BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pembelajaran IPA Pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa, (Hamzah, 2009: 83). Dalam hal ini pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya membelajarkan siswa. Oleh karena itu, dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru saja, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tujuan dapat tercapai. Dalam kaitan ini, hal-hal untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar berfungsi optimal. Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. (Trianto, 2009: 17). Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antaranya kedua terjadi komunikasi intens dan terarah menuju suatu taget yang telah ditentukan sebelumnya. Pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo dalam (Trianto, 2009: 19) adalah (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Dalam hal ini siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Pengertian pembelajaran dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa melalui keseluruhan sumber belajar di mana siswa terlibat aktif dalam belajarnya dan

2 7 mengaitkan informasi sebelumnya dengan informasi yang baru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau sains yang semula berasal dari Bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari Bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan alam saja, walaupun pengertian tersebut kurang pas dan bertentangan dengan etimologi, Jujun Suriasumantri (Trianto 2010:136). Menurut H.W Fowler IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Wahyana mengatakan bahwa IPA ialah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Kardi dan Nur mengatakan IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati oleh indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera, (Trianto, 2010:136). Menurut beberapa pengertian IPA di atas dapat diambil kesimpulan bahwa IPA adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis, penerapannya secara umum hanya terbatas pada gejala-gejala alam yang berkembang melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/ MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah, (Standar Isi 2006:161).

3 Tujuan Pembelajaran IPA Mata Pelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/ MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Mata pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs. (Standar Isi 2006:162) Ruang Lingkup Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar Isi (2006:162), ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI meliputi aspek-aspek berikut : 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi:cair, padat, dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4 9 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Sesuai dengan Standar Isi (2006:168), berikut ini disajikan standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA di Sekolah Dasar Kelas IV Semester II. Standar Kompetensi 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunannya dalam kehidupan sehari-hari. Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar 8.1. Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik Model Pembelajaran Group Investigation Model Pembelajaran Joyce (Trianto 2009:22) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya bukubuku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Adapun Soekamto dkk (Trianto 2009:22) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman merencanakan pembelajaran di kelas yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

5 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Hamruni (2012:224) dalam bukunya mengatakan bahwa ide model pembelajaran kooperatif tipe group investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends,1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Hamruni (2012:224) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, 1996) adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing, (2) belajar hendaknya didasari motivasi instrinsik, (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap, (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting, (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Trianto (2012:78) dalam bukunya menjelaskan bahwa model pembelajran group investigation dikembangkan pertama kali oleh Herbert Thelen. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Hamruni, 2012: 225). Model group investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara mempelajarinya melalui proses investigasi yang mendalam. Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skill). Group investigation atau investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 orang siswa secara heterogen kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik tertentu untuk diselidiki

6 11 dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutmya kelompok menyiapkan dan mempresentasikannya di depan kelas. Guru dalam model pembelajaran group investigation lebih berperan sebagai fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu siswa dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok), Bruce Joyce (2009:323). Selain sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai konselor, konsultas, maupun sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengaan proses pemecahan masalah adalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengoganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan pengorganisasian oleh kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan. Group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kerja sama antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Sarana penunjang model group investigation adalah Lembar Kerja Siswa (LKS), peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruang kelas yang sudah ditata untuk pembelajaran dengan model group investigation Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Hamruni (2012:225) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif group investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin,1995), yaitu : 1. Grouping Grouping adalah menetapkan jumlah anggota kelompok secara heterogen, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan pemasalahan. Tahapan ini menekankan pada permasalahan di mana siswa mengajukan atau memilih topik dan saran. Kemudian siswa yang memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi

7 12 satu kelompok. Dalam hal ini peran guru adalah membatasi jumlah kelompok serta membantu mengumpulkan informasi dan memudahkan pengaturannya. 2. Planning Planning yaitu menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimaa mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan topik yang akan diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta mengumpulkan sumber untuk menyelesaikan masalah. 3. Investigation Invetigation adalah saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalis data, dan menarik kesimpulan. Peran guru pada tahap ini secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan membimbing kelompok jika diperlukan. 4. Organizing Organizing yaitu mengatur penulisan dan pelaporan anggota kelompok merencanakan presentasi laporan, menentukan penyaji, moderator, dan notulis. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil akhir penyelidikannya. Peran guru di sini sebagai penasehat membantu memastikan setiap kelompok ikut andil di dalamnya. 5. Presenting Presenting yaitu salah satu wakil kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan, atau memberi tanggapan. 6. Evaluating Evaluating, yakni setiap siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan,

8 13 melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Tujuan pembelajaran kooperatif model group investiagtion adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran IPA khususnya karena siswa dituntut untuk menemukan dan menyelidiki topik masalahnya. Selain itu juga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis sehingga pengetahuan yang ada dalam diri siswa berkembang. Pembelajaran dengan model group investigation dapat melatih siswa untuk saling memahami dan menghormati satu sama lain dan meningkatkan solidaritas siswa Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Model group investigation mempunyai kelebihan dibandingkan dengan model lainnya yaitu : 1. Siswa menjadi lebih mandiri dalam mencari informasi tentang materi yang akan dipelajarinya. 2. Siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi. 3. Siswa mempunyai kemahiran dalam berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam mensintesiis dan menganalis. 4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi. Beberapa kelemahan dari model pembelajaran group investigation adalah : 1. Jika ada seorang siswa yang tidak aktif dalam kelompoknya maka akan menghambat dari pada tujuan pembelajaran. 2. Siswa yang tidak cocok denga anggota kelompoknya kurang bisa bekerja sama dalam memahami materi maupun menyelesaikan tugas. 3. Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok.

9 Hasil Belajar Anni (2006:5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan Mulyasa (2009:208), menyatakan bahwa penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Menurut Prawiradilaga (2008, 69-70) salah satu tujuan dari penilaian hasil belajar adalah mengukur tingkat pemahaman atas materi yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan untuk menentukan tingkat kepintaran seseorang peserta didik, tetapi cenderung untuk memberi masukan kepada peserta didik. Penilaian dapat bersifat kognitif, dalam bentuk pertanyaan yang harus mereka jawab di atas kertas atau harus melakukan sesuatu hal. Menurut Sarwiji (2009:47-48), aspek kognitif belajar dapat diukur dengan assesmen bersifat objektif dan subjektif. Assesmen bersifat objektif seperti berbagai jenis tes (isian singkat, pilihan ganda), sedangkan assesmen subjektif diterapkan jika kemampuan yang akan diukur terkait dengan pendapat yang diuraikan dalam bentuk pertanyaan essay. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melalui pengamatan. Pengamatan juga dapat diselenggarakan untuk mengantisipasi perilaku belajar mereka yang tidak dapat diukur melalui penilaian kognitif. Pengamatan dengan menggunakan berbagai format instrument seperti daftar cek, skala sikap, skala likert, dan sebagainya digunakan untuk mengukur aspek belajar afektif dan psikomotor. Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang garis besar membaginya menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ella (2004:59) 1. Ranah Kognitif Pada ranah kognitif terdapat enam aspek, yaitu : a. Pengetahuan, didefinisikann sebagai ingatan terhadap hal-hal yan telah dipelajari sebelumnya. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan, benda-benda, fakta, gejala, dan teori. Hasil belajar dari pengetahuan merupakan tingkatan rendah.

10 15 b. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memaham materi bahan. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah. c. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi konkret, nyata, atau baru. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman. d. Analisis, merupakan kemampuan untuk menguraikan lebih materi ke dalam bagian-bagian atau yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan. e. Sintensis, merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku kreatif denagn mengutamakan perumusan pola atau struktur baru dan unik. f. Penilaian, merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji nilai suatu materi untuk tujuan tertentu. Hasil belajar penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi unsur-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk melakukan pengujian yang sarat nilai dan kejelasan kriteria. 2. Ranah afektif Menurut Ella(2004:62) ada 5 tingakatan dalam ranah afektif ini, yaitu : a. Penerimaan, yaitu kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Hasil belajar penerimaan merupakan pemilikan kemampuan untuk membedakan dan menerima perbedaan.

11 16 b. Respon atau jawaban, merupakan kemampuan menerima tanggapan terhadap suatu gagasan, benda, bahan, atau gejala tertentu. Hasil belajar penanggapan merupakan suatu komitmen untuk berperan serta berdasarkan penerimaan. c. Penilaian, merupakan kemampuan memberikan penilaian terhadap gagasan, benda, bahan, atau gejala. Hasil belajar penilaian merupakan keinginan untuk diterima, diperhitugkan, dan dinilai orang lain. d. Pengelolaan atau pengaturan, merupakan kemampuan mengelola berhubungan dengan tindakan penilaian dan perhitungan yang telah dimiliki. Hasil belajarnya merupakan kemampuan mengatur dan mengelola sesuatu secara harmonis dan konsisten berdasarkan pemilikan filosofi yang dihayati. e. Bermuatan nilai, merupakan tindakan puncak dalam perwujudan perilaku seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Hasil belajarnya merupakan perilaku seimbang, harmonis dan bertanggung jawab dengan standar nilai yang tinggi. 3. Ranah Psikomotorik Ella (2004:63), hasil belajar psikomorik tampak dalam bentuk ketrampilan (skill). Tingkatan ranah psikomotorik yaitu : a. Gerakan refleks, merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. b. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. c. Gerakan tanggapan (perceptual), merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

12 17 d. Kegiatan fisik,merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan suara. e. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini meretang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit. Beberapa pengertian hasil belajar dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi pada diri peserta didik meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mengukur tingkat pemahaman atas materi yang baru saja diberikan. Penilaian hasil belajar mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 1. Penilaian Formatif Penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. 2. Penilaian Sumatif Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit rogram misalnya penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetesi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian ini berorientasi pada produk atau hasil. Di antara penilaian formatif dan penilaian sumatif, terdapat Tes Sub Sumatif. Penilaian ni bisa dilaksanakan di akhir bab pelajaran (ujian blok). 3. Penilaian Selektif Penilain yang dilaksanakan dalam anga menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam lombalomba tertentu termask jenis penilaian selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi penerimaan

13 18 mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen tenaga kerja. 4. Penilaian Diagnostik Penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus dan lainlain. 5. Penilaian Penempatan Penilaian yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini berorientasi ada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan yang telag dimiliki siswa. Teknik penilaian sebagai alat evaluasi hasil belajar terdapat 2 macam, yaitu : 1. Teknik Tes Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan), Sudjana (2010:35). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Suharsimi Arikunto (2001:32) mengatakan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Menurut Sudjana (2010:35) ada dua jenis tes, yakni tes uraian atau tes esai dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk

14 19 pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik penilaian tes adalah suatu alat penilaian yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk lisan, tulisan, atau perbuatan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. 2. Teknik Nontes Menurut Sudjana (2010:104) alat-alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar, di samping berupa tes, bisa digunakan juga teknik wawancara, kuisioner, observasi, skala, sosiometri, studi kasus, dll. Alat-alat penilaian tersebut sering dikategorikan ke dalam istilah bukan tes atau nontes. Sementara Suharsimi Arikunto (2001:32) menyebutkan teknik penilaian non tes terdiri dari skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questionair), daftar cocok (check list), wawancara (interview), pengamatan (observation), riwayat hidup. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik penilaian nontes meliputi: a. Wawancara (interview) Suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. b. Kuesioner (questionair) Kuesioner juga sering dikenal dengan angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). c. Pengamatan (observation) Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

15 20 d. Sosiometri Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai hubungan sosial siswa di kelasnya atau di dalam kelompoknya. e. Studi kasus Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai pribadi siswa secara mendalam dalam kurun waktu tertentu. f. Skala bertingkat (rating scale) Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Biasanya angka-angka yang diletakkan secara bertingkat dari rendah ke yang tinggi dengan jarak yang sama. g. Daftar cocok (check list) Daftar cocok atau check list adalah deretan pernyataan singkat dimana responden memberika tanda cek (v) di tempat yang sudah disediakan. h. Riwayat Hidup Riwayat hidup adalah gambaran keadaan seseorang dalam masa hidupnya Kajian Hasil Penelitian Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh beberapa peneliti menggunakan model pembelajaran group investigation. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri 147 Palembang (Vera Sandria:2012). Subjek penelitian tersebut adalah siswa kelas IVA SD Negeri 147 Palembang pada semester genap tahun pelajaran 2011/ 2012 yang berjumlah 40 orang siswa. Keberhasilan penelitian ini diamati berdasarkan presentase ketuntasan hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai ujian setiap akhir siklus. Siswa dinyatakan tuntas belajar apabila telah mencapai nilai 60 dan suatu kelas dinyatakan tuntas belajar apaila telah mencpai angka 85% siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Hasil penelitian

16 21 tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan nilai rata-rata hasil ujian setiap akhir siklus dan ketuntasan hasil belajar siswa secara berturut-turut sebelum diberi tindakan, setelah diberi tindakan siklus 1 dan siklus 2 adalah 41,02%, 80%, dan 92,5%. Nilai rata-rata hasil ujian akhir siklus secara berturut-turut yaitu 43,58; 70,25; dan 79,5. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah dengan menggunakan model group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Kelemahan dari penelitian tersebut adalah siswa yang pasif akan mengalami kesulitan jika menggunakan model group investigation. Tindak lanjut dari penelitian tersebut adalah meningkatkan keaktifan siswa yang hasil belajarnya kurang sehingga dapat seimbang dengan siswa yang hasil belajarnya tinggi. Penelitian menggunakan model pembelajaan group investigation juga dilakukan oleh Taufiq, Ahmad (2011) dengan judul Peningkatan Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV Melalui Penerapan Model Cooperative Learning Group Investigation di SDN Klampok 03 Singosari. Subjek yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah siswa kelas IV SDN Klampok 03 Singosari yang berjumlah 41 siswa yang terdiri dari 26 siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki. Berdasarkan hasil obsevasi yang ditemukan bahwa di SDN Klampok 03 Singosari, khususnya pada kelas IV guru belum pernah menggunakan model group investigation dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajarannya guru hanya berceramah, tanya jawab, dan memberikan tugas sehingga kurang mengaktifkan siswa. Dari nilai siswa pada materi gaya gesek diperoleh rata-rata 55,75 dan ketuntasan kelas 39,02%. Sedangkan SKM yang ditentukan adalah 65% untuk ketuntasan kelas. Setelah peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif group investigation terjadi peningkatan keaktifan siswa dari 53,33 pada awal siklus I menjadi 63,17 pada akhir siklus II. Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 55,75 dan ketuntasan kelas 39,02% sebelum tindakan menjadi rata-rata 67,05 dan ketuntasan kelas mencapai 65% pada akhir siklus II. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah dengan menggunakan model group investigation dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Kelemahan dari penelitian tersebut adalah jumlah siswa yang terlalu banyak menyebabkan pembagian kelompok kurang efektif. Tindak lanjut dari penelitian tersebut adalah melakukan

17 22 persiapan yang matang dalam mengorganisasi kelompok mulai pada tahap pertama yaitu pemilihan topik berdasarkan minat dan kesukaan sampai pada tahap terakhir yaitu evaluasi. Pembagian juga harus dilakukan secar heterogen dengan jumlah anggota kelompok tidak terlalu banyak untuk menghindari ketidakefektifan pembelajaran dalam kelompok Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang pada pembelajaran IPA di Kelas 4 masih bersifat teacher centered dan sulit bagi siswa sehingga menyebabkan hasil beajar IPA siswa masih di bawah KKM yang telah ditentukan. Hal tersebut dapat diatasi, peneliti melakukan perbaikan proses pembelajaan melalui model kooperatif group investigation. Pembelajaran group investigation merupakan usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan model group investigation yaitu siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kemudian melaksanakan investigasi materi dan mempresentasikan hasil investigasi. Pemanfaatan model group investigation diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen Kabupaten Temanggung. Dari uraian di atas dapat digambarkan alur pemikiran yang menggambarkan secara singkat konsep penelitian yaitu sebagai berikut :

18 23 Perbaikan model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa. Model pembelajaran group investigation Hasil Belajar siswa belum maksimal. Hasil belajar di bawah KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 67. Siswa Siswa jenuh dalam pembelajaran. Siswa pasif dalam pembelajaran. Guru Guru menjelaskan materi energi panas menggunakan metode ceramah (teacher centered). Grouping Siswa menetapkan anggota kelompok dan memilih topik tentang bunyi. Planning Siswa merencanakan tugas dan melakukan pembagian tugas kelompok. Investigation Siswa melakukan investigasi kelompok tentang bunyi, dimana setiap kelompok menginvestigasi topik yang berbeda. Organizing Siswa mengatur dan menyiapkan presentasi laporan tentang bunyi. Presenting Perwakilan siswa tiap kelompok mempresentasikan hasil investigasi kelompok tentang bunyi. Melakukan pengamatan Tindak lanjut kagiatan guru: guru melakukan tes perbaikan, pengayaan, dan tugas rumah (PR). Gambar 1 Kerangka Pikir Siswa aktif dalam pembelajaran. Hasil belajar siswa meningkat. Evaluating Siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran tentang bunyi. Siswa mengerjakan tes evaluasi secata tertulis.

19 Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar IPA tentang bunyi dapat diupayakan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2012/ 2013.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori pada penelitian ini akan dibahas mengenai hakekat Ilmu Pengetahuan Alam, model pembelajaran group investigation, media video, dan juga hasil belajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Hasil Belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tanggung Jawab a. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION Rahayu Dwi Palupi, Penerapan Model Belajar Group Investigation... 85 PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS TENTANG DAYA TARIK, MOTIVASI, DAN AMBISI BANGSA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk mata pelajaran IPA yang dilakukan di SD Negeri 02 Kupen Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu dari 5 mata pelajaran utama yang diajarkan dari di sekolah dasar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang sangat besar, terutama pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Pendidikan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu alam atau dalam bahasa Inggris disebut natural science atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman ini berasal dari kata Faham yang memiliki tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 Disini ada pengertian tentang pemahamn yaitu kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan (Syaripudin, T: 2009, 5).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam dikenal juga dengan istilah sains. Sains berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan dalam belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar bagi siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Cikampek Barat III Desa Cikampek Barat Kec. Cikampek Kab. Karawang. Alasan dipilihnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif BAB II KAJIAN TEORI Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA BIDANG STUDI IPS MATERI BENUA AFRIKA DENGAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA BIDANG STUDI IPS MATERI BENUA AFRIKA DENGAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION Indayani, Peningkatan Prestasi Belajar pada Bidang Studi IPS... 67 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA BIDANG STUDI IPS MATERI BENUA AFRIKA DENGAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA SISWA KELAS VI SDN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa: 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan diri sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003Pasal 1 tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), penulis mencoba mengungkap beberapa pendapat para ahli tentang Matematika. Menurut Karso dkk (1998: 14), Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA merupakan salah satu mata pelajaran bagian dari kurikulum yang harus dikuasai siswa sesuai tingkat sekolah dari jenjang dasar sampai tingkat lanjutan. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sekolah sebagai tempat pembentuk generasi bangsa yang berkualitas mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu pendidikan di sekolah

Lebih terperinci

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu, pendidikan sangat perlu untuk dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sedangkan pembelajaran adalah usaha dari seorang guru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi juga mencakup pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak guru yang telah melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak guru yang telah melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Banyak guru yang telah melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui kegiatan diskusi. Diskusi ini biasanya dibangun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang dikaji

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran 1. Hakikat Pembelajaran Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian IPA Menurut H. W. Fowler (Trianto 2010:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam 1. Pengertian IPA Menurut H.W Fowler (Trianto, 2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD 2.1.1.1. Pengertian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu bagian dari ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada siswa kelas IV SDN 2 Cibogo kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat yang merupakan tempat penelitian, sebagian besar siswa belum mampu menguasai atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan yang utama. Peranan guru adalah menciptakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat membantu pencapaian keberhasialn pembelajaran. Ditegaskan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan serta dipupuk secara efektif dengan menggunakan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan serta dipupuk secara efektif dengan menggunakan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. 2 Keberhasilan. kualitas sumber daya manusia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. 2 Keberhasilan. kualitas sumber daya manusia pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendididkan sangat penting artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SEKOLAH DASAR

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SEKOLAH DASAR PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SEKOLAH DASAR Vicky Budi Utomo 1, Dedi Kuswandi 2, Saidah Ulfa 3 Jurusan Teknologi Pendidikan FIP Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2005: 35), dalam kelompok kooperatif, pembelajaran menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2005: 35), dalam kelompok kooperatif, pembelajaran menjadi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2005: 35), dalam kelompok kooperatif, pembelajaran menjadi sebuah aktifitas yang bisa membuat para siswa lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di sekolah yang menginginkan pembelajaran yang bisa menumbuhkan semangat siswa untuk belajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation Peneliti memilih metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation dengan alasan melalui penerapan metode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut BNSP (2006:161) merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian mengenai teori-teori menurut pendapat dari beberapa ahli yang digunakan untuk mengembangkan dan mendukung penelitian ini. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran CTL 2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran CTL Peneliti memilih model pembelajaran CTL, dengan alasan model pembelajaran CTL mampu memfasilitasi

Lebih terperinci

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA SKRIPSI Oleh : RIRIK NIANGKASAWATI NIM K. 4303053 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVII/Nopember 2013

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVII/Nopember 2013 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK MARRY GO ROUND PADA SISWA KELAS IV B SD NEGERI KLEGUNG I Kiki Engga Dewi SD Negeri Jaban Sleman Abstrak Tujuan penelitian tindakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat IPA IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar Hakikat Belajar Hasil Belajar

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar Hakikat Belajar Hasil Belajar BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1 Hakikat Belajar Belajar adalah perubahan perilaku yang dialami siswa dikarenakan adanya interaksi dengan lingkungannya, Quthb (2005, hal. 14). Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari pendidikannya. Semakin baik tingkat pendidikan suatu negara, semakin baik juga sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat membantu siswa ataupun guru saat proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA Latar belakang pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari tahu tentang alam secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Metode STAD Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemerintah terus melakukan usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki

Lebih terperinci

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 55. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA 12 e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA Ponco Budi Raharjo Indri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dimiliki oleh manusia, karena dengan pendidikan manusia akan lebih mampu untuk mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA Kata IPA merupakan singkatan kata Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.2 Pengertian Pembelajaran IPA Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian secara implisit dalam pengajaran terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Salah satu model pembelajaran yang mengembangkan prinsip kerjasama adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PARTISIPASI BELAJAR IPA MELALUI METODE OUTDOOR STUDY PADA SISWA KELAS IV DI MI AL ISLAM SURUPAN NGUNTORONADI

PENINGKATAN PARTISIPASI BELAJAR IPA MELALUI METODE OUTDOOR STUDY PADA SISWA KELAS IV DI MI AL ISLAM SURUPAN NGUNTORONADI PENINGKATAN PARTISIPASI BELAJAR IPA MELALUI METODE OUTDOOR STUDY PADA SISWA KELAS IV DI MI AL ISLAM SURUPAN NGUNTORONADI WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Erlinda

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Erlinda PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR Erlinda Guru SDN 018 Rantau Sialang erlinda916@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Kardi dan Nur dalam Trianto (2010:136) mengemukakan bahwa IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci