BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah. Peraturan tersebut mengakibatkan kinerja Komisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah. Peraturan tersebut mengakibatkan kinerja Komisi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyiaran bukan merupakan urusan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah lagi menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Peraturan tersebut mengakibatkan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (selanjutnya disingkat KPID) di beberapa Provinsi tersendat. Beberapa Provinsi memutuskan tidak mencairkan anggaran dan menata ulang kelembagaan sekretariat KPID. Fasilitas Pemerintah Daerah berupa bantuan sumber daya manusia yang membantu di sekretariat dan anggaran serta sarana dan prasarana serta merta dicabut. Penataan ulang kelembagaan sekretariat tersebut berbeda di setiap Provinsi, ada Provinsi yang mengambil sikap sekretariat KPID yang sebelumnya merupakan Satuan Organisasi Tata Kerja tersendiri menjadi melebur dengan Dinas Komunikasi dan Informatik, atau kelembagaan sekretariatnya menjadi setingkat Unit Pelayanan Teknis (UPT) atau dibekukan atau seluruh personil kesekretar iatan KPID dimutasi ke berbagai Satuan Organisasi Tata Kerja. Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia, Maruli Matondang mengatakan ada enam Provinsi yang sekretariatnya belum jelas dan belum ada untuk penganggarannya yakni Sumatera Barat, Bengkulu, Kalimantan Tengah,

2 Maluku Utara, Papua Barat dan Papua 1. Kondisi tersebut tidak hanya berimbas pada enam Provinsi tetapi menyebabkan independensi KPID di seluruh Indonesia terancam. Lemahnya penataan lembaga negara independen yang didesentralisasi di daerah selain mengancam independensi KPID juga mengakibatkan tersendatnya atau bahkan berhentinya tugas dan kewajiban KPID hampir di seluruh Indonesia karena ketidakjelasan kelembagaan dan administrasi yang menjadi bagian penting dari kelembagaan KPID. Pasal 3 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengatur tugas dan kewajiban KPID adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang; menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. 1 DPRD Sumsel Sampaikan Masalah Kesekretariatan KPID, tahun-2016-dprd-sumsel-sampaikan-masalah-kesekretariat-kpid, diunduh 22 April 2017,

3 Komisi Penyiaran Indonesia dibentuk berdasarkan mandat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Komis i Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia terdiri atas Komisi Penyiaran Indonesia Pusat yang dibentuk di tingkat pusat dan KPID yang dibentuk di tingkat Provinsi. Struktur kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan KPID tidak struktural hierarkis seperti halnya Komisi Pemilihan Umum dengan Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Kabupaten/Kota. KPID memiliki otonomi untuk mengatur penyiaran di daerah. Pola hubungan yang dibangun dengan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat bersifat koordinatif. Penganggaran Kom isi Penyiaran Indonesia Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pendanaan KPID berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Keberlangsungan kinerja baik Komisi Penyiaran Indonesia Pusat maupun KPID dibantu oleh sebuah sekretariat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran berbunyi Komisi Penyiaran Indonesia dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara. Bentuk kelembagaan dan pola hubungan antara Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah mengikuti Undang Undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat itu yaitu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dimana otonomi daerah seluas-luasnya menjadi roh dari Undang Undang tersebut. Saat ini

4 dengan berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, dimana beberapa urusan pusat yang tadinya dapat dilaksanakan oleh Daerah secara konkuren mulai ditarik menjadi menjadi urusan pemerintah pusat, salah satunya tentang penyiaran. Hal ini menimbulkan perubahan besar pada struktur kelembagaan sekretariat KPID. Penyiaran merupakan salah salah satu sektor yang didorong untuk lebih demokratis pada era reformasi. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran hendak menggeser dominasi negara yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga dekade, desentralisasi, dari otoritarianisme ke demokrasi. 2 dari sentralisasi ke Perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia, intinya adalah semangat untuk melindungi hak masyarakat secara lebih merata. Perubahan paling mendasar dalam Undang Undang ini adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak eksklusif pemerintah kepada sebuah lembaga negara independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia 3. Independen yang dimaksud adalah untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan 2 Wahyono S. Bayu et al, 2011, Ironi Eksistensi Regulator Media di Era Demokrasi, PR2Media dan Yayasan TIFA, Yogyakarta, hlm Rianto Puji, et al, 2012, Dominasi TV Swasta ( Nasional) Tergerusnya Keberagaman Isi Siaran, PR2Media kerja sama dengan Yayasan Tifa, hlm 189.

5 kekuasaan. Pada masa orde baru dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada di tangan pemerintah, sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha. 4 Peran negara dalam hal penyiaran haruslah seminimal mungkin, untuk itulah dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia ya ng diharapkan sebagai satu-satunya lembaga independen yang mempunyai wewenang untuk mengatur penyiaran. Perkembangan menguatnya kembali peran pemerintah dan banyaknya kritik tentang efisiensi dan efektivitas lembaga negara independen berimbas pada Komisi Penyiaran Indonesia. Kecenderungan pemerintah untuk kembali menarik kewenangan yang dijalankan oleh Komisi Penyiaran Indonesia nampak dalam baik dalam rumusan diskusi maupun pada kebijakan yang diambil. Hal ini dikhawatirkan berujung pada upaya pelemahan lembaga negara independen. Padahal independensi mutlak dimiliki oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menjaga sistem penyiaran yang sehat seperti tertuang dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran 4 Tauda Gunawan A, 2012, Komisi Negara Independen Eksistensi Independent Agencies sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegara an, Genta Press, Yogyakarta, hlm 35.

6 yaitu diversity of content (prinsip keberagaman isi) dan diversity of ownership (prinsip keberagaman kepemilikan) 5. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakukan sistem siaran berjaringan. 6 KPID dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk mengatur penyiaran di daerah yang menggunakan sistem stasiun jaringan. Sistem stasiun jaringan bertujuan agar penyiaran tidak tersentralisasi di Jakarta saja sehingga potensi penyiaran di daerah dapat lebih berkembang baik dari sisi kualitas isi siaran maupun dari sisi ekonomi agar memiliki kontribusi terhadap pendapatan daerah. Sentralisasi lembaga penyiaran yang telah mapan dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Kebutuhan masyarakat atas informasi, pendidikan, dan hiburan juga harus disesuaikan dengan keadaan di daerah sehingga dapat menjamin terpenuhinya hak sosial budaya masyarakat lokal dan minoritas. Karakter, adat 5 Rianto Puji, et al, op.cit, hlm 10 6 Selengkapnya lihat diakses pada tanggal 14 September 2017

7 istiadat dan kebudayaan di Indonesia sangatlah beragam maka keberadaan KPID sangat penting untuk mengawasi isi siaran dan menindaklanjuti aduan dari masyarakat terhadap isi siaran yang dinilai tidak sesuai dengan etika dan nilai-nilai kebudayaan di masing- masing daerah. Desentralisasi penyiaran merupakan keniscayaan karena tuntutan demokrasi. Tidak banyak referensi apakah lembaga negara independen yang didesentralisasi sampai ke daerah telah memenuhi indikator independensi seperti di pusat. Permasalahan yang saat ini dihadapi oleh hampir seluruh KPID di Indonesia m isalnya, penting untuk dilihat apakah mengarah pada upaya reduksi independensi atau malah sebaliknya merupakan upaya penguatan independensi dan eksistensi. Independensi, kedudukan, dan ruang lingkup kewenangan lembaga negara independen bervariasi sehingga dapat dikatakan tidak ada tolok ukur kesamaan secara teori untuk membentuk karakteristik independensi, kedudukan dan ruang lingkup kewenangan dan wilayah kerja lembaga - lembaga negara independen. Kategori independensi yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie dapat digunakan sebagai salah satu landasan teori untuk melakukan analisis permasalahan yang tengah dihadapi oleh KPID ini. Kategori independensi sebuah lembaga negara independen, menurut Jim ly Asshiddiqie terkait ke dalam tiga bentuk yaitu 7 : 7 Tauda Gunawan A, loc.cit, hlm

8 1. Independensi institusional atau struktural (institutional or structural independence) yang tercermin dalam mekanisme hubungan eksternal antarlembaga negara. 2. Independensi fungsional (fungtional independence) yang tercermin dalam proses pengambilan keputusan, yang dapat berupa (1) goal independence, yaitu bebas dalam menetapkan tujuan atau kebijakan pokok, dan (2) instrument independence, yaitu bebas dalam menetapkan instrumen kebijakan yang tidak ditetapkan sendiri. 3. Independensi administratif, yaitu merdeka dalam menentukan kebijakan administrasi untuk mendukung kedua macam independensi di atas (institutional and functional independence) yaitu berupa (1) independensi keuangan (financial independence), yaitu merdeka dalam menentukan anggaran pendukung, dan (2) independensi personalia (personel independence), yaitu merdeka dalam mengatur dan menentukan pengangkatan serta pemberhentian kepegawaian sendiri. Indikator independensi lain untuk mengetahui seperti apa dan sejauh mana independensi yang dimiliki oleh Lembaga Negara Independen dalam konteks Indonesia, maka dapat merujuk pada konsep yang saat ini umum digunakan, yakni konsep Independent Regulatory Agencies (selanjutnya disingkat IRAs) atau konsep kelembagaan lembaga negara independen dalam

9 kepustakaan barat. 8 Curtis W. Copeland, Michael E. Milakovich, Magetti dan Gilardi telah merumuskan beberapa aspek penting mengenai kriteria kelembagaan dan independensi IRAs di negara-negara maju. Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa menjadikan pendapat beberapa pakar tersebut sebagai dasar yang akan sangat menentukan seperti apa Lembaga Negara Independen yang akan dibangun dan seberapa besar independensinya. Beberapa pemikiran dan hasil penelitian tersebut dapat diintegrasikan dan digunakan sebagai tolok ukur, guna melihat sejauh mana independensi Lembaga Negara Independen dalam konteks Indonesia. Klasifikasi lembaga negara independen berdasarkan konsep independent agencies dan independent regulatory agencies belum begitu dikenal di Indonesia dan masih diartikan secara general sebagai lembaga negara independen. Keduanya dibedakan karena adanya ketidaksamaan derajat independensi dan karakteristik khusus, dimana lembaga negara independen dalam pengertian IRAs memiliki aspek independensi yang lebih sempurna daripada Lembaga Negara Independen dalam pengertian independent agencies saja. 9 Klasifikasi berdasarkan konsep tersebut perlu dilakukan, sebab kenyataannya mesti diakui bahwa ada perbedaan derajat independensi pula dalam penyusunan lembaga negara independen di Indonesia yang memang belum terkonsolidasi dengan baik. Penataan lembaga negara independen tanpa 8 Ramadani Rizki, 2016, Independensi Lembaga Negara Independen di Indonesia (Studi dalam Konsep Independent Regulatory Agencies), tesis pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 7 9 Copeland Curtis W., Economic Analysis and Independent Regulatory Agencies, draft Report for the consideration of the administrative conference of United States, USA, 2013, hlm 6.

10 konsep yang jelas akan berakibat pada rancunya pengaturan independensi kelembagaannya. Penataan kelembagaan dan penganggaran KPID pasca Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah harapannya dapat diharmonisasikan dengan prinsip dan semangat penyiaran sesuai dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang memiliki karakteristik khusus dan tidak kehilangan karakter independensi. Pengaturan mengenai pembagian urusan antara pusat dan daerah tentang penyiaran tidak kemudian mematikan eksistensi KPID namun dapat diarahkan pada penataan yang lebih sesuai dengan konsep sistem siaran jaringan. Komisi Penyiaran Daerah Istimewa Yogyakarta (selanjutnya disingkat KPID DIY) dibentuk pada tanggal 6 Maret 2004 dengan Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah merupakan KPID pertama yang dibentuk pasca Undang Undang Penyiaran berlaku. Sebagai KPID tertua di Indonesia, sejak awal berdiri sampai dengan tahun 2015 kedudukan kelembagaan sekretariat KPID DIY tidak permanen karena menempel di luar struktur Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2015 berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menempatkan kelembagaan sekretariat KPID di bawah Bidang Fasilitasi Informasi yaitu pada seksi Fasilitasi KPID.

11 Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta akan melakukan penataan ulang kelembagaan sekretariat dan sistem penganggaran KPID dan akan diberlakukan pada tahun 2018 mendatang. Penataan perwakilan atau komisi daerah menjadi hal yang menarik untuk diteliti karena di tingkat daerah, keberadaan lembaga negara independen ini belum dilihat sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pemenuhan hak asasi manusia atau mendorong demokratisasi. Daerah masih sebatas menjalankan amanah Undang Undang secara formalitas, sekedar menggugurkan kewajiban sudah membentuk lembaga independen di tingkat daerah. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana penataan kelembagaan KPID DIY pasca berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana penataan kelembagaan yang ideal menurut teori independensi lembaga negara independen yang memiliki karakteristik khusus penyiaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penataan kelembagaan KPID DIY pasca berlakunya Undang Undang Nom or 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menurut teori independensi lembaga negara independen?

12 2. Bagaimana penataan kelembagaan KPID DIY yang ideal menurut teori independensi lembaga negara independen? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui, menganalisis dan memahami bagaimana konsep penataan kelembagaan dan penganggaran KPID DIY pasca berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menurut teori independensi lembaga negara independen. b. Untuk mengetahui penataan kelembagaan KPID DIY yang ideal menurut teori independensi lembaga negara independen. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Magister Ilm u Hukum Universitas Gadjah Mada.

13 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Setiap telaah konseptual dan analisis teori yang tersaji dalam penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan dan perluasan kajian ilmu hukum khususnya di bidang hukum ketatanegaraan, terutama yang berkaitan dengan isu-isu kelembagaan negara independen yang didesentralisasi ke daerah. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pihak regulator dan pembuat kebijakan dalam rangka menata dan menyempurnakan lembaga negara independen dalam konteks ini KPID di seluruh Provinsi di Indonesia pada umumnya, dan KPID DIY pada khususnya pasca berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran, pencarian dan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, tidak ada penelitian, skripsi, tesis ataupun disertasi yang sama dengan penelitian ini, namun ditemukan beberapa karya tulis baik berupa tesis maupun disertasi yang membahas tema seputar lembaga negara independen. Karya tulis yang dimaksud antara lain:

14 Pertama, karya tulis ilmiah berupa penulisan disertasi yang berjudul Penataan Lembaga Negara Independen Setelah Perubahan Undang Undang Dasar yang ditulis pada tahun 2012 oleh Zainal Arifin Mochtar pada program doktor Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rum usan masalah yang diangkat adalah : (1) Faktor apa yang mendorong lahirnya lembaga-lembaga negara independen baru di Indonesia setelah reformasi? (2) Bagaimanakah implikasi kehadiran lembaga-lembaga tersebut dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan? dan (3) Bagaimanakah seharusnya format ideal penataan lembaga negara independen di Indonesia? Berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan tersebut, didapatkan beberapa kesim pulan, yakni: pertama, adanya faktor-faktor yang turut mendorong kelahiran lembaga-lembaga negara independen ini diantaranya adanya proses reformasi yang berbau liberal, pencitraan rezim, kebutuhan tertentu, dan ketergesaan legislasi. Kedua, adanya implikasi lembaga negara independen baik secara yuridis, administratif, maupun politik. Ketiga, penataan lembaga negara independen melalui moratorium pembentukan penyusunan cetak biru, dasar hukum kelembagaan dan pelaksanaannya. Unsur pembeda disertasi tersebut dengan penulisan hukum ini adalah m embahas mengenai faktor pendorong lahirnya lembaga-lembaga negara independen di Indonesia setelah reformasi, menganalisis implikasi kehadiran lembaga -lembaga 10 Mochtar Zainal Arifin, 2012, Penataan Lembaga Negara Independen Setelah Perubahan Undang Undang Dasar 1945, disertasi pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

15 tersebut dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dan menggagas format ideal penataan lembaga negara independen di Indonesia namun tidak membahas format ideal penataan lembaga negara independen di daerah khususnya mengenai KPID. Kedua, karya tulis ilmiah berupa penulisan tesis yang berjud ul Kedudukan Komisi Negara Independen dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia yang ditulis pada tahun 2011 oleh Gunawan Abdullah Tauda, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 11. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah: (1) Apa sajakah karakteristik yang menjadi tolok ukur bagi keberadaan komisi negara independen? (2) Bagaimanakah konstruksi teoritis keberadaan komisi negara independen pada struktur ketatanegaraan Republik Indonesia? dan (3) Apa sajakah bentuk checks and balances kom isi negara independen terhadap cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Kesimpulan yang terdaapat dalam penelitian tersebut adalah, pertama, komisi negara independen adalah lembaga yang secara tegas kemandirian dan independensi lembaga tersebut, bebas dari pengaruh dan kontrol dari cabang kekuasaan eksekutif, mekanisme pemberhentian dan pengangkatan yang diatur khusus, kepemimpinan yang bersifat kolektif kolegial, kepemimpinan tidak berasal dari partai politik tertentu, dan keanggotaannya ditujukan untuk menjaga keseimbangan perwakilan 11 Tauda Gunawan A, op.cit.

16 nonpartisan. Kedua, konstruksi teoritis komisi negara independen sebagai cabang kekuasaan tersendiri dimaknai sebagai bagian dari The New Separation of Power atau pemisahan kekuasaan baru. Ketiga, checks and balances antara komisi negara independen dan tiga poros kekuasaan asli menunjukkan kom isi negara independen juga berperan dalam pembatasan dan penyeimbangan meskipun terbatas. Pada tahun 2012 tesis ini telah diterbitkan menjadi buku yang berjudul Komisi Negara Independen : Eksistensi Independent Agencies sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan. Unsur pembeda tesis tersebut dengan penulisan hukum ini adalah membahas tentang karakteristik yang menjadi tolok ukur bagi keberadaan komisi negara independen dan merumuskan konstruksi teoritis keberadaan komisi negara independen pada struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, serta mekanisme checks and balances-nya dengan lembaga konvensional namun tidak membahas karakteristik dan keberadaan independensi lembaga negara independen di daerah khususnya mengenai KPID. Ketiga, karya tulis ilmiah berupa penulisan tesis yang berjudul Desentralisasi Lembaga Negara Independen dalam N egara Kesatuan 12 oleh Wulandari, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ditulis tahun Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah: (1) Bagaimanakah konsep lembaga negara 12 Wulandari, 2014, Desentralisasi Lembaga Negara Independen dalam Negara Kesatuan, Tesis pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

17 independen di daerah? dan (2) Bagaimana konsep desentralisasi lembaga negara independen yang paling tepat dalam Negara Kesatuan? Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: pertama, lahirnya lembaga negara independen di daerah memberikan kesempatan adanya pendesentralisasian lembaga negara independen di daerah dalam bentuk kantor perwakilan, komisi maupun perwakilan. Kedua, konsep yang paling tepat dalam desentralisasi lembaga negara independen dalam negara kesatuan yakni dasar hukum pembentukannya yang menegaskan secara rinci independensinya, bebas dari pengaruh tiga cabang kekuasaan lain, proses pemilihan anggota ditentukan oleh undang undang, penyeleksian anggota tidak berdasarkan political appointee, tidak boleh terjadi tumpang tindih kekuasaan, kepemimpinan yang bersifat kolektif ko legial, periode jabatan yang bersifat staggered, dan keharusan bagi peraturan perundangundangan menentukan secara rinci pembagian kewenangan antara lembaga negara independen yang ada di pusat dan di daerah. Unsur pembeda antara tesis tersebut dengan penulisan hukum ini adalah membahas tentang konsep lembaga negara independen di daerah dan konsep desentralisasi lembaga Negara independen yang paling tepat dalam Negara Kesatuan. Pada analisis tesis tersebut tentang KPID masih belum mengakom odir karakteristik sistem siaran jaringan yang menjadi semangat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Keempat, karya tulis ilmiah berupa penulisan tesis berjudul Konfigurasi State Auxiliary Bodies dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

18 oleh Evy Trisusilo, ditulis tahun Program Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah: (1) Bagaimanakah status dan kedudukan lembaga State Auxilary Bodies (SAB)? (2) Bagaimana korelasi dan tanggung jawab lembaga SAB? Karya tulis ini menghasilkan kesimpulan bahwa SAB secara garis besar dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yakni legislative-primary yaitu SAB yang masuk dalam ranah eksekutif dalam level primary, dan executive-auxiliary yang masuk dalam ranah eksekutif tetapi dalam level auxiliary. Unsur pembeda antara tesis tersebut dengan penulisan hukum ini adalah m embahas secara umum tentang status dan kedudukan lembaga-lembaga negara penunjang (state auxiliary bodies), baik yang bersifat independen maupun adm inistratif, meliputi dasar hukum, nomenklatur, dan relasinya satu sama lain namun tidak terdapat pembahasan spesifik tentang lembaga negara independen di daerah khususnya mengenai KPID. Kelima, karya tulis ilmiah berupa penulisan tesis berjudul Independensi Lembaga Negara Independen di Indonesia (Studi dalam Konsep Independent Regulatory Agencies) oleh Rizki Ramadani, ditulis tahun Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah: (1) Sejauh manakah independensi lembaga -lembaga 13 Trisusilo Evy, 2012, Konfigurasi State Auxiliary Bodies dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. 14 Ramadani Rizki, op.cit

19 negara independen yang adan di Indonesia menurut indikator IRAs? (2) Bagaimanakah format independensi yang ideal bagi lembaga negara independen di Indonesia? Karya tulis ini menghasilkan kesimpu lan bahwa pertama, LNI di Indonesia dapat dianggap independen sejauh telah memenuhi aspek-aspek yang telah ditentukan dalam indikator umum IRAs baik secara formal pembentukannya (enabling act) maupun secara de facto dari segi implementasi. Kedua, terdapat beberapa gagasan mengenai format independensi yang ideal bagi LNI antara lain beberapa aspek kunci seperti structural disaggregation, managerial freedom, result control dan the policy-operations split dapat dijadikan acuan dalam menyusun format independensi yang ideal bagi LNI di Indonesia. Minimalisasi kewenangan DPR dalam memilih anggota LNI, pemberian kewenangan yang bersifat mandiri, dan penegasan ketentuan nonpartisan. Pembaruan paragdimatik dalam memandang LNI sebagai cabang kekuasaan lain di dalam m odel sistem pemisahan kekuasaan yang baru. Unsur pembeda tesis tersebut dengan penulisan hukum ini adalah membahas sejauh mana independensi lembaga negara independen di Indonesia yang tercermin dalam regulasinya dan mengkaji format independensi yang ideal bagi lembaga negara independen di Indonesia namun tidak terdapat pembahasan secara spesifik tentang format independensi lembaga negara independen di daerah khususnya mengenai KPID. Beberapa buku juga membahas mengenai lembaga negara independen antara lain Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

20 Reformasi ditulis oleh Jimly Asshidiqie yang diterbitkan tahun 2006 unsur pembeda dengan penulisan hukum ini adalah m embahas secara umum perkembangan kelembagaan Negara di Indonesia pasca reformasi termasuk munculnya lembaga negara independen, namun tidak terdapat pembahasan yang lebih detail dan spesifik tentang lembaga negara independen di daerah khususnya mengenai KPID. Buku dengan judul Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia (Eksistensi Komisi-Komisi Negara sebagai Organ yang Mandiri dalam Sistem Ketatanegaraan, ditulis oleh Lukman Hakim, buku hasil dari disertasi yang diterbitkan pada tahun Unsur pembeda dengan penulisan hukum ini adalah m embahas dasar teoritis dan filosofis bagi keberadaan Komisi Negara sebagai lembaga negara yang diakui dalam sistem ketatanegaraan Indonesia namun tidak terdapat pembahasan mengenai penataan lembaga negara independen di daerah menurut teori independensi khususnya mengenai KPID.

BAB V PENUTUP. dengan ini menarik kesimpulan sebagai berikut : baik secara formal dalam peraturan pembentukannya (enabling act) maupun

BAB V PENUTUP. dengan ini menarik kesimpulan sebagai berikut : baik secara formal dalam peraturan pembentukannya (enabling act) maupun BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai berikut : Pertama, LNI di Indonesia dapat dianggap Independen sejauh telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 MEWUJUDKAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH SEBAGAI REGULATOR PENYIARAN YANG EFEKTIF

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 MEWUJUDKAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH SEBAGAI REGULATOR PENYIARAN YANG EFEKTIF LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 MEWUJUDKAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH SEBAGAI REGULATOR PENYIARAN YANG EFEKTIF Oleh: Handrini Ardiyanti, S.Sos, Msi. BIDANG POLITIK DALAM NEGERI PUSAT PENELITIAN BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (staats vormen) dikenal ada beberapa jenis, antara lain: Bentuk negara kesatuan (unitary state, eenheidstaat)

BAB I PENDAHULUAN. (staats vormen) dikenal ada beberapa jenis, antara lain: Bentuk negara kesatuan (unitary state, eenheidstaat) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dinamika perkembangan ketatanegaraan yang sangat pesat. Ada dua hal pokok yang menjadi agenda mendesak setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD. Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 1. RAHMAT, S.H.,M.H 2. JUNINDRA

Lebih terperinci

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1 (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.) 2 KEBERADAAN LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS Lembaga-lembaga khusus atau special

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

UPAYA PEMAJUAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN

UPAYA PEMAJUAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN UPAYA PEMAJUAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 22 November 2014; disetujui : 27 November 2014 Fungsi Media Penyiaran Penyiaran merupakan salah satu media informasi bagi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2014 A. Kode Etik Penyelenggara Pemilu Amandemen UUD 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan baik dalam sektor ekonomi, politik dan sosial. Hal ini pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan baik dalam sektor ekonomi, politik dan sosial. Hal ini pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi suatu keniscayaan, bahwa ide tentang demokratisasi yang meluas ke seluruh belahan dunia telah membawa perubahan besar dalam kehidupan baik dalam sektor ekonomi,

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Seiring dengan upaya reformasi birokrasi dan lembaga-lembaga negara, setiap lembaga negara dan instansi pemerintah

Lebih terperinci

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana KETERANGAN AHLI Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana denny.indrayana@unimelb.edu.au Keterangan Ahli Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Pertama, izinkan Kami menyampaikan terima kasih atas kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

Peraturan organik untuk berbagai lembaga penyiaran terkait keberadaan LPPPS dan LPPPM adalah sebagai berikut:

Peraturan organik untuk berbagai lembaga penyiaran terkait keberadaan LPPPS dan LPPPM adalah sebagai berikut: PENDAPAT HUKUM KOMISI PENYIARAN INDONESIA MENGENAI PENGATURAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL PENERIMAAN TETAP TIDAK BERBAYAR (FREE TO AIR) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat desa. Undang-Undang Desa disambut sebagai payung hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat desa. Undang-Undang Desa disambut sebagai payung hukum untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Desa), menjadikan desa sebagai satu kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat

Lebih terperinci

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Lebih terperinci

Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada

Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Nomor: PIKS@-DIAN PB 01.2015 1 POLICY BRIEF Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 19 Tahun 2008 Sub Pokok Bahasan : 1. Kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi bergulir di Indonesia, salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah semakin sentralnya peran kepala daerah dalam penyelengaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbincangan mengenai kekuasaan Presiden tidak dapat dilepaskan dari perdebatan yang telah berlangsung sejak lama seputar negara, sistem pemerintahan dan diskursus mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The International IDEA. Pertama, KPU diharuskan mempunyai kemandirian yang

BAB I PENDAHULUAN. The International IDEA. Pertama, KPU diharuskan mempunyai kemandirian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri harus dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuh prinsip

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang MAKALAH Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang Sebagai persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN TIM SELEKSI PEMILIHAN CALON ANGGOTA KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID) PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III PENETAPAN TIM SELEKSI PEMILIHAN CALON ANGGOTA KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID) PROVINSI JAWA TIMUR BAB III PENETAPAN TIM SELEKSI PEMILIHAN CALON ANGGOTA KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID) PROVINSI JAWA TIMUR A. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum.negara

Lebih terperinci

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I Prolog Lembaga negara (staatsorgaan/political institution) merupakan suatu organisasi yang tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Bab

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Bab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaturan terhadap sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Bab VI tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Sejak Tahun 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memberikan sanksi kepada beberapa stasiun televisi yang menyiarkan tayangan bermasalah. Adapun sanksi-sanksi

Lebih terperinci

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen et al (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni: 363 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga kesimpulan, yakni: 1. Pasca amandemen konstitusi kekuasaan presiden terdiri dari tiga pola sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara tegas dalam konstitusinya menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Salah satu prinsip negara hukum menurut A.V. Dicey adalah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian kewenangan Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

TV 96% Radio 38% Koran 8% Online 40% Internet

TV 96% Radio 38% Koran 8% Online 40% Internet TV 96% Internet Online 40% Radio 38% Koran 8% Ideologi Media Orientasi Media Produk Media Agenda Media Agenda Pengelola Media Agenda Publik Isi Media UU Lain yang beririsan UU Pers, KEJ UU Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi dan otonomi daerah sangat berkaitan erat dengan desa dan pemerintahan desa. Desa merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan 1 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan fungsinya tidak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak berlakunya otonomi daerah, kabupaten/kota memiliki kewenangan yang besar, kemudian disertai dengan transfer kepegawaian, pendanaan dan aset yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN

KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN www.reformasipenyiaran.org - reformasipenyiaran@gmail.com - @knrpid Pernyataan Sikap KNRP: Tujuh Alasan Mengapa RUU Penyiaran dari Baleg Harus Ditolak Di negara demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN

Lebih terperinci

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN SEKRETARIAT KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Persidangan MPR yang mulai dilakukan setelah pelantikkan ternyata berjalan cukup alot. Salah satu masalah yang mengemuka adalah komposisi

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM KOMISIONER KKR MENJADI DEKAN PTS

KAJIAN HUKUM KOMISIONER KKR MENJADI DEKAN PTS J A R I N G A N S U R V E I I N I S I A T I F 1 KAJIAN HUKUM KOMISIONER KKR MENJADI DEKAN PTS Tim riset JSI (Aryos Nivada, MA & Teuku Harist Muzani, SH) Anggota Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tertib Dewan serta Penguatan fungsi legislasi, pada Pasal 95 ayat (1),Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Tertib Dewan serta Penguatan fungsi legislasi, pada Pasal 95 ayat (1),Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali perubahan yang berakibat pada berubahnya sendi-sendi ketatanegaraan.

BAB I PENDAHULUAN. kali perubahan yang berakibat pada berubahnya sendi-sendi ketatanegaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semenjak reformasi, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan yang berakibat pada berubahnya sendi-sendi ketatanegaraan. Salah satu hasil

Lebih terperinci

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA OLEH MUSA MUJADDID IMADUDDIN 19010110 Pendahuluan Pemerintah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis dalam penyelenggaraan negaranya. Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL PADA BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT SEKRETARIAT DAERAH ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan

Lebih terperinci