HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 217 SKRIPSI OLEH: RUTH DAMERIA MARPAUNG NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 218

2 HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 217 Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH: RUTH DAMERIA MARPAUNG NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 218 ix

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi yang berjudul HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 217 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Medan, Januari 218 Yang Membuat Pernyataan Ruth Dameria Marpaung i

4 ii

5 ABSTRAK Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi ketenangan kerja, juga mengakibatkan penurunan daya dengar dan akhirnya dapat mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan desain penelitian cross sectional, penelitian dilakukan di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk mulai Februari 217 sampai dengan selesai. Populasi penelitian yaitu pekerja bagian produksi di 4 stasiun berbeda sebanyak 22 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 22 orang. Hasil pengukuran intensitas kebisingan pada 4 stasiun diperoleh dari perusahaan. Stasiun kamar mesin dan kernel memiliki intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas (85 db) sedangkan stasiun press dan klarifikasi tingkat kebisingannya masih dibawah Nilai Ambang Batas (85 db). Untuk pemeriksaan gangguan pendengaran menggunakan audiometer oscilla SM 95, untuk telinga kanan dari 22 orang diperoleh 11 orang mempunyai pendengaran normal dan 11 orang mengalami tuli ringan, untuk telinga kiri dari 22 orang diperoleh 12 orang mempunyai pendengaran normal, 9 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat. Hasil uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja ditunjukkan dengan p =, untuk telinga kanan dan p =,1 untuk telinga kiri. Kepada perusahaan disarankan untuk mengadakan penyuluhan dan sosialisasi kepada pekerja akan pentingnya pemakaian alat pelindung telinga saat bekerja di lingkungan kerja yang bising. Kata kunci : Kebisingan, Gangguan Pendengaran iii

6 ABSTRACT Noise at work can reduce working calm, also resulting in decreased hearing power and may eventually lead to persistent deafness to exposed workforce. The purpose of this study is to determine the relationship of noise with hearing loss in the labor of production at PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. This research uses analytic survey type research with cross sectional research design, research done in PT. Salim Ivomas Pratama Tbk from February 217 to completion. The research population is production workers in 4 different stations as many as 22 people. Sampling technique in this study is the total sampling and obtained the number of samples of 22 people. The result of noise intensity measurement at 4 stations was obtained from the company. The engine room and kernel stations have a noise intensity above the Threshold Threshold (85 db) while the noise and clarification stations are below the Threshold Limit Value (85 db). For hearing loss examination using audiometer oscilla SM 95, for the right ear of 22 people obtained 11 people had normal hearing and 11 people had light deafness, for the left ear of 22 people obtained 12 people had normal hearing, 9 people had light deafness and 1 person experiencing severe deafness. Spearman Correlation test results show that there is a noise relationship with hearing loss in labor shown with p =. for the right ear and p =.1 for the left ear. To the company it is advisable to conduct counseling and socialization to the workers about the importance of using ear protective equipment while working in noisy working environment. Keywords: Noise, Hearing Loss iv

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Pada Tenaga Kerja Di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Perkebunan Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau Tahun 217. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi strata 1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. 3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. Kalsum, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. v

8 5. dr. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 6. Arfah Mardiana Lubis, M. Psi. selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi selama studi di FKM USU. 8. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di FKM USU. 9. Bapak Rozikin selaku Manager PKS Sungai Dua Factory dan Bapak Ramses Simanjuntak selaku Askep PKS Sungai Dua Factory yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis selama penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini. 1. Seluruh Staff dan Karyawan PKS Sungai Dua Factory yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis selama penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat yang saya kasihi, terkhusus Lusiyanti Simamora, Melfa Harefa, Lastiar Marpaung, Sara Tamba, Hillary Siagian, Sri Sianturi, Swanry Nainggolan, Rona Mauli Simamora Am. Keb dan Bang Toni Simamora. 12. Teman-teman peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan teman-teman stambuk 213 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. vi

9 Teristimewa kepada orangtua terkasih, Saidi Marpaung (Bapak) dan Rusmaidah Sitohang (Mama), abang saya Andrew Carniage Marpaung, S.H dan adik saya Veronika Marpaung, terima kasih banyak untuk semua kasih sayang, cinta, doa, perhatian dan semangat yang tak terbatas yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk selalu mendukung penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, Januari 218 Penulis, Ruth Dameria Marpaung vii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii DAFTAR RIWAYAT HIDUP... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bunyi Definisi Bunyi Kebisingan Definisi Kebisingan Jenis Kebisingan Sumber Kebisingan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebisingan Nilai Ambang Batas Kebisingan Mekanisme Pendengaran Pengukuran Kebisingan Pengendalian Kebisingan Gangguan Pendengaran Definisi Gangguan Pendengaran Klasifikasi Gangguan Pendengaran Faktor-faktor Penyebab Gangguan Pendengaran Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising Dampak Kebisingan Terhadap Manusia Tes Pendengaran Kerangka Konsep viii

11 BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Metode Pengumpulan Data Variabel dan Defenisi Operasional Metode Pengukuran Metode Analisa Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Ringkas Perusahaan Lokasi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Data Geografi Jumlah Karyawan Jam Kerja Sistem Pengupahan Proses Produksi Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit Umur Sampel Masa Kerja Sampel Stasiun Kerja Sampel Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengaran Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja Dengan Gangguan pendengaran Tabulasi Silang antara Stasiun Tempat Kerja Dengan Gangguan Pendengaran Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran BAB V PEMBAHASAN Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit Umur Sampel Masa Kerja Sampel Stasiun Kerja Gangguan Pendengaran Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran ix

12 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Jumlah Tenaga Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Jam Kerja Karyawan Bagian Kantor PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Gangguan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan Pendengaran Tabel 4.1 Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tabel 4.11 Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Master Data... 8 Lampiran 2. Output SPSS Lampiran 3. Dokumentasi Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 5. Surat Izin Telah Melakukan Penelitian dari PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Lampiran 6. Surat Peminjaman Alat Audiometer xii

15 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ruth Dameria Marpaung, lahir pada 9 Januari 1996 di Balam. Berasal dari Kelurahan Balai Jaya Kecamatan Balai Jaya Balam Km 37. Penulis merupakan anak dari pasangan Saidi Marpaung dan Rusmaidah Sitohang. Penulis bersuku Batak Toba dan beragama Kristen Protestan. Jenjang pendidikan formal pada penulis di mulai dari TK Yosef Arnoldi Bagan Batu (2-21), SD Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu (21-27), SMP Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu (27-21), SMA ST. Thomas 2 Medan (21-213) dan penulis menempuh pendidikan tinggi pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ( ). xiii

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui Undang-undang RI No. 1 tahun 197 tentang keselamatan kerja. Undang-undang keselamatan kerja lebih bersifat pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha pengendalian lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang mungkin membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja dapat dihilangkan (Anggraeni, 26). Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard ditempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari lingkungan kerja, kondisi ergonomi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja), selain itu juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya. Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi moderen. Di saat kita menerima peningkatan dan perubahan dari pada teknologi, maka kita pun akan juga harus menerima efek samping dari teknologi tersebut. Namun masih banyak perusahaan/industri yang lebih berorientasi pada kegiatan produksinya dibandingkan pengelola sumber daya manusia. Menganggap bahwa 1

17 teknologi yang sebenarnya menjadi kebutuhan utama bukan keselamatan kerja. Industri tidak menyadari dampak teknologi yang mereka adopsi tidak bisa menjamin keselamatan para tenaga kerja. Antara lain pemakaian mesin-mesin otomatis menimbulkan suara atau bunyi yang cukup besar, dapat memberikan dampak terhadap gangguan komunikasi, konsentrasi dan kepuasan kerja bahkan sampai pada cacat (Anizar, 29). Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising (Manoppo, dkk. 213). Semakin tinggi intensitas bising dan semakin lama pekerja terpajan bising, maka risiko pekerja untuk mengalami gangguan pendengaran akan semakin tinggi pula (European Agency for Safety and Health at Work, 28). 2

18 Di Indonesia intensitas kebisingan yang disepakati sebagai pedoman bagi perlindungan alat pendengaran agar tidak kehilangan daya dengar untuk pemaparan 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja atau 4 jam kerja seminggu adalah 85 db (A) (Suma mur, 213). Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan (PER.48/MENLH/11/1996), atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau dari alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (PER.13/MEN/X/211). Risiko yang timbul akibat kebisingan dengan tingkat tekanan bunyi diatas nilai ambang batas pendengaran adalah dapat merusak pendengaran atau gangguan pendengaran. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan. World Health Organisation (WHO, 27), menyatakan bahwa prevalensi ketulian di Indonesia mencapai 4,2%. Negara-negara di dunia telah menetapkan bahwa Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan penyakit akibat kerja yang terbesar diderita. Sebesar 16% dari ketulian yang diderita oleh orang dewasa disebabkan oleh kebisingan di tempat kerja, sehingga NIHL dapat dijadikan masalah yang perlu ditangani dan mendapatkan perhatian khusus (Permaningtyas, dkk. 211). Di Amerika Serikat sekitar 1 juta orang dewasa dan 5,2 juta anak-anak sudah menderita gangguan pendengaran akibat bising dan 3 juta lebih lainnya dapat terkena dampak bising yang berbahaya setiap harinya. Survei terakhir dari 3

19 Multi Center Study (MCS) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran cukup tinggi, yakni 4,6% sementara tiga negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). Menurut studi tersebut prevalensi 4,6% sudah bisa menjadi referensi bahwa gangguan pendengaran memiliki andil besar dalam menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat (Tjan, dkk. 213). Hasil penelitian Utami (21) menunjukkan hanya 15 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan mengalami ketulian, sebanyak 27 responden menyatakan tidak mengalami ketulian. hanya 12 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan mengalami tinitus, sedangkan sebanyak 3 responden menyatakan tidak mengalami tinitus. Dan 18 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan mengalami vertigo, sebanyak 24 responden menyatakan tidak mengalami vertigo. Hasil analisis yang lain menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan terjadinya ketulian (p=,1), tinnitus (p=,) dan vertigo (p=,11). Dari hasil penelitian Siregar (21) ada 18 lokasi yang diukur diperoleh 12 lokasi memiliki intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas (85 db). Untuk pemeriksaan kemampuan pendengaran menggunakan audiometri, untuk telinga kanan dari 18 orang diperoleh 5 orang mempunyai pendengaran normal, 12 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat, untuk telinga kiri dari 18 orang diperoleh 7 orang mempunyai pendengaran normal, 1 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli sedang. Hasil uji Korelasi Product Moment 4

20 Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja ditunjukkan dengan p =,44 untuk telinga kanan dan p =,41 untuk telinga kiri. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Deo (212) tentang pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan fungsi pendengaran pada tenaga kerja bagian weaving di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta menunjukkan ada hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan fungsi pendengaran p =, (p<,5). PT. Salim Ivomas Pratama Tbk merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit yang memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (kernel) melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas dari bahaya kebisingan. Ada 1 stasiun yang terdiri dari stasiun loading ramp, perebusan, bantingan, hoisting crane, press, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap (boiler), kamar mesin, dan water treatmen. Bahaya kebisingan di area PT. Salim Ivomas Pratama Tbk berasal dari mesin di proses produksi. Pada penelitian ini penulis meneliti tentang hubungan kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. Proses kerjanya meliputi proses penimbangan, loading ramp, perebusan, bantingan, hoisting crane, press, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap (boiler), kamar mesin, dan water treatment. Pada proses kerja ini digunakan mesin-mesin seperti genset, blower, polishing drum, dan ripple mill, yang menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi, serta kurangnya pemakaian alat pelindung telinga pada tenaga kerja yang terpapar kebisingan. 5

21 Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, kondisi lingkungan kerja perstasiun mempunyai intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh data sekunder yang telah diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Tbk pada tahun 216 dan 217. Sumber kebisingan yang cukup tinggi pada tahun 216 dan 217 terdapat pada stasiun kamar mesin (86,96 dba) / (86,35 dba), stasiun kernel (86,23 dba) / (86,35 dba), stasiun press (82,12 dba) / (84,81 dba) dan stasiun klarifikasi (83,47dBA) / (83,39 dba). Jenis kebisingannya termasuk kebisingan kontinu atau kebisingan tetap. PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memiliki 6 orang pekerja tetap di bagian produksi. Pada stasiun loading ramp terdapat 1 pekerja, stasiun rebusan 4 pekerja, stasiun bantingan 1 pekerja, stasiun hoisting crane 4 pekerja, stasiun press 4 pekerja, stasiun klarifikasi 4 pekerja, stasiun kernel 6 pekerja, stasiun boiler 6 pekerja, stasiun kamar mesin 8 pekerja, dan stasiun water treatment 4 pekerja, yang terbagi menjadi 2 shift kerja, yaitu shift I mulai pukul 7. s/d 16. (pagi) dan shift II pukul 16. s/d 24. (malam) dengan rotasi setiap seminggu sekali. Lama bekerja selama 8 jam juga mempengaruhi pendengaran pekerja karena terpapar bising yang melebihi NAB. Hal ini diperburuk dengan tidak digunakannya alat pelindung telinga oleh pekerja ketika bekerja, sebagian pekerja juga bersuara keras ketika berbicara dengan pekerja lainnya, padahal APD tersebut sudah disediakan oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. Adapun sumber kebisingan di lokasi produksi tersebut disebabkan karena adanya mesin seperti genset, blower, polishing drum, ripple mill, dan lain-lain. Menurut asisten pengolahan, dari 1 stasiun terdapat 4 stasiun yang sangat 6

22 berpengaruh terhadap tingginya intensitas kebisingan di pabrik, karena 4 stasiun tersebut tidak memiliki sekat atau ruangan tambahan di area tersebut, dan 4 stasiun ini merupakan lokasi yang paling sering dilewati oleh pekerja. Oleh sebab itu pihak perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan di stasiun kamar mesin, stasiun press, stasiun kernel dan stasiun klarifikasi. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Pada Tenaga Kerja di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di pabrik kelapa sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Tahun 217? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau Tujuan Khusus 1. Mengetahui intensitas kebisingan pada area produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Tahun

23 2. Untuk mengetahui gangguan pendengaran pada tenaga kerja area produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Tahun Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pihak PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau tentang hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran sehingga dapat dijadikan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan tindakan koreksi agar didapat lingkungan kerja yang aman dan nyaman. 2. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang intensitas kebisingan dan dampaknya terhadap gangguan pendengaran. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 8

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi Definisi Bunyi Suma mur (29) mengemukakan bahwa bunyi didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga melalui gelombang longitudinal yang timbul dari getaran sumber bunyi dan manakala bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Kualitasnya terutama ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi bunyi adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap yang diterima oleh telinga setiap detik. Frekuensi bunyi yang bisa diterima oleh telinga manusia terbatas mulai frekuensi Hertz. Bunyi dengan frekuensi kurang dari 16 Hz disebut infrasonik dan di atas 2. Hz disebut ultrasonic. Frekuensi bunyi yang terutama penting untuk komunikasi (pembicaraan) yaitu sekitar 25 Hz-3. Hz. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi. Tekanan ini biasa diukur dengan microbar. Untuk mempermudah pengukuran digunakan satuan decibel (Anizar, 29) Kebisingan Definisi Kebisingan Kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat rnenyebabkan gangguan pendengaran (PER.13/MEN/X/211). 9

25 Menurut Suma mur (29) kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 28). Kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan pendengaran (ketulian). Kebisingan juga didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya suara yang menghalangi terdengarnya suara-suara yang diinginkan, seperti musik, perbincangan, perintah, dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa tidak nyaman bagi tubuh. Bising merupakan bahaya golongan fisika yang terdapat di lingkungan kerja sebagai efek samping pemakaian peralatan/ perlengkapan kerja seperti mesin dan proses yang dilakukan. Efek utama yang menyertai kehadiran bising ini ialah kemungkinan timbulnya ketulian pada pekerja yang dipengaruhi oleh lamanya paparan dan karakteristik bising tersebut (Rachmatiah, dkk. 215). 1

26 Jenis Kebisingan Menurut Suma mur (29), kebisingan yang sering ditemukan adalah: a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising mesin, kipas angin dapur pijar dan lain-lain. b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, kutup gas, dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya bising lalu lintas, suara kapal terbang di bandara. d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan. Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady noise) (Tambunan, 25). Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya. 11

27 b. Broad band noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagikan lagi menjadi: a. Fluctuating noise Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. b. Intermittent noise Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya Sumber Kebisingan Menurut Subaris dan Haryono (28), sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua yaitu: a. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya. b. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya. 12

28 Sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua, yaitu: (Subaris dan Haryono, 28) a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak. b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak. Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya: (Tambunan, 25) a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi ribut yang sudah cukup tua. b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah. d. Melakukan modifikasi/perubahan/penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection). 13

29 f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer)/alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebisingan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain: a. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam decibel (db). b. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-2 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 25-4 Hertz. c. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. d. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi bunyi, dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 4 jam seminggu (Soeripto, 28). 14

30 NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu atau 4 jam seminggu (Suma mur 213). NAB kebisingan adalah 85 dba. NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor :13 /MEN/X/211 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja (Suma mur 213). 15

31 Berdasarkan Permenaker RI No.13 /MEN/X/211 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, batas-batas NAB kebisingan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 : Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan Waktu pemaparan per hari Jam Intensitas kebisingan dalam dba ,5 3,75 1,88,94 28,12 14,6 7,3 3,52 1,76,88,44,22,11 Menit Detik Batas kebisingan yang diperkenankan menurut Permenaker RI No. 13 /MEN/X/211 adalah maksimal 139 dba sehingga tenaga kerja tidak boleh terpajan lebih dari 14 dba walaupun sesaat. 16

32 Mekanisme Pendengaran Untuk memahami mekanisme terjadinya gangguan pendengaran, perlu diketahui anatomi telinga manusia secara garis besar. Telinga manusia dapat mendengar karena terdiri atas bagian besar (Gambar 2.1). a. Telinga Bagian Luar Telinga luar, terdiri atas daun telinga dan lubang luar telinga sampai pada membrana timpani. Telinga luar akan menerima dan meneruskan gelombang suara ke dalam telinga tengah. b. Telinga Bagian Tengah Telinga tengah, terdiri atas membrana timpani, yang melekat pada tiga tulang kecil maleus, inkus, stapes, dan berakhir pada membrana oval. Seluruh telinga tengah berisi udara dan berhubungan dengan rongga mulut lewat tuba Eustachius. Getaran yang diterima oleh membrana timpani diteruskan oleh tigatulang kecil pada membrana oval. c. Telinga Bagian Dalam Telinga dalam terdiri atas tube berspiral seperti rumah siput berisi cairan. Getaran dari membrana oval akan diteruskan pada cairan. Cairan ini akan bervibrasi yang menstimulasi rambut sel yang berada pada dinding spiral, meneruskan implus saraf ini ke saraf otak pendengaran. Pajanan yang lama dalam taraf kebisingan tinggi dapat merusak sel rambut dan sel saraf yang halus, menyebabkan ketulian. Ketulian sejenis ini juga terjadi karena usia lanjut. 17

33 Pengenalan sifat dan akibat kebisingan ini kemudian akan digunakan untuk melakukan evaluasi paparan kebisingan di industri dan lingkungan kerja lainnya (Rachmatiah, dkk 215). Gambar 2.1 Struktur Organ Pendengaran Manusia Pengukuran Kebisingan Telinga manusia sama sekali tidak dapat dijadikan referensi tingkat kebisingan yang terdapat pada sebuah temapat. Berdasarkan hasil percobaan, pada intensitas kebisingan sesungguhnya berkurang 2 db dari tingkat kebisingan awal, pengurangan kebisingan yang dirasakan oleh telinga manusia adalah sekitar 15%, sedangkan pada saat pengurangan (actual) sebesar 2% maka kebisingan yang dirasakan akan berkurang sebesar 81%. Untuk mendapatkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus (Tambunan, 25). Bunyi diukur dengan satuan yang disebut decibel. Dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan decibel diukur dari sampai 14, atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen 18

34 pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat db dan mempunyai skala A, B, dan C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dba (Anies, 29). Dua suara atau lebih dengan intensitas sama, jika digabungkan akan menghasilkan intensitas kebisingan yang lebih tinggi. Untuk memperoleh hasil pengukuran kebisingan di tempat kerja yang teliti, maka kebisingan dari setiap sumber sebaiknya diukur secara terpisah atau satu per satu (Subaris dan Haryono, 28). Menurut Suma mur (213), maksud dilakukannya pengukuran kebisingan ada dua hal, yaitu: a. Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau di mana saja. b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan antara 3 13 db dan dari frekuensi 2 2. Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut yang 19

35 tergantung pada tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 db) lebih disukai oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi (Suma mur, 213). Adapun bagian-bagian yang terdapat pada Sound Level Meter adalah sebagai berikut (Subaris dan Haryono) : a. Tombol pengatur hidup/mati atau power on/off b. Tombol pengontrol battery c. Tombol pengatur penunjuk cepat lambat (slow/fast) d. Tombol pengukur skala angka puluhan e. Tombol pengatur penunjuk maksimum (max hold) f. Microphone g. Filter microphone h. Kalibrator i. Display Komponen dasar sebuah Sound Level Meter adalah sebuah microphone, penguat suara (amplifier) dengan pengatur frekuensi dan sebuah layar indikator. Sesuai namanya, fungsi dasar minimum yang harus ada pada sebuar Sound Level Meter adalah sebagai alat ukur tingkat suara (db). Fungsi-fungsi tambahan lain cukup bervariasi, seperti fungsi pengukuran TWA (Time Weigted Average) secara otomatis dan pengukuran dosis kebisingan (Tambunan, 25). 2

36 Pengendalian Kebisingan Menurut Suma mur (213), kebisingan dapat dikendalikan dengan cara sebagai berikut, yaitu: 1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi pada umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan riset dan membuat perencanaan mesin atau peralatan kerja yang baru. Membuat desain mesin dan memproduksi mesin baru dengan standar intensitas kebisingan yang lebih baik. 2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan baik dalam upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang dan material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap suara. Penutup atau pintu keruang isolasi harus mempunyai bobot yang cukup berat, menutup pas betul lobang yang ditutupinya dan lapisan dalamnnya terbuat dari bahan yang menyerap suara. 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri Cara terbaik untuk melindungi pekerja dari bahaya kebisingan adalah dengan pengendalian secara teknis pada sumber suara. Kenyataannya bahwa pengendalian secara teknis tidak selalu dapat dilaksanakan, sedangkan pengendalian administratif biasanya akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu pemakaian APD merupakan cara terakhir yang harus dilakukan. APD yang 21

37 digunakan untuk lingkungan kerja bising adalah alat pelindung telinga (APT) seperti ear plug dan ear muff (soeripto, 28). Menurut Permenakertrans RI Nomor PER.8/MEN/VII/21 tentang APD, APT adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan yang dapat menurunkan kerasnya bising yang melalui hantaran udara sampai 4 db(a) tetapi umumnya tidak lebih dari 3 db(a). Jenis alat pelindung telinga terdiri dari: a. Sumbat telinga (ear plug) yang dapat mengurangi bising sampai dengan 3 db(a). Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alami dan sintetik. b. Penutup telinga (ear muff) yang digunakan untuk mengurangi bising sampai dengan 4-5 db(a). Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. 4. Pelaksanaan waktu paparan bagi intensitas di atas NAB Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NAB nya, telah ada standart waktu paparan dari pengaturan waktu kerja sehingga memenuhi ketentuan yang diperkenankan, namun masalahnya adalah pelaksanaan dari pengaturan waktu kerja sehingga dapat memenuhi ketentuan tersebut. Menurut Tambunan (25), tiga komponen penting yang harus diperhatikan untuk melakukan pengendalian kebisingan (engineering control principle) adalah: 1) Sumber kebisingan 22

38 2) Media perantara kebisingan 3) Penerima kebisingan Pengendalian teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kebisingan di tempat kerja adalah: 1) Menggunakan atau memasang pembatas atau tameng atau perisai yang dikombinasi dengan akustik (peredam suara) yang dipasang dilangi-langit. Kebisingan dengan frekuensi tinggi dapat dikurangi dengan menggunakan tameng/perisai yang akan menjadi lebih efektif jika lebih tinggi dan lebih dekat dengan bunyi. Kegunaan tameng/perisai akan berkurang bila tidak dikombinasi dengan peredam suara (akustik). 2) Menggunakan atau memasang partial enclosure di sekeliling mesin agar bunyi dengan frekuensi tinggi lebih mudah dipantulkan. Bunyi dengan frekuensi tinggi jika membentur suatu permukaan yang keras, maka akan dipantulkan seperti halnya cahaya dan sebuah cermin. Bunyi ini tidak dapat merambat mengelilingi suatu sudut ruang dengan mudah. Pengendalian kebisingan bisa dilakukan dengan cara membuat tudung (tutup) isolasi mesin, sehingga kebisingan yang terjadi akan dipantulkan oleh kaca dan kemudian diserap oleh dinding peredam suara. 3) Menggunakan complete enclosure kebisingan frekuensi rendah merambat ke semua bunyi dan tempat terbuka. Penggunaan complete enclosure maka mesin yang menimbulkan kebisingan dapat ditutup secara keseluruhan dengan menggunakan bahan dinding atau peredam suara. Memisahkan operator dalam 23

39 sound proof room dan mesin yang bising dengan penggunaan remote control (pengendali jarak jauh). 4) Mengganti bagian-bagian logam (yang menimbulkan intensitas kebisingan tinggi) dengan dynamic dampers, fiber glass, karet atau plastik, dan sebagainya. 5) Memasang muffer pada katup penghisap, pada cerobong dan sistem ventilasi. 6) Memperbaiki pondasi mesin dan menjaga agar baut atau sambungan tidak ada yang renggang. 7) Pemeliharaan dan servis teratur. Menurut Tambunan (25) pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Menetapkan peraturan tentang rotasi pekerjaan yang bertujuan untuk mengurangi akumulasi dampak kebisingan pada pekerja. 2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 3. Pemantauan lingkungan kerja. 4. Menetapkan peraturan tentang keharusan bagi pekerja untuk beristirahat dan makan di tempat khusus yang tenang atau tidak bising. 5. Menetapkan peraturan tentang sanksi bagi pekerja yang melanggar ketetapan-ketetapan perusahaan yang berkaitan dengan pengendalian kebisingan. 6. Pemasangan safety sign atan rambu-rarnbu kebisingan. 7. Pemasangan noise mapping. 8. Perneriksaan kesehatan pekerja secara berkala. 24

40 Menurut Soeripto (28), cara terbaik untuk melindungi pekerja dari bahaya kebisingan adalah dengan pengendalian secara teknis pada sumber suara. Kenyataannya bahwa pengendalian secara teknis tidak selalu dapat dilaksanakan, sedangkan pengendalian administratif biasanya akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, pemakaian APD merupakan cara terakhir yang harus dilakukan. APD yang digunakan untuk lingkungan kerja bising adalah alat pelindung telinga (APT) seperti ear plug dan ear muff Gangguan Pendengaran Definisi Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran akibat bising atau noise induced hearing loss (NIHL) adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh (Manoppo, N Fauziah, dkk. 213). Gangguan pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas nilai normal ( 25 dba) pada salah satu telinga ataupun keduanya (Soepardi, dkk. 212). Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 85 dba (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar antara 2 sampai dengan 2. Hz. Batas intensitas suara tertinggi adalah 14 25

41 dba dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran dan memicu seseorang terkena gangguan pendengaran atau peningkatan ambang dengar. Menurut Soepardi, dkk. (212), seseorang dikatakan memiliki pendengaran yang normal apabila mampu mendengar suara dengan intensitas 25 dba sedangkan seseorang yang mengalami peningkatan ambang pendengaran atau derajat ketulian akan dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli berat Klasifikasi Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai (ASHA, 211): a. Tuli Konduktif Tuli konduktif terjadi ketika suara tidak diteruskan dengan mudah melalui saluran telinga luar ke membran timpani dan ke tulang pendengaran dibagian telinga tengah. Tuli konduktif membuat suara terdengar lebih halus dan sulit didengar. Tipe tuli ini dapat dikoreksi dengan obat-obatan atau operasi. Beberapa penyebab yang mungkin dapat menyebabkan tuli konduktif antara lain : cairan di telinga tengah, infeksi telinga (otitis media), fungsi tuba yang menurun, lubang di membran timpani, terlalu banyak serumen, benda asing di saluran telinga dan malformasi dari telinga bagian luar ataupun tengah. b. Tuli Sensorineural (NIHL) Tuli sensorineural terjadi ketika terdapat kerusakan pada telinga bagian dalam (koklea) atau saraf dari telinga dalam menuju ke otak. Tipe tuli ini merupakan tipe tuli yang biasanya bersifat permanen. Pada tuli sensorineural 26

42 terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara lemah, atau suara yang sudah cukup keras tetapi masih terdengar tidak jelas atau redup. Beberapa penyebab yang mungkin dapat menyebabkan tuli sensorineural antara lain: obat yang toksik terhadap pendengaran, genetik, penuaan, trauma kepala, malformasi telinga bagian dalam dan paparan terhadap bising. c. Tuli Campuran Bila gangguan pendengaran/ketulian konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan. Derajat gangguan pendengaran berdasarkan International Standard Organization (ISO) adalah : a. Normal ( 25 db) : pendengaran masih normal dan masih mampu mendengar suara bisikan b. Tuli ringan (26 4 db) : Mengalami sedikit gangguan dalam membedakan beberapa jenis kosonan dan mengalami sedikit masalah saat berbicara. c. Tuli sedang (41 6 db) : Mampu mendengarkan dan mengulangi kata-kata dengan cara menaikkan nada pada jarak 1 meter. d. Tuli berat (61 9 db) : Mampu mendengarkan beberapa kata-kata dalam keadaan posisi teriak. e. Tuli sangat berat (>9 db) : Tidak dapat mendengar dan mengerti suara yang dihasilkan walaupun dalam keadaan teriak. Derajat gangguan pendengaran ini untuk melihat jumlah tingkatan ambang dengar yang dapat didengar (oleh orang dewasa. WHO, 215) Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Pendengaran 27

43 1. Faktor Karakteristik Individu a. Umur Umur yang semakin bertambah dapat mengakibatkan sebagian sel-sel rambut mati karena tua sehingga manusia menjadi tuli. Namun apabila seseorang mendapatkan tekanan kebisingan dengan intensitas tinggi secara kontiniu untuk jangka waktu yang panjang, maka banyak sel-sel rambut pada organ pendengaran menjadi mati ketika masih berumur muda. Apabila terdapat sejumlah sel rambut organ pendengaran yang mati, maka ia akan menderita kehilangan pendengaran (Tambunan, 25). Sel rambut berfungsi sebagai reseptor nada tinggi akan lebih dahulu mati, sehingga kemunduran pendengaran akan pertama kali terjadi untuk daerah frekuensi 4 6 Hz. Oleh karena frekuensi bicara 5-3 Hz, maka Noise Induced Hearing Loss (NIHL) awal biasanya tidak disadari, bahkan oleh orang yang bersangkutan. Terkecuali bagi seorang pemusik akan menyadari gangguan lebih dini karena apresiasi musik membutuhkan kepekaan yang lebih tinggi daripada untuk mendengar percakapan (Tambunan, 25). b. Masa Kerja Masa kerja yang lama di tempat kerja yang bising merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran. Tetapi hal ini tidak berarti semakin lama masa kerja, tingkat kemampuan pendengarannya lebih buruk dibandingkan dengan yang masa kerjanya lebih sedikit. Penurunan kemampuan pendengaran akibat bising dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih (Soepardi, dkk. 212). 28

44 c. Lama Paparan Menurut Kusumawati (212), gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan berkaitan erat dengan lama paparan yang diperoleh pekerja. Pekerja yang pernah atau sedang bekerja di lingkungan kerja dalam waktu yang cukup lama berisiko terhadap kejadian gangguan pendengaran. Berdasarkan lama paparan, pekerja yang berisiko mengalami gangguan pendengaran jika bekerja lebih dari 8 jam per hari dengan intensitas kebisingan melebihi 85 db (A). Menurut Anizar (29), bagian yang paling penting adalah: 1. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara) 2. Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse) 3. Lamanya terpapar per hari 4. Jumlah lamanya terpapar (dalam tahun) 5. Usia yang terpapar 6. Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya 7. Lingkungan yang bising 8. Jarak pendengaran dengan sumber kebisingan Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER 13/MEN/X/ 211 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, dengan paparan suara 85 db (A) waktu yang diperbolehkan maksimal 8 jam. Apabila lebih akan menimbulkan gangguan kesehatan pada seseorang seperti perubahan ketajaman pendengaran, gangguan pembicaraan dan gangguan lainnya. 2. Faktor Intensitas Kebisingan 29

45 Kebisingan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan gangguan pendengaran. Bising dengan intensitas lebih dari 85 db (A) dapat merusak reseptor pendengaran di telinga dalam, yang mengalami kerusakan adalah organ corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3 Hz sampai dengan 6 Hz, dan yang paling berat kerusakannya adalah organ corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4 Hz (Soetirto, dkk. 21). Gejela yang ditimbulkan antara lain kurangnya pendengaran disertai tinnitus. Bila sudah cukup parah disertai dengan sukarnya mendengar percakapan. Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, yaitu peningkatan pendengaran sementara atau tetap. Reaksi adaptasi merupakan salah satu respon kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 7 db (A) atau kurang. Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang denga akibat bising dengan intensitas cukup tinggi. Pemulihannya dapat berlangsung selama beberapa menit atau jam (Soetirto, dkk. 21). Sedangkan peningkatan ambang dengar tetap adalah keadaan terjadinya peningkatan ambang dengar menetap akibat bising dengan intensitas tinggi dan berlangsung cepat atau lama. Kerusakan biasanya terdapat pada organ corti, selsel rambut, vaskularis dan lainnya. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan berkaitan erat dengan masa kerja dan intensitas kerja. Pekerja yang pernah atau sedang berkeja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama berisiko terhadap kejadian gangguan pendengaran (Kusumawati, 212). 3

46 Jika dilihat berdasarkan masa kerja, pekerja akan mulai terkena gangguan pendengaran setelah bekerja selama lima tahun atau lebih. Namun jika dilihat berdasarkan intensitas kerja, pekerja berisiko terkena gangguan pendengaran jika bekerja lebih dari 8 jam per hari dengan intensitas bising yang melebihi 85 db (A) (Kusumawati, 212) Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan epidemiologis dan pendekatan klinis. a. Pendekatan epidemiologis Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini perlu untuk mengidentifikasi adanya hubungan kausal antar suatu pajanan dengan penyakit. Sebagai hasil dari penelitian epidemologis, banyak berhasil diidentifikasi pajanan yang dapat menyebabkan penyakit. Identifiksi tersebut mempertimbangkan kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifitas, adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit, hubungan dosis dan penjelasan patofisiologis. b. Pendekatan klinis (individual) Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseeorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau tidak. Langkahlangkah yang dilakukan adalah: 1. Menentukan diagnosis klinis. 2. Menentukan pajanan yang dialami induvidu tersebut dalam pekerjaan. 31

47 3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit. 4. Menentukan apakah pajanan cukup besar. 5. Menentukan apakah ada faktor- faktor individu yang berperan. 6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan. 7. Menentukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja (Buchari, 27). Diagnosis Tuli akibat bising : 1) Keadaan sebelum kerja : umur, penyakit telinga, pemeriksaan THT, audiometri. Gangguan pendengaran akibat bising dapat dianalisis melalui hasil pemeriksaan audiometri apabila ambang dengar hantaran tulang dan ambang dengar hantaran udara keduanya tidak normal dan saling berhimpit membuat takit pada frekuensi 4 Hz. Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua telinga. 2) Keadaan bising lingkungan kerja. 3) Pekerja : lama pajanan/hari, alat pelindung telinga, pemeriksaan pendengaran tiap 6 bulan. 4) Pemeriksaan pendengaran : tes berbisik dalam jarak 6 meter, audiometri nada murni dengan waktu jam bebas pajanan bising (Buchari, 27) Dampak Kebisingan Terhadap Manusia Dampak utama dari kebisingan terhadap kesehatan manusia adalah kerusakan indera-indera pendengaran yang dapat mengakibatkan ketulian (Suma mur, 213). Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung karakteristik fisik, karaktenistik individu, masa kerja dan lama kerja. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, 32

48 dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut (Listiyaningrum, 211): a. Gangguan Pendengaran Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Kerusakan pendengaran (ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus menerus terhadap organ pendengaran. b. Gangguan komunikasi Kebisingan dapat mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telephone). Sebagai pegangan, gangguan komuniakasi oleh kebisingan telah terjadi, apabila komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan sura yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi apabila dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan, terutama pada penggunaan tenaga kerja baru oleh karena timbulnya salah paham dan salah pengertian (Suma mur 213). c. Gangguan psikologis Kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama kejadian, kompleksitas, spektrum/kegaduhan, dan ketidakteraturan kebisingan. d. Gangguan produktivitas kerja 33

49 Kebisingan dapat mempengaruhi gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang yang dimulai dan gangguan psikologis dan gangguan komunikasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. e. Gangguan fisiologis Gangguan berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki dan dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Sedangkan menurut Tambunan (25), kebisingan dapat menyebabkan dua jenis gangguan terhadap manusia yaitu: 1. Dampak Auditorial Dampak auditorial dan kebisingan cukup banyak jenisnya dengan tingkat keparahan yang beragam, mulai dari bersifat sementara dan dapat sernbuh dengan sendirinya atau disembuhkan hingga yang bersifat permanen. Tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran umumnya kesulitan membedakan kata yang memiliki kemiripan atau yang mengandung konsonan pada rentang frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, dan C. Salah satu dampak auditorial yang cukup terkenal adalah tinnitus. Gangguan jenis ini dapat dikenali dan adanya bunyi deringan atau siulan ditelinga saat suara yang memekakkan telinga dihentikan dan terus berlanjut hingga waktu yang cukup lama. Menurut Tambunan (25), dampak auditorial juga dapat dikiasifikasikan berdasarkan letak atau posisi gangguan pendengaran pada sistem pendengaran manusia. Dampak tersebut antara lain : 34

50 a. Conductive hearing loss (Tuli Konduktif) b. Sensorineureal hearing loss (Tuli Sensorineural) c. Mixed hearing loss Jika kedua threshold konduksi menunjukkan adanya kehilangan atau gangguan pendengaran, namun porsi kehilangan lebih besar pada konduksi udara. 2. Dampak non auditorial (non auditorial effect) Selain menimbulkan dampak negatif (permanen atau sementara) terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat mengganggu : a. Sistem keseimbangan b. Cardiovascular c. Kualitas tidur (noise induced sleep) d. Kondisi kejiwaan pekerja (stress) Dampak bising terhadap kesehatan para pekerja menurut Buchari (28) antara lain : a. Gangguan fisiologis Pada umumnya bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini berupa peningkatan tekanan darah (mmhg), peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. b. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat 35

51 menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain. c. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja bagi yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja Tes Pendengaran Menurut Soepardi, dkk. (212), untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan pendengaran maka perlu dilakukan tes pendengaran, yaitu sebagai berikut : 1. Tes Berbisik Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yakni menentukan derajat ketulian secara kasar dengan hasil tes berupa jarak pendengaran (jarak antara pemeriksa dengan pasien). Hal yang perlu diperhatikan dalam tes berbisik ini adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter. Seseorang yang mampu mendengar dengan jarak 6 sampai dengan 8 meter dikatagorikan normal, kurang dari 6 sampai dengan empat meter dikatagorikan tuli ringan, kurang dari empat sampai dengan satu meter dikatagorikan tuli sedang, kurang dari satu meter sampai dengan 25 cm dikatagorikan tuli berat dan kurang dari 25 cm dikatagorikan sebagai tuli total. 36

52 2. Tes Audiometri Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian secara kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif (pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran). Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh audiogram melalui earphone. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar bunyi dan saat bunyi tersebut menghilang. Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang dihasilkan. Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara, sedangkan grafik Bone Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang. Telinga kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan warna merah. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, adapun rumus dari indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 5 Hz + AD 1. Hz + AD 2. Hz + AD 4. Hz. Derajat pendengaran seseorang yang masih berada diantara sampai dengan 25 dba dikatagorikan normal, 26 sampai 4 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 6 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang, 61 sampai 9 dba dikatagorikan sebagai tuli berat, dan jika lebih dari 9 dba maka dikatagorikan sebagai tuli sangat berat. Jika dilihat berdasarkan hasil grafik audiogram, seseorang dikatagorikan normal apabila konduksi udara lebih bagus dari konduksi 37

53 tulang. Hal ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC dan AC serta BC sama atau kurang dari 25 dba. Gangguan pendengaran konduktif dapat teridentifikasi jika grafik AC turun lebih dari 25 dba dan BC normal atau kurang dari 25 dba. Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara. Kemudian, seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik pada penderita gangguan sensorineural adalah grafik BC berimpit dengan grafik AC, namun kedua grafik turun lebih dari 25 dba. Sedangkan gangguan pendengaran campuran terjadi jika grafik BC turun lebih dari 25 dba dan AC turun lebih besar dari BC. 3. Tes Garputala Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan pemeriksaan secara kualitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam tes garputala seperti: a. Tes Rinne Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah pasien fokus maka tindakan selanjutnya adalah menggetarkan garputala. Garputala yang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak terdengar maka garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun apabilabunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-). b. Tes Weber 38

54 Garputala yang bergetar diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi garputala tedengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi kepada telinga yang mendengar bunyi tersebut. Bila pasien tidak dapat membedakan telinga yang mendengar bunyi lebih keras maka disebut weber tidak ada lateralisasi. c. Tes Schwabach Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian garputala dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut schwabach memendek. Namun jika pemeriksa tidak mendengar, pemeriksaan akan diulang dengan cara sebaliknya yakni garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut schwabach memanjang namun bila pemeriksa dan pasien sama-sama mendengar maka disebut schwabach sama dengan pemeriksa Kerangka Konsep Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengaran 1. V 39

55 1. Variabel independen ialah intensitas kebisingan yang terdapat pada bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua. 2. Variabel dependen ialah gangguan pendengaran tenaga kerja yang bekerja pada bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua 4

56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan desain penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmojo, 25) Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian dilaksanakan di pabrik kelapa sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, dengan alasan belum pernah dilakukannya penelitian mengenai hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 217 sampai dengan selesai Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoadmojo, 25). Penelitian ini dilakukan dengan populasi sebanyak 22 orang pekerja pada bagian produksi di stasiun kamar mesin, press, kernel dan klarifikasi yang melakukan pekerjaan pada 41

57 shift 1 mulai pukul 7. s/d 16. (pagi) dan shift 2 pukul 16. s/d 24. (malam) Sampel Sampel adalah sebagian kecil populasi yang digunakan dalam uji untuk memperoleh informasi statistik mengenai keseluruhan populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Untuk itu, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 22 orang pekerja pada bagian produksi di stasiun kamar mesin, press, kernel dan klarifikasi yang melakukan pekerjaan pada shift 1 dan shift Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer penelitian ini yaitu data hasil pengukuran tes pendengaran audiometri yang bertujuan untuk mengetahui keadaan fungsi pendengaran pada pekerja yang terpapar bising Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua meliputi data intensitas kebisingan yang telah dilakukan pengukuran sebelumnya pada tanggal 16 Maret 217 yang masih berlaku selama 1 tahun, data yang berkaitan dengan pekerja dan gambaran umum PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Variabel dan Definisi Operasional Variabel 42

58 Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel independen berupa kebisingan dan variabel dependen berupa gangguan pendengaran Definisi Operasional a. Intensitas kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari mesin-mesin produksi di pabrik. Pada penelitian ini, kebisingan di tempat kerja diambil dari data sekunder yang di peroleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir. b. Gangguan pendengaran ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pada penelitian ini gangguan pendengaran di ukur dengan tes pendengaran audiometri Metode Pengukuran Aspek pengukuran adalah mengukur gangguan pendengaran pada pekerja di pabrik. Untuk dapat mengetahuinya dilakukan pengukuran dengan melakukan tes pendengaran audiometri Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran diukur dengan pemeriksaan audiometri dilakukan oleh petugas Balai K3 yang bertujuan untuk mengetahui keadaan fungsi pendengaran pada pekerja yang terpapar bising. Alat ukur : audiometer Oscilla SM 95 Hasil pengukuran : a. Normal -25 db b. Tuli ringan 26-4 db 43

59 c. Tuli sedang 41-6 db d. Tuli berat 61-9 db e. Tuli sangat berat >9 db Prosedur pengukuran : a. Siapkan alat dan audiogram (sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang diperiksa). b. Hidupkan alat yang telah dikalibrasi dengan menekan tombol ON/power. c. Pasang earphone pada kedua telinga pasien. d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengarannya atau telinga kanan (tekan tombol nada merah untuk memeriksa telinga kanan). e. Mulai pemeriksaan pada Frek. 5/1 Hz dengan menekan atau memutar tombol Frek. Sesuai dengan 5/1 Hz. f. Mulai dengan intensitas 5 db dengan menekan atau memutar tombol Intensitas sesuai dengan 5 db,lepaskan tombol nada/signal bila terdapat respon/pekerja yang diperiksa mendengar ( 1 2 detik penekanan tombol nada/signal). g. Turunkan intensitas 1 db secara bertahap sampai pekerja yang diperiksa tidak mendengar. h. Lalu naikkan 5 db secara bertahap dan beri nada/signal sampai pekerja yang diperiksa mendengar. i. Beri nada atau signal 3X,ada respon 1X dari 3X pemberian signal,naikkan lagi bertahap 5 db dan beri signal 3X, sampai minimal 2X respon dari 3X signal 44

60 sama dengan Perpaduan antara penurunan dan penambahan (Batas Ambang Dengar). j. Frekuensi berikutnya dapat dimulai dengan intensitas 15 db lebih rendah dari intensitas pada pemberian signal Frekuensi 5/1 Hz. k. Selanjutnya begitu seterusnya seperti diatas sampai pada Frekuensi 2, 3, 4 dan 6 Hz. l. Catat pada audiochart pena merah dengan tanda bulat (O) telinga kanan, pena biru dengan tanda (X) telinga kiri. 45

61 Tabel 3.1.Aspek Pengukuran Variabel Penelitian No Variabel Cara ukur dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Kebisingan Data sekunder 1. Kebisingan 85 db 2. Kebisingan > 85 db Ordinal 2. Gangguan Pendengaran Pengukuran ( Audiometri ) db (Normal) db (ringan) db (sedang) db (tuli berat) 5. > 9 db (tuli sangat berat) Ordinal 3.7. Metode Analisa Data Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena ada data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS). Analisis penelitian mencakup : 1. Analisa univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel independen dengan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi. Entry Data, data yang telah diberikan kode tersebut kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah. 46

62 2. Analisa bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara variabel independen (kebisingan) dan variabel dependen (gangguan pendengaran) menggunakan uji korelasi spearman dengan taraf signifikansi α sebesar,5 pada taraf kepercayaan 95%. Jika P value <,5 terdapat korelasi yang bermakna antara dua variable yang diuji. Jika P value >,5 artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. 47

63 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Ringkas Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua dibangun tahun 1997 dan mulai beroperasi bulan mei tahun Luas bangunan PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk seluas 7,28 Ha dan luas areal pabrik : IPAL/Waduk (M²) seluas Ha. Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk sendiri. PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memiliki kapasitas produksi yaitu 45 ton/jam. PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memproduksi CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel). Realisasi produksi pada tahun 216 untuk kelapa sawit (TBS) sebanyak ton Lokasi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Perkebunan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk PKS Sungai Dua terletak di Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Data Geografi Secara geografis lokasi PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. PKS Sungai Dua berada diantara koordinat E = 1 o 35' 27.6 N = 1 o Jumlah Karyawan Jumlah tenaga kerja di kebun PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. PKS Sungai Dua pada periode

64 Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua No Jenis Karyawan Jumlah 1 Staff 9 2 Pekerja Tetap SKU 122 Total Jam Kerja Jam kerja yang berlaku di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua dibagi atas dua bagian, yaitu: a. Bagian Kantor Untuk bagian ini hanya ada 1 shift kerja dengan 7 jam per hari dan 4 jam per minggu adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Jam Kerja Karyawan Bagian Kantor PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Hari Kerja Jam Kerja Keterangan Senin-Sabtu b. Bagian Pengolahan Kerja aktif Istirahat Kerja aktif Untuk bagian pengolahan pekerja dibagi atas 2 shift, yaitu: 1. Shift I : (Pukul ) 2. Shift II : (Pukul ) Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan selama 1 jam tetapi tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat tersebut tergantung pada pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja masing-masing dengan ketentuan di setiap stasiun tidak boleh kosong. Pergantian shift dilakukan setiap 7 hari sekali dan mendapat hari libur 1 hari yaitu hari Minggu. 49

65 Sistem Pengupahan Pembagian upah/gaji karyawan PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua dilakukan 1 kali setiap bulannya. Selain gaji bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung diluar jam kerja ditambah dengan setiap karyawan mendapat beras setiap kali gajian. Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga menyediakan fasilitas seperti: 1. Perumahan untuk setiap staff atau pimpinan dan karyawan pelaksana yang berada di lokasi perkebunan sekitar pabrik. 2. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga. 3. Jaminan Kesehatan. 4. Klinik Central yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan. 5. Sarana pendidikan/sekolah gratis bagi anak karyawan yang disediakan oleh Perkebunan. 6. Tempat ibadah di sekitar perumahan karyawan. 7. Transportasi Proses Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit sebagai hasil utama dan inti sawit sebagai hasil sampingan. Untuk menghasilkan CPO dan inti sawit terdapat 1 stasiun kerja yang terkait yaitu stasiun loading ramp, stasiun bantingan, stasiun perebusan (sterilizer), stasiun penebah (hoisting crane), stasiun 5

66 kempa (press), stasiun klarifikasi, stasiun kernel, stasiun ketel uap (boiler), stasiun kamar mesin dan stasiun water treatment. 1) Loading Ramp Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS untuk beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan dan tempat proses sortasi TBS. TBS kemudian diletakkan ke dalam pintu-pintu kompartement untuk seterusnya dimasukkan ke dalam lori. 2) Stasiun Perebusan Tandan buah dan berondolan yang telah disortasi di stasiun loading ramp akan diangkut oleh lori dan direbus di dalam sterilizer. Sterilizer adalah bejana uap yang digunakan untuk merebus TBS. Sterilizer yang ada pada PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua sebanyak 3 unit dengan kapasitas masingmasing sebesar 11 lori (45 ton). Tujuan dilakukannya proses perebusan adalah sebagai berikut : 1. Mensterilkan tandan dan menonaktifkan enzim lipase untuk mencegah larutnya asam lemak bebas. 2. Memudahkan berondolan lepas dari tandan sebelum pemisahan mekanik. 3. Mempersiapkan kemudahan pelepasan inti dari cangkang dengan mengurangi daya rekat keduanya, serta mengeringkan inti sawit. 4. Mengurangi kadar air pada buah. Proses perebusan atau sterilization dilakukan dengan sistem perebusan tiga puncak. Puncak pertama dan kedua berlangsung selama 15 menit dan puncak ketiga selama 6 menit. 51

67 3) Stasiun Bantingan (Thresher) Thresher berfungsi untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara membanting tandan buah segar (TBS) ke dalam drum thresher. Thresher ini berupa drum silinder panjang yang berputar secara horizontal dengan kecepatan putar 21 rpm. Drum dirancang dengan kisi kisi yang berfungsi untuk meloloskan berondolan. Thresher ini berkapasitas 3 ton/jam. Stasiun Threshing terdiri dari beberapa bagian alat atau mesin dan dalam proses pengoperasiannya sangat berkaitan satu sama lain. Maksud dan tujuan desain dari pada stasiun ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk melepaskan buah (tandan buah segar yang sudah direbus) dengan tandannya dengan sistem bantingan. 2. Untuk menjaga kestabilan/pemerataan secara kontinu agar kapasitas pengolahan Tandan Buah Segar dapat tercapai sesuai desain pabrik dengan pengoperasian hoist cycle, rpm auto feeder maupun supervisi yang benar. 3. Menjaga oil loss maupun kernel loss seoptimal mungkin agar berada dibawah target/parameter yang sudah disepakati perusahaan. 4. Jadi, kapasitas desain saja tidaklah cukup untuk mendapatkan tujuan di atas tanpa kesatuan sistem pengoperasian alat yang benar pada stasiun ini maupun dukungan dari stasiun-stasiun lainnya. 4) Stasiun hoisting crane Stasiun hoisting crane (penebah) adalah tahapan pemipilan berondolan sawit dari tandannya. Prinsip penebahan adalah memutar dan membantingbanting bahan dalam mesin penebah. Lori yang berisi tandan buah dan berondolan 52

68 sawit masak diangkat menggunakan hoisting crane oleh seorang operator hyskrane kemudian dituangkan ke dalam thresher atau mesin penebah. 5) Stasiun Press Stasiun press merupakan stasiun utama dalam proses pemisahan minyak dari sabut dan inti buah kelapa sawit. Pada stasiun ini, terdapat dua proses penting yaitu digestion dan pressing. Digestion merupakan proses pelumatan dan pelepasan daging buah dari biji kelapa sawit. Alat yang digunakan adalah digester. Pada digester terdapat 6 pasang pisau yang terdiri dari 1 pasang pisau pelempar dan 5 pasang pisau pengaduk. Setelah proses digestion, tahap selanjutnya adalah pressing. Tahap ini merupakan pemisahan minyak dari daging buah yang telah dilumatkan pada proses digestion. Pada proses ini, bubur yang terdiri atas minyak, serat dan biji akan dikempa secara padat ke segala arah sehingga minyak akan terlepas dari ampas. Dari proses ini diperoleh minyak kasar, serat dan biji. 6) Stasiun Klarifikasi Stasiun ini berperan dalam pemurnian minyak kasar yang diperoleh dari hasil stasiun sebelumnya. Masukan dari stasiun ini adalah minyak kasar yang berasal dari stasiun pengempaan. Partikel-partikel halus dalam minyak kasar disaring menggunakan vibrating screen dengan dua tingkat saringan. Minyak yang sudah disaring kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dengan lumpur. Minyak murni disimpan pada storage tank atau tangki penimbunan minyak. Tangki timbun yang digunakan sebanyak 3 unit dimana 2 unit tangki 53

69 masing-masing berkapasitas 5 ton dan 1 tangki berkapasitas 95 ton, sedangkan lumpur akan dialirkan ke kolam penampungan limbah. 7) Stasiun Pabrik Biji (Kernel) Pabrik biji berfungsi sebagai tempat untuk memisahkan kernel dan cangkang, untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Biji dan serat yang berasal dari stasiun pengempaan akan dipisah menggunakan depericarper. Biji yang masih mengandung serabut akan dibersihkan serabutnya menggunakan mesin polishing drum. Kemudian biji akan dipecah menggunakan ripple mill. Cangkang yang sudah terpisah dari inti akan dialirkan menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar, sedangkan inti akan ditampung dan dikeringkan di silo inti. Pengeringan dilakukan selama jam. Inti yang telah dikeringkan akan ditampung di kernel storage. Inti sawit ini kemudian dikemas dan diangkut ke pengolahan inti sawit di PKS Bangko. 8) Stasiun Boiler (Ketel Uap) Ketel uap merupakan suatu alat konversi energi yang merubah Air menjadi Uap dengan cara pemanasan dan panas yang dibutuhkan air untuk penguapan diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada ruang bakar ketel uap. Uap (energi kalor) yang dihasilkan ketel uap dapat digunakan pada semua peralatan yang membutuhkan uap di pabrik kelapa sawit, terutama turbin. Turbin disini adalah turbin uap dimana sumber penggerak generatornya adalah uap yang dihasilkan dari ketel uap. Selain turbin alat lain di pabrik kelapa sawit yang membutuhkan uap seperti di sterilizer (Alat untuk memasak TBS) dan distasiun pemurnian minyak 54

70 (Klarifikasi), oleh karena itu kualitas uap yang dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan yang ada dipabrik kelapa sawit tersebut. karena jika tidak akan mengganggu proses pengolahan dipabrik kelapa sawit. Agar kualitas uap yang dihasilkan dari ketel uap sesuai dengan yang diinginkan/dibutuhkan maka dibutuhkan sejumlah panas untuk menguapkan air tersebut, dimana panas tersebut diperoleh dari pembakaran bahan bakar di ruang bakar ketel. Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna didalam ketel maka diperlukan beberapa syarat, yaitu: 1. Perbandingan pemakaian bahan bakar harus sesuai (cangkang dan serabut). 2. Udara yang dipakai harus mencukupi. 3. Waktu yang diperlukan untutk proses pembakaran harus cukup. 4. Panas yang cukup untuk memulai pembakaran. 5. Kerapatan yang cukup untuk merambatkan nyala api Dalam hal ini bahan bakar yang digunakan adalah serabut dan cangkang, Adapaun alasan mengapa digunakan serabut dan cangkang sebagai bahan bakar adalah : 1. Bahan bakar cangkang dan serabut cukup tersedia dan mudah diperoleh dipabrik. 2. Cangkang dan serabut merupakan limbah dari pabrik kelapa sawit apabila tidak digunakan. 3. Nilai kalor bahan bakar cangkang dan serabut memenuhi persyaratan untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. 55

71 4. Sisa pembakaran bahan bakar dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman kelapa sawit. 5. Harga lebih ekonomis. 9) Stasiun Kamar Mesin Secara umum, sumber energi yang digunakan PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua untuk menggerakkan mesin-mesin dan peralatan dalam jumlah besar ada tiga, yaitu PLN, ketel uap (boiler) dan diesel genset. Sumber utama yang digunakan untuk proses pengolahan adalah listrik yang dihasilkan oleh boiler. Apabila boiler tidak mampu untuk proses pengolahan, maka diesel genset pada stasiun kamar mesin akan dioperasikan. Sedangkan listrik PLN biasanya digunakan untuk kebutuhan kantor. 1) Stasiun Water Treatment Stasiun water treatment merupakan salah satu sarana pendukung yang terdapat di PKS PT.Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua. Water Treatment adalah stasiun pengolahan air yang digunakan untuk mendukung kelancaran proses produksi. Air yang digunakan berasal dari waduk yang kemudian dipompa. Sebelum operasi perlu diperhatikan beberapa hal seperti : a. Pemeriksaan Pompa 1. Check alat berikut perangkat pendukungnya, (pastikan dalam kondisi baik dan siap dioperasikan). 2. Pastikan tidak ada kebocoran atau sumbat pada pipa dan tangki. 3. Merekap Flow meter pada setiap pagi untuk perkiraan penggunaan air. 4. Periksa kondisi pompa dan motor dalam keadaan baik. 56

72 5. Pastikan kawasan lingkungan bahan kimia bersih b. Pengoperasian Mesin 1. Hidupkan Genset Hydrant setiap pagi selama 1 menit dan pastikan genset dalam kondisi siap pakai. 2. Hidupkan pompa air dari waduk ke tangki Clarifier, dan nyalakan pompa chemical. 3. Gunakan chemical sesuai dengan dosis yang telah ditentukan oleh pihak laboratorium. 4. Pastikan air dari tangki Clarifier menuju ke Water Basin bersih dan jernih. 5. Pastikan level air pada Water Basin aman dan matikan pompa air dari waduk ke tangki Clarifier apabila air di Water Basin sudah overflow. 6. Pastikan Sand Filter dalam kondisi baik dan lakukan backwash 3 jam sekali atau sesuai kondisi. 7. Pastikan level air pada tangki tower selalu penuh. 8. Pastikan pengaturan air untuk proses dan domestik sudah sesuai dengan ketentuan dari perusahaan Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit Umur Sampel Tabel 4.3. Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 217 No. Umur (Tahun) Jumlah Persen (%) ,6 4,5 5, 31,8 Jumlah

73 Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut umur yang terbanyak pada kelompok umur 36-4 tahun sebanyak 11 orang (5,%) dan yang terkecil terdapat pada kelompok umur tahun sebanyak 1 orang (4,5 %) Masa Kerja Sampel Tabel 4.4. Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 217 No. Masa Kerja (Tahun) Jumlah Persen (%) ,1 4,5 18,2 68,2 Jumlah 22 1 Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut masa kerja yang terbanyak pada kelompok 16-2 tahun sebanyak 15 orang (68,2%), kelompok tahun sebanyak 4 orang (18,2%), kelompok 6-1 tahun sebanyak 1 orang (4,5%) dan kelompok 1-5 tahun sebanyak 2 orang (9,1%) Stasiun Sampel Kerja Tabel 4.5. Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 217 No. Stasiun / Bagian Jumlah (Orang) Press Kernel Klarifikasi Kamar Mesin Jumlah 22 Dari tabel diatas dapat dilihat sampel terbanyak berasal dari stasiun kerja kamar mesin sebanyak 8 orang, stasiun kerja kempa/pressan 4 orang, klarifikasi 4 orang, dan kernel sebanyak 6 orang. 58

74 Intensitas Kebisingan Tabel 4.6. Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 217 No. Stasiun / Bagian Intensitas Kebisingan (db) Press Kernel Klarifikasi Kamar Mesin 84,41 86,35 83,39 86,35 Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar stasiun kerja tempat sampel bekerja mempunyai intensitas kebisingan diatas 85 db yaitu sebanyak 2 stasiun. Untuk stasiun kernel intensitas kebisingannya diatas 85 db dan Press mempunyai intensitas kebisingan dibawah 85 db. Stasiun ini menggunakan mesin tetapi tingkat kebisingannya masih dibawah standart NAB, tetapi sumber kebisingan lainnya berasal dari mesin-mesin yang ada pada stasiun lainnya. Untuk stasiun klarifikasi intensitas kebisingannya masih dibawah 85 db, dan kamar mesin mempunyai kebisingan diatas 85 db Gangguan Pendengaran Tabel 4.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Gangguan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun No. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Telinga Kiri Normal -25 db Tuli ringan 26-4 db Tuli sedang 41-6 db Tuli berat 61-9 db Tuli sangat berat >9 db N % N % 11 5, 12 54,5 11 5, 9 4,9 1 4,5 Jumlah Dari tabel diatas dapat dilihat untuk telinga kanan sampel yang pendengarannya normal sebanyak 11 orang (5,%), tuli ringan sebanyak 11 59

75 orang (5,%). Untuk telinga kiri sampel yang pendengarannya normal sebanyak 12 orang (54,5%), tuli ringan sebanyak 9 orang (4,9%), dan tuli berat sebanyak 1 orang (4,5%) Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Total Gangguan Pendengaran Telinga Kiri N TR TS TB TSB N TR TS TB TSB Umur Total Masa kerja Total Keterangan: N : Normal -25 db TR : Tuli ringan 26-4 db TS : Tuli sedang 41-6 db TB : Tuli berat 61-9 db TSB : Tuli sangat berat >9 db Total Dari tabel 4.8. dapat dilihat hasil penelitian menunjukkan umur jumlah sampel yang paling banyak mengalami gangguan pendengaran yaitu pada kelompok umur 36-4 tahun dengan tuli ringan sebanyak 8 orang pada telinga kanan dan 7 orang pada telinga kiri. Sedangkan telinga normal paling banyak terdapat pada kelompok umur 36-4 tahun sebanyak 3 orang pada telinga kanan 6

76 dan 4 orang pada telinga kiri. Pada kelompok umur tahun terdapat 3 orang yang mengalami tuli ringan pada telinga kanan, 2 orang mengalami tuli ringan pada telinga kiri dan 1 orang mengalami tuli berat pada telinga kiri. Berdasarkan masa kerja dapat dilihat masa kerja 16-2 tahun paling banyak mengalami tuli ringan pada telinga kanan yaitu sebanyak 8 orang, serta 7 orang mengalami tuli ringan pada telinga kiri dan 1 orang mengalami tuli berat pada telinga kirinya. Masa kerja tahun paling banyak mengalami tuli ringan pada telinga kanan sebanyak 3 orang dan terdapat 2 orang yang mengalami tuli ringan pada telinga kanan Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan Pendengaran Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan Pendengaran Gangguan Pendengaran Telinga Total Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Kiri N TR TS TB TSB N TR TS TB TSB Total Stasiun Press Kernel Klarifikasi Kamar Mesin Keterangan: N : Normal -25 db TR : Tuli ringan 26-4 db TS : Tuli sedang 41-6 db TB : Tuli berat 61-9 db TSB : Tuli sangat berat >9 db Total

77 Pada tabel 4.9. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang pekerja pada stasiun press dan klarifikasi yang tingkat kebisingannya dibawah 85 db, masih memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan telinga kirinya. Sedangkan 14 pekerja lainnya pada stasiun kernel dan kamar mesin yang tingkat kebisingannya sudah diatas 85 db, didapat 3 orang yang pendengarannya masih normal untuk telinga kanan dan 4 orang pada telinga kirinya. Dan terdapat 11 pekerja mengalami tuli ringan pada telinga kanan dan 9 pekerja mengalami gangguan tuli ringan pada telinga kirinya, serta ada 1 pekerja mengalami gangguan tuli berat pada telinga kirinya. 62

78 4.5. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tabel 4.1. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Intensitas Kebisinga n 85 db >85 Db Total Keterangan: N : Normal -25 db TR : Tuli ringan 26-4 db TS : Tuli sedang 41-6 db TB : Tuli berat 61-9 db TSB : Tuli sangat berat >9 db Pada tabel 4.1. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang pekerja yang bekerja pada kebisingan dibawah 85 db, masih memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan telinga kirinya. Sedangkan dari 14 orang yang bekerja pada tingkat kebisingan diatas 85 db, didapat 3 orang yang pendengarannya masih normal untuk telinga kanan dan 4 orang pada telinga kiri. Dan terdapat 11 orang mengalami tuli ringan pada telinga kanan dan 9 orang pada telinga kiri, serta 1 orang mengalami tuli berat pada telinga kiri. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan N 8 3 T R 11 T S T B Tota l Gangguan Pendengaran Telinga Kiri 4.6. Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran TS B Tota l Setelah data diperoleh, maka data kebisingan dan gangguan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri harus diuji apakah telah berdistribusi normal. Untuk 8 14 N 8 4 T R 9 T S T B 1 TS B

79 menguji kenormalan data digunakan One Sample Kolmogorof Smirnov Test. Dan untuk melihat hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga kerja bagian produksi di PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir tahun 217, maka dilakukan Uji Korelasi Spearman dengan taraf signifikansi ( α ) sebesar,5. Hasil pengujian statistik hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 217 No. Hubungan Variabel N R p 1. Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Telinga 22,756, Kanan 2. Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Telinga Kiri 22,679,1 Untuk telinga kanan, didapat korelasi positif antara intesitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang gangguan pendengaran pada tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi sebesar,756. Dari hasil uji korelasi diatas, didapat p <,5 yang artinya ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran. Untuk telinga kiri, didapat korelasi positif antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang gangguan pendengaran pada tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien 64

80 korelasi sebesar,679. Dari hasil uji korelasi diatas, didapat p <,5 yang artinya ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran. 65

81 BAB V PEMBAHASAN 5.1.Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit Umur Sampel Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa sampel terbanyak terdapat pada kelompok umur 36-4 tahun sebanyak 11 orang (5,%) dan kelompok umur tahun sebanyak 7 orang (31,8%). Secara umum faktor usia merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya penurunan pendengaran, walaupun bukan merupakan faktor yang terkait langsung dengan kebisingan di tempat kerja. Beberapa perubahan yang terkait dengan pertambahan usia dapat terjadi pada telinga. Membran yang ada di telinga bagian tengah, termasuk di dalamnya gendang telinga menjadi kurang fleksibel karena bertambahnya usia. Selain itu, tulang-tulang kecil yang terdapat di telinga bagian tengah juga menjadi lebih kaku dan sel-sel rambut di telinga bagian dalam dimana koklea berada juga mengalami kerusakan. Penyebab paling umum terjadinya gangguan pendengaran terkait usia adalah presbycusis. Presbycusis ditandai dengan penurunan persepsi terhadap bunyi frekuensi tinggi dan penurunan kemampuan membedakan bunyi. Presbycusis diasumsikan menyebabkan kenaikan ambang dengar,5 db setiap tahun, dimulai dari usia 4 tahun (Djojodibroto, 1999). Namun apabila seseorang sering terpapar kebisingan diatas 85 db, walaupun usianya belum sampai 4 tahun, kemampuan pendengarannya dapat menurun. Hal ini dapat dilihat dari 66

82 tabel 4.3. dimana pada sampel dengan umur dibawah 4 tahun yaitu kelompok umur 36-4 tahun dari 11 sampel sebanyak 8 orang mengalami tuli ringan pada telinga kanannya, dan pada telinga kiri 7 orang mengalami tuli ringan. Usia diatas 4 tahun ditambah terpapar kebisingan yang tinggi dapat memperparah tingkat ketulian, hal ini dapat dilihat untuk untuk kelompok umur tahun dari 7 orang sampel, pada telinga kanan terdapat 3 orang mengalami tuli ringan dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan bahkan 1 orang mengalami tuli berat. Dalam hal ini faktor lain yaitu tingkat kebisingan mempengaruhi tingkat ketulian tersebut (Boeis, 1997) Masa Kerja Sampel Lama bekerja sampel yang lebih dari 8 jam sehari menyebabkan sampel terpapar kebisingan lebih lama. NAB kebisingan menurut Permenaker RI No.13/MEN/X/211 adalah 85 db untuk 8 jam kerja perhari. Lama bekerja sampel yang melewati NAB dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran pada sampel. Pada tabel 4.9. dapat dilihat untuk gangguan pendengaran, pada telinga kanan terdapat 3 orang dengan masa kerja tahun yang mengalami tuli ringan dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan, masa kerja 16-2 tahun pada telinga kanan 8 orang dengan mengalami tuli ringan dan pada telinga kiri 7 orang mengalami tuli ringan, 1 orang mengalami tuli berat. Masa kerja yang lama di tempat kerja yang bising merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran. Fahri (29) dalam penelitiannya 67

83 menemukan ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran pekerja. Tetapi hal ini tidak berarti semakin lama masa kerja, tingkat kemampuan pendengarannya lebih buruk dibandingkan dengan yang masa kerjanya lebih sedikit, hal ini dapat dilihat dari hasil dimana masa kerja tahun terdapat 1 orang yang pendengarannya normal pada telinga kanan dan 2 orang normal pada telinga kiri, pada masa kerja 16-2 tahun terdapat 7 orang mempunyai pendengaran yang normal. (Soepardi, dkk. 212) mengatakan masa kerja yang lama di tempat kerja yang bising merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran. Tetapi hal ini tidak berarti semakin lama masa kerja, tingkat kemampuan pendengarannya lebih buruk dibandingkan dengan yang masa kerjanya lebih sedikit. Penurunan kemampuan pendengaran akibat bising dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pekerja yang menjadi sampel dalam penelitian ini telah memiliki masa kerja yang lama (>1 tahun), hal ini menyebabkan semua sampel beresiko mengalami penurunan kemampuan pendengaran Stasiun Kerja Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa intensitas kebisingan di beberapa stasiun kerja bagian produksi ini telah melewati NAB kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.13/MEN/X/211 yaitu 85 db untuk waktu kerja 8 jam sehari. Untuk stasiun kamar mesin dan kernel intensitas kebisingannya diatas 85 db untuk stasiun klarifikasi dan press mempunyai 68

84 intensitas kebisingan dibawah 85 db. Stasiun ini tidak menggunakan mesin tetapi sumber kebisingannya berasal dari mesin-mesin pada stasiun lain. Stasiun pabrik biji (kernel) mempunyai intensitas kebisingan diatas 85 db. Hal ini disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin seperti depericarper, polishing drum dan ripple mill. Selain itu posisi stasiun pabrik biji berada dekat dengan kamar mesin yang menyebabkan intensitas kebisingannya cukup tinggi. Dengan posisi mesin yang saling berdekatan, hampir seluruh pekerja beresiko terpapar kebisingan yang tinggi. Walaupun ada stasiun kerja yang tidak menggunakan mesin, tetap saja intensitas kebisingannya cukup tinggi. Hal ini disebabkan letak stasiun kerja yang berdekatan dan berada dalam satu lokasi. Adanya kebijakan perusahaan yang melakukan pertukaran pekerja antar stasiun juga menyebabkan setiap pekerja pernah terpapar kebisingan. Pada stasiun kernel dan kamar mesin terdapat 11 orang mengalami tuli ringan pada telinga kanannya, 9 orang mengalami tuli ringan pada telinga kirinya dan terdapat 1 pekerja di stasiun kamar mesin mengalami tuli berat pada telinga kirinya. Pekerja pada stasiun ini merupakan sampel yang paling banyak mengalami gangguan pendengaran 11 pekerja pada telinga kanan dan 1 pekerja pada telinga kiri, dikarenakan kondisi lingkungan yang sangat bising. Beberapa stasiun seperti kamar mesin, stasiun pabrik biji (kernel), stasiun klarifikasi dan stasiun boiler lokasinya saling berdekatan sehingga mesin-mesin yang beroperasi mengeluarkan intensitas kebisingan cukup tinggi, pekerja juga jarang menggunakan APT saat bekerja. Karena jenis APT yang diberikan perusahaan kurang nyaman untuk dipakai, sehingga beberapa pekerja memilih 69

85 untuk tidak menggunakan APT dan ada yang menggunakan kapas sebagai penyumbat telinga. Beberapa pekerja tidak mengetahui bahwa dengan menggunakan kapas saja tidak dapat mengurangi paparan bising yang ada di lingkungan kerja, hal tersebut menyebabkan pekerja pada kedua stasiun ini lebih beresiko mengalami gangguan pendengaran, untuk itu kepada perusahaan disarankan melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam penggunaan alat pelindung telinga. Bagi pekerja di stasiun pabrik biji (kernel) dan kamar mesin supaya di ganti jenis APT nya menjadi tutup telinga (ear muff), tutup telinga ini biasanya lebih efektif dari pada sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar serta nyaman untuk digunakan ketika bekerja Gangguan Pendengaran Dari pengukuran audiometri, dapat dilihat klasifikasi tingkat kemampuan pendengaran pekerja. Dari tabel 4.7. telinga kanan sampel lebih banyak mengalami gangguan pendengaran dibandingkan telinga kiri. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendengaran normal untuk telinga kanan sebanyak 11 orang (5,%), lebih sedikit daripada jumlah pendengaran normal untuk telinga kiri sebanyak 12 orang (54,5%). Tuli ringan untuk telinga kanan jumlahnya lebih banyak yaitu sebanyak 11 orang (5,%) dibandingkan tuli ringan untuk telinga kiri sebanyak 9 orang (4,9%). Untuk tuli sedang pada telinga kanan dan telinga kiri tidak ada. Untuk tuli berat pada telinga kanan tidak ada, sedangkan pada telinga kiri 7

86 sebanyak 1 orang (4,5%) dan untuk tuli sangat berat pada telinga kanan dan telinga kiri tidak ada. Pekerja yang telinga kanan dan kirinya normal keseluruhan besar bekerja pada stasiun yang intensitas kebisingannya di bawah 85 db. Untuk tuli ringan pada telinga kanan terdapat pada 11 orang yang bekerja di stasiun dengan intensitas kebisingan diatas 85 db, yaitu pada pekerja stasiun kamar mesin dan stasiun pabrik biji (kernel) dengan intensitas kebisingan masing-masing 86,35 db, umur diatas 36 tahun dengan masa kerja diatas 11 tahun. Untuk tuli ringan pada telinga kiri terdapat 9 orang yang bekerja di stasiun dengan intensitas kebisingan diatas 85 db, yaitu pada pekerja stasiun kamar mesin dan pabrik biji (kernel) dengan intensitas kebisingan 86,35 db, dengan umur diatas 36 tahun dan masa kerja lebih dari 11 tahun. Terdapat 1 orang pekerja mengalami tuli berat pada telinga kirinya dan tuli ringan pada telinga kanan. Pekerja tersebut bekerja pada stasiun kamar mesin dengan intensitas kebisingan 86,35 db, masa kerja yang sudah cukup lama hampir 15 tahun serta usia yang sudah diatas 4 tahun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pekerja tersebut mengalami gangguan pendengaran pada kedua telinganya. Pekerja juga memiliki riwayat gangguan pendengaran pada telinga kirinya, hal ini disebabkan masuknya cairan kedalam telinga namun tidak pernah diobati. Sehingga saat ini gangguan pendengaran yang dialaminya semakin parah akibat terpaparnya kebisingan di tempat kerja. Stasiun kamar mesin lokasinya sangat dekat dengan stasiun pabrik biji (kernel) dan boiler yang juga menghasilkan intensitas kebisingan cukup tinggi 71

87 (impulsive noise). Namun ada 2 orang pekerja pada stasiun kamar mesin masih memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan kirinya, hal ini dipengaruhi karena pekerja rutin menggunakan APT ketika bekerja dan usianya yang masih dibawah 4 tahun. Menurut Achmadi (213), bahwa usia merupakan faktor yang tidak secara langsung memengaruhi keluhan subjektif gangguan pendengaran akibat kebisingan, namun pada usia di atas 4 tahun akan lebih mudah mengalami gangguan pendengaran dan rentan terhadap trauma akibat bising. Penurunan daya dengar secara alamiah yang diasumsikan mengakibatkan peningkatan ambang pendengaran,5 db(a) tiap tahun sejak usia 4 tahun. Terdapat perbedaan pada gangguan pendengaran antara telinga kanan dan telinga kiri, hal ini dikarenakan posisi pekerja lebih sering mengahadap ke sebelah kanan ketika sehingga telinga kanan lebih sering terpapar kebisingan. 5.2.Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengakibatkan mengurangi kenyamanan, ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas 72

88 bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh (Manoppo, dkk. 213). Pendengaran normal mempunyai nilai ambang batas pendengaran dari db sampai 25 db. Tenaga kerja mengalami gangguan pendengaran akibat bising apabila nilai ambang pendengarannya diatas 25 db. Dari tabel 4.7. dapat dilihat dari 22 sampel, sebanyak 11 sampel mengalami gangguan pendengaran untuk telinga kanan dan 1 sampel mengalami gangguan pendengaran untuk telinga kiri. Gangguan pendengaran terjadi secara perlahan, sehingga hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya. Ketika penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya penurunan kemampuan pendengaran sudah dalam tahap yang tidak dapat disembuhkan. Dari hasil pengukuran diperoleh sampel yang bekerja pada stasiun yang memiliki intensitas kebisingan lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran, hal tersebut juga dipengaruhi dengan lama paparan yang diperoleh pekerja, masa kerja yang cukup lama serta kurangnya pemakaian alat pelindung telinga ketika bekerja. Dalam hal ini masa kerja juga merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat penurunan pendengaran. Masa kerja berpengaruh besar terhadap kondisi temporary threshold shift (TTS) yang dialami pekerja. Ketika kelompok pekerja yang menderita TTS banyak dengan masa kerja pekerja yang lama maka akan meningkatkan jumlah gangguan pendengaran pada pekerja. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa terdapat perilaku buruk pekerja yaitu tidak selalu menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja di tempat yang bising. Pekerja tersebut beralasan bahwa APT yang diberikan tidak nyaman 73

89 dan kadang menimbulkan sakit di telinga. Walaupun alat pelindung telinga tersebut tidak nyaman seharusnya pekerja tetap menggunakannya untuk mengurangi paparan bising kontinu yang diterima pekerja. Pada penelitian ini masih ada juga ditemukan beberapa pekerja yang menggunakan pelindung telinga berupa kapas dan headset. Beberapa faktor- faktor diatas merupakan penyebab terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja. Untuk melihat apakah ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi digunakan uji korelasi spearman dengan taraf signifikansi α sebesar,5. Dari hasil uji diketahui ada hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja baik untuk telinga kanan maupun telinga kiri dari nilai p <,5, dan didapat korelasi positif antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga kerja, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel. 74

90 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Dari 1 stasiun yang ada di PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua hanya 4 stasiun kerja yang diukur, intensitas kebisingan pada 2 stasiun kerja telah melebihi 85 db yaitu pada stasiun kamar mesin dan stasiun pabrik biji (kernel). 2 stasiun lainnya memiliki tingkat kebisingan dibawah 85 db yaitu stasiun klarifikasi dan stasiun press. 2. Dari 22 orang pekerja yang menjadi sampel, sebagian besar sampel mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanan maupun telinga kiri. Pada telinga kanan 11 orang mempunyai pendengaran normal, 11 orang mengalami tuli ringan. Pada telinga kiri 12 orang mempunyai pendengaran normal, 9 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat. 3. Ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pekerja Saran 1. Perlu adanya penyuluhan dan sosialisasi kepada pekerja akan pentingnya pemakaian alat pelindung telinga saat bekerja dan dampak yang diakibatkan dari kebisingan terhadap kesehatan bila tidak mengunakan alat pelindung telinga ketika berada di lingkungan kerja yang bising. 2. Melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam penggunaan alat pelindung telinga dan memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga. 75

91 3. Bagi pekerja yang sudah mengalami gangguan pendengaran agar lebih rutin menggunakan APT ketika bekerja, supaya kondisi pendengaran nya tidak semakin memburuk, dan disarankan bagi pekerja yang mengalami tuli berat untuk mengobati pendengaran nya pada tenaga medis. 4. Bagi perusahaan sebaiknya memberikan APT jenis ear muff untuk pekerja yang berada di stasiun khususnya yang memiliki intensitas kebisingan diatas 85 db. 5. Perusahaan sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan telinga secara berkala yaitu sekali 6 bulan kepada pekerja. 76

92 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Diakses pada tanggal 15 Mei 217. American Speech-Language Hearing Association (ASHA) Type, Degree, and Configuration of Hearing Loss. Audiology Information Series: ASHA. Anggraeni, D. 26. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut Masa Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Diakses pada tanggal 15 Mei 217. Anies. 29. Kedokteran Okupasi: Berbagai Penyakit Akibat Kerja dan Upaya Penanggulangan dari Aspek Kedokteran. AR-RUZZ MEDIA, Yogyakarta. Anizar. 29. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Cetakan Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. Candra, B. 28. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Deo, M Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Gangguan Fungsi Pendengaran pada Tenaga Kerja Bagian Weaving di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Kebisingan-terhadap-Gangguan-Fungsi-Pendengaran-pada-Tenaga-Kerja- Bagian-Weaving-di-PT-Iskandar-Indah-Printing-Textile-Surakarta. Diakses pada 15 Mei 217. Djojodibroto, D. R Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. European Agency for Safety and Health at Work. 28. What Problem Can Noise Cause. Diunduh dari file:///c:/users/user/downloads/magazine_8_- _Noise_at_work.pdf. Diakses pada tanggal 25 September 217 Gunawanta. 22. Kebisingan Pada Industri Dampak dan Strategi Penanggulangannya. Seminar Nasional Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Menghadapi OTDA dan AFTA. Medan. Kepmenaker No.13 /MEN/X/211 Tentang NAB Faktor Fisika dan kimia di Tempat Kerja 77

93 file:///c:/users/user/appdata/local/temp/permena.pdf. pada 3 April 217. Diakses Kusumawati, I Hubungan Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT X. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Diakses pada 15 Mei 217. Listyaningrum, A. W Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang Dengar Pada Tenaga Kerja Di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Diakses pada 15 Mei 217. Manoppo, N. F., Wenny Supit dan Vennetia Danes Hubungan Antara Kebisingan Dan Fungsi Pendengaran Pada Petugas PT. Gapura Angkasa Di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. file:///c:/users/user/downloads/ sm.pdf. Diakses pada 15 Mei 217. Notoatmodjo, S. 25. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.8/MEN/VII/21 Tentang Alat Pelindung Diri manager/125_permenakertrans_no._per.8_men_vii_21_t ENTANG_ALAT_PELINDUNG_DIRI.PDF. Diakses pada 29 Oktober 217 Permaningtyas, L. D Hubungan Lama Masa Kerja Dengan Kejadian Noise- Induced Hearing Loss Pada Pekerja Home Industry Knalpot Di Kelurahan Purbalingga LOR. Mandala of Health.Vol. 5. No. 3. September 211: BUNGAN%2LAMA%2MASA%2KERJA%2DENGAN%2KEJADI AN%2NOISE- INDUCED%2HEARING%2LOSS%2PADA%2PEKERJA%2HOM E%2INDUSTRY%2KNALPOT.pdf. Diakses pada 15 Mei 217. Primadona, A Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Penurunan Pendengaran Pada Pekerja Di PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta. file:///c:/users/user/appdata/local/temp/digital_ s- Amira%2Primadona.pdf. Diakses pada 25 September

94 Sugiono Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D); Alfabeta. Bandung Salami, I. R. S., dkk Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Siregar, M. A. P. 21. Hubungan Kebisingan Dengan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai III-VI.pdf?sequence=3&isAllowed=n. Diakses pada tanggal 15 Mei 217. Soepardi, E. A. dan Iskandar, N Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi ke tujuh cetakan ke 1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Soeripto. 28. Higene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Soepardi, E. A. dan Iskandar, N. 21. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Subaris, H. dan Haryono. 28. Hygiene Lingkungan Kerja. Cetakan Kedua. Mitra Cendikia Press, Yogyakarta. Sugiyono. 29. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan Kedelapan. Alfabeta, Bandung. Suma mur, P. K. 29. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). CV Sagung Seto, Jakarta. Tambunan, S. 25. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). Andi. Jakarta. Utami, I. W. 21. Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Pada Pengemudi Becak Mesin Di Kota Pematang Siantar Diakses pada tanggal 15 Mei 217. World Health Organization (WHO) Grades of Hearing Loss Impairment. Website: 79

95 Lampiran 1. Master Data No. Umur Masa Kerja Stasiun Kerja Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Gangguan Pendengara n Telinga Kiri 8

96 Keterangan : a. Umur 1 = 26-3 tahun 2 = tahun 3 = 36-4 tahun 4 = tahun b. Masa Kerja 1 = 1-5 tahun 2 = 6-1 tahun 3 = tahun 4 = 16-2 tahun c. Stasiun Kerja 1 = Press 2 = Kernel 3 = Klarifikasi 4 = Kamar Mesin d. Intensitas Kebisingan 1 = <= 85 db 2 = > 85 db e. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan 1 = Normal 2 = Tuli Ringan 3 = Tuli Sedang 81

97 4 = Tuli Berat 5 = Tuli Sangat Berat f. Gangguan Pendengaran Telinga Kiri 1 = Normal 2 = Tuli Ringan 3 = Tuli Sedang 4 = Tuli Berat 5 = Tuli Sangat Berat 82

98 Lampiran 2. Output SPSS I. Karakteristik Sampel Statistics Gangguan Pendengaran Gangguan masa kerja Stasiun Kerja Intensitas Telinga Pendengaran umur (tahun) (tahun) Sampel Kebisingan Kanan Telinga Kiri N Valid Missing umur (tahun) Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total masa kerja (tahun) Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total

99 Stasiun Kerja Sampel Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid press kernel klarifikasi kamar mesin Total II. Hasil Pengukuran Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Normal Tuli Ringan Total Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Normal Tuli Ringan Tuli Berat Total

100 III. Uji Kenormalan Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Gangguan Pendengaran Telinga Kiri N Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. IV. Hasil Uji Korelasi Spearman **. Correlation is significant at the.1 level (2-tailed). Correlations Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengara n Telinga Kanan Gangguan Pendengar an Telinga Kiri Spearman's rho Intensitas Kebisingan Correlation Coefficient **.679 ** Sig. (2-tailed)...1 N Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Correlation Coefficient.756 ** ** Sig. (2-tailed)... N Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Correlation Coefficient.679 **.898 ** 1. Sig. (2-tailed).1.. N

101 Correlations Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengara n Telinga Kanan Gangguan Pendengar an Telinga Kiri Spearman's rho Intensitas Kebisingan Correlation Coefficient **.679 ** Sig. (2-tailed)...1 N Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Correlation Coefficient.756 ** ** Sig. (2-tailed)... N Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Correlation Coefficient.679 **.898 ** 1. Sig. (2-tailed).1.. N

102 V. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja, Stasiun Kerja dan Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri 22 1.%.% 22 1.% 22 1.%.% 22 1.% 22 1.%.% 22 1.% 22 1.%.% 22 1.% umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Normal Tuli Ringan Total umur (tahun) Total

103 umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Normal Tuli Ringan Tuli Berat Total umur (tahun) Total masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Normal Tuli Ringan Total masa kerja (tahun) Total masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Normal Tuli Ringan Tuli Berat Total masa kerja (tahun) Total

104 Stasiun Kerja Sampel * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Normal Tuli Ringan Total Stasiun Kerja Sampel press 4 4 kernel klarifikasi 4 4 kamar mesin Total Stasiun Kerja Sampel * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Normal Tuli Ringan Tuli Berat Total Stasiun Kerja Sampel press 4 4 kernel klarifikasi 4 4 kamar mesin Total Intensitas Kebisingan * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Normal Tuli Ringan Total Intensitas Kebisingan <=85db 8 8 >85db Total

105 Intensitas Kebisingan * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Normal Tuli Ringan Tuli Berat Total Intensitas Kebisingan <=85db 8 8 >85db Total

106 Lampiran 3. Dokumentasi Gambar 1. Stasiun Penebah (Threser) Gambar 2. Operator Klarifikasi 91

107 Gambar 3. Stasiun Kamar Mesin Gambar 4. Infomasi Tingkat Kebisingan Di Stasiun Kamar Mesin 92

108 Gambar 5. Stasiun Pengolahan Biji (Nut dan Kernel) Gambar 6. Stasiun Loading Ramp 93

109 Gambar 7. Stasiun Perebusan Gambar 8. Pekerja yang bertugas menurunkan lori 94

110 Gambar 9. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM 95 Gambar 1. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM 95 95

111 Gambar 11. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM 95 Gambar 12. Alat Audiometer Oscilla SM 95 96

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH:

KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH: KELUHAN SUBYEKTIF AKIBAT TERPAPAR BISING PADA PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PT TORGANDA PERKEBUNAN RANTAU KASAI PROVINSI RIAU TAHUN 2011 SKRIPSI OLEH: MEGAWATI S TURNIP NIM 071000087 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan manusiawi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi menurut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap tempat kerja termasuk di sektor informal. Untuk itu, perlu dikembangkan dan ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan makin meningkatnya perkembangan industri di indonesia, kemajuan dari industri tersebut antara lain ditandai pemakaian mesin-mesin yang dapat mengolah dan memproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN STRES KERJA PADA ANAK BUAH KAPAL YANG BEKERJA DI KAMAR MESIN KAPAL MANADO-SANGIHE PELABUHAN MANADO TAHUN 2015 Handre Sumareangin* Odi Pinontoan* Budi T. Ratag* *Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN LAMA PAPARAN DENGAN PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA TERPAPAR KEBISINGAN IMPULSIF BERULANG DI SENTRA INDUSTRI PANDE BESI DESA PADAS KARANGANOM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI Oleh : M IRSAN NIM. 131000675 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 164 mengenai kesehatan kerja dijelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS () DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU 1 2 3 Nisa Amalia, Idjeriah Rossa, Rochmawati CORRELATION OF NOISE EXPOSURE AND NOISE INDUCED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 Isramilda Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN LAMA KERJA DENGAN NILAI AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT TROPICA COCOPRIMA DESA LELEMA KABUPATEN MINAHASA SELATAN Brenda Natalia Rauan*, Grace

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS X DAN XI TENTANG PENGGUNAAN EARPHONE DI SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS X DAN XI TENTANG PENGGUNAAN EARPHONE DI SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan teknologi audiovisual dan telekomunikasi saat ini, menyebabkan penggunaan earphone untuk mendengarkan musik dari telepon genggam dan perangkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi bahaya terdapat hampir di setiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja. Apabila potensi bahaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

Lebih terperinci

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menciptakan persaingan dan kompetisi dalam sebuah pekerjaan. Indonesia sebagai negara berkembang dalam menghadapi globalisasi telah meningkatkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat dimana dilakukan suatu kegiatan atau aktivitas baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi bahaya. Apabila potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara industri di kota-kota besar seluruh dunia, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Sudah sejak dulu diketahui bahwa bising industri dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendengaran berperan penting dalam komunikasi, perkembangan bahasa dan belajar. Penurunan pendengaran dalam derajat yang ringanpun dapat mempunyai efek negatif

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi risiko (Suardi, 2007). Orang yang bekerja juga

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN Oleh : RAKHMANISA LINDHI HANIFA UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan PLTD Telaga Kota Gorontalo dan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia semakin meningkat. Peralatan permesinan juga semakin canggih. Penggunaan yang semakin canggih akan memberikan keuntungan bagi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF.

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF. ABSTRAK PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA KAPAL TUG BOAT PERTAMINA RU VI BALONGAN BAGIAN MESIN DENGAN MASA KERJA 11-30 TAHUN Wina Shaulla, 2010. Pembimbing I : July Ivone,dr.,

Lebih terperinci

DINASTI TUNGGAL DEWI J

DINASTI TUNGGAL DEWI J PERBEDAAN NADI KERJA DAN TEKANAN DARAH PADA KARYAWAN TERPAPAR INTENSITAS KEBISINGAN DI ATAS DAN DI BAWAH NILAI AMBANG BATAS (NAB) PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA Skripsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado GAMBARAN INTENSITAS KEBISINGAN DAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA RUANG SENTRAL PT PLN (PERSERO) WILAYAH SULUTTENGGO SEKTOR MINAHASA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL BITUNG Sheeren G. Ratunuman*, Paul

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Keywords : Noise Intensity, Hearing Threshold Values, Ground Handling Labor

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Keywords : Noise Intensity, Hearing Threshold Values, Ground Handling Labor HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA GROUND HANDLING BANDAR UDARA INTERNASIONAL SAM RATULANGI MANADO. Jootje. M. L. Umboh *, Hengky. Loho *,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada saat ini masih kurang diperhatikan, hal ini terbukti dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Menurut International

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003).

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003). BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.Per/718/Menkes/XI/1987 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA OLEH: PUTRI BERLIANA SYAH UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Lingkungan Kerja Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Definisi Kebisingan Adalah bunyi yang tidak menyenangkan, bunyi yg menggangu. Pengukuran : - Sound level meter - Mikrofon - Sound Analyzer ALAT

Lebih terperinci

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author: Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.4 No.1 (2015) 36-41 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Penentuan Pola Kebisingan Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja. 2.1 Kebisingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Defenisi Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA DI PG. POERWODADIE MAGETAN Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki AFTA, WTO dan menghadapi era globalisasi seperti saat ini, pemerintah telah mempunyai kebijakan pembangunan industri nasional yang tertuang dalam Perpres No.28

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Defenisi Kebisingan Bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, terutama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang mengakibatkan pengaruh buruk terutama apabila tidak dikelola dengan baik. Berbagai sumber berbahaya di tempat

Lebih terperinci

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang KEBISINGAN Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Bambang Prabawiguna NIM 092010101002 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan kegiatan yang dilakukan guna memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja

Lebih terperinci

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1) Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1) Oleh : Dody Indra Wisnu PENDAHULUAN Kemajuan teknologi di sektor industri, telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SAM RATULANGI KOTA MANADO Raudhah Nur Amalia Makalalag*, Angela

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA Urai Yuniarsih, Sunarsieh dan Salbiah Jurusan Kesehatan lingkungan Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan lingkungan menyatakan bahwa setiap manusia mengupayakan kesehatan lingkungan yang salah satunya, lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN NILAI AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI PT BANGUN SARANA BAJA GRESIK Correlation between Individual Characteristic and Hearing Threshold Value on Workers in PT Bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri textile merupakan industri yang sebagian proses produksinya menggunakan mesin dengan teknologi tinggi, misalnya seperti mesin winding, warping, zising, riching,

Lebih terperinci

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan RATIH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel Kebisingan dan pencahayaan merupakan aspek-aspek penting yang mempengaruhi tingkat kenyamanan dalam bekerja. Sehingga ketika aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang menggunakan teknologi tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan bagian spesifik dari kesehatan umum, lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGENDALIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA DI AREA PRODUKSI PT SINAR SOSRO TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA TAHUN 2017 SKRIPSI

GAMBARAN PENGENDALIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA DI AREA PRODUKSI PT SINAR SOSRO TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA TAHUN 2017 SKRIPSI GAMBARAN PENGENDALIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA DI AREA PRODUKSI PT SINAR SOSRO TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH EDWIN WIBOWO NIM. 131000538 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN Faikar Aviv Basalama*, Paul A. T. Kawatu*, Nancy S. H.

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci : intensitas kebisingan, nilai ambang dengar, tenaga kerja bagian produksi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci : intensitas kebisingan, nilai ambang dengar, tenaga kerja bagian produksi HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN Faikar Aviv Basalama*, Paul A. T. Kawatu*, Nancy S. H.

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015 SKRIPSI OLEH: AYU HANDAYANI

Lebih terperinci

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN SKRIPSI HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN Oleh: Nama : Lu Kwan Ying NRP : 1523013056 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Gambar 3.1 Flow Chart

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. [1] Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU

ABSTRAK HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU ABSTRAK HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU Almyrra Fajrina Ayu Laksmi, 2015; Pembimbing I: Stella Tinia Hasiana, dr., M.Kes, IBCLC Pembimbing II: Rizna Tyrani Rumanti,

Lebih terperinci

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara KUALITAS HIDUP PENDERITA TINITUSS PADA PEKERJA PANDAI BESI YANG TERPAJAN BISING DI KOTA MEDAN VALENSIA PUTRA 100100047 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 KUALITAS HIDUP PENDERITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian Dalam pembangunan di Indonesia, industri akan terus berkembang sampai tingkat industri maju. Seperti diketahui bahwa hampir semua jenis industri mempergunakan

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY

ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY ANALISIS DAMPAK INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS LAUNDRY Impact Analysis of Noise Intensity with Hearing Loss on Laundry Worker Rindy Astike Dewanty dan Sudarmaji Departemen

Lebih terperinci