ini bertema sebaran obyek wisata. Atlas Taktual merupakan kumpulan peta taktual tematik yang dibuat pada media plastik/kertas dalam bentuk tiga dimensi. Peta ini menyajikan informasi keruangan khusus untuk tuna netra atau orang yang mempunyai kendala penglihatan. Penyampaian informasi atlas kepada siswa dan guru tunanetra melalui uji keterbacaan Atlas Taktual. Kegiatan uji keterbacaan Atlas Taktual sebagai bagian penting dalam pembinaan informasi geospasial tematik menjadi ajang interaktif antara pihak BIG dan para tunanetra. Ada proses pembelajaran bersama untuk mengenal wilayah Indonesia. Pada tahun 2016 ini kegiatan pembinaan di lakukan di 5 lokasi. Berikut Gambar 34 tentang Uji Keterbacaan Atlas Taktual 65

68 Gambar 34. Uji Keterbacaan Atlas Taktual Output kegiatan ini adalah tersedianya 1 (satu) dokumen Atlas Taktual tema sebaran obyek wisata. 8. Pemanfaatan IGT Strategis untuk Monitoring Dinamika Kawasan Strategis Badan Informasi Geospasial mengintegrasikan dan memanfaatkan IGT untuk menganalisis dan mengkaji analisis spasial wilayah urban. Pemetaan dinamika sumberdaya kawasan perkotaan Mamminasata memiliki nilai strategis bagi pengembangan dan perencanaan penataan ruang wilayah urban. Dinamika sumberdaya kawasan perkotaan Mamminasata, selain memetakan alih fungsi lahan (land use change), juga menganalisis korelasi sumberdaya strategis lainnya terhadap laju konversi, arah perubahan (urban sprawl), kompetisi lahan, kesesuaian rencana tata ruang, perubahan daya dukung lingkungan, distribusi dan tingkat pelayanan sarana dasar dan infrastruktur, distribusi dan kapasitas SDM serta ketahanan pangan. Output dari kegaiatan ini adalah tersedianya dokumen hasil kajian pemetaan dinamika sumberdaya alam wilayah perkotaan seperti terlihat pada Gambar

69 Gambar 35. Dinamika Sumberdaya Kawasan Perkotaan Maminasata Diharapkan dengan terselenggaranya kegiatan ini dapat menjadi masukan bagi pemangku kepentingan bidang perencanaan wilayah untuk memprediksi perubahan lahan yang terjadi apabila suatu kebijakan diterapkan, sehingga hasil dari suatu kebijakan tersebut dapat dirumuskan dan diformulasikan sesuai dengan dinamika lahan yang terjadi. 9. Wilayah Pemanfaatan IGT Strategis Melalui E-Atlas Nasional Kegiatan pemanfaatan IGT Strategis melalui aplikasi E-Atlas Nasional berbasis web ini merupakan salah satu usaha membantu pengelolaan dan penyebarluasan informasi spasial terkait atlas. Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun kebutuhan pengguna dan database serta membangun aplikasi E-Atlas Nasional sebagai sebuah produk kartografi berbasis web yang mampu mengorganisasi, menyusun, dan menyajikan data geospasial, grafik dan multimedia terkait disertai narasi untuk mendukung kebutuhan pengguna data atlas. Kegiatan ini dilatarbelakangi perlunya upaya pembangunan suatu sistem yang memungkinkan penyebarluasan informasi geospasial dalam bentuk atlas interaktif yang mudah dijangkau oleh masyarakat luas. Pencarian informasi menggunakan media atlas merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh sebagian besar orang dengan tujuan untuk mencari informasi tentang suatu tempat untuk yang beragam, misalnya, tujuan wisata, bepergian, dan pendidikan. Terkait E- Atlas dapat dilihat pada Gambar

70 Gambar 36. Produk e-atlas Nasional 10. Peta NKRI dan Kewilayahan Peta NKRI dan kewilayahan menggambarkan wilayah kedaulatan NKRI. Oleh karena itu harus selalu di evaluasi secara periodik setiap tahunnya. Pada tahun 2016 telah dilaksanakan evaluasi dengan hasil belum ada perubahan batas wilayah dan tidak ada pemekaran wilayah administrasi. Selanjutnya adalah peta kewilayahan yang dibuat pada tahun 2016 adalah Peta Dunia dan Peta Wisata Lombok. Peta Dunia diharapkan dapat membantu materi alat peraga dalam dunia pendidikan dan menambah wawasan masyarakat umum tentang wilayah dunia. Peta Kewilayahan dengan tema pariwisata dibuat dengan mempertimbangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata yang sedang dikembangkan. Wilayah yang dipetakah adalah Lombok karena terdapat KEK Mandalika dan Lombok sedang dikembangkan untuk kawasan wisata halal. Dengan adanya Peta Wisata Lombok diharapkan potensi wisata yang terdapat di Lombok semakin dikenal oleh masyarakat luas. 68

71 11. Atlas Kemaritiman Regional Indonesia-Dunia Atlas Kemaritiman Regional Indonesia - Dunia memuat informasi yang berkaitan dengan Kemaritiman Indonesia mulai dari sejarah, kondisisaat ini, serta tantangan dan peluang kemaritiman Indonesia di masa yang akan datang. Informasi kemaritiman tersebut adalah penjabaran dari 7 (tujuh) pilar poros maritim dunia, yaitu identitas dan budaya maritim, tata kelola kelautan, ekonomi kelautan dan infrastruktur maritim, diplomasi maritim, pertahanan dan keamanan maritim, tata ruang kelautan dan lingkungan kelautan, serta pendidikan kemaritiman serta ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan. Terkait produk Atlas Kemaritiman dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37. Produk Atlas Kemaritiman Atlas Regional Indonesia disusun dari berbagai macam informasi yang ebrsumber dari walidata, sejalan dengan KSP. Atlas Kemaritiman Regional Indonesia-Dunia diharapkan dapat membuka wawasan para pihak tentang kemaritiman Indonesia. 69

72 12. Peta Digital Transportasi Perkotaan Terintegrasi Sistem transportasi perkotaan telah mengalami transformasi menuju era digital. Selaras dengan hal tersebut diperlukan peta digital transportasi khususnya di perkotaan dalam bentuk sistem informasi. Sistem informasi perkotaan menampilkan informasi terkat transportasi perkotaan di pulau Jawa yang tersebar di Kota Serang, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Alasan pemilihan adalah kompleksitas sarana dan prasarana transportasi yang ada. Informasi yang disajikan meliputi infrastruktur jalan, batas administrasi, dan Point of Interest (POI) yang terbagi menjadi beberapa kategori seperti transportasi, kuliner, hotel, kesehatan, dan lain-lain. Tampilan peta digital transportasi perkotaan dapat dilihat pada Gambar 38. Gambar 38. User interface Peta Digital Transportasi Perkotaan Terintegrasi Kelebihan dari sistem informasi transportasi yaitu adanya pencarian rute terbaik menggunakan angkutan umum untuk mengatasi masalah kemacetan. Salah satu alasan rendahnya penggunaan transportasi publik ditengarai adalah ketidakjelasan informasi. Dengan adanya sistem informasi transportasi ini diharapkan. 70

73 13. Model Atlas Tematik Penyajian model atlas rencana pembangunan untuk menyajikan informasi rencana pembangunan. Dukungan diberikan dalam bentuk gambaran keruangan dan kegiatan pembangunan khususnya di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan. Adapun isi kegiatan difokuskan dan dikaitkan dengan Program Nawa Cita. Isi atlas menyajikan kemajuan dan perkembangan pembangunan yang dilengkapi dengan narasi dan gambar lapangan. Terkait Altas Rencana Pembangunan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39. Produk Atlas Rencana Pembangunan Provinsi Jawa Tengah Manfaat atlas rencana pembangunan yaitu menjadi referensi sebaran rencana pembangunan dan kemajuan ayng telah dipakai. Model atlas ini dapat menjadi acuan dan lampiran agar sebaran rencana pembangunan tidak hanya tersaji secara naratif namun secara keruangan. 14. Peta Pendidikan Peta pendidikan dapat menjadi salah satu sarana pembelajaran bagi siswa, salah satunya adalah peta provinsi sebanyak 34 buah. Pemekaran wilayah administrasi yang cepat menjadi mendorong perubahan model peta. Gambar 40 menampilkan salah satu model peta pendidikan 71

74 Gambar 40. Model Peta Pendidikan Model peta pendidikan berisi informasi kewilayahan seluruh 34 provinsi format skala kecil (tinjau). Didalamnya tersaji informasi nama-nama toponim dasar seperti nama sungai, danau, dan perairan laut, nama kota kabupaten, kota penting terpilih, dan nama-nama kabupaten/kota berdasarkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Diharapkan model ini tidak hanya bermanfaat bagi dunia pendidikan tetapi dapat digunakan sebagai bagian dari pelaporan daerah dalam angka. 72

75 15. Atlas Bentanglahan Saat ini pembangunan wilayah kawasan Indonesia Timur gencar dilakukan pemerintah. Dukungan IG sangat dibutuhkan untuk menyajikan informasi yang komprehensif. BIG merespon kebutuhan tersebut dengan atlas bentang lahan Pulau Papua yang berisikan informasi bentang alam dan bentang budaya. Bentang alam yang berisikan fauna khas papua tersaji dengan baik. Atlas Bentanglahan Papua dapat dilihat pada Gambar 41. Gambar 41. Atlas Bentanglahan Papua Ketersediaan IGT Papua yang relatif minim, adanya Atlas Bentanglahan Papua diharapkan dapat menjawab kebutuhan tersebut. Atlas Bentanglahan Papua juga diharapkan dapat membantu percepatan penyelesaian DG kawasan timur dan secara tidak langsung terhadap penyelenggaraan KSP. Bagi perencanaan pembangunan, informasi dalam atlas ini bermanfaat sebagai salah satu bahan masukan pertimbangan pengembangan daerah berbasis lingkungan. 73

76 16. Peta Dinamika Sumberdaya Terpadu Wilayah Sungai Pengelolaan sumber daya alam wilayah sungai (WS)S terpadu merupakan indikator manajemen WS. Penyediaan IG SDA terpadu dalam jangka waktu terntentu dapat menjadi parameter untuk mengukur kinerja baik atau tidaknya manajemen WS. Selain itu, IG SDA terpadu dapat digunakan untuk analisis penataan ruang yang komprehensif dari perubahan laju konversi lahan, yang tidak hanya terpaku pada hutan maupun hutan mangrove saja. Pemetaan dinamika sumberdaya terpadu 4 (empat) wilayah sungai bertujuan untuk memperoleh IG dinamika sumberdaya terpadu (hutan/lahan/air/mineral) di 4 (empat) wilayah sungai. Pemetaan dinamika yang dimaksud adalah memandang elemen sumberdaya alam sebagai kesatuan yang terintegrasi, jadi secara teknis kegiatan ini merupakan gabungan pemetaan neraca sumberdaya alam yang meliputi elemen hutan, lahan, air dan mineral. Produk Pemetaan Dinamika Sumberdaya 4 (empat) wilayah sungai. Gambar 42. Produk Pemetaan Dinamika Sumberdaya 4 Wilayah Sungai Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan pemetaan neraca SDA pada seluruh kawasan Wilayah Sungai. Selain itu untuk melakukan analisis 74

77 spasial dinamika SDA terpadu untuk melihat hubungan antar elemen (hutan/lahan/air/mineral). 17. Atlas Overview Sumberdaya dan Lingkungan Penyusunan Atlas Overview Sumberdaya dan Lingkungan bertujuan untuk menyajikan potensi fisik, ekonomi, sosial, dan budaya, wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Penyajian potensi wilayah dalam bentuk atlas dapat menjadi jendela bagi masyarakat awam untuk mengenali potensi wilayah Indonesia secara lengkap. Atlas Overview menampilkan kombinasi peta, foto, infografis dan narasi. Atlas Overview dapat dilihat pada Gambar 43. Gambar 43. Atlas Overview Atlas overview diharapkan mendorong arah pembangunan yang sesuai potensi dan karakteristik suatu wilayah. Dengan pengenalan potensi dan karakteristik, strategi pembangunan tentunya akan lebih efektif dan dapat terlaksana dengan baik. 75

78 18. Dataset Dinamika SDA Lingkup Kabupaten/Kota Dataset dinamika SDA terpadu bertujuan untuk menyajikan data dan informasi neraca SDA (lahan dan hutan), sumber daya strategis (demografi, sosial dan ekonomi), analisis keterkaitan antar komponen sumber daya dan kesesuaiannya dengan arahan pola ruang. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 (tiga) satuan wilayah pengembangan (SWP) Provinsi Jawa Timur yang meliputi 12 Kabupaten/Kota. Pembagian geografisnya yaitu SWP Madiun dan sekitarnya (Kabupaten Magetan, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Ngawi, dan Kota Madiun), SWP Probolinggo- Lumajang (Kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Kota Probolinggo), serta SWP Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). 19. Integrasi Neraca Sumberdaya Alam Neraca Sumberdaya Alam adalah neraca yang disusun untuk mengetahui kuantitas awal sumberdaya yang dinyatakan dalam aktiva dan pemanfaatannya yang dinyatakan dalam pasiva dan saldo akhir cadangan sumberdaya dalam jangka waktu tertentu. Dengan NSDA, dapat diketahui potensi, pemanfaatan, serta seberapa banyak saldo sumberdaya yang belum termanfaatkan. Komponen neraca sumberdaya alam ini terdiri atas neraca spasial sumberdaya lahan, neraca spasial sumberdaya air, neraca spasial sumberdaya hutan, dan neraca spasial sumberdaya mineral dan batubara. Pada tahun 2016, kegiatan ini dilaksanakan dengan cakupan wilayah Pulau Kalimantan dan Sulawesi. 20. IG Tematik Desa Jawa Tengah Selama tahun 2016, BIG menginisiasi suatu sistem IG yang dapat mengakomodasi pemanfaatan IGT untuk analisis pembangunan yang ditujukan untuk menunjang program Desa Berdikari dalam bentuk Sistem Informasi Desa (SID). Program ini ditujukan untuk mendukung salah satu jenis desa berdikari, yaitu kerangka analisis Desa Mandiri Pangan dengan menyediakan IGT Desa yang dapat memberikan informasi terkait karakteristik pedesaan yang ada yang nantinya dapat di manfaatkan oleh masyarakat desa untuk menilai kelebihan dan kekurangan dari desanya. 76

79 Jawa Tengah merupakan proyek percobaan IG Tematik Desa yang di inisiasi oleh BIG. Dalam pelaksanaannya, pembuatan analisis tematik untuk mendukung program Desa Berdikari mengacu pada Pedoman Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah tahun Adapun keluaran dari kegiatan ini adalah hasil konsep analisis tematik yang ditujukan untuk program Desa Berdikari. 21. Pemetaan Penutup Lahan Nasional Skala 1: Pada tahun 2016, BIG berhasil mengintegrasikan data geospasial penutup lahan yang diselenggarakan oleh berbagai K/L/P terkait dengan Peta Integrasi IGT Satu Peta Penutup Lahan Nasional Skala 1: dan telah disepakati. Proses integrasi IGT penutup lahan sektoral ini menggunakan SNI Tahun 2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan, Bagian 1 (satu), Skala Kecil dan Menengah. Peta Penutup Lahan Nasional Skala 1: dapat dilihat pada Gambar 44. Gambar 44. Satu Peta Penutup Lahan Nasional Skala 1: Pembaharuan Peta Sistem Lahan Skala 1: Peta Sistem Lahan merupakan peta sumber daya alam yang mencakup berbagai data dan informasi yang dapat diturunkan menjadi peta tematik lainnya, sehingga kategori dari Peta Sistem Lahan adalah peta tematik 77

80 dasar. Peta Sistem Lahan terdiri dari satuan-satuan pemetaan lahan yang mengandung informasi karakteristik fisik lingkungan yang mencakup sifat fisik dan kimia tanah batuan dasar, iklim lokasi, penggunaan lahan dan vegetasi dominan, serta relief/morfologi permukaan lahan. Tahun 2016 dilakukan pemutakhiran peta sistem lahan Skala 1: wilayah Kalimantan pada Gambar 45. Gambar 45. Peta Sistem Lahan Skala 1: Wilayah Kalimantan Pembuatan peta ini bertujuan untuk mendukung perencanaan tata ruang, pengelolaan lingkungan dan pengurangan risiko bencana, serta evaluasi sumber daya lahan Kalimantan. Pemetaan Sistem Lahan yang diselenggarakan mengacu pada NSPK Pembaharuan Peta Sistem Lahan Skala 1: yang dibuat oleh BIG. 23. Pemetaan Sistem Lahan 1:50.00 Mengacu Pada NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1: Penyediaan Peta Sistem Lahan pada skala 1: merupakan salah satu prioritas dalam penyelenggaraannya karena manfaatnya dalam mendukung penyusunan dan evaluasi tata ruang, perencanaan, kebencanaan, pengolahan lingkungan hidup, dan evaluasi sumber daya alam. Peta Sistem lahan Skala 1: dapat dilihat pada Gambar

81 Gambar 46. Peta Sistem Lahan Skala 1: Pada tahun 2016 BIG telah menyelenggarakan pemetaan Sistem Lahan Skala 1: untuk wilayah Kalimantan Selatan. Seperti yang diketahui bahwa pemilihan lokasi Pulau Kalimantan didasari oleh arahan Presiden untuk memprioritaskan pengerjaan peta wilayah Kalimantan untuk mendukung kegiatan percepatan Kebijakan Satu Peta. Pemetaan Sistem Lahan Skala 1: tersebut selaras dengan NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1: yang dibuat oleh BIG pada tahun Pemetaan Penutup Lahan Skala 1: Tujuan dari Pemetaan Penutup Lahan Skala 1: adalah sebagai informasi pendukung dalam penataan ruang sehingga terwujud ruang wilayah nasional sesuai dengan Undang Undang. Adapun penyelenggaraan pemetaan tahun 2016 ini didasari oleh Agenda Nawacita yang mengacu pada Perpres No. 9 Tahun 2016 dimana kegiatan pembaharuan peta penutup lahan ini dilakukan di 3 (tiga) provinsi di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi kalimantan Timur kecuali Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Kalimantan Barat atau setara dengan 572 NLP. Penyelenggaran Pemetaan Penutup Lahan Skala 79

82 1: selaras dengan SNI Klasifikasi Penutup Lahan Tahun Peta Penutup Lahan Skala 1: dapat dilihat pada Gambar 47. Gambar 47. Peta Penutup Lahan Skala 1: Wilayah Kalimantan Timur Pemetaan Penutup Lahan Skala 1: di Pulau Kalimantan akan digunakan untuk mendukung kegiatan perencanaan pembangunan di Kalimantan, khususnya dalam menentukan arahan kebijakan maupun pengambilan keputusan terkait penataan ruang oleh para pemangku kepentingan dalam bidang perencanaan serta pengelolaan lingkungan hidup di level nasional mapun daerah. 25. Pemetaan Morfometri Bentang Lahan Skala 1: Informasi kemiringan lereng sebagai salah satu data tematik strategis sangat dibutuhkan di dalam sektor pembangunan. Hingga saat ini, ketersediaan data kemiringan lereng secara nasional baru tersedia pada skala 1: dan sebagian kecil wilayah telah terpetakan pada skala 1: dan 1: Pada tahun 2016, BIG meyelenggarakan pemetaan Morfometri yang dapat dilihat pada Gambar

83 Gambar 48. Peta Morfometri Bentanglahan Provinsi Kalimantan Timur untuk Klasifikasi Kehutanan Berdasarkan Gambar 46, fokus penyelenggaraan Pemetaan Morfometri Bentang Lahan meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Kalimantan Timur pada skala 1: Peta Morfometri ini nantinya dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan dalam bidang perencanaan, pengelolaan lingkungan hidup di level nasional mapun daerah. Dari segi kegiatannya, Pemetaan Morfometri Skala 1: belum mengacu pada dokumen rumusan kebijakan teknis disebabkan belum adanya dokumen rumusan kebijakan teknis yang secara khusu mengatur pemetaan morfometri skala menengah. 26. Pemetaan Multirawan Bencana Skala 1: Peta multirawan bencana berisi informasi mengenai jenis bencana yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan hasil kajian kerawanan bencana dan inventarisasi bencana dalam bentuk data ataupun peta. Pemetaan multirawan bencana di Indonesia sudah mulai dilakukan dengan berbagai skala pemetaan demi mendukung arahan kebijakan publik serta sebagai sarana mitigasi terhadap kemungkinan bencana tingkat nasional hingga 81

84 daerah. Pada tahun 2016, BIG menyelenggarakan pemetaan multirawan bencana di Aceh untuk mengkaji potensi bencana seperti tanah longsor, banjir, tsunami, gempa bumi, erupsi gunung api, dan kekeringan. Peta Multirawan Bencana yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 49. Gambar 49. Peta Multirawan Bencana Provinsi Aceh IGT Multirawan Bencana yang terintegrasi dapat mendukung proses mitigasi bencana dan dapat dijadikan acuan dalam perencanaan tata ruang berbasis kebencanaan. Dalam penyelenggaraannya, Pemetaan Multirawan Bencana skala 1: tahun 2016 mengacu pada NSPK Pemetaan Multirawan Bencana skala 1: yang juga disusun pada tahun yang sama. Dengan kata lain, penyelenggaraan pemetaan Pemetaan Multirawan Bencana skala 1: tahun 2016 sekaligus untuk menguji NSPK Pemetaan Multirawan Bencana skala 1:

85 27. Pemetaan Rawan Kebakaran Hutan Dan Lahan Skala 1: Pemetaan Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan skala 1: pada tahun 2016 mencakup wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan purwarupa pemetaan potensi kebakaran hutan dan lahan dari NSPK Pemetaan Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan Skala 1: Hasil pemetaan ini dapat digunakan sebagai peta tematik dasar penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang berisi informasi mengenai persebaran daerah yang berpotensi mengalami kebakaran disebabkan oleh aktivitas manusia di Provinsi Sumatera Selatan. Peta ini dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan dalam bidang perencanaan, pengelolaan lingkungan hidup di level nasional. Peta Multirawan Bencana Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 50. Gambar 50. Peta Multirawan Bencana Provinsi Aceh 28. Pemetaan Rawan Banjir Skala 1: Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan penanggulangan bencana diantaranya adalah sebelum terjadinya bencana, pada saat terjadinya bencana, dan sesudah terjadinya bencana. 83

86 Penyelenggaraan penanggulangan bencana sendiri meliputi: kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Kesiapsiagaan di sini bertujuan untuk memastikan upaya yang harus dilakukan dalam menghadapi kejadian bencana. Kesiapsiagaan dilakukan melalui penyusunan data dan informasi yang akurat, pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana dan penyiapan lokasi evakuasi. Salah satu implementasi kesiapsiagaan adalah Penyiapan Peta Rawan Banjir sebagai acuan pengurangan risiko bencana. Penyelenggaraan Pemetaan Rawan Banjir ini mengacu pada NSPK Pemetaan Rawan Banjir Skala 1: yang dibuat oleh Badan Informasi Geospasial tahun Pemetaan Rawan Banjir Tahun 2016 diselenggarakan pada 50 Kabupaten /Kota yang tersebar di 11 Provinsi di Indonesia, meliputi: Sumatera Utara: Kabupaten Batubara, Asahan, Labuan Batu Utara, Labuan Abtu, Labuan Batu Selatan dan Kota Tanjung Balai Bengkulu: Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Seluma dan Kota Bengkulu Jawa Barat: Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Tasikmalaya dan Kota Banjar Garut, Kota Nusa Tenggara Barat: Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Barat Kalimantan Barat: Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Bengkayang, Kubu Raya, dan Kota Singkawang Kalimantan Selatan: Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut Sulawesi Tenggara: Kabupaten Bombana, Muna, Buton Utara, Buton dan Kota Baubau Gorontalo: Kabupaten Boalemo, Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Pahuwato Sulawesi Selatan: Kabupaten Buukumba, Enrekang, Luwu, Sopeng dan Kota Palopo 84

87 Maluku: Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur Maluku Utara: Kabupaten Halahera Utara dan Pulau Morotai Gambar 51. Peta Rawan Bajir Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara Gambar 51 merupakan hasil pemetaan yang dilakukan BIG pada Tahun 2016 yang dilakukan di Sumatera Utara. 29. IGT Perizinan Sektoral Fokus area kegiatan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNPSDA) Sektor Kehutanan Dan Perkebunan, salah satunya adalah penitikberatan tata perizinan perkebunan dan kehutanan. Khusus pada fokus area ini Badan Informasi Geospasial (BIG) berperan dalam mengadopsi tata laksana kebijakan satu peta untuk menyusun database spasial data perizinan (sistem informasi perijinan) sektor perkebunan. Kegiatan ini dilaksanakan di 12 Provinsi pada tahun Selama penyelenggaraannya, BIG secara aktif terlibat dalam kegiatan lapangan maupun pertemuan koordinasi dan supervisi yang diadakan di keduabelas daerah tersebut. Sesuai dengan target percepatan kebijakan satu peta tahun 2016, seluruh provinsi di Kalimantan tercover dalam kegiatan ini kecuali 85

88 Provinsi Kalimantan Selatan. Sampai saat ini, telah dilaksanakan kegiatan koordinasi dan supervisi di 11 Provinsi. Lokasi kegiatan IGT perizinan dapat dilihat pada Gambar 52. Gambar 52. lokasi kegiatan IGT Perizinan Sektoral. Gambar 52. merupakan peta lokasi kegiatan dimana IGT Perizinan Sektoral diselenggarakan. Penyelenggaraan IGT Perizinan Sektoral berhasil mencapai kesepakatan mengenai standar basis data untuk peta izin lokasi yang diterbitkan oleh daerah pada level Kelompok Kerja IGT Perizinan Sektoral. 3.5 Evaluasi Capaian SS03 Meningkatnya Kepuasan Pengguna Produk BIG Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tolak ukur guna melihat sejauh mana layanan yang diberikan BIG tersampaikan dengan baik. Adapun capaiannya di ukur dengan IKSS Indeks kepuasan pengguna terhadap produk BIG dengan target 4 dari skala likert 1-5. Inisiatif yang dilakukan adalah melakukan survei lapangan untuk wawancara secara langsung, pengisian kuesioner, survei online melalui dan website dengan kuesioner khusus. Secara garis besar responden terbagi menjadi dua, yaitu pihak eksternal dan pihak internal. Pihak eksternal yang dimaksud adalah pengguna produk/layanan jasa IG di luar BIG. Sedangkan pihak eksternal adalah Pusat di lingkungan BIG yang menggunakan/memanfaatkan produk IG yang dihasilkan pusat lain di lingkungan BIG. Responden tersebar secara geografis ke dalam 4 (empat) kota, yaitu: Jakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Yogyakarta. Adapun tujuan kegiatan ini adalah: 86

89 1. Mengetahui kualitas produk dan layanan IG yang dihasilkan oleh BIG 2. Mengetahui ekspektasi dan persepsi pengguna IG 3. Menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pengguna IG 4. Mengukur Indeks Kepuasan Pengguna (Customer Satisfaction Index /CSI) secara agregat. 5. Sebagai pedoman penyusunan rencana dan strategi (strategy and action plan) perbaikan kinerja secara menyeluruh pada periode berikutnya. 6. Membangun komunikasi internal agar setiap orang tahu apa yang harus mereka kerjakan. Pengukuran terhadap kepuasan pengguna produk dan layanan BIG dilakukan dengan tiga jenis survey yaitu survei lapangan, survei online dan survei internal. Berikut adalah penjabaran lebih rinci terkait pelaksanaan masing-masing survei. 1. Survei lapangan Survei lapangan adalah survei yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung maupun pengisian kuesioner yang dilaksanakan di daerah Jakarta, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat. Survei lapangan dilakukan untuk menentukan indeks survei lapangan yang diukur melalui 10 indikator. Capaian indeks survei lapangan sebesar 3,76 (B atau Baik). Walaupun masuk kategori baik, sebanyak 82 orang dari 637 responden mengalamih masalah/kendala terkait produk dan layanan IG. Pemetaan masalah/kendala dapat dilihat pada Gambar

90 Masalah/kendala terkait produk dan layanan BIG (Survey Lapangan) Akses website Komunikasi Prosedur yang berlaku Informasi produk BIG Kelengkapan dan kualitas data BIG Petugas 12 Lain-lain Gambar 53.Kendala terkait produk dan layanan BIG berdasarkan hasil survei lapangan Berdasarkan gambar 53, mayoritas responden terkendala terkait kelengkapan dan kualitas data BIG sebanyak 30 responden. Sebanyak 15 responden terkait akses website. Sebanyak 14 responden terkendala prosedur yang berlaku. Sebanyak 12 responden terkendala informasi produk BIG. Sebanyak 5 responden terkendala petugas pelayanan. Sebanyak 4 responden terkendala lain-lain, serta sebanyak 2 responden terkendala komunikasi. Atas masalah/kendala yang teridentifikasi, disusun saran/rekomendasi terhadap pengembangan produk dan peningkatan BIG secara keseluruhan. Pertama, rekomendasi/saran terkait pengembangan produk secara garis besar terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu: (i) terkait layanan jasa BIG sebanyak 8 saran/rekomendasi perbaikan, (ii) terkait produk BIG sebanyak 12 saran/rekomendasi perbaikan, dan (iii) portal sebanyak 3 saran/rekomendasi perbaikan. Kedua, rekomendasi/saran terkait peningkatan BIG secara garis besar terbagi menjadi 4 (empat), yaitu: (i) terkait layanan jasa BIG sebanyak 12 saran/rekomendasi, (ii) terkait produk BIG sebanyak 7 saran/rekomendasi, (iii) terkait portal sebanyak 7 (tujuh) saran/rekomendasi, dan terkait fasilitas sebanyak 1 (satu) saran/rekomendasi. Lebih detil terkait hasil survei lapangan, dapat dilihat pada Lampiran 2. 88

91 2. Survei online Survei online adalah survei yang dilakukan dengan media internet, baik melalui maupun website dalam bentuk digital. Kuesioner untuk survei online di desain khusus. Survei online dilakukan untuk menentukan indeks survei online yang diukur melalui 7 (tujuh) indikator. Capaian indeks survei online sebesar 3,59 (B atau Baik). Berdasarkan hasil capaian tersebut ditentukan nilai indikator kepentingan untuk mengetahui 3 (tiga) dari 7 (tujuh) indikator penting dalam peningkatan kepuasan pengguna. Setelah diketahui 3 (tiga) indikator paling penting, maka dilakukan analisis kesenjangan antara indeks per indikator terhadap kinerja untuk mengetahui indikator mana yang memerlukan perbaikan. Terkait survei online, terdapat 3 (tiga) indikator yang perlu dilakukan perbaikan. Lebih detil terkait hasil survei online, dapat dilihat pada Lampiran Survei internal Survei internal adalah survei yang dilakukan terhadap Pusat-Pusat di lingkungan BIG yang menggunakan IG dari Pusat-Pusat lain dalam lingkup BIG. Survei internal dilakukan untuk menentukan indeks internal yang diukur melalui 5 (lima) indikator. Capaian indeks survei internal sebesar 3,33 (B atau Baik). Berdasarkan hasil capaian tersebut ditentukan nilai indikator kepentingan untuk mengetahui 3 (tiga) dari 5 (lima) indikator paling penting untuk meningkatkan kepuasan pengguna. Setelah diketahui 3 (tiga) dari 5 (lima) indikator paling penting, maka dilakukan analisis kesenjangan antara indeks per indikator terhadap kinerja guna mengetahui indikator mana yang memerlukan perbaikan. Terkait survei internal, terdapat 3 (tiga) indikator yang memerlukan perbaikan. Lebih detil terkait hasil survei internal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Indeks yang diapatkan dari masing-masing survey kemudian diformulasikan untuk mendapatkan indeks kepuasan pengguna produk dan layanan BIG. Gambar 54 memperlihatkan kerangka penentuan indeks kepuasan pengguna BIG 89

92 Survey Lapangan (3,76) Survey Online (3,59) 10/17% 7/17% Indeks Eksternal (3,69) Indeks BIG (3,51) Survey Internal Indeks Iternal (3,33) Gambar 54. Kerangka penentuan indeks BIG Berdasarkan Gambar 54. hasil dari survei kepuasan pengguna produk dan layanan BIG dibentuk berdasarkan indeks eksternal sebesar 3,69 dan indeks internal sebesar 3,33. Indeks eksternal didapatkan melalui dua cara, yaitu survei lapangan dan survei online. Sedangkan indeks internal didapatkan melalui survei internal Pusat-Pusat di lingkungan BIG. Kemudian indeks BIG dipetakan kedalam Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik penilaian hasil survey kepuasan pengguna No. Interval Indeks Kepuasan Pelanggan Mutu Pelayanan Kinerja pelayanan publik 1. 1,00 2,00 D Tidak baik 2. 2,00 3,00 C Kurang baik 3. 3,00 4,00 B Baik 4. 4,00 5,00 A Sangat baik Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa indeks kepuasa pengguna produk dan layanan BIG sebesar 3,51 dibawah target sebesar 4 (empat). Namun, dinilai dari kinerja pelayanan publik, BIG berada pada kategori Baik. Walaupun demikian, masih terdapat masukan-masukan perbaikan yang disarankan baik pihak eksternal maupun internal, yaitu meningkatkan kemudahan prosedur dan persyaratan dalam mendapatkan produk dan jasa. 90

93 1. Meningkatkan kualitas produk/jasa. 2. Meningkatkan kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan pelayanan dari sesama satker. 3. Meningkatkan kecepatan dan responsiveness dalam memberikan pelayanan. Berdasarkan masukan di atas, terdapat hal yang dapat menjadi rekomendasi perbaikan, yaitu: 1. Melakukan reviu prosedur dan persyaratan dalam memperoleh pelayanan dan produk BIG, baik untuk pelanggan eksternal maupun internal. 2. Menerapkan service level agreement dalam memberikan produk dan layanan. 3. Meningkatkan kompetensi dan motivasi serta paradigma melayani. 4. Bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan produk. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas SDM IG di daerah. 5. Pengembangan sertifikasi SDM IG. 6. Pengembangan pelayanan satu pintu. 7. Pemanfaatan media sosial sebagai sarana komunikasi dan informasi serta sarana penyampaian saran dan keluhan. 3.6 Evaluasi Capaian SS04 Tersedianya Kebijakan yang Relevan dengan Kebutuhan Penyelenggaraan Informasi Geospasial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, penyelenggaraan IG nasional perlu didukung oleh infrastrukur. Infrastruktur yang dimaksud terdiri atas beberapa hal, salah satunya adalah kebijakan. Cakupan kebijakan BIG meliputi pengumpulan DG, pengolahan DG dan IG, penyimpanan DG dan pengamanan IG, penyebarluasan DG dan IG, serta penggunaan IG. Berdasarkan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, pembangunan infrastruktur dilakukan oleh Badan. Amanat regulasi kemudian ditindaklanjuti oleh BIG sebagai lembaga 91

94 pemerintahan yang berwenang dalam penyelenggaraan IG. Tindak lanjut tersebut di representasikan oleh SS04 Tersedianya kebijakan yang Relevan dengan Kebutuhan Penyelenggaraan Informasi Geospasial. Sasaran strategis tersebut diukur dengan IKSS04 Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan IG dibanding total kebijakan yang dibuat. Capaian IKSS04 dapat dilihat pada Gambar 55. Capaian IKSS04 120% 100% 100% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Target Realisasi Gambar 55. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS01 Berdasarkan Gambar 55, realisasi IKSS04 sebesar 100% sama dengan target sebesar 100%. Capaian IKSS04 sebesar 100% atau dapat dikatakan sangat baik. Dari 42 kebijakan penyelenggaraan IG yang disusun terbagi kedalam beberapa jenis seperti Gambar 56. Jenis Kebijakan Penyelenggaraan IG RSNI SNI SOP Kebijakan Gambar 56. Jenis kebijakan penyelenggaraan IG Tahun

95 Berdasarkan gambar 56 diatas, SOP merupakan jenis kebijakan yang dibuat sebanyak 21 SOP (50% dari total kebijakan). Kedua, sebanyak 14 kebijakan (33,3%) terdiri dari Peraturan Kepala, Rencana Peraturan Kepala, Kebijakan Strategis, dll. Ketiga yaitu RSNI sebanyak 4 (empat) RSNI atau sebesar 9,5%. Terakhir yaitu SNI sebanyak 3 SNI yang didukung atau sebesar 7,1%. Detil mengenai kebijakan yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyediaan regulasi penyelenggaraan IG telah menjadi indikator kinerja sejak tahun 2011 sampai dengan Gambar 57 menunjukkan perbandingan antara target dan realisasi 5 (lima) tahun terakhir dari tahun 2012 sampai dengan 2016 terkait penyediaan kebijakan penyelenggaraan IG. Kebijakan Penyelenggaraan IG Target Realisasi Gambar 57. Jumlah kebijakan penyelenggaraan IG Berdasarkan Gambar 57. Jumlah kebijakan IG yang dihasilkan dari tahun 2012 sampai dengan 2014 cenderung fluktuatif. Sempat mengalami peningkatan dari 23 kebijakan pada tahun 2012 menjadi 33 kebijakan pada tahun 2013, namun kembali menurun pada tahun Terhitung sejak 2014 hingga 2016, jumlah kebijakan penyelenggaraan IG mengalami tren peningkatan. Walaupun mengalami fluktuasi dari perspektif kuantitas, namun dalam capaian kinerja penyediaan kebijakan IG dalam 5 (lima) tahun terakhir cenderung stabil. Lebih detil mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar

96 % capaian kinerja penyediaan kebijakan penyelenggaraan IG 114% 112% 110% 108% 106% 104% 102% 100% 98% 96% 94% 92% 112.5% 100% 100% 100% 100% Gambar 58. Persentase capaian kinerja penyediaan kebijakan penyelenggaraan IG Berdasarkan Gambar 58, sejak tahun 2012 hingga 2014 capaian kinerja stabil di angka 100%. Dari tahun 2014 sampai dengan 2015 mengalami peningkatan sebesar 12,5 poin menjadi 112,5%. Pada tahun 2016, persentase capaian kembali ke angka 100%. Penurunan capaian kinerja penyediaan kebijakan penyelenggaraan IG antara tahun 2015 ke tahun 2016 terjadi karena perubahan indikator. Pada tahun 2016, indikator yang digunakan adalah rasio ketersediaan terhadap kebutuhan. Sedangkan IKSS yang digunakan sebelum tahun 2016 tidak menggunakan rasio atau hanya menghitung jumlah produksi kebijakan. 3.7 Evaluasi Capaian SS05: Terselenggaranya Informasi Geospasial Sesuai Standar Nasional Sasaran strategis 5 merupakan upaya dalam mewujudkan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan melalui standardisasi penyelenggaraan IG. Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tentang Informasi Geospasial, penyelenggaraan IG meliputi: 1. Pengumpulan data geospasial (DG). 2. Pengolahan (meliputi pemrosesan DG dan penyajian IG) DG dan IG. 3. Penyimpanan dan pengamanan DG dan IG. 94

97 4. Penyebarluasan DG dan IG, dan 5. Penggunaan IG. Berdasarkan kelima komponen penyelenggaraan IG diatas, standar diberlakukan terhadap setiap komponen tersebut. 1. Standar pengumpulan DG: a. Sistem referensi geospasial, dan b. Jenis, efinisi, kriteria, dan format data. 2. Standar pemrosesan DG a. Sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional, dan b. Format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan IG lain. 3. Standar penyajian IG a. Tabel informasi berkoordinat. b. Peta cetak, baik dalam bentuk lembaran maupun buku atlas. c. Peta digital. d. Peta interaktif, termasuk yang dapat diakses melalui teknolgi informasi dan komunikasi. e. Peta multimedial. f. Bola dunia, atau g. Model tiga dimensi. 4. Standar penyimpanan dan pengamanan a. Sesuai standar prosedur penyimpanan dan mekanisme penyimpanan untuk pengarsipan DG dan IG yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan, dan b. Dilakukan menggunakan media penyimpanan elektronik atau cetak. 5. Standar penyebarluasan: standar pelayanan minimal untuk penyebarluasan IG yang diselenggarakan Berdasarkan amanat Undang-Undang No.4/2011 tentang IG, BIG menuangkan kedalam sasaran strategis Terselenggaranya Informasi Geospasial Sesuai Standar Nasional yang capaiannya diukur dengan indikator Rasio IG yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga/Pemda yang tidak sesuai standar dibanding total IG yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga/Pemda 95

98 dengan target 30%. Dengan jenis target minimize, realiasi dikatakan baik jika total penyelenggaraan IG K/L/P selama 2016, tidak lebih dari 30% yang tidak mengikuti standar berlaku. Selama tahun 2016, kepatuhan terhadap standar dilakukan BIG dalam rangka implementasi Kebijakan Satu Peta. Locus KSP pada tahun 2016 adalah wilayah Kalimantan. BIG melakukan integrasi terhadap 78 IG tematik di atas peta Rupabumi Indonesia skala 1: Diketahui bahwa sebanyak 15 IGT tidak dapat terintegrasi atau dapat dikatakan tidak sesuai standar. Capaian kinerja terkait IKSS05 dapat diihat pada Gambar 59. Capaian IKSS05 35% 30% 30% 25% 20% 18% 15% 10% 5% 0% Target Realisasi Gambar 59. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS05 Berdasarkan Gambar 59, realisasi IKSS05 sebesar 18% melebihi target sebesar 30%. Capaian IKSS05 sebesar % atau dapat dikatakan sangat baik. Terkait sebanyak 18% IG yang tidak sesuai standar adalah sebagai berikut: 1. Peta Hak Guna Usaha, minimal pada skala 1: Peta Hak Pengelolaan, minimal pada skala 1: Peta Hak Guna Bangunan, minimal pada skala 1: Peta Perda Tanah Ulayat, minimal pada skala 1: Peta Izin Lokasi, minimal pada skala 1: Peta PP RTRWN skala 1: Peta Rinci Wilayah Pertahanan skala 1: Peta RZWP3K Provinsi skala 1:

99 9. Peta Bagian RZWP3K skala 1: Peta Rencana Tata Ruang Laut Nasional skala 1: Peta Jaringan Serat Optik, skala 1: Peta Jalan Nasional, Jalan Tol, Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten skala 1: Peta Lahan Sawah skala 1: Peta Batas Administrasi Desa/kelurahan skala 1: Peta kawasan Cagar Budaya skala 1: Terkendalanya integrasi IGT kemudian dianalisis menggunakan diagram tulang ikan untuk mengetahui akar permasalahan pada Gambar 60. Belum di kaji secara menyeluruh Anggaran KSP di buat setelah tahun penganggaran berjalan Permintaan IGT variatif dan dinamis Belum ada standar biaya yang komprehensif terkait penyelenggaraan IGT K/L/P Belum ada standar biaya yang komprehensif terkait penyelenggaraan IGT K/L/P Tidak terintegrasinya 15 IGT Kurangnya kuantitas SDM IG Nasional Kurangnya sebaran SDM IG di K/L/P Tumpang tindih regulasi nasional SDM IG Regulasi Gambar 60. Analisis akar permasalahan tidak terintegrasinya 15 IGT Berdasarkan Gambar 60 tentang analisis akar permasalahan, menyoroti akar permasalahan tumpang tindih regulasi merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi. Tumpang tindih regulasi terjadi antara Kementerian/Lembaga Pusat dengan Instansi/Dinas terkait di daerah, antar Kementerian/Lembaga Pusat, maupun internal Kementerian/Lembaga Pusat dan/atau internal Instansi/Dinas terkait Daerah. Berdasarkan akar permasalahan tersebut, BIG merumuskan rekomendasi yang dituangkan pada Tabel

100 Tabel 11. Rekomendasi solusi akar masalah IKSS05 No Akar Permasalahan Rekomendasi solusi Rekomendasi solusi tahun sebelumnya (Jika ada) Alasan kegagalan rekomendasi solusi tahun sebelumnya Rekomendasi final 1. Tumpang tindih regulasi Melakukan koordinasi dalam harmonisasi peraturan Perundang- Undangan terkait penyelenggar aan IG Tidak ada Tidak ada Melakukan koordinasi dalam harmonisasi peraturan Perundang- Undangan terkait penyelenggar aan IG 2. Kurangnya kuantitas SDM IG nasional Melakukan redistribusi SDM IG berdasarkan kebutuhan dan kompetensi Tidak ada Tidak ada Melakukan redistribusi SDM IG berdasarkan kebutuhan dan kompetensi 3. Permintaan IGT variatif dan dinamis Melakukan analisis kebutuhan IGT serta realokasi anggaran sesuai kebutuhan prioritas nasional Tidak ada Tidak ada Melakukan analisis kebutuhan IGT serta realokasi anggaran sesuai kebutuhan prioritas nasional 4. KSP dibuat setelah tahun penganggara n dibuat Melakukan revisi anggaran Tidak ada Tidak ada Melakukan revisi anggaran 98

101 3.8 Evaluasi Capaian SS06 Terkendalinya Kebijakan Penyelenggaraan Informasi Geospasial Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, terdapat beberapa kebijakan yang diatur terkait penyelenggaraan IG nasional. Pertama, Pasal 19 Undang-Undang 11/2014 menyatakan bahwa IGT yang dibuat harus mengacu pada IGD. Pasal 22 Undang-Undang 11/2014 menyatakan bahwa penyelenggaraan IGD dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Informasi Geospasial. Dengan kata lain, setiap penyelenggara IGT di Indonesia, wajib mengacu pada IGD yang dikeluarkan oleh BIG. Kedua, berdasarkan Pasal 53 Undang-undang 11/2014 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib memfasilitasi pembangunan infrastruktur IG untuk memperlancar penyelenggaraan IG. Bentuk infrastruktur sendiri terdiri dari kelembagaan, teknologi, standar, dan sumber daya manusia. Berdasarkan pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, kebijakan terdiri atas kebijakan IG nasional, kebijakan IG Instansi Pemerintah dan kebijakan IG Pemerintah Daerah. Salah satu bentuk kebijakan IG nasional adalah rencana aksi penyelenggaraan IG nasional yang ditetapkan kepala Badan. Untuk mengakomodir kedua hal tersebut, maka dirumuskan sasaran strategis Terkendalinya Kebijakan Penyelenggaraan Informasi Geospasial Nasional. Capaian terhadap sasaran tersebut diukur dengan dua indikator yang masingmasing akan dijelaskan sebagai berikut 1. Indikator Jumlah Rencana Kerja Bidang IG Kementerian/Lembaga Terkait dan Pemda yang mengacu pada Rencana Aksi Nasional (RAN) penyelenggara IG Rencana aksi nasional penyelenggaraan IG pada tahun 2016 difokuskan pada KSP. Seperti diketahui, dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: memberikan mandat bagi Kementerian/Lembaga untuk menyelenggarakan IGT untuk mendukung pembangunan nasional dan mewujudkan Nawa Cita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana aksi nasional penyelenggaraan IG 2016 adalah pelaksanaan KSP. 99

102 Penyelenggaraan KSP 2016 wilayah Kalimantan untuk menyelesaikan 85 tema. Namun dari 85 tema menurut Perpres No.9/2016. Pada implementasinya, 7 (tujuh) tema diantaranya tidak tersedia di Kalimantan, sehingga menyisakan 78 tema. Dari 78 tema yang diselenggarakan, perlu dilakukan pemetaan apakah tema tersebut terselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga yang menjadi penanggung jawab. Penyelenggaraan tema KSP dan menjadi walidata salah satu tema KSP menunjukkan bahwa rencana kerja bidang IG K/L terkait telah mengacu kepada RAN penyelenggaraan IG Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ke 78 tema telah diselenggarakan oleh 18 Kementerian/Lembaga terkait. Berikut adalah rincian dari 18 K/L terkait penyelenggaraan 78 tema KSP: 1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) 3. Badan Pusat Statistik (BPS) 4. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 5. Kementerian Dalam Negeri 6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7. Kementerian Pertahanan 8. Kementerian Perhubungan 9. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 10. Kementerian Luar Negeri 11. Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan 12. Kementerian Perindustrian 13. Kementerian Pertanian 14. Kementerian Komunikasi dan Informatika 15. Kementerian Kelautan dan Perikanan 16. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 17. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 18. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Berdasarkan data di atas, maka dapat diberbandingkan antara target dan realisasi IKSS06 seperti pada Gambar

103 Capaian IKSS Target Realisasi Gambar 61. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS06 Berdasarkan Gambar 61, realisasi IKSS06 sebesar 18 Rencana Kerja K/L sama dengan target sebanyak 18 rencana kerja K/L/ Capaian IKSS06 sebesar 100% atau dapat dikatakan sangat baik. Lebih detil terkait IG yang diselenggarakan masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran Indikator Rasio Penyelenggaraan IGT oleh Kementerian/Lembaga/Pemda yang mengacu pada IGD dibanding total IGT Kementerian/Lembaga/Pemda Peraturan Presiden (Perpres) No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: yang diselenggarakan oleh K/L/P dijadikan pedoman sebagai tolak ukur terselenggaranya IGT yang mengacu pada IGD. Terdapat dua penilaian yang dijadikan dasar dalam pengukuran rasio IGT yang mengacu pada IGD dibanding total IGT. Pertama, jumlah penyelenggaraan IGT oleh DBIGT. Kedua, penyelenggaraan IGT oleh K/L/P. Keduanya dilaksanakan dalam rangka implementasi KSP. Internal DBIGT menyelenggarakan IGT sebanyak 25 tema pada tahun Dari 25 tema tersebut, sebanyak 21 tema telah diselenggarakan sesuai dengan regulasi, kebijakan, maupun standar untuk mendukung KSP. Berikut adalah daftar IGT yang diselenggarakan DBIGT: 101

104 1. Informasi Geospasial Tematik Desa Jawa Tengah 2. Pemetaan Penutup lahan Nasional Skala 1: Pemetaan Potensi Pengembangan Lahan(RDA) Skala 1: Pemetaan IGT Perdesaan Skala 1: Lombok 5. Pembaharuan Peta Sistem Lahan Skala 1: Pemetaan Sistem Lahan Skala 1: Pemetaan Penutup Lahan Skala 1: Pemetaan Morfometri bentang lahan Skala 1: Pemetaan Karakteristik Oseanografi Perairan Dangkal Skala 1: Pemetaan Ekosistem Pesisir Mangrove Skala 1: Pemetaan Sumber Daya Alam Pulau Kecil Skala 1: Pemetaan Multirawan Bencana Skala 1: Pemetaan Potensi Pembakaran Hutan dan Lahan Skala 1: Pemetaan Rawan Banjir Skala 1: IGT Perijinan Sektoral 16. Peta NKRI dan Kewilayahan 17. Atlas Kemaritiman Regional Indonesia-Dunia 18. Peta Digital Transportasi Perkotaan Terintegrasi 19. Model Atlas Tematik (Atlas Pembangunan) 20. Peta untuk Pendidikan 21. Atlas Bentanglahan 22. Peta Dinamika Sumberdaya Terpadu Wilayah Sungai 23. Atlas Overview Sumberdaya dan Lingkungan 24. Dataset Dinamika SDA Lingkup Kabupaten/Kota 25. Integrasi Neraca Sumberdaya Alam Penyelenggaraan tema oleh K/L/P, target integrasi IGT darat/tematik laut/kebencanaan dan perubahan iklim difokuskan pada Pulau Kalimantan yang merupakan wilayah prioritas dalam pelaksanaan KSP. Jumlah dukungan program pembangunan nasional berjumlah 85 tema dengan IGT terinventarisasi berjumlah 78 tema. Tema yang tidak terinventarisasi merupakan tema yang secara khusus tidak tersedia di pemetaan Pulau Kalimantan. Berikut adalah 7 (tujuh) tema yang tidak diikutsertakan dalam inventarisasi: 102

105 1. Peta Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), minimal pada skala 1: Peta Sebaran Jaringan Rel dan Stasiun KA skala 1: Peta Sebaran Lokasi Sabo DAM skala 1: Peta Air Tanah skala 1: Peta Kawasan rawan Bencana Gunung Api skala 1: Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami skala 1: Peta Zonasi Kawasan Konservasi Perairan skala 1: Sebanyak 63 tema dari 78 tema yang tervinventarisir berhasil di integrasikan. Sementara sebanyak 15 tema tidak dapat diintegrasikan. Terkait 63 tema yang berhasil diintegrasikan dapat dilihat lebih detil pada Lampiran 4. Berikut 15 tema yang tidak dapat diintegrasikan: 1. Peta Hak Guna Usaha, minimal pada skala 1: Peta Hak Pengelolaan, minimal pada skala 1: Peta Hak Guna Bangunan, minimal pada skala 1: Peta Perda Tanah Ulayat, minimal pada skala 1: Peta Izin Lokasi, minimal pada skala 1: Peta PP RTRWN skala 1: Peta Rinci Wilayah Pertahanan skala 1: Peta RZWP3K Provinsi skala 1: Peta Bagian RZWP3K skala 1: Peta Rencana Tata Ruang Laut Nasional skala 1: Peta Jaringan Serat Optik, skala 1: Peta Jalan Nasional, Jalan Tol, Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten skala 1: Peta kawasan Cagar Budaya skala 1: Peta Lahan Sawah skala 1: Peta Batas Administrasi Desa/kelurahan skala 1:

106 Penyelenggaraan IG terkait KSP, baik dari internal BIG maupun K/L/P digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan rasio realisasi IKSS 7. Penyelenggaraan internal sendiri didapatkan angka 21/25 (21 penyelenggaraan IG BIG yang mengacu terhadap total penyelenggaraan IG BIG sebanyak 25). Sedangkan penyelenggaraan eksternal, didapatkan angka 63/78 (63 penyelenggaraan IG K/L/P yang mengacu terhadap total penyelenggaraan IG K/L/P dalam rangka KSP sebanyak 78). Jika di formulasikan, maka total penyelenggaraan IG (internal BIG dan K/L/P) yang mengacu sebanyak 84 tema terhadap total penyelenggaraan IG (internal BIG dan K/L/P) sebanyak 103. Capaian terkait IKSS07 dapat dilihat pada Gambar 62. Capaian IKSS07 84% 82% 80% 78% 76% 74% 72% 70% 68% 66% 64% 70% Target 81.6% Realisasi Gambar 62. Perbandingan antara target dan realisasi IKSS07 Berdasarkan Gambar 62, realisasi IKSS07 sebesar 81.6% melebihi target sebesar 70%. Dengan kata lain, capaian IKSS07 sebesar 116.7% atau dapat dikatakan sangat baik. Program KSP dengan fokus di Pulau Kalimantan ini merupakan program baru, sehingga kinerjanya tidak dapat diperbandingkan dengan tahun sebelumnya. 3.9 Evaluasi Capaian SS07 Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Sesuai Roadmap Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) Gelombang III Reformasi Birokrasi (RB) merupakan salah satu program nasional dalam rangka perbaikan tata kelola instansi pemerintah. Saat ini RB telah memasuki 104

107 gelombang III dengan sasaran terwujudnya birokrasi berbasiskan kinerja (performance-based bureaucracy). Penilaian RB dibentuk oleh 2 (dua) kriteria yaitu kriteria pengungkit dengan bobot 60% dan kriteria hasil dengan bobot sebesar 40%. Detil komponen nilai RB dari masing-masing kriteria dapat dilihat pada Gambar 63. Kapasitas dan akuntabilitas organisasi (20%) Kriteria hasil (40%) Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (10%) Kualitas pelayanan publik (10%) Kriteria pengungkit (60%) Penataan dan penguatan organisasi (6%) Penataan peraturan perundangundangan (5%) Penataan tatalaksana (5%) Penguatan akuntabilitas (6%) Penataan sistem manajemen SDM (15%) Penguatan pengawasan (12%) Peningkatan kualitas layanan publik (6%) Manajemen perubahan (5%) Gambar 63. Komponen nilai Reformasi Birokrasi Berdasarkan gambar 63, kriteria pengungkit terbagi kedalam 8 (delapan) komponen atau biasa disebut dengan 8 (delapan) area perubahan dengan bobot yang variatif. Komponen pembentuk kriteria pengungkit tersebut diurutkan berdasarkan besaran bobot dari yang terbesar hingga yang terkecil. Komponen penataan manajemen SDM (15%). Komponen penguatan pengawasan (12%). Komponen kualitas layanan publik serta komponen Penataan dan penguatan organisasi (masing-masing 6%). Komponen manajemen perubahan, komponen penataan tata laksana dan komponen penataan peraturan perundang-undangan (masing-masing 5). Sedangkan komponen pembentuk kriteria hasil terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu komponen kapasitas dan akuntabilitas organisasi (20%). Komponen Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta komponen Kualitas Pelayanan Publik (10%). Berdasarkan hasil analisis, didapati bahwa tren nilai Reformasi Birokrasi BIG terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Detil peningkatan nilai RB BIG dapat dilihat pada Gambar

108 Nilai RB BIG Kriteria Pengungkit (40%) Kriteria Hasil (60%) Nilai RB BIG Gambar 64. Tren nilai Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Berdasarkan Gambar 64, tren nilai RB BIG terus mengalami peningkatan dalam 3 (tiga) tahun terakhir, hal tersebut tidak terlepas dari peningkatan dua kriteria yang membentuk. Pada tahun 2014, nilai RB BIG sebesar 47,33 (CC) yang dibentuk oleh 23,37 nilai kriteria pengungkit dan 24,36 kriteria hasil. Tahun 2015 nilai RB BIG meningkat sebanyak 12,88 poin menjadi 60,61 (B) yang dibentuk oleh kriteria pengungkit sebesar 33,97 poin dan kriteria hasil sebesar 26,64. poin Peningkatan terakhir sebesar 3,51 menjadi 64,12 (B) yang dibentuk oleh kriteria pengungkit sebesar 34,74 poin dan kriteria hasil sebesar 29,38 poin. Tahun 2016 merupakan tahun keempat BIG menjadikan penyelenggaraan RB sebagai salah satu sasaran strategis badan. Sasaran strategis yang dimaksud yaitu Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Sesuai Road Map Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) Gelombang III yang keberhasilannya diukur dengan indikator Nilai Reformasi Birokrasi BIG Capaian nilai Reformasi Birokrasi BIG 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar

109 Perbandingan Target dan Realisasi Nilai RB BIG Target Realisasi *) Gambar 65. Perbandingan antara target dan realisasi nilai RB BIG Berdasarkan gambar 65, dapat dilihat bahwa realisasi nilai RB BIG terus mengalami peningkatan dari tahun Berdasarkan baseline 2014, nilai RB BIG sebesar meningkat lebih dari 10 poin menjadi di tahun Pada tahun 2016, berdasarkan exit meeting Kemenpan RB bulan Desember 2016, nilai RB BIG kemungkinan besar kembali mengalami peningkatan menjadi Terkait capaian IKSS08 pada tahun 2016 sebesar 101%. Secara keseluruhan, capaian tersebut dikategorikan sangat baik. Sebaliknya, jika dilihat capaian per komponen, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan. Capaian masing-masing komponen dari RB BIG dari tahun dapat dilihat pada Gambar

110 Komponen Nilai RB BIG *) Manajemen perubahan Penataan Per-Uuan Penataan dan penguatan Organisasi Penataan tatalaksana Penataan sistem manajemen SDM Penguatan akuntabilitas Penguatan pengawasan Peningkatan kualitas layanan publik Kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi Pemerintah yang bersih dan bebas KKN Kualitas layanan publik Gambar 66. Komponen nilai Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial Berdasarkan gambar 66, terdapat 3 (tiga) komponen dari kriteria pengungkit dan 1 (satu) komponen dari kriteria hasil yang mengalami penurunan nilai antara tahun 2015 dan tahun Ketiga komponen dari kriteria hasil tersebut adalah Komponen Manajemen Perubahan, Komponen Penataan Tatalaksana, dan Komponen Penguatan Akuntabilitas. Sementara 1 (satu) komponen dari kriteria hasil adalah Komponen Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi. Berdasarkan hasil exit meeting antara BIG dengan Kementerian PAN RB, terdapat masukan terkait penyelenggaraan RB di BIG sebagai berikut: 1. Komponen Manajemen Perubahan a. Tim RB internal tidak sepenuhnya melakukan pemantauan atas capaian target pelaksanaan RB (Laporan Monev belum disampaikan) b. Sebagian besar unit organisasi telah dilibatkan dalam penyusunan Roadmap c. Sosialisasi/internalisasi Roadmap RB yang dilakukan belum menyentuh seluruh pegawai; d. Aktivitas PMPRB telah dikomunikasikan pada sebagian besar unit organisasi 108

111 e. Roadmap RB BIG yang disusun sebagai acuan pelaksanaan reformasi birokrasi berfokus pada nilai indeks RB, bukan pada perbaikan tata kelola BIG Terkait penurunan nilai manajemen perubahan dapat direkomendasikan dua hal yaitu melakukan pemantauan capaian target pelaksanan RB secara periodik dan konsisten serta melakukan sosialisasi menyeluruh terkait roadmap RB. 2. Komponen Penataan Peraturan Perundang-Undangan: a. BIG telah melakukan identifikasi, analisis, dan pemetaan terhadap sebagian peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/sinkron; b. Upaya revisi atas peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis / tidak sinkron belum dilakukan; c. Sistem pengendalian terhadap penyusunan peraturan perundangundangan yang ada, baru sebagian yang dimplementasikan; d. Evaluasi atas pelaksanaan sistem pengendalian penyusunan peraturan perundang-undangan telah dilakukan, namun belum berkala 3. Komponen Penataan dan penguatan organisasi dengan catatan telah dilakukan evaluasi sebagian unit kerja untuk menilai: a. Ketepatan fungsi dan ketepatan ukuran organisasi. b. Jenjang organisasi. c. Duplikasi fungsi. d. Organisasi berbeda tujuan namun ditempatkan dalam satu kelompok. e. Pejabat yang melapor lebih dari satu atasan. f. Kesesuaian struktur organisasi dengan mandat. g. Tumpang tindih fungsi dengan instansi lain. h. Kemampuan struktur organsiasi untuk adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis. Terhadap rekomendasi tersebut, BIG telah menindaklanjuti dengan mengajukan usulan perubahan desain organisasi. 109

112 4. Komponen Penataan Tatalaksana a. Standard Operating Procedure (SOP) belum dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan tuntutan efisiensi serta efektivitas birokrasi secara berkala. b. Pengembangan e-government belum sepenuhnya terintegrasi terutama pada aplikasi internal (sistem informasi kepegawaian, sistem keuangan dan sistem manajemen kinerja) serta sistem untuk peningkatan layanan publik (aplikasi INA-Geoportal dengan website resmi BIG). c. Pemantauan dan evaluasi kebijakan keterbukaan informasi publik tidak dilakukan secara berkala. Terkait penurunan nilai penataan tatalaksana, maka direkomendasikan untuk melakukan reviu terhadap desain organisasi secara menyeluruh. 5. Komponen Penataan Sistem Manajemen SDM a. Telah dilakukan evaluasi dan analisis terkait struktur organisasi, namun penyesuaian struktur organisasi ini belum ditindak lanjuti dengan penyesuaian organisasi b. Assessment telah dilakukan terhadap sebagian kecil pegawai/pejabat; c. Monitoring dan evaluasi pengembangan pegawai berbasis kompetensi belum dilakukan; d. Penilaian kinerja individu masih terbatas pada SKP, tetapi belum dikaitkan dengan kinerja organisasi; e. Belum dilakukan monev capaian kinerja individu dan capaian kinerja individu belum dijadikan dasar pembayaran tunjangan kinerja; f. Pemberian sanksi dan imbalan (reward) baru dilaksanakan kepada sebagian kecil unit organisasi; 6. Komponen Penguatan Akuntabilitas a. Keterlibatan pimpinan belum optimal pada saat penyusunan renstra, perjanjian kinerja, monitoring pencapaian kinerja; b. Upaya peningkatan kapasitas SDM dibidang Akuntabilitas Kinerja oleh unit kerja belum dilakukan secara optimal; c. Sistem Pengukuran Kinerja sudah ada, namun hanya bisa diakses sebagian kecil unit kerja dan pengukurannya masih tahunan. 110

113 Terkait penurunan nilai penguatan akuntabilitas, maka dilakukan terhadap akar masalah pada Gambar 67. Penguatan Monev Belum adanya metode pengukuran Standar Monev belum pernah dibuat Belum terdapat standar monev Metode pengukuran belum pernah di susun SDM belum mengetahui cara Monev akuntabilitas Kinerja IKU belum bisa di ukur per 3 bulan Turunnya nilai penguatan akuntabilitas SDM bidang Akuntabilitas belum capable SDM akuntabilitas belum sepenuhnya dikembangkan Komitmen pimpinan terhadap akuntabilitas kinerja masih rendah SDM Gambar 67. Analisis akar masalah penurunan nilai Penguatan Akuntabilitas Berdasarkan akar permasalahan penurunan nilai penguatan akuntabilitas pada Gambar 67, BIG merumuskan rekomendasi yang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 12. Rekomendasi solusi akar masalah penurunan nilai penguatan akuntabilitas No Akar Permasalahan Komitmen pimpinan terhadap 1. akuntabilitas kinerja masih rendah 2. Standar terkait monitoring dan evaluasi belum dibuat Rekomendasi solusi Melibatkan pimpinan dalam penyelenggar aan RB organisasi Merumuskan standar terkait monitoring dan evaluasi Rekomendasi solusi tahun sebelumnya (Jika ada) Alasan kegagalan rekomendasi solusi tahun sebelumnya Rekomendasi final Tidak ada Tidak ada Melibatkan pimpinan dalam penyelenggar aan RB organisasi Tidak ada Tidak ada Merumuskan standar terkait monitoring dan evaluasi 111

114 3. Metode pengukuran kinerja belum pernah disusun Implementasi sistem monev yang dirumuskan Merumuskan metode pengukuran kinerja Mengimplem entasikan metode pengukuran kinerja Tidak ada Tidak ada Implementasi sistem monev yang dirumuskan Tidak ada Tidak ada Merumuskan metode pengukuran kinerja Tidak ada Tidak ada Mengimplem entasikan metode pengukuran kinerja 7. Komponen Penguatan Pengawasan a. Kebijakan anti korupsi sebagai usaha pencegahan korupsi belum sepenuhnya dilaksanakan; Kebijakan penanganan gratifikasi, kebijakan penanganan benturan kepentingan belum sepenuhnya diimplementasikan, pembangunan Sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) belum seluruh organisasi mengidentifikasi risiko, membangun lingkungan dan aktivitas pengendalian yang didasarkan pada penilaian risiko b. BIG belum membangun Unit kerja pelayanan percontohan sebagai upaya pencegahan korupsi dan memberikan pelayanan publik yang berkualitas 8. Komponen Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik a. Reviu dan revisi SOP tidak dilakukan secara berkala, tetapi tergantung kebutuhan; b. Belum terdapat sistem pemberian kompensasi kepada penerima layanan bila layanan tidak sesuai standar; c. Survei pelayanan publik telah dilakukan, namun tidak berkala; 3.10 Evaluasi Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Badan Informasi Geospasial Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Badan Informasi Geospasial menjadi tolak ukur akuntabilitas instansi terkait pengelolaan kinerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi 112

115 Birokrasi (Permenpan RB) nomor 12 tahun 2015, Penilaian AKIP dilakukan dengan menggunakan 5 (lima) komponen penilaian, yaitu: 1. Perencanaan kinerja dengan bobot penilaian 30%, terdiri dari 2 (dua) sub komponen, yaitu : a. Rencana strategis (bobot 10%), meliputi pemenuhan Renstra (2%), kualitas Renstra (5%) dan implementasi Renstra (3%). b. Perencanaan Kinerja Tahunan, meliputi pemenuhan RKT (4%), kualitas RKT (10%) dan implementasi RKT (6%). 2. Pengukuran kinerja dengan bobot penilaian 25%, terdiri dari 3 (tiga) sub komponen, yaitu : a. Pemenuhan pengukuran (5%). b. Kualitas pengukuran (12,5%). c. Implementasi pengukuran (7,5%). 3. Pelaporan kinerja dengan bobot penilaian 15%, terdiri dari 3 (tiga) sub komponen, yaitu: a. Pemenuhan pelaporan (3%). b. Kualitas pelaporan (7,5%). c. Pemanfaatan pelaporan (4,5%). 4. Evaluasi internal dengan bobot penilaian 10%, terdiri dari 3 (tiga) sub komponen, yaitu: a. Pemenuhan evaluasi (2%). b. Kualitas evaluasi (5%). c. Pemanfaatan evaluasi (3%). 5. Capaian kinerja dengan bobot penilaian 20%, terdiri dari 3 (tiga) sub komponen, yaitu: a. Kinerja yang dilaporkan (output) (5%). b. Kinerja yang dilaporkan (outcome) (10%). c. Kinerja tahun berjalan (benchmark) (5%). Hingga laporan ini disusun, nilai AKIP Badan Informasi Geospasial 2016 belum diterima dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), sehingga evaluasi terhadap SAKIP masih menggunakan nilai tahun Berdasarkan hasil evaluasi dari implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) tahun 113

116 2015, nilai perolehan Badan Informasi Geospasial sebesar (B atau Baik). Nilai tersebut menurun jika dibandingkan dengan capaian tahun Tren nilai AKIP BIG 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 68. Nilai AKIP Badan Informasi Geospasisal Gambar 68. Capaian nilai AKIP Badan Informasi Geospasial Berdasarkan Gambar 68, tren nilai AKIP Badan Informasi Geospasial tahun 2011 sampai dengan 2013 mengalami peningkatan. Namun dari 2013 sampai dengan 2015 tren mengalami penurunan. Capaian sebesar pada 2013 menurun 0.01 poin menjadi pada tahun Capaian 2014 sebesar turun menjadi pada tahun Detil tren nilai AKIP Badan Informasi Geospasial dalam 5 (lima) tahun dapat dilihat pada Gambar 69. Komponen Penilaian AKIP Perencanaan kinerja Pengukuran kinerja Pelaporan kinerja Evaluasi internal Capaian kinerja Gambar 69. Tren komponen nilai AKIP BIG

117 Berdasarkan Gambar 69, masing-masing komponen dianalisis. Pertama, komponen Pengukuran Kinerja yang meningkat secara konsisten. Pada tahun 2011, nilai komponen penilaian kinerja sebesar dan terus meningkat pada tahun 2012 sebesar 11.38, pada tahun 2013 dan 2014, lalu kembali meningkat menjadi pada tahun Peningkatan terbesar terjadi antara tahun 2014 sampai dengan 2015 yang didorong oleh penetapan indikator kinerja sasaran strategis outcome. Selanjutnya Kepala BIG melakukan pendelegasian (cascading) kinerja hingga 2 (dua) level di bawahnya. Hal tersebut selaras dengan hasil evaluasi Kemenpan RB yang menyatakan bahwa BIG telah menerapkan perencanaan kinerja dengan menyusu Renstra, RKT dan PK secara berjenjang, serta telah menetapkan indikator kinerja dan indikator kinerja utama sebagai pengukuran kinerjanya. Hasil evaluasi selanjutnya adalah BIG dianggap telah merumuskan sasaran strategis dan indikator kinerja pada Renstra BIG telah cukup baik diturunkan (cascade down) kedalam sasaran strategis dan indikator kinerja pada Renstra di level bawahnya (Eselon I). Komponen kedua yaitu komponen capaian kinerja yang cukup konsisten mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, nilai capaian komponen kinerja sebesar 8.54, meningkat menjadi 9.31 pada tahun 2012 dan 10 pada tahun Penurunan terjadi pada tahun 2014 dari 10 menjadi 9.64 pada tahun Penurunan tidak berlanjut karena pada tahun 2015 kembali naik menjadi Ketiga, tidak berbeda dengan komponen Capaian Kinerja, tren komponen Pelaporan Kinerja juga konsisten mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 8.54 menjadi (2012), 10.5 (2013), (2014). Penurunan terjadi pada tahun 2015 dari menjadi Rekomendasi KemenPAN RB atas penurunan tersebut adalah meningkatkan kualitas analisis pada laporan kinerja serta memanfaatkan untuk perbaikan kinerja berikutnya, baik untuk jangka pendek maupun jangka menengah. Keempat, komponen Perencanaan Kinerja yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 21.9, (2012), 24.8 (2013), (2014) namun mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi poin. Penurunan dikarenakan 3 hal yaitu (i) adanya ketidakselarasan antar dokumen perencanaan kinerja dan perencanaan keuangan, (ii) indikator kinerja yang belum seluruhnya outcome, dan (iii) pendelegasian kinerja belum dilakukan sampai level individu. Berdasarkan hal tersebut, KemenPAN RB memberikan rekomendasi untuk penyempurnaan indikator dan melakukan cascading hingga 115

118 individu. Kelima, komponen Evaluasi Internal yang mengalami tren fluktuatif. Capaian sebesar 6.29 pada tahun 2011 menurun menjadi 5.12 (2012). Capaian kembali meningkat pada tahun 2013 menjadi 6.62, selebihnya, capaian kembali mengalami penurunan 2 (dua) tahun berturut-turut yaitu 6.73 (2014) dan 6.43 (2015). Berikutnya masing-masing capaian per komponen akan dibandingkan dengan bobot capaian yang dapat dilihat pada Gambar Bobot Maksimal Capaian 5 0 Perencanaan kinerja Pengukuran kinerja Pelaporan kinerja Evaluasi internal Capaian kinerja Gambar 70. Perbandingan capaian dengan bobot maksimal komponen SAKIP Berdasarkan Gambar 64, gap terbesar berada pada perencanaa kinerja sebesar poin dari nilai maksimal. Gap terbesar kedua yaitu pada komponen pengukuran kinerja sebesar Gap terbesar ketiga yaitu pada komponen Capaian Kinerja sebesar Gap terbesar keempat adalah pelaporan kinerja sebesar Terakhir yaitu komponen evaluasi kinerja sebesar

119 BAB IV RENCANA TINDAK LANJUT Berdasarkan hasil evaluasi kinerja Badan Informasi Geospasial tahun 2016 telah menghasilkan beberapa permasalahan kinerja. Masing-masing permasalahan tersebut telah ditentukan rekomendasi tindak lanjut terhadap akar permasalahan. Diharapkan rekomendasi yang diberikan dapat menyelesaikan permasalahan kinerja. Rekomendasi perbaikan sekaligus menjadi masukan dalam perumusan kinerja di perencanaan tahun berikutnya. Guna memastikan eksekusi rekomendasi tersebut, perlu rencana aksi tindak lanjut yang dapat dilihat pada Tabel 15. No Tabel 13. Daftar rekomendasi perbaikan Rekomendasi perbaikan Terkendalanya integrasi IGT dalam rangka KSP Melakukan koordinasi dalam harmonisasi peraturan Perundang-Undangan terkait penyelenggaraan IG Melakukan redistribusi SDM IG berdasarkan kebutuhan dan kompetensi Melakukan analisis kebutuhan IGT serta realokasi anggaran sesuai kebutuhan prioritas nasional Waktu Pelaksanaan Penanggung jawab 2017 DBIGT 2017 DBIGT 2017 DBIGT 4 Melakukan revisi anggaran 2017 DBIGT Komponen Manajemen Perubahan 5 Melakukan pemantauan capaian target pelaksanan RB secara periodik dan konsisten 2017 Biro PKH 6 Melakukan sosialisasi menyeluruh terkait roadmap RB 2017 Biro PKH Komponen Penataan Peraturan Perundang-Undangan Melakukan harmonisasi peraturan Perundang- Undangan Melakukan deregulasi terhadap Peraturan Perundang- Undangan yang tumpang tindih Melakukan evaluasi atas pelaksanaan sistem pengendalian penyusunan peraturan Perundang- Undangan secara periodik dan konsisten Komponen Penataan Tatalaksana Melakukan reviu terhadap desain organisasi secara menyeluruh Reviu SOP terkait relevansi dan keterkaitan dengan proses utama organisasi 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 117

120 12 Mengembangkan roadmap e-government di lingkup BIG 2017 Biro PKH 13 Implementasi roadmap e-government lingkup BIG 2017 Biro PKH 14 Pemantauan dan evaluasi kebijakan keterbukaan informasi publik secara periodik dan konsisten Komponen Penataan Sistem Manajemen SDM Melakukan asesmen kompetensi terhadap seluruh pegawai/pejabat Mengintegrasikan penilaian kinerja organisasi dengan kinerja individu 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 2017 Biro PKH 17 Merumuskan sistem reward berbasis kinerja 2017 Biro PKH 18 Mengimplementasikan sistem reward berbasis kinerja 2017 Biro PKH Komponen Penguatan Akuntabilitas 19 Melibatkan pimpinan dalam penyelenggaraan RB organisasi 2017 Biro PKH 20 Merumuskan standar terkait monitoring dan evaluasi 2017 Biro PKH 21 Mengimplementasikan sistem monitoring dan evaluasi yang dirumuskan 2017 Biro PKH 22 Merumuskan metode pengukuran kinerja 2017 Biro PKH 23 Mengimplementasikan metode pengukuran kinerja 2017 Biro PKH Komponen Penguatan Pengawasan 24 Mengimpelementasikan kebijakan penangan benturan kepentingan secara menyeluruh 2017 Inspektorat 25 Menerapkan audit berbasis risiko 2017 Inspektorat 26 Membangun unit kerja percontohan WBKWBBN 2017 Inspektorat Komponen Peningkatan Kualitas Layanan Publik Melakukan reviu dan revisi SOP yang secara periodik dan konsisten Melakukan penyusunan SOP yang dianggap perlu dan merujuk pada proses organisasi Menerapkan standar minimum lauyanan dalam memberikan layanan publik Melakukan survei pelayanan publik secara periodik dan konsisten 2017 PPPKS PPPKS PPPKS PPPKS 118

121 BAB V PENUTUP Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIN) Badan Informasi Geospasial 2016 merupakan salah satu upaya dan kewajiban Badan Informasi Geospasial dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. LAKIN pertanggungjawaban Kepala Badan Informasi Geospasial kepada pemangku kepentingan dalam hal ini Presiden dan Masyarakat. Bentuk pertanggungjawaban pertama berupa capaian kinerja yang disepakati pada awal tahun perencanaan yang diukur melalui capaian indikator-indikator kinerja. Bentuk pertanggungjawaban lain terkait penggunaan APBN kepada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan instansi. Laporan Akuntabilitas Kinerja juga sebagai media evaluasi terhadap proses manajemen strategis dan manajemen kinerja organisasi. Hasil evaluasi LAKIN menjadi dasar dalam perencanaan strategis dan perencanaan kinerja tahun selanjutnya, sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja secara berkesinambungan (continuous improvement). Keberhasilan penyusunan LAKIN sangat ditentukan oleh validitas dan reliabilitas data maupun informasi. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dukungan dan komitmen pimpinan serta partisipasi dari seluruh pegawai Badan Informasi Geospasial guna mewujudkan LAKIN yang berkualitas. Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Informasi Geospasial 2016 dapat menjadi pemicu dalam mewujudkan kinerja Badan Informasi Geospasial yang lebih baik. Atas kinerja yang diharapkan terus meningkat, Renstra Badan Informasi Geospasial dapat tercapai sehingga kontribusi Badan Informasi Geospasial terhadap pelaksanaan agenda prioritas nasional khususnya di bidang IG dapat terwujud. 119

122 120

PERJANJIAN KINERJA 2016

PERJANJIAN KINERJA 2016 PERJANJIAN KINERJA 2016 Perjanjian Kinerja 2016 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2016 I. PENGERTIAN Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Tahun Anggaran 2017 Tahun Anggaran 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 I. PENDAHULUAN Sebagaimana diamanatkan di dalam

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA 2018

PERJANJIAN KINERJA 2018 PERJANJIAN KINERJA 2018 Tahun Anggaran 2018 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2018 I. PENDAHULUAN Sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam No.1809, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. SAKIP. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret

Lebih terperinci

2.1 Rencana Strategis

2.1 Rencana Strategis 2.1 Rencana Strategis Sekretariat Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan () telah menyusun suatu Rencana Strategis (Renstra) dengan berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Badan Informasi Geospasial

Laporan Kinerja Badan Informasi Geospasial Laporan Kinerja Badan Informasi Geospasial ii Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya sehingga Laporan Kinerja (LAKIN) Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2017 dapat

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo No.1452, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. SAKIP. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta 10720 Phone : (62 21) 65866230, 65866231, Fax : (62

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M SEKRETARIAT DAERAH KEPUTUSAN SEKRETARIS DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 188.4/747/Org./X/2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) SEKRETARIAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Penyelenggaraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan adanya kerjasama dari semua pihak yang terkait di lingkup Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, maka LAPORAN KINERJA Sekretariat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.28, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Satu Peta. Tingkat Ketelitian. Kebijakan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.400, 2014 ADMINISTRASI. Keuangan. BPKP. Tugas. Fungsi. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat :

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat : BAB I PENDAHULUAN I.1 KONDISI UMUM ORGANISASI B agian Hukum dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 965/BSN-I/HK.35/05/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Standardisasi Nasional. Bagian

Lebih terperinci

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Nama Inovasi One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Produk Inovasi Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Melalui Percepatan

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan adanya kerjasama dari semua pihak yang terkait di lingkup Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, maka Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Rencana Strategis Biro Perencanaan dan Keuangan

BAB I. PENDAHULUAN. Rencana Strategis Biro Perencanaan dan Keuangan DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i KATA PENGANTAR... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Kondisi Umum... 2 1.1.1 Profil Biro Perencanaan dan Keuangan/Biro Perencanaan dan Organisasi... 2 1.1.2 Capaian Biro Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan Intern pemerintah merupakan unsur manajemen yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai pelaksana pengawasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2018 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-041.01-0/2015 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. BAB 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN A. Latar Belakang B. Norma dan Dasar Hukum C. Definisi Global dan Detail Standar D. Maksud dan Tujuan E. Kebutuhan Sumber Daya Manusia F. Kebutuhan Sarana dan Prasarana G.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV A. Simpulan Laporan kinerja Sekretariat Kabinet tahun 2015 ini merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian visi dan misi Sekretariat Kabinet dalam rangka menuju organisasi yang efektif,

Lebih terperinci

-2- Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta

-2- Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BALI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) 2015 2019 Biro Hukum dan Organisasi

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS

Lebih terperinci

- 3 - Pasal 4 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

- 3 - Pasal 4 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. - 2 - Mengingat : 1. Peraturan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi (Lembaran Negara Republik Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN I 2014 KATA PENGANTAR

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN I 2014 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Triwulan I Tahun 2014 ini merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja

Lebih terperinci

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1040, 2014 KEMENPOLHUKAM. Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas. Sistem. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahnya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 JAKARTA, FEBRUARI 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN/KOTA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN/KOTA - 2-2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Presiden

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG TAHUN 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Karunianya Reviu Dokumen

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.1-/21 DS553-54-8921-629 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kemen

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kemen LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP), melalui Keputusan Direktur Jenderal P2HP Nomor KEP.70/DJ-P2HP/2010 tanggal 17

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG No. 930, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Memasuki awal tahun 2016 sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Inspektorat IV melakukan kegiatan yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM - 2 - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI TRIWULAN 3 1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI TRIWULAN 3 1 BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWAA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014 LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Jakarta, Januari 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian TAHUN 2015 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang istem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA

RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA RENCANA STRATEGIS PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA 2015-2019 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA Jl. Cisadane No. 25 Cikini, Jakarta Pusat www.puskkpa.lapan.go.id DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum BAB I PENDAHULUAN A. Pandangan Umum Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tiap tingkatan dalam organisasi yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerj

2015, No Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerj No.1620, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPPT. Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-115.1-/217 DS887-83-754-948 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Saat Ini BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Saat Ini telah melaksanakan program reformasi birokrasi pada periode 2005-2009. Sampai saat ini program reformasi birokrasi masih terus berlanjut, dan telah memberikan manfaat

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan pertanian bukan hanya ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat strategis

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji Syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Bagian Keuangan dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Bagian

Lebih terperinci

2017, No Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg

2017, No Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg No.1138, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penetapan IKU. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 70 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM 1.1.1. Kedudukan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.1/2011 tanggal 22 Maret 2011 tentang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA 2012 Kedeputian Pelayanan Publik Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Akuntabilitas sebagai salah satu pilar tata kepemerintahan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2013 PERTAHANAN. Pengadaan. Pembangunan. Badan Pertanahan Nasional. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIDANG SISTEM KOMUNIKASI DATA DAN JARINGAN INFORMASI STANDARDISASI TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIDANG SISTEM KOMUNIKASI DATA DAN JARINGAN INFORMASI STANDARDISASI TAHUN ANGGARAN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIDANG SISTEM KOMUNIKASI DATA DAN JARINGAN INFORMASI STANDARDISASI TAHUN ANGGARAN 2016 BADAN STANDARDISASI NASIONAL JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci