SKRIPSI OLEH LYDIA OCTAVIA TARIGAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH LYDIA OCTAVIA TARIGAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 GAMBARAN INTENSITAS KEBISINGAN DAN KEMAMPUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN PABRIK KELAPA SAWIT DI PTPN II TANJUNG GARBUS-PAGAR MERBAU TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH LYDIA OCTAVIA TARIGAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2018

2 GAMBARAN INTENSITAS KEBISINGAN DAN KEMAMPUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN PABRIK KELAPA SAWIT DI PTPN II TANJUNG GARBUS-PAGAR MERBAU TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH LYDIA OCTAVIA TARIGAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2018

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Gambaran Intensitas Kebisingan dan Kemampuan Pendengaran Pada Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Kelapa Sawit di PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Tahun 2017 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Medan, Januari 2018 Yang membuat pernyataan, Lydia Octavia Tarigan i

4 ii

5 ABSTRAK Kebisingan merupakan satu bagian yang menjadi masalah dalam kesehatan kerja yang timbul dari setiap proses di bidang industri. Menurut WHO diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja di negara-negara industry terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerja dan WHO memperkirakan di tahun 2004 lebih dari 275 juta orang di dunia dengan gangguan pendengaran sedang maupun berat. PTPN II PKS Pagar Merbau merupakan pabrik kelapa sawit dengan berbagai proses pengolahan yang menghasilkan kebisingan dari proses pengolahannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran intensitas kebisingan dan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PTPN II Pagar Merbau. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan sampel sebanyak 32 orang. Hasil pengukuran intensitas kebisingan dari 10 stasiun yang diukur yaitu : stasiun loading ramp 72,7 db(a), boiler 86,7 db(a), kamar mesin 100,5 db(a), klarifikasi 90,4 db(a), pressan 86,2 db(a), housting crane 83,5 db(a), perebusan 91,8 db(a), kernel 91,8 db(a), transfer depan 79,9 db(a), transfer belakang 81,5 db(a). Hasil pemeriksaan menggunakan audiometri diperoleh jumlah tenaga kerja yang mengalami tuli sedang sebanyak 9 orang (28,1%), tuli ringan sebanyak 11 orang (34,4%) dan tenaga kerja dengan pendengaran normal sebanyak 12 orang. Tenaga kerja yang terpapar intesitas kebisingan diatas 85 db(a) yang mengalami tuli sedang sebanyak 5 orang, tuli ringan 6 orang dan yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 5 orang. Tenaga kerja yang terapar intensitas kebisingan dibawah 85 db(a) yang mengalami tuli sedang sebanyak 4 orang, tuli ringan sebanyak 5 orang dan yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 7 orang. Diharapkan kepada pihak perusahaan agar dilakukan upaya penanggulangan kebisingan dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung telinga yang sesuai standar bagi pekerja. Kata Kunci: Kemampuan Pendengaran, Intensitas Kebisingan, Karakteristik Pekerja iii

6 ABSTRACT Noise Pollution is one of a playing part that is becoming a problem in a workplace health issue that arises from every process in the field of industry. According to WHO, it is estimated that almost 14% of the total sum of workers in industrial countries are exposed to noise pollutant that exceeds more than 90 db in the workplace, and WHO has estimated that in 2004 more than 275 million of people had hearing problems both in medium and severe terms. PTPN II Pagar Merbau is a palm oil factory with various processes that produce noise. The aims of this research are to see the overview of noise pollution and hearing abilities of the workers in the processing field of a crude palm oil factory PTPN II Pagar Merbau. This type of research is descriptive with a sample of 32 people. The results of the measurement of noise intensity from 10 stations measured were: loading ramp station (72.7 db), boiler (86.7 db), engine room (100,5 db), clarification (90,4 db), pressing station (86 2 db), housting crane (83.5 db), sterilization (91.8 db), kernel (91.8 db), front transfers (79.9 db), rear transfers (81.5 db). The results of the audiometric examination resulted in the number of workers who suffered severe deafness as many as 9 people (28.1%), light deafness as many as 11 people (34.4%) and the workers with normal hearing as many as 12 people. Workers exposed to noise intensity above 85 db (A) experienced moderate deafness as many as 5 people, light deafness 6 people and who had normal hearing ability of 5 people. Workers exposed to noise intensity below 85 db (A) experienced moderate deafness as many as 4 people, light deafness as many as 5 people and who have normal hearing ability of 7 people. It is expected that the company should make noise mitigation efforts and supervise the use of standard ear protective equipment for workers. Keywords: Hearing Ability, Noise Intensity, Worker Characteristics iv

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Gambaran Intensitas Kebisingan dan Kemampuan Pendengaran Pada Tenaga Kerja bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit di PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Tahun 2017 dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Penulisan skripsi ini, begitu banyak orang-orang yang telah memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan doa. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang besar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 4. dr. Mhd.Makmur Sinaga M.S sebagai Dosen Pembimbing I dan Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing II terima kasih atas bimbingan dan dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi. 5. Dra. Lina Tarigan, Apt., MS dan Umi Salmah, SKM., M.Kes. sebagai Anggota Penguji, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi. v

8 6. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh tenaga Kerja PTPN II PKS Pagar Merbau-Tanjung Garbus yang telah meluangka waktu sebagai responden dalam penelitian ini. 8. Dengan penuh rasa hormat dan mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya penulis mempersembahkan skripsi ini kepada orang tua terkasih Bapak Anggapen Tarigan dan Ibu Ismiati br Bangun beserta keluarga yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan perhatian kepada penulis. Medan, Januari 2018 Lydia Octavia Tarigan vi

9 DAFTAR ISI vii Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...i HALAMAN PENGESAHAN...ii ABSTRAK...iii ABSTRACT...iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN...x DAFTAR RIWAYAT HIDUP...x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian...6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kebisingan Definisi Bunyi Definisi Kebisingan Sumber Kebisingan Jenis Kebisingan Intensitas Kebisingan Nilai Ambang Batas Kebisingan Telinga Manusia Cara Kerja Indra Pendengaran Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia Gangguan Pada Indra Pendengaran Gangguan Bukan Pada Indra Pendengaran Pengukuran Kebisingan Pengendalian Kebisingan Kemampuan Pendengaran Tingkat Kemampuan Pendengaran Ketulian Cara Pemeriksaan Pendengaran Berbagai Pajanan yang Mempengaruhi Kemampuan Pendengaran...34

10 2.2.5 Kejadian Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Kerangka Konsep...41 BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Metode Analisis Data...47 BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Perusahaan Ruang Lingkup Bidang Usaha Lokasi Perusahaan Daerah Pemasaran Gambaran Proses Kerja Jumlah Pekerja di Setiap Stasiun Struktur Organisasi Karakteristik Responden Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Umur Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit Distribusi Responden Yang Merasakan Mengalami PenyakitTelinga Distribusi penyakit yang pernah diderita responden Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Obat Ototoksik Distribusi Responden Yang Pernah atau Sedang Menggunakan Ototoksik Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Penggunaan APT Distribusi responden yang menjawab perusahaan menyediakan APT Distribusi responden yang diberikan Training penggunaan APT...59 viii

11 Distribusi responden yang menggunakan APT ketika bekerja Distribusi responden yang menggunakan earplug ketika bekerja Distribusi alasan responden tidak menggunakan APT Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Kemampuan Pendengaran Tabulasi silang karakteristik responden dengan kemampuan Pendengaran Tabulasi silang intensitas kebisingan dengan kemampuan pendengaran Tabulasi silang intensitas kebisingan setiap stasiun dengan kemampuan pendengaran...70 BAB V PEMBAHASAN Umur Responden Masa kerja responden Riwayat penyakit Penggunaan obat ototoksik Penggunaan Alat pelindudng telinga Intensitas kebisingan Kemampuan pendengaran pekerja...73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...79 DAFTAR PUSTAKA...80 LAMPIRAN...83 ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan yang Diiszinkan dalam Pemajanan Perhari Tabel 2.2 Klasifikasi dari Kemampuan Pendengaran Menurut ISO Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Menggunakan Garputala Tabel 3.1 Klasifikasi Kemampuan Pendengaran Tabel 4.1 Jumlah Pekerja di Setiap Stasiun Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Umur Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Responden Bagian Pengolahan PKS Pagar Merbau Tahun Tabel 4.4 Distribusi Responden yang Pernah Mengalami Penyakit Telinga.. 57 Tabel 4.5 Distribusi Penyakit yang Pernah Diderita Responden Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Distribusi Responden yang Pernah atau Sedang Menggunakan Obat Ototoksik Distribusi Responden yang Menjawab Perusahaan Menyediakan APT Distribusi Responden yang Diberikan Pelatihan/training Penggunaan/APT Distribusi Responden yang Menggunakan Alat Pelindung Telinga Ketika Bekerja Tabel 4.10 Distribusi Responden yangmenggunakan Earplug Ketika Bekerja 60 Tabel 4.11 Distribusi Alasan Responden yang Tidak Menggunakan APT Tabel 4.12 Intensitas Kebisingan Setiap Stasiun Kerja PKS Pagar Merbau Tabel 4.13 Distribusi Responden yang Merasakan Penurunan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.14 Distribusi Responden yang Merasakan Penurunan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.15 Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.16 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.17 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan Setiap Stasiun dengan Kemampuan Pendengaran x

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Telinga Manusia Gambar 2.2 Sound Level Meter Gambar 2.3 Audiometeri Gambar 2.4 Audiogram xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian Lampiran 4 Master Data Lampiran 5 Output Hasil SPSS Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kemampuan Pendengaran Lampiran 8. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Lampiran 8 Dokumentas Penelitian xii

15 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Lydia Octavia Tarigan, lahir pada 19 Oktober 1995 di Medan. Berasal dari Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ayahanda Anggapen Tarigan, S.H dan Ibunda Ismiati br Bangun, S.E. Penulis bersuku Batak Karo dan beragama Kristen Protestan. Pendidikan formal penulis di mulai di Taman Kanak-Kanak Efrata pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar SD Swata Santo Petrus Medan pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Swasta Methodist-1 Medan pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Atas Swasta Methodist-1 Medan pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013 Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun xiii

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 27 menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi manusia. Didalam melakukan pekerjaan, negara juga menjabarkan hak keselamatan bagi setiap tenaga kerja. Hal ini tercantum dalam undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang menyebutkan bahwa Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional. Undang-undang keselamatan kerja lebih bersifat pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha pengendalian lingkungan kerja, supaya faktor-faktor yang membahayakan atau mengakibatkan gangguan kesehatan tenaga kerja dapat dihindari serta dapat meningkatkan produktifitas dan kesehatan pekerja (Undang-Undang Dasar No.1 Tahun 1970). Perkembangan di sektor industri dengan berbagai proses pengolahan yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan, keselamatan, kesehatan dan produktivitas masyarakat khususnya tenaga kerja. Banyak faktor yang dapat memungkinkan terjadinya potensi-potensi bahaya keselamatan maupun kesehatan bagi para tenaga kerja salah satunya adalah faktor fisik. Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisik yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, 1

17 2 kebisingan, getaran, gelombang makro, sinar uktra ungu, dan medan magnet (Permenakertrans No.13 tahun 2011). Kebisingan merupakan satu bagian yang menjadi masalah dalam kesehatan kerja yang timbul dari setiap proses di bidang industri. Menurut WHO diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja di negara-negara industri terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerja dan WHO memperkirakan ditahun 2001 terdapat 250 juta orang didunia dengan gangguan pendengaran sedang maupun berat, angka ini meningkat menjadi lebih dari 275 juta orang di tahun Dari jumlah tersebut 80% diantaranya berada di negara berkembang. Angka ini terus meningkat sejak penelitian awal yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1986 (Rahmawati, 2015). National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) pada tahun 1980 menidentifikasikan gangguan pendengaran akibat bising sebagai satu dari sepuluh penyakit akibat kerja (PAK) terbanyak. Pada tahun 1990, NIOSH mengelompokkan gangguan pendengaran ini sebagai salah satu dari delapan penyakit akibat kerja yang kritis (Miristha, 2009). Menurut Permenakertrans No.13 tahun 2011 kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No.13 tahun 2011). Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. 2

18 3 Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar oleh bising antara lain, Intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar oleh bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Soepardi, 2016) Penelitian yang dilakukan oleh Tana (2002) pada pekerja perusahaan baja di pulau Jawa, menyebutkan bahwa dari 264 orang pekerja terjadi gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) pada 115 orang (43,5%) pekerja perusahaan baja dan NHIL meningkat dengan bertambahnya usia dan lamanya masa kerja. Dalam penelitian Syahriani (2003) pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit diperoleh data dari 24 responden sebanyak 21 orang telah mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan kebisingan (Tana, 2002). Dewi (2013) melakukan penelitian pada pekerja inndustri pengolahan tebu PG. Poerwodadie Magenta. Ia memperoleh hasil dari 20 orang tenaga kerja, terdapat 9 orang yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran pada telinga kanan, dan 10 orang tenaga kerja yang mengalami penurunan kemampuan pada telinga kiri. Bagi tenaga kerja, ketulian atau kehilangan daya dengar yang disebabkan oleh bising mesin merupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat diobati. Dengan terjadinya ketulian berarti tenaga kerja kehilangan alat komunikasi yang dapat menyebabkan salah dalam menerima instruksi, di satu pihak dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pelaksanaan kerja, dan dapat membahayakan keselamatannya. Kondisi demikian berarti kerugian bagi perusahaan atau tenaga kerja tidak produktif (Meily, 1996). 3

19 4 PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau merupakan salah satu dari kelima distrik tanaman tahunan kelapa sawit dan karet rayon selatan dari PTPN II yang berkantor pusat di Tanjung Morawa. Proses pengolahan dari tandan buah sawit menjadi minyak kelapa sawit dilalui dengan beberapa proses tahapan yang dimulai dengan perebusan, pemepilan,pelumatan atau peremasan, penyaringan minyak biji, pengendapan, pemurnian hingga pengeringan minyak pemanasan. Dalam menjalankan proses pengolahannya PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Garbus-Pagar Merbau memiliki 10 stasiun kerja yaitu stasiun loading ramp, transfer depan, perebusan, transfer belakang, housting crane, pressan, kamar mesin, kernel, boiler dan klasifikasi. Menurut hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan, mesin-mesin yang digunakan untuk pengolahan kelapa sawit menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi, tetapi angka intesitas kebisingan pada setiap stasiun belum dapat penulis ketahui karena tidak tersedianya data pengukuran intensitas kebisingan di PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Garbus-Pagar Merbau ini. Pihak PT Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau telah menyediakan APD serperti helm dan ear plug, APD tersebut dibagikan kepada tenaga kerja, tetapi pada kenyataannya masih banyak pekerja yang bekerja tidak menggunakan APD. Beberapa pekerja yang bekerja di stasiun yang memiliki intensitas kebisingan tinggi lebih memilih memakai kapas sebagai penyumbat telinga daripada memakai ear plug. Hasil wawancara singkat yang penulis lakukan dengan beberapa pekerja diperoleh informasi bahwa pekerja mengalami keluhan telinga berdengung, susah 4

20 5 tidur, penurunan kemampuan pendengaran, dan pekerja pada stasiun kamar mesin pernah mengalami vertigo. Indikasi penurunan pendengaran terlihat saat penulis harus berbicara dengan intensitas suara yang cukup tinggi agar pekerja dapat mendengar dan merespon dengan baik pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Intensitas Kebisingan dan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit di PTPN II Tanjung Garbus Pagar Marbau Tahun Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran intensitas kebisingan kemampuan pendengaran tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit di PTPN II Tanjung Garbus Pagar Marbau Tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran intensitas kebisingan dan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit di PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Tahun

21 Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, riwayat penyakit, pemakaian obat ototoksik, pemakaian APT, pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit. 2. Untuk mengetahui gambaran intensitas kebisingan dengan menggunakan alat sound level meter pada bagian pengolahan kelapa sawit. 3. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pendengaran dengan menggunakan alat audiometer pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi atau masukan untuk perusahaan PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau mengenai risiko kebisingan terhadap pendengaran pekerja, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan risiko kebisingan. 2. Sebagai informasi bagi pekerja untuk mengetahui risiko akibat dari kebisingan terhadap pendengaran, sehingga pekerja lebih menyadari pentingnya menggunakan alat pelindung diri. 3. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya. 6

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Definisi Bunyi Bunyi atau getaran suara adalah getaran suara yang merambat. Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi molekul udara dan bergantian dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat peregangan molekul (Sherwood, 2013). Menurut Anizar (2012), bunyi adalah ransangan yang diterima oleh telinga karena getaran media elastis. Sifat bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Definisi frekuensi adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap diterima oleh telinga setiap detik. Frekuensi yang bisa diterima oleh telinga manusia terbatas mulai frekuensi 16 Hz Hz frekuensi bunyi yang terutama penting untuk komunikasi(pembicaraan)yaitu sekitar 250 Hz Hz. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi. Bunyi atau suara didengar sebagai ransangan pada sel saraf pendengaran oleh gelombang longitudinal, dimana gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan bila bunyi atau suara tersebut tidak dikendaki maka bunyi atau suara tersebut dinyatakan sebagai kebisingan (Suma mur, 2009). Bunyi adalah energi yang menjalar dengan berfluktasi sangat cepat melalui medium, baik gas, cair maupun padat, hal ini akibat dari perubahan tekanan (dalam udara atau media penghantar lain) yang dapat ditangkap oleh telinga, manusia. Fluktasi tekanan biasanya berasal dari suatu objek yang bergetar 7

23 8 seperti pita suara manusia atau makhluk hidup lainnya, diapragma loudspeaker, mesin, benturan suatu benda dan lain-lainnya (Rusjadi, 2015) Definisi Kebisingan Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri bising berarti bunyi yang sangat berarti bunyi yang sangat mengganggu dan sangat membuang energi (Harrianto, 2010). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No. 13 Tahun 2011). Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara/kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu: a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 db. b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 db selama lebih dari 8 jam (Tambunan, 2005). Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 db atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di dalam telinga (Sherwood, 2013).

24 Sumber Kebisingan Di tempat kerja disadari maupun tidak cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya: a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi ribut yang sudah cukup tua. b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saatmesin mengalami kerusakan parah. d. Melakukan modifikasi / perubahan / penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection). f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu / alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut (Tambunan, 2005). Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Tahun 2002, sumber kebisingan dibedakan menjadi:

25 10 1. Bising industri Bising industri termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat disekitar industri. 2. Bising rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi kebisingannya. 3. Bising spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan (Subaris, 2008) Jenis Kebisingan Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas: 1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 db untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar. 2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas. 3.Bising terputus-putus (Intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

26 11 4. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 db dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya misalnya tembakan, suara ledakan mercon, meriam. 5. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa (Buchari, 2007). Menurut Suma mur (2009), jenis-jenis bising yang sering ditemukan adalah: a. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar. b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkulasi, katup gas. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara. d. Kebisingan implusif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan. e. Kebisingan implusif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan. Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady noise). Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (dicrete frequency noise). Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya. b. Broad band noise. Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise

27 12 sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubahubah selama rentang waktu tertentu. b. Intermittent noise. Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tambunan, 2005) Intensitas Kebisingan Intensitas kebisingan atau luas energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (db) dengan dengan memperbandingkannya dengan dengan kekuatan standar 0,0002 dyne/cm 2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus: SPL=20 10 log dengan: SPL (Sound Pressure Level) = intensitas kebisingan (db) p = intensitas suatu bunyi po = intensitas bunyi standar (0,0002 dyne/cm 2) (Suma mur, 2009).

28 Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai ambang batas yang kemudian disingkat NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Suma mur, 2009). Berdasarkan Permenakertrans No.13/MEN/X/2011, NAB kebisingan yang diizinkan berdasarkan tingkat dan intensitas kebisingan adalah jam untuk paparan bising sebesar 85 db.nab kebisingan yang diizinkan dalam waktu pemajanan perhari adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan yang Diizinkan dalam Waktu Pemajanan Perhari Waktu Pemaparan Per Hari 8 Jam 4 Jam 2 Jam 1 Jam 30 Menit 15 Menit 7,5 Menit 3,75 Menit 1,88 Menit 0,94 Menit 28,12 Detik 14,06 Detik 7,03 Detik 3,52 Detik 1,76 Detik 0,88 Detik 0,44 Detik 0,22 Detik 0,11 Detik Intensitas Kebisingan dalam db(a) Catatan: Tidak Boleh terpajan lebih dari 140 dba, walaupun sesaat. Sumber: Permenakertrans No.13/Men/X/2011

29 Telinga Manusia Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Gambar 2.1. Anatomi telinga manusia Sumber : Menurut anatominya telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: a. Telinga bagian luar Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang dengan panjang sekitar 2,5 3 cm. Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar

30 15 meliputi daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis. Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam. b. Telinga Bagian Tengah Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang, yang di dalamnya terdapat saluran eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan. Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes)

31 16 yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval. c. Telinga bagian dalam Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut: 1.Tiga saluran setengah lingkaran 2.Ampula 3.Utrikulus 4.Sakulus 5.Koklea atau rumah siput Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang. Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani terdapat

32 17 membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ korti. Organ korti terhubung dengan batang otak melalui saraf-saraf pendengaran Cara Kerja Indra Pendengaran Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamflipikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamflipikasi ini akan diteruskan ke stapes yang mengggerakkan tingkap lonjong sehingga sehingga perilimfa pada skala vestibuly bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan ransangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan energi neurotransmiler ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

33 18 saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleis auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Sherwood, 2013) Pengaruh Kebisingan terhadap Manusia Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja bermacammacam. Mulai dari gangguan fisiologi sampai pada gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran. Menurut Siswanto dalam Siregar (2010) efek ataugangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Gangguan Pada Indera Pendengaran (Audiotori Effect) a. Trauma Akustik Merupakan gangguan pendengaran yang disebabakan pemaparan tunggal atausingle exprosure terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran. b. Ketulian Sementara atau Temporary Threshold Shift (TTS) Adalah gangguan pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya semetara. Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual. Waktu pemulihan adalah bekisar dari 3-7 hari.

34 19 c. Ketulian Permanen atau Permanent Threshold shift (PTS) Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel atau tidak dapat kembali, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Pekerja yang mengalami ketulian sementara kemudian terpajan bising kembali sebelum pemulihan secara legkap terjadi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan selama bertahuntahun sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (permanen). Ketulian permanen atau sering juga disebut NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan umumnya terjadi setelah terpajan 10 tahun atau lebih (Subaris, 2008) Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotori Effect) Gangguan bukan pada indera non pendengaran dapat disebut juga keluhan yang dirasakan oleh seseorang (keluhan subyektif). Mengenai keluhan tersebut ada beberapa ahli yang memukakan pendapatnya. Ahli-ahli itu adalah Suma mur (1982) mengemukakan gangguan percakapan, gangguan pelaksanaan tugas dan gangguan perasaan; Sasongko (2000) mengemukakan gangguan percakapan dan gangguan tidur; Siswanto (1990) mengemukakan gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan gangguan perasaan. a. Gangguan Percakapan Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka / via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat menggangu percakapan perlu diperhatikan secara seksama karena suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada konteks suasana. Kebisingan mengganggu tenaga kerja bila mengadakan

35 20 percakapan dengan orang lain. Jika ingin percakapan tidak tergangggu, maka kebisingan harus dijaga dibawah 60 db(a). Untuk kebisingan berspektrum luas intensitas kebisingan tidak boleh melampaui 70 db(a), apabila tingkat kebisingan melampaui 70 db(a) pada kantor yang sibuk tenaga kerja akan mulai berteriak agar dapat didengar, untuk keperluan komunikasi ditempat kerja suatu perkataan yang diucapkan baru dapat dipaham apabila intensitas ucapan paling sedikit 10 db(a) lebih tinggi dari latar belakang suara (Suma mur, 2009). Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi, sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan yang bising, maka pembicara harus diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang dimengerti oleh penerima (Suma mur, 2009). b. Gangguan Tidur Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motifasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut diatas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual (Sasongko, 2000). Menurut Siswanto dalam Siregar (2010) gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berikut:

36 21 1) Terpapar 40 db(a) kemungkinan terbangun 5%. 2) Terpapar 70 db(a) kemungkinan terbangun 30%. 3) Terpapar 100 db(a) kemungkinan terbangun 100%. c. Gangguan Pelaksanaan Tugas Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas. Di tempat bising berfikir sukar dilakukan. Konsentrasi biasanya buyar di tempat bising, demikian pula hitung menghitung, mengetik dan lain sebagainya terganggu oleh kebisingan. Kebisingan mengganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun. (Suma mur, 2009). Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama dalam hubungan sebagai berikut: 1) Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang hilang lebih menganggu dari pada bunyi yang menetap. 2) Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada frekuensi rendah. 3) Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi pikiran secara terus menerus. 4) Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi dari pada kegiatan rutin. Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan. Akibat kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan (Siswanto, 1990).

37 22 d. Gangguan Perasaan Perasaan terganggu oleh kebisingan adalah reaksi psikologis terhadap suatu kebisingan. Menurut Suma mur (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan perasaan adalah sebagai berikut: 1) Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang tinggi dan pada nada-nada yang lebih tinggi pula. 2) Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang tidak menetap. 3) Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi sebab perasaan terganggu. 4) Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya gangguan atau tidak. 5) Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan adalah faktorfaktor penting Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran pada suatu saat dengan standar atau Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. Pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan terhadap pendengaran perlu dilaksanakan secara intensif selama jam kerja. Bila pekerja selalu berpindah tempat maka disamping dilaksanakan pengukuran tingkat tekanan suara juga dicatat waktu selama bekerja berada ditempat-tempat tersebut agar dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan malampaui NAB (Subaris, 2008).

38 23 Menurut Suma mur (2009). maksud pengukuran kebisingan adalah: a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain: 1. Sound Level Meter Sound Level Meter ialah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan, suara yang tak dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa sakit di telinga. Sound level meter biasanya digunakan di lingkungan kerja seperti, industri penerbangan dan sebagainya. Sound level meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukurtingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara db dan dari frekwensi Hz (Rambe, 2003). Sound level meter terdiri dari tiga skala pengukuran, yaitu: a. Skala pengukuran A: Untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reksi telinga untuk intensitas rendah b. Skala pengukuran B: untuk memperlihatkan kepekaan telinga untuk bunyi dengan intensitas sedang c. Skala pengukuran C: Untuk skala dengan intensitas tinggi (Anizar, 2012).

39 24 2. Noise Dosimeter Alat ini mengambil suara dalam mikropon dan memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap (Tambunan, 2005). Noise Dosimeter langsung mancatat berapa persen (%) dose seorang pekerja mendapat paparan bising, sedangkan jika menggunakan sound level meter (SLM) harus dikonversikan terlebih dahulu dari Leq ke waktu T ke dose D dan ke TWA (Rusjadi, 2015) Pengendalian Kebisingan Menurut Suma mur (2009), kebisingan dapat dikendalikan dengan: a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru. b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan. Untuk ini perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara. c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih efektif dari pada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar db. Menurut Buchari (2007), pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan melakukan:

40 25 a. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang lebih sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman. b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja, mengurangi waktu kerja dan melakukan training. c. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur. 2.2 Kemampuan Pendengaran Tingkat Kemampuan Pendengaran Tingkat kemampuan pendengaran dibagi dalam beberapa tingkatan seperti pada tabel berikut: Tabel 2.2 Klasifikasi dari Kemampuan Pendengaran Menurut ISO Rentang batas kekuatan suara yang dapat didengar Klasifikasi tingkat keparahan gangguan sistem pendengaran 0 db 25 db Rentang normal >25 db 40 db Tuli ringan >40 db 55 db Tuli sedang >55 db 70 db Tuli sedang berat >70 db 90 db Tuli berat > 90 db Tuli sangat berat Sumber: Soepardi (2016) Ketulian Ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat dilihat dengan mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang disebutkan pasien tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian telinga mana yang terkena, apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam,

41 26 misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat mendengar pembicaraan orang lain apabila tidak diucapkan dengan nada keras, maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan terkena intensitas kebisingan yang tinggi. Manusia yang mengalami gangguan pendengaran (hearing loss) umumnya mengalami kesulitan (ringan sampai berat) untuk membedakan kata-kata yang memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, SH, CH, H dan C lembut (Tambunan, 2005). Tuli akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut: a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 db atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam, jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibatpajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang menyebabkan

42 27 kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ corti, sel-sel rambut, stria vaskularis. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan lain-lain (Soepardi, 2016) Cara Pemeriksaan Pendengaran Untuk memeriksa fungsi kemampuan pendengaran dilakukan berbagai macam tes pendengaran dengan cara memberikan ransangan atau stimulus bunyi pada telinga kemudian dinilai respon atau jawaban atas stimulus tersebut. Beberapa tes pemeriksaan pendengaran adalah sebagai berikut: 1. Tes bisik Bersifat semi kuantitatif. tes ini secara kasar dapat menentukan derajad ketulian seseorang dan tes bisik dapat dipercayai baik pasien maupun pemeriksa. Syarat tes bisik adalah: 1. Ruangan yang digunakan harus sepi dan tidak bergema 2. Pemeriksa membisikkan kata dengan menggunakan udara cadangan sesudah ekspirasi dada. Kata yang dibisikkan terdiri dari satu atau dua kata yang dikenal penderita. 3. Mata penderita ditutup agar penderita tidak membaca gerak bibir pemeriksa. Cara pemerksaan:

43 28 Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa, sedangkan telinga yang tidak diperiksa di tutup dan di masking. Cara melakukan masking adalah dengan menekan nekan tragus ke arah meatus eksternus. Making diakukan oleh rekan pemeriksa. Bila tidak ada yang membantu, meatus ekstersus ditutup dengan kapas yang dibasahi gliserin. Selanjutnya penderita diminta untuk mengulang dengan keras kata-kata yang dibisikkan. Pelaksaan: Penderita maupun pemeriksa keduanya berdiri. Saat pelaksaan penderita tetap diam ditempat sedangkan pemeriksa yang berpindah tempat. Diawali dari jarak satu meter dibisikkan lima kata sampai sepuluh kata atau lebih. Bila penderita dapat mendengar dan menirukan secara benar kata yang diucapkan, maka pemeriksa berpindah ke jarak dua meter dan membisikkan kata yang lain. Bila pederita mendengar semua, pemeriksa mundur lagi sampai kepada jarak dimana si penderita mendengar delapan puluh persen kata-kata yang dibisikkan (mendengar 4 kata dan 5 kata yang dibisikkan). Jarak itulah yang merupakan tajam pendengaran telinga yang diperiksa. Untuk memastikan tes benar, perlu dilakukan tes ulang. Misalnya tajam pendengaran penderita 3 meter, maka bila pemeriksa maju ke jarak 2 meter penderita akan pendengar semua kata yang dibisikkan dan bila pemeriksa mundur ke jarak 4 meter maka penderita hanya mendengar kurang dari delapan puluh persen kata yang dibisikkan. Dimulai pada jarak satu meter, bila masih mendengar semua kata, pemeriksa mundur mundur lagi satu meter demikian seterusnya diulang sampai penderita

44 29 mendengar delapan puluh persen dari kata yang dibisikkan. Jarak tersebut merupakan taam pendengaran penderita Hasil tes: Normal : 6 meter Tuli ringan: 4 6 meter Tuli sedang: 1 4 meter Tuli berat Tuli total : <1 meter : bila berteriak di depan telinga, penderita tetap tidak mendengar (Hetharia, 2011). 2. Audiometri Audiometri adalah tes pendengaran dengan menggunakan alat audiometer yaitu alat yang dapat menghasilkan suara dengan berbagai frekuensi dan kekuatan. Tujuan tes pendengaran dengan audiometer ini adalah untuk mengetahui derajat gangguan pendengran atau ketulian seseorang (ringan, sedang dan berat) dan untuk mengetahui jenis tuli yang dialami oleh seseorang (tuli konduktif, tuli sensorinaural, atau tuli campuran). Pemeriksaan audiometri yang sederhana adalah audiometri nada murni (pure tone audiometry). Audiometri nada murni menggunakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi dan dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Pemeriksaan dilakukan diruangan kedap suara dan menggunakan headset khusus, kemudian pasien diminta menekan tombol bila terdengar suara.

45 30 Hasil dari alat audiometri berupa grafik yang disebut audiogram. dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi pendengaran masih baik atau sudah berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram berbentuk seperti berikut: Sumber: Gambar 2.2 Audiogram Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk grafik. Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang diperdengarkan dengan satuan desibel. Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai desibelnya. Sehingga jika suarasuara disekitar kita dimasukkan ke dalam audiogram. Dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu, terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis objektif. Simbol-simbol dan istilah yang akan muncul dalam audiogram adalah sebagai berikut:

46 31 a. Hertz: Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 250 Hz 8000 Hz b. Desibel (db): Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan (intensitas) suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara db. c. Warna merah dan biru: jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis berwarna merah. d. o dan x: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara (air conduction/ac), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri. e. < and >: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction/bc), <untuk telinga kanan dan >untuk telinga kiri f. AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara g. BC: Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga. Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih detail terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implant. Jenis gangguan pendengaran serta derajat ketulian dihitung menggunakan indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz 4

47 32 Derajat pendengaran seseorang masih berada diantara 0 sampai 25 db dikategorikan normal. Untuk derajat pendengaran antara 25 db sampai 40 db sudah dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan. Sedangkan derajat pendengaran antara 40 db sampai 55 db dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang. Selanjutnya derajat pendengaran antara 70 db sampai 90 db penurunan pendegaran berat dan jika lebih dari 90 db dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sangat berat. Jika dilihat berdasarkan garis grafik audiogram, seseorang dikategorikan normal apabila koduksi udara lebih bagus daripada konduksi tulang. Ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC. Untuk gangguan pendengaran konduktif grafik AC lebih besar dari BC dan BC berada pada batas normal. Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara. kemudian seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik BC berhimpit dengan AC, namun kedua grafik terletak pada garis diatas normal. Sedangakan gangguan pendengaran campuran terjadi jika grafik AC lebih besar dai BC dan keduanya berada diatas batas normal. 3. Tes Garbu Tala Tes garpu tala digunakan untuk menentukan jenis gangguan pendengaran (kualitas). Tes ini bersifat subyektif dan baru dapat dipercaya bila pemeriksa dapat melakukan es tersebut dengan baik dan benar dan penderita dapat menerima respon dengan benar. Jenis tes yang dilakukan adalah sebagai berikut:

48 33 1. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Cara Pemeriksaan adalah dengan menggetarkan garpu tala dan mendekatkan kedepan telinga sekitar 2,5 cm, setelah tidak terdengar garputala diletakkan tangkainya di prosesus mastoid. Apabila di prosesus mastoid suara masih terdengar disebut dengan rinne negatif tapi apabila tidak terdengar disebut dengan rinne positif. 2. Test Weber Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan tes weber yaitu: menggeterkan tangkai garpu tala dan diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung dan ditengah-tengah gigi seri atau di dagu). Jika bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi pada telinga yang mendengar. Namun apabila tidak dapat dibedakan kearah telinga mana yang bunyinya terdengar lebih keras, disebut weber tidak ada lateralisasi. 3. Test Swabach Tujuan test Swabach adalah untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Cara kerjanya dengan melektakkan garpu tala pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garpu tala dipindahkan ke prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendnegarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, jika pemeriksa tidak dapat mendengar, maka dilakukan pengulangan pemeriksaan dengan cara sebaliknya, yaitu meletakkan

49 34 garpu tala ke prosesus mastoideus peemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan jika pasien dan pemeriksa sama-sama mendengar disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Menggunakan Garpu Tala Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan Normal pemeriksa Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli Konduktif yang sakit Positif Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli Sensorineural yang sehat Catatan: Pada tuli konduktif < 30 db, Rinne bisa masih positif Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala dan Leher FKUI, Berbagai Pajanan yang Mempengaruhi Kemampuan Pendengaran Behrman dalam Kusumawati (2012) menjelaskan bahwa tipe kehilangan pendengaran dapat bersifat perifer atau sentral. Kehilangan pendengaran perifer disebabkan oleh disfungsi dalam penghantaran suara melalui telinga luar, tengah dan oleh transduksi energi suara menjadi aktifitas syaraf pada telinga dalam dan saraf ke-8, sedangakan kehilangan pendengaran bersifat sensorineural biasanya disebabkan oleh cedera atau salah perkembangan struktur telina dalam. Faktor-faktor pajanan yang dapat memengaruhi kemampuan pendengaran adalah sebagai berikut: 1. Umur Penurunan kemampuan pendengaran semakin lama akan semakin nyata jika tenaga kerja terpajan kebisingan dari lingkungan sekitar. Tuli akibat penuaan murni menimbulkan manifestasi klinis yang nyata mulai dari usia 50 tahun

50 35 (Nagel, 2012). Semakin bertambahnya usia sebagian sel-sel rambut akan mati karena tua. Karena itulah manusia menjadi tuli, tetapi apabila seseorang mendapat tekanan bising dengan intensitas tinggi secara kontinu untuk jangka waktu yang panjang, maka banyak sel-sel rambutnya yang menjadi mati ketika ia masih berumur muda. Ketulian seseorang dapat di pengaruhi oleh lamanya terpapar kebising walaupun usianya masih muda. Pada orang lanjut usia, gangguan pendengaran biasanya disebabkan oleh fungsi organ pendengaran yang menurun atau disebut presbiakusis yang terjadi akibat dari meningkatnya frekuensi minimal yang dapat didengar oleh telinga manusia (Anizar, 2012). 2. Masa Kerja Penurunan kemampuan pendengaran akibat bising dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pekerja yang terpapar bising 85 db selama 8 jam kerja sehari, ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun bekerja, 1% pekerja akan memperlihatkan sedikit gangguan pendengaran, setelah 10 tahun bekerja, 3% pekerja mengalami kehilangan pendengaran, dan setelah 15 tahun meningkat menjadi 5% (Suyono, 1995). Penelitian yang dilakukan Habibie pada tahun 2010 untuk mengetahui lama paparan bising terhadap kejadian NIHL pada musisi, didapat hasil bahwa dari 47 sampel penelitian didapat sebanyak 5 orang mengalami NIHL, 4 kasus yang terjadi pada sampel yang telah terpapar selama lebih dari lima tahun dan 1 sampel yang telah selama kurang dari setahun (Banitriono, 2012).

51 36 3. Riwayat Penyakit Penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kardiovaskuler dan hiperlipidemia diduga memiliki efek terhadap pembuluh darah di koklea. Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (menigkatnya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Penyakit kardiovaskular terbagi menjadi 3 jenis, yaitu penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan vaskuler perifer. Penyakit jantung koroner adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai jantung. Implikasinya meliputi infark miokard (serangan jantung), angina (nyeri dada), dan aritmia (irama jantung abnormal). Penyakit serebrovaskular adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai ke otak. Implikasinya meliputi stroke (kerusakan sel otak karena kurangnya suplai darah) transient ischaemic attack (kerusakan sementara pada penglihatan, kemampuan berbicara, rasa atau gerakan). Penyakit vaskular perifer adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai tangan dan kaki yang berakibat rasa sakit yang sebentar datang dan pergi, serta rasa sakit karena keram otot kaki saat berolahraga. Hiperlipidemia adalah keadaan patologis akibat kelainan metebolisme lemak darah yang ditandai dengan meningginya kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia), trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi keduanya. Hiperkolestorelemia dapat mempertinggi risiko morbiditas dan mortalitas penyakit jantung, sedangkan hipergliseridemia meningkatkan kasus nyeri perut dan pancreatitis (Continuing Profesional Development Dokter Indonesia, 2012).

52 37 Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan adanya hubungan antara penyakit seperti diabetes melitus, kardiovaskuler dan hiperlipidemia dengan tingkat kemampuan pendengaran. Penelitian yang dilakukan oleh Bashiruddin (2008) menyatakan bahwa ambang dengar pada penderita diabetes melitus disertai dengan kardiovaskuler lebih tinggi dibandingkan tanpa penyakit penyerta. Tinggi intensitas ambang dengan tersebut disebabkan oleh terjadinya ganggguan perfusi aliran darah ke telinga dalam akibat prores ateroklorosis dan aterogenesis sehingga mengakibatkan kerusakan koklea. Pada penderita diabetes melitus, selain karena adanya suatu proses neuropati, penggunaan obat ototoksik berupa antibiotik yang digunakan untuk infeksi luka juga salah satu penyebab terjadinya gangguan pendengaran. 4. Obat-Obatan atau Bahan Kimia Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran. Penggunaan obat ototoksik dengan dosis tertentu mampu menimbulkan efek berupa gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran akibat ototoksik yang menetap dapat terjadi berbulan-bulan setelah pengobatan berhenti. Gangguan pendengaran yang dihasilkan biasanya berupa gangguan pendengaran sensorineural. Gejala yang timbul dimulai dari terjadinya tinnitus, gangguan pendengaran dan vertigo. Tinitus biasanya menyertai gangguan pendengaran sensorineural. Tinitus yang berhubungan dengan ototoksik berada pada nada tinggi dengan frekuensi antara 4000 Hz 6000 Hz. Antibiotik mempunyai ciri penurunan yang tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram.

53 38 Pada pemakaian antibiotik aminoglikosida dapat menimbulkan gangguan pendengaran tingkat ringan. Gangguan pendenngaran ini biasanya bersifat permanen dan hanya sedikit yang dapat pulih kembali. Proses terjadinya gangguan pendengaran ini biasanya terjadi setelah pemberian antibiotik selama 3-4 hari. Gangguan pendengaran yang ditimbulkan bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel rambut pada putaran basal koklea. Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan penggunaa obat ototoksik sangat sering dijumpai karena pemakaian gentasimin dan streptomisin. Loop diuretic dapat menimbulkan tinnitus yang kuat dalam beberapa menit setelah penyuntikan intervena. Pada kasus tertentu dapat terjadi gangguan pendengaran sensoriunal secara perlahan dan progresif, namun hanya disertai tinnitus ringan. Pemberhentian panggunaan obat-obatan loop duiuretic dapat mengembalikan fungsi pendengaran jika jenis loop diuretic yang digunakan berupa salisilat dan kina. Beberapa jenis loop diureti kuat yaitu Ethycrynic Acid, Furosemide dan Bumetanide. Jenis ini mampu menghambat reabsorbsi elektronitelektrolit dan air pada cabang naik dari lengkungan hanle. Walaupun memiliki tingkat ototoksik rendah, namun dapat menunjukkan derajat potensi ototoksik terutama jika diberikan pada penderita insufisiensi ginjal secara intervena. Obat lainnya adalah obat anti inflamasi yaitu salisisat dan aspirin. Obat jenis ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural pada frekuensi tinggi dan dapat menyebabkan tinitus tetapi dpat pulih kembali apabila penggunaan obat dihentikan. Obat anti malaria yaitu kina dan klorokuin juga dapat menimbulkan efek ototoksik berupa gangguan pendengaran dan tinitus. Bahaya dari obat

54 39 tersebut adalah mampu menembus plasenta sehingga berisiko terjadinya tuli kongenital pada janin dan hipoplasia kokhlea. Obat anti tumor seperti CIS platinum juga merupakan obat ototoksik yang dapat menimbulkan gejala tuli subjektif, tinitus dan otalgia. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika golongan aminoglikosida seperti Neomisin dan Polimiksin B juga dapat menimbulkan gangguan pendnegaran karena obat tersebt dapat menembus membran tingkap bundar pada telinga. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar. 5. Pemakaian Alat Pelindung Telinga Pemakaian Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu cara untuk mengurangi besarnya paparan intensitas kebisingan terhadap tenaga kerja. Kontinuitas dan jenis pemakaian alat pelindung diri secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya gangguan pendengaran tenaga kerja yang diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Penggunaan alat pelindung telinga yang seuai dengan standar disertai dengan kontinuitas pemakaian yang optimal dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Menurut John J. Standard dalam buku Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition, alat pelindung telinga merupakan penghalang akustik yang dapat mengurangi jumlah energi suara melewati lubang telinga menuju ke reseptor di dalam telinga (Standard, 2002). Dapat dikatakan bahwa dengan memakai alat pelindung telinga di area kerja yang bising dapat mengurangi risiko terjadinya penurunan kemampuan pendengaran akibat bising. Berdasarkan hasil penelitian

55 40 Miristha (2009) terhadap operator alat berat, didapat hasil bahwa penggunaan alat pelindung telinga berhubungan sangat signifikan dengan keluhan pendengaran pada pekerja dengan nilai p value 0, Kejadian Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Hasil evaluasi salah satu pabrik tekstil di China terkait dengan pekerja yang rentan terkena gangguan pendengaran ditemukan bahwa usia sekitar 33,1 tahun dengan durasi kerja sekitar 14 jam rentan terkena gangguan pendengaran jika terpajan kebisingan sekitar 102,4 db. Untuk usia sekitar 36,4 tahun dan durasi kerja sekitar 17,7 jam terjadi gangguan pendengaran berupa kehilangan pendengaran jika terpajan bising sekitar 100,6 db (Cheng dalam Kusumawati, 2012). Penelitian yang dilakukan dibagian prodiuksi baja desa Janti Sidoarhjo, Jawa Tengah pada tahun 2004 menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan kejadian kehilngan pendengaran akibat bising. Penelitian ini menggunakan studi kasus control dengan jumlah respon kasus sebanyak 25 pekerja di bagian produksi dan responden control sebanyak 25 pekerja pada bagian administrasi. Hasil pengujian audiometric diketahui bahwa sebanyak 21 pekerja pada kelompok kasus teridentifikasi menderita kehilangan pendengaran dengan periode kerja selama rata-rata 16,72 tahun (Harmadji, 2004).

56 Kerangka Konsep 1. Karakteristik Pekerja 2. Intesitas Kebisingan Kemampuan Pendengaran

57 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitaskebisingan dan kemampuan pendengaran tenaga kerja yang bekerja di bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Tahun Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau tepatnya pada bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PTPN II Tanjung Garbus- Pagar Merbau.Beberapa alasan dilakukan penelitian di lokasi tersebut yaitu: 1.Adanya intensitas kebisingan yang tinggi di bagian proses produksi tersebut. 2.Belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan kebisingan tehadap kemampuan pendengaran tenaga kerja di pabrik tersebut. 3. Adanya izin dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian di pabrik tersebut Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Oktober

58 Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah seluruh tenaga kerja shift 1 yang bekerja di bagian pengolahan Pabrik kelapa sawit PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau sebanyak 32orang Sampel Sampel pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja shift 1 bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau yang berjumlah 32 orang Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer berupa pengukuran intensitas kebisingan menggunakan alat sound level meter dan pengukuran kemampuan pendengaran dengan menggunakan audiometer Data sekunder Data sekunder diperoleh dari PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau meliputi data sejarah ringkas berdirinya perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan gambaran umum perusahaan Definisi Operasional dan Metode Pengukuran 1. Intensitas kebisingan Intensitas kebisingan adalah hasil yang didapat saat pengukuran kebisingan dari suara-suara yang bersumber dari mesin-mesin pengolahan atau alat-alat kerja PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau dengan Nilai Ambang

59 44 Batas 85 db menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 tahun Intensitas kebisingan pada bagian pengolahan diukur dengan menggunakan sound level meter. Pengukuran dilakukan di setiap stasiun kerja tempat tenaga kerja bekerja saat mesin beroperasi. 2. Kemampuan pendengaran Kemampuan pendengaran adalah kemampuan tenaga kerja untuk mendengarkan bunyi pada frekuensi tertentu pada pemeriksaan audiometri.kemampuan pendengaran tenaga kerja diukur menggunakan audiometer. Kriteria dari kemampuan pendengaran tenaga kerja menurut ISO tahun 1964 adalah sebagai berikut : 1.Telinga normal: pada pemeriksaan audiometri kemampuan pendengaran ratarata tidak melebihi 25 db dan di dalam pembicaraan tidak ada kesukaran mendengar suara perlahan. 2.Tuli ringan: pada pemeriksaan audiometri kemampuan pendengaran rata-rata antara lebih dari 25 db -40 db dan terdapat sedikit kesukaran mendengar. 3.Tuli sedang: pada pemeriksaan audiometri terdapat kemampuan pendengaran rata-rata antara lebih dari 40 db -55 db. Seringkali terdapat kesukaran untuk mendengar pembicaraan biasa. 4.Tuli sedang berat: pada pemeriksaan audiometri terdapat kemampuan pendengaran rata-rata antara lebih dari 55 db -70 db. Biasanya terdapat kesukaran mendengar suara pembicaraan kalau tidak dengan suara keras.

60 45 5.Tuli berat: Ambang dengar rata-rata antara 70 db -90 db. Hanya dapat mendengar suara yang sangat keras. 6.Tuli sangat berat : Ambang dengar lebih dari 90 db. Sulit sekali mendengar pembicaraan. Klasifikasi dari kemampuan pendengaran adalah sebagai berikut : Tabel 3.1Klasifikasi dari Kemampuan Pendengaran Rentang batas kekuatan suara yang dapatdidengar Klasifikasi tingkat keparahan gangguansistem pendengaran 0 db 25 db Rentang normal >25 db 40 db Tuli ringan >40 db 55 db Tuli sedang >55 db 70 db Tuli sedang berat >70 db 90 db Tuli berat > 90 db Tuli sangat berat Sumber: Soepardi (2016) Pemeriksaan dilakukan diruangan yang tenang. Prinsip penggunaan alat audiometer adalah penilaian hantaran suara melaui udara (air conduction) melalui headphone pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz, 8000 Hz. Responden memberikan tanda apabila dapat mendengar stimulus suara yang diberikan. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat dalam audiogram untuk memperoleh informasi tentang derajat ketulian 3. Karakteristik Pekerja Karakteristik pekerja dalam penelitian ini adalah umur, masa kerja, riwayat penyakit, penggunaan obat ototoksik dan pemakaian APT. a. Umur Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan sampai dilakukan penelitian. Kategori umur dikelompokkan sebagai berikut (Depkes,2009):

61 46 a tahun b tahun c tahun Data mengenai umur diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pekerja. b. Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya pekerja sudah bekerja dilingkungan kerja yang bising, dihitung dari saat mulai masuk kerja sampai diadakan penelitian. Kategori masa kerja dikelompokkan sebagai berikut : a. 20 tahun b. >20 tahun Data mengenai umur diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pekerja. c. Riwayat Penyakit Penyakit yang diderita sejak hidup atau sedang diderita saat ini berupa diabetes melitus, kardiovaskuler dan hiperlipidemia (Bashirudin, 2008). Data mengenai umur diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pekerja. d. Penggunaan Obat Ototoksik Penggunaan obat yang mempunyai potensi dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur-struktur di telinga dalam seperti kokhlea dan sistem vestibuler (Sofyan, 2011). Data mengenai umur diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pekerja. e. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT) Pemakaian alat pelindung diri yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran pekerja terhadap kebisingan atau tekanan (Permenakertrans No.8 Tahun 2010). Data mengenai umur diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pekerja.

62 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perangkat lunak untuk mengetahui hubungan antara variabel bebasdengan variabel terikat. Pengolahan data yang digunakan adalah analisa univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi guna mendeskripsikanvariabel bebas (intensitas kebisingan dan karakteristik pekerja) dan variabel terikat (kemampuan pendengaran) yang diteliiti. Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang singkat.

63 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Perusahaan PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada awalnya perusahaan ini dikuasai oleh satu maskapai milik negara Belanda yang ruang lingkup usahanya terbatas pada satu sektor perkebunan, yaitu perusahaan Veringe Deli My (VDM). VDM ini terkenal dalam mengusahakan Belanda kepada Indonesia, perusahaan ini berganti nama menjadi NV Deli Maskapai (MOAT CHAPPY) yang berkantor pusat di Medan. Perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan diganti namanya menjadi Perusahaan Perkebunan Negara Tembakau Deli (PPTN TD-1). Pada tahun 1968 nama perusahaan ini diubah menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN-II) berdasarkan instruksi Presiden. PPN-II merupakan gabungan dari PPN TTD-I dengan beberapa kebun TD-II dan TD-III. Pada tanggal 1 April 1974 terjadi peralihan dari PPN-II kepada PTP IX sekaligus diadakan koordinasi dari tingkat direktur, staf dan karyawan. Produksi tembakau yang semakin rendah akibat tingginya derajat penyakit layu yang dapat manimbulkan kerugian yang besar, maka untuk Pagar Merbau dan Kwala Namu dialihkan menjadi tanaman kelapa sawit berdasarkan SK No.393/KPTS/UM/1970 tanggal 6 Agustus

64 49 Pabrik PKS Pagar Merbau direncanakan berdiri tahun 1974 oleh direksi PTP IX. Pembangunan pabrik dimulai dengan kaasitas 30 Ton TBS/jam yang semula direncakan 50 TBS/jam pada tahun Akhir November 1976 pembangunan pabrik selesai dilakukan dan pada awal Januari 1977 pabrik mulai beroperasi. Pada awal Februari 1977 pabrik mencapai kapasitas penuh (30 ton TBS/jam). Presiden Republik Indonesia meresmikan secara simbolis Pabrik Kelapa Sawit Pagar Merbau pada tangal 4 April 1977 dengan penandatanganan prasasti di perkebunan Adolina PTPN IV. Pembangunan second line (instalasi kedua) secara bertahap dimulai tahun 1983 dalam usaha pabrik ini meningkatkan kapasitas pabrik dari 30 Ton TBS/jam menjadi 50 ton TBS/jam. Pembangunan second line ini selesai tahun Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) Pagar Merbau pada awalnya dikelola oleh PTP IX yang kemudian menjadi PTP Nusantara II (Persero) yang dipimpin oleh seorang administratur. Pada perkembangan selanjutnya dilakukan pemisahan antara kebun dan pabrik. Sesuai SKPTS Direksi PTP Nusantara II No. II KPTS/R.3/1999, kebun dipimpin oleh adminstratur dan pabrik dipimpin oleh seorang Manager pabrik. Meskipun diantara pabrik dan kebun sudah ada pemisahan, namun keduanya saling mendukung karena pengadaan persediaan bahan baku untuk diolah setiap harinya sebagian besar berasal dari kebun sendiri.

65 Ruang Lingkup Bidang Usaha PKS Pagar Merbau bergerak dalam bidang pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit. Adanya peningkatan permintaan akan produksi bahan mentah berupa minyak kelapa sawit telah membuka peluang usaha untuk pengembang industri hilir. Untuk pemasaran produk, PKS Pagar Merbau memasarkan produksi dengan cara melakukan penjualan secara partai besar. Penjualan secara partai besar ini dilakukan oleh kantor pemasaran bersama yang bekerjasama dengan pusar pelelangan CPO Nasional di Jakarta Lokasi Perusahaan Lokasi pabrik kelapa sawit Pagar Merbau terletak diantara Kota Lubuk Pakam dan desa Galang. Lokasi pabrik ini berjarak sekitar 4 km dari kota Lubuk Pakam menuju desa Pagar Merbau III Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Jarak tempuh dari kota Medan untuk mencapai pabrik ini adalah sekitar 19 km Daerah Pemasaran Hasil-hasil produksi seluruh PTPN yang bernaung dalam koordinator wilayah I, pemasarannya dikelola oleh kantor pemasaran bersama (KPB). Daerah pemasaran hasil produksi perkebunan yang dikelola oleh KPB dapat dibagi dua yaitu daerah pemasaran dalam negeri dan daerah pemasaran dalam negeri. Khusus untuk pemasaran dalam negeri, kegiatan dilaksanakan oleh KPB kepada penyalur yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan. Pemasaran CPO dari PKS Pagar Merbau dikelola oleh kantor

66 51 pemasaran bersama (KPB). PKS Pagar Merbau berada dibawah naungan PTPN II yang berpusat di Tanjung Morawa. Hasil pengolahan dari pabrik ini yang akan dikirim ke KPB harus melalui perintah dari kantor direksi (Kandir). Pelanggan yang akan membeli CPO dan inti sawit berurusan dengan kantor direksi Tanjung Morawa dan nantinya pihak kandir yang akan memerintahkan PKS Pagar Merbau untuk mengeluarkan produksinya sebanyak yang dibutuhkan pelanggan Gambaran Proses Kerja 1. Stasiun penerimaan buah (Loading ramp station) Hasil panen tandan buah segar atau TBS diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk. Lalu dilakukan penimbangan buah untuk mengetahui jumlah TBS yang masuk. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan jembatan timbang. Berat bersih TBS yang masuk didapat dengan menghitung selisih antara berat truk beserta isinya dengan berat truk dalam keadaan kosong. Kemudian TBS dibawa ke loading ramp atau bagian penimbunan buah. Sebelumnya, buah disortasi untuk mengetahui mutu buah yang akan diolah yang didasarkan pada jumlah buah yang memberondol yang sampai di loading ramp yang dinyatakan sebagai fraksi, dimana fraksi merupakan derajat kematangan TBS yang diterima di pabrik. Selesai disortasi, buah kemudian dimasukkan kedalam loading ramp dengan tujuan untuk memudahkan masuknya buah kedalam lori atau basket. 2. Stasiun Transfer Belakang Proses selanjutnya adalah kelapa sawit tersebut dituang kedalam lori yang tersedia. Lori merupakan alat untuk mengangkut buah dan merebus buah. Lori

67 52 rebusan diisi penuh dan merata sesuai dengan kapasitas dengan kapasitas lori tersebut, diusahakan agar tidak sampai kelebian kapasitas dalam setiap lorinya. Kemudian lori tersebut ditarik dengan transfer carriage menuju perebusan (sterilizer). 3. Stasiun Perebusan Sterilizer adalah bejana uap tekan yang digunakan untuk merebus buah. Sterilizer yang ada pada PKS Pagar Merbau sebanyak terdapat 4 unit sterilizer dan yang masih berfungsi ada 3 unit dengan kapasitas masing-masing sebesar 10 lori (25 ton). Tujuan dilakukannya proses perebusan adalah sebagai berikut : a) Mensterilkan tandan dan menonaktifkan enzim lipase untuk mencegah larutnya asam lemak bebas. b) Memudahkan berondolan lepas dari tandan sebelum pemisahan mekanik. c) Mempersiapkan kemudahan pelepasan inti dari cangkang dengan mengurangi daya rekat keduanya, serta mengeringkan inti sawit. d) Mengurangi kadar air pada buah. Proses perebusan kelapa sawit dilakukan selama 120 menit dengan tekanan 2,5-3,0 kg/cm 3 dan temperatur sebesar Stasiun Transfer Depan. Setelah melalui proses perbusan lori-lori terssebut ditarik kembali dengan transfer carriage keluar dari perebusan (sterilizer) menuju stasiun pembantingan. 5. Stasiun Housting Crane Stasiun pembangingan adalah stasiun pemisahan brondolan dengan tandan buah. Di PKS Pagar Merbau terdapat 2 line stasiun pembantingan yang setiap line

68 53 terdiri dari : Housting Crane, Hopper, Automatic Feeder, Stripper, Empty Bunch, Conveyor, Fruit Conveyor Under Thresser, Fruit Elevator. Lori-lori yang telah direbus kemudian dituangkan kedalam hopper kemudian dimasukkan kedalam Automatic Feeder lalu dimasukkan ke dalam Stripper/Thresser. Dari Thresser dilakukan pemisahan brondolan dan tandan kosong (tankos), tankos dijalankan ke Empty Bunch kemudian diangkut dengan truk lalu dipasarkan sedangkan brondolan dipisahkan dengan Fruit Under Thresser Conveyor. 6. Stasiun Pengepresan (Pressing Station) Pada stasiun pengepresan ini terjadi pengambilan minyak awal dari buah dengan cara melumat dan mengempa buah. Stasiun pengeresan ini terdiri dari 2 line. Masing-masing line terdiri dari lima alat yaitu : Distributing Conveyor, Kertel adukan (Digester), Pengempa atau Press, Cake Breaker Conveyor. Pemisah ampas biji (Depericarper). 7. Stasiun Pengolahan biji (Kertel Plant Station) Pada stasiun inti sawit, biji diolah untuk diperam, dipecahkan dan di pisahkan antara inti dan cangkang, untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Biji dan serat yang berasal dari stasiun pengempaan akan dipisah menggunakan depericarper. Biji yang masih mengandung serabut akan dibersihkan serabutnya menggunakan mesin polishing drum. Kemudian biji akan dipecah menggunakan ripple mill. Cangkang yang sudah terpisah dari inti akan dialirkan menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar, sedangkan inti akan ditampung dan dikeringkan di silo inti. Pengeringan

69 54 dilakukan selama jam. Inti yang telah dikeringkan akan ditampung di kernel storage. 8. Stasiun Boiler Boiler merupakan suatu bejana atau wadah yang didalamnya berisi air atau fluida lainnya untuk dipanaskan. Di PKS pagar Merbau boiler berisi cangkang/ampas dari kelapa sawit yang dipanaskan untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk berbagai macam keperluan dalam proses pengolahan kelapa sawit. 9. Stasiun Kamar Mesin (Power House) Stasiun kamar mesin (Power House) merupakan stasiun yang berisi pembangkit tenaga listrik seperti Turbo generator dan Diesel Genset. Turbo generator berfungsi sebagai sumber energi listrik utama yang digunakan di pabrik kelapa sawit, dimana alat ini bisa bekerja karena adanya uap dari boiler. Diesel genset berfungsi untuk membantu turbo generator apabila turbo generator tidak beroperasi atau saat turbo generator mengalami kekurangan power. 10. Stasiun Klarifikasi (Pemurnian Minyak) Minyak kasar (crude oil) hasil keluaran dari mesin screw press kemudian diteruskan ke stasiun klarifikasi/pemurnian utuk dijadikan sebagai minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Stasiun klarifikasi terdiri atas proses pemurnian minyak dan proses pengambilan minyak dari studge oil. Adapun peralatan yang terdapat pada stasiun ini adalah: Talang Minyak (Oil Gutter), Ayakan Getar (Vibrio Separator), Pompa Minyak Kasar (Crude Oil Palm), Tangki Pemisah (Continous Tank), Tangki Masakan Oil (Oil Tank), Sentrifusi

70 55 Minyak (Oil Purifer), Transfer Tangki, Pengeringan Minyak (Vacum Dryer), Tangki Timbun (Storage Tank), Tangki Lumpur (Sludge Tank), Saringan Berputar (Brush Strainer), Sand Cyclone, Slidge Seperator, Fat Fit Jumlah Pekerja di Setiap Stasiun Kerja PKS Pagar Merbau Tahun 2017 Stasiun kerja yang terdapat di PKS Pagar Merbau terdiri dari: Loading ramp, boiler, kemar mesin, klarifikasi, housting crane, perebusan, kernel, transfer depan, transfer belakang dan presan. Untuk distribusi jumlah pekerja di setiap stasiun kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Pekerja di Setiap Stasiun Kerja No Stasiun Kerja Jumlah Pekerja Persentase 1 Loading ramp 5 15,6 2 Boiler 6 18,8 3 Kamar Mesin 2 6,3 4 Klarifikasi 3 9,4 5 Housting Crane 2 6,3 6 Perebusan 3 9,4 7 Kernel 2 6,3 8 Transfer depan 3 9,4 9 Transfer belakang 3 9,4 10 Presan 3 9,4 Total Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa jumlah pekerja yang terbanyak terdapat pada stasiun boiler dengan jumlah pekerja sebanyak 6 orang (18,8%).

71 Struktur Organisasi Manager Ops.PKS Kepala Dinas Teknik/Pengolahan Kepala Dinas Tata Usaha Ass. Pengolahan Ass. Maintenance Ass. Laboratorium Kary pengolahan. BKL Umum BKL listrik BKL Traksi Laborat orium Serbaserbi UPL Adm 4.2 Karakteristik Pekerja Umur Untuk distribusi umur pekerja di PTPN II PKS Pagar Merbau terdiri dari beberapa varian umur seperti berikut: Tabel 4.2 Distribusi Umur Tenaga Kerja Bagian Pengolahan PKS Pagar Merbau Tahun 2017 No Umur(Tahun) Jumlah Persentase (Orang) , , ,1 Total Dari tabel 4.2 terlihat bahwa distribusi pekerja menurut umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur tahun sebanyak 26 orang (81,3%).

72 Masa Kerja Distribusi masa kerja pekerja memiliki beberapa varian tahun yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Responden Bagian Pengolahan PKS Pagar Merbau Tahun 2017 No Masa Kerja (Tahun) Jumlah Persentase (Orang) 1 20 tahun 21 65,6 2 > 20 tahun 11 14,4 Total Dari tabel 4.3 dapat dilihat distribusi frekuensi menurut masa kerja yang terbanyak adalah pada kelompok umur 20 tahun dengan jumlah 21 orang (65,6%) Riwayat Penyakit Distribusi Pekerja yang Pernah Mengalami Penyakit Telinga Untuk melihat distribusi pekerja yang pernah mengalami penyakit telinga dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.4 No Distribusi yang Pernah Mengalami Penyakit Telinga Pekerja yang Merasakan Jumlah Persentase Adanya Penurunan (Orang) Pendengaran 1 Tidak Ya 8 25 Total Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa pekerja yang pernah mengalami penyakit telinga adalah sebanyak 8 orang (25%) Distribusi Penyakit yang Pernah Diderita Pekerja Untuk distribusi pekerja berdasarkan penyakit yang pernah diderita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

73 58 Tabel 4.5 Distribusi Penyakit yang Pernah Diderita Pekerja No Penyakit Yang Pernah Diderita Pekerja Jumlah Persentase (orang) 1 Ya 1 3,1 2 Tidak 31 96,9 Total Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit adalah sebanyak 1 orang (3,1%), yaitu menderita penyakit diabetes. Sedangkan untuk hiperlipidemia dan kardiovaskular tidak ada pekerja yang menderita penyakit Penggunaan Obat Ototoksik Distribusi Pekerja yang Pernah atau Sedang Menggunakan Obat Ototoksik Untuk distribusi frekuensi pekerja berdasarkan yang pernah atau sedang menggunakan obat ototoksik dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.6 Distribusi Pekerja yang Pernah atau Sedang Menggunakan Obat Ototoksik No Pekerja yang Pernah atau Sedang Jumlah Persentase Mengkonsumsi Obat Ototoksik (Orang) 1 Tidak Ya 8 25 Total Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa pekerja yang pernah atau sedang mengkonsumsi obat ototoksik adalah sebanyak 8 orang (25%) dan pekerja yang tidak pernah atau tidak sedang mengkonsumsi obat ototoksik adalah 24 orang (75%) Penggunaan Alat Pelindung Telinga atau APT Distribusi Pekerja yang Menjawab Perusahaan Menyediakan APT Untuk distribusi frekuensi pekerja berdasarkan penyediaan Alat pelindung telinga atau APT dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

74 59 Tabel 4.7 Distribusi Pekerja yang Menjawab Perusahaan Menyediakan APT No Pekerja yang Menjawab Perusahaan Jumlah Persentase Menyediakan APT (Orang) 1 Tidak 20 62,5 2 Ya 12 37,5 Total Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa pekerja yang menjawab perusahaan menyediakan alat pelindung telinga atau APT adalah sebanyak 12 orang (37,5%) dan pekerja yang menjawab perusahaan tidak meyediakan APT adalah sebanyak 20 orang (62,5%) Distribusi Pekerja yang Diberikan Pelatihan atau Training Penggunaan Alat Pelindung Telinga atau APT Untuk distribusi frekuensi pekerja berdasarkan diberikan pelatihan/training penggunaan APT dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Distribusi Pekerja yang Diberikan Pelatihan atau Training Penggunaan Alat Pelindung Telinga atau APT No Pekerja yang Diberikan Pelatihan atau Jumlah Persentase Training Penggunaan APT `(Orang) 1 Tidak 30 93,8 2 Iya 2 6,3 Total Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa pekerja yang menjawab diberikannya pelatian/training penggunaan APT adalah sebanyak 2 orang (6,3%) dan responden yang menjawab perusahaan tidak memberikan pelatihan/training penggunaan APT adalah sebanyak 30 orang (93,8%) Distribusi Pekerja yang Menggunakan Alat Pelindung Telinga atau APT Ketika Bekerja Untuk distribusi frekuensi berdasarkan pekerja yang menggunakan alat pelindung teling atau APT ketika bekerja dapat dilihat pada table berikut ini:

75 60 Tabel 4.9 Distribusi Pekerja yang Menggunakan APT Ketika Bekerja No Pekerja yang Menggunakan APT Ketika Jumlah Persentase Bekerja (Orang) 1 Tidak 30 93,8 2 Ya 2 6,3 Total Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa pekerja yang menggunakan alat pelindung telinga/apt ketika bekerja adalah sebanyak 2 orang (6,3%) dan pekerja yang tidak menggunakan APT ketika bekerja adalah sebanyak 30 orang (93,8%) Distribusi Pekerja yang Menggunakan Earplug Ketika Bekerja Untuk distribusi frekuensi pekerja yang menggunakan earplug ketika bekerja berdasarkan kuesioner tidak ada responden yang menggunakan APT earplug dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel 4.10 Distribusi Pekerja yang Menggunakan Earplug Ketika Bekerja No Pekerja Yang Menggunakan Earpliug Ketika Jumlah Persentase Bekerja (Orang) 1 Tidak Menjawab 30 93,8 2 Ya 2 6,3 Total Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa pekerja yang menggunakan earplug ketika bekerja adalah sebanyak 2 orang (6,3%) dan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja adalah sebanyak 30 orang (93,8%) Distribusi Alasan Pekerja yang Tidak Menggunakan Alat Pelindung Telinga atau APT` Untuk distribusi alasan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga atau APT dapat dilihat pada tabel berikut ini:

76 61 Tabel 4.11 Distribusi Alasan Pekerja yang Tidak Menggunakan APT No Alasan Pekerja yang Tidak Menggunakan Alat Pelindung Telinga atau APT Jumlah (Orang) Persentase 1 APT rusak/tidak tersedia Tidak nyaman Total Berdasarkan tabel 4.11 terlihat bahwa alasan pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja yang terbanyak adalah karena APT rusak atau tidak tersedia sebanyak 18 orang (60%) dan alasan pekerja yang tidak menggunakan APT ketika bekerja karena tidak nyaman adalah sebanyak 12 orang (40%). 4.3 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dengan alat sound level meter, diperoleh intensitas kebisingan di setiap setiap stasiun sebagai berikut. Tabel 4.12 Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja PKS Pagar Merbau Stasiun Intensitas Kebisingan NAB Loading ramp 72,7 db 85 Boiler 86,7 db >85 Kamar mesin 100,5 db >85 Klarifikasi 90,4 db >85 Pressan 86,2 db >85 Housting Crane 83,5 db 85 Perebusan 91,8 db >85 Kernel 91,8 db >85 Transfer depan 82,6 db 85 Transfer belakang 81,5 db 85 Berdasarkan tabel 4.12 dapar dilihat dari 10 stasiun kerja yang terdapat di PTPN II PKS Pagar Merau terdapat 6 stasiun kerja yang intensitas kebisingannya diatas NAB (85 db) yaitu stasiun perbusan, pressan, kamar mesin, kernel, boiler, klarifikasi dan stasiun kerja yang memiliki intensitas kebisingan tertinggi berada

77 62 pada stasiun kamar mesin dengan angka 100,5 db. Sedangkan 4 stasuin yaitu stasiun loading ramp, transfer depan, transfer belakang dan housting crane memiliki intensitas kebisingan dibawah 85 db Besar Paparan Kebisingan Pada Pekerja di Setiap Stasiun Distribusi jumlah responden berdasarkan besar paparan kebisingan di pabrik dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.13 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Besar Paparan Kebisingan di PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Stasiun Intensitas Kebisingan Jumlah % (Orang) Loading ramp Boiler 72,7 db 86,7 db ,6 18,8 Kamar mesin 100,5 db 2 6,2 Klarifikasi 90,4 db 3 9,4 Pressan 86,2 db 3 9,4 Housting Crane 83,5 db 2 6,2 Perebusan 91,8 db 2 6,2 Kernel 91,8 db 3 9,4 Transfer depan 82,6 db 3 9,4 Transfer belakang 81,5 db 3 9,4 Jumlah Nilai intensitas tertinggi adalah 100,5 db pada stasiun kamar mesin dengan jumlah pekerja sebanyak 2 orang (6,2%) dan nilai intensitas terendah adalah 72,7 db pada stasiun loading ramp dengan jumlah pekerja sebanyak 5 orang (15,5%).

78 Kemampuan Pendengaran Tabel.4.14 Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja PKS Pagar Merbau Tahun 2017 Kemampuan Pendengaran Jumlah Persentase (Orang) Normal (0 25 db) 12 37,5 Tuli Ringan (>25 db 40 db) 11 34,4 Tuli Sedang (>41 db 55 db) 9 28,1 Total Dari tabel diatas dapat dilihat pekerja yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 12 orang (37,5%). Jumlah pekerja yang mengalami ketulian sebanyak 20 orang (62,5%) dengan pekerja yang menderita tuli ringan sebanyak 11 orang (34,4%), dan tuli sedang sebanyak 9 orang (28,1%).

79 Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.15 Tabulasi Silang Karakteristik Responden Dengan Kemampuan Pendengaran Karakteristik Kemampuan Pendengaran Total Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Umur Total Masa Kerja 20 tahun >20 tahun Total Riwayat Penyakit Tidak Ya Total Penggunaan Obat Ototoksik Tidak Ya Total Menggunakan APT Tidak Ya Total Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat umur pekerja yang paling banyak mengalami penurunan kemampuan pendengaran yaitu pada kelompok umur tahun dengan pekerja yang menderita tuli ringan sebanyak 9 orang dan tuli sedang sebanyak 8 orang sedangkan pekerja yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 9 orang. Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat masa kerja yang terbanyak mengalami penurunan kemampuan pendengaran yaitu pada kelompok masa kerja 20 tahun

80 65 dengan pekerja yang menderita tuli ringan sebanyak 8 orang, tuli sedang sebanyak 3 orang sedangkan pekerja yag memiliki kemampuan normal pada kelompok masa kerja 20 tahun yaitu sebanyak 10 orang. Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 31 orang dan pekerja yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 12 orang dan pekerja yang menderita tuli sedang sebanyak 8 orang sedangkan pekerja yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 1 orang dan pekerja tersebut menderita tuli sedang. Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat pekerja yang memnggunakan obat ototoksik sebanyak 8 orang dan pekerja dengan kemampuan pendengaran normal 1 orang, dan pekerja yang menderita tuli ringan sebanyak 5 orang, dan menderita tuli sedang sebanyak 2 orang. Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat jumlah pekerja yang memakai alat pelindung telinga saat bekerja sebanyak 2 orang dan tetapi pekerja tersebut mengalami tuli sedang, sedangkan jumlah pekerja yang tidak memakai alat pelindung telinga sebanyak 30 orang dengan pekerja yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 12 orang, tuli ringan 11 orang dan tuli sedang sebanyak 7 orang.

81 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Tabel 4.16 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Intensitas Kebisingan Kemampuan Pendengaran Total Normal Tuli ringan Tuli Sedang 85 db >85 db Total Dari tabel 4.16 terlihat bahwa dari 16 pekerja yang bekerja pada intensitas dibawah 85 db, sebanyak 7 pekerja memiliki pendengaran yang normal, sedangkan jumlah pekerja yang mengalami tuli sedang sebanyak 4 orang. Dari 16 pekerja yang bekerja pada intensitas diatas 85 db, jumlah pekerja memiliki pendengaran yang normal sebanyak 5 orang, sedangkan pekerja yang mengalami tuli ringan sebanyak 6 orang dan yang mengalami tuli sedang sebanyak 5 orang.

82 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan Setiap Stasiun dengan Kemampuan Pendengaran Pekerja Tabel 4.17 Tabulasi Silang Intensitas Kebisingan Setiap Stasiun dengan Kemampuan Pendengaran Pekerja Stasiun Kerja Intensitas Kebisingan Kemampuan Pendengaran Total (db) N TR TS Loading ramp 72, Boiler 86, Kamar mesin 100, Klarifikasi 90, Pressan 86, Housting Crane 83, Perebusan 91, Kernel 91, Transfer depan 79, Perebusan 91, Total Keterangan: N : Normal (0-25 db) TR : Tuli Ringan (>25-40 db) TS : Tuli Sedang (>41-55 db) Dari tabel diatas terlihat stasiun dengan intensitas tertinggi adalah stasiun kamar mesin 100,5 db yang dengan jumlah pekerja sebanyak 2 orang dan kemampuan pendengaran pekerja yang menderita tuli sedang sebanyak 2 orang, sedangkan pekerja dengan kemampuan pendengaran normal serta tuli ringan tidak ada.

83 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Definisi Bunyi Bunyi atau getaran suara adalah getaran suara yang merambat. Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi molekul udara dan bergantian dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat peregangan molekul (Sherwood, 2013). Menurut Anizar (2012), bunyi adalah ransangan yang diterima oleh telinga karena getaran media elastis. Sifat bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Definisi frekuensi adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap diterima oleh telinga setiap detik. Frekuensi yang bisa diterima oleh telinga manusia terbatas mulai frekuensi 16 Hz Hz frekuensi bunyi yang terutama penting untuk komunikasi(pembicaraan)yaitu sekitar 250 Hz Hz. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi. Bunyi atau suara didengar sebagai ransangan pada sel saraf pendengaran oleh gelombang longitudinal, dimana gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan bila bunyi atau suara tersebut tidak dikendaki maka bunyi atau suara tersebut dinyatakan sebagai kebisingan (Suma mur, 2009). Bunyi adalah energi yang menjalar dengan berfluktasi sangat cepat melalui medium, baik gas, cair maupun padat, hal ini akibat dari perubahan tekanan (dalam udara atau media penghantar lain) yang dapat ditangkap oleh telinga, manusia. Fluktasi tekanan biasanya berasal dari suatu objek yang bergetar 7

84 8 seperti pita suara manusia atau makhluk hidup lainnya, diapragma loudspeaker, mesin, benturan suatu benda dan lain-lainnya (Rusjadi, 2015) Definisi Kebisingan Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri bising berarti bunyi yang sangat berarti bunyi yang sangat mengganggu dan sangat membuang energi (Harrianto, 2010). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No. 13 Tahun 2011). Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara/kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu: a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 db. b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 db selama lebih dari 8 jam (Tambunan, 2005). Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 db atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di dalam telinga (Sherwood, 2013).

85 Sumber Kebisingan Di tempat kerja disadari maupun tidak cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya: a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi ribut yang sudah cukup tua. b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saatmesin mengalami kerusakan parah. d. Melakukan modifikasi / perubahan / penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection). f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu / alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut (Tambunan, 2005). Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Tahun 2002, sumber kebisingan dibedakan menjadi:

86 10 1. Bising industri Bising industri termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat disekitar industri. 2. Bising rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi kebisingannya. 3. Bising spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan (Subaris, 2008) Jenis Kebisingan Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas: 1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 db untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar. 2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas. 3.Bising terputus-putus (Intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

87 11 4. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 db dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya misalnya tembakan, suara ledakan mercon, meriam. 5. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa (Buchari, 2007). Menurut Suma mur (2009), jenis-jenis bising yang sering ditemukan adalah: a. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar. b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkulasi, katup gas. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara. d. Kebisingan implusif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan. e. Kebisingan implusif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan. Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady noise). Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (dicrete frequency noise). Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya. b. Broad band noise. Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise

88 12 sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubahubah selama rentang waktu tertentu. b. Intermittent noise. Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tambunan, 2005) Intensitas Kebisingan Intensitas kebisingan atau luas energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (db) dengan dengan memperbandingkannya dengan dengan kekuatan standar 0,0002 dyne/cm 2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus: SPL=20 10 log dengan: SPL (Sound Pressure Level) = intensitas kebisingan (db) p = intensitas suatu bunyi po = intensitas bunyi standar (0,0002 dyne/cm 2) (Suma mur, 2009).

89 Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai ambang batas yang kemudian disingkat NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Suma mur, 2009). Berdasarkan Permenakertrans No.13/MEN/X/2011, NAB kebisingan yang diizinkan berdasarkan tingkat dan intensitas kebisingan adalah jam untuk paparan bising sebesar 85 db.nab kebisingan yang diizinkan dalam waktu pemajanan perhari adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan yang Diizinkan dalam Waktu Pemajanan Perhari Waktu Pemaparan Per Hari 8 Jam 4 Jam 2 Jam 1 Jam 30 Menit 15 Menit 7,5 Menit 3,75 Menit 1,88 Menit 0,94 Menit 28,12 Detik 14,06 Detik 7,03 Detik 3,52 Detik 1,76 Detik 0,88 Detik 0,44 Detik 0,22 Detik 0,11 Detik Intensitas Kebisingan dalam db(a) Catatan: Tidak Boleh terpajan lebih dari 140 dba, walaupun sesaat. Sumber: Permenakertrans No.13/Men/X/2011

90 Telinga Manusia Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Gambar 2.1. Anatomi telinga manusia Sumber : Menurut anatominya telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: a. Telinga bagian luar Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang dengan panjang sekitar 2,5 3 cm. Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar

91 15 meliputi daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis. Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam. b. Telinga Bagian Tengah Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang, yang di dalamnya terdapat saluran eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan. Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes)

92 16 yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval. c. Telinga bagian dalam Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut: 1.Tiga saluran setengah lingkaran 2.Ampula 3.Utrikulus 4.Sakulus 5.Koklea atau rumah siput Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang. Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani terdapat

93 17 membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ korti. Organ korti terhubung dengan batang otak melalui saraf-saraf pendengaran Cara Kerja Indra Pendengaran Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamflipikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamflipikasi ini akan diteruskan ke stapes yang mengggerakkan tingkap lonjong sehingga sehingga perilimfa pada skala vestibuly bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan ransangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan energi neurotransmiler ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

94 18 saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleis auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Sherwood, 2013) Pengaruh Kebisingan terhadap Manusia Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja bermacammacam. Mulai dari gangguan fisiologi sampai pada gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran. Menurut Siswanto dalam Siregar (2010) efek ataugangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Gangguan Pada Indera Pendengaran (Audiotori Effect) a. Trauma Akustik Merupakan gangguan pendengaran yang disebabakan pemaparan tunggal atausingle exprosure terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran. b. Ketulian Sementara atau Temporary Threshold Shift (TTS) Adalah gangguan pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya semetara. Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual. Waktu pemulihan adalah bekisar dari 3-7 hari.

