BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari pulau dengan panjang garis pantai diperkirakan lebih dari km. Secara fisik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 juta km 2 perairan teritorial; dan 2,8 juta km 2 perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya (Dahuri et al., 2002., dalam Ambarwulan et al., 2003). Kawasan perairan merupakan suatu kawasan yang tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang berpengaruh terhadap kawasab tersebut, pengaruh terbesar adalah kegiatan yang terjadi di sekitar kawasan perairan tersebut (Parwati et al., 2006). Bertambahnya jumlah penduduk dan adanya perkembangan daerah kota akan mengakibatkan alih fungsi lahan, perubahan fungsi lahan yang sering terjadi ialah dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka atau permukiman. Perkembangan Pola Penggunaan lahan yang tidak tepat tersebut telah merusak ekosistem daerah Aliran sungai. Adanya kegiatan manusia dalam pengelolaan sumber daya alam, tanah, hutan dan air yang berlebihan akan merusak perubahan keseimbangan lebih cepat dan seringkali kegiatan yang berlebihan memberikan efek perubahan tata air dan penurunan kualiatas daerah aliran sungai, kerusakan Daerah Aliran Sungai pada nantinya juga akan mempengaruhi kondisi pada Muara DAS Ekosistem pesisir merupakan media dimana biota laut berkembang biak, yaitu tempat berkembang biakan ikan yg masih kecil. Kondisi ekosistem pesisir akan mempengaruhi biota-biota laut untuk berkembang, salah satunya ialah kualitas air laut yg bersih dari polutan. Padatan tersuspensi (Total Suspended Solids) TSS merupakan salah satu polutan yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir, larutan tersuspensi yang tinggi akan mengakibatkan terhalangnya penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis pada fitoplankton. Larutan tersuspensi ini biasanya berasal dari material- 1

2 material dari daratan yang terkikis oleh air dan terbawa menuju muara sungai, yang kemudian akan menuju pesisir. Pencemaran lingkungan adalah masuknya mahluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang berfungsi bagi peruntukannya (undangundang pokok pengelolaan lingkungan hidup no.4 tahun 1982). Salah satu dampak yang dihasilkan dari kerusakan ekosistem DAS adalah meningkatnya padatan tesuspensi tau lebih dikenal dengan Total Suspended Solid (TSS). Peningkatan nilai TSS akan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir, hal ini dikarenakan padatan tersuspensi dapat menghambat penetrasi matahari dalam perairan pantai, sehingga akan mempengaruhi keadaan ekosistem pesisir. Perubahan Total Suspended Solids (TSS) akan mempengaruhi kualitas perairan, terutama pada perairan pesisir. Kualitas air adalah proses untuk menentukan karakterstik kimia, fisik dan biologi pada tubuh air dan mengidentifikasi sumber daya dari kemungkinan polusi atau kontaminasi yang dapat mengakibatkan penurunan dari kualitas perairan. Indikator kualitas air dapat dikategorikan seperti berikut: (i) Biologi: bakteri, alga; (ii) Fisik meliputi: suhu, kekeruhan dan kecerahan, warna, salinitas, padatan tersuspensi, padatan terlarut; (iii) Kimia meliputi: ph (tingkat keasaman), oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biotik, nutrisi (didalamnya termasuk nitrogen dan pospor), komponen organik dan anorganik (didalamnya termasuk toksin) (Usali dan Ismail, 2010). Perubahan nilai TSS yang terjadi secara signifikan dan terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan eutrofikasi perairan pesisir, terutama pada daerah pesisir yang terdapat di sekitar muara daerah aliran sungai (DAS). Hal ini disebabkan karena pada muara DAS merupakan outlet dari material sedimen yang terlarut dari daratan yang akan dialirkan menuju pada perairan pesisir. Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan yang disebabkan oleh meningkatnya nitrogen dan pospor dalam jumlah yang berlebihan, juga elemen lain seperti potasium, kalsium, dan mangan yang mengakibatkan tidak terkontrolnya 2

3 tumbuhan air seperti alga pada tubuh air atau yang lebih dikenal dalam istilah blooming (Welch dan Lindel, 1992). Terapan teknik penginderaan jauh dalam berbagai kajian telah berkembang semakin jauh pada saat ini. Bidang ilmu atau metode penginderaan jauh ini semakin lengkap dan efektif untuk mengkaji berbagai permasalahan spasial dengan dukungan Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem pengolahan dan analisis data-data spasial secara kompleks. Integrasi antara penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis diharapkan dapat memberikan suatu efektifitas dan efisiensi yang berkenaan dengan faktor waktu, energi/tenaga, maupun biaya dalam berbagai kepentingan analisis dan terapan berbagai permasalahan spasial. Dipandang efektif dan efisien dari berbagai segi tersebut setelah dibandingkan dengan metode terrestrial (menggunakan cara-cara pengukuran lapangan secara langsung), yang tentu saja akan membutuhkan alokasi waktu, tenaga, dan biaya yang jauh lebih besar. Sejak akhir 1970-an penginderaan jauh untuk studi padatan tersuspensi telah digunakan, yaitu analisis padatan tersuspensi malalui peningkatan radian dari permukaan air pada spektrum elektromagnetik saluran visibel dan infra merah dekat (Richie and Schiebe (2000) dalam Mobasheri and Hamid, 2003). Penginderaan jauh telah memegang peranan penting untuk inventarisasi, monitoring dan pengelolaan wilayah pesisir melalui kemampuannya memberikan gambaran sinopsis dari wilayah tersebut (Ambarwulan, 2003). Padatan tersuspensi dapat dipetakan dengan citra satelit resolusi menengah seperti Landsat MSS, Landsat TM 5, Landsat ETM+ 7, SPOT, ASTER, MERIS, MODIS maupun citra resolusi menegah lainnya (Ambarwulan et al., 2003). Teknik yang paling umum diguakan dalam analisa data penginderaan jauh untuk menentukan kualitas air adalah berdasarkan reflektan air. Untuk memperoleh konsentrasi TSS dari reflektan yang dihasilkan oleh air yang ditangkap oleh sensor optik diperlukan suatu algoritma. Morel dan Gordon (1980) menjelaskan tentang tiga pendekatan yang digunakan untu memetakan pendekatan padatan tersspensi, yaitu pendekatan empirik (statistik), pendekatan semi empirik dan pendekatan analitik (Ambarwulan et al., 2003). 3

4 Perkembangan teknlogi penginderaan jauh saat ini telah memberi kemudahan untuk analisis dalam berbagi bidang, salah satunya ialah dapat digunakan sebagai media anlisis untuk kawasan perairan pantai. Perkembangan citra satelit pada saat ini telah mengalami kemajuan, salah satunya ialah data Landsat, yang meiliki saluransaluran yang dapat digunakan untuk inperpretasi berbagi bidang. Kemampuan transformasi masing-masing kanal data Landsat dapat digunakan untuk interpretasi sebaran TSS pada muara DAS. 1.2 Perumusan Masalah Muara DAS merupakan salah satu bangian penting dalam ekosistem pantai, pada wilayah ini merupakan tempat dimana biota laut berkembang, yang merupakan tempat berkembangnya ikan yang masih kecil. Sehingga keseimbangan ekosistem muara DAS sangat mempengaruhi kelestarian dari ekosistem pantai. Zone pantai merupakan sistem ekologi penting dan sumber daya alam utama pada beberapa negara. Wilayah pantai sangatlah kompleks, dinamis dan wilayah yang sangat produktif di laut luas. Wilayah pantai merupakan akumulasi dan transformasi dari nutrisi dan sedimen yang terbawa dari wilayah darat dan atmosfer. Wilayah ini sangatlah penting untuk menjaga kelestarian ikan dan berkembangnya, serta sebagai rumah untuk sebagian besar ikan laut. Kira-kira 90% dari total penangkapan ikan pesisir berasal dari wilayah pantai. Meskipun wilayah pantai hanya berukuran kurang dari 8% dari total wilayah laut (Milner et al., 2003., dalam Ambarwulan, 2010). Penyebab meningkatnya TSS di perairan antara lain adalah pengikisan tanah yang terbawa ke dalam air dan akan dialirkan pada muara sungai untuk menuju perairan pesisir. Konsentrasi dari nilai material tersuspensi apabila terlalu tinggi akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis, hal ini merupakan salah satu hal yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir. Persebaran TSS di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik antara lain ialah angin, curah hujan, gelombang arus dan pasang surut (Effendi, 2003). 4

5 Peningkatan nilai TSS yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem DAS dan juga dapat mempengaruhi kehidupan biota pesisir, oleh karena itu perlu upaya untuk melakukan pemantauan TSS, agar keseimbangan ekosistem DAS dapat terjaga. Oleh karena itu perlu adanya proses analisis perubahan larutan tersuspensi dari waktu ke waktu untuk memudahkan monitoring serta dapat digunakan untuk masukan dalam upaya konservasi ekosistem pesisir. Sejak tahun 1980-an, aplikasi citra penginderaan jauh untuk analisis sedimen tersuspensi dilakukan dengan menggunakan citra resolusi rendah seperti Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) dan citra resolusi menengah seperti Landsat, SPOT, Coastal Zone Color Scanner (CZCS), dan Indian Remote Sensing (Ambarwulan, 2003). Dari penelitian tersebut diperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan antara sedimen tersuspensi dengan reflektan dari saluran tunggal maupun kombinasi dari beberapa saluran. Penggunaan penginderaan jauh untuk pemetaan konsentrasi sedimen tersuspensi adalah bagus untuk diterapkan pada variasi tipe perairan, pada umumnya metodenya adalah dengan menghubungkan besarnya pantulan dalam saluran merah ( µm) pada gelombang tampak untuk mengukur dari sedimen kolom air atau konsentrasi partikel materi (Richard et al., 2004). Padatan tersuspensi dapat dipetakan dengan citra satelit resolusi menengah seperti Landsat TM, Landsat ETM, SPOT, ASTER, MERIS, MODIS maupun citra resolusi menengah lainnya (Ambarwulan, 2003). Data penginderaan jauh Landsat memiliki saluran spektral yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi yang berkaitan dengan vegetasi, air, dan tanah, berbagai kombinasi kanal spektral digunakan untuk dimanfaatkan sesuai tujuan yang akan dicapai (Parwati et al., 2014). Penelitian mengenai analisis kualitas perairan pesisir sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli penginderaan jauh di Indonesia, antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Wiwin Ambarwulan (2003) dan Syarif Budiman (2005) tentang material tersuspensi. Algoritma yang mereka gunakan berbeda, tetapi memiliki daerah kajian yang sama yaitu pada delta Mahakam. Algoritma yang mereka gunakan untuk konsentrasi TSM ialah bio-optical model, yang dapat digunakan untuk 5

6 menghasilkan data set (R 0-) pada setia sensor kanal sebagai fungsi dari meningkatnya konsentrasi TSS. Hubungan yang dibangun pada penelitian Budhiman (2005) adalah korelasi antara nilai TSM dan nilai spektral pada masing-masing kanal, sehingga algoritma yang digunakan adalah algoritma berdasarkan pada satu kanal. Pada penelitian Ambarwulan (2003) mengenai larutan tersuspensi menggunakan citra resolusi menengah, data yang digunakan ialah data Bakorsutanal (BIG) yang dikumpulkan pada survei bulan Juli 2003 dan data dari ITC yang diambil pada bulan Juli Data citra resolusi menengah yang digunakan dalam penelitian ini ialah Landsat TM tahun 1998 dan Landsat ETM+ tahun Pada penelitian ini telah dicoba beberapa algoritma yang dihasilkan dari korelasi antara DN dengan pengukuran in-situ pada band tunggal maupun kombinasi dari dua dan tiga band visibel. Hasil dari penelitian itu ialah secara umum analisis pemetaan larutan tersuspensi dengan band tunggal menunjukkan nilai korelasi yang cukup tinggi, nilai korelasi yang tinggi juga ditunjukkan dengan menggunakan kombinasi dua maupun tiga band, padahal citra Landsat TM tahun 1998 (musim basah) direkam pada musim yang berbeda dengan data pengamatan lapangan (musim kering). Dari analisis tersebut terlihat bahwa meskipun kedua besaran (pengukuran in-situ dan saat perekaman) berasal dari dua musim yang berbeda, korelasi antara reflektan dengan pengukuran larutan tersuspensi di lapangan tetap dapat diperoleh, hanya band inframerah dekat yang memberikan nilai korelasi dan R 2 yang rendah. Penelitian mengenai TSS menggunakan data multitemporal tinggi juga pernah dilakukan oleh Neukerman et al. (2009). Penelitian ini menggunakan data SEVIRI dan AQUA-MODIS, penelitian ini dilakukan di perairan selatan Laut Utara. Algoritma yang digunakan merupakan algoritma yang diambil dari rasio band tunggal, yang dikorelasikan dengan menggunakan pengukuran in-situ. Hasil dari penelitian ini antara lain pemetaan larutan tersuspensi pada perairan selatan Laut Utara lebih mudah menggunakan SEVIRI pada perairan keruh, meskipun besar kemungkinan tidak dapat digunakan untuk perairan jernih, pemetaan larutan tersuspensi yang memiliki korelasi bagus diperoleh dari pemetaan larutan tersuspensi menggunakan data AQUA MODIS. 6

7 Data penginderaan jauh sangatlah diperlukan untuk daat memonitor wilayah pesisir yang sangat luas, akan tetapi diperlukan metode yang baik untuk mendapatkan hubungan antara konsentrasi TSS (Total Suspended Solids) dengan reflektansi yang diterima oleh sensor satelit (Budhiman, 2005). Teknik yang paling umum digunakan dalam analisis data citra penginderaan jauh untuk menentukan kualitas air adalah berdasarkan reflektan air. Untuk memperoleh konsentrasi TSS dari reflektan yang diradiasikan oleh air yang ditangkap oleh sensor optik diperlukan suatu algoritma. Morel dan Gordon (1980) menjelaskan tentang tiga pendekatan yang digunakan untuk memetakan sebaran TSS, yaitu pendekatan empirik (statistik), pendekatan semi-empirik, dan pendekatan analitik (Ambarwulan, 2003). Pendekatan empirik didasarkan pada kalkulasi statistik yang mengkorelasikan antara TSS hasil pengukuran di lapangan dengan reflektan. Pendekatan empirik membutuhkan data pengukuran lapangan in situ, yang akurasinya semakin tinggi jika waktu pengukuran in-situ dilakukan bersamaan dengan saat satelit merekam daerah tersebut. Pendekatan analitik atau yang sering disebut model bio-optikal adalah model yang dibuat dengan memasukkan konsentrasi komponen air dan sifat optik dari komponen air untuk membuat model reflektan maupun sebaliknya (Ambarwulan, 2003). Pendekatan ini dikembangkan oleh Dekker et al. (1999) dan Ambarwulan (2002). Penggunaan pendekatan ini dimungkinkan mendapatkan peta TSS dari data penginderaan jauh secara lebih akurat. Kelebihan model bio-optikal diantaranya adalah satu algoritma dari sensor yang sama dapat diaplikasikan ke citra lain dari sensor yang sama. Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan empirik, yaitu dengan mengkorelasikan data TSS lapangan yang diperoleh dari pengukuran insitu dengan reflektan. Hal ini ditujukan supaya mendapatkan hasil analisis TSS yang lebih akurat dan sesuai dengan kondisi yang terdapat pada muara Sungai Garang. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah data Lansdsat tahun 2001 dan Pemilihan data landsat dikarenakan skala yang akan digunakan dalam 7

8 penelitian ini ialah karena data Landsat memiliki kanal-kanal yang mendukung untuk melakukan anlisis maupun transformasi multispektral untuk kajian TSS. Data landsat juga memilki ketersediaan data lampau yang relatif lebih banyak, sehingga lebih memudahkan untuk analisis multitemporal. Proses perolehan informasi perubahan TSS dapat dilakukan dengan membandingkan analisis TSS dari masing-masing periodik, yaitu analisis TSS tahun 2001 dan 2016, Sehingga akan dapat dilakukan analisis perubahan TSS. Hasil dari analisis perubahan material tersuspensi tersebut kemudian akan dihubungkan dengan kualitas perairan atau eutrofikasi perairan pesisir, yaitu bagaimana pengaruh perubahan larutan material tersuspensi terhadap kualitas air dan ekosistem pesisir pada Muara DAS Garang. Target penelitian ini ialah pemantauan perubahan padatan tersuspensi yang berada pada delta Sungai Garang secara periodik, melipui pola persebarannya, model perkembangannya dari masing masing periode, sehingga dapat diperoleh tren perkembangan dan arah persebarannya serta pengaruhnya terhadap dampak yang diakibatkan dari perkembangan larutan tersuspensi yang berpengaruh pada keseimbangan biota dan ekosistem pesisir. Hasil analisis sebaran larutan tersuspensi secara periodik ini pada nantinya akan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk upaya konservatif dalam menjaga ekosistem pesisir dalam pengembangan ekosistem yang seimbang dan berkelanjutan. 1.3 Pertanyaan Penelitian Seberapa besarkah kemampuan data penginderaan jauh multi-temporal dalam melakukan analisis perubahan padatan tersuspensi (TSS) pada delta Sungai Garang antara tahun ? Transformasi algoritma TSS manakah yang memiliki tingkat akurasi yang terbaik dalam analisis padatan tersuspensi pada Muara DAS Garang? Bagaimana pola kecenderungan perubahan padatan tersuspensi pada muara DAS Garang antara tahun ? 8

9 1.3.4 Seberapa besarkah pengaruh perubahan larutan Total Suspended Solids (TSS) terhadap kualitas perairan delta Sungai Garang? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: Melakukan analisis Total Suspended Solids (TSS) menggunakan data Landsat secara multi-temporal Membandingkan hasil transformasi algoritma TSS dan kemudian mencari metode mana yang sesuai untuk analisis TSS pada Muara Sungai Garang Melakukan analisis perubahan Total Suspended Solids, yaitu melakukan pemodelan spasial dengan membuat model transformasi estimasi sebaran padatan tersuspensi selama periode waktu tersebut Melakukan analisis hubungan antara kecenderungan atau pola perubahan sebaran sedimen terhadap kualitas perairan Muara Sungai Garang 1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini: Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan data penginderaan jauh dalam melakukan analisis perubahan larutan tersuspensi pada muara DAS Garang Mengetahui perbandingan transformasi algoritma TSS yang sesuai untuk analisis padatan tersuspensi pada Muara DAS Garang Analisis dari perubahan TSS secara periodik akan menghasilkan kecenderungan pola perubahan larutan tersuspensi pada muara DAS Garang dalam kurun waktu Hasil dari pola kecenderungan tersebut akan dapat digunakan dalam monitoring laju perubahan TSS, sehingga dapat digunakan sebagai masukan untuk upaya konservatif. 9

10 1.6 Penegasan Istilah Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang diteliti sehingga jelas batasannya, kesalahan penafsiran istilah, memudahkan menangkap isi dan makna, serta sebagai pedoman pelaksanaan penelitian. Istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Total Suspended Solids (TSS) Pada Penelitian ini istilah Total Suspended Solids (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 πm) yang tertahan pada saringan mili-pore dengan diameter pori 0,45 πm (Effendi, 2003) Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990) Citra Penginderaan Jauh Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu objek, daerah, atau fenomena hasil rekaman pantulan dan atau pancaran objek oleh sensor penginderaan jauh, dapat berupa foto atau data digital (Purwadhi dan Sanjoto, 2008) Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai ialah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas topografi relief yang mana airnya akan mengalir, mengumpul menjadi satu yang akan keluar melewati satu outlet. Daerah pengaliran sebuah sungai adalah tempat presipitasi / hujan mengkonsentrasi ke sungai (Dinas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Provinsi Jawa Tengah, 2007) Multi Temporal Multi Temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama (Brachet dalam Projo Danoedoro, 1996). 10

11 1.7 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini ialah membandingkan antara kecenderungan trasnformasi analisis antar saluran terhadap perubahan padatan tersuspensi dari waktu ke-waktu, yaitu dengan melakukan percobaan-percobaan transformasi, yaitu transformasi algoritma TSS menggunakan saluran tunggal yang meliputi band hijau, merah, kemudian transformasi rasio saluran yang meliputi rasio band yaitu rasio biru dengan merah maupun band biru dengan inframerah dekat dan yang ketiga adalah transformasi indeks, yaitu akan menggunakan NDSSI (Normalized Difference Suspended Sediment Index) ke dalam algoritma TSS, dari analisis tersebut kemudian akan dikorelasikan dengan pengukuran data in-situ. Dari hasil masing-masing algoritma tersebut maka akan dihasilkan transformasi mana yang akan memiliki tingkat akurasi yang paling bagus, yaitu transformasi mana yang memilki kesesuaian dengan data lapangan. Kemudian setelah itu menghubungkan analisis masing-masing transformasi tersebut dengan parameter-parameter kualitas air perairan. Apakah terdapat pengaruh anatara perubahan padatan tersuspensi terhadap kualitas perairan pada Muara DAS Garang. Sepengetahuan penulis sudah terdapat penelitian tentang indeks vegetasi maupun material tersuspensi. Beberapa penelitian yang pernah ditulis sebelumnya seperti tercantum pada Tabel 1.1 berikut. 11

12 Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Penulis Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Ahmad Fadhli Qomaruddin (2017) Pemanfaatan Data Landsat Multi- Temporal Untuk Analisis Perubahan Total Suspended Solids (TSS) di Muara DAS Garang Melakukan Analisis Total Suspended Solids (TSS) menggunakan data Landsat secara multi-temporal, membandingkan hasil transformasi algoritma, melakukan analisis hubungan antara perubahan TSS terhadap kualitas perairan Muara DAS Garang Menggunakan analisis metode regresi linear dengan menggunakan data hasil pengukuran lapangan, kemudian membangun model dan membandingkan algoritma mana yang sesuai. Hasl dari analisis regresi linear menunjukkan bahwa R 2 terbesar terdapat pada algoritma saluran tunggal, yaitu pada regresi dari saluran 5, sedangkan hasil dari transformasi NDSSI menunjukkan nilai R 2 yang relatif mendekati nilai R 2 dari algoritma tunggal saluran hijau. Nilai TSS memiliki hubungan yang linear terhadap parameter kualitas perairan. Rika Tantiyana (2016) Pemanfaatan citra SPOT 4 Untuk Analisis Pola Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi Di Muara Sungai Juwana Pati Mengetahui persamaan algoritma TSS yang sesuai yang telah dikembangkan Budhiman dan Jing Li, serta mengetahui pola sebaran muatan padatan tersuspensi Menggunakan Rumus Empiris antar band citra SPOT dengan data TSS di lapangan melalui analisis regresi linear sederhana. Penelitian ini menerapkan algoritma dari Jing Li Algoritma Jing Li dan Budhiman kurang sesuai jika diterapkan untuk analisis TSS sungai Juwana, karena setelah uji T test didapatkan hasil varians yang berbeda 12

13 (2008) dan Budhiman (2004) Marindah Yulia Aplikasi Citra ALOS Menerapkan persamaan Menerapkan Algoritma Hasil estimasi yang didapatkan dari Iswari (2014) AVNIR-2 Untuk Hendrawan dan Asai, Bhatti yang sudah diterapkan pengolahan citra dengan persamaan- Pemetaan Distribusi et al., Alashloo et al. untuk oleh peneliti sebelumnya, persamaan Hendrawan, Ashloo, Muatan Padatan diaplikasikan di Sungai kemudian Bhatti mempunyai nilai yang Tersuspensi (Total Opak. Menganalisis membandingkan dengan berbeda-beda. Pengukuran Suspended Solids) di persamaan yang sesuai, serta analisis regresi linear menggunakan 35 sampel Muara Sungai Opak memetakan distribusi muatan dengan data pengukuran menghasilkan rentang nilai 0,7 mg/l Yogyakarta padatan tersuspensi di Muara lapangan. sampai 89,4 mg/l. Distribusi MPT di Sungai Opak Yogyakarta Muara Sungai Opak direpresentasikan dalam bentuk peta. Bambang Analisa Sedimen Mengetahui konsentrasi TSM Citra dikoreksi sampai Peta sebaran TSM serta grafik Semedi, Arif Tersuspensi (TSM) di di perairan timur Sidoarjo tahap atmosferik, yaitu hubungan dengan data curah hujan Zainal Fuad dan perairan timur tahon mencari nilai reflektan dan pasang surut Syarif Sidoarjo menggunakan data citra laut dalam (deep water) Budhiman menggunakan Data resolusi menengah. kemudian diolah (2013) Landsat dan SPOT menggunakan algorithma Budhiman. Analisis 13

14 regresi linear dengan data in situ Wiwin Remote Sensing of Melalukan anlisis estimasi Metodenya ialah dengan Konsentrasi TSM yang diperoleh Ambarwulan Tropical Coastal material tersuspensi di menggunakan rumus dari penggunaan K-M model (2010) Waters: Study of The perairan tropis menggunakan empiris, yaitu K-M menunjukkan rendahnya RMSE, Berau Estuary, East rumus empiris menggunakan Model serta Inverse K-M coefisien dari determinasi tinggi, Kalimantan, teknologi penginderaan jauh Model, citra yang dan error/kesalahan relative rendah Indonesia pada muara Berau. digunakan adalah jika dibandingkan dengan analisis Chapter 5: MERIS. menggunakan pendekatan rumus Estimating Total empiris asli. Suspended Matter Concrentation in Tropical Coastal Water. Indah Budi Pendugaan Mengembangkan algoritma Penelitian ini Konsentrasi TSS Teluk Jakarta pada Lestari (2009) Konsentrasi Total empiris yang sesuai untuk menggunakan algoritma musim kemarau sangat tinggi, yaitu Suspended Solid (TSS) menduga konsentrasi TSS empiris untuk menduga >100mg/l dan mg/l pada dan Transparansi dan trannparansi perairan konsentrasi TSS dengan musim hujan. Transparansi perairan Perairan Teluk jakarta serta memetakan konsentrasi menggunakan persamaan Teluk Jakarta pada musim kemarau dengan Citra Satelit TSS dan transparansi Teluk regresi model polynomial dan hujan rata-rata berkisar antara 0-14

15 Landsat. Jakarta pada musim kemarau orde-3, begitu juga untuk 4 m dan 5-10 m, dengan sebaran dan hujan. pendugaan transparansi transparansi paling rendah pada perairan, hanya saya musim kemarau. persamaan regresinya berbeda tiap penggunaan. Sucipto (2008) Kajian Sedimentasi di Mengkaji tingkat erosi di Penelitian ini Tingkat erosi di Sungai Garang Sungai Kaligarang kaligarang, serta besarnya menggunakan metode yaitu sebesar ton/ha/tahun, Dalam Upaya sedimentasi yang terjadi di perhitungan dari data atau ,08 ha/tahun sehingga Pengelolaan Daerah kaligarang. serta pegukuran lapangan. besarnya sedimentasi ,12 Aliran Sungai ton/tahun yang telah melampaui Kaligarang-Semarang toleransi sedimentasi Sungai Garang, yaitu ,36 ton/tahun. 15

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan penggunaan air tidak serta-merta dapat sepenuhnya terpenuhi oleh sumberdaya air yang ada. Kebutuhan air dapat terpenuhi secara berkala dan

Lebih terperinci

Pola Spasial dan Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat

Pola Spasial dan Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat Pola Spasial Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat Naili Fathiyah 1, Tjiong Giok Pin 2, Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu yang semakin berkembang pada masa sekarang, cepatnya perkembangan teknologi menghasilkan berbagai macam produk penginderaan jauh yang

Lebih terperinci

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Ahmad Arif Zulfikar 1, Eko Kusratmoko 2 1 Jurusan Geografi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat E-mail : Ahmad.arif31@ui.ac.id

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL Grace Idolayanti Moko 1, Teguh Hariyanto 1, Wiweka 2, Sigit Julimantoro

Lebih terperinci

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun 1994-2012 Miftah Farid 1 1 Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok

Lebih terperinci

STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA

STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA Oleh: HIAS CHASANAH PUTRI NRP 3508 100 071 Dosen Pembimbing Hepi Hapsari Handayani, ST, MSc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia

Lebih terperinci

ANALISA SEDIMEN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI PERAIRAN TIMUR SIDOARJO MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT

ANALISA SEDIMEN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI PERAIRAN TIMUR SIDOARJO MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT ANALISA SEDIMEN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI PERAIRAN TIMUR SIDOARJO MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT Rashita Megah Putra.M *), Bambang Semedi *), M.Arif Zainul Fuad *) dan Syarif

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA ALOS AVNIR -2 UNTUK PEMETAAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLIDS) DI MUARA SUNGAI OPAK YOGYAKARTA.

APLIKASI CITRA ALOS AVNIR -2 UNTUK PEMETAAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLIDS) DI MUARA SUNGAI OPAK YOGYAKARTA. APLIKASI CITRA ALOS AVNIR -2 UNTUK PEMETAAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLIDS) DI MUARA SUNGAI OPAK YOGYAKARTA Marindah Yulia Iswari marindahyiswari@yahoo.com Prof. Dr. Hartono.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN SUMENEP UNTUK PEMBUATAN PETA SEBARAN POTENSI IKAN PELAGIS (Studi Kasus : Total Suspended Solid (TSS)) Feny Arafah, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur 106 20 00 BT hingga 107 03 00 BT dan garis lintang 5 10 00 LS hingga 6 10

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) C-130

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) C-130 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-130 Analisis Perubahan Konsentrasi Total Suspended Solids (TSS) Dampak Bencana Lumpur Sidoarjo Menggunakan Citra Landsat Multi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1 G206 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data In situ (Studi Kasus: Perairan Selat Makassar) Endang Prinina 1, Lalu

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA PERANCAK BALI DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

ANALISIS SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA PERANCAK BALI DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTITEMPORAL JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA PERANCAK BALI DENGAN

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fitoplankton adalah tumbuhan laut terluas yang tersebar dan ditemui di hampir seluruh permukaan laut pada kedalaman lapisan eufotik. Organisme ini berperan penting

Lebih terperinci

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4 Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4 I Nyoman Fegie 1) dan Bangun Muljo Sukojo 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI DI MUARA CI TARUM, JAWA BARAT

PEMANTAUAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI DI MUARA CI TARUM, JAWA BARAT PEMANTAUAN DISTRIBUSI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI DI MUARA CI TARUM, JAWA BARAT Yan Nur Hidayat yan.nur.h@mail.ugm.ac.id Nurul Khakhim nurulkhakhim@ugm.ac.id Abstract Landsat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teknik Citra Digital atau Digital Image Processing merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai teknik-teknik dalam mengolah citra. Citra yang dimaksud disini merupakan

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id

Lebih terperinci

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh didefmisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT INDAH BUDI LESTARI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh dapat digunakan untuk kajian geologi, penggunaan/penutup lahan, pertanian, kehutanan, sumberdaya air, lahan basah, ekologi dan dampak lingkungan

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 741-749 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI SEBARAN KONSENTRASI MATERIAL PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

Aplikasi-aplikasi ICV untuk sumber daya air: - Pengukuran luas perairan, - Identifikasi konsentrasi sedimen/tingkat kekeruhan, - Pemetaan daerah

Aplikasi-aplikasi ICV untuk sumber daya air: - Pengukuran luas perairan, - Identifikasi konsentrasi sedimen/tingkat kekeruhan, - Pemetaan daerah ICV APLIKASI UNTUK SUMBER DAYA AIR Aplikasi-aplikasi ICV untuk sumber daya air: - Pengukuran luas perairan, - Identifikasi konsentrasi sedimen/tingkat kekeruhan, - Pemetaan daerah banjir, - Kesuburan perairan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. cahaya, sudut datang cahaya, kondisi permukaan perairan, bahan yang terlarut,

2. TINJAUAN PUSTAKA. cahaya, sudut datang cahaya, kondisi permukaan perairan, bahan yang terlarut, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Optik Perairan Penetrasi cahaya yang sampai ke dalam air dipengaruhi oleh intensitas cahaya, sudut datang cahaya, kondisi permukaan perairan, bahan yang terlarut, dan tersuspensi

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA SEBARAN SPASIAL SEDIMENTASI MUARA SUNGAI CANTUNG MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTITEMPORAL

ANALISIS DINAMIKA SEBARAN SPASIAL SEDIMENTASI MUARA SUNGAI CANTUNG MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTITEMPORAL ANALISIS DINAMIKA SEBARAN SPASIAL SEDIMENTASI MUARA SUNGAI CANTUNG MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTITEMPORAL Zulaiha 1, Nurlina 1 dan Ibrahim 1 ABSTRACT: Given the pivotal role played by the Cantung River

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

CITRA MODIS RESOLUSI 250 METER UNTUK ANALISIS KONSENTRASI SEDIMEN TERSUSPENSI DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR

CITRA MODIS RESOLUSI 250 METER UNTUK ANALISIS KONSENTRASI SEDIMEN TERSUSPENSI DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR Ankiq Taofiqurohman S CITRA MODIS RESOLUSI 250 METER UNTUK ANALISIS KONSENTRASI SEDIMEN TERSUSPENSI DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR Ankiq Taofiqurohman S Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE MATCHING UNTUK PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMENEP MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

PENGGUNAAN METODE MATCHING UNTUK PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMENEP MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PENGGUNAAN METODE MATCHING UNTUK PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMENEP MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Hari Toha Hidayat Jurusan Teknik Informatika-Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH Studi Konsentrasi Klorofil - a Alifah raini/feny Arafah/Fourry Handoko STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH Alifah raini 1) ; Feny Arafah 1) ; Fourry Handoko 2) 1) Program

Lebih terperinci

PEMETAAN MUATAN PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN MUARA BANJIR KANAL BARAT SEMARANG MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT 8

PEMETAAN MUATAN PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN MUARA BANJIR KANAL BARAT SEMARANG MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT 8 JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 280-286 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN MUATAN PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN MUARA BANJIR KANAL BARAT SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT Teknik Pengukuran Nilai Total Suspended Solid (TSS) di Kabupaten Indramayu-Jawa Barat (Sumarno, D., et al) TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 771-776 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI SEBARAN MATERIAL PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN SEBELAH BARAT TELUK JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572 JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., (01) ISSN: 33-353 (301-1 Print) A-5 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Inggriyana Risa Damayanti 1, Nirmalasari Idha Wijaya 2, Ety Patwati 3 1 Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci