MODUL 3. ERP MODUL AJAR SPPK 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL 3. ERP MODUL AJAR SPPK 1"

Transkripsi

1 A. KOMPETENSI Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tujuan yang hendak dicapai dalam bab ini adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi. B. GAMBARAN UMUM MATERI Materi yang diajarkan melalui modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami komponen dan detail perencanaan ERP pada suatu bangunan. Selain itu, mahasiswa dapat memahami pentingnya usaha-usaha pencegahan kebakaran, memahami sistim pengendalian kebakaran pasif. C. WAKTU Mata kuliah ini berbobot 2 sks atau 4 jam tatap muka setiap minggunya. Sehingga untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus mengikuti kegiatan tatap muka sebanyak 4 jam x 17 kali tatap muka. Atau sebesar 68 jam. D. PRASYARAT Untuk mempermudah pencapaian kompetensi yang diharapkan, mahasiswa harus mempunyai pemahaman dengan baik tentang Dasar-dasar K3. E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL AJAR Modul ajar Mekanika Teknik ini telah disusun secara sistematis dengan mengacu pada SAP yang berlaku. Untuk itu mahasiswa dalam menggunakan modul ajar ini harus memperhatikan beberapa hal berikut : 1. Membawa modul ajar ini setiap mengikuti perkuliahan. 2. Membaca dengan baik setiap isi yang ada di dalam modul ajar. 3. Membuat daftar catatan kecil untuk sesuatu hal yang belum dimengerti. Untuk kemudian ditanyakan kepada dosen. 4. Mengerjakan semua latihan soal yang terdapat di dalam modul. MODUL AJAR SPPK 1

2 3.1. Sub Kompetensi Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tentang : Memahami latar belakang, dasar hukum, pengertian ERP Memahami komponen-komponen ERP dan penerapannya Memahami perhitugan terkait waktu evakuasi di gedung 3.2. Uraian Materi Pendahuluan Pada bab sebelumnya telah dijelaskan kebakaran terjadi secara bertahap, tahapan terjadinya kebakaran di dalam bangunan dimulai dengan adanya percikan atau penyalaan api. Fase ini disebut sebagai fase pertumbuhan api. Penjalaran api karena konveksi ibarat efek domino yang dapat membakar semua bahan dengan cepat. Lalu, terjadilah sambaran-sambaran (flash over) dan temperatur mencapai puncaknya sekitar º C. Setelah mencapai puncaknya dan bahan bakar/bahan yang dapat terbakar mulai menipis maka api akan menurun intensitasnya dan mengalami fase pelapukan api (decay). Gambar 3.1. Tahapan terjadinya kebakaran dalam bangunan Sumber : firefightersclosecalls. com Sekali menyala, api dapat menyebar ke seluruh ruangan yang ada di dalam suatu bangunan dengan berbagai cara, yaitu : - Dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. - Di sepanjang koridor atau ruang yang memanjang secara vertikal, seperti void yang terdapat di dalam struktur, MODUL AJAR SPPK 2

3 - Perpindahan panas melalui permukaan kulit luar bangunan. Efek bahaya kebakaran dalam bangunan Jika api sudah menyebar di dalam bangunan maka akan dihasilkan dua produk yang terdiri dari : asap asap yang dihasilkan dari proses pembakaran yang kadar racunnya serta jenis asapnya merupakan produk langsung dari material yang mengalami pembakaran dan panas yang akan menimbulkan dampak yang buruk bagi manusia. Asap yang dihasilkan pada proses pembakaran umumnya terdiri atas : - Uap dan gas panas yang berasal dari material yang terbakar, - Material yang tidak terbakar dalam proses pembakaran, dan - Sejumlah udara yang tercampur unsur material hasil pembakaran Tabel 3.1. Efek pada manusia ketika menghirup gas karbon monoksida Konsentrasi Efek CO (ppm) 1500 Sakit kepala dalam 15 menit, pingsan dalam 30 menit, meninggal dalam 1 jam 2000 Sakit kepala dalam 10 menit, pingsan dalam 20 menit, meninggal dalam 45 menit 3000 Waktu aman maksimum 5 menit, berbahaya dan pingsan dalam waktu 10 menit 6000 Sakit kepala, tidak sadar dalam 1-2 menit, dan kematian dalam menit Efek langsung, pingsan dalam 2 3 hirupan napas, dapat berakibat kematian dalam 1 3 menit Sumber : Manajemen Kebakaran, Soehatman Ramli panas Panas yang dihasilkan juga mempengaruhi kekuatan material yang terbakar. Panas yang dihasilkan dari kebakaran dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia dikarenakan temperatur api yang berkisar dari suhu 45 o C sampai dengan > 72 o C. Termal/panas juga berpengaruh terhadap material bangunan yang terbakar yang dihasilkan dari tingkat panas yang terjadi di dalam bangunan. Tingkat panas yang dihasilkan umumnya berkisar antara º C dan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat panas rata-rata berkisar antara 15 menit 3 jam. Kemampuan tiap material di dalam bangunan yang mengalami kebakaran sangat bervariasi sebagai contoh, kekuatan baja tulangan akan berkurang ketika suhu panas yang dihasilkan dalam kebakaran mencapai > 600 C, bahkan dapat mengalami pengurangan kekuatan sampai 2/3 nya. Hal ini berpotensi menyebabkan runtuhnya bangunan dan membahayakan penghuni yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, tujuan dari arsitek mendesain sebuah bangunan yang memiliki kelayakan akan MODUL AJAR SPPK 3

4 keselamatan terhadap bahaya kebakaran adalah dengan memperkecil risiko dua produk yang dihasilkan dalam kebakaran yaitu, asap dan efek panas. Dalam bahasan ini akan disampaikan tentang sistem proteksi pasif, dimana pengertiannya adalah suatu sarana, sistem atau rancangan yang menjadi bagian dari sistem sehingga tidak perlu digerakkan secara aktif, diantaranya : Penghalang (barrier), sebagai penghalang/penghambat jalannya api dari satu bagian bangunan ke bagian lainnya. Dapat didesain dalam bentuk tembok atau partisi dengan material tahan api. Jarak aman, pengaturan jarak antar bangunan untuk mengurangi penjalaran api. Pelindung tahan api, hal yang menentukan ketahanan bangunan dan dapat menghambat penjalaran api, seperti penggunaan material bangunan yang tahan api. Means of escape Sarana jalan keluar termasuk ke dalam sarana struktural yang disediakan untuk manusia agar dapat menyelamatkan diri jika \ terjadi kebakaran. Dalam merancang sarana jalan keluar ini harus memperhatikan beberapa hal seperti : waktu evakuasi, jarak perjalanan menuju tempat aman, jumlah penghuni, lebar jalur keluar, jumlah minimum pintu keluar. Berikut beberapa fasilitas yang dapat digolongkan ke dalam jenis means of escape yaitu : pintu keluar, tangga darurat, lampu darurat, penunjuk arah, dan koridor. Perilaku manusia pada saat terjadi kebakaran Faktor yang menentukan bagaimana manusia akan bereaksi saat terjadi kebakaran, diantaranya adalah usia, ukuran tubuh, kondisi fisik seseorang, kapasitas paru-paru /pernapasan, tingkat kesadaran, bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran, suhu, panas, asap dan juga penipisan jumlah oksigen. Manusia normal akan kehilangan kemampuan saat evakuasi karena menghirup asap, luka bakar, dan keracunan gas. Pada tahun 1982, Dr John Keating menulis artikel untuk NFPA magazine - Fire Journal yang berjudul The Myth of Panic, yang mengembangkan definisi panik menjadi tingkat ketakutan yang tidak rasional dan mengurangi peluang menyelamatkan diri bagi sekelompok manusia secara keseluruhan. Panik adalah suatu perasaan berlebihan akan ketakutan atau bahaya yang mempengaruhi tubuh manusia dan mendorong untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara yang sembrono, karakteristik dari perilaku panik diantaranya : - Keinginan menyelamatkan diri, bahkan jika jalur penyelamatan tertutup. - Perilaku yang dapat menjalar, - Keagresifan untuk menyelamatkan diri secara individual. - Tindakan respon yang tidak logis terhadap situasi yang sedang terjadi. MODUL AJAR SPPK 4

5 Klasifikasi bahaya kebakaran berdasarkan hunian 1. Bahaya kebakaran ringan ialah jenis hunian dan kemudahan terbakar rendah. Yang dimaksud bahan kebakaran ringan adalah hunian: - Ibadat - perkantoran - Pendidikan - perumahan - Perawatan - rumah makan - Lembaga - perhotelan - Perpustakaan - rumah sakit - Museum - penjara 2. Bahaya kebakaran ringan 2.1 bahaya kebakaran sedang kelompok I jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan tinggi bahan mudah terbakar tidak lebih dari 2.5 m. Yang termasuk bahaya kebakaran sedang kelompok I ialah hunian: - parker mobil - pabrik susu - pabrik minuman - pabrik elektronik - pabrik roti - pabrik barang gelas - pengalengan - pabrik permata - binatu 2.2 bahaya kebakaran kelompok II jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan tinggi bahan mudah terbakar tidak lebih dari 2.5 m. Yang termasuk hunian ini ialah hunian: - pabrik penggilingan padi - pabrik bahan makanan - pabrik kimia - perakitan barang kayu - pabrik tembakau - pabrik tekstil - bengkel mesin - percetakan 2.3 bahaya kebakaran kelompok III jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi dan menjalarnya cepat. Yang termasuk hunian ini ialah hunian: - Pameran - pabrik sikat - pabrik makanan - pabrik karung - pabrik sabun - pabrik lilin - bengkel mobil - pergudangan - pabrik plastic - pabrik penggergajian kayu - pabrik pakain - pabrik tepung MODUL AJAR SPPK 5

6 3. Bahaya kebakaran berat jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar serta bahan lain yan apabila terbakar apinya akan cepat membesar. Yang termasuk hunian ini ialah hunian: - Pabrik kimia - penggergajian kayu - pabrik kembang api - studio film - pabrik korek api - pabrik karet - penyulingan minyak - pabrik cat - pabrik busa - pemintalan benang Sarana dan Prasarana Penting dalam Evakuasi Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan ke luar yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat AKSES EKSIT KORIDOR Koridor sendiri dapat diartikan sebagai : Lorong dalam rumah; menghubungkan gedung satu dengan gedung lainnya. Tanah (jalan) sempit yang menghubungkan daerah terkurung Tanah yang menghubungkan dua bagian negara, Jalur lalu lintas yang dimiliki suatu negara yang melintasi negara lain, Pada bangunan, koridor dapat berarti jalan penghubung berupa lorong, menghubungkan sebuah ruangan ke ruangan lainnya. Gambar 3.1. Tingkeat Ketahanan Api pada akses koridor Koridor sebagai ruang sirkulasi horizontal dalam bangunan memiliki lebar berkisar antara inchi atau 152,4 365,8 cm. MODUL AJAR SPPK 6

7 Gambar 3.2. Akomodasi kelompok bertubuh besar dan kecil pada koridor Standar Koridor (Internasional) Koridor harus memiliki lebar tidak kurang dari 2,6 m area bebas hambatan untuk memungkinkan ruangan ini dilewati oleh dua kursi roda. Bangunan yang memiliki lebih dari satu pintu darurat atau pintu akses keluar bangunan, akses keluarnya disusun agar tidak terdapat titik mati pada koridor panjangnya lebih dari 6 m, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya penumpukan manusia saat terjadi gejala kebakaran di bangunan tersebut. Gambar 3.3. Penempatan pintu keluar berdasarkan jarak koridor Sumber : Simplified Design For Building Fire Safety EKSIT Eksit horizontal, adalah suatu jalan terusan dari satu bangunan gedung ke satu daerah tempat berlindung di dalam bangunan gedung lain pada ketinggian yang hampir sama, atau suatu jalan terusan yang melalui atau mengelilingi suatu penghalang api ke daerah tempat berlindung pada ketinggian yang hampir sama dalam bangunan gedung yang sama, yang mampu menjamin keselamatan dari kebakaran dan asap yang berasal dari daerah kejadian dan daerah yang berhubungan. MODUL AJAR SPPK 7

8 Konstruksi dan kompartemenisasi menurut NFPA 101 memiliki persyaratan : (1) Pemisah harus mempunyai tingkat ketahanan api sekurang-kurangnya 1 jam apabila eksit menghubungkan tiga lantai atau kurang. (2) Pemisah harus mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam, apabila eksit menghubungkan empat lantai atau lebih, kecuali ada satu dari kondisi berikut: (a)dalam bangunan gedung yang sudah ada dan bukan bertingkat tinggi, tangga eksit terlindung yang sudah ada harus mempunyai tingkat ketahanan api sekurang-kurangnya 1 jam. (b)dalam bangunan gedung yang sudah ada dan diproteksi keseluruhannya dengan sistem springkler otomatik tersupervisi, tangga eksit terlindung yang sudah ada harus mempunyai TKA sekurang kurangnya 1 jam. (c)untuk pelabuhan, garasi dan bengkel perbaikan diizinkan tangga eksit terlindung mempunyai TKA 1 jam MODUL AJAR SPPK 8

9 Perabot, dekorasi atau benda-benda lain tidak boleh diletakkan sehingga menggangu eksit, akses ke sana, jalan ke luar dari sana atau mengganggu pandangan. Gambar 3.1. Tingkat Ketahanan Api pada akses koridor MODUL AJAR SPPK 9

10 PINTU Penjelasan Contoh 3.9 (1) Pintu C diizinkan mengayun balik ke dalam ruangan jika ruangan mempunyai beban hunian sekitar 50 orang dan tidak mempunyai isi bahaya berat. (2) Pintu D harus mengayun searah jalur jalan ke luar jika ruangan mempunyai beban hunian lebih dari 50. (3) Pintu E, meskipun pintu eksit, tidak digunakan dalam eksit terlindung, maka diizinkan mengayun balik ke dalam ruangan jika beban hunian kurang dari 50 dan ruangan tidak mempunyai isi berbahaya berat. (4) Pintu A dan B terkait dengan pelanggaran batas yang berkaitan dengan butir Pintu ini membuka ke langsung koridor berlawanan satu sama lain. Meskipun tidak melanggar persyaratan teknis ini, sebaiknya pintu itu tidak mengayun dalam arah yang menutup penggunaan koridor jika keduanya membuka. Selama mengayun, setiap pintu pada sarana jalan ke luar harus menyisihkan ruang tak terhalangi tidak kurang dari setengah lebar yang disyaratkan dari gang, koridor, jalan terusan, atau bordes tangga, maupun tonjolan yang lebih dari 18 cm terhadap MODUL AJAR SPPK 10

11 lebar yang disyaratkan dari gang, koridor, jalan terusan atau bordes tangga apabila pintu membuka penuh, kecuali salah satu dari kondisi berikut dipenuhi: RUANG TERLINDUNG DAN PROTEKSI TANGGA Tempat terpakai terlindung diperkenankan di bawah tangga, asalkan memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) tempat tersebut dipisahkan dari ruang tangga terlindung oleh bahan tahan api yang sama seperti ruang eksit terlindung (2) Jalan masuk ke tempat terpakai terlindung, tidak dari dalam ruang tangga terlindung. MODUL AJAR SPPK 11

12 Penandaan harus menunjukkan identifikasi dari ruang tangga terlindung. Penandaan harus menunjukkan tingkat lantai dari, dan ke arah eksit pelepasan. Penandaan harus di dalam ruang terlindung ditempatkan mendekati 1,5 m di atas bordes lantai dalam suatu posisi yang mudah terlihat bila pintu dalam posisi terbuka atau tertutup. Penunjukan tingkat lantai harus juga memenuhi ketentuan yang berlaku. Identifikasi dari akhir jalur tangga teratas dan terbawah harus ditempatkan pada bagian bawah dari penandaan dengan tinggi huruf atau angka minimum 2,5 cm Gambar 6. 3 Tangga Berbalik Arah - Model U MODUL AJAR SPPK 12

13 Tangga dapat terbuat dari pasangan batu, kayu, besi, baja dan beton. Adapun sebuah tangga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Lebar Tangga Lebar tangga yang biasa digunakan (dan diijinkan) dalam bangunan rumah tinggal adalah minimal 80 cm (tangga utama, bukan tangga service). Sedangkan untuk tangga service minimal lebarnya 60 cm. Tangga dalam bangunan rumah tinggal tidak diharuskan memiliki bordes (space datar pada ketinggian tertentu untuk beristirahat), karena biasanya hanya terdiri dari 2 atau 3 lantai saja. Apabila terdapat bordes, maka lebarnya biasanya minimal adalah sama lebar dengan lebar tangga. Dalam satu tangga dimungkinkan untuk terdapat lebih dari satu bordes. Lebar tangga minimal untuk 1 orang adalah 60 cm. Maka untuk desain tangga: Untuk 1 orang = 60 cm Untuk 2 orang 2 x 60 = 120 cm Untuk 3 orang 3 x 60 = 180 cm Lebar tangga tersebut adalah lebar tangga bersih. Tidak termasuk railling dan atau batas dinding. Perhitungan kebutuhan tangga untuk bangunan umum dihitung 60cm lebar tangga untuk tiap 100 orang. Misalnya bangunan teater dengan kapasitas orang membutuhkan lebar tangga 1.000/100 x 60cm = 6m. Untuk itu dapat dipakai 1 tangga denga lebar 6m atau dua buah tangga dengan lebar masing-masing 3m. Namun demikian apabila masih dimungkinkan sebaiknya menggunakan lebar minimal 1.20 cm, yang merupakan lebar tangga standart keamanan/keadaan darurat (emergency stairs). Kemiringan Tangga Pada dasarnya kemiringan tangga dibuat tidak terlalu curam agar memudahkan orang naik tanpa mengeluarkan banyak energi, tetapi juga tidak terlalu landai sehingga tidak akan menjemukan dan memerlukan banyak tempat karena akan terlalu panjang. Kemiringan tangga yang wajar dan biasa digunakan adalah berkisar antara o untuk bangunan rumah tinggal biasa digunakan kemiringan 38 o Lebar dan Tinggi Anak Tangga Satu langkah manusia arah datar adalah cm, sedangkan untuk melangkah naik perlu tenaga 2 kali lebih besar daripada melangkah datar. Oleh karena itu, perbandingan yang baik adalah : (L+2T) = 60 s/d 65 cm L = lebar anak tangga (lebar injakan = aantrede) MODUL AJAR SPPK 13

14 T = tinggi anak tangga (tinggi tanjakan = optrade) Biasanya, T berkisar antara cm agar masih terasa mudah di daki L berkisar antara 22,5 30 cm agar tapak sepatu dapat berpijak dengan baik Jumlah Anak Tangga Jumlah anak tangga dalam satu tangga diusahakan tidak lebih dari 12 buah apabila lebih dianjurkan untuk menggunakan bordes. Hal ini untuk mencapai kenyamanan pengguna terutama penyandang cacat dan orang tua. Kalau keadaan memaksa, misalnya karena keterbatasan ruangan yang ada, maka dimungkinkan jumlahnya maksimal 16 anak tangga, hal ini mengacu kondisi maksimal kemampuan (kelelahan) tubuh manusia. Untuk menghindari kecelakaan, apabila dimungkinkan sebaiknya anak tangga dibuat seragam ukurannya, baik tinggi ataupun lebarnya. Apabila tidak dimungkinkan, anak tangga yang berbeda ukurannya diletakkan pada bagian paling bawah (antisipasi keamanan). Contoh Perhitungan Tangga Misalkan tinggi lantai (floor to floor) = 320 cm Jumlah anak tangga = tinggi floor to floor 1 cm Ukuran Anak Tangga Dicoba : t = 16 cm, I= 26 cm Maka : 2 t + l = (2 x 16) + 26 = 58 < 60. tangga terlalu landai, melelahkan. Dicoba : t = 20 cm, l = 28 cm Maka : 2 t + l =(2 x 20) + 28 = 68 > 65. tangga terlalu curam, cepat lelah. Dicoba : t = 18 cm, l = 28 cm Maka : 2 t + l = (2 x 18) + 28 = 64 cm boleh dipakai. Jumlah Anak Tangga Jumlah anak tangga = 320/18 1 = 16,78 buah Maka jumlah yang dipakai: Alternatif 1: Jumlahnya dibulatkan ke atas (17 buah), selisihnya dibagi rata. 320/t 1 = 17, maka t dibuat 17,8 cm Alternatif 2: Tinggi seluruh anak tangga dibuat sama, kecuali anak tangga terbawah dengan ukuran yang berbeda. MODUL AJAR SPPK 14

15 Karena jumlahnya lebih dari 12 anak tangga (17 anak tangga), maka anak tangga ke 9 dapat menjadi bordes JALAN TERUSAN EKSIT MODUL AJAR SPPK 15

16 Suatu jalan terusan eksit harus dipisahkan dari bagian lain bangunan gedung seperti ditentukan pada butir 3.5 dan alternatif berikut diizinkan: (1) Jendela kebakaran sesuai ketentuan tentang pintu dan jendela kebakaran 1), diperkenankan untuk dipasang pada pemisah dalam bangunan gedung yang diproteksi keseluruhannya oleh sistem springkler otomatis yang disetujui dan tersupervisi, sesuai butir 5.3. (2) Panel kaca berkawat dipasang tetap dalam rangka baja diperkenankan terus digunakan pada pemisah dalam bangunan gedung yang diproteksi MODUL AJAR SPPK 16

17 keseluruhannya oleh sistem springkler otomatis yang disetujui dan tersupervisi sesuai butir 5.3. Pelepasan tangga. Suatu jalan terusan eksit yang melayani sebagai pelepasan dari ruang tangga terlindung, harus mempunyai sekurang-kurangnya tingkat ketahanan api yang sama dengan proteksi bukaan yang tingkat proteksi kebakarannya seperti disyaratkan untuk ruang tangga terlindung. MODUL AJAR SPPK 17

18 MODUL AJAR SPPK 18 MODUL 3. ERP

19 KAPASITAS SARANA JALAN KE LUAR Beban hunian setiap bangunan gedung atau bagiannya harus tidak boleh kurang dari jumlah orang yang ditetapkan dengan membagi luas lantai yang diberikan terhadap penggunaan oleh faktor beban hunian sesuai dengan tabel dan gambar Tabel Faktor beban hunian Penggunaan (m 2 per orang) a Pertemuan : Padat, tanpa kursi yang dipasang tetap. 0,65 bersih Kurang padat, tanpa kursi yang dipasang 1.4 tetap Tempat duduk jenis bangku. 1 orang/455 mm lurus Tempat duduk dipasang tetap. Jumlah kursi yang dipasang tetap Tempat tunggu Lihat standar 1) Dapur 9.3 Daerah tumpukan di Perpustakaan 9.3 Ruang baca perpustakaan 4,6 bersih Kolam renang. 4,6 (permukaan air) Geladak kolam renang. 2,8 Ruang latihan dengan peralatan, 4,6 Ruang latihan tanpa peralatan. 1,4 Panggung. 1,4 bersih Pencahayaan dan akses jalan sempit 9,3 bersih (catwalk), galeri, alat panggang. MODUL AJAR SPPK 19

20 Kasino dan daerah permainan serupa. 1 Lingkaran skating. 4,6 Pendidikan : Ruang kelas 1,9 bersih Bengkel, laboratorium, ruang kejuruan. 4,6 bersih Perawatan harian 3,3 bersih Pelayanan Kesehatan. Ruang tindakan rawat inap. 22,3 Rawat inap 11,1 Rawat jalan 9,3 Rumah Tahanan dan Lembaga 11,1 Pemasyarakatan. Rumah Tinggal : Hotel dan Asrama 18,6 Bangunan gedung Apartemen. 18,6 Rumah perawatan, besar. 18,6 Industry : Umum dan industry berisiko tinggi 9,3 Industry dengan tujuan khusus Tidak tersedia Bisnis 9,3 Gudang Dalam hunian gudang Tidak tersedia Dalam hunian perdagangan 27 Dalam hunian lain dan hunian 46,5 perdagangan Perdagangan Daerah penjualan pada lantai jalan b,c) 2,8 Daerah penjualan pada dua atau lebih 3,7 lantai jalan c) Daerah penjualan pada lantai di bawah 2,8 lantai jalan c) Daerah penjualan pada lantai di bawah 5,6 lantai jalan c) Lantai atau bagian dari lantai yang Lihat bisnis digunakan hanya untuk kantor Lantai atau bagian dari lantai yang 27,9 digunakan hanya untuk gudang, penerimaan, pengiriman, dan tidak terbuka ke public umum. Bangunan gedung Mall d) Per faktor penerapan penggunaan MODUL AJAR SPPK 20

21 tempat e) Keterangan : (Tidak tersedia) : Beban hunian adalah angka mungkin yang maksimum dari hunian yang ada pada setiap waktu. a) Semua faktor dinyatakan dalam luas kotor kecuali diberi tanda bersih. b) Untuk tujuan menentukan beban hunian dalam hunian perdagangan, apabila karena perbedaan dari poermukaan jalan pada sisi yang berbeda, dua atau lebih lantai jalan masuk langsung dari jalan lama (tidak termasuk lorong atau jalan belakang sejenis), setiap lantai seperti itu diizinkan untuk dihitung menjadi lantai jalan. Faktor beban hunian adalah satu orag untuk setaip 40 ft 2 (3,7 m 2 ) luas lantai kotor dari tempat penjualan. c) Untuk tujuan menentukan beban hunian dalam hunian perdagangan dengan tanpa lantai jalan, seperti didefinisikan dalam bab II tetapi dengan akes langsung dari jalan dengan tangga atau eskalator, lantai pada titik jalan masukke hunian perdagangan dihitung lantai jalan. d) Untuk setiap jualan makanan atau daerah yang digunakan untuk pertemuan lain yang berada di dalam mal yang tidak termasuk sebagai bagian dari luasan kotor yang disewakan dari bangunan gedung mal, beba hunian dihitung berdasarkan pada faktor beban hunian untuk penggunaan seperti ditentukan pada tabel Luas mal yang tersisa tidak disyaratkan untuk ditentukan beban huniannya e) Bagian dari mal yang diperhitungkan sebagai jalan untuk pejalan kaki dan tidak digunakan sebagai luasan kotor yang disewakan tidak disyaratkan untuk ditentukan beban huniannya berdasarkan tabel Bagaimanapun sarana jalan ke luar dari jalan untuk pejalan kaki di mal disyaratkan untuk disediakan untuk beban hunian yang ditentukan dengan membagi luas kotor yang disewakan dari bangunan gedung mal (tidak termasuk toko pancing) dengan jumlah terendah faktor beban hunian dari gambar Setiap penyewa tempa tersendiri disyaratkan mempunyai sarana jalan ke luar ke luar bangunan gedung atau ke mal didasarkan pada beban hunian dihitung dengan menggunakan faktor beban hunian keseluruhan dari tabel Setiap toko pancing tersendiri disyaratkan utuk mempunyai sarana jalan ke luar tersendiri dari mal. Apabila luas kotor dan luas bersih pada gambar keduanya digunakan untuk hunian yang sama; perhitungan harus dibuat dengan menerapkan gambar luas kotor untuk luas kotor bagian bangunan gedung yang disediakan untuk penggunaan gambar luas kotor yang ditentukan, dan dengan menerapkan gambar luas bersih untuk luas bersih dari bagian bangunan gedung yang disediakan untuk penggunaan gambar area bersih yang ditentukan MODUL AJAR SPPK 21

22 Tabel A Beban hunian Terminal Bandara Daerah terminal bandara m 2 (kotor) Tempat berkumpul banyak orang 9,3 Ruang tunggu 1,4 Ruang pengambilan bagasi 1,9 Ruang penanganan bagasi 27,9 Eksit Yang Melayani Lebih Dari Satu Lantai. Apabila sebuah eksit melayani lebih dari satu lantai, hanya beban hunian tiap lantai diperhitungkan tersendiri harus digunakan dalam kapasitas yang dibutuhkan dari eksit pada lantai itu, dijelaskan bahwa kapasitas jalan ke luar yang dibutuhkan dari eksit tidak dikurangi dalam arah lintasan jalan ke luar. Kapasitas Titik Pertemuan. (Capacity from a Point of Convergence) Apabila sarana jalan ke luar dari sebuah lantai atas dan lantai bawah bertemu pada sebuah lantai tengah, kapasitas sarana jalan keluar dari titik pertemuan harus tidak kurang dari penjumlahan kapasitas dua sarana jalan keluar MODUL AJAR SPPK 22

23 Gambar 3.8. Jalur lintas bersama. Kapasitas Sarana Jalan Keluar Balkon dan Mezzanin. Apabila kapasitas jalan keluar yang disyaratkan dari sebuah balkon atau mezzanin yang ke luar melalui ruang di bawahnya, kapasitas yang dibutuhkan harus ditambahkan ke kapasitas jalan ke luar yang dibutuhkan dari ruang di bawahnya. MODUL AJAR SPPK 23

24 Pada bangunan gedung yang sudah ada, lebar dari akses eksit diperkenankan tidak kurang dari 80 cm PENGUKURAN JARAK TEMPUH KE EKSIT Berikut ini adalah ilustrasi travel distance ke sebuah pintu keluar (exit). Dalam ilustrasi (a), tangga tidak tepat untuk dijadikan syarat sebagai jalan keluar; MODUL AJAR SPPK 24

25 Pengukuran jarak perjalanan lantai dimulai di pintu keluar lantai pertama ke luar pintu. Dalam ilustrasi (b), tangga merupakan jalan keluar menerus; Pengukuran jarak perjalanan berakhir di lantai dua di pintu masuk ke tangga. Jalur ditandai 1 sampai 6 menunjukkan bahwa perjalanan jarak diukur sebagai berikut: 1 Mulai dari subjek titik paling jauh untuk hunian 2 Di lantai atau permukaan jalan lainnya 3 Sepanjang tengah lajur 4. Sekitar sudut dan halangan dengan clearance 1 ft (0,3 m) 5. Menuju exit pada ramp terbuka dan menuju akses tangga 6 Akhir menuju pintu keluar Jarak perjalanan yang dihitung menghasilkan evakuasi yang aman dan cepat selama berlangsungnya situasi darurat. Tabel 2.3 menguraikan jarak perjalanan yang diperlukan untuk jenis penggunaan yang berbeda-beda, dengan atau tanpa perlindungan terhadap kebakaran. Tabel 2.4 menguraikan jarak perjalanan, kapasitas jalan keluar dan jarak maksimum ke jalan buntu. Tabel 2.3. Persyaratan Jarak Perjalanan Yang Aman dan Kapasitas Jalan Keluar Berdasarkan Penggunaan Bangunan Tabel 2.4. Persyaratan Kapasitas Sarana Keluar Yang Aman dan Jarak Perjalanan Yang Aman Pada Kondisi Jalan Buntu MODUL AJAR SPPK 25

26 JUMLAH SARANA JALAN KE LUAR Jumlah minimum sarana jalan ke luar dari setiap balkon, mezanin, lantai atau bagian dari padanya harus dua, kecuali salah satu di bawah kondisi berikut : (1) apabila sarana jalan ke luar tunggal diizinkan untuk bangunan gedung. (2) apabila sarana jalan ke luar tunggal diizinkan untuk suatu mezanin atau balkon dan dilengkapi jalur lintasan bersama terbatas dari seluruh klasifikasi hunian bangunan gedung. MODUL AJAR SPPK 26

27 Jumlah minimum sarana jalan ke luar dari setiap lantai atau bagian dari padanya selain untuk bangunan gedung yang sudah ada seperti diizinkan untuk seluruh klasifikasi bangunan gedung, harus sebagai berikut : (1) beban hunian lebih dari 500 tetapi tidak lebih dari 1000, sekurang-kurangnya 3. (2) beban hunian lebih dari 1000, sekurang-kurangnya 4. Lebar dan jumlah pintu keluar untuk suatu ruang atau bagian lain dari pabrik bergantung pada jumlah pekerja dalam ruang tersebut dan bukan pada luas lantai. Oleh sebab itu, ruang kecil bisa saja memerlukan pintu keluar yang besar apabila menampung banyak penghuni. Sebaliknya, dalam ruang atau daerah yang besar dengan sedikit pekerja (misalnya: gudang), jalan keluar yang lebih kecil dapat diterima. Tabel 2.2 memuat persyaratan untuk jumlah jalan keluar dan lebar total jalan untuk menyelamatkan diri atau jalan keluar, dengan jumlah orang yang ada di dalam ruang bangunan. Misalnya, tempat atau ruang interior dengan 450 pekerja sekurang-kurangnya harus memiliki 2 pintu keluar, dengan lebar total sekurangkurangnya 3 meter. Tabel 3.1. Persyaratan Lebar Total Jalan Untuk Menyelamatkan Diri dan Jumlah Jalan Keluar SUSUNAN SARANA JALAN KE LUAR Apabila dua eksit atau pintu akses eksit diperlukan, harus ditempatkan satu sama lain pada jarak minimal ½ jarak maksimum dari diagonal ruangan atau bangunan MODUL AJAR SPPK 27

28 gedung yang dilayaninya di ukur garis lurus dari ujung terdekat dari eksit atau pintu akses eksit. Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor, kecuali diizinkan oleh OBS, dibatasi untuk panjang yang ditentukan dalam seluruh klasifikasi hunian MODUL AJAR SPPK 28

29 EKSIT PELEPASAN Eksit pelepasan harus ditata dan diberi tanda untuk membuat jelas arah dari jalan ke luar ke jalan umum. Komponen eksit pelepasan. Pintu, tangga, ram, koridor, jalan terusan, jembatan, balkon, eskalator, travelator dan komponen lain dari eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan. Pelepasan ke atap. Apabila disetujui oleh OBS, eksit diizinkan untuk pelepasan ke atap atau bagian lain dari bangunan gedung atau bangunan gedung yang bersebelahan apabila kriteria berikut terpenuhi: (1). konstruksi atap/pasangan konstruksi langit-langit mempunyai TKA tidak kurang sesuai seperti yang disyaratkan untuk ruang eksit terlindung. (2) tersedia sarana jalan ke luar menerus dan aman dari atap. MODUL AJAR SPPK 29

30 PENCAHAYAAN DARURAT Peristiwa kebakaran biasanya disertai dengan padamnya listrik utama. Timbulnya produk pembakaran berupa asap daat memperburuk keadaan karena kepekatan asap membuat orang sulit untuk melihat ditambah lagi timbulnya sikap panik dari penghuni gedung. Oleh karena itu penting disediakan sumber energi cadangan untuk penerangan darurat (emergency light), baik pada tanda arah jalan keluar maupun jalur evakuasi. Adapun persyaratan penerangan darurat antara lain sebagai berikut: a. Lampu Exit/emergency ini harus menyala biasa dalam keadaan normal pada saat terjadi indikasi kebakaran, sinar lampu berwarna kuning b. Sistem penyalaan Lampu Exit/emergency harus dilengkapi dengan Magnetic Contactor. c. Gelombang Electromagnetic yang ditimbulkan tidak boleh lebih besar dari 50 Oersted. d. Lampu Exit dan Emergency dilengkapi dengan : High Temperature Rechargeable Nickle Cadmium Battery yang mampu bekerja selama 3 jam operasi. Change Over Switch Converter - Inverter MODUL AJAR SPPK 30

31 MODUL AJAR SPPK 31 MODUL 3. ERP

32 Gambar XXX. Tanda arah Photoluminescent Tanda arah photoluminescent harus di iluminasi menerus saat bangunan gedung dihuni. Level iluminasi pada tanda arah photoluminescent harus sesuai dengan daftar yang teruji. Iluminasi harus diisi dengan sumber cahaya yang handal PENANDAAN SARANA JALAN KE LUAR Arah jalan keluar harus diberi tanda sehingga dapat terlihat dengan jelas dan dapat dengan mudah ditemukan. Tanda jalan keluar dan tanda yang menunjukkan jalan keluar harus mudah terlihat dan terbaca. Tanda jalan keluar yang jelas akan memudahkan dan mempercepat proses evakuasi karena menghilangkan keraguan penghuni gedung pada saat terjadinya peristiwa kebakaran (NFPA 101). Tanda petunjuk arah harus berbentuk tanda gambar atau tulisan yang ditempatkan di lokasilokasi strategis, misalnya di persimpangan koridor atau di lorong-lorong dalam areal gedung atau bangunan. MODUL AJAR SPPK 32

33 Penempatan tanda yang baru haruslah sedemikian sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit koridor melebih jarak pandang atau 30 m, atau kurang dari tanda terdekat. MODUL AJAR SPPK 33

34 Gambar 3.1. Penempatan tanda yang berlebihan (a) (b) Gambar 3.1. (a) Penempatan tanda arah eksit yang berlebihan (b) Penempatan tanda arah eksit yang sesuai Perhitungan ERP Ketentuan Teknis menurut Buku Diklat Pengawasan K3 Penanggulangan Kebakaran, DEPNAKERTRANS Laju alir dalam keadaan normal jumlah rata rata orang yang kluar dari satu baris tunggal tiap menit adalah 60 orang. Dalam perencanaan diperhitungkan 40 orang/menit. 2. Durasi Evakuasi : o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Ringan : 2,0 menit. o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Sedang : 2,5 menit. o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Berat : 3,0 menit. MODUL AJAR SPPK 34

35 3. Lebar Pintu Minimal : 21 inch selanjutnya unit exit ditetapkan sebagai berikut : Dua unit exit = Tiga unit exit = Tiga unit exit = dan seterusnya ditambah Panjang jarak tempuh - resiko ringan = 30 meter - resiko sedang = 20 meter - resiko berat = 15 meter Contoh Perhitungan : Contoh soal 1 : Berapakah jumlah unit pintu darurat untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam waktu 2,5 menit? Jawaban : Jumlah orang dibagi 40 orang/menit dikalikan 2.5 menit = x 2,5 = 3,5 = 4 unit pintu darurat. Contoh soal 2 : Hitunglah jumlah dan lebar unit exit yang diperlukan pada perusahaan pabrik cat yang mempekerjakan 240 orang tenaga kerja. Jawaban : Pabrik cat termasuk klasifikasi bahaya kebakaran berat, sehingga lamanya waktu keluar adalah 2 menit Jumlah unit exit = Jumlah = / / = Jumlah = 3 unit exit Lebar minimal = =50 Contoh soal 3 : Pada contoh perhitungan dibawah ini diambilkan studi kasus yang terdapat pada SFPE Handbook of Fire Protection Engineering Edisi III tahun 2002, pada section 3 chapter 14 hal sampai dengan sebagai berikut : MODUL AJAR SPPK 35

36 Gambar 3.XXX. Dimensi lantai 1 sampai dengan 9 (300 ft x 80 ft). Diketahui sebuah gedung dengan bentuk di atas ini : Jumlah lantai 9 lantai dimensi 300 ft x 80 ft (91 m x 24 m) Jarak antar lantai 12 ft (3,7 m). Dua buah tangga di kiri dan kanan langsung menuju ke luar. Masing-masing tangga lebar 44 in (1,12 m), dengan handrail 2,5 in (63 mm). Anak tangga memiliki tanjakan 7 in (178 mm) dan injakan 11 in (279 mm). Lebar landing bordes 8 ft (2,4 m). Terdapat pintu menuju ketangga dengan lebar 36 in (0,91 m) Pada lantai satu pintu keluar tidak menggunakan tangga. Masing-masing lantai memiliki koridor dengan lebar 8 ft (2.4 m), ujung koridor bertemu dengan pintu masuk ke tangga. Jumlah penghuni 300 orang/lantai. Pertanyaannya: Hitunglah waktu keluar penghuni sampai berada di lantai bawah! Solusi A: Dengan mengasumsikan semua orang bergerak tiap lantai maka akan terdapat antrian pada pintu masuk menuju tangga. Perkiraan kemampuan dari tangga : Lebar efektif tangga We = 44 (2x6) = 32 in (2,66 ft) lihat tabel Lebar efektif pintu We = 36 (2x6) = 24 in (2 ft) lihat tabel Tangga Fs = Fsm = 18,5 persons/min/ft lihat tabel Fc = Fs x We = 18,5 persons/min/ft x 2,66 ft = 49,2 persons/min Perkiraan Laju Kapasitas melewati sebuah pintu : Fs = Fsm = 24 persons/min/ft lihat tabel Fc = Fs x We = 24 persons/min/ft x 2 ft = 48 persons/min Oleh karena laju kapasitas pintu kurang dari laju kapasitas tangga maka laju aliran di wakili oleh pintu (48 persons/min). Perkiraan kecepatan pergerakan pada tangga : S = k-akd lihat tabel untuk mendapatkan nilai k dan a MODUL AJAR SPPK 36

37 = 212 (2,86x212x 0,175) lihat gambar untuk mendapatkan nilai D = 105 ft/min Jarak lantai ke lantai melewati tangga (Td) Td = [tinggi lantai x cf (lih. tabel )] + (2 x landing) = [ 12 x 1,85] + (2 x 8) = 38,2 ft Waktu tempuh pada tangga = =, / = 0,36 min 12 ft 8 ft Gambar 3.XXX. Tangga tiap lantai. Perkiraan waktu evakuasi pada bangunan Jika semua penghuni banguan dievakuasi secara bersamaan maka, setiap tangga dapat dilalui 48 persons/min. Jumlah penghuni 2400 persons (300 persons x 8 lantai), maka penghuni dilantai dasar membutuhkan 25 menit ( ( ) / ) untuk mencapai exit. Penambahan waktu 0,36 menit dibutuhkan untuk evakuasi dari lantai 2 ke exit. Total minimum waktu yang digunakan untuk evakuasi lantai 2 sampai dengan lantai 9 adalah 25,4 menit. Solusi B: Asumsikan semua penghuni keluar secara bersamaan pada waktu yang sama. Estimasikan flow density (D), kecepatan (S), spesific flow (Fs), lebar efektif (We) dan laju perhitungan awal (Fc) untuk tiap lantai. Dengan membagi bangunan menjadi 2 bagian maka : Pada koridor D = ( = 0,125 persons/ft 2. ) S = k-akd lihat tabel untuk mendapatkan nilai k dan a S = (2,86 x 275 x 0,125) = 177 ft/min Fs = S D = 177 ft/min x 0,125 persons/ft 2 = 22 persons/min/ft Fsm = 24 persons/min/ft lihat tabel Fs < Fsm maka yang digunakan Fs Lebar efektif koridor We = 8 (2x ) = 7 ft lihat tabel MODUL AJAR SPPK 37

38 Fc = Fs x We = 22 persons/min/ft x 7 ft = 154 persons/min Estimasi tabrakan di pintu masuk tangga pada laju keluar Lebar efektif pintu We = 36 (2x6) = 24 in (2 ft) lihat tabel Fsm = 24 persons/min/ft (doorway) lihat tabel ( )= ( ) ( = ) = 77 persons/min/ft ( ) Fsm < Fs maka yang digunakan Fsm Fc = Fsm x We = 24 persons/min/ft x 2 ft = 48 persons/min. Oleh karena Fc koridor = 154 persons/min > Fc pintu = 48 persons/min maka terjadilah antrian sebesar 154 persons/min - 48 persons/min = 106 persons/min. Estimasi tabrakan di tangga pada laju keluar Lebar efektif tangga We = 44 (2x6) = 32 in (2,66 ft) lihat tabel Fsm = 18,5 persons/min/ft (Stairs riser 7 in dan tread 11 in) lihat tabel ( = ) ( ) ( ) = ( ), = 18 persons/min/ft Fs < Fsm maka yang digunakan Fs Fc = Fs x We = 18 persons/min/ft x 2,66 ft = 47,88 persons/min. Atar lantai ke lantai Gunakan gambar atau rumus 5 dan tabel untuk mendapatkan ( sebesar ) 0,146 persons/ft 2 diperoleh dari : Catatan : Fs = (1-a.D).k.D 18 = (1-2,86.D).2,86.D 18 = 212.D 606,32.D 2 Gunakan Rumus ABC X1.2 = ± X1 = 0,204 dan X2 = 0,146 pilih yang terkecil ( = k-akd ) = (2,86 x 212 x 0,146) = 123 ft/min Jarak lantai ke lantai melewati tangga (Td) Td = [tinggi lantai x cf (lih. tabel )] + (2 x landing) = [ 12 x 1,85] + (2 x 8) = 38,2 ft Waktu tempuh pada tangga = =, / = 0,31 min (19 s) Fc = Fs x We = 18 persons/min/ft x 2,66 ft = 48 persons/min. Setelah 0,31 menit atau 19 detik, 15 orang (48 persons/min x 0,31 min) berada di tangga, sehingga bila lantai 2 sampai dengan 9 maka ada 8 x 15 = 120 persons di seluruh tangga. Estimasi tabrakan pada penggabungan dari laju tangga dan laju pintu masuk tangga MODUL AJAR SPPK 38

39 ( = ) {[ ] [, ]} ( = ) ( ) ( )+ [18 2,66] 2,66, =36 persons/min/ft Fsm = 18,5 persons/min/ft (Stairs riser 7 in dan tread 11 in) lihat tabel Fsm < Fs maka yang digunakan Fsm Fc = Fs x We = 18,5 persons/min/ft x 2,66 ft = 49,21 persons/min. Laju jalan keluar Dengan menganggap semua orang memiliki laju kecepatan 177 ft/min, semua penghuni bisa diasumsikan mencapai tangga selama 30 detik. Pada saat 30 detik pertama laju penghuni melewati pintu menuju tangga, dengan Fc = 48 person/min lalu 19 detik kemudian (49 detik dari awal) 120 persons berada di dalam seluruh tangga, dan 135 persons mengantri di pintu masuk tangga. Mengingat 135 persons mengantri di pintu masuk tangga, lalu akan melewati pintu dengan Fc = 48 person/min. Rata rata waktu penghuni turun di tangga selama 19 detik/lantai. Maka : Saat 218 detik (3,6 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 9. Saat 237 detik (4,0 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 8. Saat 401 detik (6,7 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 8. Saat 420 detik (7,0 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 7. Saat 584 detik (9,7 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 7. Saat 603 detik (10,1 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 6. Saat 767 detik (12,8 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 6. Saat 786 detik (13,1 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 5. Saat 950 detik (15,8 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 5. Saat 969 detik (16,2 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 4. Saat 1133 detik (18,9 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 4. Saat 1152 detik (19,2 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 3. Saat 1316 detik (21,9 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 3. Saat 1335 detik (22,3 min) aliran akhir penghuni mencapai lantai 2. Saat 1499 detik (25,0 min) semua orang telah dievakuasi dari lantai 2. Saat 1518 detik (25,3 min) semua orang telah dievakuasi dari gedung. Catatan : + = 3,6 min, / 237 detik 218 detik = 19 detik 401 detik 237 detik = 164 detik, / MODUL AJAR SPPK 39

40 Validasi Perhitungan dengan Software Pathfinder Kata simulasi berasal dari kata simulate yang artinya meniru. Maka teknik simulasi adalah teknik untuk meniru dimana hasilnya disebut simulator. Pathfinder Simulator Pathfinder adalah sebuah simulator yang menentukan pergerekan manusia beserta jalur yang ditempuhnya. Software ini berasal dari salah satu publisher di Amerika, Thunderhead Engineering. Software ini mampu menyajikan perangkat visualisasi untuk penganalisa hasil sebuah interface pengguna grafis untuk desain simulasi dan eksekusi sebaik 2 dimensi dan 3 dimensi. Pathfinder termasuk sebuah interface pengguna grafis yang digunakan terutama untuk membuat dan menjalankan model simulasi. Sebuah screenshot dari interface pengguna ini dtampilkan pada gambar berikut ini : MODUL AJAR SPPK 40

41 3.3. Referensi 1). SNI tentang Tata Cara Proteksi Pasif Bahaya Kebakaran. 2). Life Safety Code, NFPA 101, 2006 Edition. 3). SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, 3 rd Edition, ). Ramli, Soehatman Petunjuk praktis manajemen kebakaran (fire management). Jakarta: Dian Rakyat 5). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Jakarta, ). SNI tentang Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung. 7). SNI tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 8). Menteri Negara Pekerjaan umum. Keputusan Menteri No.10/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan. Jakarta, ). Yunita, Puspa (2011), Evaluasi efektivitas koridor sebagai sarana evakuasi saat terjadi bahaya kebakaran, Skripsi Arsitektur, Universitas Indonesia. 10). Indaryana P.K., Mochammad (2014), Perancangan sistem evakuasi dan pembuatan simulasi sistem evakuasi menggunakan software pathfinder, Tugas Akhir Teknik K3, PPNS. 11). Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16 Februari ). Fire Safety Risk Assesment Educational Premises, Department for Communities and Local Government, ISBN MODUL AJAR SPPK 41

42 13). Gambar Konstruksi Bangunan Semester 4, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri, Latihan Soal 1). Sebutkan dan jelaskan 10 kelas bangunan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008! 2). Sebutkan persyaratan penulisan ukuran EXIT dan BUKAN EXIT menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008! 3). Jelaskan langkah-langkah yang perlu Saudara lakukan apabila ditempat Saudara terjadi kebakaran! 4). Sebutkan type dasar rute untuk penyelamatan/evakuasi yang Saudara ketahui! 5). Pedoman prosedur darurat dalam peristiwa kebakaran meliputi apa saja. Uraikan jawaban Saudara! 6). Hitunglah kebutuhan Unit Exit, lebar minimal dan waktu evakuasi pada bangunan di bawah ini : 3.5. Lembar Kerja MODUL AJAR SPPK 42

43 MODUL AJAR SPPK 43

44 3.6. Jawaban Selamat mengerjakan MODUL AJAR SPPK 44

KONSTRUKSI TANGGA. Minggu X

KONSTRUKSI TANGGA. Minggu X KONSTRUKSI TANGGA Minggu X 1. CAKUPAN ISI - Fungsi, jenis, persyaratan dan bahan tangga - Konstruksi tangga dan hubungannya dengan elemen lainnya 2. TUJUAN PEMBELAJARAN (Learning Outcome) Memahami fungsi,

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO 6506 040 032 Latar Belakang PT. Philips Indonesia merupakan pabrik lampu yang dalam proses

Lebih terperinci

PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE PLAN PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN PROYEK PT. TATA. Oleh: Inggi Irawan ( )

PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE PLAN PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN PROYEK PT. TATA. Oleh: Inggi Irawan ( ) PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE PLAN PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN PROYEK PT. TATA Oleh: Inggi Irawan (6505 040 0) Latar Belakang TATA adalah suatu perusahaan yang bertindak di bidang konstruksi.

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

EVALUASI SARANA MENYELAMATKAN DIRI KEADAAN DARURAT PADA BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KEBAKARAN

EVALUASI SARANA MENYELAMATKAN DIRI KEADAAN DARURAT PADA BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KEBAKARAN EVALUASI SARANA MENYELAMATKAN DIRI KEADAAN DARURAT PADA BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KEBAKARAN Lukman Handoko, Sritomo Wignjosoebroto, Sri Gunani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB II TINJAUN PUSTAKA 7/6/010 Perencanaan Emergency Response Plan dan Penempatan APAR pada Gedung Direktorat PPNS-ITS PPNSPPNS-ITS -ITS Oleh: Rr. Ayunda Mahardini 6506.040.01 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Gedung Direktorat

Lebih terperinci

PEMBUATAN SOFTWARE SIMULASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DI PT. INDONESIA MARINA SHIPYARD DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI INFORMASI ARENA 5

PEMBUATAN SOFTWARE SIMULASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DI PT. INDONESIA MARINA SHIPYARD DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI INFORMASI ARENA 5 PEMBUATAN SOFTWARE SIMULASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DI PT. INDONESIA MARINA SHIPYARD DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI INFORMASI ARENA 5 ASEP MOCHAMAD ZULPIKAR 6506040053 LATAR BELAKANG Skenario tanggap darurat

Lebih terperinci

EVALUASI TANGGA KEBAKARAN SEBAGAI SARANA EVAKUASI KEBAKARAN ( STUDI KASUS UMB TOWER )

EVALUASI TANGGA KEBAKARAN SEBAGAI SARANA EVAKUASI KEBAKARAN ( STUDI KASUS UMB TOWER ) LAPORAN PENELITIAN EVALUASI TANGGA KEBAKARAN SEBAGAI SARANA EVAKUASI KEBAKARAN ( STUDI KASUS UMB TOWER ) PENELITI: ARYO INDRA NUGROHO (NIM: 41209010031) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN

Lebih terperinci

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung. Kembali SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung. 1 Ruang Lingkup. 1.1 Standar pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem

Lebih terperinci

PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Materi 7 PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes PENGANTAR Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan bangunan untuk penanggulangan bahaya kebakaran

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

MANUAL SARANA PENYELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN

MANUAL SARANA PENYELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN MANUAL SARANA PENYELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN I UMUM...I-1 1. PENDAHULUAN... I-1 2. APLIKASI... I-1 3. CAKUPAN BUKU... I-3 4. REFERENSI... I-3 BAGIAN II P R I N S I P

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kebakaran di tempat

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Kecelakaan kerja Frank Bird Jr : kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beberapa penelitian yang terkait dengan kebakaran gedung diantaranya. Pertama penelitian oleh Erna Kurniawati pada tahun 2012 yang berjudul Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran pada

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki BAB V KONSEP 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pencapaian Pejalan Kaki Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki Sisi timur dan selatan tapak terdapat jalan utama dan sekunder, untuk memudahkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 PERENCANAAN TANGGAP DARURAT DI GEDUNG PERKANTORAN PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Priyo Agus Setiawan 1, Politeknik Perkapalan Negeri

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Penilaian

Lampiran 1 Hasil Penilaian Lampiran 1 Hasil Penilaian FORMULIR ISIAN DATA ANGUNAN Tanggal : 12 s.d. 16 September 2017 Pemeriksa : Akhid Gunawan Tanda Tangan : DATA ANGUNAN Nama bangunan : Hotel UNY Alamat : Jl arangmalang aturtunggal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA a. bahwa di tempat kerja berakibat sangat merugikan baik bagi perusahaan, pekerja

Lebih terperinci

Evaluasi Fungsi Tangga Darurat pada Gedung-gedung di Universitas Negeri Semarang

Evaluasi Fungsi Tangga Darurat pada Gedung-gedung di Universitas Negeri Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Evaluasi Fungsi Tangga Darurat pada Gedung-gedung di Universitas Negeri Semarang Moch Fathoni Setiawan, Andi Purnomo, Eko Budi Santoso Lab. Struktur dan Teknologi Bangunan, Sains

Lebih terperinci

Ari Wibisono

Ari Wibisono EVALUASI ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR) DAN EMERGENCY RESPONSE PLAN (ERP) BERDASARKAN NATIONAL FIRE PROTECTION ASSOCIATION DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI PT. MacGREGOR PLIMSOLL INDONESIA

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pentingnya Tangga kebakaran. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pentingnya Tangga kebakaran. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pentingnya Tangga kebakaran Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hotel UNY yang beralamat di Jl Karangmalang Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta. Lokasi Hotel UNY dapat dikatakan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Egress System merupakan sistem evakuasi diri yang pada kajian ini dikhususkan mengenai sistem evakuasi terhadap bahaya kebakaran dengan objek studi Melinda Hospital.

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN APARTEMEN (Studi Kasus Apartemen Di Surabaya)

STUDI TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN APARTEMEN (Studi Kasus Apartemen Di Surabaya) DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment), Vol. 39, No. 1, July 2012, 15-22 ISSN 0126-219X STUDI TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN APARTEMEN (Studi Kasus Apartemen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA Minimbang : MENTERI TENAGA KERJA R.I 1. bahwa kebakaran di tempat kerja berakibat sangat merugikan

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran BAB IV Bab IV Hasil dan Analisis HASIL DAN ANALISIS 4.1. Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran merupakan suatu kombinasi dari berbagai sistem untuk

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1. Konsep Dasar Dari Tema Perancangan Pusat Data & Informasi Bencana Alam ini menggunakan konsep bentuk menjadikan ekspresi yang mengarah kepada arsitekturalnya, tentunya dengan

Lebih terperinci

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenal waktu, tempat atau siapapun yang menjadi korbannya. Masalah kebakaran di sana-sini masih banyak terjadi.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung A III LANDASAN TEORI A. Evaluasi Sistem Proteksi ebakaran Gedung Evaluasi terhadap sistem proteksi kebakaran dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jenis pedoman. Salah satu pedoman yang bisa dipakai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting disediakan digedung sebagai preventif (pencegahan) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bangunan Gedung Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya :

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya : 1. Sistem Sprinkler Di era sekarang, dimana semakin banyaknya bangunan-bangunan pencakar langit dan semakin mdern-nya bangunan yang didirikan, sistem penanggulangan kebakaran memegang peranan penting pada

Lebih terperinci

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik Ducting Standard : 67. Duct harus diatur sehingga uap tidak berkondensasi dan mengendap di dasar duct. Dalam kebanyakan kasus sebaiknya saluran ventilasi diakhiri dengan : Setidaknya 3 meter di atas level

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEPALA INSTALASI SARANA DAN PRASARANA ANALISIS SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI FASILITAS INTENSIVE CARE UNIT(ICU)RSUP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN PERMASALAHAN Intensitas penerangan yang kurang dapat

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012 i PENGANTAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai penerapan emergency preparedness & response yang dapat penulis bahas sebagai berikut : A. Emergency

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR TANGGA PROYEK PEMBANGUNAN RSUD CIDERES MAJALENGKA. Abstraksi

ANALISIS STRUKTUR TANGGA PROYEK PEMBANGUNAN RSUD CIDERES MAJALENGKA. Abstraksi ANALISIS STRUKTUR TANGGA PROYEK PEMBANGUNAN RSUD CIDERES MAJALENGKA Abdul Kholiq, Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Majalengka Choliq_fastac@yahoo.co.id Abstraksi Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Fasilitas Fisik Aktual 6.1.1.1 Kursi Kursi aktual yang digunakan dalam aktifitas jemaat di GMS Bandung berbahan pipa besi sebagai kaki dan penyangganya sedangkan

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Ungkapan yang sering kita dengar tersebut menggambarkan bahwa api mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga dapat mendatangkan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu dan teknologi telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini diiringi pula dengan berkembangnya dunia industri yang semakin maju. Pemanfaatan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR Mohamad Hakam Prodi : Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran PENANGGULANGAN KEBAKARAN PENDAHULUAN DATA KASUS KEBAKARAN Tahun 1990-1996 Jumlah kejadian : 2033 kasus 80% kasus di tempat kerja 20% kasus bukan di tempat kerja Tahun 1997-2001 Jumlah kejadian : 1121 kasus

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Pertanyaan : 1. Apakah RSUP H Adam Malik mempunyai

Lebih terperinci

EMERGENCY PLANING AND EVACUATION LANGKAH-LANGKAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN

EMERGENCY PLANING AND EVACUATION LANGKAH-LANGKAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN Materi 8 EMERGENCY PLANING AND EVACUATION LANGKAH-LANGKAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes 1. Mengatur Rencana Evakuasi Penilaian tata letak ruang (lay out) dari bangunan. Mengatasi

Lebih terperinci

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang No Kelompok Kegiatan Luas 1 Kegiatan Administrasi ± 1.150 m 2 2 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisis terhadap fasilitas fisik dan lingkungan fisik yang terdapat pada Laboratorium 1 IT, Laboratorium 2 IT, dan Laboratorium 3 IT, ternyata

Lebih terperinci

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11 Proteksi Bahaya Kebakaran Kuliah 11 Penanggulangan Bahaya Kebakaran Beberapa kebakaran pabrik yang menewaskan pekerja di China dalam 10 th Tahun Tempat Perusahaan Meninggal 1991 Cina Pabrik jas hujan 72

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Keadaan fasilitas fisik aktual belum sesuai apabila dilihat dari segi ergonomi untuk meja makan, kursi makan, meja salad, kursi tunggu, meja kasir, dan mix 4 fun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dalam konsep umum adalah wilayah atau ruang terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum K3 KEBAKARAN Pelatihan AK3 Umum Kebakaran Hotel di Kelapa Gading 7 Agustus 2016 K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN FENOMENA DAN TEORI API SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN FENOMENA & TEORI API Apakah...? Suatu proses

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. menggunakan dinding yang sifatnya masif.

BAB V KONSEP PERANCANGAN. menggunakan dinding yang sifatnya masif. BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Orientasi Massa Bangunan Bagian massa bangunan apartemen menghadap arah utara-selatan sedangkan massa bangunan pusat perbelanjaan berbentuk masif dan mengarah ke dalam.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. TUJUAN PERANCANGAN Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan sebuah fasilitas kesehatan berupa hunian bagi kaum lansia agar dapat terlihat lebih nyaman

Lebih terperinci

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN Walaupun tidak dikehendaki, peristiwa kebakaran pada suatu bangunan masih sering terjadi. Bahkan ada juga yang menyebabkan nyawa melayang,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

EVALUASI DESAIN JALUR EVAKUASI PENGGUNA BANGUNAN DALAM KONDISI DARURAT PADA BANGUNAN APARTEMEN X

EVALUASI DESAIN JALUR EVAKUASI PENGGUNA BANGUNAN DALAM KONDISI DARURAT PADA BANGUNAN APARTEMEN X Jurnal Reka Karsa Jurusan Teknik Arsitektur Itenas Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [Februari 2016] EVALUASI DESAIN JALUR EVAKUASI PENGGUNA BANGUNAN DALAM KONDISI DARURAT PADA BANGUNAN APARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, tempat kerja ialah ruangan

Lebih terperinci

[2] PENCAHAYAAN (LIGHTING)

[2] PENCAHAYAAN (LIGHTING) [2] PENCAHAYAAN (LIGHTING) Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Perancangan

Bab IV Analisa Perancangan Bab IV Analisa Perancangan 4.1 Analisa Pemilihan Tapak Kriteria Pemilihan Tapak Pasar Baru Pasar baru adalah salah satu ruang publik diantara banyak ruang publik yang ada di jakarta yang persis bersebelahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Penerapan konsep frame pada bangunan Konsep frame pada bangunan ini diterapkan ke dalam seluruh bagian ruangan, meliputi lantai, dinding dan langit-langit. Konsep tersebut

Lebih terperinci

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY HOLME scompany R U A N G STANDAR D P ERANCANGAN... Ruang yang baik untuk perkembangan anak-anak TK, yaitu ruangan yang menyediakan area-area aktivitas tersendiri yang

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu BAB 6 HASIL RANCANGAN 6.. Penerapan Konsep Pada Rancangan 6... Konsep Rancangan Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu penyedia fasilitas yang mampu menampung kegiatan MICE

Lebih terperinci

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR KONSEP EKSTERIOR Konsep wujud pada masa rancangan memiliki elemen yang sama antara satu dengan yang lainnya. Yaitu kesamaan warna, tekstur, masiv void, pola, dan juga material. Ini terlihat pada detail

Lebih terperinci

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3 #7 PENGELOLAAN OPERASI K3 Dalam pengelolaan operasi manajemen K3, terdapat beberapa persyaratan yang dapat dijadikan suatu rujukan, yaitu: 1. OHSAS 18001 2. Permenaker 05/MEN/1996 Persyaratan OHSAS 18001

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan Rumah sakit Sulianti Saroso ini menggunakan tema Arsitektur sirkulasi. Hal ini ditekankan pada : 1. Pemisahan akses dari dan ke instalasi

Lebih terperinci

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN CHINDY

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN CHINDY STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN SKRIPSI OLEH CHINDY 100406067 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA 4.1 PERENCANAAN PERPARKIRAN 4.1.1 Data Proyeksi Penumpang Sesuai dengan metodologi yang telah dibuat, tahap pertama dari perencanaan perparkiran adalah

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 3.1 NARASI DAN ILUSTRASI HASIL RANCANGAN

BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 3.1 NARASI DAN ILUSTRASI HASIL RANCANGAN BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 3.1 NARASI DAN ILUSTRASI HASIL RANCANGAN Hasil yang muncul dari perancangan Kantor Sewa dengan Tata Ruang dan Material dengan tema ECO-Office Design ini memecahkan

Lebih terperinci