95 19 c. Ketulian Permanen atau Permanent Threshold shift (PTS) Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel atau tidak dapat kembali, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Pekerja yang mengalami ketulian sementara kemudian terpajan bising kembali sebelum pemulihan secara legkap terjadi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan selama bertahuntahun sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (permanen). Ketulian permanen atau sering juga disebut NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan umumnya terjadi setelah terpajan 10 tahun atau lebih (Subaris, 2008) Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotori Effect) Gangguan bukan pada indera non pendengaran dapat disebut juga keluhan yang dirasakan oleh seseorang (keluhan subyektif). Mengenai keluhan tersebut ada beberapa ahli yang memukakan pendapatnya. Ahli-ahli itu adalah Suma mur (1982) mengemukakan gangguan percakapan, gangguan pelaksanaan tugas dan gangguan perasaan; Sasongko (2000) mengemukakan gangguan percakapan dan gangguan tidur; Siswanto (1990) mengemukakan gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan gangguan perasaan. a. Gangguan Percakapan Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka / via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat menggangu percakapan perlu diperhatikan secara seksama karena suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada konteks suasana. Kebisingan mengganggu tenaga kerja bila mengadakan

96 20 percakapan dengan orang lain. Jika ingin percakapan tidak tergangggu, maka kebisingan harus dijaga dibawah 60 db(a). Untuk kebisingan berspektrum luas intensitas kebisingan tidak boleh melampaui 70 db(a), apabila tingkat kebisingan melampaui 70 db(a) pada kantor yang sibuk tenaga kerja akan mulai berteriak agar dapat didengar, untuk keperluan komunikasi ditempat kerja suatu perkataan yang diucapkan baru dapat dipaham apabila intensitas ucapan paling sedikit 10 db(a) lebih tinggi dari latar belakang suara (Suma mur, 2009). Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi, sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan yang bising, maka pembicara harus diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang dimengerti oleh penerima (Suma mur, 2009). b. Gangguan Tidur Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motifasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut diatas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual (Sasongko, 2000). Menurut Siswanto dalam Siregar (2010) gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berikut:

97 21 1) Terpapar 40 db(a) kemungkinan terbangun 5%. 2) Terpapar 70 db(a) kemungkinan terbangun 30%. 3) Terpapar 100 db(a) kemungkinan terbangun 100%. c. Gangguan Pelaksanaan Tugas Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas. Di tempat bising berfikir sukar dilakukan. Konsentrasi biasanya buyar di tempat bising, demikian pula hitung menghitung, mengetik dan lain sebagainya terganggu oleh kebisingan. Kebisingan mengganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun. (Suma mur, 2009). Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama dalam hubungan sebagai berikut: 1) Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang hilang lebih menganggu dari pada bunyi yang menetap. 2) Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada frekuensi rendah. 3) Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi pikiran secara terus menerus. 4) Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi dari pada kegiatan rutin. Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan. Akibat kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan (Siswanto, 1990).

98 22 d. Gangguan Perasaan Perasaan terganggu oleh kebisingan adalah reaksi psikologis terhadap suatu kebisingan. Menurut Suma mur (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan perasaan adalah sebagai berikut: 1) Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang tinggi dan pada nada-nada yang lebih tinggi pula. 2) Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang tidak menetap. 3) Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi sebab perasaan terganggu. 4) Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya gangguan atau tidak. 5) Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan adalah faktorfaktor penting Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran pada suatu saat dengan standar atau Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. Pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan terhadap pendengaran perlu dilaksanakan secara intensif selama jam kerja. Bila pekerja selalu berpindah tempat maka disamping dilaksanakan pengukuran tingkat tekanan suara juga dicatat waktu selama bekerja berada ditempat-tempat tersebut agar dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan malampaui NAB (Subaris, 2008).

99 23 Menurut Suma mur (2009). maksud pengukuran kebisingan adalah: a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain: 1. Sound Level Meter Sound Level Meter ialah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan, suara yang tak dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa sakit di telinga. Sound level meter biasanya digunakan di lingkungan kerja seperti, industri penerbangan dan sebagainya. Sound level meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukurtingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara db dan dari frekwensi Hz (Rambe, 2003). Sound level meter terdiri dari tiga skala pengukuran, yaitu: a. Skala pengukuran A: Untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reksi telinga untuk intensitas rendah b. Skala pengukuran B: untuk memperlihatkan kepekaan telinga untuk bunyi dengan intensitas sedang c. Skala pengukuran C: Untuk skala dengan intensitas tinggi (Anizar, 2012).

100 24 2. Noise Dosimeter Alat ini mengambil suara dalam mikropon dan memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap (Tambunan, 2005). Noise Dosimeter langsung mancatat berapa persen (%) dose seorang pekerja mendapat paparan bising, sedangkan jika menggunakan sound level meter (SLM) harus dikonversikan terlebih dahulu dari Leq ke waktu T ke dose D dan ke TWA (Rusjadi, 2015) Pengendalian Kebisingan Menurut Suma mur (2009), kebisingan dapat dikendalikan dengan: a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru. b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan. Untuk ini perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara. c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih efektif dari pada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar db. Menurut Buchari (2007), pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan melakukan:

101 25 a. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang lebih sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman. b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja, mengurangi waktu kerja dan melakukan training. c. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur. 2.2 Kemampuan Pendengaran Tingkat Kemampuan Pendengaran Tingkat kemampuan pendengaran dibagi dalam beberapa tingkatan seperti pada tabel berikut: Tabel 2.2 Klasifikasi dari Kemampuan Pendengaran Menurut ISO Rentang batas kekuatan suara yang dapat didengar Klasifikasi tingkat keparahan gangguan sistem pendengaran 0 db 25 db Rentang normal >25 db 40 db Tuli ringan >40 db 55 db Tuli sedang >55 db 70 db Tuli sedang berat >70 db 90 db Tuli berat > 90 db Tuli sangat berat Sumber: Soepardi (2016) Ketulian Ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat dilihat dengan mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang disebutkan pasien tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian telinga mana yang terkena, apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam,

102 26 misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat mendengar pembicaraan orang lain apabila tidak diucapkan dengan nada keras, maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan terkena intensitas kebisingan yang tinggi. Manusia yang mengalami gangguan pendengaran (hearing loss) umumnya mengalami kesulitan (ringan sampai berat) untuk membedakan kata-kata yang memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, SH, CH, H dan C lembut (Tambunan, 2005). Tuli akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut: a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 db atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam, jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibatpajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang menyebabkan

103 27 kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ corti, sel-sel rambut, stria vaskularis. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan lain-lain (Soepardi, 2016) Cara Pemeriksaan Pendengaran Untuk memeriksa fungsi kemampuan pendengaran dilakukan berbagai macam tes pendengaran dengan cara memberikan ransangan atau stimulus bunyi pada telinga kemudian dinilai respon atau jawaban atas stimulus tersebut. Beberapa tes pemeriksaan pendengaran adalah sebagai berikut: 1. Tes bisik Bersifat semi kuantitatif. tes ini secara kasar dapat menentukan derajad ketulian seseorang dan tes bisik dapat dipercayai baik pasien maupun pemeriksa. Syarat tes bisik adalah: 1. Ruangan yang digunakan harus sepi dan tidak bergema 2. Pemeriksa membisikkan kata dengan menggunakan udara cadangan sesudah ekspirasi dada. Kata yang dibisikkan terdiri dari satu atau dua kata yang dikenal penderita. 3. Mata penderita ditutup agar penderita tidak membaca gerak bibir pemeriksa. Cara pemerksaan:

104 28 Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa, sedangkan telinga yang tidak diperiksa di tutup dan di masking. Cara melakukan masking adalah dengan menekan nekan tragus ke arah meatus eksternus. Making diakukan oleh rekan pemeriksa. Bila tidak ada yang membantu, meatus ekstersus ditutup dengan kapas yang dibasahi gliserin. Selanjutnya penderita diminta untuk mengulang dengan keras kata-kata yang dibisikkan. Pelaksaan: Penderita maupun pemeriksa keduanya berdiri. Saat pelaksaan penderita tetap diam ditempat sedangkan pemeriksa yang berpindah tempat. Diawali dari jarak satu meter dibisikkan lima kata sampai sepuluh kata atau lebih. Bila penderita dapat mendengar dan menirukan secara benar kata yang diucapkan, maka pemeriksa berpindah ke jarak dua meter dan membisikkan kata yang lain. Bila pederita mendengar semua, pemeriksa mundur lagi sampai kepada jarak dimana si penderita mendengar delapan puluh persen kata-kata yang dibisikkan (mendengar 4 kata dan 5 kata yang dibisikkan). Jarak itulah yang merupakan tajam pendengaran telinga yang diperiksa. Untuk memastikan tes benar, perlu dilakukan tes ulang. Misalnya tajam pendengaran penderita 3 meter, maka bila pemeriksa maju ke jarak 2 meter penderita akan pendengar semua kata yang dibisikkan dan bila pemeriksa mundur ke jarak 4 meter maka penderita hanya mendengar kurang dari delapan puluh persen kata yang dibisikkan. Dimulai pada jarak satu meter, bila masih mendengar semua kata, pemeriksa mundur mundur lagi satu meter demikian seterusnya diulang sampai penderita

105 29 mendengar delapan puluh persen dari kata yang dibisikkan. Jarak tersebut merupakan taam pendengaran penderita Hasil tes: Normal : 6 meter Tuli ringan: 4 6 meter Tuli sedang: 1 4 meter Tuli berat Tuli total : <1 meter : bila berteriak di depan telinga, penderita tetap tidak mendengar (Hetharia, 2011). 2. Audiometri Audiometri adalah tes pendengaran dengan menggunakan alat audiometer yaitu alat yang dapat menghasilkan suara dengan berbagai frekuensi dan kekuatan. Tujuan tes pendengaran dengan audiometer ini adalah untuk mengetahui derajat gangguan pendengran atau ketulian seseorang (ringan, sedang dan berat) dan untuk mengetahui jenis tuli yang dialami oleh seseorang (tuli konduktif, tuli sensorinaural, atau tuli campuran). Pemeriksaan audiometri yang sederhana adalah audiometri nada murni (pure tone audiometry). Audiometri nada murni menggunakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi dan dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Pemeriksaan dilakukan diruangan kedap suara dan menggunakan headset khusus, kemudian pasien diminta menekan tombol bila terdengar suara.

106 30 Hasil dari alat audiometri berupa grafik yang disebut audiogram. dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi pendengaran masih baik atau sudah berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram berbentuk seperti berikut: Sumber: Gambar 2.2 Audiogram Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk grafik. Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang diperdengarkan dengan satuan desibel. Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai desibelnya. Sehingga jika suarasuara disekitar kita dimasukkan ke dalam audiogram. Dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu, terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis objektif. Simbol-simbol dan istilah yang akan muncul dalam audiogram adalah sebagai berikut:

107 31 a. Hertz: Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 250 Hz 8000 Hz b. Desibel (db): Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan (intensitas) suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara db. c. Warna merah dan biru: jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis berwarna merah. d. o dan x: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara (air conduction/ac), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri. e. < and >: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction/bc), <untuk telinga kanan dan >untuk telinga kiri f. AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara g. BC: Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga. Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih detail terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implant. Jenis gangguan pendengaran serta derajat ketulian dihitung menggunakan indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz 4

108 32 Derajat pendengaran seseorang masih berada diantara 0 sampai 25 db dikategorikan normal. Untuk derajat pendengaran antara 25 db sampai 40 db sudah dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan. Sedangkan derajat pendengaran antara 40 db sampai 55 db dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang. Selanjutnya derajat pendengaran antara 70 db sampai 90 db penurunan pendegaran berat dan jika lebih dari 90 db dikategorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sangat berat. Jika dilihat berdasarkan garis grafik audiogram, seseorang dikategorikan normal apabila koduksi udara lebih bagus daripada konduksi tulang. Ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC. Untuk gangguan pendengaran konduktif grafik AC lebih besar dari BC dan BC berada pada batas normal. Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara. kemudian seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik BC berhimpit dengan AC, namun kedua grafik terletak pada garis diatas normal. Sedangakan gangguan pendengaran campuran terjadi jika grafik AC lebih besar dai BC dan keduanya berada diatas batas normal. 3. Tes Garbu Tala Tes garpu tala digunakan untuk menentukan jenis gangguan pendengaran (kualitas). Tes ini bersifat subyektif dan baru dapat dipercaya bila pemeriksa dapat melakukan es tersebut dengan baik dan benar dan penderita dapat menerima respon dengan benar. Jenis tes yang dilakukan adalah sebagai berikut:

109 33 1. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Cara Pemeriksaan adalah dengan menggetarkan garpu tala dan mendekatkan kedepan telinga sekitar 2,5 cm, setelah tidak terdengar garputala diletakkan tangkainya di prosesus mastoid. Apabila di prosesus mastoid suara masih terdengar disebut dengan rinne negatif tapi apabila tidak terdengar disebut dengan rinne positif. 2. Test Weber Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan tes weber yaitu: menggeterkan tangkai garpu tala dan diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung dan ditengah-tengah gigi seri atau di dagu). Jika bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi pada telinga yang mendengar. Namun apabila tidak dapat dibedakan kearah telinga mana yang bunyinya terdengar lebih keras, disebut weber tidak ada lateralisasi. 3. Test Swabach Tujuan test Swabach adalah untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Cara kerjanya dengan melektakkan garpu tala pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garpu tala dipindahkan ke prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendnegarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, jika pemeriksa tidak dapat mendengar, maka dilakukan pengulangan pemeriksaan dengan cara sebaliknya, yaitu meletakkan

110 34 garpu tala ke prosesus mastoideus peemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan jika pasien dan pemeriksa sama-sama mendengar disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Menggunakan Garpu Tala Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan Normal pemeriksa Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli Konduktif yang sakit Positif Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli Sensorineural yang sehat Catatan: Pada tuli konduktif < 30 db, Rinne bisa masih positif Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala dan Leher FKUI, Berbagai Pajanan yang Mempengaruhi Kemampuan Pendengaran Behrman dalam Kusumawati (2012) menjelaskan bahwa tipe kehilangan pendengaran dapat bersifat perifer atau sentral. Kehilangan pendengaran perifer disebabkan oleh disfungsi dalam penghantaran suara melalui telinga luar, tengah dan oleh transduksi energi suara menjadi aktifitas syaraf pada telinga dalam dan saraf ke-8, sedangakan kehilangan pendengaran bersifat sensorineural biasanya disebabkan oleh cedera atau salah perkembangan struktur telina dalam. Faktor-faktor pajanan yang dapat memengaruhi kemampuan pendengaran adalah sebagai berikut: 1. Umur Penurunan kemampuan pendengaran semakin lama akan semakin nyata jika tenaga kerja terpajan kebisingan dari lingkungan sekitar. Tuli akibat penuaan murni menimbulkan manifestasi klinis yang nyata mulai dari usia 50 tahun

111 35 (Nagel, 2012). Semakin bertambahnya usia sebagian sel-sel rambut akan mati karena tua. Karena itulah manusia menjadi tuli, tetapi apabila seseorang mendapat tekanan bising dengan intensitas tinggi secara kontinu untuk jangka waktu yang panjang, maka banyak sel-sel rambutnya yang menjadi mati ketika ia masih berumur muda. Ketulian seseorang dapat di pengaruhi oleh lamanya terpapar kebising walaupun usianya masih muda. Pada orang lanjut usia, gangguan pendengaran biasanya disebabkan oleh fungsi organ pendengaran yang menurun atau disebut presbiakusis yang terjadi akibat dari meningkatnya frekuensi minimal yang dapat didengar oleh telinga manusia (Anizar, 2012). 2. Masa Kerja Penurunan kemampuan pendengaran akibat bising dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pekerja yang terpapar bising 85 db selama 8 jam kerja sehari, ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun bekerja, 1% pekerja akan memperlihatkan sedikit gangguan pendengaran, setelah 10 tahun bekerja, 3% pekerja mengalami kehilangan pendengaran, dan setelah 15 tahun meningkat menjadi 5% (Suyono, 1995). Penelitian yang dilakukan Habibie pada tahun 2010 untuk mengetahui lama paparan bising terhadap kejadian NIHL pada musisi, didapat hasil bahwa dari 47 sampel penelitian didapat sebanyak 5 orang mengalami NIHL, 4 kasus yang terjadi pada sampel yang telah terpapar selama lebih dari lima tahun dan 1 sampel yang telah selama kurang dari setahun (Banitriono, 2012).

112 36 3. Riwayat Penyakit Penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kardiovaskuler dan hiperlipidemia diduga memiliki efek terhadap pembuluh darah di koklea. Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (menigkatnya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Penyakit kardiovaskular terbagi menjadi 3 jenis, yaitu penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan vaskuler perifer. Penyakit jantung koroner adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai jantung. Implikasinya meliputi infark miokard (serangan jantung), angina (nyeri dada), dan aritmia (irama jantung abnormal). Penyakit serebrovaskular adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai ke otak. Implikasinya meliputi stroke (kerusakan sel otak karena kurangnya suplai darah) transient ischaemic attack (kerusakan sementara pada penglihatan, kemampuan berbicara, rasa atau gerakan). Penyakit vaskular perifer adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai tangan dan kaki yang berakibat rasa sakit yang sebentar datang dan pergi, serta rasa sakit karena keram otot kaki saat berolahraga. Hiperlipidemia adalah keadaan patologis akibat kelainan metebolisme lemak darah yang ditandai dengan meningginya kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia), trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi keduanya. Hiperkolestorelemia dapat mempertinggi risiko morbiditas dan mortalitas penyakit jantung, sedangkan hipergliseridemia meningkatkan kasus nyeri perut dan pancreatitis (Continuing Profesional Development Dokter Indonesia, 2012).

113 37 Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan adanya hubungan antara penyakit seperti diabetes melitus, kardiovaskuler dan hiperlipidemia dengan tingkat kemampuan pendengaran. Penelitian yang dilakukan oleh Bashiruddin (2008) menyatakan bahwa ambang dengar pada penderita diabetes melitus disertai dengan kardiovaskuler lebih tinggi dibandingkan tanpa penyakit penyerta. Tinggi intensitas ambang dengan tersebut disebabkan oleh terjadinya ganggguan perfusi aliran darah ke telinga dalam akibat prores ateroklorosis dan aterogenesis sehingga mengakibatkan kerusakan koklea. Pada penderita diabetes melitus, selain karena adanya suatu proses neuropati, penggunaan obat ototoksik berupa antibiotik yang digunakan untuk infeksi luka juga salah satu penyebab terjadinya gangguan pendengaran. 4. Obat-Obatan atau Bahan Kimia Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran. Penggunaan obat ototoksik dengan dosis tertentu mampu menimbulkan efek berupa gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran akibat ototoksik yang menetap dapat terjadi berbulan-bulan setelah pengobatan berhenti. Gangguan pendengaran yang dihasilkan biasanya berupa gangguan pendengaran sensorineural. Gejala yang timbul dimulai dari terjadinya tinnitus, gangguan pendengaran dan vertigo. Tinitus biasanya menyertai gangguan pendengaran sensorineural. Tinitus yang berhubungan dengan ototoksik berada pada nada tinggi dengan frekuensi antara 4000 Hz 6000 Hz. Antibiotik mempunyai ciri penurunan yang tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram.

114 38 Pada pemakaian antibiotik aminoglikosida dapat menimbulkan gangguan pendengaran tingkat ringan. Gangguan pendenngaran ini biasanya bersifat permanen dan hanya sedikit yang dapat pulih kembali. Proses terjadinya gangguan pendengaran ini biasanya terjadi setelah pemberian antibiotik selama 3-4 hari. Gangguan pendengaran yang ditimbulkan bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel rambut pada putaran basal koklea. Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan penggunaa obat ototoksik sangat sering dijumpai karena pemakaian gentasimin dan streptomisin. Loop diuretic dapat menimbulkan tinnitus yang kuat dalam beberapa menit setelah penyuntikan intervena. Pada kasus tertentu dapat terjadi gangguan pendengaran sensoriunal secara perlahan dan progresif, namun hanya disertai tinnitus ringan. Pemberhentian panggunaan obat-obatan loop duiuretic dapat mengembalikan fungsi pendengaran jika jenis loop diuretic yang digunakan berupa salisilat dan kina. Beberapa jenis loop diureti kuat yaitu Ethycrynic Acid, Furosemide dan Bumetanide. Jenis ini mampu menghambat reabsorbsi elektronitelektrolit dan air pada cabang naik dari lengkungan hanle. Walaupun memiliki tingkat ototoksik rendah, namun dapat menunjukkan derajat potensi ototoksik terutama jika diberikan pada penderita insufisiensi ginjal secara intervena. Obat lainnya adalah obat anti inflamasi yaitu salisisat dan aspirin. Obat jenis ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural pada frekuensi tinggi dan dapat menyebabkan tinitus tetapi dpat pulih kembali apabila penggunaan obat dihentikan. Obat anti malaria yaitu kina dan klorokuin juga dapat menimbulkan efek ototoksik berupa gangguan pendengaran dan tinitus. Bahaya dari obat

115 39 tersebut adalah mampu menembus plasenta sehingga berisiko terjadinya tuli kongenital pada janin dan hipoplasia kokhlea. Obat anti tumor seperti CIS platinum juga merupakan obat ototoksik yang dapat menimbulkan gejala tuli subjektif, tinitus dan otalgia. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika golongan aminoglikosida seperti Neomisin dan Polimiksin B juga dapat menimbulkan gangguan pendnegaran karena obat tersebt dapat menembus membran tingkap bundar pada telinga. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar. 5. Pemakaian Alat Pelindung Telinga Pemakaian Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu cara untuk mengurangi besarnya paparan intensitas kebisingan terhadap tenaga kerja. Kontinuitas dan jenis pemakaian alat pelindung diri secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya gangguan pendengaran tenaga kerja yang diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Penggunaan alat pelindung telinga yang seuai dengan standar disertai dengan kontinuitas pemakaian yang optimal dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Menurut John J. Standard dalam buku Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition, alat pelindung telinga merupakan penghalang akustik yang dapat mengurangi jumlah energi suara melewati lubang telinga menuju ke reseptor di dalam telinga (Standard, 2002). Dapat dikatakan bahwa dengan memakai alat pelindung telinga di area kerja yang bising dapat mengurangi risiko terjadinya penurunan kemampuan pendengaran akibat bising. Berdasarkan hasil penelitian

116 40 Miristha (2009) terhadap operator alat berat, didapat hasil bahwa penggunaan alat pelindung telinga berhubungan sangat signifikan dengan keluhan pendengaran pada pekerja dengan nilai p value 0, Kejadian Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Hasil evaluasi salah satu pabrik tekstil di China terkait dengan pekerja yang rentan terkena gangguan pendengaran ditemukan bahwa usia sekitar 33,1 tahun dengan durasi kerja sekitar 14 jam rentan terkena gangguan pendengaran jika terpajan kebisingan sekitar 102,4 db. Untuk usia sekitar 36,4 tahun dan durasi kerja sekitar 17,7 jam terjadi gangguan pendengaran berupa kehilangan pendengaran jika terpajan bising sekitar 100,6 db (Cheng dalam Kusumawati, 2012). Penelitian yang dilakukan dibagian prodiuksi baja desa Janti Sidoarhjo, Jawa Tengah pada tahun 2004 menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan kejadian kehilngan pendengaran akibat bising. Penelitian ini menggunakan studi kasus control dengan jumlah respon kasus sebanyak 25 pekerja di bagian produksi dan responden control sebanyak 25 pekerja pada bagian administrasi. Hasil pengujian audiometric diketahui bahwa sebanyak 21 pekerja pada kelompok kasus teridentifikasi menderita kehilangan pendengaran dengan periode kerja selama rata-rata 16,72 tahun (Harmadji, 2004).

117 Kerangka Konsep 1. Karakteristik Pekerja 2. Intesitas Kebisingan Kemampuan Pendengaran

118 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil pengukuran, dari 10 stasiun kerja di PKS Pagar Merbau yang diukur, terdapat 6 stasiun kerja yang intensitas kebisingannya diatas NAB (85 db) yaitu stasiun kamar mesin, perebusan, kernel, klarifikasi, boiler dan pressan dan stasiun kerja yang memiliki intensitas kebisingan tertinggi berada pada stasiun kamar mesin dengan angka 100,5 db. 2. Dari 32 tenaga kerja yang menjadi responden, sebagian besar responden mengalami penurunan kemampuan pendengaran pada kategori tuli ringan sebanyak 11 orang (34,4%), kategori tuli sedang sebanyak 9 orang (28,1%) dan yang memiliki kemampuan pendengaran normal sebanyak 12 orang (37,5%). 3. Tenaga Kerja terbanyak menurut umur adalah pada kelompok umur tahun sebanyak 26 orang (81,3%). Terkait masa kerja, tenaga kerja terbanyak terdapat pada kategori 20 tahun sebanyak 21 orang (65,6%). Terkait riwayat penyakit, tenaga kerja yang pernah menderita penyakit adalah sebanyak 1 orang (3,1%). Terkait penggunaan obat ototoksik, tenaga kerja yang pernah atau sedang menggunakan obat ototoksik adalah sebanyak 8 orang (25%). Pekerja yang menggunakan APT ketika bekerja adalah sebanyak 2 orang (6,2%). 78

119 Saran 1. Pekerja a. Selalu menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja b. Mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan terutama terkait dengan manajemen kebisingan di lingkungan kerja c. Apabila terjadi gangguan pendengaran saat mengkonsumsi obat ototoksik maka pemakaian harus segera dihentikan untuk menghindari terjadinya gangguan pendengaran akibat obat ototoksik. 2. Perusahaan a. Pengawasan penggunaan alat pelindung telinga di area kerja yang memiliki intesitas kebisingan melebihi nilai ambang batas dana memonitoring penggunaan alat pelindung telinga yang baik. b. Memperhatikan ketersediaan alat pelindung telinga yang mengutamakan pemilihan APT yang tepat dan nyaman, serta melakuakan perawatan dan penggantian APT yang sudah tidak layak agar APT tetap berfungsi sesuai dengan kegunaannya. c. Pemberian sanksi atau hukuman pada pekerja yang tidak mengikuti peraturan terutama aturan mengenai kewajiban menggunakan alat pelindung telinga saat jam kerja.

120 DAFTAR PUSTAKA Afriman, D., Hubungan Tingkat Pajanan Kebisingan Dengan Fungsi Pendengaran Di PT. Sanggar Sarana Baja Tahun Tesis. FKM-UI. Anizar, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Graha Ilmu. Yogyakarta. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta. Bashirudin, J., Gambaran Audiometri Nada Murni Pada Penderita Gangguan Pendengaran Sensorineural Usia Lanjut. Maj. Kedokteran Volum 58, Nomor: 8, Agustus Rs Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diakses tanggal 8 Maret Buchari, Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USU Repository pdf.txt. Diakses tanggal 9 April 2017 Dewi, P.O.S., Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Penurunan Daya Dengar Pada Pekerja Di PG. Poerwodadie Magetan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses tanggal 9 April Daulay, F.R., Evaluasi Intensitas Kebisingan Terhadap Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja di Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Fahri, S Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Dampak Subyektif Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di PTP Nusantara Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Poltekkes. I Edisi Januari Harmadji, S. Kabullah H., Noise Induced Hearing Loss in Steel Factory Worker. Journal Vol.4. Folia Medica Indonesia, Surabaya. Diakses tanggal 21 Maret Harrianto, R Buku Ajar Kesehatan Kerja. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Herman, M.T.K.S., Studi Tentang Hubungan antara Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Pekerja di Petrochina tahun Tesis FKM- Universitas Indonesia. Depok. 80

121 81 Husdiani, I., Upaya Penanggulangan Dampak Kebisingan Terhadap Pendengaran Pekerja Dengan Basis Pemetaan Kebisingan (Noise Mapping) di Manufacturing Workshop PT.X 01 Medan. hhtp://repository.usu.ac.id/handle/ /6917. Diakses pada 01 Maret Kusmindar, D.C., Pengaruh Intensitas Kebisingan Pada Proses Sugu dan Proses Ampelas Terhadap Pendengaran Tenaga Kerja Di Bengkel Kayu X. Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: Palembang Diakses tanggal 21 Maret Kusumawati, I. Hubungan Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Kejadian Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di PT X Skripsi Universitas Indonesia. Diakses pada 19 April Listyaningrum, A.W., Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang Dengar Pada Tenaga Kerja di PT. Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar Tahun Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Mardani, B, Kawatu, P.A.T, Akilli, R.H., Gambaran Intensias Kebisingan dan Nilai Ambang Dengar Pekerja di Diskotik Cloud9, Hollywood, Kowloon Manado Tahun Jurnal Ilmiah Vol.5 No.1 Februari Diakses 15 Mei Miristha, M., Gambaran Dosis Pajanan Bising Disertai Keluhan Pendengaran Pada Operator Alat Berat di PT. Bukit Makmur Mandiri Utama Muara Tae Kalimantan Timur. Skripsi Universitas Indonesia. Depok. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Primadona, A Analisa Faktor yang Berhubungan dengan Penurunan Pendengaran Pada Pekerja di PT. Pertamia Geothermal Energy Area Kamojang Tahun Skripsi Universitas Indonesia. Depok. Rahmawati, D Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Haet Treatment PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta Diakses 18 Maret 2017.

122 82 Rambe, M.Y.A., Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Tulisan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Fakultas Kedokteran Diakses 1 Maret Rusjadi, D., Konsep Dasar Akustik untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sasongko Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Undip. Semarang. Sherwood, L., Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi ke 8. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta Siregar, M.A.P., Hubungan Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Pada Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdag Bedagai Tahun Skripsi Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 1 Maret Soepardi, E.A, Iskandar.N, Bashiruddin.J, Restuti R.D., Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi ke 7. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Soetirto, I, Hendarmin H, Bashiruddin J., Gangguan Pendengaran (Tuli). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher Edisi Keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta Suma mur,p.k Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Gunung Agung. Jakarta. Subaris, H.H Hygiene Lingkungan Kerja. Mitra Cendikia. Yogyakarta. Syahriani Pengaruh KebisinganTerhadap Nilai Ambang Pendengaran Tenaga Kerja di Pabrik Kelapa Sawit Pagar Merbau PTPN II Tanjung Morawa. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tambunan, S.T.B., Kebisingan di Tempat Kerja. CV Andi Offset. Yogyakarta. Tana, L., Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Pekerja Perusahaan Baja di Pulau Jawa Jurnal Kedokteran Trisakti. Edisi September 2002 Volume 2 No.3. Diakses 6 Februari 2017.

123 83 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Kuesioner Gambaran Intensitas Kebisingan dan Kemampuan Pendengaran Pada Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit PTPN II Tanjung Garbus-Pagar Merbau Tahun 2017 Nomor: Nama: Umur: Masa Bekerja: Tahun 1. Apakah terdapat kebisingan di tempat anda bekerja sekarang? a. Ya b. Tidak 2. Apakah anda pernah atau sedang mengalami penyakit telinga? a. Ya, sebutkan b. Tidak 3. Apakah anda sedang merasakan adanya penurunan pendengaran? a. Ya b. Tidak 4. Jika ya, apa penyebab penurunan pendengaran anda? a. Karena bekerja dilingkungan yang bising b. Karenaa hobi mendengarkan musik dengan suara yang keras c. Karena menggunakan obat ototoksik 5. Apakah anda mengalami gejala-gejala sebagai berikut? Beri tanda ceklist ( ) pada pertanyaan berikut: Gejala Ya Tidak Telinga berdenging Sulit mendengar Sulit konsentrasi Sudah tidur Rasa tidak nyaman

124 84 6. Beri chek list pada penyakit yang pernah atau sedang anda derita saat ini: Jenis Penyakit Ya Tidak Diabetes Melitus Kardiovaskuler (gangguan yang menyebabkan penyakit jantung (Kardio) dan pembuluh darah (vaskular) Hiperlipidemia (Peningkatan kadar lemak dalam darah seperti kolestrol dan gliserol) 7. Beri cheklist jenis obat yang pernah atau sedang anda konsumsi saat ini: Jenis Obat Keterengan Eryhromycin Gentamycin (obat untuk infeksi kulit) Streptomycin (TB atau infeksi yang butuh streptomycin) Netilmysin Amikacin Neomycin (obat tetes telinga) Kanamycin (obat diare atau infeksi lainnya pada usus) Etiomycin Vancomycin Furosemide 8. Apakah perusahaan menyediakan Alat Pelindung Telinga (APT)? a. Ya b. Tidak 9. Apakah anda diberikan pelatihan/training mengenai penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT)? a. Ya b. Tidak

125 Apakah anda menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT) ketika bekerja? a. Ya b. Tidak 11. Apakah anda menggunakan earplug sebagai pelindung telinga selama bekerja? a. Ya b. Tidak 12. Mengapa anda tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT)? a. Tidak Tersedia b. APT rusak/tidak nyaman digunakan

126 86 Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

127 87 Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

128 88 Lampiran 4. Maser Data No Umr S.ker In.kb M.Krj P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 K.T.a K.T.i KP , ,

129 89 No Umr S.ker In.kb M.Krj P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 K.T.a K.T.i KP , , ,

130 90 Keterangan: Umr : Umur Pekerja : 1)36-45 tahun 2) tahun 3) tahun S.Ker : Stasiun KerjaKerja 1. Loading ramp 6. Housting crane 2. Boiler 7. Peerebusan 3. Kamar mesin 8. Kernel 4. Klarifikasi 9. Transfer depan 5. Pressan 10. Transfer belakang In.kb : Intensitas Kebisingan M.krj : Masa Kerja : tahun 2. > 20 tahun K.T.a : Kemampuan Pendengaran Telinga Kanan: 1) Normal 2) Tuli ringan 3) Tuli Sedang K.T.i : Kemampuan Pendengaran Telinga Kiri :1) Normal 2) Tuli ringan 3) Tuli Sedang K.P : Kemampuan Pendengran : 1) Normal 2) Tuli ringan 3) Tuli Sedang

131 91 Lampiran 5. Hasil pengukuran Intensitas Kebisingan

132 92 Lampiran 6. Hasil Pengukuran Kemampuan Pendengaran Pekerja

133 93

134 94

135 95

136 96 Lampiran 7. Hasil SPSS Kategori Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid tahun 5 15,6 15,6 15, tahun 26 81,3 81,3 96, tahun 1 3,1 3,1 100,0 Total ,0 100,0 Kategori Masa Kerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 20 Tahun > 20 Tahun Total Stasiun Kerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Loading Ramp 5 15,6 15,6 15,6 Boiler 6 18,8 18,8 34,4 Kamar Mesin 2 6,3 6,3 40,6 Klarifikasi 3 9,4 9,4 50,0 pressan 3 9,4 9,4 59,4 Housting Crane 2 6,3 6,3 65,6 Perebusan 3 9,4 9,4 75,0 Kernel 2 6,3 6,3 81,3 Transfer Depan 3 9,4 9,4 90,6 Transfer Belakang 3 9,4 9,4 100,0 Total ,0 100,0 Kebisingan di Tempat Kerja Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Ya ,0 100,0 100,0

137 97 Mengalami Penyakit Telinga Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 24 75,0 75,0 75,0 Ya 8 25,0 25,0 100,0 Total ,0 100,0 Merasakan Penurunan Pendengaran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 13 40,6 40,6 40,6 Ya 19 59,4 59,4 100,0 Total ,0 100,0 Alasan penurunan pendengaran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Ada 13 40,6 40,6 40,6 Karena Bekerja di Lingkungan yang 18 56,3 56,3 96,9 bising Karena hobi mendengarkan musik 1 3,1 3,1 100,0 dgn suara keras Total ,0 100,0 Gejala Penurunan Pendengaran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Ada 19 59,4 59,4 59,4 Ada 13 40,6 40,6 100,0 Total ,0 100,0

138 98 Riwayat penyakit Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 31 96,9 96,9 96,9 Ya 1 3,1 3,1 100,0 Total ,0 100,0 Penggunaan obat ototoksik Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 24 75,0 75,0 75,0 Ya 8 25,0 25,0 100,0 Total ,0 100,0 Perusahaan menyediakan APT Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 22 68,8 68,8 68,8 Ya 10 31,3 31,3 100,0 Total ,0 100,0 Mengikuti Pelatihan Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Tidak 30 93,8 93,8 93,8 Ya 2 6,3 6,3 100,0 Total ,0 100,0 Menggunakan APT Ketika Bekerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 30 93,8 93,8 93,8 Ya 2 6,3 6,3 100,0 Total ,0 100,0

139 99 Menggunakan Earplug Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 30 93,8 93,8 93,8 Ya 2 6,3 6,3 100,0 Total ,0 100,0 Alasan Tidak Menggunakan APT Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid APT rusak/tdk nyaman digunakan 8 25,0 26,7 26,7 Tidak Tersedia 22 68,8 73,3 100,0 Total 30 93,8 100,0 Missing System 2 6,3 Total ,0 Umur * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Kemampuan Pedengaran Total Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Normal Umur Count % Of Total 9.4% 6.3%.0% 15.6% Count % Of Total 28.1% 28.1% 25.0% 81.3% Count % Of Total.0%.0% 3.1% 3.1% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0%

140 100 Masa Kerja * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Normal Kemampuan Pedengaran Tuli Ringan Tuli Sedang Total Masa Kerja <= 20 Tahun Count % Of Total 31.3% 25.0% 9.4% 65.6% > 20 Tahun Count % Of Total 6.3% 9.4% 18.8% 34.4% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0% Pengggunaan APT * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Normal Kemampuan Pedengaran Tuli Ringan Tuli Sedang Total Pengggunaan APT Tidak Count % Of Total 37.5% 34.4% 21.9% 93.8% Ya Count % Of Total 0.0% 0.0% 6.3% 6.3% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0%

141 101 Penggunan Obat Ototoksik * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Penggunan Obat Ototoksik Kemampuan Pedengaran Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Total Tidak Count % Of Total 34.4% 18.8% 21.9% 75.0% Ya Count % Of Total 3.1% 15.6% 6.3% 25.0% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0% Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Normal Kemampuan Pedengaran Tuli Ringan Tuli Sedang Total Tidak Count % Of Total 37.5% 34.4% 25.0% 96.9% Ya Count % Of Total 0.0% 0.0% 3.1% 3.1% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0%

142 102 Stasiun Kerja Stasiun Kerja * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation Kemampuan Pedengaran Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Total Loading Ramp Count % Of Total 3.1% 6.3% 6.3% 15.6% Boiler Count % Of Total 12.5% 6.3% 0.0% 18.8% Kamar Mesin Count % Of Total 0.0% 0.0% 6.3% 6.3% Klarifikasi Count % Of Total 0.0% 6.3% 3.1% 9.4% Pressan Count % Of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Housting Crane Count % Of Total 3.1% 0.0% 3.1% 6.3% Perebusan Count % Of Total 0.0% 3.1% 6.3% 9.4% Kernel Count % Of Total 3.1% 3.1% 0.0% 6.3% Transfer Depan Count Transfer Belakang % Of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Count % Of Total 3.1% 3.1% 3.1% 9.4% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0%

143 103 Intensitas Kebisingan Intensitas Kebisingan * Kemampuan Pedengaran Crosstabulation <= 85 Db Kemampuan Pedengaran Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Total Count % Of Total 21.9% 15.6% 12.5% 50.0% > 85 Db Count % Of Total 15.6% 18.8% 15.6% 50.0% Total Count % Of Total 37.5% 34.4% 28.1% 100.0% Stasiun Kerja Stasiun Kerja * Kemampuan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation Kemampuan Pendengaran Telinga Normal (0 db-25 db) Kiri Tuli Ringan (>25 db- 40 db) Tuli Sedang (>40 db- 55 db) Loading Ramp Count % within Stasiun Kerja Total 20.0% 60.0% 20.0% 100.0% % of Total 3.1% 9.4% 3.1% 15.6% Boiler Count % within Stasiun Kerja 100.0% 0.0% 0.0% 100.0% % of Total 18.8% 0.0% 0.0% 18.8% Kamar Mesin Count % within Stasiun Kerja 0.0% 0.0% 100.0% 100.0% % of Total 0.0% 0.0% 6.3% 6.3% Klarifikasi Count % within Stasiun Kerja 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

144 104 % of Total 3.1% 3.1% 3.1% 9.4% Pressan Count % within Stasiun Kerja 66.7% 33.3% 0.0% 100.0% % of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Housting Crane Count % within Stasiun Kerja 50.0% 50.0% 0.0% 100.0% % of Total 3.1% 3.1% 0.0% 6.3% Perebusan Count % within Stasiun Kerja 0.0% 33.3% 66.7% 100.0% % of Total 0.0% 3.1% 6.3% 9.4% Kernel Count % within Stasiun Kerja 100.0% 0.0% 0.0% 100.0% % of Total 6.3% 0.0% 0.0% 6.3% Transfer Depan Count Transfer Belakang % within Stasiun Kerja 66.7% 33.3% 0.0% 100.0% % of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Count % within Stasiun Kerja 33.3% 66.7% 0.0% 100.0% % of Total 3.1% 6.3% 0.0% 9.4% Total Count % within Stasiun Kerja 50.0% 31.3% 18.8% 100.0% % of Total 50.0% 31.3% 18.8% 100.0%

145 105 Stasiun Kerja * Kemampuan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation Stasiun Kerja Kemampuan Pendengaran Telinga Normal (0 db-25 db) Kanan Tuli Ringan (>25 db- 40 db) Tuli Sedang (>40 db- 55 db) Loading Ramp Count % within Stasiun Kerja Total 20.0% 40.0% 40.0% 100.0% % of Total 3.1% 6.3% 6.3% 15.6% Boiler Count % within Stasiun Kerja 66.7% 33.3% 0.0% 100.0% % of Total 12.5% 6.3% 0.0% 18.8% Kamar Mesin Count % within Stasiun Kerja 0.0% 0.0% 100.0% 100.0% % of Total 0.0% 0.0% 6.3% 6.3% Klarifikasi Count % within Stasiun Kerja 0.0% 100.0% 0.0% 100.0% % of Total 0.0% 9.4% 0.0% 9.4% Pressan Count % within Stasiun Kerja 66.7% 33.3% 0.0% 100.0% % of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Housting Crane Count % within Stasiun Kerja 50.0% 0.0% 50.0% 100.0% % of Total 3.1% 0.0% 3.1% 6.3% Perebusan Count % within Stasiun Kerja 0.0% 66.7% 33.3% 100.0% % of Total 0.0% 6.3% 3.1% 9.4% Kernel Count

146 106 % within Stasiun Kerja 50.0% 50.0% 0.0% 100.0% % of Total 3.1% 3.1% 0.0% 6.3% Transfer Depan Count % within Stasiun Kerja 66.7% 33.3% 0.0% 100.0% % of Total 6.3% 3.1% 0.0% 9.4% Transfer Count Belakang % within Stasiun Kerja 33.3% 33.3% 33.3% 100.0% % of Total 3.1% 3.1% 3.1% 9.4% Total Count % within Stasiun Kerja 37.5% 40.6% 21.9% 100.0% % of Total 37.5% 40.6% 21.9% 100.0%

147 107 Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian Gambar 8.1 Pengisian Kuesioner Oleh Tenaga Kerja Gambar 8.2 Pengisian Kuesioner Oleh Tenaga Kerja

148 108 Gambar 8.3 Pemeriksaan Kemampuan Pendengaran Pekerja Gambar 8.4 Pengukuran Intensitas Kebisingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 164 mengenai kesehatan kerja dijelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kerja telinga, akan sangat membantu memahami masalah gangguan pendengaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kerja telinga, akan sangat membantu memahami masalah gangguan pendengaran. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Derajat Gangguan Pendengaran 2.1.1.1. Anatomi Telinga Ridley (2008 : 192) menjelaskan bahwa telinga adalah organ halus yang mampu mendeteksi tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF.

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF. ABSTRAK PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA KAPAL TUG BOAT PERTAMINA RU VI BALONGAN BAGIAN MESIN DENGAN MASA KERJA 11-30 TAHUN Wina Shaulla, 2010. Pembimbing I : July Ivone,dr.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga

Lebih terperinci

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Bambang Prabawiguna NIM 092010101002 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH:

KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH: KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH: MEGAWATI S TURNIP NIM 071000087 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 Isramilda Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang KEBISINGAN Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja. 2.1 Kebisingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Defenisi Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Lebih terperinci

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author: Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.4 No.1 (2015) 36-41 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Penentuan Pola Kebisingan Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI PT. JAPFA COMFEED INDONESIA, Tbk. UNIT MAKASSAR TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri textile merupakan industri yang sebagian proses produksinya menggunakan mesin dengan teknologi tinggi, misalnya seperti mesin winding, warping, zising, riching,

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan makin meningkatnya perkembangan industri di indonesia, kemajuan dari industri tersebut antara lain ditandai pemakaian mesin-mesin yang dapat mengolah dan memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi risiko (Suardi, 2007). Orang yang bekerja juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara atau media lain 5). Apabila

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS () DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU 1 2 3 Nisa Amalia, Idjeriah Rossa, Rochmawati CORRELATION OF NOISE EXPOSURE AND NOISE INDUCED

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN Oleh : RAKHMANISA LINDHI HANIFA UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA

Lebih terperinci

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Lingkungan Kerja Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Definisi Kebisingan Adalah bunyi yang tidak menyenangkan, bunyi yg menggangu. Pengukuran : - Sound level meter - Mikrofon - Sound Analyzer ALAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan manusiawi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 217 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan lingkungan menyatakan bahwa setiap manusia mengupayakan kesehatan lingkungan yang salah satunya, lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suara Bunyi atau suara merupakan kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium (cair, padat, dan udara) sebagai perantara (wikipedia). Bunyi atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003).

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003). BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.Per/718/Menkes/XI/1987 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bising Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan kegiatan yang dilakukan guna memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menciptakan persaingan dan kompetisi dalam sebuah pekerjaan. Indonesia sebagai negara berkembang dalam menghadapi globalisasi telah meningkatkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara industri di kota-kota besar seluruh dunia, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Sudah sejak dulu diketahui bahwa bising industri dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang menggunakan teknologi maju dan modern. Penggunaan teknologi yang modern memberikan banyak kemudahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Gambar 3.1 Flow Chart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian Dalam pembangunan di Indonesia, industri akan terus berkembang sampai tingkat industri maju. Seperti diketahui bahwa hampir semua jenis industri mempergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan efek yang negatif yaitu berupa gangguan kesehatan dan keselamatan bagi tenaga kerja maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi menurut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap tempat kerja termasuk di sektor informal. Untuk itu, perlu dikembangkan dan ditingkatkan

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN LAMA PAPARAN DENGAN PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA TERPAPAR KEBISINGAN IMPULSIF BERULANG DI SENTRA INDUSTRI PANDE BESI DESA PADAS KARANGANOM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin 1 BAB I PENDAHULUAN Teknologi dalam industri diterapkan untuk mempermudah pekerjaan dan meningkatkan hasil kerja. Mesin-mesin dalam industri merupakan terapan dari teknologi canggih yang biasa digunakan

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1) Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1) Oleh : Dody Indra Wisnu PENDAHULUAN Kemajuan teknologi di sektor industri, telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR Christin Lianasari 1, Arina Maliya 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana program tersebut tercakup dalam kegiatan Kesehatan Kerja dan Higiene

BAB I PENDAHULUAN. mana program tersebut tercakup dalam kegiatan Kesehatan Kerja dan Higiene BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang industri dan manufacture merupakan bidang yang banyak memberikan kesempatan kerja kepada rakyat. Namun bukan rahasia lagi bahwa semakin tinggi teknologi yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN NILAI AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI PT BANGUN SARANA BAJA GRESIK Correlation between Individual Characteristic and Hearing Threshold Value on Workers in PT Bangun

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia semakin meningkat. Peralatan permesinan juga semakin canggih. Penggunaan yang semakin canggih akan memberikan keuntungan bagi

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan hidup, atau sering dikenal dengan lingkungan, telah mendapatkan perhatian besar di hampir semua negara. Perhatian besar terhadap lingkungan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Proses mendengar diawali dengan gelombang suara yang ditangkap oleh daun telinga yang kemudian melalui udara atau hantaran tulang mencapai membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA OLEH: PUTRI BERLIANA SYAH UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA

SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA Oleh: KARINA WAHYU ANDRIANI UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2016 SKRIPSI HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi. memenuhi kebutuhan hidup layak sehari-hari sehingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi. memenuhi kebutuhan hidup layak sehari-hari sehingga tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai bidang mengakibatkan semakin berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan keselamatan

Lebih terperinci

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Secara umum jalan layang keberadaannya sangat positif dalam menata sistem lalu lintas, guna mengurangi kemacetan lalu lintas sehingga memberikan kemudahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI Oleh : M IRSAN NIM. 131000675 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG Sinta Marlina, Ari Suwondo, Siswi Jayanti ABSTRAK Gangguan pendengaran sensorineural merupakan gangguan pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia. Menurut teori Fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. [1] Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY

ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY Impact Analysis of Noise Intensity with Hearing Loss on Laundry Worker Rindy Astike Dewanty dan Sudarmaji Departemen

Lebih terperinci